PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN PERBANKAN OL
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN PERBANKAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN BIDDING CONSUMER LEGAL PROTECTION BY THE AUTHORITY OF FINANCIAL SERVICES
Rati Maryani Palilati
Magister Kenotariatan Universitas Mataram Email : [email protected]
Naskah diterima : 21/03/2017; revisi : 25/03/2017; disetujui : 27/04/2016 Abstract
This research aims to analyse the legal protection of the consumer banking by the financial services authority according to law and to analyse the positive role of financial authority services in providing legal protection to the consumer according to the positive law. This research is the normative legal research. The results showed the first legal protection of the consumer banking by the financial services authority are regulated in Act No. 8 of 1999 on the protection of consumers, Act No. 3 of 2004 concerning the change in the Law Number 23 of 1999 on Bank Indonesia, law No. 21 in 2011 About the financial services authority, the Financial Services Authority Regulation No. 1/POJK. 07/2013, the Financial Services Authority Regulation No. 1/POJK. 07/2014, as well as in the Financial Services Authority Circular No. 2/SEOJK. 07/2014. All of these rules provides legal protection of consumer rights and the fulfillment of banking in an effort to provide its protection in preventive or repressive. Second, the Still weak legal norms regulating the duties of oversight by the financial services authority which can be seen on the article 8 law No. 21 in 2011 About the financial services authority, which outlines the authority the task of setting the financial services authority, whereas in article 9 outlines the authority of the financial services authority in the exercise of supervisory tasks, but in the article there is fuzziness between supervisions and norm setting.
Keywords: Insurance Protection, Consumer, Financial Services Authority
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum konsumen perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan menurut hukum positif dan untuk menganalisis peran Otoritas Jasa Keuangan dalam memberikan perlindungan hukum kepada konsumen menurut hukum positif. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Hasil penelitian menunjukkan Pertama perlindungan hukum konsumen perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan yang diatur dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang No.3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Undang-Undang No.21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.1/POJK.07/2013, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.1/POJK.07/ 2014, serta dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No.2/SEOJK.07 /2014. Kesemua Aturan tersebut memberikan perlindungan hukum konsumen perbankan tentang pemenuhan hak-haknya serta dalam usaha memberikan perlindungannya secara preventif maupun represif. Kedua, Masih lemahnya norma hukum yang mengatur tugas pengawasan oleh Otoritas Jasa keuangan yang dapat dilihat pada Pasal 8 Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, yang menjabarkan kewenangan tugas pengaturan Otoritas Jasa Keuangan, sedangkan pada Pasal 9 menjabarkan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam melaksanakan tugas pengawasan, akan tetapi dalam pasal tersebut terdapat kekaburan norma antara tugas pengawasan dan pengaturan.
Kata kunci: Perlindungan Hukum, Konsumen, Perbankan, OJK
J urnal IuS | Vol IV | Nomor 3 | Desember 2016 | hlm, 50~67 PENDAHULUAN
yang melaksanakan fungsi pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan.
Berdasarkan Pasal 34 Undang-undang Tugas pengawasan bank yang sebelumnya Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan dilakukan oleh Bank Indonesia akan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun dialihkan kepada Lembaga Pengawasan 1999 tentang Bank Indonesia (BI), Sektor Jasa Keuangan. Lembaga Pengawasan pemerintah diamanatkan membentuk Sektor Jasa Keuangan bertugas mengawasi lembaga pengawasan sektor jasa keuangan bank dan perusahaan-perusahaan sektor yang independen. Berdirinya lembaga jasa keuangan lain, meliputi asuransi, independen baru ini sebenarnya sudah lama dana pensiun, sekuritas, modal ventura, diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor dan perusahaan pembiayaan, serta badan-
23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, badan lain yang menyelenggarakan
yaitu paling lambat tanggal 31 Desember pengelolaan dana masyarakat. 4 Pemindahan 2002. 1 Pembentukan Otoritas Jasa fungsi pengawasan kepada Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia tidak terlepas dari Keuangan (OJK) dilakukan karena adanya akibat krisis ekonomi pada tahun 1997 dan penilaian bahwa pengawasan bank yang mengikuti trend Bank Sentral di beberapa dilakukan oleh Bank Indonesia selama negara antara lain Inggris (1997), Jerman ini dirasa kurang efektif, sehingga dengan (1949), Jepang (1998) yang menginginkan dilakukannya harmonisasi dan sinkronisasi agar Bank Sentral independen, bebas dari berbagai peraturan perundang-undangan campur tangan pihak manapun, Otoritas yang menyangkut pengawasan lembaga Jasa Keuangan mencoba meniru beberapa keuangan diharapkan fungsi pengawasan praktik yang sudah digunakan oleh negara lembaga keuangan khususnya bank yang
lain. 2 sekarang sudah menjadi tugas OJK dapat
Setelah wacana pembentukan lembaga meningkat dan dilakukan dengan adil otoritas untuk jasa keuangan yang terhadap semua institusi yang diawasi. sudah lama didengung-dengungkan oleh Jika hal tersebut tidak segera direspon, Pemerintah, akhirnya pada bulan November dikhawatirkan pengawasan lembaga 2011 diterbitkanlah Undang-Undang keuangan khususnya bank sama saja dengan Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa yang dilakukan Bank Indonesia sehingga
tidak menyelesaikan masalah tetapi yang Keuangan (selanjutnya di singkat UU OJK)
yang mengatur mengenai pembentukan terjadi adalah memindahkan masalah yang
3 Otoritas sama kepada lembaga lain yang dibentuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Jasa Keuangan telah melahirkan suatu dengan anggaran negara yang begitu banyak. lembaga yang independen yaitu Otoritas Pasal 6 Undang-undang No. 21 Tahun Jasa Keuangan (OJK) yang merupakan hasil 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, dari suatu proses penataan kembali struktur memberikan kewenangan ganda pada pengorganisasian dari lembaga-lembaga Otoritas Jasa Keuangan yaitu kewenangan
dalam pengaturan dan pengawasan.
