TAMAN VERTIKAL SUSUN VERTICAL GARDEN STA

TAMAN VERTIKAL SUSUN (VERTICAL GARDEN STACKING) SEBAGAI
SOLUSI DEGRADASI RUANG TERBUKA HIJAU
DI KOTA YOGYAKARTA
Janu Muhammad, Pambayun Hari Setiawan
Jurusan Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta
Sleman, 55515, janu.muhammad2@gmail.com;Sleman, 55281, harisetiawan133@yahoo.com

Abstrak
Dewasa ini pemanfaatan ruang belum sesuai dengan harapan, yakni terwujudnya ruang yang nyaman, produktif, dan
berkelanjutan. Menurunnya kualitas permukiman di perkotaan bisa dilihat dari kemacetan yang semakin parah,
berkembangnya kawasan kumuh yang rentan dengan bencana banjir serta semakin hilangnya ruang terbuka hijau
(green openspaces). Ruang terbuka hijau yang idealnya 30% di setiap kota, pada kenyataannya hanya 10%.
Permasalahan degradasi ruang terbuka hijau telah terjadi di Kota Yogyakarta. Kecenderungan meningkatnya
kebutuhan lahan akibat bertambahnya jumlah penduduk yang terkonsentrasi di wilayah kota mengakibatkan
terlampauinya batas daya dukung (carrying capasity) lahan. Data BPS tahun 2002 menunjukkan bahwa Umbulharjo
merupakan kecamatan di Kota Yogyakarta yang mengalami konversi lahan pertanian yang paling banyak jika
dibanding dengan kecamatan-kecamatan lain di Yogyakarta. Total penurunan luas lahan pertanian sebesar 36,36 Ha
antara tahun 1996 sampai tahun 2002 (selama enam tahun) atau terjadi penurunan 6,1 Ha tiap tahunnya (BPS, 2002).
Dengan demikian, diperlukan solusi untuk menciptakan ruang terbuka hijau dengan memaksimalkan lahan yang
tersedia. Taman Vertikal Susun (Vertical Garden Stacking) adalah sebuah solusi untuk permasalahan degradasi
ruang terbuka hijau di Kota Yogyakarta. Penerapan Vertical Garden Stacking menggunakan pendekatan keruangan

dengan memaksimalkan lahan kota yang sempit. Penelitian ini menggunakan metode kombinasi antara penelitian
lapangan serta analisis data sekunder. Vertical Garden Stacking adalah konsep taman tegak, yaitu tanaman dan
elemen taman lainnya yang diatur dalam sebuah bidang tegak. Dengan konsep ini, ruang tanam jauh lebih besar
dibanding dengan taman konvensional, bahkan jumlah tanaman yang dapat ditanam bisa beberapa kali lipat,
sehingga dapat menambah ruang terbuka hijau di Kota Yogyakarta secara signifikan.

Kata Kunci: Vertical Garden Stacking, Ruang Terbuka Hijau, Kota Yogyakarta
Abstract
Today the utilization of space has not been in line with expectations , the realization of a comfortable , productive ,
and sustainable . Declining quality of urban settlements can be seen from the ever-increasing congestion ,
development of slum areas that are prone to flooding and the loss of green open space. Green space which is ideally
30 % in every city , in fact only 10 % . Degradation of green open space issues have occurred in the city of
Yogyakarta . Tendency of increasing demand for land due to population growth are concentrated in the city resulted
in exceeding the limit of the carrying capacity land . BPS data in 2002 showed that Umbulharjo is a district in the
city of Yogyakarta who have agricultural land conversion when compared with most other sub-districts in
Yogyakarta . Total decrease in agricultural land area of 36.36 hectares between 1996 and 2002 ( for six years ) or a
decline 6.1 ha each year ( BPS , 2002) . Thus , the solution needed to create a green space by maximizing available
land . Arrange Vertical Garden Stacking is a solution to the problem of degradation of green open space in the city
of Yogyakarta . Application of Vertical Garden Stacking spatial approach to maximize the city's narrow land . This
study uses a combination of field research and secondary data analysis . Vertical Garden Stacking is the vertical

garden concept , namely plants and other garden elements are arranged in a vertical plane . With this concept , a
much larger plant than a conventional garden , even the number of plants that can be planted several times , so as
to increase the green space in the city of Yogyakarta significantly.

