Pencemaran Air Tanah Akibat Pem

MAKALAH

PENCEMARAN AKIBAT KEGIATAN INDUSTRI
(Tugas Mata Kuliah Instrumentasi dan Interpretasi Kualitas Lingkungan)

Di susun oleh:
THOMAS ARIA CIPTA

PROGRAM MAGISTER ILMU LINGKUNGAN
PASCASARJANA UNIVERSITAS LAMPUNG
2014

1

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................................

3

BAB II. KERANGKA TEORI ...................................................................................


5

BAB III. STUDI KASUS .........................................................................................

12

BAB IV. PEMBAHASAN .......................................................................................

16

BAB V. KESIMPULAN..........................................................................................

21

2

BAB I. PENDAHULUAN

Kebutuhan manusia berkembang seiring berjalannya waktu. Dahulu, saat jumlah

manusia masih sedikit kebutuhan nya juga terbatas, yaitu makanan, pakaian sederhana,
dan tempat tinggal sederhana. Namun, saat ini kebutuhan manusia makin beragam dan
untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka manusia membangun industri-industri dan
menggunakan sumber daya alam yang makin banyak pula digunakan.

Pencemaran terjadi akibat proses pengambilan, pengolahan dan pemanfaatan
sumberdaya alam yang menghasilkan sisa (entropi) yang tidak digunakan dan dibuang
karena tidak dibutuhkan pada saat itu. Sisa ini kemudian mencemari lingkungan
perairan, udara dan daratan. Akibat akumulasi bahan sisa ini makan lingkungan menjadi
rusak yang menyebabkan menurunnya kemampuan lingkungan untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia bahkan dapat berdampak buruk seperti mengakibatkan
penyakit dan bencana alam.

Pencemaran Lingkungan berdasarkan Undang-Undang Lingkungan Hidup No. 32 Tahun
2009 adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energy, dan atau komponen
lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia, sehingga melampaui baku mutu
lingkungan hidup yang telah di tetapkan.

Kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang dapat dilihat antara lain:
kerusakan hutan, daerah aliran sungai (watershed), kehilangan keragaman biologi


3

(biodiversity), erosi tanah/lahan yang berlebihan, kerusakan lahan yang dicirikan oleh
meluasnya padang alang-alang, kelebihan tangkapan ikan (over fishing), pencemaran
udara, kemacetan lalu lintas di kota-kota besar, yang di antaranya dapat berdimensi
lokal, regional maupun global.

4

BAB II. KERANGKA TEORI

Pada Hukum Termodinamika II menyatakan; setiap pemakaian suatu bentuk atau unit
energi tidak pernah tercapai efisiensi 100%. Dalam suatu proses tertentu perubahan
suatu bentuk energi menjadi energi lain selalu menghasilkan sisa yang tidak terpakai
pada proses itu atau disebut entropy.
Kegiatan industri yang mengolah bahan mentah menjadi sebuah produk siap pakai
menghasilkan produk sampingan berupa limbah. Limbah hasil proses produksi berbedabeda, bergantung kepada nilai ekonomisnya, bentuknya dan jenis industri itu sendiri.
A.


Berdasarkan nilai ekonomi

1.

Limbah ekonomis

Limbah ekonomis adalah limbah yang mempunyai nilai ekonomis atau limbah yang akan
memberikan nilai tambah bila diproses lebih lanjut. Misalnya:
a. Tetes merupakan limbah pabrik gula yang menjadi bahan baku untuk pabrik
alcohol.
b. Ampas tebu dapat dijadikan bahan baku untuk pabrik kertas, sebab ampas tebu
melalui proses sulfinasi dapat menghasilkan bubur pulp.
2.

Limbah nonekonomis

Limbah nonekonomis adalah limbah yang diolah dalam proses bentuk apapun tidak akan
memberikan nilai tambah, kecuali mempermudah sistem pembuangan. Limbah jenis ini
yang sering menjadi persoalan pencemaran dan merusakkan lingkungan ; Dilihat dari
5


sumber limbah dapat merupakan hasil sampingan dan juga dapat merupakan semacam
"katalisator". Karena sesuatu bahan membutuhkan air pada permulaan proses,
sedangkan pada akhir proses air ini harus dibuang lagi yang ternyata telah mengandung
sejumlah zat berbahaya dan beracun. Di samping itu ada pula sejumlah air terkandung
dalam bahan baku harus dikeluarkan bersama buangan lain. Ada limbah yang
terkandung dalam bahan dan harus dibuang setelah proses produksi.
B.

