Implementasi model pembelajaran Habit Forming dalam pembentukan karakter siswa di Sekolah Adiwiyata pada pelajaran PAI SMAN 1 Plumpang Tuban.

(1)

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN HABIT FORMING DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA DI SEKOLAH

ADIWIYATA PADA PELAJARAN PAI SMAN 1 PLUMPANG TUBAN

SKRIPSI

Oleh :

NURUL ISTIQOMAH NIM. D71213128

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Istiqomah, Nurul. 2017. Implementasi Model Pembelajaran Habit Forming Dalam Pembentukan Karakter Siswa Di Sekolah Adiwiyata Pada Pelajaran PAI SMAN 1 Plumpang Tuban.

Pembimbing : (1) Drs.Mahmudi , (2) Dr. H. Abd. Kadir, MA Key word : Model Pembelajaran Habit Forming, Karakter

Pendidikan merupakan usaha sadar manusia dalam mencapai tujuan, yang dalam prosesnya diperlukan metode yang efektif dan menyenangkan. Berdasarkan tujuan pendidikan, sejatinya tidak hanya mengembangkan keilmuan, tetapi juga kepribadian, kemandirian, ketrampilan sosial, dan karakter. Oleh sebab itu, berbagai program dirancang dan diimplmentasikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut, dan dalam rangka pembinaan pembentukan karakter. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi model pembelajaran Habit Forming dalam pembentukan karakter siswa di Sekolah Adiwiyata pada pelajaran PAI SMA Negeri 1 Plumpang. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Adapun teknik yang dipakai dalam pengumpulan data adalah menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Paparan data dan hasil temuan penelitian ini adalah implementasi model pembelajaran Habit Forming dalam pembentukan karakter siswa baik. Dikarenakan model pembelajaran Habit Forming (pembiasaan) memang sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan pembentukan karakter, yaitu dengan dilakukan secara berulang-ulang dan terus menerus sehingga akan berdampak pada positif pada peserta didik. Dan juga perlunya bimbingan guru sebagai teladan yang bisa dicontoh oleh peserta didiknya.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iii

MOTTO ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI.. ... x

DAFTAR TABEL.. ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... ii

BAB I: PENDAHULUAN A. LatarBelakang ... 1

B. Rumusan Masalah.. ... 7

C. Tujuan Penelitian.. ... 7


(8)

E. Penelitian Terdahulu.. ... 9

F. Definisi Operasional... 11

G. Sistematika Pembahasan.. ... 17

BAB II: KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Habit Forming(Pembiasaan).. ... 19

1. LatarBelakang Model pembelajaran Habit Forming... 19

2. Pengertian model Pembelajaran Habit Forming (Pembiasaan)….. .... 19

B. Pembentukan Karakter.. ... 21

1. Pengertian Pembentukan Karakter.. ... 21

2. Proses Pembentukan Karakter... 26

C. Bidang studi Pendidikan Agama Islam (PAI)………28

1. Pengertian BidangStudiPendidikan Agama Islam.. ... 42

2. Sumber dan Dasar Pendidikan Islam.. ... 35

3. Tujuan bidang studi Pendidikan Agama Islam.. ... 38

D. Sekolah Adiwiyata ... 47

1. Pengertian Sekolah Adiwiyata………..……….…………..47

2. Tujuan sekolah Adiwiyata………50

3. Prinsip-Prinsip Dasar Program Sekolah Adiwiyata………...………..51

4. Keuntungan mengikuti Program sekolah adiwiyata……...………….51

E. Implementasi Model Pembelajaran Habit Forming(Pembiasaan) dalam Pembentukan Karakter Siswa di Sekolah Adiwiyata…………...………...……….52

1. Perencanaan Model Pembelajaran Habit Forming (Pembiasaan)………..…………..52


(9)

2. Pelaksanaan Model Pembelajaran Habit forming………..…..55

a. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Habit Forming (Pembiasaan)………..57