Keywords: Vertical Garden Stacking, Green Open Space, City of Yogyakarta

PENDAHULUAN
Persoalan daya dukung (carrying
merupakan

capacity)

masalah

yang

sudah lama menjadi wacana di dalam
pembangunan.

Daya


dukung

wilayah

(carrying capacity) dipakai sebagai dasar
dalam penyelenggaraan

pembangunan

berwawasan kependudukan

dan

acuan

dalam membangun ke depan. Demikian
halnya

di


Kota Yogyakarta,

dengan

semakin bertambahnya jumlah penduduk
di

Kota

Yogyakarta diiringi

pesatnya

pembangunan

fasilitas

dengan
fisik


maupun sosial, maka fakta menunjukkan
bahwa

daya

dukung

wilayah

Kota

Yogyakarta saat ini, baik daya dukung
lingkungan alam, sosial maupun buatan
mengalami degradasi kualitas yang telah
mencapai tahap yang mengkhawatirkan.
Persebaran

penduduk


antara

Perkembangan tersebut memaksa
Kota Yogyakarta melakukan perluasan
kotanya ke daerah pinggiran. Salah satu
wilayah

pinggiran

dampak

yang

yang tidak

jumlah penduduk yang

merata,

yaitu


bermukim di

daerah

perkotaan

meningkat dengan

cepat

dibandingkan

dengan penduduk

yang bermukim di pedesaan. Kondisi
tersebut

menyebabkan


kebutuhan

lahan

lahan

dengan

tidak seimbang.

permintaan
ketersediaan
Selanjutnya

kecenderungan meningkatnya kebutuhan
lahan

yang terkonsentrasi di wilayah

tertentu ini mengakibatkan terlampauinya

batas daya dukung lahan.

mengalami

paling besar

adalah

Kecamatan

Umbulharjo.

Kecamatan

Umbulharjo

yang

merupakan


semula

wilayah pertanian mulai berubah fungsi
menjadi

wilayah

non

pertanian

khususnya permukiman. Data BPS tahun
2002 menunjukkan bahwa Umbulharjo
merupakan

kecamatan

di Yogyakarta

yang mengalami konversi lahan pertanian

yang paling banyak jika dibanding dengan
kecamatan-kecamatan lain di Yogyakarta.
Total penurunan luas lahan pertanian
sebesar 36,36 Ha antara tahun 1996
sampai tahun 2002 (selama enam tahun)
atau terjadi

penurunan

6,1

Ha

tiap

tahunnya (BPS, 2002).

daerah perkotaan dan pedesaan di Kota
Yogyakarta

yang

Kondisi daya dukung lingkungan
alam

Kota

dilihat

dari

Yogyakarta

RTH (Ruang

Hijau). Tingginya
penduduk

juga

tingkat

dapat
Terbuka

pertambahan

di Kota Yogyakarta terutama

akibat urbanisasi merupakan salah satu
permasalahan

di

Indonesia.

Jumlah

penduduk perkotaan yang tinggi yang terus
meningkat

dari

waktu

ke

waktu

memberikan dampak tingginya tekanan
terhadap
terutama

pemanfaatan
berkurangnya

ruang

kota,

ruang-ruang

berupa

(Vertical Garden Stacking) yang bisa

Ruang Terbuka Hijau (RTH) maupun

dimanfaatkan sebagai media tanam dan

Ruang Terbuka Non Hijau sebagai ruang

penghijauan di tengah Kota Yogyakarta.

terbuka (open

yang

space),

terbuka publik yang berpotensi menjadi
ruang permukiman atau ruang budidaya.

