BUKIT CINTA cinta laura cinta laura

BUKIT CINTA
Oleh Adlia Nindya Ghassani
“Enake gawean opo yo, sing kepenak, ora abot tur gajine gede ? Opo
yo....?“ tanya Ayu. Siswi - siswi yang baru saja memasuki semester genap di
kelas 2 SMA ini sedang asik kumpul bersama di kantin seusai sekolah.
Pertanyaan yang diajukan oleh Ayu menjadi bahan pikiran mereka. “Pitik
( ayam ) ?” jawab Deva. “Angon pitik? Angel ah..kudu telaten Va.” tangkas
Ayu. “ Dudu kuwi maksudku Yu. Maksudku kuwi, awake dewe dadi pitik.”
balas Deva.
“What? Dadi pitik? Sing bener wae tho jawabane...moso pitik?” terobos
Christin, seorang asal Cina yang semenjak TK tinggal di daerah Jawa
Tengah, dia pun selalu menjadi bahan ejekan teman – temannya karena ia
selalu paling lemot dalam menangkap pembicaran teman – temannya.
“Ok, coba ceritakan, hmm “ chicken “ ? It’s very crazy, girl ! “ Lika
angkat bicara dengan senyuman.
“Maksudku kuwi Pitik. Jablay, ngerti tho? Koe kan wong Jakarta
Ka...ngerti tho? Yo, sekoncone we... Sakarepmu meh ngundange opo, yo aku
kan ora kanggo mikir, yo...insting waelah....“ jawab Deva pasrah. “Gaweanne
kuwi penak, koyoe sih... kan aku terlalu polos kanggo macem ngono kuwi.”
tambah Deva dengan nada tertawa. “Hahahahahahaha....” mereka tertawa
bersama mendengar jawaban Deva yang asal. Pertanyaan dari Ayu menutup

perbincangan mereka. Mereka memilih untuk pulang setelah itu. Aya
mengajak Lika ke suatu tempat. Sebenarnya Lika malas dan ingin segera
pulang ke rumah, tetapi ia tak enak dengan Aya, karena semenjak tadi ia
kelihatan murung dan ikut tertawa hanya sebatas formalitas.
(^,^) (^.^) (^_^)
“Ada apa Ay, kamu mengajak aku ke sini?” tanya Lika penasaran. Aya
hanya tertunduk diam, dan setelah beberapa saat ia mulai berbicara. “Ka,
ning sekolahmu biyen, sing ning Jakarta ono opo ora ‘cewek – cewek nakal’?

1

tanya Aya dengan memainkan 4 jari, 2 kanan dan 2 kiri, masing – masing jari
telunjuk dan tengah.
“Hm...ouu yang nakal kaya gitu? Orang –orang yang aku kenal sih
InsyaAllah yang aku tau sih nggak ada. Memang kenapa?” balas Lika. Aya
terdiam, di dalam hati ia bertanya – tanya apakah ia akan memberitahu Lika
akan rahasia besarnya ini. Rahasia yang orang tuanya pun tidak tahu.
Mengingat semua yang terjadi pada Lika, Lika selalu bercerita pada dirinya, ia
memberanikan diri untuk bercerita pada Lika tentang kehamilannya pada
awal kelas 2 SMA. Ia menceritakan betapa bodohnya ia sewaktu melakukan

itu dengan mantan kekasihnya dulu. Teramat bodohnya lagi, mantannya itu
berbeda agama dengan dirinya. Lika kaget mendengar itu semua, ia jadi
teringat akan mantannya. Ia baru pertama kali pacaran dan ia mendapatkan
seorang cowok yang simpel, baik dan terlihat menghormati perempuan, tetapi
bila setan telah berada di antara 2 remaja yang sedang berkencan ya
begitulah. Teringat akan betapa Lika terkaget, saat cowok yang ia sayangi itu
ingin mencium bibirnya, spontan Lika mendorong dan mengatakan dia jahat
dengan berlari.
“Ka...koe nopo tho? Kaget? Maaf yo, aku bingung meh nyeritake iki
kambe sopo...seko kenal koe, aku ngrasake koe kuwi sosok konco sing
apikan, iso dipercoyo lan nyimpen rahasia.” terdengar suara Aya makin kecil.
Lika mengangguk dan berkata, “makasih banget ya, kamu udah percaya
sama aku, hmm....” dengan merangkul Aya.
“Sami – sami...hmm, koe nopo meneh tho? Isin yo, duwe konco sing wis ora
perawan? sing dadi pembunuh calon manungso sing ora berdosa?” desak
Aya dengan nada malu.
“Nggak Aya...aku jadi keinget sama Ibel.” jawab Lika singkat.
“Ou, yo aku kelingan...maaf yo...aku ora maksud meh ngelingke koe kambek
opo sing Ibel lakokke kambek koe.” Aya berharap Lika tak bersedih lagi.
Lika berusaha menghilangkan kesedihannya, ketika ia melihat seorang