Berdasarkan bentuk atau jenis

1.

Limbah Padat

Limbah padat adalah hasil buangan industri berupa padatan, bubur yang berasal dari
sisa proses pengolahan. Berdasarkan sifatnya, limbah padat merupakan hasil sampingan
proses produksi. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia,senyawa
organik dan senyawa anorganik
Limbah ini dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu

a. limbah padat yaitu dapat didaur ulang, seperti plastik, tekstil, potongan logam
b. limbah padat yang tidak dapat didaur ulang atau yang tidak punya nilai
ekonomis.
2.

Limbah Cair

Limbah cair bersumber dari pabrik yang biasanya banyak menggunakan air dalam sistem
prosesnya. Di samping itu ada pula bahan baku mengandung air sehingga dalam proses
pengolahannya air harus dibuang. Air terikut dalam proses pengolahan kemudian
dibuang misalnya ketika dipergunakan untuk pencuci suatu bahan sebelum diproses
lanjut. Air ditambah bahan kimia tertentu kemudian diproses dan setelah itu dibuang.
Semua jenis perlakuan ini mengakibatkan limbah yang berbentuk cair.

6

3.

Limbah Gas dan Partikel


Udara adalah media pencemar untuk limbah gas. Limbah gas atau asap yang diproduksi
pabrik keluar bersamaan dengan udara. Secara alamiah udara mengandung unsur kimia
seperti O2, N2, NO2, CO2, H2 dan lain-lain. Penambahan gas ke dalam udara melampaui
kandungan alami akibat kegiatan manusia akan menurunkan kualitas udara .Zat
pencemar melalui udara diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu partikel dan gas.
Partikel adalah butiran halus dan masih mungkin terlihat dengan mata telanjang seperti
uap air, debu, asap,dan kabut .Sedangkan pencemaran berbentuk gas hanya dapat
dirasakan melalui penciuman (untuk gas tertentu) .Gas-gas ini antara lain SO2, NOx, CO,
CO2, hidrokarbon dan lain-lain.

4.

Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)

Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan berbahaya atau
beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun tidak langsung, dapat
merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan
manusia.Yang termasuk limbah B3 antara lain adalah bahan baku yang berbahaya dan
beracun yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses,
dan oli bekas kapal yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Bahanbahan ini termasuk limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih karakteristik mudah

meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat
korosif, dan lain-lain.

Bahan ini dirumuskan sebagai bahan dalam jumlah relatif sedikit tapi mempunyai
potensi mencemarkan/merusakkan lingkungan kehidupan dan sumber daya.Bahan
beracun dan berbahaya banyak dijumpai sehari-hari, baik sebagai keperluan rumah
tangga maupun industri yang tersimpan, diproses, diperdagangkan, diangkut dan lain-

7

lain. Insektisida, herbisida, zat pelarut, cairan atau bubuk pembersih deterjen, amoniak,
sodium nitrit, gas dalam tabung, zat pewarna, bahan pengawet dan masih banyak lagi
untuk menyebutnya satu per satu. Bila ditinjau secara kimia bahan-bahan ini terdiri dari
bahan kimia organik dan anorganik. Terdapat lima juta jenis bahan kimia telah dikenal
dan di antaranya 60.000 jenis sudah dipergunakan dan ribuan jenis lagi bahan kimia
baru setiap tahun diperdagangkan.Sebagai limbah, kehadirannya cukup
mengkhawatirkan terutama yang bersumber dari pabrik industry. Bahan beracun dan
berbahaya banyak digunakan sebagai bahan baku industri maupun sebagai penolong.
Beracun dan berbahaya dari limbah ditunjukkan oleh sifat fisik dan kimia bahan itu
sendiri, baik dari jumlah maupun kualitasnya.


