Antologi Sastra p - m

Antologi Sastra pm-IndonesiaKarya F. Wiggers, Tio le Soei, F.D.J.
Pangemanann, G. Francis, H. Kommer; Oleh : Pramoedya Ananta
Toer

SEPATAH KATA TENTANG
PERKENALAN &
BEBERAPA CATATAN
TENTANG PENGARANG
DAN KARYANYA
Mahasiswa: Yusaran Pauwah

Program Studi Arsitektur Pasca
Sarjana

SEPATAH KATA PERKENALAN
Ucapan terimakasih ditujukan pada Perpustakaan Museum Pusat, Jakarta, yang telah
sudi menyalinkan teks-teks induk yang diperlukan. Juga pada Yayasan Idayu yang meminjami
buku-buku pelengkap, juga pada Pak Kasoem alias Yak Jenggot, kolektor buku dari Jalan
Tanah Tinggi VI/12 A, Jakarta.
Selanjutnya terimakasih ikhlas kepada Saudara Hasjim Rach man, kebetulan Direktur
Utama Hasta Mitra pt., penerbit buku ini, yang telah berkenan memberikan catatan kaki tentang

segala sesuatu yang menyangkut Islam
1. Maksud Penerbitan Anthologi Ini:
Maksud penerbitan kembali cerita-cerita tempo dulu ini per tama untuk mengetahui dan
mengenal kembali apa yang terjadi pada sekitar awal abad ke-20. Untuk menyelamatkan apa yang
masih bisa diselamatkan dari masa lalu. Para pengamat sastra Indonesia di luarnegeri- semakin
banyak menaruh minat pada cerita-cerita dari kurun yang diterbitkan kembali dalam buku ini
baik di Prancis, Rusia, terutama Belanda, maupun Amerika dan Australia.
Pribumi yang bisa baca tulis pada waktu itu terlalu sedik, bisa dibayangkan betapa
kecilnya peredaran buku-buku tercetak, apalagi buku tulisan tangan. Sebagai pembanding,
jumlah sekolah dasar dari berbagai macam jenis antara Hindia dengan Jepang pada tahun
1900-1905. Hindia pada mnasa itu mempunyai 1.584 sekolah dasar dengan 118.011 murid;
sedangkan Jepang mempunyai 60.000 sekolah dasar dengan 3.500.000 murid ( pemberitaan
Betawi,1902). Lingkaran pembaca pada masa itu bukan Pribumi karena kondisi sisialekonominya yang terlalu rendah tetapi terutama golongan Peranakan Eropa dan Cina di kotakota dan perkebunan besar Eropa. Menurut tradisi Nusantara atau Hindia kehidupan terus
menerus dikuasai oleh cerita atau dongeng. Bahkan dua -duanya menjadi pedoman hidup dan
wadah ideologi sejak purbakala. Tak mengherankan bila orang membuka surat kabar , di bawah
nama apa pun dan terbit kapan dan di mana pun, pertama-tama orang akan tertatap pada cerita
pendek atau bersambung, baik tentang kehidupan masakini, masalalu, saduran dari cerita Eropa
atau Cina. Yang belakangan ini justru telah merajai pasaran 'cerita di Nusantara sejak baiang 20
tahun menjelang tutup abad 19. Tidak perlu heranan bila cerita "Sam Pek — Eng Tai" sampai
awal tahun 60-an. abad ini bisa menjadi lakon populer di atas panggung kornidi bangsawan,

komidi stambul dan panggung rakyat. Di Bali dianggap sebagai lakon Bali asli. Seorang sinolog
Prancis, Claudine Lombard-Salmon, kadang menulis namanya Claudine Salmon, seka rang ini

mungkin satu-satunya yang terus mempelajari saduran atau terjemahan melayu dari ceritacerita Cina yang terbit di Hindia maupun Malaya dan Singapura.
Pada masanya konsumen cerita tidak bisa dilihat dari jumlah penduduk yang bisa bacatulis saja. Biasa terjadi di kota-kota orang berpatungan untuk berlangganan suratkabar atau
membeli buku. Tidak jarang lingkaran butahuruf yang beruang menyewa seorang pembaca,
dan kalau perlu dari pembaca itu lingkaran pendengar meminta keterangan. R.M.Tirto
Adhisoerjo dalam Medan Prijaji, 1909, menulis, bahwa "bangsa Tionghoa ada sanget hargaken
soerat-soerat kabar, orang jang hanja tjoema bisa batja, ja sehingga jang tida bisa batja
sekalipoen soeda berlangganan soerat kabar disoeroeh membatjaken dan diperhatiken
betoel-betoel akan isi soc rat kabar itoe". Motif dasar yang membikin golongan atau lingkaran
masyarakat tertentu mengkonsumsi barang cetakan adalah untuk mengetahui undang-andang
positif, peraturan dan mak lumat kekuasaan Hindia Belanda, hukum positif sebagai barang,
agar mereka tidak terlibat dalam kesulitan dengan kekuasaan Hindia Be landa karena
ketidaktahuan sendiri. Dan melalui suratkabar itu m reka bertemu dengan dunianya sendiri:
dunia dongeng dan cerita.
Dibandingkan dengan jumlah pembaca dan pendengar jumlah penonton cerita yang
dilakonkan . di panggung adalah jauh lebih besar. Pengardh panggung Eropa menjelang abad
20 di Malaya dan Singapura telah melahirkan panggung non-konvensional yang oleh umum
dinamai Komecli Bangsawan. Di antara rombongan panggung yang mashur waktu itu baik di

Semenanjung, Singapura, Sumatra mau pun Jawa adalah "Komidie Indra Bangsawan Pusy" atau
nama resniinytt "Empress Victoria Jawi-Pranakan Theatre Company of Penang" pimpinan
Altar dan Mohammad Ismail dan "Komidie Bangsawan Indra Zanibar Theatrical Company of
Singapore" pimpinan S. Kasim. Karena

pengaruh panggung Semenanjung-Singa pura di

Betawi kemudian lahir "Komidie Sinar Hindia" pimpinan A. Mahieu — rombongan
panggung Peranakan Eropa (lihat juga A. Teeuw "Modern Indonesian Literature" II,
1979, hlm. 207). Di samping memperkenalkan lakon-lakon Eropa, di antaranya dan terutama
Shakespeare, juga cerita-cerita yang diterbitkan semasa, baik dalam suratkabar mau pun
dalam bentuk buku, di antaranya "Njai Isalt" karya Wiggers dan "Rossina" karya
Pangemanann, dimainkan oleh artis-artis puncak suami-istri Kramers. Pengaruh pang gung
Semenanjung-Singapura melahirkan rombongan-rombongan panggung setempat di kota-kota
besar pantai timur Sumatra dan pantai utara Pulau Jawa.
Pada sekitar awal abad ini praktis tak ada cetak-ulang walau pun memang ada satu atau
dua buku yang pernah mengalami cetak ulang sampai, 5 kali. Buku belum sampai ke
masyarakat luas. Hindia sebagai negara kolonial sangat tergantung pada permintaan komoditi
pasar dunia. Dengan pecahnya Perang Dunia I perekonomian Hindia kocar-kacir sedang
Nederland sendiri — sekali pun tak ilcut:berperang tidak kurang jeleknya. Haraparinya agar

Hindia tidal( menggunakan keadaan yang tak menentu itu dengan melepas kat . ), diri dari