perempuan tua renta sedang berjualan dengan berteriak menjajakan
dagangannya, tiba – tiba ia memanggilnya. Ia merasa iba dengan keadaan
ibu tersebut, yang sudah tua, yang seharusnya beristirahat di hari tuanya
tetapi masih menjajakan makanan dan minuman ringan dengan membawa

2

bakul di punggungnya, yang harus mengelilingi daerah Rawa Pening untuk
menghabiskan dagangannya. Ia membeli 2 botol minuman dan 4 onde – onde
untuk mengganjal perut mereka berdua. Setelah menghabisakan jajanan
yang di beli Lika dan menikmati indahnya danau dari atas Bukit Cinta mereka
segera pulang.
(^,^) (^.^) (^_^)
Sesampainya di rumah Lika mencari sosok perempuan berkulit kuning
langsat dan berambut ikal, membuka kamar kerjanya tak ada, menengok ke
kamar tidurnya pun tak ada, tempat terakhir yang ia kunjungi adalah dapur,
tapi tak ia temukan juga paras bundanya.
Ia mengambil handphone dari saku rok abu – abunya, memainkan
jemari kecilnya di atas handphone untuk menelpon bundanya. Lagu Cinta
Pertama yang disenandungkan oleh Sherina Munaf menjadi nada tunggu

bundanya, “kau cinta pertama dan terakhirku...klik, assalamualaikum
sayang...ada apa Ka?” terdengar suara bunda setelah nada sambung
berhenti. Lika pun segera berbicara setelah tertegun sesaat mendengar lagu
itu, lagu yang pernah ia nyanyikan untuk Ibel, yang diiringi gitar klasik oleh
Ibel selama beberapa kali di 3 bulan awal mereka jadian. Lika menginginkan
bunda cepat pulang, karena ia ingin bercerita dan makan malam bersama
bunda hanya berdua, tak ada ayahnya lagi.
Setelah mematikan handphonenya, ia segera mandi, shalat dan
menyiapkan ayam goreng dan sayur bayam untuk makan malamnya bersama
bunda. Siap semua di meja makan, ia menunggu bunda pulang dengan
menonton televisi, begitu ia menyalakan...sinetron Arti Sahabat membuka
layar televisinya, terlihat Ajeng dan Yudha sedang bercanda dengan
menyebut satu sama lain dengan panggilan kesayangan yaitu putri keong dan
pangeran kodok. Lagi – lagi pikiran Lika melayang menyentuh nama Ibelino
Yulianso. Sekarang di tambah

dengan butiran air yang jatuh ke celana

mininya, yang makin lama berubah menjadi hujan di senja hari. Terisak – isak
ia menangis merindukan hari – harinya dulu bersama Ibel.


3

Bunda tak lama tiba, begitu ia memasuki ruang makan, ia mendapati
anak gadisnya sedang berlinangan air mata. “Kenapa sayang... Ibel lagi? Oh,
kau ini...tak usah menonton ini jika ini hanya akan membuatmu menangis
karena rindu akan Ibel, sayang.” sambil melihat ke arah siaran televisi, dan
tak berapa lama kemudian bunda pun mematikan televisinya. “Tunggu bunda
ya sayang, bunda akan segera kembali untuk menemani permata hati
bunda....” mengusap air mata Lika dan mencubit pipi mungilnya. Lika hanya
diam dan berusaha tak menangis lagi.
Tak lama kemudian bunda datang dan duduk di seberang meja
putrinya, “makasih ya nak, kamu sudah menyiapkan makan malam ini.” bunda
membuka

pembicaraan.

