Pembelajaran Sastra di Sekolah Dasar Mel

Apresiasi Sastra di SD
Pembelajaran Sastra di Sekolah Dasar Melalui Karya Sastra Dongeng sebagai Sarana
Implementasi Pendidikan Karakter

Yasyfiyani Syafa
(1815162819)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2017/2018

1

Pembelajaran Sastra di Sekolah Dasar Melalui Karya Sastra
Dongeng Sebagai Sarana Implementasi Pendidikan Karakter
Yasyfiyani Syafa
PGSD Universitas Negeri Jakarta

Abstract
The purpose of this review literature is to fulfill the task of Apresiasi Bahasa dan Sastra di

Sekolah Dasar. This discussion about of fairy tale is expected to be one means of
implementation of character education that can improve the character and moral of the nation
as well as a means of appreciation of literature in elementary school. So that, teachers and
schools can maximize the use of literature especially fairy tales and realize the importance and
usefulness of literature for students in elementary school. This literature review data collection
uses library data collection methods from various online journals and books available.
Key words : Literature, Fairy tales, Character education
Tujuan penulisan literature review ini adalah untuk memenuhi tugas Apresiasi Bahasa dan
Sastra di Sekolah Dasar. Pembahasan mengenai apresiasi sastra dongeng ini diharapkan dapat
menjadi salah satu sarana implementasi pendidikan karakter yang dapat memperbaiki karakter
dan moral anak bangsa sekaligus sarana pengapresiasian sastra di sekolah dasar. Sehingga,
guru dan sekolah dapat memaksimalkan penggunaan sastra khususnya dongeng dan menyadari
pentingnya serta kegunaan sastra bagi siswa-siswi di Sekolah Dasar. Pengumpulan data kajian
literatur ini menggunakan metode pengumpulan data pustaka dari berbagai jurnal-jurnal online
serta buku-buku yang ada.
Kata Kunci : Apresiasi Sastra, Dongeng, Pendidikan karakter

Pendahuluan
“Dunia yang akan ditinggali anak-anak kita berubah 4 kali lebih cepat daripada sekolah
sekolah kita”


̶ Willard Daggett (The Learning Revolution: 2011, P.102)

Berbagai permasalahan moral atau akhlak yang terjadi di masyarakat dan generasi
muda menunjukkan bahwa terdapat permasalahan dalam proses pendidikan baik di tingkat
keluarga, lembaga pendidikan atau sekolah, masyarakat hingga negara. Pendidikan seharusnya
mampu menghasilkan generasi beradab dan memahami peran yang diambil dalam kehidupan.
Pendidikan yang menjadi pusat pengembangan potensi-potensi peserta didik tidak hanya
mengembangkan kemampuan kecerdasaan intelektual (kognitif), tetapi juga mampu
mengembangkan kecerdasankecerdasan lain (kecerdasan majemuk) yang bermanfaat untuk
menghadapi tantangan dalam kehidupan yang senantiasa berubah.
Pengetahuan tidak cukup untuk membentuk karakter anak. Pengetahuan harus disertai
dengan sikap terbaik sehingga melahirkan kecintaan anak untuk melakukan sebuah aktivitas

2

yang baik. Di sekolah, pendidikan karakter harus menjadi bagian dari seluruh aktivitas sekolah,
terutama pembelajaran di kelas. Pembelajaran secara integrated (terpadu), yaitu
mengintegrasikan tumbuhnya nilai-nilai moral dalam pembelajaran sastra, dapat menjadi
pilihan untuk penumbuhan karakter ini. Karya sastra memiliki nilai yang sangat strategis

