Pricing Research Penentuan Harga Makanan

Seleksi Asisten –Laboratorium Perencanaan dan Optimasi Sistem Industri ITB
10 Maret 2015

Pricing Research :

Penentuan Harga Makanan Prasmanan di
Kantin Barat Laut
Faustine Avina Wijoyo
Manajemen Rekayasa Industri / 14412030
Institut Teknologi Bandung
Indonesia
E-mail: faustine227@gmail.com
Abstract: Penentuan harga merupakan perihal terpenting dalam memasarkan suatu produk. Baru-baru ini, KOKESMA ITB telah menentukan
standar harga baru bagi makanan-makanan yang berada di Kantin Barat Laut. Akibat kenaikan harga ini KBL mengalami lost sales. Lost sales
ini dapat diatasi apabila Kantin Barat Laut mengadakan penelitian mengenai berapakah nilai yang dihargai konsumen pada setiap makanan.
Adanya penelitian ini akan menjadi pertimbangan manajemen agar kenaikan harga yang dilakukan KOKESMA ITB terhadap makanan di
Kantin Barat Laut tidak terlalu rendah dan tidak juga terlalu tinggi. Metode yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah metode van
Westendorp. Dari metode ini akan didapatkan range harga produk, Indifference Price Point (IPP), dan Optimum Price Point (OPP) dari setiap
jenis makanan yang berada di Kantin Barat Laut. Data-data tersebut nantinya akan menjadi pertimbangan KOKESMA ITB untuk menentukan
harga dari masing-masing jenis makanan.
Keywords: Market research, Pricing research, Price Sensitivity Measurement, van Westendorp’s Model, Kantin Barat Laut


I. LATAR BELAKANG
Sebagai salah satu elemen dari marketing mix, dalam
melakukan pemasaran, sering kali penentuan harga produk
merupakan hal yang paling sulit dan merupakan keputusan
yang krusial. Alasannya, harga produk merupakan satu-satunya
elemen dalam marketing mix yang langsung menentukan
penjualan dan keuntungan yang didapat perusahaan, sementara
elemen lainnya (product, price, dan promotion ) justru hanya
menambah beban kepada faktor biaya saja.
Menurut Kotler (2001), harga merupakan sejumlah uang
yang dibebankan atas suatu produk atau jasa, atau jumlah dari
nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-manfaat karena
memiliki atau menggunakan produk atau jasa tersebut.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diambil kesimpulan
bahwa harga harus diatur sedemikian rupa sehingga konsumen
merasa jumlah uang yang dikeluarkan setara atau lebih rendah
daripada nilai produk yang didapatkan.
Apabila penjelasan di atas dirangkum, maka penentuan harga
bagi suatu produk sebaiknya harus mempertimbangkan :

1.
Laba yang ingin didapat
2.
Biaya produksi produk
3.
Harga jual kompetitor
4.
Pergerakan harga di pasar
5.
Kemampuan target konsumen
Kemampuan target konsumen dalam membeli produk
(willingness to pay) merupakan poin yang disoroti dalam
makalah kali ini.

Baru-baru ini, Koperasi Kesejahteraan Mahasiswa ITB atau
sering dikenal dengan KOKESMA ITB telah menentukan
standar harga baru bagi makanan-makanan yang berada di
Kantin Barat Laut. Ternyata, standar harga baru ini ternyata
menyebabkan konsumen langganan dari Kantin Barat Laut
enggan membeli makanan di kantin ini lagi. Mereka lebih