1 Bank Indonesia, Unit Khusus Musium Bank Indo-
Pada Pasal 8 Undang-Undang tersebut
nesia - Sejarah Bank Indonesia “Topik khusus tentang
menjabarkan kewenangan tugas pengaturan
Kelembagaan BI”, http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/
museum/sejarah-bi/bi.pdf, artikel, diakses tanggal 21 Otoritas Jasa Keuangan, sedangkan pada
Juni 2016
Pasal 9 menjabarkan kewenangan Otoritas
Zainal Asikin, 2015, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta, Raja Grapindo Persada, hlm.50-51
Jasa Keuangan dalam melaksanakan
3 Solahudin, A. (2015). PEMISAHAN KEWENAN-
tugas pengawasan, akan tetapi dalam
GAN BANK DENGAN OTORITAS JASA KEUAN- GAN DALAM PENGAWASAN BANK. Jurnal IUS Ka- jian Hukum dan Keadilan Vol. 3 No. 1 , 50-51.website :
4 Bank Indonesia, Unit Khusus Musium Bank Indo- http://jurnalius.ac.id/ojs/index.php/jurnalIUS/article/
nesia - Sejarah Bank Indonesia “Topik khusus tentang view/202, diakses tanggal 21 Juni 2016
Kelembagaan BI”, Loc.Cit
50 IuS Kajian Hukum dan Keadilan
Rati Maryani Palilati | Perlindungan Hukum Konsumen Perbankan Oleh Otoritas Jasa Keuangan.................. pasal tersebut terdapat kekaburan norma ini penting dilakukan untuk memberikan
antara tugas pengawasan dan pengaturan. perlindungan hukum konsumen perbankan Otoritas Jasa Keuangan diharapkan mampu oleh otoritas jasa keuangan menurut hukum mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh positif. Oleh karena itu peneliti mencoba secara berkelanjutan dan stabil serta meneliti perlindungan hukum konsumen mampu melindungi kepentingan konsumen perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan dan masyarakat. Pada Pasal 29 Ayat (1) terhadap Lembaga Perbankan menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang peraturan perundang-undangan yang Perlindungan Konsumen, menegaskan berlaku mengenai perlindungan konsumen bahwa pemerintah bertanggung jawab atas perbankan oleh otoritas jasa keuangan di pembinaan penyelenggaraan perlindungan Indonesia. Oleh karena itu peneliti mencoba konsumen yang menjamin diperolehnya meneliti perlindungan hukum konsumen hak konsumen dan pelaku usaha serta oleh Otoritas Jasa Keuangan terhadap dilaksanakannya kewajiban konsumen Lembaga Perbankan. dan pelaku usaha. Berdasarkan uraian
Tulisan ini merupakan hasil dari tersebut, Penelitian ini penting dilakukan
peneltian hukum yang menggunakan karena adanya kekaburan norma dalam
metode penelitian Normatif, yaitu penelitian melaksanakan tugas pengawasan
yang dilakukan dengan mengkaji ketentuan otoritasa jasa keuangan. oleh karena itu,
Perundang-Undangan (in abstracto) dan Penulis melakukan penelitian tentang,
doktrin-doktrin para sarjana hukum yang “Perlindungan Hukum Konsumen
terkait dengan peneltian ini. 6 Perbankan Oleh Otoritas Jasa Keuangan”.
Adapun permasalahan yang Penulis
PEMBAHASAN
rumuskan yakni : Pertama Bagaimanakah
perlindungan hukum konsumen perbankan A. PERLINDUNGAN HUKUM KON
oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menurut
SUMEN PERBANKAN OLEH OTO
hukum positif? Kedua Bagaimanakah peran
RITAS JASA KEUANGAN MENU
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan
RUT HUKUM POSITIF
perlindungan hukum kepada konsumen perbankan menurut hukum positif?
1. Perlindungan Konsumen Perban kan Oleh Otoritas Jasa Keuangan
Konsumen di Indonesia pada umumnya
Menurut Hukum Positif
seringkali mendapat persoalan dalam pemenuhan hak-haknya, salah satunya
Tujuan dibentuknya Undang-Undang dikarenakan salah satu sifat dasar No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas konsumen sendiri yang tidak memiliki sifat Jasa Keuangan sebagaimana ditentukan yang kritis dalam memperjuangkan hak- yakni dalam Pasal 4, yakni “Otoritas Jasa haknya, selain itu keterbatasan sumber Keuangan dibentuk dengan tujuan agar daya manusia yang kurang memadai keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa serta kurangnya keseriusan pemerintah keuangan : dan penegak hukum untuk melakukan perlindungan kepada konsumen. 5
a. Terselenggaranya secara teratur, adil,
Penelitian
transparan, dan akuntabel;
b. Mampu mewujudkan sistem keuangan
Rovita Ayunintyas, PERLINDUNGAN KON- SUMEN ASURANSI PASCA TERBENTUKNYA UN-
yang tumbuh secara berkelanjutan dan
DANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TEN-
stabil; dan
TANG OTORITAS JASA KEUANGAN. Jurnal Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Ma-
6 Setiawan dalam Sultan Remy Sjahdeini, 2002, Hu- ret, vol.3 no.11 edisi 2015, jurnal.hukum.uns.ac.id/in-
kum Kepailitan, Memahami Failisementverordening Junc- dex.php/repertorium/article/download/649/607, diak-
to. Undang-Undang No. 4 Tahun 1998, Jakarta, Pustaka ses tanggal 16 September 2016
Utama Grafiti, hlm.108
Kajian Hukum dan Keadilan IuS 51
J urnal IuS | Vol IV | Nomor 3 | Desember 2016 | hlm, 52~67
c. Mampu melindungi kepentingan 1. Pada ketentuan menimbang huruf (a) yang konsumen dan masyarakat.”
berbunyi :
Ketentuan pasal 4 huruf c tersebut ber- “bahwa untuk mewujudkan perekono- isikan tujuan dibentuknya Otoritas Jasa
mian nasional yang mampu tumbuh se- Keuangan adalah agar keseluruhan kegia- tan didalam sektor jasa keuangan mampu cara berkelanjutan dan stabil, diperlukan
melindungi kepentingan konsumen dan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan masyarakat. Dalam Pasal 1 angka (1) Un-
yang terselenggara secara teratur, adil, dang-Undang Undang-Undang No. 8 Ta-
transparan, dan akuntabel, serta mampu hun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
mewujudkan sistem keuangan yang tum- menyatakan bahwa perlindungan kon-
buh secara berkelanjutan dan stabil, dan sumen adalah segala upaya yang menjamin
mampu melindungi kepentingan kon- adanya kepastian hukum untuk memberi
sumen dan masyarakat.” perlindungan kepada konsumen.
2. Pada Pengertian konsumen dalam Pasal 1 Undang-Undang Undang-Undang No.
Angka (15) yakni :
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Kon- sumen merupakan payung hukum dari
“konsumen adalah pihak-pihak yang men- semua peraturan-peraturan yang berkai-
empatkan dananya dan/atau memanfaat- tan dengan perlindungan konsumen. Pada
kan pelayanan yang tersedia di Lembaga penjelas umum Undang-Undang No. 8 Ta-
Jasa Keuangan antara lain nasabah pada hun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
perbankan, permodalan di pasar modal, menyatakan : “Di samping itu, Undang-Un-
pemegang polis pada perasuransian, dan dang tentang perlindungan konsumen pada
peserta pada dana pensiun, berdasarkan dasarnya bukan merupakan awal dan akhir
peraturan perundang-undangan di sektor dari hukum yang mengatur tentang per-
jasa keuangan.”