karena sarat dengan nilai-nilai kehidupan.
Menurut Doni Koesuma A (2007) situasi sosial kultural masyarakat akhir–akhir ini
memang semakin mengkhawatirkan. Ada berbagai macam peristiwa dalam pendidikan yang
semakin merendahkan harkat dan derajat manusia. Hancurnya nilai–nilai moral, merebaknya
ketidakadilan, tipisnya rasa solidaritas, telah terjadi dalam lembaga pendidikan. Hal ini
mewajibkan untuk mempertanyakan sejauh mana lembaga pendidikan telah mampu menjawab
dan tanggap atas berbagai macam persoalan dalam masyarakat.
Sekolah merupakan salah satu faktor yang ikut mempengaruhi perkembangan moral
peserta didik. Melalui pendidikan di sekolah peserta didik mendapatkan sejumlah rangsangan
dan bentuk informasi mengenai pengetahuan dan hal–hal lainnya yang dapat merangsang
pembentukan struktur kognitif mereka. Di sekolah peserta didik tumbuh dan berkembang
melalui identifikasi dan modifikasi dari dasar kepribadian dan pola–pola sikap.
“Story Telling is the most powerful way to put ideas into the world today”
– Robert McAfee
Pemilihan pembelajaran yang tepat sesuai dengan tahap perkembangan psikologis
serta intelegensi anak menjadi penentu dalam berhasil atau tidaknya sekolah membentuk
karakter siswanya menjadi baik. Pembelajaran sastra dapat menjadi sarana pembentukan
karakter untuk mendukung pendidikan karakter di Sekolah Dasar, salah satunya melalui
dongeng. Dongeng merupakan cerita fiktif yang bertujuan untuk menghibur dan mengandung
nilai-nilai moral di dalamnya. Dongeng diyakini memiliki peran penting dalam membantu

perkembangan kognitif seperti bahasa dan pemikiran, dan sosioemosional anak seperti emosi
dan kepribadian. Siswa dapat belajar memahami dan menerapkan karakter-karakter yang
sebaiknya dimiliki melalui karakter tokoh dalam teks dongeng. Hal ini sesuai dengan yang
disampaikan oleh Cullinan (1989:230) bahwa salah satu karakteristik dongeng adalah tokoh
dalam dongeng memiliki karakter kepahlawanan, kepintaran, keberanian, dan kebaikankebaikan lain. Artinya, tokoh dalam dongeng tersebut akan memberikan gambaran kepada
siswa tentang beberapa karakter yang perlu dan tidak perlu diteladani.

Kajian Literatur
Pendidikan Karakter
Standar Kompetensi Lulusan menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
23 Tahun 2006 menyatakan bahwa Pendidikan Dasar bertujuan meletakkan dasar kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Untuk menunjang tujuan pendidikan dasar tersebut, maka diperlukanlah sebuah
Pendidikan Karakter di Indonesia. Pendidikan Karakter sendiri dapat dimaknai sebagai
pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai karakter pada diri peserta didik sehingga mereka
memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya yang meliputi komponen pengetahuan,

3


kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tertentu yang didasarkan
dan dirujuk oleh sekolah tersebut. Pendidikan karakter mengemban dua tugas, yaitu
mengembangkan kemampuan intelektual dan mengembangkan kemampuan moral. Pendidikan
karakter yang baik diawali oleh pengetahuan terhadap nilai kebaikan (knowing the good)
sehingga membuat anak memiliki alasan atau keinginan untuk berbuat baik (desiring the good)
kemudian mampu mengembangkan sikap mencintai perbuatan baik (loving the good), hingga
akhirnya mau melaksanakan perbuatan baik (acting the good).
Fungsi dari diadakannya pendidikan karakter adalah sebagai pengembangan potensi
peserta didik untuk menjadi pribadi berperilaku baik, perbaikan karakter, serta penyaring untuk
menyeleksi budaya yang tidak sesuai dengan nilai-nilai karakter yang bermartabat. Dari
beberapa banyaknya tujuan pendidikan karakter yang dinyatakan oleh para ahli dapat
disimpulkan bahwa tujuan pendidikan karakter ialah sebagai sebuah proses yang membawa
peserta didik untuk memahami dan merefleksi bagaimana suatu nilai-nilai tertentu begitu
penting untuk diwujudkan dalam perilaku keseharian manusia.
Terdapat beberapa aspek-aspek nilai dalam pendidikan karakter, yang nantinya dari
berbagai aspek-aspek nilai tersebut biasanya akan dipilih salah satu atau beberapa nilai oleh
suatu sekolah untuk dijadikan sebagai dasar atau rujukan nilai karakter pada pendidikan
karakter yang akan diterapkan oleh sekolah tersebut. Aspek-aspek nilai tersebut terdiri dari
religius, jujur, toleransi, kerja keras, disiplin, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,
semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta

damai, gemar membaca,peduli lingkungan, dan tanggung jawab. Nilai-nilai tersebut akan
ditanamkan satu persatu oleh sekolah melalui pendidikan karakter dan diharapkan agar semua
nilai tersebut dapat tertanam dan diterapkan oleh siswanya.
Untuk keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter, terdapat beberapa prinsip yang
digunakan dalam penerapannya. Menurut Pusat Kurikulum (2010) , prinsip-prinsip tersebut
yaitu berkelanjutan; melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah,
serta muatan lokal; nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan dan dilaksanakan; proses
pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan. Dari prinsip-prinsip
tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan pendidikan karakter, proses
pengembangan nilai-nilai karakter dilakukan melalui proses yang tiada berhenti dalam setiap
kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler yang tidak dijadikan pokok bahasan seperti halnya
ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun fakta dalam mata pelajaran tertentu,
melainkan diselipkan melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di kelas, sekolah, dan
tugas-tugas di luar sekolah dalam suasana belajar yang menimbulkan rasa senang dan tidak
indoktrinatif agar nilai-nilai tersebut akan mudah ditanamkan kepada para siswa secara tidak
langsung. Karena dalam penanaman suatu nilai karakter memerlukan suatu proses dan
pembiasaan, bukan pengajaran melalui teori-teori saja.

Pembelajaran Sastra di Sekolah Dasar
Pendidikan sastra melalui proses pembelajarannya merupakan pendidikan yang

mencoba untuk mengembangkan kompetensi apresiasi sastra, kritik sastra dan proses kreatif
sastra. Pembelajaran sastra ialah kegiatan apresiasi sastra bukan hanya sekedar pengetahuan
teori. Pembelajaran sastra di sekolah dasar harus memberi pengalaman pada murid yang akan
berkontribusi pada empat tujuan yaitu: (1) menumbuhkan kesenangan terhadap buku, (2)
menginterpretasikan literature, (3) mengembangkan kesadaran bersastra, dan (4)

4

mengembangkan apresiasi. Pengajaran sastra untuk Sekolah Dasar terutama kelas-kelas awal,
difokuskan pada tahap pertama yaitu kesenangan yang tidak disadari (unsconscious
enjoyment). Jika semua siswa bisa diberi kesempatan menemukan bacaan terhadap bacaan,
mereka akan bisa membangun dasar yang kokoh bagi apresiasi sastra. Diawali dari menyenangi
karya sastra yang dibacanya itulah, siswa akan meningkat ke tahap berikutnya (Heryanto,
2013:136).
Chaedar (Pikiran Rakyat, 2006) menyebutkan beberapa nilai strategis sastra bagi siswa.
Pertama, secara psikologis manusia memiliki kecenderungan untuk menyukai realita dan fiksi.
Kedua, karya sastra memperkaya kehidupan pembacanya melalui pencerahan pengalaman dan
masalah pribadi dan lewat sastra pembaca belajar bagaimana orang lain menyikapi semua itu.
Ketiga, karya sastra adalah harta karun berbagai kearifan lokal yang seyogyanya diwariskan
secara turun-temurun lewat pendidikan. Keempat, berbeda dengan keterampilan berbahasa

(menyimak, berbicara, membaca, menulis), sastra dalam dirinya ada isi, yakni nilai-nilai dan
interelasi kehidupan. Kelima, melalui sastra siswa ditempatkan sebagai pusat dalam latar
pendidikan bahasa yang mengkoordinasikan komunikasi lisan, eksplorasi sastra, dan
perkembangan pengalaman personal dan kolektif. Dengan kata lain, siswa diterjunkan
langsung ke dalam dunia nyata lewat rekayasa imajiner.
Membaca karya sastra juga dapat menumbuhkan imajinasi. Melalui unsur-unsur
ceritanya, tokoh, konflik, latar, dan sebagainya, seorang pembaca akan mengimajinasi cerita
dengan caranya. Imajinasi ini merupakan bagian dari proses berpikir. Ada empat hal yang dapat
diperoleh dari belajar sastra, yaitu (1) untuk memupuk keterampilan berbahasa; (2) untuk
melatih kepekaan dan keiindahan; (3) untuk mampu menghayati tema-tema kemanusiaan,
moral, budi pekerti yang luhur (atau dengan kata lain kemampuan membedakan baik buruk);
(4) untuk memahami watak sesama manusia, perbedaan antara yang satu dengan yang lain
sehingga melatih solidaritas; dan (5) untuk melatih kepekaan sosial dalam arti memahami
penderitaan lain. Muatan nilai-nilai yang tersirat dari karya sastra pada umumnya adalah nilainilai religious, nilai moral, nilai sosial, dan nilai etika, serta nilai estetika.
Untuk dapat mencapai tujuan di atas, dalam pembelajaran sastra perlu diperhatikan
prinsip-prinsip sebagaimana disarankan Rosenblat (dalam Gani, 1988:13) yakni (1) siswa
harus diberi kebebasan menampilkan respons dan reaksinya terhadap bacaan, (2) siswa harus
diberi kesempatan mempribadikan dan mengkristalisasikan rasa pribadinya terhadap cerita
yang dibacanya, (3) guru harus bisa menemukan butir-butir kontak antara pendapat para siswa,
dan (4) peranan/pengaruh guru harus merupakan daya dorong pada saat siswa melakukan