3. Evaluasi dan Hasil model pembelajaran Habit Forming…….………58

BAB III: METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian... 61

B. Subjek dan Objek Penelitian.. ... 64

C. Jenis dan Sumber Data.. ... 66

D. Kehadiran Peneliti ... 67

E. Teknik Pengumpulan Data.. ... 68

F. Teknik Analisis Data.. ... 71

G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 74

H. Tahap-Tahap Penelitian ... 76

BAB IV: PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian.. ... 79

1. Profil SMA Negeri 1 Plumpang ... 79

2. Sejarah Berdirinya SMA Negeri 1 Plumpang ... 79

3. Letak Geografis SMA Negeri 1 Plumpang ... 80

4. Visi , Misi dan Tujuan SMA Negeri 1 Plumpang ... 81

5. Struktur Organisasi SMA Negeri 1 Plumpang ... 83

6. Keadaan guru dan siswa SMA Negeri 1 Plumpang ... 85

7. Sarana prasarana SMA Negeri 1Plumpang ... 89


(10)

1. Sajian data pelaksanaan Habit Forming (Pembiasaan) dalam Pelajaran PAI di SMA Negeri 1 Plumpang………...95 2. Sajian data pelaksanaan pembentukan karakter siswa pada sekolah adiwiyata SMA Negeri 1 Plumpang…..……….……...…95 3. Sajian data Implementasi Model Pembelajaran Habit Forming

(Pembiasaan) dalam Pembentukan Karakter Siswa di Sekolah Adiwiyata………...……….……...98 a. Perencanaan Model Pembelajaran Habit Forming (Pembiasaan) dalam

Pembentukan Karakter Siswa di Sekolah Adiwiyata. ………..………….98 b. Pelaksanaan Model Pembelajaran Habit forming dalam Pembentukan Karakter Siswa di Sekolah Adiwiyata……….…..……..100 c. Evaluasi dan Hasil model pembelajaran Habit Forming (Pembiasaan)

dalam Pembentukan Karakter Siswa di Sekolah Adiwiyata………...….105 C. Analisis Data………....107 1 Analisis data tentang pelaksanaan model pembelajaran Habit Forming

(Pembiasaan) pada Pelajaran PAI di SMA Negeri 1 Plumpang ... 107 2. Analisis data tentang pelaksanaan pembentukan karakter siswa pada

sekolah adiwiyata SMA Negeri 1 Plumpang………...109 3. Analisis data tentang Implementasi Model Pembelajaran Habit Forming

(Pembiasaan) dalam Pembentukan Karakter Siswa di Sekolah Adiwiyata………...…..…110


(11)

a. Analisis data tentang Perencanaan model pembelajaran Habit Forming (Pembiasaan)dalam Pembentukan Karakter Siswa di Sekolah

Adiwiyata………...111

b. Analisis data tentang Pelaksanaan model pembelajaran Habit Forming (Pembiasaan) dalam Pembentukan Karakter Siswa di Sekolah Adiwiyata…...112 c. Analisis data tentang Evaluasi dan Hasil model pembelajaran Habit Forming (Pembiasaan) dalam Pembentukan Karakter Siswa di Sekolah

Adiwiyata………...114

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ... 118 B. Saran ... 120


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Tenaga Kependidikan SMA Negeri 1 Plumpang

Tabel 2.1 Kualifikasi Pendidikan, Status, Jenis Kelamin, dan Jumlah Guru

SMA Negeri 1 Plumpang.

Tabel 3.1 Data Guru SMA Negeri 1 Plumpang

Tabel 4.1 Tenaga Pendukung SMA Negeri 1 Plumpang

Tabel 4.2 Jumlah Siswa SMA Negeri 1 Plumpang (Empat tahun terakhir)

Tabel 4.3 Data dan Kondisi Ruang Kelas

Tabel 4.4 Data Ruang Belajar (Fasilitas) Lainnya.

Tabel 4.5 kegiatan Pengembangan diri.


(13)

DAFTAR GAMBAR


(14)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan upaya memanusiakan manusia yang pada dasarnya adalah usaha untuk mengembangkan potensi yang dimiliki setiap individu sehingga dapat hidup secara optimal, baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari masyarakat, serta memiliki nilai–nilai moral dan sosial sebagai pedoman hidupnya. Dengan demikian pendidikan dipandang sebagai usaha sadar yang bertujuan dan usaha mendewasakan anak.1

Pendidikan merupakan usaha sadar manusia dalam mencapai tujuan, yang dalam prosesnya diperlukan metode yang efektif dan menyenangkan. Oleh karena itu, satu prinsip umum dalam memfungsikan metode, bahwa pembelajaran perlu disampaikan dalam suasana interaktif, menyenangkan, menggembirakan, penuh dorongan motivasi, dan memberikan ruang gerak yang lebih leluasa pada peserta didik dalam membentuk kompetensi dirinya untuk mencapai tujuan.