KAJIAN PUSTAKA

Ruang di kota yang seharusnya

Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota

nyaman, produktif, dan berkelanjutan kini
ini

adalah bagian dari ruang-ruang terbuka

ditambah dengan menurunnya kualitas

(open spaces) suatu wilayah perkotaan

permukiman di perkotaan yang bisa dilihat

yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan

dari kemacetan parah, berkembangnya

vegetasi

kawasan kumuh yang rentan dengan

mendukung manfaat langsung dan/atau

bencana banjir serta semakin hilangnya

tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH

ruang terbuka hijau (green openspaces).

dalam kota tersebut yaitu keamanan,

Ruang terbuka hijau yang idealnya 30% di

kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan

setiap kota, pada kenyataannya hanya 10%.

wilayah

Dengan kondisi demikian, diperlukan suatu

2005).

telah

mengalami

degradasi.

Hal

solusi pengadaan Ruang Terbuka Hijau

(endemik,

perkotaan

introduksi)

tersebut

guna

(Anonim.

Berdasarkan bobot kealamiannya,

ideal,

bentuk RTH dapat diklasifikasi menjadi (a)

memanfaatkan ruang yang sempit namun

bentuk RTH alami (habitat liar/alami,

tetap berdaya guna. Taman Vertikal Susun

kawasan lindung) dan (b) bentuk RTH non

(Vertical Garden Stacking) merupakan

alami atau RTH binaan (pertanian kota,

sebuah solusi degradasi Ruang Terbuka

pertamanan kota, lapangan olah raga,

Hijau di Kota Yogyakarta.

pemakaman, berdasarkan sifat dan karakter

yang

representatif

Penelitian

ini

dan

bertujuan

untuk

ekologisnya

diklasifikasi

menjadi

(a)

Vertikal

bentuk RTH kawasan (areal, non linear),

Susun (Vertical Garden Stacking) sebagai

dan (b) bentuk RTH jalur (koridor, linear),

salah satu upaya dalam meningkatkan RTH

berdasarkan

dengan memanfaatkan ruang yang sempit

kawasan

di lingkungan kota. Tujuan khusus dari

menjadi (a) RTH kawasan perdagangan,

penelitian ini adalah menghasilkan suatu

(b) RTH kawasan perindustrian, (c) RTH

model/desain

kawasan permukiman,

menciptakan

inovasi

Taman

Taman

Vertikal

Susun

penggunaan

fungsionaln

ya

lahan

atau

diklasifikasi

(d) RTH kawasan

pertanian, dan (e) RTH kawasan-kawasan

lingkungan alam dan buatan manusia

khusus, seperti pemakaman, hankam, olah

maupun berbagai aspek sosial ekonomi

raga, alamiah. Status kepemilikan RTH

dari

diklasifikasikan menjadi (a) RTH publik,

peruntukan

yaitu RTH

yang berlokasi pada lahan-

prasarana teknik dan sosial; topografi

lahan publik atau lahan yang dimiliki oleh

kawasan lindung/ konservasi; pasar real

pemerintah (pusat, daerah), dan (b) RTH

estate; kesempatan kerja; adanya

privat atau non publik, yaitu RTH yang

pusat

kegiatan

berlokasi pada lahan-lahan milik privat.

seperti

mall,

Degradasi

tempat

sebuah

kota,
dan

seperti

legislasi

yang

legislasi
perkotaan;

pusat-

terpolarisasi

taman-taman tematik,

peristirahatan,

dan

seterusnya.

(1992)

Hasil pemodelan ini menunjukkan bahwa

mengatakan bahwa degradasi adalah suatu

dinamika tata guna lahan memberikan

proses dimana terjadi penurunan baik saat

estimasi pada

ini maupun masa yang akan datang dalam

berkelanjutan.

memberikan

Kota Yogyakarta

Menurut

degradasi

Oldeman

hasil
agak

(Lamb, 1994),

Definisi

(product).
bersifat

memiliki

subjective
arti

yang

Secara
terletak

antara

perkembangan perkotaan

geografis
1100

Yogyakarta
24’19”-

1100

berbeda tergantung pada suatu kelompok

28’53”BT dan 070 15’24”- 070 49’26”LS.

masyarakat.