lindungan konsumen, sebab sampai pada terbentuknya Undang-Undang tentang Per-
3. Pada Bab VI Pasal 28 sampai dengan lindungan Konsumen ini telah ada beberapa
31 Undang-Undang No. 21 Tahun undang-undang yang materinya melindungi
2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan kepentingan konsumen.” Undang-Undang
yang mengatur secara khusus tentang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
perlindungan konsumen dan masyarakat. Konsumen mengakui undang-undang lain
Dari ketentuan menimbang huruf yang akan muncul kemudian sebagai bagian (a) tersebut maka dapat di katakan dari hukum perlindungan konsumen. bahwa masalah perlindungan konsumen
Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 ten- merupakan masalah yang penting dalam tang Otoritas Jasa Keuangan, bukan mer- Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 upakan undang-undang tentang perlindun- tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pengertian gan konsumen. Akan tetapi perlindungan konsumen dalam Undang-Undang No. 21 konsumen tersebut merupakan salah satu Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan tujuan dari Undang-Undang Otoritas Jasa tidak membatasi pengertian konsumen Keuangan.
dalam individu saja dan permodalan dalam pasar modal, diakui sebagai konsumen. 7
Hal tersebut dapat dimaknai pada keten- tuan-ketentuan dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa 7 David L. Tobing, 2013, “OJK Selaku Pelindung
Konsumen dan Pelaku Usaha. Paper Seminar, Penegakan
Keuangan yakni :
Hukum Perlindungan Konsumen Pasca Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 1 Tahun 2013”, Jakarta, Otoritas Jasa Keuangan, hlm.1
52 IuS Kajian Hukum dan Keadilan
Rati Maryani Palilati | Perlindungan Hukum Konsumen Perbankan Oleh Otoritas Jasa Keuangan..................
Jika dibandingkan dengan pengertian disingkat POJK No.1/pojk.07/2013, konsumen pada Undang-Undang No. terdapat pengaturan mengenai penanganan
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan pengaduan serta penyelesaian sengketa Konsumen, pengertian konsumen jauh lebih konsumen, yang selanjutnya dalam Surat luas karena meliputi seluruh konsumen Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor pemakai barang dan/jasa sedangkan 2/SEOJK.07/2014 tentang Pelayanan konsumen menurut Undang-Undang No. dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen
21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Pada Pelaku Usaha Jasa Keuangan, yang Keuangan, hanya meliputi konsumen pada selanjutnya akan disingkat SEOJK No.2/ sektor jasa keuangan.
SOJK.07/2014, berisikan ketentuan yang mengatur mengenai pelayanan dan
Perlindungan konsumen dalam Undang- penyelesaian pengaduan konsumen pada
Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas pelaku usaha jasa keuangan.
Jasa Keuangan, mencakup perlindungn konsumen yang lebih kompleks dan
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan lengkap. Dengan cakupan yang semakin Nomor 2/SEOJK.07/2014, dalam Bab II luas maka jangkauan tugas, wewenang dan angka (1) mendefinisikan pengertian dari tanggungjawab perlindungan konsumen pengaduan adalah ungkapan ketidakpuasan oleh Otoritas Jasa Keuangan juga semakin Konsumen yang disebabkan oleh adanya luas dibidang jasa keuangan. Dalam Pasal kerugian dan/atau potensi kerugian
4 huruf (c) Undang-Undang No. 21 Tahun finansial pada Konsumen yang diduga 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, karena kesalahan atau kelalaian Lembaga tujuan dibentuknya lembaga Jasa Keuangan Jasa Keuangan. yakni Otoritas Jasa Keuangan dibentuk agar
Mekanisme mengenai pelayanan dan keseluruhan kegiatan didalam sektor jasa
penyelesaian pengaduan konsumen pada keuangan mampu melindungi kepentingan
pelaku usaha jasa keuangan telah diatur konsumen dan masyarakat.
dalam POJK No.1/pojk.07/2013 dan SEOJK
Untuk memberikan dukungan terhadap No.2/SOJK.07/2014. Selain itu mengenai upaya peningkatan kualitas layanan Penyelesaian pengaduan juga telah di atur konsumen di sektor jasa keuangan, Otoritas jelas dalam ketentuan pada Pasal 38 huruf Jasa keuangan telah menerbitkan beberapa
c POJK No.1/pojk.07/2013 dan lebih rinci ketentuan yang dijadikan sebagai pedoman pada Bab III SEOJK No.2/SOJK.07/2014. bagi pelaku usaha jasa keuangan, seperti
Menurut ketentuan Pasal 38 huruf c POJK Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor:
No.1/pojk.07/2013 menwajibkan pelaku 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan
usaha jasa keuangan setelah menerima Konsumen Sektor Jasa Keuangan, Peraturan
pengaduan, untuk menyampaikan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/
pernyataan maaf dan menawarkan ganti POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif
rugi (redress/remedy) atau perbaikan Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa
produk dan atau layanan, jika pengaduan Keuangan dan SEOJK Nomor: 2/SEOJK.07/
Konsumen benar dan pada Bab III SEOJK 2014 tentang Pelayanan dan Penyelesaian
No.2/SOJK.07/2014 angka 1 menjelaskan Pengaduan Konsumen pada Pelaku Usaha
lebih rinci bahwa bentuk pernyataan Jasa Keuangan.
maaf tersebut dilakukan secara tertulis,
Dalam Peraturan Otoritas Jasa yang pada kenyataannya pernyataan maaf Keuangan Nomor: 1/POJK.07/2013 tersebut oleh konsumen lazimnya hanya tentang Perlindungan Konsumen Sektor berupa pernyataan maaf secara lisan oleh Jasa Keuangan yang selanjutnya akan
Kajian Hukum dan Keadilan IuS 53
J urnal IuS | Vol IV | Nomor 3 | Desember 2016 | hlm, 54~67
pihak Pelaku Usaha Jasa Keuangan dalam Penyelesaian sengketa diluar pengadilan hal ini pihak perbankan.
dilakukan melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian sengketa yang telah
Menurut ketentuan Pasal 39 POJK No.1/ dimuat dalam daftar Lembaga Alternatif
pojk.07/2013 menjabarkan bahwa apabila Penyelesaian Sengketa yang telah
antara konsumen dan pelaku usaha jasa ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan,
keuangan tidak mencapai kesepakatan dan penyelesaian sengketa melalui Lembaga
penyelesaian pengaduan, Konsumen dapat Alternatif Penyelesaian Sengketa ini
melakukan penyelesaian sengketa di luar
bersifat rahasia.
pengadilan melalui lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang ditetapkan
Otoritas Jasa Keuangan dalam Pasal 4 oleh Otoritas Jasa Keuangan atau melalui POJK No. 1/POJK.07/2014 menetapkan pengadilan. Untuk penyelesaian sengketa lembaga alternatif yang di muat dalam tidak dilakukan melalui lembaga alternatif daftar lembaga alternatif penyelesaian penyelesaian sengketa, maka konsumen sengketa meliputi : dapat menyampaikan permohonan kepada
a. Mempunyai layanan penyelesaian Otoritas Jasa Keuangan untuk memfasilitasi
Sengketa paling kurang berupa: penyelesaian pengaduan Konsumen yang
dirugikan oleh pelaku di Pelaku Usaha Jasa
1. Mediasi;
Keuangan.