Sejalan pengertian diatas, makna Pendidikan islam menunjukkan warna pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yang berwarna islam, pendidikan yang islami, yaitu pendidikan yang berdasarkan islam. 2 Dalam proses pendidikan untuk mencapai tujuan diperlukan metode yang efektif

1

Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru

Algensindo, 2005), h. 2. Lihat juga Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi

Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h.22 2

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung:Remaja Rosdakarya,2011), h.


(15)

2

dan menyenagkan, menggembirakan, penuh dorongan, motivasi dan memberikan ruang gerak yang lebih luas pada peserta didik dalam membentuk kompetensi dirinya untuk mencapai tujuan.

Dari berbagai metode pendidikan, salah satu metode yang paling tua antara lain Habit Forming (Pembiasaan).

Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Contoh dalam kehidupan sehari-hari yaitu membiasakan anak sholat, lebih-lebih dilakukan secara berjamaah itu penting. Pembiasaan itu merupakan hal yang sangat penting, karena banyak dijumpai orang berbuat dan berperilaku hanya karena kebiasaan semata. Dari berbagai model pembelajaran, Habit Forming (Pembiasaan) adalah salah satu model pembelajaran yang cocok untuk pembentukan karakter.3

Membicarakan karakter merupakan hal sangat penting dan mendasar. Karakter adalah mustika hidup yang membedakan manusia dengan binatang. Manusia tanpa karakter adalah manusia yang sudah

“membinatang”. Orang-orang yang berkarakter kuat dan baik secara individual maupun sosial ialah mereka yang memiliki akhlaq, moral dan budi pekerti yang baik.4

Penguatan pendidikan karakter dalam konteks sekarang sangan relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang terjadi di Negara kita. Diakui atau tidak diakui saat ini terjadi krisis yang nyata dan

3

E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta:Sinar Grafika Offset, 2012), h. 165-166.

4

Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter konsep dan aplikasinya dalam lembaga


(16)

3

mengkhawatirkan dalam masyarakat dengan melibatkan milik kita yang paling berharga, yaitu anak-anak. Kondisi krisis dan dekadensi moral ini menandakan bahwa seluruh pengetahuan agama dan moral yang didapatkannya dibangku sekolah ternyata tidak berdampak terhadap perubahan perilaku manusia Indonesia. Bahkan yang terlihat adalah begitu banyaknya manusia Indonesia yang tidak konsisten, lainnya yang dibicarakan, dan lain pula tindakannya. Banyak orang yang berpandangan bahwa kondisi demikian diduga berawal dari apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan. Demoralisasi yang terjadi karena proses pembelajaran cenderung mengajarkan pendidikan moral dan budi pekerti sebatas teks dan kurang mempersiapkan siswa untuk menyikapi dan menghadapi kehidupan yang kontradiktif. Pendidikanlah yang sesungguhnya paling besar memberikan kontribusi terhadap situasi ini. Dalam konteks pendidikan formal di sekolah, bisa jadi salah satu penyebabnya karena pendidikan di Indonesia lebih menitikberatkan pada pengembangan intelektual atau kognitif semata, sedangkan aspek soft skil atau nonakademik sebagai unsure utama pendidikan karakter belum diperlihatkan secara optimal bahkan cenderung diabaikan. Ada suatu pandangan kuat yang mengatakan bahwa bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang berkarakter (berbudi pekerti luhur), bangsa yang berbudaya, bangsa yang santun bangsa yang kuat memegang adat ketimuran bahkan bangsa yang sangat agamis.5

5


(17)