eksplorasi.
Ada beragam materi yang dapat digunakan untuk pembelajaran sastra, di antaranya
adalah puisi (pantun, syair, puisi, dan sebagainya), fiksi (cerpen, novel, novelet, dongeng, dan
sebagainya), serta drama. Untuk pembelajaran, materi ini menyesuaikan dengan tingkat usia
dan kelas. Bahan pembelajaran yang dipilih perlu mempertimbangkan kebutuhan dan
perkembangan anak serta sesuai dengan situasi dan kondisi. Untuk itu, guru dapat
mengembangkan bahan sendiri maupun memanfaatkan bahan yang telah tersedia di
lingkungan. Pemilihan bahan pembelajaran sastra dengan memanfaatkan karya sastra dapat
dilakukan dengan memperhatikan karakteristik sastra anak disesuaikan dengan kurikulum yang
berlaku. Seiring dengan semakin menjamurnya media massa anak-anak, peluang guru untuk
memanfaatkan teks sastra di media massa tersebut semakin besar. Namun demikian, hal ini

5

perlu dibarengi 520 -Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III dengan kemauan dan
kemampuan untuk memilih teks sastra yang cocok untuk dijadikan sebagai bahan pembelajaran
apresiasi sastra di SD (Widuroyekti, 2007: 41).

Dongeng
Dongeng adalah cerita fiktif yang bertujuan untuk menghibur dan mengandung nilainilai moral di dalamnya.

Jenis-jenis dongeng antara lain (1) mitos: bentuk dongeng yang menceritakan hal-hal
magis seperti cerita tentang dewa-dewa, peri atau Tuhan; (2) sage: dongeng kepahlawanan,
keberanian, atau sihir seperti sihir dongeng Gajah Mada; (3) fabel: dongeng tentang binatang
yang dapat berbicara atau berperilaku seperti manusia; (4) legenda: bentuk dongeng yang
menceritakan tentang sebuah peristiwa tentang asal-usul suatu benda atau tempat; (5) cerita
jenaka: cerita yang berkembang di masyarakat dan dapat membangkitkan tawa; (6) cerita
pelipur lara: biasanya berbentuk narasi yang bertujuan untuk menghibur tamu di pesta dan
kisah yang diceritakan oleh seorang ahli; dan (7) cerita perumpamaan: bentuk dongeng yang
mengandung kiasan, contohnya adalah didaktik dari Haji Pelit. Cerita tersebut tumbuh dan
berkembang di daerah dan dinamakan cerita lokal.
“If you want your children to be intelligent, read them fairy tales. If you want them to
be more intelligent, read them more fairy tales.”
― Albert Einstein
Terdapat banyak manfaat mendongeng, salah satunya menurut Cakra (2012 : 4)
manfaat mendongeng bagi anak adalah : 1. Sebagai sarana untuk menyampaikan nasehat dan
contoh suri tauladan 2. Membentuk perilaku yang baik sesuai dengan misi yang terkandung di
dalam cerita 3. Menyampaikan ajaran agama 4. Sebagai sarana hiburan, sederhana, efektif dan
menarik 5. Merangsang perkembangan bahasa 6. Merangsang perkembangan moral 7.
Merangsang Kreativitas 8. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi 9. Memperkenalkan
norma-norma.