Nederland telah melahirkan janji-janji politik yang tidak pernah ditepati setelah Perang Dunia
selesai. Janji politik tersebut •mengakibatnya terjadinya perkembangan politik di dalam ma syarakat yang melahirkan terjadinya pergeseran nilai-nilai. Sementa ra itu produksi dunia setelah
Perang Dunia menanjak berlipat ganda sehingga mengakibatkan overproductie, dan Malaisia.
Suasana sosial, ekonomi dan politik tidak memberikan angin segar pada panggung, malah
sebaliknya.
Pada awal tahun 20an abad ini dunia Islam mencatat suatu kejadian besar: kegagahperkasaan Kemal Pasya di wilayah Turki di Eropa yang berhasil menghalau balatentara Yunani
yang disponsori oleh balatentara Sekutu pemenang Perang Dunia I, dengan kelanjutan
berdirinya republik pertama bagi ummat Islam Turki. (Perlu diingat bahwa Turki dalam Perang
Dunia I berada di pihak Jerman dan ikut kalah!!). Berbeda dengan pendapat W.V. Sykorsky
tentang Iahirnya'nama komedi stambul seorang wartawan dari Sumatra Timur (sekarang:
Sumatra Utara) berpendapat setelah kemenangan Kemal Pasya itulah mum komedi bangsawan
berubah jadi komidi stambul. Sejak itu terjadi pergeseran repertoar, terlupakan atau dilupakan
lakon-lakon dengan tokoh Eropa, dan dikembangkan lakon-lakon dari dunia Islam. Dapat
difahami mengapa wartawan dari Sumatra Timur tersebut punya pendapat bahwa kome di
stambul punya saham yang positif pada kelahiran Sumpah Pe muda, setidak-tidaknya
dibidang bahasa, karena sejak semula ia menggunakan Melayu.
Secara pasti belum dapat ditentukan lahirnya nama komedi stambul. Suatu penyelidikan
masih diperlukan. Nama tsb. sudah dipergunakan jauh lebih lama daripada pendapat wartawan

dari Sumatra Timur tsb. Pada 1893 pernah terbit tulisan berjudul "Sair Ko medi Stambul" yang
menuturkan pertunjukan keliling rombongan panggung A. Mahieu. Penulisnya diduga adalah
Tan Tjiok San.
Ada yang menduga nama komedi stambul lahir karena thema- thema cerita diambil dari
buku "Secrets of the Court of Constanti nople", yang telah dimelayukan pada 1884, kemudian
diterbitkan kembali antara 1892 - 1898, yang menurut Tio le Soei diterjemahkan F. Wiggers
(Tio Ie Soei: "Lie Kimhok"). Menurut A. Th. Manusama dalam "Komedie Stamboel of de OostIndische Opera", 1922, pada 1891 di Surabaya didirikan opera Melayu dengan nama "Komedie
Stamboel" (lih.: Boen S. Oemarjati dalam "Bentuk Lakon dalam Sastra Indonesia", Gunung
Agung, 1971, hlm. 21).
Lakon-lakon dalam repertoar komedie stambul bagaimana pun telah diwariskan secara
meluas pada panggung lenong dan ketoprak, termasuk pakaian, dan nama tempat yang sampai
sekarang masih se- ring disebut, yakni Rum, yang berarti Romawi Timur atau Byzantium, walau
komedi stambul itu sendiri sudah lama tidak ada lagi.
Ada hubungan antara Pan-Islamisme (modern) dengan penter jemahan "Secrets of the
Court of Constantinople". Apalagi bagi orang pers. Bukankah Sultan Abdulhamid dari Turki
merupakan tokoh Pan-Islamisme (modern) di luar Afrika? Gagasan politiknya untuk

mempersatukan dunia Islam dalam melawan penjajahan Barat sejak awal tahun 80-an abad yang
lalu telah menarik perhatian dunia. Apalagi setelah Babriel Charmes pada 1881 membongkar
rancangan PanIslamisme dari luarnegeri, terutama pemuda-pemuda Turki, pada merembes

memasuki Hindia? Dan bukankah berbelas orang di antaranya tertangkap dan diusir dari
Hindia karena masuk secara gelap?
Dari sedikit bahan tsb. dapat dipastikan bahwa nama komedi stambul sudah lahir
sebelum abad 20, tetapi pergeseran repertoar memang terjadi setelah kemenangan Kemal Pasya
di Turki.
Bahwa panggung lebih greget atau komunikatif, apalagi pang gung rakyat gaya barn,
dapat dibuktikan dengan keterangan lugas: Pada sekitar tutup abad 19 dan awal abad 20 telah ada
kritik panggung. Kritikus yang cukup didengarkan tak lain dari F. Wiggers sendiri. Sebaliknya
kritik sastra baru muncul barang sepuluh tahun kemudian.
Memang benar "Njai Dasima" tetap tidak kehilangan dayatarik sekalipun naif sampai
jauh di alam kemerdekaan nasional bukan semata karena telah ditulis G. Francis. Dari
panggung bangsawan ke stambul ia diwariskan pada panggung rakyat gaya baru, lenong,
tonil, sandiwara, tanpa orang kenal siapa Francis atau pengarang atau penyair yang menulis
tentangnya. Ia adalah lakon yang sempurna plotnya, dan berhasil menampilkan type Njai yang
klasik. Dalam keadaannya yang lugas ditambahi ia menjadi rusak dan dikurangi menjadi
binasa sebagai cerita. Sedang "Soerapati" tetap hidup dan akan tetap hidup, pertama karena di
Jawa ia adalah pahlawan yang dicintai, dikagumi, sebagai budak yang toh berani menghadapi
Kompeni, konsekwen sampai tewas, diabadikan melalui media ketoprak dan wayang krucil,
dan kedua karena bangkitnya kesadaran nasional (Ian kemudian karena berkembangnya
kecintaan dan pengajaran sejarah, Melati van Java/Wiggers menampilkan Surapati menjadi

peragu pada bapak akhir, tidak sebagaimana ditampilkan dalam panggung tradisional.
Perbedaan tafsiran ini justru yang menarik dari cerita ini.
Dernikianlah penerbitan kembali cerita-cerita terlupakan dalam anthologi ini diharapkan
akan dapat membantu mengenali kembali masa-masa lewat melalui kacamata pengarangnya
masing-masing.
2 Mana Yang Harus Didahulukan:
Dalam penyusunan anthologi semacam ini memang ada masalah karya penulis mana yang
harus didahulukan: penulis Pribumi, Peranakan Eropa atau Cina (sebutan Tionghoa
dipergunakan ,secara umuin baru setelah berhasilnya aktivitas Tionghoa Hwee Koan, yang
diikuti oleh kesadaran nasional Tionghoa setelah 1900). Semestinya memang karya Pribumi yang
didahulukan, khususnya Laudin dari Lampung, yang sebagaimana halnya dengan Abdullah
bin Abdulkadir Munsyi di Malaya/Singapura, menulis atas permintaan Raffles. Dua-duanya tidak
saya masukkan dalam anthologi ini, sedang khususn y a

Abdullah

adalah

milik


Malaysia.
Adalah pekerjaan rumit untuk menyusun anthologi ini berdasarkan kenyataan tarikhi
golongan mana yang menulis dahulu, Pribumi, Peranakan Eropa atau Tionghoa. Metnang pada garis
besarnya Peranakan Eropa lebih dahulu, kemudian Tionghoa, baru setelah itu Pribumi. Tetapi
di sela-sela garis besar ini ada juga semrawut be nang-benang kecil yang bisa membantah sang
garis besar.
Garis besar itu sendiri secara sepintas dapat dinyatakan dengan fakti ,bahwa golongan
Eropa atau Peranakan Eropa yang lebih dahulu memiliki penerbitan. 14 Suratkabar (dalam
edisi tengahmingguan, mingguan, tengah-bulanan, bulanan, ataupun harian) yang terbit di
Betawi dari 1858-1900 semua milik dan dikelola oleh orartUEropa atau Peranakan Eropa,
termasuk percetakannya. 6 Suratkabar yang terbit di Surabaya dalam jangka waktu yang sama
sepenuhnya milik dan kelolaan mereka. Pada terbitan-terbitan ter sebut Pribumi dan Peranakan
Tionghoa hanya membantu tulisan atau bekerja sebagai tenaga redaksional. (Lihat juga G.P.
Rouffaer & W.C. Muller "Catalogus der Koloniale Bibliotheek", 1908, halant an 292-305.)
Memang dalam masa antara 1858-1900 sudah muncul penulis dari golongan Peranakan Tionghoa
yang cukup dikenal pada masanya, antaranya Lie Kimhok (1853-1912), tetapi juga Ibrahim ge lar
Marah Soetan (1857-1954). Lie Kimhok malah dianggap sebagai bapak "bahasa MelayuBetawi". Dalam sejarah pers di Hindia ia pernah menyusun aturan bahasa berjudul "Melajoe
Betawi, Kitab dari Hal Perkatadn-perkataan Melajoe, Hal memetjah Oedjar Oedjar dan Hal
pernahkan Tanda-Tanda Batia dan Hoeroef besar", 1884, dan sebagai keluarbiasaan malah
pernah mengalami cetakulang, 1891, tetapi ia tak dapat dikatakan seorang penulis cerita