4

Menurut Sudarminta,6praktik pendidikan yang semestinya memperkuat aspek karakter atau nilai-nilai kebaikan sejauh ini hanya mampu menghasilkan berbagai aspek dan perilaku manusia yang nyata-nyata malah bertolak belakang dengan apa yang diajarkan. Dicontohkan bagaimana pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan agama pada masa lalu merupakan dua jenis mata pelajaran tata nilai, yang ternyata tidak berhasil menanamkan sejumlah nilai moral dan humanism ke dalam pusat kesadaran siswa. Bahkan merujuk hasil penelitian Afiyah, dkk (2003), materi yang diajarkan oleh pendidikan agama termasuk di dalamnya bahan ajar akhlaq, cenderung terfokus pada pengayaan pengetahuan (kognitif), sedangkan pembentukan sikap (afektif), dan pembiasaan (psikomotorik) sangat minim. Pembelajaran pendidikan agama lebih didominasi oleh transfer ilmu pengetahuan agama dan lebih banyak bersifat hafalan tekstual, sehingga kurang menyentuh aspek sosial mengenai ajaran hidup yang toleran dalam bermasyarakat dan berbangsa.Dengan kata lain, aspek-aspek lain yang ada dalam diri siswa, yaitu aspek-aspek afektif dan kebajikan moral kurang mendapat perhatian. Koesoema menegaskan bahwa persoalan komitmen dalam mengintegrasikan karakter merupakan titik lemah kebijakan pendidikan nasional. Atas kondisi demikian sepakat mengatasi persoalan kemerosotan dalam dimensi karkater ini.

Emosi karakter dan perilaku tidak terpuji yang menerpa siswa sebagaimana tersebut di atas merupakan gejala umum yang berlaku

berbasis Etika Agama, Balai Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan Surabaya, h.202. 6


(18)

5

dimana-mana, termasuk Indonesia. Jika titanyakan kepada para orang tua di Indonesia rasanya mereka memiliki kekhawatiran dan kecemasan yang sama setelah mencermati fenomena kemerosotan karakter atau moral di kalangan anak-anak dan remaja.

Diakui, persoalan karakter atau moral memang tidak sepenuhnya terabaikan oleh lembaga pendidikan. Akan tetapi, dengan fakta-fakta seputar kemerosotan karakter pada sekitar kita menunjukkan bahwa ada kegagalan pada institusi pendidikan kita dalam menumbuhkan manusia Indonesia yang berkarakter atau berakhlaq mulia. Hal ini karena apa yang diajarkan di sekolah tentang pengetahuan agama dan pendidikan moral belum berhasil membentukj manusia yang berkarakter. Padahal apabila kita tilik isi dari pelajaran agama dan moral, semuanya bagus, dan bahkan kita dapat memahami dan menghafal apa maksudnya. Untuk itu, kondisi dan fakta kemerosotan karakter dan moral yang terjadi menegaskan bahwa pada guru yang mengajar mata pelajaran apa pun harus memiliki perhatian dan menekankan pentingnya pendidikan karakter pada siswa.7

Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah

“bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat,

tabiat, tempramen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat dan berwatak. Karakter berarti tabiat atau

kepribadian. Karakter merupakan “keseluruhan disposisi kodrati dan

disposisi yang telah dikuasai secara stabil dan mendefinisikan seseorang

7


(19)

6

individu dalam keseluruhan tata perilaku psikisnya yang menjadikannya tipikal dalam cara berpikir dan bertindak.

Griek mengemukakan bahwa karakter dapat didefinisikan sebagai paduan dari pada segala tabiat manusia yang bersifat tetap, sehingga menjadi tanda yang khusus untuk membedakan orang yang satu dengan yang lain.

Menurut Ekowarni (2010), pada tahapan mikro, karakter diartikan (a) kualitas dan kuantitas reaksi terhadap diri sendiri, orang lain, maupun situasi tertentu, atau (b) watak, akhlak, cirri psikologis. Pembentukan karakter suatu bangsa berproses secara dinamis sebagai suatu fenomena sosio-ekologi.8

Sehubungan dengan penjelasan di atas, maka peneliti ingin meneliti lebih dalam terkait implementasi pembentukan karakter siswa di SMAN 1 Plumpang. Karena bagi peneliti adanya permasalahan karakter siswadulu dan perbedaan dengan yang sekarang, maka peneliti ingin melakukan penelitian terkait pembentukan karakter siswa. Selain itu, mengingat bahwa objek yang dijadikan sasaran disini adalah siswa SMA dimana pada usia ini anak-anak bingung mencari jati dirinya masing-masing sehingga berakibat dengan maraknya meniru karakter dan kepribadian orang lain. Dari wacana tersebut maka peneliti menarik untuk mengkaji masalah tersebut sehingga peneliti mengambil judul