Dalam jumlah tertentu dengan kadar tertentu, kehadirannya dapat merusakkan
kesehatan bahkan mematikan manusia atau kehidupan lainnya sehingga perlu
ditetapkan batas-batas yang diperkenankan dalam lingkungan pada waktu
tertentu.Adanya batasan kadar dan jumlah bahan beracun danberbahaya pada suatu
ruang dan waktu tertentu dikenal dengan istilah nilai ambang batas, yang artinya dalam
jumlah demikian masih dapat ditoleransi oleh lingkungan sehingga tidak membahayakan
lingkungan ataupun pemakai.Karena itu untuk tiap jenis bahan beracun dan berbahaya
telah ditetapkan nilai ambang batasnya.Tingkat bahaya keracunan yang disebabkan
limbah tergantung pada jenis dan karakteristiknya baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang. Dalam jangka waktu relatif singkat tidak memberikan pengaruh yang
berarti, tapi dalam jangka panjang cukup fatal bagi lingkungan . Oleh sebab itu
pencegahan dan penanggulangan haruslah merumuskan akibat-akibat pada suatu
jangka waktu yang cukup jauh.Melihat pada sifat-sifat limbah , karakteristik dan akibat
yang ditimbulkan pada masa sekarang maupun pada masa yang akan datang diperlukan
langkah pencegahan, penanggulangan dan pengelolaan.
8

Limbah B3 dikarakterisasikan berdasarkan beberapa parameter yaitu total solids
residue (TSR), kandungan fixed residue (FR), kandungan volatile solids (VR), kadar air

(sludge moisture content), volume padatan, serta karakter atau sifat B3 (toksisitas, sifat
korosif, sifat mudah terbakar, sifat mudah meledak, beracun, serta sifat kimia dan
kandungan senyawa kimia).
Contoh limbah B3 ialah logam berat seperti :
a.

Cr, Logam krom (Cr) adalah salah satu jenis polutan logam berat yang bersifat

toksik, dalam tubuh logam krom biasanya berada dalam keadaan sebagai ion Cr3+. Krom
dapat menyebabkan kanker paru-paru, kerusakan hati (liver) dan ginjal. Jika kontak
dengan kulit menyebabkan iritasi dan jika tertelan dapat menyebabkan sakit perut dan
muntah.
b.

Cd, Cu, Fe, Pb, Mn, Hg, dan Zn serta zat kimia seperti pestisida, sianida, sulfida,

fenol dan sebagainya. Cd dihasilkan dari lumpur dan limbah industri kimia tertentu
sedangkan Hg dihasilkan dari industri klor-alkali, industri cat, kegiatan pertambangan,
industri kertas, serta pembakaran bahan bakar fosil. Pb dihasilkan dari peleburan timah
hitam. Logam-logam berat pada umumnya bersifat racun sekalipun dalam konsentrasi

rendah.
Sesuai dengan kriteria yang tercantum dalam peraturan pemerintah No.18 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, limbah B3 terbagi atas dua
macam yaitu yang spesifik dan yang tidak spesifik. Perbedaan pokok antara limbah B3
spesifik dan tidak spesifik terletak pada cara penggolongannya. Pada limbah spesifik
digolongkan kedalam jenis industri, sumber pencemaran, asal limbah, dan pencemaran
utama sedangkan pada limbah tidak spesifik penggolongannya atas dasar kategori dan
bahan pencemar.

9

Contoh dampak pencemaran tanah yang ditimbulkan berdasarkan jenis industry;
1. Limbah Industri Pangan
Sektor Industri/usaha kecil pangan yang mencemari lingkungan antara lain ; tahu,
tempe, tapioka dan pengolahan ikan (industri hasil laut). Limbah usaha kecil pangan
dapat menimbulkan masalah dalam penanganannya karena mengandung sejumlah
besar karbohidrat, protein, lemak , garam-garam, mineral, dan sisa-sisa bahan kimia
yang digunakan dalam pengolahan dan pembersihan. Sebagai contohnya limbah industri
tahu, tempe, tapioka industri hasil laut dan industri pangan lainnya, dapat menimbulkan
bau yang menyengat dan polusi berat pada air bila pembuangannya tidak diberi
perlakuan yang tepat.

Air buangan (efluen) atau limbah buangan dari pengolahan pangan dengan Biological
Oxygen Demand ( BOD) tinggi dan mengandung polutan seperti tanah, larutan alkohol,
dan panas Apabila efluen dibuang langsung ke suatu perairan akibatnya menganggu
seluruh keseimbangan ekologik dan bahkan dapat menyebabkan kematian ikan dan
biota perairan lainnya.