dalam anti penuh (Lihat juga daftar karyanya dalam buku Tio Ie Soei "Lie Kimhok" halaman 8486). Marah Soetan, guru sekolah dasar dan penyusun sejumlah buku pelajaran bahasa
Melayu untuk sekolahan, memang seorang yang produktif, dalam polemik suka
menggunakan nama-pena "Poeloet-Poeloet" nasi ketan), tulisan bersebaran di berbagai
suratkabar dan majalah, tetapi dibidang penulisan cerita ia masih banyak digenggam oleh cara
tradisional, terutaina syair. Tulisan-tulisannya yang berbentuk reportase, terutama tentang Aceh
dalam Bintang Hindia , 1902 dan seterusnya, ia telah menggunakan cara yang didapatnya dari
Eropa. Tetapi anthologi ini tidak menggarap bidang ini.
Benang kecil lain yang membantah garis besar itu misalnya Yap Goan Ho yang menerbitkan
suratkabar Melayu Sinar Terang (terbit di Batavia 1888 - 1891) yang juga menerbitkan buku-buku
cerita, tetapi terjemahan dari Tiongkok (Claudine Salmon "Litertature in Malay by the Chinese of
Indonesia", belum terbit.) Karelia terbitannya berupa terjemahan, bukan expresi golongannya di
Hindia dan tentang kehidupan Hindia, barangtentu berada di luar maksud anthologi ini.
Saya sendiri cenderung menggunakan garis besar sesuai dengnn fakta-fakta yang ada,
artinja penulisan cerita yang telah melepaskan diri dari acuan tradisional dan konvensional
Pribumi, dan dengan sendirinya golongan Eropa dan lndo Eropa yang menggunakan Me layu

yang pertama-tama harus diakui. Mereka dalam kehidupan keluarga langsung atau tidak telah
terpengaruh oleh Barat dan pengucapan Barat dan sedikit atau banyak mereka mengenal
bahasa Belanda clan pustaka dalam bahasa itu.
Tentang golongan Tionghoa untuk pertama kali muncul menjadi redaktur suratkabar,

yakni Lie Bian Goan pada koran Pertja Barat (terbit: 1890-1912) itu pun tidak lama. Liem
Soen Hian pada koran Tjaja Sumatra (terbit: 1899-1933), juga tidak lama. Dua-dua soeratkabar
tersebut terbit di Padang. Baik Lie mau pun Liem digantikan oleh Pribumi, Dja Endar Muda
dan Radjo Sampono. Jauh sebelum itu Pribumi sudah memegang redaksi, yakni Stefanoes
Sandiman dan Mas Markus Garito pada majalah Bianglala (terbit: Betawi 18671872) tetapi itu
bukanlah penerbitan bebas, artinya penerbitan yang memberikan kesempatan berekspresi diri.
Bianglala adalah penerbitan Gereja.
Setelah golongan Eropa dan Peranakan Eropa menyusul go longan Peranakan Tionghoa
yang memiliki penerbitan sendiri. "Memiliki penerbitan sendiri" dapat diartikan: lebih punya
kebebasan sendiri, atas pilihan sendiri dan dengan tanggung jawab sendiri, dalam tanda
kurung, bahwa kebebasan pers sebelum 1906 hanya memiliki setengah titik kebebasan.
Penerbitan itu ialah Kho Tjeng Bie & Co dan Tjoei Toei Yang dan lain-lain di Betawi pada
menjelang tutup abad 19 dan Firma Sie Dhian Ho di Surakarta pada 1902. Pada tahun 80-an Lie
Kimhok di Bogor memang sudah punya percetakan dan Tenerbitan sendiri bahkan pernah
menerbitkan syair "Orang Prampoewan," tapi pada 1886 pindah ke Betawi, bekerja pada Pembrita Betawi dibawah Meulenhoff. Jadi kebebasannya masih sangat sementara. Lagi pula yang
dimaksudkan dengan penerbitan sendiri di sini adalah yang menerbitkan cerita-cerita seperti
termuat dalam buku ini.
Golongan Pribumi mempunyai penerbitan sendiri baru pada 1906 - 1912 dengan
munculnya NV. Javaansche Boekhandel en Drukkerij en Handel in Schrijfbehoeften "Medan
Prijaji", pimpinan R.M. Tirto Adhisoerjo di Bogor-Bandung-Betawi.

Bahwa penerbitan dan suratkabar yang dikedepankan sebagai materi pematokan di sini
sebabnya tidak lain karena pada masanya penulis cerita mendapatkan salurannya terutama
melalui suratkabar, suatu pengertian umum yang meliputi bulanan, tengah-bulanan,
mingguan, dan tengah-mingguan.
Walau pun saya cenderung menggunakan garis besar sesuai de ngan fakta-fakta yang ada
namun anthologi ini disusun berdasarkan keusiaan cerita terjadi dan bukan keusiaan cerita
ditulis. Menggunakan keusiaan yang pertama atau pun yang kedua sama-sama ada kesulitannya.
Pada yang pertama akan memakan waktu terlalu banyak dan lama untuk kerja penelitiaan.
Kesulitan pada yang kedua adalah tak dapat dipertahankan kesamaan semangat bahasa para
pengarang yang hidup dalam waktu yang berlainan. Hal ini dapat dilihat pada cerita "Pieter
Elberveld" tulisan Tio Ie Soei, yang bila dibandingkan dengan para penulis selebilmya,
tergolong pada angkatan yang jauh lebih kemudian.

. Demikianlah maka keusiaan tulisan tidak dipergunakan di sini
sedang keusiaan cerita itu sendiri yang diutamakan.
Satu hal yang juga perlu mendapat perhatian, mungkin juga kecaman, adalah bahwa
pembuka anthologi ini bukan karya asli, tetapi karya terjemah F. Wiggers, sekali pun is
sendiri pengarang cerita yang cukup produktif. Datum jilid jilid selanjutnya, bila mungkin,
karya aslinya akan ditampilkan.
3. Melayu, Bukan Indonesia:
Cerita-cerita dalam anthologi ini bukan tergolong dalam,cerita Indonesia sekali pun terjadi
di bumi Nusantara. Saya cenderung me-, masukkannya ke dalam golongan Melayu lingua franca,
sastra assimilatif atau pra-Indonesia, sekiranya kata sastra boleh dipergunakan. Di bidang
bahasa•jelas is bukan bahasa Melayu baku, tetapi Melayu yang terjadi karena pertemuan
antara berbagai bangsa dan suku di Nusantara, yang pada mulanya hanya dipergunakan
secara lisan. Dad lisan ke tulisan clan kemudian ke cetakan merupakan lompatan besar yang
meninggalkan Melayu baku tercecer di belakang untuk waktu yang cukup lama.
Melayu lingua franca merupakan fenomena • tunggal di Asia Tenggara, karena
dipergunakan dan dikembangkan oleh orang orang asing sewaktu memasuki Nusantara dari
Malaka sebagai pangkalan. Mula-mula dipergunakan oleh para mUbalig asing, juga dari
pangkalan Malaka, untuk menyebarkan Islam. Maka tidak meng herankan bila naskah-naskah
tua Tafsir Al-Qur'an yang didapatkan di sepanjang pesisir utara Pulau Jawa berbahasa
Melayu. Bahkan raja Islam pertama di Demak diperkirakan tidak berbahasa Jawa, tapi
Melayu.
Dari pangkalan Malaka juga Portugis menggunakan Melayu lingua franca untuk
mendirikan kekuasaan dan Gereja Roma 'di Nusantara bagian timur, dan menggunakannya
sebagai bahasa •kekuasaan dart administrasi, mendesak bahasa setempat menjadi "bahasa
tanah" dan mengakibatkan Melayu Maluku menjadi bahasa gereja dan pergaulan umum.
(Tentang terdesaknya bahasa setempat di Maluku dan Minahasa oleh Melayu lihat juga
tulisan Kriiger dalam "Sticusa Jaarboek" 1952):
Kemudian Kompeni -Belanda . dan sebentar juga Kompeni Inggris dari pangkalan yang
sama menggunakannya dalam memerintah 1 lindia. Malah Melayu lingua franca sekali pun
oleh sementara orang • Belanda dihinakan sebagai "brabbel Maleisch", dalam ke kuasaannya
berabad di Hindia telah menjadi bahasa administrasi Kompeni dan Hindia Belanda sampai
memasuki abad 20, atau sampai datang kesedaran pada Hindia Belanda untuk menatar Melayu
menjadi bahasa baku untuk administrasi melalui pengajaran. Melayu lingua franca ,sebagai
bahasa tangsi malah terus berlangsung sampai jatuhnya kekuasaannya pada 1942. (Lihat juga:
Prof. Dr. Ph. S. van Ronkel "Maleisch" dalam Encyclopaedie van Nederlandsch OostIndie, jilid
II, .hlm. 654-658).