2. Ajudikasi; dan
Pemberian fasilitas pengaduan kon- sumen oleh otoritas jasa keuangan tidak
3. Arbitrase.
hanya dilakukan terhadap pengaduan yang
b. Mempunyai peraturan yang meliputi: berindikasi sengketa di sektor jasa keuan-
1. Layanan penyelesaian Sengketa; yaratan yang telah ditetapkan dalam Pasal
gan selain itu harus memenuhi juga pers-
2. Prosedur penyelesaian Sengketa;
41 POJK No.1/pojk.07/2013.
3. Biaya penyelesaian Sengketa; Pengaturan mengenai sengketa yang
4. Jangka waktu penyelesaian Sengketa; dalam penyelesaiannya melalui lembaga
alternatif penyelesaian sengketa di sektor
5. Ketentuan benturan kepentingan dan jasa keuangan diatur lebih lanjut dalam
afiliasi bagi mediator, ajudikator, dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/
arbiter; dan
POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif
6. Kode etik bagi mediator, ajudikator, dan Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa
arbiter;
Keuangan yang selanjutnya akan disingkat POJK No. 1/POJK.07/2014.
c. Menerapkan prinsip aksesibilitas, independensi, keadilan, dan efisiensi dan
Penyelesaian pengaduan oleh lembaga efektifitas dalam setiap peraturannya; jasa keuangan menurut ketentuan Pasal
d. Mempunyai sumber daya untuk dapat diselesaikan terlebih dahulu oleh lembaga
2 POJK No. 1/POJK.07/2014, wajib
melaksanakan pelayanan penyelesaian jasa keuangan, yang apabila tidak tercapai
Sengketa; dan
kesepakatan dalam penyelesaian atas
e. Didirikan oleh Lembaga Jasa Keuangan pengaduan tersebut, maka konsumen dan yang dikoordinasikan oleh asosiasi lembaga jasa keuangan dapat melakukan dan/atau didirikan oleh lembaga yang penyelesaian sengketa diluar pengadilan menjalankan fungsi self regulatory atau melalui pengadilan.
organization.
54 IuS Kajian Hukum dan Keadilan
Kajian Hukum dan Keadilan 55 IuS
Rati Maryani Palilati | Perlindungan Hukum Konsumen Perbankan Oleh Otoritas Jasa Keuangan.................. Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan pada Pasal 5 hingga Pasal 8, Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa memiliki prinsip sebagai berikut:
1. Prinsip aksesibilitas
2. Prinsip independensi
3. Prinsip keadilan
4. Prinsip efisiensi dan efektivitas Yang dimaksud dengan Daftar Lembaga
Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah kumpulan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan, yaitu prinsip aksesibilitas, independensi, keadilan, efesiensi, dan efektivitas, dan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang termasuk dalam Daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa sudah dilakukan penilaian oleh Otoritas Jasa Keuangan yang melibatkan pihak independen dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. Hingga tahun 2015 terdapat tujuh (7) Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang telah berdiri, dan dalam pembahasan ini untuk sektor perbankan penyelesaian diluar pengadilan dilakukan melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI) yang bertempat di Jakarta.
Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia adalah Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia yang didirikan oleh Asosiasi di bidang Perbankan, yakni Perhimpunan Bank Nasional (PERBANAS), Himpunan Bank Milik Negara (HIMBARA), Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (ASBANDA), Asosiasi Bank Syariah Indonesia (ASBISINDO), Perhimpunan Bank-Bank Internasional Indonesia (PERBINA), dan Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat
Indonesia (PERBARINDO) pada tanggal
28 April 2015.
Menurut Philipus M Hadjon, dalam menjalankan dan memberikan perlindungan hukum dibutuhkannya suatu tempat atau wadah dalam pelaksanaannya yang sering di sebut dengan sarana perlindungan hukum, sarana perlindungan hukum dibagi menjadi dua macam yang dapat dipahami, sebagai berikut :
1. Sarana Perlindungan Hukum Preventif (Penegakan Hukum)
a. Regulasi Upaya perlindungan hukum kon-
sumen perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan dapat dilihat dari telah dikel- uarkannya beberapa peraturan-peraturan yakni Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/POJK.07/2013 tentang Perlind- ungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alter- natif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan, SEOJK Nomor: 1/SEOJK.07/ 2014 tentang Pelaksanaan Edukasi dalam Rangka Meningkatkan Literasi Keuangan Kepada Konsumen dan/atau Masyarakat dan SEOJK Nomor: 2/SEOJK.07/ 2014 tentang Pelayanan dan Penyelesaian Pen- gaduan Konsumen pada Pelaku Usaha Jasa Keuangan.
b. Pembinaan Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka
pelaksanaan fungsi pelayanan dan penyelesaian pengaduan konsumen dan mempertimbangkan aspek manajemen resiko, dalam SEOJK Nomor: 2/ SEOJK.07/ 2014 tentang Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen pada Pelaku Usaha Jasa, menetapkan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib untuk melakukan pelatihan, dengan mengutamakan karyawan yang tugas sehari-harinya yakni :
J urnal IuS | Vol IV | Nomor 3 | Desember 2016 | hlm, 56~67
1) Berhadapan langsung dengan kon- keuangan kepada konsumen dan/atau suemn (front liner)
masyarakat. Rencana penyelenggaraan maupun laporan pelaksanaan edukasi
2) Melakukan pengawasan pelaksa- naan pelayanan dan penyelesaian
tersebut wajib dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan setiap tahunnya.
pengaduan konsumen; atau
3) Terkait dengan penyusunan pel-
d. Pelayanan pengaduan aporan kepada Otoritas Jasa
Otoritas Jasa Keuangan dalam Keuangan.
SEOJK Nomor: 2/SEOJK.07/ 2014 Karyawan yang memenuhi kriteria
tentang Pelayanan dan Penyelesaian tersebut wajib mendapatkan pelatihan
Pengaduan Konsumen pada Pelaku Usaha secara berkala dan wajib mendapatkan
Jasa, mengatur ketentuan mengenai pelatihan paling kurang dari satu kali
pelayanan dan penyelesaian pengaduan dalam masa kerjanya. Selain itu demi
konsumen pada Pelaku Usaha Jasa meningkatkan fungsi pelayanan dan
keuangan bagaimana mekanisme dalam pengaduan, pelaku usaha jasa keuangan
pelayanan dan penyelesaian pengaduan diwajibkan untuk melakukan evaluasi
konsumen. Pelaku usaha jasa keuangan terhadap setiap pelatihan yang telah
wajib melaporkan secara berkala adanya diselenggarakan.
pengaduan dan tindak lanjut pelayanan dan penyelesaian pengaduan yang di
c. Sosialisasi maksud kepada Otoritas Jasa Keuangan.