memilih untuk makan di kantin lain atau membawa bekal dari
rumah.
Mengapa hal ini dapat terjadi? Sebenarnya, banyak hal yang
dapat menyebabkan turunnya angka penjualan dari Kantin
Barat Laut. Lebih jelasnya, faktor-faktor tersebut dapat dilihat
pada diagram cause and effect pada Gambar 1. Namun, peneliti
percaya bahwa penyebab utama kehilangan pelanggan dari
Kantin Barat Laut disebabkan oleh konsumen yang tidak lagi
percaya bahwa uang yang dikeluarkan setara dengan harga
makanan yang ditawarkan Kantin Barat Laut. Artinya harga
yang ditentukan oleh KOKESMA ITB terlalu tinggi dan
dengan kata lain, ada kesalahan dalam menentukan harga
makanan di Kantin Barat Laut.
Perlu dipertimbangkan juga bahwa Kantin Barat Laut
menggunakan metode penjualan makanan secara prasmanan,
dimana konsumen dipersilahkan untuk mengambil makanan
sendiri (self service). Oleh karena effort untuk mendapatkan
makanan lebih besar, konsumen beranggapan bahwa harga
makanan yang ada di Kantin Barat Laut seharusnya lebih
murah di banding dengan kantin lain.


Seleksi Asisten –Laboratorium Perencanaan dan Optimasi Sistem Industri ITB
10 Maret 2015

Tempat duduk
kurang memadai

Pilihan menu makanan
monoton
Harga terlalu mahal

Antrian mengambil
makanan panjang

Lost Sales
KBL
Adanya kompetitor
dari kantin lain

Pelayanan kurang


Kasir kurang
ramah

Gambar 1 Cause and Effect Diagram

Pada kenyataannya, saat ini harga makanan prasmanan di
Kantin Barat Laut sama, bahkan lebih mahal daripada kantinkantin di ITB yang menawarkan jasa pengambilan dan
pengantaran makanan. Oleh karena itu tidaklah aneh apabila
konsumen dari Kantin Barat Laut justru berpindah ke kantin
lain.
Lost sales dari Kantin Barat Laut dapat dihindari apabila
Kantin Barat Laut melakukan riset mengenai willingness to pay
makanan prasmanan oleh konsumen terlebih dahulu. Riset ini
menjadi penting karena target konsumen dari Kantin Barat
Laut itu sendiri adalah mahasiswa sangat yang sensitif terhadap
perubahan harga. Pada umumnya mahasiswa memiliki
kemampuan finansial yang terbatas dan cenderung mencari
produk dengan harga yang termurah. Bagi mahasiswa,
perubahan harga sedikit saja rasanya sudah membebani dan

justru menjadi bahan pertimbangan apakah mereka tetap
membeli produk tersebut atau tidak.
Dapat disimpulkan bahwa harga makanan yang ditawarkan
Kantin Barat Laut harusnya tidak hanya mengejar profit saja,
melainkan harus mempertimbangkan range sensitivitas harga
dari konsumennya (mahasiswa). Oleh karena itulah pricing
research menjadi sangat penting bagi penentuan harga
makanan di Kantin Barat Laut.

II. METODE PENELITIAN
Terdapat banyak alternatif metode pricing research yang
dapat dilakukan. Pada makalah kali ini metode yang akan
diterapkan adalah Pricing Sensitivity Analysis : Van
Westendorp. Output dari model Van Westendorp ini akan
menghasilkan range antara harga maksimum dimana konsumen
masih mau membeli produk dan harga minimum di mana
konsumen mulai mempertanyakan kualitas dari produk. Model
Van Westendorp merupakan model yang sederhana dan mudah
dilakukan, bahkan oleh orang yang tidak memiliki pengalaman
sekalipun.


Pada dasarnya, ada 4 pertanyaan yang perlu ditanyakan
kepada konsumen. Keempat pertanyaan tersebut adalah :
1. Pada harga berapa produk dikatakan mahal sehingga
konsumen tidak mau membeli produk tersebut?
(TooExpensive)
2. Pada harga berapa produk dianggap terlalu murah
sehingga konsumen mulai mempertanyakan kualitas
dari produk? (TooCheap)
3. Pada harga berapa produk mulai dianggap mahal,
namun konsumen masih mempertimbangkan untuk
membeli produk tersebut? (Expensive)
4. Pada harga berapa konsumen menganggap uang yang
dikeluarkan setara dengan produk yang didapatkan ?
(Bargain)
Dari keempat pertanyaan di atas akan dipetakan berapakah
acceptable price range dari makanan prasmanan yang berada
di Kantin Barat Laut. Namun, sebelum dilakukan pemetaan,