Apabila Melayu tinggi atau Melayu diplomasi atau Melayu kitab kernirdian. oleh Inggris di
Semenanjuiig dim Singapura dan oleh Belanda di Hindia ditatar menjadi bahasa sekolah, dalam
memperkaya perbendaharaan kata menghisap kata-kata Arab dan Eropa dan me nabukan katakata Nusantara non-Melayu malah memperlakukan yang belakangan ini sebagai kata-kata
"asing", Melayu lingua franca sebaliknya menghisap kata dari bahasa dan dialek mana raja
seirama dengan kebutuhan penggunanya. Pola dalam • memperkaya per bendaharaan kata dari
Melayu lingua franca ini kemudian diteruskan oleh bahasa Indonesia yang pada waktu itu
belum lagi lahir.
Sebagai konsekwensi penataran Melayu diplomasi atau kitab dan pengajarannya di
sekolah-sekolah pemerintah Hindia Belanda terpaksa mendirikan Commissie voor de
Volkslectuur yang kelak lebih dikenal sebagai Balai Pustaka, sebuah penerbit pemerintak,
yang tugasnya memproduksi buku bacaan untuk pemeliharaan ba hasa Melayti yang diajarkan
di sekolah. ,
Melayu yang ditatar ini pun belum lagi dapat dikatakan bahasa Indonesia.
Memang ada kecenderungan umum untuk menamai segal.a se suatu tenting Nusantara
atau Hindia Timur di masa lalu Indonesia. Juga di bidang sastra dan bahasa. Seorang sarjana
Belanda pernah inenyatakan, bahwa llama Indonesia dipergunakan "als het om de Indonesier
gaat en om zijn vaderland" (apabila mengenai orang Indonesia clan mengenai tanaliairnya).
Saya pribadi sepenuhnya kurang setuju. Walau hidup dan berkembang di dalam masyarakat
dan di atas bumi yang sama Nusantara atau Hindia Timur mem punyai makna yang tidak
selalu sama dengan Indonesia. Yang belakangan ini mempunyai dimensi tertentu, isi tertentu,
diakibatkan oleh daya-upaya politik dan social untuk mencapai kemerdekatin nasional clan
berpemerintahan sendiri dengan segala konsekwensi nya. Sarjana-sarjana ethnologi dan etnografi
Barat menggunakan narna Indonesia bukan dengan dimensi yang kita kenal. Pada 1910 1912
ada sebuah percetakan di Weltevreden bernama "Indonesische Drukkerij". Nama itu lebih
banyak mengandung pengertian geografis yang samar atau ethnologis semata. Tetapi bila
pada 1913 R.M. Soewardi Soerjaningrat mendirikan "Indonesische Pers bUreau" di Den
Haag dan pada 1928 L.N. Palar juga di Nederland mendirikan persbureau "Indonesia", di
dalamnya sudah terkandung dimensi yang kita kenal.
Indonesia sepenuhnya pengertian politik sejak 1917 dengan di gunakannya dalam narna
"Indonesische Verbond van Studeerenden" di Nederland, nama barn "Indische Vereeniging",
sebagai

akibat

kedatangan

tiga

serangkai

Tjipto

Mangoenkoesoerno,

Soewardi

S o e r j a n i n g r a t d a n D o u w e s D e k k e r d i n e g e r i i t u s e b a g a i buangan politik Hindia
Belanda. (Lihat juga: "Pidatonya Toean Mohammad liana dalem soewal Politick clan
Pergerakan Bangsa" dalam "Tan Boen Kim's pridato", halaman 251-6, dikutip clari Indonesia
Merdeka). Tetapi Indic atau kata-jadian Indisch yang dipergunakan oleh Indische Partij dan
tiga serangkai DouWes DekkerSoewardi-Tjipto sedikit-banyak adalah Indonesia sebagaimana

kita artikan sekarang. Dan dengan dipergunakannya Indonesia pada nama partai-partai
politik mulai 1923, balk berazaskan non mau pun ko-operasi terjadilah konsensus, bahwa
nama itu mengandung di dalamnya kehendak, kematm, sebagaimana -dirumuskan dalam
Sumpah Petnucla.
Mungkin kecenderungan saya memasukkan tulisan-tulisan da lam anthologi ini ke dalam
tulisan Melayu akan mengundang sanggahan. Bila demikian kecenderungan itu menjadi
produktif, artinya tidak sia-sia.
4. Kelahiran Penulisan Baru:
Tulisan-ttilisan dalam anthologi ini dipilih yang mengandung pengelihatan barn alas
dunia, sebagai akibat dari ants pemikiran baru, semata alas kemanan sendiri, atas narna
sendiri clan dengan tanggungjawab sendiri. Tidak mengherankan bila mereka ditulis oleh
golongan menengah kota sebagai akibat atau produk perkembangan dan pertumbuhan
ekonomi perdagangan. Sekalipun kebebasan ber pikir dan menyatakan pendapat dan perasaan
dalam batas-batas tertentu, yang dimungkinkan oleh ,kehidupan ekonomi perdagangan telah
tersedia namun pada tingkat pertama tak dapat diharapkan terlalu banyak akan lahirnya
kesedaran budaya. Para penulis pada umumnya masih "diperbudak" oleh materi tulisan, suatu

-

hal yang mengganggu integritas mereka sebagai penulis. VValau demikian me rVca sudah berfaal
sebagai perintis pemikiran baru, telah memandang drimeriganggap serta menghampiri dunia
dengan cara baru. Ciri daripada semua itu dalam penulisan, sekali pun masih terasa lemah,
adalah pernyataan diri pribadi (self expressi), yang tidak terdapat °la- lam sastra tradisionalkonvesional lama.
Dark jurusan itu tulisan-tulisan tersebut ,rnendapat tempatnya dan rnerupakan materi
dalam sejarah sosial dan sejarah bahasa dan sastra khususnya. Tanpa perintisan karya-karya ini
adalah sulit dibayangkan 'bagaimana sastra Indonesia kelak mendapatkan bumi untuk lahir
dan berkembang. Apalagi, mengingat bahwa penalaran dalam alam pikiran Pribumi mernakan
proses yang keliwat lama diakibatkan oleh kebijaksanaan politik pengajaran dan pendidikan
Hindia Belanda yang terkenal angkuh dan petit.
Yang penting adalah, betapa pun samar sebagai percobaan seja rah, pernyataan diri
pribadi telah tercermin dalam tulisan. Dan saya tidak banyak mempertimbangkan segi
pemihakan para pengarangnya, pada Pribumi atau pada Non-Pribumi, karena untuk sampai
pada kelonggaran itu masih dibutuhkap waktu yang pada umumnya Foira pengarangnya tidak
mengalami. Juga saya sengaja tak melakupenilaian terhadap karya-karya dalam anthologi ini. Hal itu teiseiah pada para pembaca
dan pengamat. Kalau toh ada secercah penilaian dalam Kata Perkenalan ini hal itu semata karena
tak dapat dihindarkan.
pernyataan diri pribadi para penulis di sini saya nilai sebagai ke lahiran manusia bebas

dengan segala konsekwensinya. Dan itulah yang terpenting.