Sehubungan dengan Peraturan laporan tersebut disampaikan secara Otoritas Jasa Keuangan Nomor 01/
berkala setiap tiga bulan. Apabila pelaku POJK.07/2013 tentang Perlindungan
usaha jasa keuangan tidak menyampaikan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, perlu
laporannya secara berkala melebihi jangka untuk mengatur ketentuan mengenai
waktu tiga bulan secara berturut-turut pelaksanaan Edukasi dalam rangka
sejak akhir batas waktu penyampaian meningkatkan literasi keuangan kepada
laporan, maka pelaku usaha jasa keuangan Konsumen dan/atau masyarakat dalam
dikenakan sanksi kewajiban membayar Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan.
atas keterlambatan dan/atau tidak Oleh karena itu Otoritas Jasa Keuangan
disampaikannya laporan pengaduan, mengeluarkan Surat Edaran Otoritas
penanganan dan penyelesaian pengaduan. Jasa Keuangan Nomor: 1/SEOJK.07/
Dalam SEOJK Nomor: 2/SEOJK.07/ 2014 2014 tentang Pelaksanaan Edukasi dalam
ini tidak terdapat penjelasan mengenai Rangka Meningkatkan Literasi Keuangan
besaran sanksi yang akan dikenakan oleh Kepada Konsumen dan/atau Masyarakat,
Pelaku Usaha Jasa keuangan tersebut. yang berisikan :
e. Sanksi
1) Cakupan rencana edukasi Otoritas Jasa keuangan menurut
2) Pelaksanaan edukasi Undang-Undang No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan pada Pasal
3) Penyusunan, penyampaian dan pe- rubahan rencana edukasi
9 huruf g menyatakan bahwa Otoritas Jasa Keuangan mempunyai wewenang untuk
4) Serta laporan pelaksanaan edukasi menetapkan sanksi administratif terhadap Pelaku usaha jasa keuangan pihak-pihak yang melakukan pelanggaran diwajibkan menyelenggarakan edukasi
terhadap peraturan perundang-undangan dalam rangka meningkatkan literasi
di sektor jasa keuangan.
56 IuS Kajian Hukum dan Keadilan
Rati Maryani Palilati | Perlindungan Hukum Konsumen Perbankan Oleh Otoritas Jasa Keuangan.................. Pelaku Usaha Jasa Keuangan
1) Kemala Atmojo
menurut POJK No.1/POJK.07/2014 Pada tahun 2013, mengenai
tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian pemotongan rekening tabungan karena
Sengketa disektor Jasa Keuangan pada konsumen pada mesin atm saat gagal
ketentuan Pasal 12 Ayat (1) menetapkan melakukan transaksi penarikan uang di
bahwa lembaga jasa keuangan yang ATM BCA sebesar Rp 1.250.000,- Kemala
melanggar ketentuan sebagaimana Atmojo menggugat BCA membayar ganti
dimaksud dalam Peraturan OJK ini rugi materiil Rp 210.000.000,- juta dan
dikenakan sanksi administratif antara immateriil Rp 5.000.000.000,-. Gugatan
lain : itu pun dikabulkan sebagian oleh
1) Peringatan tertulis; Pengadilan Niaga Jakarta. Pengadilan Niaga menghukum BCA membayar ganti
2) Denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu;
rugi materiil Rp 1.250.000,- dan immateriil Rp 500.000.000,- kepada Kemala setelah
3) Pembatasan kegiatan usaha; melihat bukti-bukti, termasuk rekaman
4) Pembekuan kegiatan usaha; dan/ CCTV saat Kemala gagal melakukan atau
transaksi. Putusan ini bernomor 531/ PDT.G/2012/PN.JKT.PST Tahun 2013
5) Pencabutan izin kegiatan usaha.
2. Sarana Perlindungan Hukum Represif
2) Sutrisno
(Penyelesaian Penegakan Hukum) Pada Tahun 2014 Sutrisno Menurut ketentuan Pasal 39 POJK No.1/
menggugat Bank Mandiri, Kasus yang pojk.07/2013 menjabarkan bahwa apabila
dia permasalahkan adalah adanya tagihan antara konsumen dan pelaku usaha jasa
kartu kredit sebesar Rp 8 juta atas namanya, keuangan tidak mencapai kesepakatan
sementara konsumen tidak pernah penyelesaian pengaduan, Konsumen dapat
mengajukan permohonan kartu kredit melakukan penyelesaian sengketa di luar
dan karena tagihan kartu kredit tersebut pengadilan melalui lembaga alternatif
konsumen masuk dalam daftar blacklist penyelesaian sengketa yang ditetapkan
Bank Indonesia dan mendapat penolakan oleh Otoritas Jasa Keuangan atau melalui
saat mengajukan pinjaman usaha ke bank. pengadilan.
Gugatan Sutisno dikabulkan pada 2014. Pengadilan Negeri Solo menghukum Bank
a. Litigasi Mandiri membayar ganti rugi sebesar Rp 100 juta atas tagihan kartu kredit siluman
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 itu, sesuai dengan putusan Nomor 84/
POJK No. 1/POJK.07/2014 Penyelesaian Pdt.G/2014/PN Skt Tahun 2014. pengaduan oleh lembaga jasa keuangan
menurut, wajib diselesaikan terlebih
3) Class Action
dahulu oleh lembaga jasa keuangan, yang apabila tidak tercapai kesepakatan
Gugatan 616 nasabah Bank Perkreditan Rakyat Bungbulang di
dalam penyelesaian atas pengaduan tersebut, maka konsumen dan lembaga jasa
Garut. Gugatan ini bermula saat BPR Bungbulang di likuidasi pada 2007,
keuangan dapat melakukan penyelesaian sengketa diluar pengadilan atau melalui
sehingga seluruh nasabahnya kehilangan uang yang disimpan di bank itu. Setelah
pengadilan. Berikut beberapa contoh kasus sengketa konsumen yang melakukan
bertahun-tahun tidak terdapat kejelasan mengenai dana yang hilang, sehingga
penyelesaian melalui pengadilan, yakni: nasabah menggugat manajemen BPR
Kajian Hukum dan Keadilan IuS 57
J urnal IuS | Vol IV | Nomor 3 | Desember 2016 | hlm, 58~67
Bungbulang dan pemerintah Garut secara para pelaku ekonomi yang tentunya akan bersama-sama. Pengadilan memvonis BPR
berdampak negatif terhadap perekonomian. 9 Bungbulang bersalah. Pihak tergugat Dalam teori ekonomi menunjukkan dihukum mengembalikan dana tabungan bahwa moral hazard disebabkan oleh ratusan juta rupiah dan deposito miliaran adanya asymmetric information yakni rupiah kepada 616 nasabahnya lengkap merupakan kondisi dimana informasi tidak dengan bunganya seperti di atur di putusan
tersebar merata antar pelaku ekonomi. 10 bernomor 12/PDT.G/2013/PN-GRT.
Asymmetric information menyebabkan dua hal, yaitu moral hazard dan adverse selection
b. Non Litigasi
(kesalahan memilih). 11
Otoritas Jasa Keuangan telah Praktik moral hazard dalam sektor
memberikan sarana dalam penyelesaian keuangan tidak saja dilakukan oleh lembaga
sengketa dengan menggunakan jalur keuangan, namun mungkin juga dilakukan
non litigasi yakni dengan diterbitkannya oleh nasabah/rumah tangga. Moral hazard
Peraturan mengenai sengketa yang terjadi karena adanya lemahnya sistem
dalam penyelesaiannya melalui lembaga pengawasan lembaga keuangan yang
alternatif penyelesaian sengketa di sektor disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : 12
jasa keuangan yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
a. Lemahnya sistem arsitektur pengawasan Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga
keuangan di Indonesia
Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor
b. Tidak adanya pertukaran arus informasi Jasa Keuangan.