Menurut Sulistyarini (2006), dongeng mengandung nilai luhur bangsa, terutama nilainilai budi pekerti maupun ajaran moral. Apabila dongeng dikaji dari sisi nilai moral, maka
dapat dipilah menjadi nilai moral individual, nilai moral sosial, dan nilai moral religi. Adapun
nilai-nilai moral individual meliputi (1) kepatuhan, (2) keberanian, (3) rela berkorban, (4) jujur,
(5) adil dan bijaksana, (6) menghormati dan menghargai, (7) bekerja keras, (8) menepati janji,
(9) tahu balas budi, (10) rendah hati, dan (12) hati-hati dalam bertindak. Nilai-nilai moral sosial
meliputi (1) bekerjasama, (2) suka menolong, (3) kasih sayang, (4) kerukunan, (5) suka
memberi nasihat, (6) peduli nasib orang lain, dan (7) suka mendoakan orang lain. Sementara
itu, nilai-nilai moral religi meliputi (1) percaya kekuasaan Tuhan, (2) percaya adanya Tuhan,
(3) berserah diri kepada Tuhan atau bertawakal, dan (4) memohon ampun kepada Tuhan.

Karya Sastra Dongeng sebagai Media Pembentukan Karakter
Karya sastra dapat berfungsi sebagai media katarsis. Sastra sebagai media katarsis
dalam pembelajaran sastra dapat dimanfaatkan secara reseptif (bersifat menerima) dan
ekspresif (kemampuan mengungkapkan) dalam pendidikan karakter. Pemanfaatan secara
reseptif karya sastra sebagai media pendidikan karakter dilakukan dengan dua langkah yaitu
(1) pemilihan bahan ajar, dan (2) pengelolaan proses pembelajaran. Karya sastra yang dipilih

6

sebagai bahan ajar adalah karya sastra yang berkualitas, yakni karya sastra yang baik secara
estetis dan etis. Maksudnya, karya sastra yang baik dalam konstruksi struktur sastranya dan
mengandung nilai-nilai yang dapat membimbing peserta didik menjadi manusia yang baik.
Dongeng sebagai salah satu media pembentukan karakter dalam sarana implementasi
pendidikan karakter mempunyai nilai fungsi dan manfaat, diantaranya:
a. Alat pendidikan budi pekerti yang paling mudah dicerna anak disamping teladan yang dilihat
anak setiap hari.
b. Mendongeng merupakan metode dan materi yang dapat diintegrasikan dengan dasar
ketrampilan lain, yakni berbicara, membaca, menulis, dan menyimak.
c. Memberi ruang lingkup yang bebas pada anak untuk mengembangkan kemampuan
bersimpati dan berempati terhadap peristiwa yang menimpa orang lain. Hal tersebut mendasari
anak untuk memiliki kepekaan sosial.
d. Memberi contoh pada anak bagaimana menyikapi suatu permasalahan dengan baik,
bagaimana melakukan pembicaraan yang baik, sekaligus memberi pelajaran pada anak
bagaimana cara mengendalikan keinginan-keinginan yang dinilai negatif oleh masyarakat.
e. Memberikan barometer sosial pada anak, nilai-nilai apa saja yang diterima oleh masyarakat
sekitar, seperti patuh pada perintah orang tua, mengalah pada adik, selalu bersikap jujur, dan
mencintai lingkungan.
f. Memberikan pelajaran budaya dan budi pekerti yang memiliki relevansi lebih kuat dari pada
pelajaran budi pekerti yang diberikan melalui penuturan dan perintah langsung.
g. Memberikan ruang gerak pada anak, karena dianggap sebagai sesuatu nilai yang berhasil
ditangkap dan akan diaplikasikan.
h. Memberikan efek psikologis yang positif bagi anak dan guru sebagai pencerita, seperti
kedekatan emosional sebagai pengganti figur lekat orang tua.
i. Membangkitkan rasa tahu anak akan peristiwa atau cerita, alur, plot, dan yang demikian itu
menumbuhkan kemampuan merangkai hubungan sebab akibat dari suatu peristiwa dan
memberikan peluang bagi anak untuk belajar menelaah kejadian-kejadian disekelilingnya.
j. Memberikan daya tarik bersekolah bagi anak karena di dalam dongeng terdapat efek rekreatif
dan imajinatif yang dibutuhkan anak usia dini.
k. Mendorong anak memberikan makna bagi proses belajar terutama mengenai empati
sehingga anak dapat mengkongkritkan rabaan psikologi mereka bagaimana seharusnya
memandang sesuatu masalah dari sudut pandang orang lain. Dengan kata lain, anak belajar
memahami sudut pandang orang lain secara lebih jelas berdasarkan perkembangan psikologis
masing-masing.
Dalam menggunakan karya sastra dongeng sebagai sarana implementasi pendidikan
karakter, pemilihan dongeng yang baik sangat diperlukan untuk menghasilkan hasil
pembelajaran sesuai dengan tujuannya. Terdapat beberapa kriteria yang diperlukan dalam
memilih dongeng sebagai media belajar, kriteria pemilihan dongeng menurut Cakra (2012 : 4)
adalah sebagai berikut : 1. Mengandung unsur-unsur alami pendidikan dan agama 2.
Mengandung nasehat dan contoh suri tauladan dan akhlaq yang mulia 3. Dongeng tersebut
tidak merusak perkembangan kepribadian anak. 4. Berikan suasana yang menarik ketika
menyampaikan dongeng (gembira, sedih atau marah dsb.)
Pembentukan karakter melalui dongeng di sekolah dapat dilakukan dengan berbagai
cara, diantaranya melalui cara-cara berikut ini: (1) mewajibkan siswa untuk membaca dongeng
sekali setiap minggu yang disediakan perpustakaan sekolah; (2) guru membacakan dongeng
yang menarik di depan kelas seminggu sekali, (3) lima menit sebelum pelajaran dimulai, siswa
membaca dongeng yang disukainya; (4) siswa mencatat nilai-nilai moral dari dongeng yang
telah dibaca; (5) guru menugasi siswa membuat rigkasan mengenai dongeng yang dibacanya
seminggu sekali; dan (6) membuat kliping dongeng dari majalah atau koran semiggu sekali.

