Sekilas Kehidupan KHA Badawi

Sekilas Kehidupan KHA Badawi

KH Ahmad Badawi dilahirkan di Kauman Yogyakarta pada tanggal 5 Februari 1902, putra dari
KH Muhammad Fakih dan Nyai Hj Siitti Habibah. KH Muhammad Fakih (ayah KH Ahmad
Badawi) termasuk assabiqul awwalun dalam Persyarikatan Muhammadiyah, ia termasuk
pengurus angkatan pertama Muhammadiyah bentukan KH Ahmad Dahlan. Sedangkan Nyai
Hj Sitti Habibah (Ibu KH Ahmad Badawi) adalah adik kandung KH Ahmad Dahlan.
KH Ahmad Badawi mempunyai 8 saudara, 7 saudara sekandung dan satu saudara seibu.
Tujuh saudara sekandung tersebut adalah KH Fadhil, KH Wachid, St Zuhajjah, HA Djawad, St
Umi Aswad, H Abdul Djabar dan St Zamrudah, sedangkan saudara seibu adalah KH Hadi
yang tinggal di Karangkajen Yogyakarta.
KH Ahmad Badawi menikah tahun 1925 dengan Hj St Zajinah binti HM Anis. Dari pernikahan
ini membuahkan 9 orang putera. Mereka adalah St Djamimah, Mh Djaldan, St Danijah,
Uswar, Busjron, Djafroh, Mh Djamam, Muh Basil dan Muh Iban.
Ahmad Badawi kecil mengenyam pendidikan di Madrasah Muhammadiyah yang mula-mula
dibangun KHA Ahmad Dahlan di Kauman Yogyakarta. Sekolah ini kemudian dinamakan
Standaarschool atau sekarang Sekolah Dasar).. Ia belajar di sekolah ini sambil mengaji di
rumah orang tuanya sendiri pada tahun 1908-1913. Kemudian ia melanjutkan studinya
Pondok Pesantren Lerab Karanganyar pada tahun 1913-1915, pada pesantren ini ia berguru
pada KH Ibrahim. Selanjutnya ia meneruskan belajarnya di Pondok Pesantren Termas
Pacitan, di pesantren ini ia berguru pada KRH Dimyati pada tahun 1915-1920. Kemudian

berturut-turut pada tahun 1920-1921 menambah ilmu dari Pesantren Besuk Wangkal
Pasuruhan, Pesantren Kauman dan Pandean Semarang.
Semenjak dari SD Kauman Yogyakarta ia bersahabat karib dengan Abdul Kahar Muzakir yang
persahabatannya bersambung di Pondok Pesantren Termas Pacitan. Di Pondok Pesantren
Termas ini ia dikenal gemar mendarus al-Qur’an. Selain itu, dalam berpakaian ia gemar
berpakaian hem jambon (merah muda) dengan ikat kepala latar putih ukel. Di Termas ini
pula, Ahmad Badawi dikenal sebagai ahli Nahwu dan Sharaf yang sudah didalaminya dari
Pondok Pesantren Lerab. Ia juga dikenal pandai dalam hal seni tulis huruf Arab yang indah.
Jejak-jejak ilmunya dapat diperoleh dalam buku-buku yang ditulisnya, baik dalam bahasa
Jawa, Indonesia maupun Arab. Diantara buku-buku yang ditulisnya dalam bahasa Jawa
tersebut adalah:Kitab Nukilan Syu’abul Iman, Kitab Nikah (ditulis dengan huruf Arab Pegon),
Kitab Parail, Kitab Manasik Haji. Sedangkan buku-buku yang ditulis dalam bahasa Indonesia
maupun bahasa Arab adalah Buku Pengajian Rakyat, Miah Hadits (100 hadits) berbahasa
Arab, Mudzakkirat fi Tasjri’il Islam, Quwaidul Chams, Karangan Menghadapi Orla dan Djadwal
Waktu Shalat selama-lamanya.
Untuk menopang hidupnya, sedari mulai dewas KHA Badawi sudah bekerja sebagai seorang
pedagang batik sebagaimana umumnya masyarakat Kauman Yogyakarta. Selain itu, sebagai
seorang putera Kyai ia juga menjadi Guru Agama. Pekerjaan ini ditekuninya secara bersamasama, akhirnya pada tahun 1946 ia diangkat sebagai Pegawai Negeri sebagai guru agama.

Meski sebagai PNS baru dijalani sejak tahun 1946, tetapi semenjak zaman Jepang tahun

1942-1945 KHA Badawi menjadi Pembantu Sju Mu Ka yang lalu menjadi Penasehat
Kemnterian Agama pada tahun 1946-1947 dan sebagai Penghulu diperbantukan di
Kementerian Agama pada tahun 1948.
Pada tahun 1949 diangkat sebagai Kepala Jawatan Agama DIY sampai pada tahun 1950
yang kemudian dipindahkan sebagai Kepala Bagian Ibadah Sosial. Kemudian pada tahun
1961 diperbnatukan pada Akademi Tabligh Muhammadiyah sebagai dosen. Jauh sebelum itu,
KHA Badawi pernah menjadi Guru MMT (Madrasah Menengah Tinggi). Pada tahun 19501951, KHA Badawi membantu mengajar pada Sekolah Guru dan Hakim Agama yang
kemudian menjadi PHIN (Pendidikan Hakim Islam Negeri). Saat ini PHIN menjadi Madrasah
Aliyah Negeri I Yogyakarta.
Dalam kaitannya dengan kenegaraan, tokoh Muhammadiyah yang meninggal pada 25 April
1969 ini pernah menjadi Penasehat Pribadi Presiden dalam bidang Agama pada tahun 1963.
Kemudian pada tahun 1968, KHA Badawi diangkat menjadi anggota DPA (Dewan
Pertimbangan Agung) Republik Indonesia. (lut).

Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 20 2004