(data sharing dan data interfacing) antar
B. PERAN OTORITAS JASA KEUAN
lembaga pengawas lembaga keuangan.
GAN DALAM MEMBERIKAN PER
c. Masih tingginya egosentrris antar lembaga LINDUNGAN HUKUM KEPADA pengawaslembaga keuangan.
KONSUMEN PERBANKAN MENU RUT HUKUM POSITIF
Berdasarkan hal tersebut diatas maka perlu dilakukan penataan kembali struktur
1. Tugas dan Peran Otoritas Jasa
pengorganisasian dari lebaga-lembaga yang
Keuangan
melaksanakan tugas pengaturan dan pen-
Di negara Indonesia, sebelum beralih- gawasan disektor perbankan, pasar mod- nya fungsi pengawasan lembaga keuangan al, perasuransian, dana pensiun lembaga kepada otoritas jasa keuangan, pengawasan pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lembaga keuangan (LK) dilakukan oleh lainnya. Penataan perlu dilakukan dengan tiga institusi yaitu Kementerian Koperasi maksud yakni agar dapat mencapai me-
Bapepam-LK dan Bank Indonesia. kanisme koordinasi yang lebih efektif di da- Pengawasan lembaga keuangan bank yang lam menangani permasalahan yang muncul dilakukan Bank Indonesia, mencakup Bank dalam sistem keuangan sehingga dapat leb- Umum, BPR dan Bank Syariah. Pengawasan ih menjamin tercapainya stabilitas sistem lembaga keuangan non bank dipecah keuangan. menjadi dua yaitu lembaga keuangan non
Selain itu Pasal 34 ayat (1) Undang- bank non koperasi diawasi oleh kementerian
8 koperasi. Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Pengawasan diperlukan karena Bank Indonesia, telah menentukan tugas
terdapat adanya potensi moral hazard
(penyelewengan/penyalahgunaan) oleh 9 Ibid
10 Ibid, hlm.215
8 Hermansyah, 2005, Hukum Perbankan Nasional In-
11 Ibid
donesia, Jakarta, Prenada Media, hlm.214
12 Ibid
58 IuS Kajian Hukum dan Keadilan
Rati Maryani Palilati | Perlindungan Hukum Konsumen Perbankan Oleh Otoritas Jasa Keuangan.................. mengawasi bank akan dilakukan oleh
Masalah penanganan pengaduan lembaga pengawas sektor keuangan yang nya demikian penting sehingga menjadi idependen dengan mengeluarkan ketentuan perhatian serius oleh Otoritas Jasa Keuangan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan diatur secara khusus dalam peraturan pengawasan bank.
Otoritas Jasa Keuangan. Hal tersebut secara umum, berkaitan erat dengan upaya Ooritas
2. Peran Otoritas Jasa Keuangan dalam
Jasa Keuangan dalam meningkatkan
Memberikan Perlindungan Hukum
kepercayaan masyarakat terhadap sektor
Kepada Konsumen Perbankan
jasa keuangan dalam rangka meningkatkan
a. Pelayanan Pengaduan Oleh Otoritas akses keuangan masyarakat.
Jasa Keuangan
Untuk memberikan dukungan terhadap
Sebagaimana yang kita ketahui Indonesia upaya peningkatan kualitas layanan memiliki sejumlah hutang luar negeri konsumen di sektor jasa keuangan, Otoritas yang cukup besar, hal ini menunjukkan Jasa keuangan telah menerbitkan beberapa bahwa kondisi perekonomian Indonesia ketentuan yang dijadikan sebagai pedoman masih tergantung kepada sumber-sumber bagi pelaku usaha jasa keuangan, seperti pembiayaan dari luar negeri. Oleh karena Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: apabila di luar negeri terjadi gejolak maka 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan akan berdampak langsung terhadap kodisi Konsumen Sektor Jasa Keuangan dan perekonomian di Indonesia. Ditengah SEOJK Nomor: 2/SEOJK.07/ 2014 tentang kondisi perekonomian global dan Indonesia Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan tersebut diatas, Otoritas Jasa Keuangan Konsumen pada Pelaku Usaha Jasa bersama segenap pelaku usaha jasa Keuangan. keuangan berupaya untuk memperluas
Dari sisi infrastruktur Otoritas Jasa akses masyarakat ke sektor jasa keuangan.
Keuangan menyediakan sistem traceable
Sebagaimana kita ketahui bersama, akses pada Layanan Konsumen Otoritas Jasa ke sektor jasa keuangan masih menjadi Keuangan yang memungkinkan pelaku permasalahan utama bagi masyarakat usaha jasa keuangan untuk mengetahui di Indonesia. Permasalahan rendahnya pengaduan yang dilaporkan oleh konsumen akses ke sektor jasa keuangan setidaknya 14 ke Otoritas Jasa Keuangan. Traceable arti-
disebabkan oleh 3 hal, yaitu : 13 nya jika nasabah tidak puas akan pelayanan, Otoritas Jasa Keuangan bisa mengetahui
a. Rendahnya tingkat literasi keuangan sejauh mana aduan nasabah dilayani oleh
masyarakat. pelaku jasa keuangan. 15 Selanjutnya, pelaku
b. Tidak tersedianya layanan keuangan usaha jasa keuangan dapat menginfor-
ditengah masyarakat. masikan kepada Otoritas Jasa Keuangan, penanganan yang telah dilakukan dan
c. Adanya perasaan traumatis dan persepsi dalam hal diperlukan dapat mengambilalih negatif terhadap layanan keuangan yang penanganannya untuk diselesaikan. 16 pernah dialaminya ataupun cerita yang
diterimanya. Konsumen dan masyarakat dapat menyampaikan permintaan informasi atau pengaduan kepada Otoritas Jasa Keuangan
13 Kusumaningtuti S. Soetiono, Pointer Sambutan
melalui sarana yang meliputi :
Seminar Setengah Hari “Moment Of The Truth : Man- agement Pengaduan Sektor Jasa Keuangan Indonesia”, http://www.ojk.go.id/Files/201512/PointersIbuTituk-
14 Ibid, hlm.4
SeminarMomentofTruth3Desember2015_1449206743.
15 Ibid
pdf, hlm.5 diakses Tanggal 18 Juli 2016
16 Ibid
Kajian Hukum dan Keadilan IuS 59
J urnal IuS | Vol IV | Nomor 3 | Desember 2016 | hlm, 60~67
1) Surat Tertulis etik otoritas jasa keuangan, benturan kepentingan, serta perbuatan lain yang
Surat tertulis tersebut ditujukan dapat merugikan otoritas jasa keuangan
kepada : Anggota Dewan Komisioner Otoritas atau pemangku kepentingan. Dan jika
Jasa Keuangan Bidang Edukasi dan Perlindungan laporan tersebut memenuhi kriteria yang Konsumen Menara Radius Prawiro, Lantai
telah ditetapkan, otoritas jasa keuangan 2 Komplek Perkantoran Bank Indonesia Jl. MH.
akan menghubungi melalui media sistem Thamrin No. 2 Jakarta Pusat 10350
pelaporan pelanggaran kode etik otoritas
2) Telepon jasa keuangan untuk proses lanjutan penanganan pengaduan, dan pihak
Telepon : (Kode Area) 1500 655 Jam otoritas jasa keuangan akan menjaga operasional : Senin - Jumat, Jam 08.00 - 17.00
kerahasian identitas serta laporan yang WIB (Kecuali Hari Libur)
telah disampaikan.