Implementasi Model Pembelajaran Habit Forming Dalam

8


(20)

7

Pembentukan Karakter Siswa Di Sekolah Adiwiyata Pada Pelajaran Pai SMA Negeri 1 Plumpang Tuban”

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, peneliti mencoba memfokuskan penelitian ini dalam beberapa rumusan masalah :

1. Bagaimana pelaksanaan Habit Forming pada pembelajaran PAI di SMAN 1 Plumpang Tuban?

2. Bagaimana karakter siswa di Sekolah Adiwiyata SMAN 1 Plumpang Tuban?

3. Bagaimana implementasi model pembelajaran habit forming dalam pembentukan karakter siswa di sekolah adiwiyata pada pelajaran PAI SMAN 1 Plumpang Tuban?

C. Tujuan Penelitian

Dalam pembahasan skripsi ini, tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :

1. Untuk mendeskripsikanpelaksanaan Habit forming pada pembelajaran PAI di SMAN 1 Plumpang.

2. Untuk mendeskripsikan karakter siswa di sekolah adiwiyata SMAN 1 Plumpang.


(21)

8

3. Untuk mendeskripsikan implementasi model pembelajaran habit forming dalam pembentukan karakter siswa di sekolah adiwiyata pada pelajaran PAI SMAN 1 Plumpang.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat bagi : 1. Bagi Guru

Sebagai masukan untuk mengetahui bagaimana cara dalam pembentukan karakter siswa yang dapat ditanamkan, dikembangkan dan dibiasakan pada peserta didik dalam rangka mencipkatan generasi yang berkarakter.

2. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini juga berguna bagi masyarakat atau siapa saja yang akan melaksanakan penelitian pada masalah lanjutan yang linier dengan penelitian ini.

3. Bagi Peneliti

Bagi peneliti tentunya sangat berguna untuk memperluas pengetahuan baik secara teori maupun praktek dalam penerapan pembentukan karakter siswa di sekolah sehingga nantinya jika terjun dalam dunia pendidikan memiliki pandangan akan hal tersebut.

4. Bagi Lembaga

a. Bagi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya khususnya Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Program Studi Pendidikan Agama Islam, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memerkaya khazanah


(22)

9

kepustakaan, dapat juga dijadikan dasar pengembangan oleh peneliti lain yang mempunyai minat pada kajian yang sama.

b. Bagi tempat penelitian, SMA Negeri 1 Plumpang, Penelitian ini diharapkan bisa sebagai bahan pengembangan sekaligus bahan

masukan dalam meningkatkan dan mengembangkan dalam

pembentukan karakter siswa.

E. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan penelitian untuk mempertajam metodologi, memperkuat kajian teoritis dan memperoleh informasi mengenai penelitian sejenis yang telah dilakukan oleh peneliti lain.

Penulis menggali informasi dan melakukan penelusuran buku dan tulisan ilmiah lainnya yang berkaitan dengan pembahasan penelitian ini untuk dijadikan sebagai sumber acuan dalam penelitian ini:

Penulisan skripsi yang berjudul “Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Khadijah A. Yani Surabaya”, yang disusun oleh Muhammad Sahlul Fikri

(D31210105).Membahas mengenai bagaimana penerapan atau

Implementasi pendidikan karakter melalui pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Khadijah A. Yani Surabaya. Dengan kesimpulan

bahwa Implementasi pendidikan karakter melalui pembelajaran

Pendidikan Agama Islam di SMP Khadijah A. Yani Surabaya direalisasikan melalui pembiasaan keagamaan yang berhaluan Aswaja


(23)