Berkaitan dengan tata guna

Wilayah Kota Yogyakarta dibatasi oleh

lahan perkotaan, Almeida et al.(2003)

daerah-daerah seperti : Kabupaten Sleman

melakukan

mengenai

(sebelah utara), Kabupaten Bantul (sebelah

permodelan dinamik tata guna lahan

selatan), serta Kabupaten Sleman dan

perkotaan

Bantul (sebelah barat dan timur).

penelitian

berkelanjutan.

Eksperimen

dilakukan dengan membangun sebuah

Kota

Yogyakarta

memiliki

panduan metodologis untuk pemodelan

kemiringan lahan yang relatif datar antara

perubahan

0%-3% ke arah selatan serta mengalir 3

tata guna lahan perkotaan
statistik ”pembobotan

buah sungai besar : Sungai Winongo

bukti”.Variabel-variabel yang menjelaskan

dibagian barat, Sungau Code dibagian

dapat bersifat endogen (melekat dalam

tengah, Sungai Gajahwong dibagian timur.

sistem transformasi tata guna lahan) atau

Wilayah Kota Yogyakarta terdiri dari 14

eksogen (di luar sistem).Variabel-variabel

kecamatan, 45 kelurahan, 617 RE, dan

endogen

2532 Rt dengan luas wilayah 32, 5 km2

melalui metode

berkaitan

dengan

ciri-ciri

atau kurang lebih 1,02 % dari luas wilayah

tampias hujan, dan meningkatkan suplai

Propinsi DIY.

oksigen.

Taman Vertikal

Vertical

Adalah penanaman yang dilakukan
pada struktur vertikal seperti tanggul atau
dinding penahan (retaining wall ). Pada
umumnya

vertical greenery

dibangun

untuk menahan lereng yang berfungsi
untuk membantu meningkatkan kestabilan
lereng. Fungsi lain dari penanaman cara ini
adalah menjadikan dinding atau lereng
lebih menarik dan dapat menciptakan
habitat bagi satwa (Arifin dkk, 2008).
Blanc (2008), menyatakan bahwa
vertical garden atau

vertical greenery

merupakan tanaman yang disusun secara
vertikal dan dapat menciptakan iklim

dampak positif bagi lingkungan sekitar
terutama bagi perubahan lingkungan d
aerah perkotaan yang padat. Adanya
vertical

greenery

berperan

penting

menyediakan ruang yang sejuk dan kaya
oksigen untuk manusia. Dalam arti lain
vertical garden merupakan suatu gagasan
memindahkan efek natural

ke dalam

sebuah lingkungan perkotaan. Konsep
vertical

garden

memberikan

antara lain: menambah

manfaat,

keindahan alami

lingkungan, menciptakan taman indah di
lahan terbatas, menahan panas dari luar,
mengurangi

tingkat

mengurangi

polusi

kebisingan
udara,

suara,

menangkap

partikel-partikel kotoran, mengurangi efek

mengurangi

atau jalan raya di pusat kota.

Vertical

greenery dengan sejumlah massa daun
tanaman

yang

ada,

dapat

menyerap

karbondioksida (CO2) dan partikel logam
berat.

Manfaat

yang

diperoleh

oleh

vertical greenery tergantung pada faktor
desain yang meliputi luas daun, kerapatan
daun, kondisi lokasi dan skala proyek.