Lika

berusaha


untuk

mengembangkan

bibir

mungilnya seperti bulan sabit. Bunda pun mulai memancing Lika untuk
bercerita kepadanya.
“Tadi sebenarnya Lika tak ingin kemana-mana pulang sekolah, tapi
Aya mengajak Lika ke Bukit Cinta Nda...” membuka cerita.
“Kenapa kamu tak ingin?” tanya bunda.
“Tiba – tiba aku ingat Ibel bunda, hmm..aku ingin memeluk Pooh dari Ibel,
untuk mengurangi kesedihanku akan teringat dirinya.” jawab Lika pelan.
Bunda hanya tersenyum mendengarnya. “Kapan kamu akan melupakannya?”
tanya bunda kembali.
“Entah bunda, mulai sekarang mungkin. Aya saja bisa setegar itu dengan
masalah yang sangat berat, Bunda pun demikian. 3 bulan ditinggalkan ayah
untuk selamanya pun selalu Bunda hadapi dengan senyum. Lika? 5 bulan
pasca putus dari Ibel? Nangis di setiap harinya, memang salah Lika...pertama

kali memulai pacaran dengan sepenuhnya rasa sayang Lika berikan untuk
Ibel.” sesal Lika.
“Sudah Lika, tak perlu disesali. Ini jalan terbaik dari Allah, Ibel memang
pantas Lika sayangi, ia begitu baik dan santun. Tetapi hati manusia siapa
yang tau? Dan rasa sayang tak ada yang dapat melarang. Ibel memang anak
yang baik sebenarnya, ia tak ingin membohongimu dan menyakitimu lebih
dalam, oleh sebab itu ia jujur padamu tentang semuanya. Coba bila kau tau
sendiri? Atau malah dia sudah jadian dengan gadis yang ia kagumi saat

4

masih menjalin hubungan denganmu? Apa tidak sangat sakit?” nasihat
bunda.
Lika menyuap makanannya, mengunyah dengan perlahan serta
memikirkan kata – kata bunda. “ Gleeek....” minumlah Lika segelas air putih
dan memejamkan mata menelan perlahan minumnya.
(^,^) (^.^) (^_^)
Setelah selesai makan dan mencuci piringnya, Lika berpamitan pada
bunda untuk ke kamar. Ia melemparkan tubuh mungilnya ke kasurnya dan
segera meraih Pooh untuk dipeluknya. Ia berfikir lagi, “Aya? Ditinggal

pacarnya dalam keadaaan hamil dan disuru menggugurkannya. Aya tetap
tersenyum dan ceria mengisi hari – harinya yang pahit sebenarnya. Bunda,
baru 3 bulan ditinggalkan ayah, dan harus dipisahkan oleh teman – teman
kantor bunda karena SK kantor memutuskan bunda di pindah ke Semarang.
Semarang? Kota di mana bunda dan ayah dipertemukan sewaktu SMA. Kota
dengan berjuta kenangan tentang ayah dan bunda. Bunda memang hebat,
memutuskan untuk bolak – balik Salatiga – Semarang hanya untuk
menegarkan diri bahwa semua sudah berakhir dan hanya menjadi sebuah
kenangan dan masa lalu yang memang sangat indah sampai terciptanya
aku.”
“Kreeek....” kamar Lika terbuka. Bunda menghampiri Lika, dan
menanyakan kenapa putrinya belum tidur. Lika memeluk bunda dengan
meneteskan air mata. “Hey sayang, kenapa menangis? Katanya mau tidur?”
tanya bunda.
“Bunda, bantu Lika agar setegar Bunda ya... Lika bangga pada Bunda.
Lika ingin seperti Bunda. Bunda, jangan pernah biarkan Lika menangis
karena Ibel ya Bunda....” tangis Lika.
“Iya, sayang...berarti sekarang hapus air matamu...sini,bawa kemari
Poohnya. Bunda ingin dengar kamu berjanji kepada Pooh, kamu tak kan lagi
menangis untuk Ibel, seperti janjimu sewaktu kamu berjanji di makam ayah,

kamu tak kan menangis untuk ayah. Ayo sayang....” tutur bunda.