3) Faksimili Selain itu terdapat pula per- Faksimili : (021) 386 6032
syaratan penyampaian pengaduan, yakni konsumen atau masyarakat dapat
4) Email menyampaikan pengaduan dengan menyampaikan surat resmi ke Otoritas
Permintaan informasi dan pengaduan Jasa Keuangan disertai dengan : 17 dapat disampaikan melalui email dengan
alamat : [email protected] • Bukti telah menyampaikan pengaduan kepada lembaga jasa keuangan terkait
5) Form Pengaduan Online dan/atau jawabannya
Konsumen atau masyarakat dapat • Identitas diri atau surat kuasa (bagi yang mengirimkan pengaduan melalui form
diwakili)
elektronik yang tersedia pada alamat http://konsumen.ojk.go.id/
• Deskripsi/kronologis pengaduan FormPengaduan. Sistem pelaporan pelanggaran otoritas jasa keuangan adalah
• Dokumen pendukung suatu sistem yang menyediakan sarana
Dan apabila data atau dokumen yang kepada pihak eksternal dan intern otoritas
diminta tidak dipenuhi dalam waktu paling jasa keuangan untuk menyampaikan
lambat 20 hari kerja, maka sejak tanggal laporan mengenai dugaan terjadinya
pemberitahuan, maka pengaduan tersebut pelanggaran yang dilakukan oleh dianggap dibatalkan.
anggota dewan komisioner dan pegawai otoritas jasa keuangan. Layanan tersebut
b. Kewenangan Otoritas Jasa Keuan
merupakan bentuk komitmen dari otoritas
gan dalam Pengaturan dan Penga
jasa keuangan dalam meningkatkan
wasan
integritas seluruh insan otoritas jasa Ketentuan tugas pengaturan dan
keuangan serta mendukung pencegahan pengawasan ditentukan pada Pasal 5 dan pemberantasan tindak pidana
undang-undang No. 21 Tahun 2011 tentang
korupsi dalam otoritas jasa keuangan. Otoritas Jasa Keuangan menyatakan Jenis pelanggaran yang dapat dilaporkan
bahwa Otoritas Jasa Keuangan berfungsi
adalah korupsi, kolusi dan nepotisme, menyelenggarakan sistem pengaturan dan kecurangan, termasuk penipuan,
pengawasan yang terintegrasi terhadap penggelapan asset, pembocoran informasi,
pencurian, pembiaran melakukan, 17 Otoritas Jasa Keuangan, Tata Cara Penyam-
paian, http://konsumen.ojk.go.id /Users/Login?Retur-
perbuatan melanggar kebijakan dan kode nUrl=%2f, diakses pada tanggal 18 Juli 2016
60 IuS Kajian Hukum dan Keadilan
Rati Maryani Palilati | Perlindungan Hukum Konsumen Perbankan Oleh Otoritas Jasa Keuangan.................. keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa dalam Pasal 6 huruf (a) Undang-Undang
keuangan. Ketentuan Pasal 5 tersebut diatas No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa berarti otoritas jasa keuangan memiliki Keuangan, otoritas Jasa Keuangan memiliki dua tugas yakni tugas mengatur dan tugas wewenang : mengawasi, dengan kata lain otoritas
1) Pengaturan dan pengawasan mengenai jasa keuangan memiliki kewenangan atas
kelembagaan bank yang meliputi: kedua-nya sekaligus.
(1) Perizinan untuk pendirian bank, Tugas dan Kewenangan Otoritas Jasa
pembukaan kantor anggaran Keuangan menurut Undang-Undang
dasar, rencana kerja, kepemilikan Otoritas Jasa Keuangan. Menurut Pasal 6
kepengurusan dan sumber daya Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang
manusia, merger, konsolidasi dan Otoritas Jasa Keuangan, OJK melaksanakan
akuisisi bank, serta pencabutan izin tugas pengaturan dan pengawasannya
usaha bank.
terhadap yakni : (2) Kegiatan usaha bank, antara lain
a. Kegiatan jasa keuangan di sektor sumber dana, penyediaan dana,
Perbankan; produksi hibridasi dan aktivitas di
b. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar
bidang jasa.
Modal; dan
2) Pengaturan dan pengawasan mengenai
c. Kegiatan jasa keuangan di sektor kesehatan bank yang meliputi : Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
(1) Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan
kualitas aset, rasio kecukupan modal lainnya.
minimum, batas maksimum pemberian Pasal 6 pada huruf (a) menegaskan
kredit, rasio pinjaman terhadap kewenangan otoritas jasa keuangan dalam
simpanan, dan pencadangan bank; pengaturan dan pengawasan di sektor
(2) Laporan bank yang terkait dengan perbankan. Karena otoritas jasa keuangan
kesehatan dan kinerja bank; memiliki tugas untuk melaksanakan
pengaturan dan pengawasan tersebut, maka (3) Sistem informasi debitur; otoritas jasa keuangan diberi wewenang
untuk itu. Wewenang adalah sesuatu yang (4) Pengujian kredit (credit testing); dan dilimpahkan atau dari kekuasaan, hak yang
(5) Standar akuntansi bank; dimiliki untuk mengambil keputusan, sikap
atau tindakan berdasarkan tanggung jawab
3) pengaturan dan pengawasan mengenai yang diberikan. 18 aspek kehati-hatian bank meliputi:
Kombinasi kewenangan otoritas jasa
(1) Manajemen risiko;
keuangan dalam tugasnya melakukan
(2) Tata kelola bank;
pengaturan dan pengawasan disektor perbankan, dijabarkan pada Pasal 7 Undang-
(3) Prinsip mengenal nasabah dan anti Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
pencucian uang; dan
Jasa Keuangan, bahwa untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan disektor
(4) Pencegahan pembiayaan terorisme perbankan sebagaimana yang di maksud
dan kejahatan perbankan; dan
4) Pemerikasaan bank
18 M. Marwan & Jimmy P., 2009, Kasus Hukum, Surabaya, Reality Publiser, hlm.648
Kajian Hukum dan Keadilan IuS 61
J urnal IuS | Vol IV | Nomor 3 | Desember 2016 | hlm, 62~67
i. menetapkan peraturan mengenai tata cara No. 21 tahun 2001 tentang Otoritas Jasa
Dalam Penjelasan Undang-Undang
pengenaan sanksi sesuai dengan keten- Keuangan, menjabarkan bahwa otoritas
tuan peraturan perundang-undangan di jasa keuangan dalam melaksanakan tugas
sektor jasa keuangan.