PEMBAHASAN

dalam

keseimbangan lingkungan. Tanaman dapat

dapat

dampak emisi, contohnya pada area parkir

mikro yang spesifik di sekitarnya, karena
tanaman

memberikan

greenery

Pemerintah
mempunyai

Kota

komitmen

Yogyakarta
yang

tinggi

dengan permasalahan ruang terbuka hijau.
Program-program

yang

menunjang

terciptanya ruang terbuka hijau, baik yang
bersifat publik maupun privat mendapat
prioritas yang tinggi dalam pembangunan
wilayahnya. Dalam rangka pengaturan
ruang terbuka hijau

maka Pemerintah

Kota Yogyakarta mengeluarkan regulasi
dalam bentuk peraturan walikota yakni
Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor
5

Tahun

2007

Ruang Terbuka

tentang
Hijau

dan

Pengelolaan
Peraturan

Walikota Yogyakarta Nomor 6 Tahun

lingkungan. RTH publik disumbang dari

2010 tentang Penyediaan Ruang Terbuka

pembangunan jalur hijau yang luasannya

Hijau

menunjukkan

telah mencapai 360,44 hektar, setelah itu

komitmen yang tinggi bagi pemerintah

disumbang dari areal pemakaman, jalur

kota terhadap ruang terbuka hijau tersebut.

pengaman

Berdasarkan

Lingkungan

binatang, lapangan olahraga,taman kota

Hidup Kota Yogyakarta tahun 2010, ruang

dan tempat rekreasi serta tempat parkir

terbuka hijau (RTH publik) yang dibangun

terbuka.

Privat.

Hal

ini

data

Badan

atau median

Menurut

pemerintah masih kurang dari 20 persen

jalan,

Shirly

kebun

(2011),

untuk

atau hanya 17,17 persen (557,90 hektar)

mewujudkan kota humanis seperti Kota

dari luas wilayah Kota Yogyakarta.

Yogyakarta diperlukan perencanaan ruang

Kurangnya pembangunan
publik

di

karena

keterbatasan

digarap

wilayah

untuk

tersebut.

RTH

kota

dan

wilayah

secara

terpadu,

kota

diakibatkan

khususnya antara perencanaan guna lahan

lahan

yang bisa

dan transportasi, perencanaan permukiman

RTH

dan transportasi, perencanaan ruang kota

pembangunan

yang hijau dan bersih. Selain itu, perlu

pembangunan

Maraknya

beragam proyek yang melanggar aturan

adanya

lingkungan menjadi penyebab semakin

keberlanjutan

lingkungan

kritisnya ketersediaan ruang terbuka hijau

memaksimalkan

ruang

di Kota Yogyakarta. Permintaan akan

(seperti : pekarangan, taman, jalur hijau

pemanfaatan lahan

terus

pada jalan, jembatan, sungai, dan lainnya),

akseleratif utuk

memilih tanaman lokal sebagai peneduh,

pembangunan berbagai fasilitas perkotaan,

serta dapat mereduksi CO2. Dan polusi

termasuk kemajuan teknologi, industri dan

lainnya, menggunakan kembali unsure-

transportasi,

unsur yang dapat menimbulkan masalah

tumbuh dan

konfigurasi
perkotaan

kota

bersifat

selain

sering

alami
juga

yang

mengubah

lahan/bentang
menyita

alam

lahan-lahan

tersebut dan berbagai bentukan ruang

penerapan

pada

terbuka

aspek
hidup,
hijau

lingkungan hidup seperti sampah, air
hujan, dan air bekas cucian.
Taman Vertikal Susun (Vertical

mal,

Garden Stacking) adalah inovasi model

lainnya

ruang terbuka hijau dengan memanfaatkan

hampir tidak satupun yang memenuhi

lahan kota yang sempit. Vertical Garden

ketentuan untuk berpihak kepada menjaga

Stacking

terbuka
hotel

lainnya.

Pembangunan

dan beragam

fasilitas

merupakan

suatu

gagasan

ke dalam

komponen utamanya adalah : media tanam,

sebuah lingkungan perkotaan. Konsep

jenis tanaman, dan langkah pembuatan.

Vertical Garden Stacking memberikan

Vertical Garden Stacking menggunakan

dampak positif bagi lingkungan sekitar

tipe

terutama

(Passiflora edulis f. flavicarpa). Markisa

memindahkan efek natural

bagi

perubahan

lingkungan

daerah perkotaan yang padat. Adanya

tanaman

tergolong

ke

rambat

dalam

yaitu

markisa

tanaman

genus

dapat

Passiflora, berasal dari daerah tropis dan

mengurangi dampak emisi, contohnya pada

sub tropis di Amerika. Pemilihan tanaman

area parkir atau jalan raya di pusat kota.

buah

Vertical Garden Stacking dengan sejumlah

manfaat yang dihasilkan.