5. Urutan Isi Anthologi ini:
1 Urutan isi anthologi ini di samping berdasarkan keusiaan kejadi- an juga mengikuti
urutan perkembangan politik-sosial-ekonomi dalam tahap-talutpnya yang semakin buruk bags
Pribumi dalam pen- jajahan Eropa antara abad 17 dan 19. Memang ada cerita dalain  Melayu
tentang dan dari masa lebih tua daripada semua cerita dalain anthologi ini, sebuah karya
terjemahan von Dewal dari buku harian "Kapitan - Bontekoe", yang berkisah sedikit atau
banyak tentang pembangunan kota Batavia, tetapi dari semangatnya cerita tersebut sulit dapat
dikelompokkan pada jenis isi anthologi ini, maka saya tinggalkan. Kekosongan ini yang
menyebabkan cerita pertama ditempati oleh "Scierapati" yang melambangkan tahap sejarah
penjajahan waktu Pribumi masih mempunyai kemampuan untuk me lawan Kompeni secara
terbuka. Dan bahwa pembukanya bukan cerita asli tetapi karya-terjemah kiranya dapat juga
dianggap sebagai lambang proses awal masuknya pengaruh peradaban Barat.
Tahap kedua diwakili oleh cerita kedua yang melambangkan kemerosotan kondisi
politik-sosial-ekonomi dan militer Pribumi dibandingkan dengan tahap pertama, yakni tahap di
masa perlawanan terbuka sudah mulai patah. Pribumi masih tetap berusaha melawan Kompeni
tetapi tidak lagi terbuka, hanya berkomplot dengan makna militer yang semakin kurang berarti,
bersembunyi-sembunyi, untuk kemudian dipatahkan dengan lebih mudah. Tahap ini diwakili
oleh cerita "Pieter Elberveld".
• Tahap ketiga semestinya adalah cerita-cerita tentang usaha per lawanan terbuka dari
bentuk letupan terakhir seperti terjadi dalam dekade kedua sampai ke sembilan abad lalu
bahkan juga dekade pertama abad 20, yang terjadi secara berdiri sendiri-sendiri dan terpisah
hampir di seluruh Hindia, tetapi sayang saya tidak mempunyai
kesempatan cukup luas dan banyak untuk rnendapatkan kehormatan mengerjakannya.
Maka untuk kesekian kalinya diserukan di sini bantuan dari semua yang berminat dan
memiliki materi dengan ucapan terimakasih sebelum* dan sesudahnya.
Tahap keempat adalah cerita-cerita di waktu Pribumi tanpa dapat menawar atau
bertahan lagi terpaksa menjadi golongan nomor kesekian setelah bangsa-bangsa pendatang,
dengan sekranjang kom-, plex dari bangsa yang terkalahkan di tanahairnya sendiri. Dalam ta hap ini antara bangsa-bangsa pemenang dan lapisan tertentu, go longan Pribumi yang
dikalahkan mulai .teriadi

persinggungan tanpa

senjata

sebagai

akibat

persinggungan-

kepentingan, sebagai yang memerintah dan yang diperintah, sebagai tuan dan budak, baik yang
terjadi dalam pemerintahan, perkebunan non-Pribtni mau pun di dalam rumahtangga.
Pernah sebelum 1965 cerita-cerita yang berdasarkan persing - gungan multi-rasial

antara Priburni dan bangsa-bangsa pendatang ini pays' namai sastra assimilauf atau pmIndonesia (Lihat juga Postscmpf,,C.W. Watson, dalam tulisannya "Some Preliminary Remarks
on Ittie Antecedent of Modern Indonesian Literature" dan W.V. gylcgrsky dalam "Some
Additional Remarks on the Antecedents of M .9dern Indonesian Literature"). Tetapi pada masa
itu minat dan peOatian terhadap pengertian itu praktis tidak ada. Walau pun me- nu it
pertimbangan saya nama itu masih relevan dilihat dari hakikat
semua itu terserah pada yang mempunyai minat dan perha tian Dalam persinggungan
multi-rasjal ini bukan saja kekuasaan yang,mernainkan peranan, juga dan terutama peradaban
dan kebu dayaan yang saling merembes dan sating dirembesi yang akan me ninggallcan
pengaruh lebih menetap atau setidak-tidaknya lebih berumur panjang dan lebih hidup. Akhir
kata para budayawan dan para ahli ilmu sosial yang lebih berhak menggarapnya sampai tuntas.
6. Tanpa Perubahan Bahasa dan Ejaan:
Cerita-cerita dalam anthologi ini secara teori tidak mengalami perubahan. Baik
keseluruhan bentuk mau pun ejaan ditampilkan kembali dalam keadaan asal, termasuk
ketidak-konsisten-annya dalam ejaan, sekali pun penyusun, mencoba sekedar menguranginya.
Ejaan Ophuysen, 1901, untuk waktu nisbiah lama belum diikuti oleh umum, termasuk
pers Melayu,, dan berlaku baru di lingkungan dinding-dinding sekolah. Juga bahasa yang,
dipergunakan secara teori tidak mengalami sesuatu perubahan, tetap dalam wujudnya
sebagai lingua franca dalam berbagai tingkat sesuai dengan kemam , puan para penulisnya
masing-masing. Justru dengan penyajian demi , loan pembaca sckarang dapat, mengenali
wajah, sebenarnya dari
Melayu lingua franca dalam penulisan cerita dan sedikit-banyak juga tercerminkan
dalam jurnalistik. Lingua franca inilah yang kemnclian mengalami perkeinbangan dari lisan
melalui pers kemudian menjadi bahasa perjuangan, bahasa politik dan oraganisasi. Organi sasi
modern Pribumi pertama, Sarekat Prijaji, yang berdiri pada 1906, menggunakan Melayu
lingua franca sebagai bahasa organisasi, demikian juga Sarekat Dagang Islamijah, yang berdiri
pada 1909,clan kemudian diteruskan oleh Sarekat Islam clan yang lain-lain. Barang-barang
cetakan peninggalan organisasi-organisasi tersebut dapat dipergunakan sebagai bukti relevansinya
lingua franca ini dengan sejarah perjuangan bangsa. Sarekat Islam dengan Afdeling,
Afdelingnya telah menerbitkan harian, mingguan, tengalt mingguan dan bulanan, sebanyak tak
kurang dari 20 judul, kebanyakan di Jawa, yang berarti sebagian terbesar menggunakan lingua
franca.
Pentingnya Melayu lingua franca pada masanya juga menjadi sebtib penerbitan
anthologi ini.
7. Sikap Politik:

Walau pun hidup dalam alam kolonial para penults dalam anthologi ini mempunyai sikap
politik yang berbecla-beda. Melati van Java hampir dapat dikatakan tidak bersikap kolonial.
Malah ada keeende- , rungan bersitnpati pada "Soerapati", seorang budak yang berani melawan
kekuasaan Kompeni. Mengherankan, bahwa tulisan itu dibuat pada abad yang lalu. Sebaliknya
Tio Ie Soei yang menulis pada tahun dua puluhan abad ini nampak berpandangan kOlonial.
Bila G. Francis juga berpandangan kolonial hal itu tidak rnengherankan karena ia menulis
dalam abad yang lalu. F.D.J. Pangemanann dapat dikatakan merupakan tokoh perbatasan.
Kadang ia dapat bersikap kolonial, kadang ragu untuk tidak kolonial sebagaimana nampak
dalam, tulisannya "T jerita Rossina".
Mengherankan untuk masanya adalah H. Kommer dengan tulisannya "Nji Paina" yang
dapat dikatakan telah bersikap anti-kolonial. Sikapnya dapat dinilai sangat maju untuk
masanya dan karenanya patut mendapatkan perhatian yang cukup Ittas dalam penelaahan sosial
dan politik.
8. Penutup:
Sebagai

penutup sekali lagi diucapkan terimakasih pada semua

pihak

yang

mernungkinkan penerbitan anthologi ini, juga pada Hasta Mitra pt., penerbit buku ini, yang
berani menerbitkan buku ' eksperimental seperti ini yang bukan tanpa risiko.
Akhirnya terimakasih tak terhingga diucapkan pada Nyonya Haji Nursiah Thainrin
thin keluarga yang menyecliakan tempat te,nang yang mernungkinkan naskah buku ini dapat
diselesaikan.
9. Susulan
Menjelang naskah buku ini naik ke mesin percetakan Sdri. Claudine Salmon memberikan
pada saya salirian naskahnya "Literature in Malay by the Chinese of Indonesia. A Provisional
Annoted Bibliography'? khususnya "Appendix I. A Note on Printers, Publishers and BoOksellers".
Di camping itu juga bahan tentang Francis. Sedang Sdr. J. Erkelens memberikan bahan tentang
Kommer.
Berhubung pertimbangan teknis surnbangan-sumbangan yang talc terhingga nilainya
tersebut tak dapat dicernakan secara mantap dalam penerbitan [xi tama ini dan baru dapat
disisipkan saja. Untuk itu banyak-banyak terimakasih diucapkan pada Sdri. Claudine Sal mon dan
Sdr. J. Et kelens.