peneliti harus memastikan terlebih dahulu apakah responden

dari kuesioner berasal dari populasi yang sama. Hal ini penting
karena populasi yang berbeda akan menyebabkan pricing
sensitivity analysis ini menjadi tidak valid. Hal ini disebabkan
oleh kesensitivitas-an konsumen terhadap harga dipengaruhi
juga oleh segmen konsumennya. Beda segmen konsumen akan
menghasilkan range harga yang berbeda pula. Oleh karena itu,
perlu dilakukan uji homogenitas data untuk memastikan
responden berasal dari populasi yang sama. Uji yang digunakan
adalah Levene’s Test.
Selain uji homogenitas akan dilakukan juga uji statistika lain
seperti normalitas dan uji validitas. Kedua uji ini perlu
dilakukan untuk memastikan bahwa responden dari kuesioner
sudah representatif dan layak digunakan ke dalam model.
Sudah jelas bahwa pada penelitian ini data diambil dari
kuesioner. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian
ini adalah convenience sampling : di mana responden yang
mengisi kuesioner hanya berasa dari lingkungan yang dekat

Seleksi Asisten –Laboratorium Perencanaan dan Optimasi Sistem Industri ITB
10 Maret 2015


dengan peneliti. Target responden dari kuesioner ini adalah
mahasiswa yang kuliah di sekitar Kantin Barat Laut. Sebagian
besar kuesioner disebarkan kepada mahasiswa jurusan Teknik
Industri dan Manajemen Rekayasa Industri yang memang
sering beraktivitas di daerah Kantin Barat Laut.
Berdasarkan penelitian, pada jumlah konsumen Kantin Barat
Laut perharinya adalah 500 orang. Apabila mengikuti rules of
thumb, jika populasi sebenarnya kurang dari 10.000, jumlah
sample yang harus didapat minimal harus 30% dari
populasinya. Dalam kasus ini berarti peneliti harus
mengumpulkan minimal 150 responden.

III. DASAR TEORI
A. Metode Van Westendorp

Metode Van Westendorp Price Sensitivity Meter telah
dikembangkan dari tahun 1970-an oleh seorang ekonom
Belanda bernama Peter H. van Westendorp. Metode ini
bertujuan untuk mengetahui kesadaran harga dari konsumen

terhadap produk tertentu. Pendekatan yang digunakan oleh
metode Van Westendorp ini adalah pendekatan tidak langsung,
di mana peneliti tidak langsung menanyakan, “Berapa harga
yang konsumen bayarkan untuk mendapat produk X?”
melainkan melalui beberapa pertanyaan yang tidak langsung
menjurus.
Metode Van Westendorp didasarkan pada premis bahwa
harga ditentukan oleh nilai maksimum yang siap untuk
diberikan konsumen dan nilai minimum dimana pada titik
tersebut konsumen mempertanyakan kualitas dari produk.
Terdapat dua teori psikologis yang melatarbelakangi metode
Van Westendorp ini. Teori tersebut adalah :

sensitivitas dari harga dan harga ideal bagi produk di mata
konsumen.
Perlu ditekankan bahwa hasil dari metode Van Westendorp
Price Sensitivity Analysis ini murni menurut sudut pandang
konsumen. Pada metode ini harga tidak ditentukan oleh biaya
pembuatan produk melainkan melalui pandangan konsumen
berapa harga yang layak bagi suatu produk tersebut.