Vertical

Garden

Stacking

markisa

didasarkan

pada

nilai

massa daun tanaman yang ada, dapat
menyerap
partikel

karbondioksida
logam

diperoleh

oleh

tergantung

pada

berat.

(CO2)

Manfaat

vertical
faktor

dan
yang

greenery

desain

yang

meliputi luas daun, kerapatan daun, kondisi
lokasi dan skala proyek.
Nilai lebih dari adanya Vertical

Gambar 1. Tanaman markisa sebagai

Garden Stacking yaitu : 1. menciptakan

tanaman rambat Vertical Garden Stacking

karakter fashionable di tengan lingkungan

Sumber : dokumentasi penulis

kota yang modern, 2. menjadikan solusi
penataan

taman

kondisi

wilayah gersang dan tahan panas, markisa

keterbatasan lahan, 3. merefleksikan atau

merupakan tanaman perambat yang baik

memindahkan suatu pemandangan alam, 4.

jika dikonsumsi. Penelitian invitro di

tirai alami menghasilkan suasana sejuk, 5.

University of Florida juga mendapati

menjadikan suatu partisi dan screen untuk

bahwa

view yang tidak diinginkan.

banyak

Vertical

Garden

dalam

Selain bersifat mudah tumbuh di

Stacking

ini

ekstrak

buah

mengandung

markisa

kuning

fitokimia

yang

mampu membunuh sel kanker. Fitokimia

menggunakan konsep tanaman merambat

tersebut

secara tersusun, artinya arah tumbuh

karotenoid. Keistimewaan lain tanaman

tanaman menjulang ke atas dan semakin

buah markisa adalah tidak ada perlakuan

tersusun rapat untuk bagian bawah. Tiga

khusus untuk mengembangkannya.

antara

lain

polifenol

dan

Media

tanam

Vertical

Desain Vertical Garden Stacking

Garden

Stacking adalah tralis besi atau bambu.

ditunjukkan pada gambar berikut.

Perakaran tanaman markisa terdapat dari
bawah

tanah

dan

sulur

Tanaman
merambat
(markisa)

tanamannya

merambat mengikuti pola rangka besi.
Pertumbuhan

sulur

tanaman

diatur

sehingga menciptakan pola taman vertikal
susun yang diinginkan. Tralis besi atau

Dinding
rumah/pagar

bambu diletakkan di samping rumah-

Tralis besi/
bambu

rumah penduduk yang merupakan dinding
kosong/pagar. Jarak penempatan adalah 30

Planter
box

cm dan didirikan tegak ke atas.

Gambar 3. Desain Vertical Garden
Stacking
Proses pembuatan prototype atau
rancangan produk yaitu : 1. Persiapan
bahan, berupa dinding luar rumah/pagar,
dengan

ukuran

minimal

3m

x

2m,

bambu/tralis besi, bibit tanaman markisa,
air,
Gambar 2. Dinding kosong sebagai

perlengkapan

lain

(paku,

palu,

cangkul), serta pupuk.

media utama Vertical Garden Stacking
Sumber : dokumentasi penulis

Gambar 4. Kerangka dari bambu

2. Membuat kerangka media rambat dari

kelebihan dengan adanya Vertical Garden

bamboo (jika belum sanggup membeli

Stacking ini adalah :

kerangka tralis besi), bambu dirangkai

1. Pemanfaatan lahan yang sempit

secara maksimal

berselang-seling dan dipaku pada ujung
pertemuan. Ukuran kerangka disesuaikan
dengan

ukuran

dinding

2. Ramah lingkungan dan

berkelanjutan

rumah/pagar

dengan rentang jarak satu kotak adalah 15

3. Ekonomis dan berdaya guna

cm x 15 cm. 3. Memasang kerangka di

(terutama hasil buah markisa bisa

samping dinding rumah/pagar dengan jarak

diolah menjadi minuman)

antara dinding ke kerangka adalah 30 cm.