Pramoedya Ananta Toer 1981.

BEBERAPA CATATAN TENTANG PENGARANG DAN KARYANYA
1. MELATI VAN JAVA/F. WIGGERS DAN SURAPATI.
Melati van Java adalah nama pena Nicolina Maria Christina Sloot (1853-1927),
seorang wanita Belanda yang banyak menulis tentang kehidupan Flindia semasa penjajahan
Belanda. Salah satu karyanya' adalah "Van Slaaf .tot Vorst" yang berkisah tentang perlawanan
Surapati terhadap kekuasaan Kompeni dalain abad 17 dan tahun-tahun pertama abaci 18.
Sebuah fragmen karya tersebut telah diterjemahkan dan di umumkan dalam "Bianglala
Sastra, Bunga Rampai Sastra Belanda tentang Kehidupan di Indonesia" (Jakarta, 1979, him.
147 - 152) tulisan kembali Dick Hartoko dari "Oost-Indische Spiegel" karya Rob
Nieuwenhuys.
Seluruh buku "Van Slaaf tot Vorst" telah diterjemahkan ke dalam Melayu lingua
franca oleh F. Wiggers di bawah judul "Dari Boedak sampe djadi Radja" (Betawi, 1898, 2 jilid,
402 him.). Dalam anthologi ini diterbitkan kembali terjemahannya khusus bagian ke-6 dari jilid
kedua. Alasan pilihan ini adalah adanya simbolik perbenturan kebudayaan dalam kehidupan
multi-rasial di Hindia, dalam hal ini Surapati yang telah terpengaruhi oleh Eropa, Robert yang
sepenuhnya Eropa walau tidak berkulit putih clan Raden Gusik Kusuma, permaisuri Surapati,
yang sepcnuhnya Jawa yang bersikap dan berlaku serta bercita-cita untuk tetap Jawa.
Setidak-tidaknya menurut fiksi Melati van Java.
Mama Wiggers cukup terkenal dalam dunia pers Hindia men jelang tutup abad 19 dan
awal abad 20. Malah ada 2 Wiggers yang terkenal sekaligus: M.D. Wiggers (atau Wiggers
senior) dan F. Wiggers (atau Wiggers junior). Dalam aiam kemerdekaan masih dikenal J.A.
Wiggers, yang bukunya diterjemahkan oleh M. Dwidjowijoto dan A. Sutan Pamuntjak:
"Permoelaan Ilmoe flitoengan".
Dalam dunia pers F. Wiggers adalah Wakil Ketua organisasi jurnalis pertama-tama
"Maleische Journalisten Bond", didirikan pada 1906 di Betawi. Ia adalah bekas kontrolir
Pangreh Praja Hindia Belanda. Dengan pengalamannya yang belakangan ini is telah menterjemahkan beberapa peraturan negeri, antaranya:
"Peratoeran Boeat Instituut Pasteur di Weltevreden dan Hal Penjakit Aridjing Gila"
(Betawi,' 1895), "Boekoe Perkara Harta Benda (Kee Hwee) pada Wees- dan Boedelkamer",
"Boekoe Perkara Hal Failliet", "Pengadilan Hoekoem", "Almanak Prijaji" (Betawi, 1898, 2 jilid).
Perhatiannya pada luarnegeri nampak dari karyanya:
"Toerki dan Joenani" (Betawi, 1897).

Dalam bidang pers sejauh saya ketahui mula-mula ia redaktur harian Pembrita Betawi
(terbit: Betawi 1884 1916), di bawah Over Bloem, kemudian sendiri memegang pimpindn.
Ia terkenal bersimpati dan mempe-hatikan perkembangan golongan penduduk
Cina, yang pada tahun-tahun pertama abad 20 menjadi gelisah karena " inengalirnya
arus pembaharuan. Ini dapat dilihat dari banyaknya iiiangan yang ia sediakan dalam harian
yang dipimpinnya sebagai tempat menyalurkan berbagai pendapat, aksi dan reaksi terhadap
Virus tersebut.
Kebijaksanaannya mengakibatkan ia bentrok dengan harian Bintank Betawi (terbit:
Betawi 1894 - 1906) pimpinan J. Kieffer, seorang yang justru anti Cina. Pihak direksi
Pembrita Betawi nampaknya tidak mau mengambil ,risiko dan tidak mendukung kebijak
sanaannya sehingga ia dengan sukarela meninggalkan .suratkabar itu mulai 1 Oktober 1901.
Dalam masa pertentangannya dengan Kieffer ia menerbitkan beberapa jilid karangan tentang
golongan penduduk Cina:
"Bangsa Tjina di Tanah Hindia-Nederland Jeristimewa di Ne geri Betawi dalam tahun
1740 waktoe Peroesoehan Orang Tjina". (Tentang karya ini saya hanya berhasil menemukan
lembar cetakcoba.jilid I), Ia juga duduk dalam redaksi Soerat Tjerita Bandera Wolanda (terbit:
Amsterdam 1900 - ?) sebuah tengah-bulanan bergambar pertama yang berbahasa Melayu
(sekolah atau "tinggi").
Beberapa bulan setelah mengundurkan diri dari Pernbrita Betawi namanya tidak
muncul lagi. Pada tahun berikutnya, 1902, ia tampil lagi merriimpin Warna Sari,mula4oula
dicetak di Bogor, kemudian di Betawi oleh W.P. Vasques di Pasar Pisang. Harian ter sebut
terbit di pagihari, Di sorehari ia mengeluarkan harian Hoekoem Hindia.
Terjemahannya "Dui 13oeclak sampe Radja" dapat ditafsirkan sebagai pernyataan
simpati pada tokoh legendaris Surapati yang 18 konsekwen menentang penjajahan Belanda
sampai akhir hayatnya. Karya F. Wiggers sendiri antara lain adalah.:
"Boekoe Lelakon Ondercollecteur Raden Beij Soerio Retno" (Betawi, 1901), sebuah
sandiwara satu babak, yang oleh C.W. Watson dalam tulisannya "Some Preliminary Remarks
on the Antecedents of Modern Indonesian Literature" dikatakan "mempunyai kemiripan dalam
konstruksi dan thema dengan sebudh sandiwara Eropa" yang tak disebut judulnya,
"Nyai (Betawi, 1901, dibukukan pada 1903),
"Nona Glatik" (Betawi, 1902, 250 him.)
"Djembatan Berdjiwa" (Betawi, 1900, 1901, 2 jilid).
"Boekoe Peringatan. Mentjeritain ,dari halnja . seorang Prampoean Islam Tjeng Kao
bernama Fatima'", Batavia, 1908.
"Sair Java-Bank dirampok", (tahun?)
Menurut Tio le Soei dalam bukunya "Lie Kimhok (1853 - 1912)" F. Wiggers juga telah
menterjemahkan "The Secrets of the Court of Constantinopel" yang diterbitkannya dalam jilid