10

Nadliyah yang dilakukan melalui kegiatan rutin sehari-hari seperti salam, salim, senyum, membaca do‟a sebelum mulai pelajaran, shalat dhuha

berjam‟ah, shalat dhuhur berjama‟ah, membaca surat al-waqi‟ah, surat

yasin, dan setiap jum‟at selalu diadakan infaq dan juga pendidikan

karakter tersebut terintregrasi dalam pembelajaran di semua mata pelajaran.9

Penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Keberhasilan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Pendididikan Agama Islam Di SMA GIKI 3 Surabaya” yang disusun oleh Adi Isma Aldayu (D31209061).Membahas

tingkat keberhasilan pendidikan karakter dalam pembelajaran

pendididikan Agama Islam Di SMA GIKI 3 Surabaya. Dengan kesimpulan bahwa keberhasilan pendidikan karakter dalam pembelajaran PAI di SMA GIKI 3 Surabaya sudah mencapai 85%. Hal ini terbukti dari hasil analisis data mengenai faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan pendidikan karakter.10

Penulisan skripsi yang berjudul “Implementasi Pendidikan Karakter pada Siswa di Sekolah Inklusi (Studi Penelitian di SMP Negeri

29 Surabaya)”.Membahas implementasi pendidikan karakter yang terintegrasi dalam pembelajaran, (yang meliputi kegiatan perencanaan pengajaran yang terealisasi dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan

9

Muhammad Sahlul Fikri, Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan

Agama Islam Di SMP Khadijah A. Yani Surabaya.Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya, (Surabaya: Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014).

10

Adi Isma Aldayu, Analisis Keberhasilan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran

Pendididikan Agama Islam Di SMA GIKI 3 Surabaya. Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya, (Surabaya: Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, 2013).


(24)

11

Pembelajaran (RPP) dan pelaksanaan pengajaran), b) Implementasi Pendidikan Karakter yang teintregasi dalam kegiatan pengembangan diri (kegiatan intra/ekstrakulikuler), dan c) Implementasi Pendidikan Karakter yang terintegrasi dalam pengembangan budaya sekolah (yang meliputi kegiatan rutin, kegiatan spontan, keteladanan, dan pengkondisian). Selain itu, Implementasi Pendidikan karakter juga terintegrasi melalui pembelajaran muatan lokal, yaitu Pembelajaran Bahasa Jawa. Sedangkan secara khusus yaitu yang diimplementasikan di kelas Pintarmelalui; Program kreatifitas dan ketrampilan, program Outing Class, program Olahraga bersama, dan program kerohanian dasar.11

Dan dari tulisan-tulisan tersebut penulis mengambil pembahasan

mengenai Implementasi model pembelajaran habit formingdalam

pembentukan Kakter tetapi berbeda pada objek yang diteliti yang diimplementasikan pada sekolah adiwiyata. Oleh karena itu, penulis

mencoba untuk mengambil fokus pada “implementasi model pembelajaran habit forming dalam pembentukan karakter siswa di sekolah adiwiyata pada pelajaran PAI SMA Negeri 1 Plumpang”.

F. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah hasil dari operasionalisasi, menurut James A. Black dan Dean J. Champion untuk membuat definisi operasional adalah dengan memberi makna pada suatu konstruk atau

11

Much. Arif Saiful Anam, Implementasi pendidikan karakter pada siswa di sekolah inklusi (studi

penelitian di SMP Negeri 29 Surabaya),Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya, (Surabaya: Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, 2016).


(25)

12

variabel dengan menetapkan “operasi” atau kegiatan yang diperlukan untuk mengukur konstruk atau variabel tersebut.

1. Implementasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian Implementasi adalah proses, cara, perbuatan menerapkan.12sedangkan Implementasi menurut pandapat beberapa ahli bahwa merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap.13

2. Habit Forming

Dalam buku 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam kurikulum 2013, Habit Forming adalam model pembelajaran yang konsisten dan terprogram. Konsisten dalam pembinaan akhlak, kemampuan bahasa dan beribadah (pembiasaan: sholat berjamaah, tertib dan tepat waktu, minggu bahasa, bersikap, dan bertutur yang sopan).