Perhitungan Real-Time
Pada analisis real-time, peneliti akan menggunakan jawaban
responden untuk mengetahui titik tengah antara “harga yang
dirasa pas untuk produk” (bargain price) dan “harga dimana
produk mulai terasa mahal untuk” (expensive price) untuk
mengetahui Unique Target Point (UTP). Perhitungan titik
tengah ini dilakukan supaya menghasilkan harga yang jatuh di
dalam range harga wajar (reasonable price range/ acceptable
range) untuk setiap responden.
Untuk lebih jelasnya, rumus dari Unique Target Point adalah
sebagai berikut:

….. (1)
Post Hoc Analysis
Post Hoc Analysis sebenarnya dapat dilakukan dengan
menggunakan metode case-level dari nilai UTP atau melalu
metode agregat lainnya untuk mengetahui range harga dan
kurva permintaan yang relevan.
Case Level Analysis

Teori ini mengasumsikan bahwa pembeli memiliki sifat
untuk mengamati suatu produk dan memperkirakan harga atau
range kasar dari produk tersebut.

Dengan menggunakan perhitungan case-level UTP, peneliti
dapat mengkalkulasikan persentase konsumen yang akan
membeli produk pada range harga tertentu. Selain itu, peneliti
juga dapat memperkirakan analisis sensitivitasnya.
Beberapa hal lain yang dapat dianalis dengan melakukan
case level adalah sebagai berikut :

Price Signaling Quality

Revenue Maximization Point

Teori ini mengasumsikan bahwa ada harga tertentu di mana
pembeli ragu untuk membeli produk dikarenakan khawatir
akan kualitas produk yang ditawarkan. Hal ini sering terjadi
jika penjual mematok harga suatu produk terlalu murah.

Lewat kurva permintaan yang telah ditentukan sebelumnya,
dengan melakukan metode Van Westendorp, peneliti juga
dapat mengetahui harga teoritis di mana pada harga tersebut
terdapat kesetimbangan antara titik harga dan jumlah proporsi
konsumen yang berkenan membeli produk pada harga tersebut
yang mampu memaksimumkan keuntungan yang akan didapat
atau disebut juga Unitary Revenue Contributon (URC).

Theory of Reasonable Prices

Terdapat dua output analisis yang dapat diketahui dari hasil
metode Van Westendorp, yaitu real-time analysis dan post hoc
analysis.
Real time analysis digunakan untuk mengetahui variabel
harga purchase-producing dari suatu produk, sedangkan post
hoc analysis digunakan untuk memahami lebih lanjut

Unitary Revenue Contribution (URC) adalah rata-rata
pendapatan yang didapat dari tiap konsumen pada harga
tertentu.

Seleksi Asisten –Laboratorium Perencanaan dan Optimasi Sistem Industri ITB
10 Maret 2015

Van Westendorp Indifference Price Point (IPP)
Van Westendorp Indefference Price Point adalah titik poin di
mana jumlah responden yang yang berpendapat produk
dihargai dengan harga X sama dengan jumlah responden yang
berpendapat bahwa pada harga tersebut produk mulai dirasa
mahal, namun responden masih tetap mempertimbangkan
untuk membeli produk tersebut.
Menurut teori van Westendorp dan beberapa studi lainnya,
titik IPP ini juga merepresentasikan harga tengah atau median
yang hendak dibayarkan konsumen untuk produk tertentu. IPP
juga dapat diartikan sebagai harga rata-rata dari produk
mempertimbangkan banyaknya produk lain yang ada di pasar
oleh konsumen.
Van Westendorp Optimum Price Point (OPP)
Optimum Price Point adalah titik di mana penjual akan
kehilangan pembeli karena harga dinilai terlalu mahal atau
terlalu murah. Titik ini dapat diperoleh dengan melihat titik
potong antara kurva harga (too expensive) yang terlalu mahal
dan kurva harga yang terlalu murah (too cheap).
Seringkali nilai IPP dan OPP yang diperoleh tidak jauh
berbeda. Hal ini terjadi sering terjadi pada produk yang bersifat
kompetitif di pasar yang tidak terlalu besar. Oleh karena nilai
IPP dan OPP-nya tidak jauh berbeda, alternatif keputusan yang
dapat diambil perusahaan pun menjadi terbatas.
Range of Competitive Price