2. Limbah Industri Kimia & Bahan Bangunan
Industri kimia seperti alkohol dalam proses pembuatannya membutuhkan air sangat
besar, mengakibatkan pula besarnya limbah cair yang dikeluarkan kelingkungan
sekitarnya. Air limbahnya bersifat mencemari karena didalamnya terkandung
mikroorganisme, senyawa organik dan anorganik baik terlarut maupun tersuspensi serta
senyawa tambahan yang terbentuk selama proses fermentasi berlangsung.
Industri ini mempunyai limbah cair selain dari proses produksinya juga, air sisa
pencucian peralatan, limbah padat berupa onggokan hasil perasan, endapan CaSO4, gas

10

berupa uap alcohol, kategori limbah industri ini adalah limbah bahan beracun
berbahayan (B3) yang mencemari air dan udara.

11

BAB III. STUDI KASUS

Kutukan Industri Tapioka
(Sumber: http://politik.kompasiana.com/2010/04/12/kutukan-industri-tapioka116228.html); tanggal 11 April 2010.
PABRIK-pabrik tapioka di Lampung terus menunjukkan kutukannya. Sekarang, di
Gunungsugih, Lampung Tengah, banyak warga tidak bisa meminum air sumur karena
tercemar. Mereka menuding PT Budi Sakura Starch dan Budi Acid Jaya sebagai biang
keladi. Dua perusahaan pengolah singkong ini membuang limbah di kolam
penampungan yang kemudian merembes ke sumur-sumur warga.
Setelah 10 tahun diam saja, kini warga mulai marah. Mereka menutup akses jalan
sehingga dua perusahaan itu terpaksa stop beroperasi. Warga menuntut perusahaan
bertanggung-jawab atas pencemaran itu. Di antaranya dengan mendesak bak
pembuangan limbah dekat permukiman warga, supaya diperbaiki.
Mereka juga meminta perusahaan membuat dua sumur bor untuk memasok air bersih
bagi 21 kepala keluarga. Warga Kampung Buyutilir, Gunungsugih itu juga meminta
perusahaan membayar Rp337 juta. Uang itu sebagai ganti kerugian karena selama 10
tahun mereka terpaksa membeli air bersih oleh sebab sumur tak bisa dikonsumsi.
Tuntutan terakhir, warga meminta perusahaan memperbaiki jalan kampung yang rusak
akibat aktivitas kendaraan perusahaan.
Sungguh, kita memang risau atas beroperasinya banyak pabrik tapioka di daerah ini. Dari
berbagai studi, manfaat ekonomi dari industri berbahan baku singkong itu tidak
sebanding dengan dampak kerusakan yang dihadirkannya. Selalu, bisnis ini hanya
membikin makmur para pengusaha. Belum ada rakyat sejahtera dari usaha ini karena
diganjal kartel yang dibangun pengusaha besar.
Pemerintah daerah juga tidak memperoleh pendapatan signifikan dari sektor ini. Yang
terjadi justru kerugian teramat besar harus diderita daerah dan masyarakat. Sebab,
lingkungan hidup rusak berat akibat pola monokultur ubi kayu yang haus lahan. Kita
tahu, singkong menyedot dengan sangat rakus unsur hara. Akibatnya tanah menjadi
kurus, tandus, dan berujung pada erosi.
Iming-iming keuntungan materi, memaksa sebagian masyarakat mengonversi ladangladang mereka menjadi kebun singkong. Sebagian lagi menjarah hutan secara besarbesaran. Membabati pepohonan dan mulai menanam ubi kayu. Akibatnya, kawasan