Terprogram menjalankan kegiatan pembinaan secara rutin dan periodic (pembiasaan: perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi).14 Dari penjabaran diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Implementasi Habit Forming(pembiasaan) dalam pembentukan karakter siswa yaitu melalui pembiasaan-pembiasaan yang dilaksanakan secara

12

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 2008), h. 548. 13

Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala

Sekolah (Jakarta: Bumi Aksana, 2009), h. 178. 14

Aris shoimin, Model Pembelajaran Inovatif dalam kurikulum 2013, (Yogyakarta:Ar-Ruzz


(26)

13

terprogram dalam pembelajaran seperti: pelaksanaan perencanaan khusus dalam kurun waktu tertentu umtuk mengembangkan pribadi peserta didik secara individual, kelompok, dan atau klasikal, dan secara tidak terprogram dalam kegiatan sehari-hari, meliputi: rutin, spontan dan keteladanan.15

3. Pembentukan karakter

a. Pembentukan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata pembentukan berarti proses, cara, perbuatan dan membentuk.

b. karakter.

Menurut pusat bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa,

kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, tamperamen, watak”.16

Karakter dalam Kamus Ilmiah Populer, berarti watak, tabiat, pembawaan atau kebiasaan. Karakter juga diartikan dengan kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi. Hermawan

Kertajaya mendefinisikan karakter adalah “ciri khas” yang dimiliki oleh

suatu benda atau individu.Ciri khas tersebut adalah “asli” dan mengakar

pada kepribadian benda atau individu tersebut dan merupakan, “mesin‟ pendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berujar, dan merespons sesuatu.

1515

E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, hal.167-169.

16


(27)

14

c. Pembentukan Karakter.

Menurut Parkay and Stanford (1998: 280), Pembentukan Karakter yakni salah Satu nilai-nilai dan penalaran moral sebagai pendidikan karakter yang menekankan pengembangan karakter siswa yang baik.

Menurut Dr. Marvin Berkowitz, Pembentukan Karakter

“Pendidikan karakter yang efektif tidak menambahkan program atau set

program untuk sekolah. Melainkan merupakan transformasi budaya dan

kehidupan sekolah”.

Pembentukan karakter dibagi menjadi empat macam yakni:

1) Teaching : Pembelajaran/ perkuliahan

2) Modeling : Keteladanan civitas akademik

3) Reinforcing : Peraturan dan pengkondisian

4) Habituating : Pembiasaan oleh setiap individu

Dalam proses pembentukan karakter diperlukan peran akal, latihan dan lingkungan. Proses pembentukan perilaku seesorang juga tidak cukup diserahkan pada akal dan proses alamiah , akan tetapi diperlukan pembiasaan melalui normativitas keagamaan.

4. sekolah Adiwiyata

a. Sekolah

Sekolah merupakan lembaga akademik dengan tugas utamanya

menyelenggarakan pendidikan dan mengembangkan ilmu,

pengetahuan, teknologi, dan seni. Tujuan pendidikan, sejatinya tidak hanya mengembangkan keilmuan, tetapi juga membentuk kepribadian,


(28)

15

kemandirian, keterampilan sosial, dan karakter.Oleh sebab itu,

berbagai program dirancang dan diimplementasikan untuk

mewujudkan tujuan pendidikan tersebut, terutama dalam rangka pembinaan karakter.

b. Adiwiyata

Adiwiyata adalah salah satu program Kementerian Negara Lingkungan Hidup dalam rangka penerapan Kesepakatan Bersama antara Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan Menteri Pendidikan Nasional Nomor: 03/MENLH/02/2010 dan Nomor : 01/II/KB/2010. Adiwiyata yaitu tempat yang baik & ideal dimana dapat diperoleh segala ilmu pengetahuan & berbagai norma serta etika yang dapat menjadi dasar manusia menuju terciptanya kesejahteraan hidup menuju kepada cita-cita pembangunan berkelanjutan

c. Sekolah Adiwiyata

Dalam Lampiran Siaran Pers KLH Nomor: HmsKLH 113/11/2014 tanggal 20 November 2014, sekolah adiwiyata(Green School) merupakan sekolah peduli dan berbudaya lingkungan dimana bertujuan untuk mewujudkan warga sekolah yang bertanggungjawab dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melalui untuk mendukung pembangunan berkelanjutan.17 Program Sekolah Adiwiyata berupaya untuk melaksanakan implementasi Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

17


(29)

16

Lingkungan Hidup. Kriteria untuk mencapai sekolah Adiwiyata telah diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Adiwiyata diantaranya adalah beberapa pencapaian dalam memenuhi 4 komponen Adiwiyata, yaitu:

1. Kebijakan berwawasan lingkungan

2. Pelaksanaan kurikulum berbasis lingkungan 3. Kegiatan lingkungan berbasis partisipasif

4. Pengelolaan sarana pendukung ramah lingkungan

Sekolah Adiwiyata juga mengembangkan pendidikan karakter dengan menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik sehingga mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya.Indikator awal sekolah berkarakter antara lain bersih, rapih, nyaman, disiplin, sopan santun, cerdas, peduli, tangguh dan jujur. Hal ini telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam sekolah Adiwiyata.