RCP adalah penentuan range harga yang mana akan
membantu perusahaan dalam melakukan strategi penentuan
harga produk. RCP mengidentifikasikan titik maksimal harga
di mana produsen akan kehilangan pangsa pasar, namun
keuntungan yang didapat akan lebih banyak dari biasanya dan
titik minimum harga apabila produsen ingin menggunakan lowcost strategy.
Penentuan range harga ini dapat diketahui dengan
menemukan titik point of marginal cheapness(PMC) dan point
of marginal expensiveness (PME).
Point of marginal cheapness adalah titik di mana presentasi
responden yang menganggap harga X adalah harga yang terlalu
murah sama dengan kebalikan dari presentase responden yang
merasa produk tersebut pas untuk dihargai pada harga X (atau
dengan kata lain presentasi responden yang mengganggap
harga X adalah harga yang tidak cocok untuk produk tersebut,
(1-(%bargain)).
Point of marginal expensiveness adalah titik dimana

persentase responden yang mengganggap harga Y terlalu mahal

sama dengan kebalikan dari jumlah persentasi responden yang
menganggap harga tersebut mahal, namun masih patut
dipertimbangkan (atau dengan kata lain presentasi dari
responden yang menganggap harga Y tidak mahal, (1(%expensive)).
B. Levene’s Test

Levene’s Test adalah uji statistik inferensi yang sering
digunakan untuk menguji apakah suatu kelompok data

memiliki variansi yang sama dengan kelompok data lain. Pada
uji ini digunakan hipotesis :
H0 =
H1 = setidaknya terdapat satu kelompok yang
variansinya tidak sama
Apabila nilai P-Value dari Levene’s Test berada di bawah
0,05, artinya tolak H0. Penolakan H0 memiliki arti bahwa
variansi dari kelompok berbeda dan tidak homogen. Jika
didapat hasil seperti ini, peneliti perlu melalukan analisis
kluster terhadap hasil data responden. Melalui analisis kluster,
data akan dikelompokkan kedalam segmen-segmen sesuai
dengan pola persebaran datanya. Seharusnya, data yang berada
di dalam kluster yang sama memiliki variansi yang homogen.
Selanjutnya peneliti harus memilih kluster mana yang mau
dianalisis lebih lanjut.

IV. PENGOLAHAN DATA
Melalui kuesioner yang berisikan empat pertanyaan yang
telah dijelaskan sebelumnya, peneliti berhasil mengumpulkan
sebanyak 160 responden. Oleh karena di Kantin Barat Laut
terdapat banyak sekali menu prasmanan, peneliti
mengelompokkan menu-menu tersebut ke dalam 4 kategori,
yaitu : nasi, sayur, ikan, ayam, dan daging. Asumsi penelti
adalah keempat kategori memiliki range harga yang sama
karena bahan baku yang diperlukan untuk memasak bahan
makanan tersebut sama.
A. Data Cleaning

Sebelum masuk ke dalam model van Westendorp, peneliti
perlu melakukan data cleaning terlebih dahulu. Data cleaning
ini bertujuan untuk memastikan bahwa data yang akan diolah
adalah data yang berkualitas. Pada penelitian kali ini, ada dua
tahap data cleaning yang dilakukan :
1.

Penghapusan data yang tidak valid

Pada kuesioner yang disebarkan (dapat dilihat pada
Lampiran 1), responden bebas mengisi range harga
berapapun di setiap pertanyaanya. Namun, apabila

Seleksi Asisten –Laboratorium Perencanaan dan Optimasi Sistem Industri ITB
10 Maret 2015

Gambar 2. Boxplot yang mengandung outlier

responden benar-benar memahami setiap pertanyaan
pada kuesioner, seharusnya jawaban responden memiliki
pola tertentu.
Pola yang dimaksudkan adalah seperti sebagai
berikut:
Jawaban harga dari responden untuk masing-masing
kelompok makanan harus berurutan dari besar ke kecil
sesuai urutan variabel di bawah ini :
TooCheap – Bargain – Expensive – TooExpensive

Untuk mengecek apakah jawaban responden sudah
sesuai dengan prasyarat ini, peneliti menggunakan
bantuan formula fungsi excel.
=IF(AND(TooCheap