jilid kecil antara tahun 1892 sampai 1898. W.V. Sykorsky, seorang Rusia, berdasarkan
keterangan tsb. menduga dalam tulisannya "Some Additional Remarks on the Antecedents of
Moderns Indonesian Literature" bahwa istilah kornedie starnboel berasal .dari jilid-jilid terjemahan tsb. Dugaan tsb. memang mempunyai dasar karena disam ping pekerjaannya yang
banyak F. Wiggers juga aktif membantu perkembangan panggung Melayu, bahkan juga
kritikus panggung Melayu pertama-tame di Hindia.
Juga diketahui bahwa ia membantu Lie Kimhok dalam memelayukan cerita Prancis
karya Alexandre Dumas "Le Comte de Monte Cristo".
Dalail anthologi jilid selanjutnya karya Wiggers akan diterbit kan kembali. Dalam jilid
ini, karena, pertimbangan khuSus karya aslinya belum dapat disertakan.
Kepahlawanan dan keteguhan Surapati menyebabkan ia ter angkat menjadi tokoh
legendaris. Namanya melambangkan kepahIawanan clan keteguhan itu sendiri. Apabila salah
seorang pemberontak di Kalimantan dalam melawan Kompeni menggunakan nama Surapati
hal itu bukan suatu kebetulan. Di Maluku terdapat punk yang menggunakan nama
Soripatty, juga berasal dad nama pahlawan ini. Pada tahun duapuluhan di S1.1kabumi terbit
majalah berbahasa Sunda bernama "Soerapati" sedang "verantwoordelijk redactetenya
bernama atau menamakan diri: Oentoeng. Seorang pengarang drama pernah memilih
Surapati sebagai nama penanya. Danbanyak lagi pernyataan yang bersumber pada kekaguman
pada pahlawan yang pantang menyerah ini. Dan memang sejak Surapati angkat senjata
melawan Kompeni dalam abad 17 ia sudah dikagumi dan dicintai. Bukan kebetulan
riwayatnya menjadi lakon favorit dalam wayang krucil. C.W. Watson mendapatkan sebuah
iklan dalam mingguan Hindia Serikat, Bandung; 1913, bahwa Abdoel Moeis akan mengumumkan
cerita bersambung "Soerapati" dalam sk. Kaoetn Moeda (terbit: Bandung 1914- 1940). Dalam
buku cerita tsb. Baru terbit pada 1950 oleh Balai Pustaka, dan What diterjemahkan dalam
beberapa bahasa asing.
Pada 1935 Dr. H.J. de Graaf menerbitkan studinya "De Moord op Kapitein Franqois
Tack". Dr. Ann Kumar menerbitkan studinya tentang Surapati dalam bukunya "Surapati, Man
and Legend; a study of three babad traditions", Leiden, 1976.
TIO IE SOEI DAN PIETER ELBERVELD.
Pada 1980 selepas dari tahanan Pulau Buru saya perlukan men- can Tio le Soei di
sekitar Tanah Abang Bukit, Jakarta. Pada 1962 - 1965' masih saya anjurkan pada para
mahasiswa untuk sering datang paclanya guna mendapatkan bahan, karena selain seorang
wartawan dari,angkatan lama ia pun seorang pengarang dan seorang dokumen tator yang rapi.
Mungkin saya kurang cekatan dan kurang ulet. Orang sudah tak kenal lagi siapa Tio le Soei.
Jadi saya hentikan pencarian itu. Karenanya maaf sebesar-besarnya pada keluarga almar hum,
karena telah menerbitkan kembali karyanya tanpa minta persetujuan sebelumnya.

Pada pertengahan 1981 secara kebetulan terbaca oleh saya tulis an Claudine LombardSalmon Tio le Soei Journaliste et Hotnme de Lettres de Jakarta (1890 - 1974) dalam berkala
"Archipel" 14, Paris 1977; Jadi waktu saya mencarinya ia telah 6 tahun meninggal dunia. Sertamerta saya pergunakan bahan tersebut dalam tulisan ini, malah jadi petunjuk pada bahanbahan tambahan.
Tio Ie Soei dilahirkan di daerah Pasar Baru, Betawi, pada 1890. • Ibtinya seorang Tionghoa
Peranakan sedang ayahnya seorang sinkeh dari Fukien Selatan, Cina. Pendidikan formal adalah
sekolah dasar Belanda swasta. Ia mempelajari juga bahasa Inggris dan Jerman dan tahu
sedikit bahasa Tionghoa dan Prancis.
Pada umur 16 (1905) ia mulai berkecimpUng dalam jurnalistik, sebentat bekerja pada
harian Sinar Betawi (sayang saya tidak bisa menemukan kembali harian ini) dan pada tahun itu
juga pada harian Perniagaan (terbit: Betawi 1907 - 1930) sampai tahun 1920. Karena sakit ia
tetirah selama 5 tahun di Pengalengan, Bandung Selatan. Untuk penghidupannya ia bertani
sayuran dan sementara itu kawin dengan putri pencetak Perniagaan. Dalam tetirah itu ia
menulis berbagai artikel di harian Bintang Soerabaia (kelanjutan dari harian Bientang Tirnoor,
terbit: Surabaya 1861; 1887 mulai menggunakan nama Bintang Soerabaia sampai 1924),
Warna Warta (terbit: Betawi 1914 - 1933), Kong Po (terbit: Betawi 1921) dan tentu saja
Perniagaan. la juga membantu bulanan Li Po (terbit: Sukabumi 1901, yang pada 1925 diubah
namanya jadi Sin Bin, terbit: Bandung).
Masa Pengalengan adalah masa penting dalam kehidupannya. Pada 1924 ia mencoba
memperbaiki mutu bacaan Melayu-Tionghoa yang tidak memuaskannya di bidang
penggunaan bahasa mau pun Cara penerbitan dengan jalan menerbitkan sebuah berkala
cerita bernama Tjerita Pilihan.
Sebentar ia, tinggal di Tjirebon menjadi agen dagang tanpa sukses. Pada 1925 1926
ia pindah ke Kalimantan mengemudikan harian Bintang Borneo (terbit: Banjarmasin 1925 1929). Pada 1926 ia meninggalkan Kalimantan pindah ke Surabaya mengemudikan harian
Pewarta SO erabaia (terbit: Surabaya 1902 -- 1942) sampai dengan masuknya balantentara
Jepang pada 1942. Semasa pendudukan Jepang ia mengungsi ke Mojoroto di dekat Kediri.
Dari 1953 - 1956 ia bekerja pada mingguan Liberty. Dalam pada itu sejak 1953 ia
menjabat ketua Persatuan Wartawan Surabaya. Scjak 1957 is tinggal di Jakarta sampai
meninggalnya pada 1974. Ia adalah seorang di antara banyak otodidak Tionghoa Peranakan yang
sclain giat di bidang pers juga menulis cerita, drama, dan menterjemalikan buku Eropa.
Karya Tio le Soei balk asli, gubahan mau pun terjemahan adalah: " Tj e r i t a S i e Po Gi ok
a t a w a P e r o e nt oe ng a n nj a s a t o e A na k Piatoe (Satoe Tjerita di Betawi)", Hoa Siang In
Kiok, Batavia, 1911. "Tjerita Item Poeti dan Meiradi (Doea Tjerita Pendek, Jang Pertama
kedjadian di flindia Inggris, dan Jang Kedua di Zwitser land)", terjemahan, Hoa Siang In
Kiok, Batavia 1915. "Harta Besar, Satoe Boekoe jang bergoena boeat Orang-orang jang

soeka rnadjoeken diri dalem Pergaoelan jang sopan", Tan Thian Soe, Batavia 1915.
"Liem Gie Seng", Solo 1916. "Tatjana atawa Doeka lantarati Eilok (Satoe Tjerita dari
Golongan Ambtenaar-ambtenaar di Rusland)", terjemahan, Holt Siang In Kiok, Batavia 1918,
5 jilid. "Apa Artinya Pekerdjaan? (Dari Tjatetan tentang Hal-ichwal nja beberapa Orang
Termashoer dan Hartawan besar)", Tan Thian Soe, Batavia 1920.
"Li Hung Chang (Lie Hong Tjiang). Ini Riwajat ringkes dari Staatsman Tionghoa; ada
mengasi hat begimana Pemandangannja Orang Eropa pada ini bekas Radja Moeda dan Minister
van Buitenlandsche Zaken dari Tiongkok, jang idoep di achirnja Abad ke 19 danAwalnja Abad
ke 20", Favoriet, Weltevreden 1920.
"Badjak (Kedjadian di Laoetan antara Java dan Australie)", Pek & Co, Soerabaja
1921, 2 jilid, terjemahan dari roman Belanda Zeerover. "Nona Siok Lie (Siapa itoe
Pemboenoe?)", Toko Marrie, Bandoeng 1922. "Nona Tjoe Joe (Pertjinta'an jang membawa
Tjilaka), ditoelis menoeroet tjeritanja Nona Tjoe Joe sendiri", Ang Sioe Tjing, Soera baja 1922.
"Yan Tio"; sandiwara, Bandung 1923. "Satoe Makota Radja (Tjerita di Djeman
Permoesoehan antara ZWeden dan Denemarken", Sin Bin, Bandung 1923, sebuah adap tasi
dari sebuah tulisan dari harian Belanda. "Advocaat Detectief. Tjerita Politie Resia di Frankrijk",
Tjerita Pil i ha n, Ba ndung 1924. "Pieter Elberveld. Satoe Kedjadian jang betoel di
Betawi", Wejtevreden 1924. "Sherlock Holmes", Tjerita Pilihan, Bandung 1924, gubahan
dari

karya

A.