12

yang dulunya hutan berubah menjadi titik rawan longsor yang melenyapkan sumbersumber air.
Berkurangnya hutan kemudian segera menyebabkan sungai-sungai menjadi dangkal.
Arusnya melemah akibat dibendung lumpur dan kekurangan pasokan air menyusul
menyusutnya mata-mata air. Sungai kekeringan pada musim kemarau. Sebaliknya
menjadi sumber bencana banjir bandang pada musim penghujan.
Jalan-jalan provinsi, kabupaten, dan desa juga rusak berat dilindas truk-truk pengangkut
singkong. Maklum, jalan yang dibikin hanya kuat menahan beban maksimal delapan ton,
tetapi dipaksa menyangga mobil bermuatan 25 ton. Dan, perbaikan jalan rusak itu
anggarannya dari dana publik. Bukan dari para pengusaha yang justru biang perusaknya.
***
KITA hampir tidak pernah mencium udara segar ketika melintas di Lampung Tengah,
Lampung Utara, Lampung Timur, dan Tulangbawang. Aroma busuk dari limbah tapioka
sudah begitu mencemari udara. Tetapi, sesungguhnya, bau busuk dari bahan buangan
pabrik tapioka, bukanlah yang paling berbahaya. Masalah besar bersumber dari sianida
yang terlarut dalam air sungai dan menguap ke udara.
Sianida, kita tahu, adalah zat berbahaya. Bahan kimia ini yang dulu dipakai Hitler untuk
membunuh secara massal kaum Yahudi di Jerman. Limbah cair mengandung sianida itu
dihasilkan dari proses pembuatan tapioka, mulai dari pencucian bahan baku sampai
proses pengendapan pati.
Kecuali limbah cair, industri tapioka juga memproduksi sampah padat. Yakni, singkong
yang tak terparut, kanji berkualitas jelek, dan onggok. Semuanya mengandung bahan
yang mengancam itu: sianida. Penanganan yang sembrono selama ini, telah
menyebabkan kotoran cair dan padat itu mencemari sumur, sungai dan udara.
Merosotnya kualitas sungai-sungai di Lampung, dapat dijelaskan dari sudut pandang ini.
Sungai yang dulunya besar dan berair bersih, sekarang banyak yang menciut dan kotor.
Mereka sedang meratap karena pabrik-pabrik yang berdiri di dekatnya seenaknya
menggelontorkan limbah dan mencemari air. Sungguh, sebuah kerugian amat besar bagi
rakyat dan daerah ini. Atas nama manfaat ekonomi jangka pendek, kita harus kehilangan
manfaat jangka panjang. Sungai tidak lagi bisa dikonsumsi, bahkan untuk sekadar mandi,
cuci, dan kakus.
Padahal, secara tradisional, masyarakat memanfaatkan sungai bagi berbagai keperluan.
Seperti untuk air minum, mandi, cuci dan kakus, irigasi sawah dan kebun, rekreasi, dan
mencari ikan. Kegunaan tadi lenyap seiring tercemarnya sungai. Ikan, udang, dan keong
mati dan punah karena tempat hidup mereka sudah mengandung racun. Warga pun
tidak bisa lagi mengonsumsi sumber gizi yang sebelumnya gampang diperoleh itu.
Sungai juga sudah tidak boleh lagi untuk mandi, mengairi sawah dan kebun, juga
diminum ternak. Air limbah yang masuk tambak akan membunuh ikan piaraan. Masalah
belum lengkap karena masih banyak muncul problem lain harus dihadapi warga.
Nyamuk penyebar penyakit menular, seperti malaria, demam berdarah, dan
chikungunya, populasinya meledak. Sebab, serangga ini sudah kehilangan predator,