5

“Pooh, bantu aku untuk tak menangis lagi karena Ibel. Aku akan
mengikhlaskan dia, dan hanya menganggap dia sebagai sahabatku, sahabat
terbaikku. Dan aku tak kan menghindarinya lagi, karena aku ingin belajar
dewasa. Menemukan kembali semua keceriaan dan kebahagianku bersama
teman – temanku disini tanpa terpaksa.” memegang pundak Pooh dan
memeluknya. Bunda pun memeluk Lika dan Pooh, “ini baru anak bunda.”
Mereka pun tersenyum bersama.
(^,^) (^.^) (^_^)
“Pagi Aya...pagi Ayu...pagi Deva...pagi semuaaaaa....” Lika menyapa
teman – teman sekelasnya. Mereka pun menanggapi sapaan Lika.
“Lika, aku seneng banget lho, koe mesem koyo ngene...ayu tenan.”
Aya memeluk Lika. “Ono opo tho? Ketoke koe lage’ seneng banget? mata
Aya berbinar – binar. Lika pun memeluk Aya, “ini karenamu Ay. Kamu
ngebuat aku bangga sama kamu dan aku akan menyontohmu, untuk tegar,
tetap tersenyum dan mencari keceriaan dan kebahagiaan baru. Menganggap
masa lalu cukup hanyamenjadi kenangan dan pembelajaran.” kata Lika

dengan bijak.
“ Wah Lika, omonganmu kuwi wis koyo penyiar ning radio. Ono opo tho
sakjane? Ora cerito – cerito yo...Mung karo Aya tok ceritone...Ok, fine ! ! ”
celetuk Christin dengan medok jawanya. Lika tersenyum kecil dan merangkul
teman – temannya. Mereka belajar seperti biasa, tetapi tak seperti hari
biasanya, karena hari ini semua guru masuk dengan tepat waktu tak seperti
biasanya tak masuk dan telat sampai kelas.
Sewaktu jam pelajaran terakhir Lika membuka buku sejarahnya. Ia
temukan,
Kau...
Seorang yang membuatku berani
Seorang yang dapat membuatku membisu, dan
Seorang yang mampu membuatku mengerti

6

Mengerti...
Kau untuk ku sayangi
Mengerti...
Kau untuk ku nanti, lalu

Mengerti...
Kau untuk ku rindu
Menjelaskan arti tentang dunia
Menggambarkan hidup yang kita arungi
Dan membentangkan arti kasih sayang sesungguhnya
Mewarnai hari yang hanya abu – abu
Menggoreskan pelangi di khayalku
dan...
Memenuhi kisah SMAku
“ Kisah SMA, dimana kisah yang di anggap masa paling indah

Air mata kesedihan yang menodai garis hidupku
Akan menjadi kenangan terindah
Karena air mata itu yang menyadarkanku
Tentang...
Hari, bulan, dan...hidup.
Agustus 2009
Lika menutup bukunya, dan segera mengalihkan pikirannya kepada
pelajaran. Jam pelajaran terakhipun berakhir. Lika menghampiri meja Aya,
dan mengajak Aya pulang bersama setelah usai bercerita dan kumpul dengan
teman – temannya di kantin. Aya pun mengiyakan ajakan Lika. Keluar dari
kelas, Lika dan kawan – kawan menuju kantin untuk bercerita, bercanda dan
ngemil bersama.
(^,^) (^.^) (^_^)

7

“Aya makasih ya, setelah kau cerita kemarin...aku jadi ingin sepertimu,
tetap kuat dan tegar.” peluk Lika ke Aya.
“Koe durung ngerti yo, konco – konco awake dewe kuwi akeh sing
koyo aku lho, tapi yo bedo – bedo... eneng sing iso tetep tegar lan eneng sing
bunuh diri, yo memang angel nek wis melebu ning jero lingkaran tresno.”
senyum Aya. Lika kaget mendengar itu semua, apalagi saat dia diceritakan
semua tentang teman – temannya, yang hampir seperempat perempuan di
sekolahnya mengalami hal seperti itu. Ia bersyukur masih bisa bertahan dan
melindungi dirinya.
Mereka saling menatap dan tersenyum, dan sama – sama berkata, “
matur nuwun sahabat....” lalu memandangi danau dari Bukit Cinta.

8