7

Simpulan
Apresiasi sastra di Sekolah Dasar dapat berupa sebuah pembelajaran sastra kepada
siswa SD. Terdapat banyak sekali dari pembelajaran sastra, salah satunya sastra dapat
digunakan untuk mengembangkan serta membentuk karakter anak. Hal tersebut tentunya juga
dapat menunjang keberhasilan perencanaan pendidikan karakter di Indonesia. Ada beragam
materi yang dapat digunakan untuk pembelajaran sastra, di antaranya adalah puisi (pantun,
syair, puisi, dan sebagainya), fiksi (cerpen, novel, novelet, dongeng, dan sebagainya), serta
drama. Untuk pembelajaran, materi ini menyesuaikan dengan tingkat usia dan kelas. Namun,
dongeng merupakan sastra yang sekiranya tepat untuk diajarkan kepata semua tingkatan kelas
di Sekolah Dasar. Oleh karena itu, dongeng sekiranya dapat dijadikan sebagai sarana
implementasi untuk pendidikan karakter.

Referensi
Sulandri, N., Suwignyo, H., & Hasanah, M. (2017, Agustus). Pengembangan Bahan Ajar
Interaktif Membaca Teks Dongeng Untuk Siswa. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan
Pengembangan, 2(8), 1132-1140. DOI: 10.17977/jptpp.v2i8.9892
Habsari, Z. (2017, April). Dongeng sebagai Pembentuk Karakter Anak. BIBLIOTIKA: Jurnal
Kajian Perpustakaan dan Informasi, 1(1), 21-29.
DOI: http://dx.doi.org/10.17977/um008v1i12017p021
Fitriyyah, D. (2014, Mei). Pendidikan Karakter Melaui Kegiatan Mendongeng Di TK ABA
dan TK Masyithoh Petahanan Kebumen. Jurnal Ling Tera, 1(1), 66-75.
DOI: http://dx.doi.org/10.21831/lt.v1i1.2470
Giyono, W., Sentono, T. (2014). Pelaksanaan Penddikan Moral di Sekolah Dasar Kota
Yogyakarta. Jurnal Penelitian BAPPEDA Kota Yogyakarta, 10, 6-12.
Maulana, H. (2016). Pelaksanaan Pendidikan Karakter Di Sekolah Alam. Jurnal Kasanah
Ilmu, 7(1), 21-31.
Judiani, S. (2010, Oktober). Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar Melalui
Penguatan Pelaksanaan Kurikulum. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 16(3), 280-289.
Hakim, L. (2014, Agustus). Upaya Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar
Negeri Sosrowijayan.
(http://eprints.uny.ac.id/13480/1/SKRIPSI_LUKMAN%20HAKIM%20ALFAJAR_PGSD_0
9108241083.pdf diakses pada 27 April 2018, 9:34 PM)
Doni Koesoema, A. 2007. Pendidikan Karakter. Jakarta: Grasindo.
Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi
Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter
Bangsa. Jakarta: Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan Pengembangan.
Kanzunnudin, M. (2012). Peran Sastra Dalam Pendidikan Karakter. 195-204.
(http://eprints.umk.ac.id/384/1/PROSIDING_SEMINAR_NASIONAL_PENDIDIKAN_%28
PENDIDIKAN_UNTUK_KEJ.205-214.pdf diakses pada 25 April 2018)