13

yakni satwa-satwa penghuni air. Berbagai penyakit juga bermunculan, misalnya gatalgatal.
BANYAK orang memang cenderung menganggap sepele berbagai dampak buruk
lingkungan hidup menyusul semberononya pengelolaan pabrik-pabrik. Kita baru geger
ketika melihat ribuan ikan mati mengambang di sungai. Lalu, ribut menuntut
perusahaan bertanggungjawab membersihkan kembali sungai. Padahal, itu barangkali
hanya sejumput masalah dari kerusakan dahsyat sumber daya alam akibat dikelola
serampangan.
Memang, dampak kerusakan itu selalu lambat disadari. Butuh waktu beberapa tahun
sampai sebuah pabrik diketahui telah mencemari lingkungan. Akibatnya, banyak pihak
tidak awas sejak awal. Reaksi baru bermunculan setelah dampak buruknya kasat mata.
Tetapi kadang-kadang semua sudah terlambat. Lingkungan yang rusak tidak bisa
dipulihkan lagi atau perlu waktu sangat lama dan mahal.
Gejala penyakit akibat keracunan sianida, misalnya, tidak terlalu khas. Sehingga orang
sering menyepelekannya. Seperti, sakit kepala, sesak nafas, tubuh lemah, buang air kecil
tidak lancar. Penderitanya menyangka kena sakit biasa. Mereka tidak menyadari telah
teracuni bahan kimia berbahaya. Dan, itu bersumber dari pabrik-pabrik yang berdiri
gagah di dekat permukiman warga.
Sunggguh, kita tidak memerlukan kaca pembesar untuk mengetahui betapa pabrikpabrik telah mencemari lingkung hidup. Pembangunan yang mementingkan
pertumbuhan ekonomi dan mengabaikan faktor lingkungan, dipercaya menjadi biang
keladi kerusakan itu. Padahal, lingkungan hidup yang sehat dan bersih adalah hak asasi
manusia. Tanpa kecuali.
Akan tetapi, yang terjadi justru kualitas lingkungan hidup terus merosot. Itu sebabnya,
limbah industri wajib ditangani dengan baik dan serius. Pemerintah mesti berperan
sebagai pengawas yang tak kalah serius. Sementara pengusaha wajib menjamin tidak
ada pencemaran itu. Di antaranya dengan melakukan daur-ulang limbah dan memasang
alat pencegah pencemaran. Sayangnya, semua itu belum pernah dilakukan. Sehingga,
semua industri dengan gampang bisa seenaknya merusak lingkungan hidup.
Pada masa depan, persoalan limbah industri ini akan semakin besar dan rumit.
Manakala pemerintah masih bertekuk lutut di depan pengusaha, kelangsungan
lingkungan hidup tidak akan bisa terjamin. Apalagi, industri sedang berkutat dengan
persoalan penghematan. Mereka sibuk menekan biaya produksi, belanja pegawai, dan
ongkos energi yang terus melambung. Akibatnya, pengelolaan limbah yang juga
membutuhkan biaya, menjadi tidak dilakukan.
KITA selalu saja gemas dan marah oleh sebab terus merosotnya kualitas lingkungan
hidup oleh sebab pencemaran industri ini. Sebab, pemerintah tampaknya sama sekali
tidak memetik pelajaran apapun. Izin industri terus saja diberikan. Sementara
pengawasan terhadap sepak terjang pengusaha sama sekali tidak dilakukan. Sepertinya,
sama sekali tidak ada evaluasi terhadap dampak lingkungan.

14

Pada era otonomi daerah, terjadi tarik menarik kepentingan antara pemerintah provinsi
dan kabupaten-kota soal perizinan industri. Tetapi kompetisi merebut wewenang itu
sekadar berkaitan soal siapa yang meraup biaya perizinan. Jauh dari upaya menata agar
pengusaha tidak semena-mena merusak alam.
Sejauh ini, penegakan hukum terhadap pencemar masih lemah, karena melulu
mempertimbangkan ekonomi dan politik. Itu sebabnya, standar pengolahan limbah
industri kerap diabaikan. Padahal, banyak aturan harus dipatuhi agar perusahaan bisa
punya manfaat ekonomi, diterima secara sosial, dan ramah lingkungan. Celakanya,
peraturan yang dibuat jarang diterapkan.
Sampai hari ini, secara jujur dikatakan, aparat pemerintah memang belum serius
mengatasi pencemaran lingkungan hidup. Dalam sejarahnya, belum pernah ada
perusahaan pencemar lingkungan yang kena hukum. Sementara pemerintah daerah
begitu gampang mengeluarkan izin. Padahal, lokasi pabrik dekat dengan pemukiman
penduduk. Lalu, semua dokumen pelengkap perizinan juga seolah formalistis saja.
Misalnya, buruknya kualitas AMDAL dan sarana pengolahan limbah yang seadanya.
Kita senantiasa berharap, semua orang tidak lagi menganggap ringan dampak
lingkungan hidup yang ditimbulkan industri. Oleh sebab itu, tidak ada cara lain,
perusahaan yang berpotensi mencemari lingkungan wajib diawasi sepak-terjangnya.
Bagi yang tidak mematuhi ketentuan pengelolaan limbah, sebaiknya ditutup saja. Tidak
boleh lagi ada kompromi bagi perusak lingkungan hidup.