dan wewenangnya, berlandaskan asas-asas: Sedangkan wewenang Otoritas Jasa
1) Asas independensi; Keuangan (OJK) menurut Pasal 9 Undang- undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
2) Asas kepastian hukum; Jasa Keuangan, dalam melaksanakan tugas
3) Asas kepentingan umum; pengawasannya sebagai mana yang tertuang dalam Pasal 6 Undang-undang No.21 Tahun
4) Asas keterbukaan; 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan,
5) Asas profesionalitas; Otoritas Jasa Keuangan mempunyai wewenang untuk :
6) Asas integritas; dan
a. Menetapkan kebijakan operasional
7) Asas akuntabilitas.. pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
Otoritas jasa keuangan Pasal 8 Undang- Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
b. Mengawasi pelaksanaan tugas penga- Jasa Keuangan, untuk melaksanakan tugas
wasan yang dilaksanakan oleh Kepala pengaturan sebagaimana dimaksud dalam
Eksekutif;
Pasal 6, otoritas jasa keuangan mempunyai wewenang dan :
c. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan
a. menetapkan peraturan pelaksanaan Un- tindakan lain terhadap Lembaga Jasa dang-Undang ini;
Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana
b. menetapkan peraturan perundang-un- dimaksud dalam peraturan perundang- dangan di sektor jasa keuangan; undangan di sektor jasa keuangan;
c. menetapkan peraturan dan keputusan
d. Memberikan perintah tertulis kepada OJK; Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak
d. menetapkan peraturan mengenai penga-
tertentu;
wasan di sektor jasa keuangan;
e. Melakukan penunjukan pengelolaan
e. menetapkan kebijakan mengenai pelak-
statute;
sanaan tugas OJK;
f. Menetapkan penggunaan pengelolaan
f. menetapkan peraturan mengenai tata cara
statute;
penetapan perintah tertulis terhadap Lem-
g. Menetapkan sanksi administratif baga Jasa Keuangan dan pihak tertentu; terhadap pihak yang melakukan
g. menetapkan peraturan mengenai tata cara pelanggaran terhadap peraturan penetapan pengelola statuter pada Lemba-
perundang undangan di sektor jasa
ga Jasa Keuangan;
keuangan; dan
h. menetapkan struktur organisasi dan in-
h. Memberikan dan / atau mencabut : frastruktur, serta mengelola, memelihara,
1) Izin usaha;
dan menatausahakan kekayaan dan kewa- jiban; dan
2) Izin orang perseorangan;
62 IuS Kajian Hukum dan Keadilan
Rati Maryani Palilati | Perlindungan Hukum Konsumen Perbankan Oleh Otoritas Jasa Keuangan..................
3) Efektifnya pernyataan pendaftaran;
8 Undang-Undang tersebut menjabarkan kewenangan tugas pengaturan Otoritas
4) Surat tanda terdaftar; Jasa Keuangan, sedangkan pada Pasal 9
5) Persetujuan; menjabarkan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam melaksanakan tugas
6) Pengesahan; pengawasan, akan tetapi dalam pasal
7) Persetujuan atau penetapan tersebut terdapat kekaburan norma antara pembubaran; dan
tugas pengawasan dan pengaturan, dimana dalam Pasal 9 huruf (a), yakni “Otoritas
8) Penetapan lain, sebagaimana yang Jasa Keuangan mempunyai wewenang dimaksud dalam peraturan perundang
menetapkan kebijakan operasional undangan si sektor jasa keuangan.
pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan”, yang seharusnya merupakan
Kewenangan di atas memberikan per-
tugas pengaturan.
an dan pengaruh yang besar bagi Otoritas Jasa Keuangan dalam upaya penegakan hu-
c. Upaya Yang Dapat Dilakukan Otori
kum perlindungan konsumen jasa keuan-
tas Jasa Keuangan dalam Memberi
gan. Hal tersebut dapat dilihat pada Pasal 9
kan Perlindungan Hukum Kepada
huruf c yang memberikan wewenang pada
Konsumen Perbankan
Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan,
Pada Pasal 28 Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,
perlindungan konsumen, dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, mengatur mengenai perlindungan
konsumen dan masyarakat Otoritas Jasa pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa
keuangansebagai mana yang dimaksud Keuangan berwenang melakukan tindakan
pencegahan kerugian konsumen dan dalam peraturan perundang-undangan
di sektor jasa keuangan, dan diperkuat masyarakat yang meliputi : dengan Pasal 9 huruf g yakni Otoritas a) Memberikan informasi dan edukasi Jasa Keuangan dapat menetapkan sanksi
kepada masyarakat atas karakteristik administratif terhadap pihak yang melaku-
sektor jasa keuangan, layanan, dan kan pelanggaran terhadap peraturan pe-
produknya;
rundang-undangan di sektor jasa keuan- gan. Sanksi admnistratif pada Pasal 9 huruf
b) Meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk
h, Otoritas Jasa Keuangan berwenang, menghentikan kegiatannya apabila memberikan dan/atau mencabut : izin
kegiatan tersebut berpotensi merugikan usaha; izin orang perseorangan; efektif-
masyarakat; dan
nya pernyataan pendaftaran; surat tanda
c) Tindakan lain yang dianggap perlu sesuai terdaftar; persetujuan; usaha; pengesahan;
dengan ketentuan peraturan perundang- persetujuan atau penetapan pembubaran;
undangan di sektor jasa keuangan. serta penetapan lain sebagaimana dimak-
sud dalam peraturan perundang-undan- Selain upaya pencegahan pelanggaran, gan di sektor jasa keuangan.
dalam Pasal 29 Undang-Undang No.
21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Dapat ditelaah Pasal 6 Undang- Keuangan, terdapat beberapa instrument
undang No. 21 Tahun 2011 tentang untuk pelayanan pengaduan konsumen atas
Otoritas Jasa Keuangan, memberikan pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku kewenangan ganda pada Otoritas Jasa
usaha, yakni meliputi :
Keuangan yaitu kewenangan dalam pengaturan dan pengawasan. Pada Pasal
Kajian Hukum dan Keadilan IuS 63
J urnal IuS | Vol IV | Nomor 3 | Desember 2016 | hlm, 64~67
a) Menyiapkan perangkat yang memadai
2. Ganti kerugian sebagaimana dimaksud untuk pelayanan pengaduan konsumen
ayat 1 huruf b angka 2 hanya digunakan yang dirugikan oleh pelaku di lembaga
untuk pembayaran ganti kerugian kepada jasa keuangan.
pihak yang dirugikan.
b) Membuat mekanisme pengaduan kon- Dari rumusan-rumusan tersebut maka
sumen yang dirugikan oleh pelaku di peran Otoritas Jasa Keuangan dalam lembaga jasa keuangan; dan
sistem hukum perlindungan konsumen tidak terbatas hanya dengan memfasilitasi
c) Memfasilitasi penyelesaian pengaduan perlindungan konsumen yakni menampung
konsumen yang dirugikan oleh pelaku dan menjadi lembaga mediasi tetapi juga