8

Resmini, N. Pembelajaran Apresiasi Sastra di Sekolah Dasar Melalui Implementasi Strategi
Directed reading Activity.
(http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/1967
11031993032NOVI_RESMINI/PEMB.APRESIASI__SASTRA_DI_SEKOLAH_DASAR.pdf diakses
pada 28 April 2018)
Durachman, M. 2014. Pengajaran Apresiasi Sastra : Modul 1 - Hakikat Pembelajaran Sastra.
Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Tripungkasingtyas, S.Y. (2016). Pembelajaran sastra di sekolah dasar melalui karya sastra
cerita rakyat sebagai salah satu bentuk pengenalan budaya nusantara.
(http://s3pbi.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2016/01/Sri-Yuniarti.pdf )
Azkiya, Hidayati. Pembelajaran Apresiasi Sastra Anak Di Sekolah Dasar. Jurnal Cerdas
Proklamator. Vol 2, no 1.
Hidayat, Arif. 2009. Pembelajaran Sastra di Sekolah. Jurnal Pemikiran Alternatif
Kependidikan. Insania Vol.14. No.02 Mei-Agustus 2009.
Heryanto, Dwi. 2013. Sastra Anak dalam Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian
Pendidikan. Universitas Pendidikan Indonesia. Edutech. Tahun 12, Vol.1 No.1 Februari
2013.
Susanti, R.D. Pembelajaran Apresiasi Sastra Dasar. 2015.
(http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/elementary/article/download/1447/1323 diakses
pada 29 April 2018)
Zulela, M.S. 2012. Pembelajaran Bahasa Indonesia Apresiasi Sastra di Sekolah Dasar.
Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Offset
Djuanda, D. 2014. Pembelajaran Sastra di SD dalam Gamitan Kurikulum 2013. Mimbar
Sekolah Dasar, 1(2), 191-200. DOI 10.17509/mimbar-sd.v1i2.882
Sukma, E. 2016. Kompetensi Kognitif Pembelajaran Apresiasi Sastra di Sekolah Dasar.
Jurnal Gramatika: Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 2(1). DOI
10.22202/jg.2016.v2i1.1395
Aminuddin. (2001). Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru
Akbar, S. 2016. Model Pembelajaran Nilai dan Karakter Berbasis Nilai-Nilai Kehidupan di
Sekolah Dasar. Jurnal Ilmu Pendidikan, 17(1), 46-54. DOI 10.17977/jip.v17i1.2619
Isnanda, R. 2015. Peran Pengajaran Sastra dan Budaya Dalam Pembentukan Karakter Siswa
Sekolah Dasar. Jurnal Gramatika, 1(2), 174-182. DOI 10.22202/jg.2015.v1i2.1237
Saryono, Djoko. 2009. Dasar Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Elmatera Publishing.
Batari, U.T, Tolla, A, Tang, M.R., & Anshari. 2015. Development of Teaching Materials
Based on Indonesian Folktale in Gowa District. Journal of Language Teaching and Research,
(Online), 6 (6):1216—1224,
(http://search.proquest.com/docview/1734852492/82002FDB465041D6PQ/1?accountid=386
28).

9

Wiliandani, A.M., Wiyono, B.B., & Sobri, A.Y. 2017. Implementasi Pendidikan Karakter
dalam Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Humoniora, 4(3), 132-142.
DOI 10.17977/jph.v4i3.8214
Sulistianingsih, E. 2017. Efektifitas Model Pembelajaran Berbasis Digital untuk
Meningkatkan Emosi Peserta Didik. Jurnal Penelitian Pendidikan, 34(2), 121-126.
(https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JPP/article/viewFile/7252/121-126)
Unsriana, L. (2003). Peranan dongeng dalam pendidikan (analisa terhadap lima buah
dongeng
anak Jepang). (http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=73562.)
Psikologi Universitas Muria Kudus. (2012) Manfaat dongeng.
(http://psikologi.umk.ac.id/2011/01/manfaat-dongeng-pada-anak.html.)
Fitri, A. Z. (2012. Reinventing human character: Pendidikan karakter berbasis nilai dan
etika di sekolah. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.