15

BAB IV. PEMBAHASAN

Dalam skala industri tidak semua bahan mentah mampu diubah menjadi produk
industri, melainkan akan ada sisa yang kemudian menjadi sampah atau limbah.
Salah satu industri yang menghasilkan air limbah adalah pabrik tepung tapioka yang
jenis limbahnya adalah limbah organik. Limbah tapioka jika tidak dikelola dengan baik
sebelum dibuang ke badan air akan mengakibatkan gangguan kesehatan seperti
timbulnya penyakit gatal-gatal, badan air menjadi keruh dan berbau, membunuh
kehidupan biota-biota yang ada di air serta merusak keindahan karena bau busuk dan
pemandangan yang tidak sedap dipandang mata.

Pabrik tepung tapioka merupakan industri pengolah bahan pangan yang menghasilkan
limbah terutama limbah cair. Pembuangan air limbah tepung tapioka ke badan air
dengan kandungan beban BOD melebihi kadar maksimum yaitu 200 mg/L dan TSS
melebihi 150 mg/l menyebabkan turunnya jumlah oksigen dalam air.

Tabel. Baku Mutu Limbah Cair Untuk Industri Tapioka
PARAMETER

KADAR MAKSIMUM
(mg/L)
200
400
150
0.5

BOD
COD
TSS
Sianida (CN)
pH
Debit limbah maksimum
(Sumber: Kepmen LH Kep-51/MENLH/10/1995)

Beban Pencemaran Maksimum
(kg/ton produk)
12.0
24.0
9.0
0.03
6.0 – 9.0
60 m3 / ton produksi

16

Kondisi tersebut mempengaruhi kehidupan biota air terutama biota yang hidupnya
tergantung pada oksigen terlarut di air. Untuk menurunkan angka BOD dan TSS pada
limbah cair yang dihasilkan pabrik tepung tapioka sebelum dibuang ke badan sungai,
maka diperlukan proses pengolahan limbah agar parameter-parameter yang terdapat
dalam air limbah tersebut sesuai dengan baku mutu yang diizinkan. Penanganan limbah
cair industri dapat dilakukan dengan berbagai metode mulai dari metode yang
sederhana sampai dengan metode dengan bantuan teknologi canggih.

Selain limbah cair, pabrik tepung tapioka juga menghasilkan limbah padat. Limbah padat
berupa kulit singkong, ampas basah dan ampas kering. Selama ini limbah kulit singkong
belum dimanfaatkan secara maksimal di masyarakat. Kulit singkong biasanya dijadikan
sebagai makanan ternak, bahan kompos untuk tanaman.

Limbah kulit singkong ini bisa dimanfaatkan menjadi produk karbon aktif. Karbon aktif
merupakan senyawa karbon amorph, yang dapat dihasilkan dari bahan-bahan yang
mengandung karbon atau dari arang yang diperlakukan dengan cara khusus untuk
mendapatkan permukaan yang lebih luas. Karbon aktif bisa dibuat dari tongkol jagung,
ampas penggilingan tebu, tempurung kelapa, sekam padi, serbuk gergaji, kayu keras,
dan kulit singkong.

Pencegahan dan penanggulangan merupakan dua tindakan yang tidak dapat dipisahpisahkan dalam arti biasanya kedua tindakan ini dilakukan untuk saling menunjang,
apabila tindakan pencegahan sudah tidak dapat dilakukan, maka dilakukan langkah
tindakan. Namun demikian pada dasarnya kita semua sependapat bahwa tindakan
pencegahan lebih baik dan lebih diutamakan dilakukan sebelum pencemaran terjadi,
apabila pencemaran sudah terjadi baik secara alami maupun akibat aktivisas manusia
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baru kita lakukan tindakan penanggulangan.