4. Tidak membutuhkan

Hal ini bertunuan untuk memberi ruang

modal/pembiayaan yang besar

tumbuh dan sebagai jalan udara/angin. 4.

(terjangkau) karena memanfaatkan

Menyiapkan media tumbuh berupa planter

bahan-bahan alam yang ada

box yang tertanam di tanah dan telah diberi

5. Efektif diterapkan di lahan sempit

pupuk kompos. Menanam bibit markisa

Kota Yogyakarta untuk

dalam planter box dengan kedalaman 30

peningkatan Ruang Terbuka Hijau

cm. Hal ini bertujuan agar pertumbuhan

6. Mudah untuk diaplikasikan

akar tanaman mendapat ruang yang cukup.

(aplikatif) oleh masyarakat

5. Tanaman yang sudah merambat dirawat

SIMPULAN

dan diatur sedemikian rupa agar tidak
keluar dari kerangka bambu, buah yang
dihasilkan bisa diolah menjadi minuman.
Rencana pengimplementasian atau
uji coba model Vertical Garden Stacking
adalah di Kota Yogyakarta dengan sampel
lokasi di Kecamatan Tegalrejo, di mana
terdapat perumahan warga yang perlu
diperbanyak ruang terbuka hijau. Model
Vertical Garden Stacking mengutamakan
daya

guna

lahan

sempit

yang

bisa

dimanfaatkan secara maksimal dengan
memperhatikan aspek keruangan. Di antara

Taman Vertikal Susun (Vertical
Garden

Stacking)

merupakan

model

inovasi peningkatan Ruang Terbuka Hijau
sebagai upaya untuk mengatasi degradasi
RTH di Kota Yogyakarta menggunakan
model

penelitian

dan

pengembangan

dengan memperhatkan aspek keruangan.
Beberapa keunggulan (Vertical Garden
Stacking) adalah : pemanfaatan lahan yang
sempit secara maksimal, ramah lingkungan
dan berkelenjutan, ekonomis dan berdaya
guna, terjangkau, efektif, dan aplikatif.
Dengan konsep ini, ruang tanam jauh lebih

besar

dibanding

dengan

taman

Ruang Terbuka Hijau (RTH) Wilayah

konvensional, bahkan jumlah tanaman

Perkotaan.

Lab.

yang dapat ditanam bisa beberapa kali

Lanskap

lipat, sehingga dapat menambah ruang

Lanskap Fakultas Pertanian – IPB

Departemen

Perencanaan
Arsitektur

terbuka hijau di Kota Yogyakarta secara

Website:

signifikan.

http://ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/barat
/diy/yogyakarta.pdf . Profil

Pustaka Rujukan

Yogyakarta, diakses pada

Buku:

tanggal 2 November 2013.
www.bps.go.id. diakses pada tanggal 2

.Anonim. 2005. Ruang Terbuka Hijau
(RTH) Wilayah Perkotaan. Bogor :
Fakultas Pertanian IPB.
Anonim. 2001. Profil Kabupaten/ Kota.
Yogyakarta : Ciptakarya
Wunas, Shirly.2011. Kota Humanis.
Surabaya: Brilian Internasional.

Jurnal:
Atmojo, Suntoro. 2006. Degradasi Lahan
dan Ancaman Bagi Pertanian
Lamb, D.

1994.

Reforestation of

Degraded Tropical Forest Lands
in

the

Asia-Pasific Region.

Journal of Tropical Forest Science
7(1):1-7
Oldeman, L.R.

1992.

The Global

Extent of Soil Degradation. In
Greenland, D.J. and Szobolcs, I.
(Ed).

Soil

Sustainable
International.
561 pp.

Resilience

Land

Use.

and
CAB

November 2013.