Conan

Doyle.

"Graaf zu I3olek Wattke (Tjerita Politie Resia

di Duitschland)", Tjerita Pilihan, Bandung 1924, terjemahan.
"Sariboe Satoe Malam. Dongeng-dongeng Arab disalin dalam bahasa Melajoc Renda",
De

Pertoendjangan,

Weltevreden

1924.

"Hikajat

Pemboenoehan

Doorman.

Satoe

Pemboenoehan sanget loear biasa. Kedjadian jang betoel". Economy, Bandung 1925, dengan
menggunakan nama: Tjoa Pit Bak. "Harta atawa Istri?", Hiboeranku, Bandung 1925.
"Terloepoet

Kedjadian jang sedi di satoe Onderneming" dan "Saltima. Satoe

Kedjadian dalem Penghidoepannja saorang prempoean moeda", Economy, Bandung 1925.
"Sara Specx (Satoe Kedjadian jang betoel di Betawi di Djeman Pamerentahannja Jan
Pieterszoon Coen dalem Tahun 1629", I liboerankoe, 1926, dengan nama Tjoa Pit Bak.
"Riwajatnja satoe Boxer Tionghoa (Tan Sie Tiat)", Hahn & Co, Surabaya 1928. "Lie
Kimhok (1853 - 1912)", Good Luck, Bandung 1958, se buah biografi yang sampai sekarang
banyak dipergunakan untuk referensi. Tentang Tio le Soei sendiri dapat diikuti tulisantulisan 'di bawah ini: Tan Hong Boen: Orang-orang Tionghoa jang Terkemoeka di Java, The
Biographical Publishing Centre, Solo 1935. Gan Kang Seng: Sebuah Profile dari Per.OSastra
Assimilatif.- Tio le Soei, Lentera/Edisi Minggu Bintang Timur, Jakarta 22 Desember 1963.
SIN (Soebagyo Ilharn Notodidjojo): Tio le Soei, Wartawan sejak awal Abad btiaptiluh,
Kompas Jakarta 14 Januari 1971. Suryadinata, Leo: Prominent Indonesian Chinese in
Twentieth Century: A Preliminary Survey, Ohio University Centre . for Inter:- national Studies

Southeast Asia Program, 1972, hlm. 42. - Lombard-Salmon, Claudine: Tio le Soei,
Journaliste et Homme de Lettres de Jakarta (1890 - 1974), Archipel-14, Paris 1977. Nio Joe
Lan: Sastera Indonesia Tionghoa, Gunung Agung, Djakarta, 1962.
Tulisan tentangnja juga bisa didapatkan dalam buku-buku ten- tang sejarah pers di
Indonesia. Dakun anthologi ini diterbitkan kembali karyanya "Pieter Elberveld". Untuk waktu
yang lama cerita ini sudah tidak diingat Orang lagi. Dan walau pun sebagai tulisan fiksi
terjadi penyitnpangan-penyimpangan data, namun kejadian sesungguhnya sendiri memang
belum pernah mantap cara historis.
Pada bulan Juni 1981 tiba-tiba "Pieter Elberveld" didramakan oleh tv secara sentral dart
Jakarta. Drama ini didasarkan pada tulisan Tio Ie Soei tanpa menyebut sumber, dengan beberapa
perubahan, dimainkan oleh Zainal Abidin, Yulinar dan Yeti Surachman. Seminggu setelah itu
muncul resensi Koentjaraningrat menggunakan laporan Reykert Heere dalam memberikan
koreksi terhadap pementasan tsb. (lihat Koentjaraningrat dalam Kompas, Minggu 19 Juli
1981).
Tokoh Sarina ciptaan Tio Ie ,Soei boleh jadi tidak ada dalam sejarah. Walau demikian
dengan adanya tokoh ini dapat dijelaskan
anak seorang ibu budak dengan ayah ,rnerdeka bisa tinggal dalam status budak apabila si
ayah tidak mengangkatnya dari status ibunya (lihat juga. mts: Silang-siur tentang Pieter Erbervelt
(Kompas, Agustus 1981, hlm. VI).
Bibliografi tentang Peter Erberveld:
Roo„ Dr. L.W.G.de: De Conspiratie van 1721 (Tijdschr.Bat. Gen.K'V, 1866, 362 - 397.
Haan.; , Dr. F.de: Priangan I, 1910; 2, 210' ,, 211 dan III, 1912,
472 - 476.
H..KOMMER, KONG HONG NIO DAN PAINA
Tak banyak yang dapat diketahui tentang H. Kommer. Upaya mendapatkan .kembali
catatan-catatan lama tentangnya sia-sia belaka, sehingga saya ragu menggunakan biodata yang
didasarkan atas ingatan belaka.
Pada galibnya pengarang cerita pada waktu itu juga seorang wartawan juga penulis cerita.
Demikian juga halnya dengan H. Kommer. Ada, dua Kommer yang terkenal pada rnasanya,
H. clan H.F.R. Kommer. Saya sendiri menduga H. dan H.F.R. bukan satu tapi dua orang.
Tio le Soei pernah menjelaskan pada mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Respublika,
bahwa H. Kommer hidup dalam kesulitan. G,11. von Faber dal

Dokumen yang terkait

Anal isi s L e ve l Pe r tanyaan p ad a S oal Ce r ita d alam B u k u T e k s M at e m at ik a Pe n u n jang S MK Pr ogr a m Keahl ian T e k n ologi , Kese h at an , d an Pe r tani an Kelas X T e r b itan E r lan gga B e r d asarkan T ak s on om i S OL O

2 99 16

EVALUASI TARIF ANGKUTAN ANTAR KOTA TRAYEK TERMINAL LEMPAKE / SAMARINDA - TERMINAL SANGATTA BERDASARKAN BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN

4 108 15

STUDI PENGGUNAAN KOMBINASI FUROSEMID - SPIRONOLAKTON PADA PASIEN GAGAL JANTUNG (Penelitian di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

15 131 27

Pola Mikroba Penyebab Diare pada Balita (1 bulan - 5 tahun) dan Perbedaan Tingkat Kesembuhan Di RSU.Dr.Saiful Anwar Malang (Periode Januari - Desember 2007)

0 76 21

KONSTRUKSI BERITA MENJELANG PEMILU PRESIDEN TAHUN 2009 (Analisis Framing Pada Headline Koran Kompas Edisi 2 juni - 6 juli 2009)

1 104 3

PEMAKNAAN MAHASISWA PENGGUNA AKUN TWITTER TENTANG CYBERBULLY (Studi Resepsi Pada Mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang angkatan 2010 Atas Kasus Pernyataan Pengacara Farhat Abbas Tentang Pemerintahan Jokowi - Ahok)

2 85 24

Improving the VIII-B Students' listening comprehension ability through note taking and partial dictation techniques at SMPN 3 Jember in the 2006/2007 Academic Year -

0 63 87

Kerjasama Kemanan Antara Autralia - Indonesia Dalam Mengataasi Masalah Terorisme Melalui Jakarta Centre For Law Enforcement Cooperation (JCLEC)

1 25 5

Kurikulum Prodi Sastra Jepang Unikom

3 72 10

Topik hari ini minggu 3 Topik hari ini m

1 47 73