17

Tindakan pencegahan dan tindakan penanggulangan terhadap terjadinya pencemaran
dapat dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan macam bahan pencemar yang
perlu ditanggulangi. Langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan terhadap
terjadinya pencemaran antara lain dapat dilakukan sebagai berikut:
Langkah pencegahan
Tindakan pencegahan ini pada prinsipnya adalah berusaha untuk tidak menyebabkan
terjadinya pencemaran, misalnya mencegah/mengurangi terjadinya bahan pencemar,
antara lain:
1. Sampah organik yang dapat membusuk/diuraikan oleh mikroorganisme antara lain
dapat dilakukan dengan mengukur sampah-sampah dalam tanah secara tertutup dan
terbuka, kemudian dapat diolah sebagai kompos/pupuk. Untuk mengurangi terciumnya
bau busuk dari gas-gas yang timbul pada proses pembusukan, maka penguburan
sampah dilakukan secara berlapis-lapis dengan tanah (landfill).
2. Sampah senyawa organik atau senyawa anorganik yang tidak dapat dimusnahkan
oleh mikroorganisme dapat dilakukan dengan cara membakar sampah-sampah yang
dapat terbakar seperti plastik dan serat baik secara individual maupun dikumpulkan
pada suatu tempat yang jauh dari pemukiman, sehingga tidak mencemari udara daerah
pemukiman. Sampah yang tidak dapat dibakar dapat digiling/dipotong-potong menjadi
partikel-partikel kecil, kemudian dikubur.
3. Pengolahan terhadap limbah industri yang mengandung logam berat yang akan
mencemari tanah, sebelum dibuang ke sungai atau ke tempat pembuangan agar
dilakukan proses pemurnian.

18

4. Sampah zat radioaktif sebelum dibuang, disimpan dahulu pada sumur--sumur atau
tangki dalam jangka waktu yang cukup lama sampai tidak berbahaya, baru dibuang ke
tempat yang jauh dari pemukiman, misal pulau karang, yang tidak berpenghuni atau ke
dasar lautan yang sangat dalam.
.5. Usahakan membuang dan memakai detergen berupa senyawa organik yang dapat
dimusnahkan/diuraikan oleh mikroorganisme.
Langkah penanggulangan
Apabila pencemaran telah terjadi, maka perlu dilakukan penanggulangan terhadap
pencemara tersebut. Tindakan penanggulangan pada prinsipnya mengurangi bahan
pencemar tanah atau mengolah bahan pencemar atau mendaur ulang menjadi bahan
yang bermanfaat. Tanah dapat berfungsi sebagaimana mestinya, tanah subur adalah
tanah yang dapat ditanami dan terdapat mikroorganisme yang bermanfaat serta tidak
punahnya hewan tanah. Langkah tindakan penanggulangan yang dapat dilakukan antara
lain dengan cara:
1.

Sampah-sampah organik yang tidak dapat dimusnahkan (berada dalam jumlah

cukup banyak) dan mengganggu kesejahteraan hidup serta mencemari tanah, agar
diolah atau dilakukan daur ulang menjadi barang-barang lain yang bermanfaat, misal
dijadikan mainan anak-anak, dijadikan bahan bangunan, plastik dan serat dijadikan
kesed atau kertas karton didaur ulang menjadi tissu, kaca-kaca di daur ulang menjadi vas
kembang, plastik di daur ulang menjadi ember dan masih banyak lagi cara-cara pendaur
ulang sampah.
2.

Bekas bahan bangunan (seperti keramik, batu-batu, pasir, kerikil, batu bata,

berangkal) yang dapat menyebabkan tanah menjadi tidak/kurang subur, dikubur dalam

19

sumur secara berlapis-lapis yang dapat berfungsi sebagai resapan dan penyaringan air,
sehingga tidak menyebabkan banjir, melainkan tetap berada di tempat sekitar rumah
dan tersaring. Resapan air tersebut bahkan bisa masuk ke dalam sumur dan dapat
digunakan kembali sebagai air bersih.

20

BAB V. KESIMPULAN

Berdasarkan paparan diatas, ada beberapa hal yang sangat penting untuk dijadikan
kesimpulan mengenai pencemaran lingkungan akibat limbah industri; yaitu sebagai
berikut:
1.

Kegiatan pengolahan bahan mentah menjadi produk industri selalu menghasilkan
produk sampingan yaitu berupa limbah.

2.

Pencemaran terjadi akibat akumulasi produk sampingan tersebut yang jumlahnya
melebihi kemampuan lingkungan untuk mengolahnya. Sehingga akumulasi
tersebut menyebabkan rusaknya lingkungan.

3.

Limbah padat maupun cair tapioka dapat dimanfaatkan untuk berbagai
kepentingan misalnya pengolahan biogas, pembuatan plastik biodegradable namun
dengan memerlukan teknologi yang tinggi.

4.

Pencegahan pencemaran adalah lebih baik daripada penanggulangan pencemaran
akibat limbah industri.

21