Dari penjabaran diatas, maka peneliti dapat menarik kesimpulan mengenai bagaimana Implementasi strategi pembelajaran Habit forming

dalam pembentukan karakter siswa di sekolah adiwiyata pada pelajaran

PAI SMAN 1 Plumpang melalui penerapan strategi habit

forming/pembiasaan yang dilakukan secara berulang-ulang agar menjadi kebiasaan. Metode pembiasaan perlu diterapkan oleh guru dalam proses pembentukan karakter peserta didik, Karena pembiasaan dapat mendorong


(30)

17

mempercepat perilaku, dan tanpa pembiasaan hidup akan berjalan lambat .melalui sekolah adiwiyata pembentukan karakter juga ditanamkan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya.

G. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan serta mendapatkan gambaran yang jelas tentang tata urutan penelitian dalam pembahasan ini, maka peneliti perlu adanya penyusunan sistematika laporan penulisan pembahasan sebagai berikut :

Bab Pertama Pendahuluan yang menguraikan gambaran secara keseluruhan meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, penelitian terdahulu, definisi operasional, dan sistematika pembahasan.

Bab Kedua Kajian pustaka yang dipaparkan secara logis tentang model pembelajaran Habit Forming, konsep pembentukan karakter, konsep sekolah adiwiyata dalam pembelajaran PAI dan peningkatan pembentukan karakter pada pelajaran PAI dengan implementasei model pembelajaran Habit forming(Pembiasaan).

Bab Ketiga Metodologi penelitian yang berisi tentang Jenis dan pendekatan penelitian, Kehadiran Peneliti, Lokasi penelitian, Sumber data, Teknik pengumpulan data, dan Teknik analisis data.

Bab Keempat Menjelaskan laporan hasil penelitian yang memuat penyajian data dan analisis data tentang deskripsi SMA Negeri 1


(31)

18

Plumpang yang meliputi latar belakang berdirinya, lokasi, visi, misi, tujuan, sarana prasarana, keadaan guru dan karyawan, keadaan siswa. Kemudian manajemen program yang meliputi upaya penerapan pembentukan karakter di sekolah adiwiyata dalam pembiasaan sholat berjamaah di sekolah, pengorganisasian upaya penerapan pembentukan karakter di sekolah adiwiyata dalam pembiasaan sholat berjamaah di sekolah, dan peran penerapan pembentukan karakter di sekolah adiwiyata dalam pembiasaan sholat berjamaah di sekolah

Bab Kelima Adalah penutup, skripsi ini diakhiri dengan kesimpulan dan saran.


(32)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Model Pembelajaran Habit Forming(Pembiasaan)

1. Latar Belakang Model Pembelajaran Habit Forming(Pembiasaan)

Pendidikan merupakan usaha sadar manusia dalam mencapai tujuan, yang dalam prosesnya diperlukan metode yang efektif dan menyenangkan. Oleh karena itu, ada suatu prinsip umumdalam memfungsikan metode, bahwa pembelajaran perlu disampaikan dalam suasana interaktif, menyenangkan, menggembirakan, penuh dorongan, motivasi dan memberikan ruang gerak yang lebih leluasa kepada peserta didik dalam membentuk kompetensi dirinya untuk mencapai tujuan. Dari berbagai metode pendidikan, metode yang paling tua antara lain yaitu Pembiasaan.18

2. Pengertian model Pembelajaran Habit Forming (Pembiasaan).

Dalam buku 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam kurikulum 2013, Habit Forming (pembiasaan) adalah model pembelajaran yang konsisten dan terprogram. Konsisten dalam pembinaan akhlak, kemampuan bahasa dan beribadah (pembiasaan: sholat berjamaah, tertib dan tepat waktu, minggu bahasa, bersikap, dan bertutur yang sopan). Terprogram menjalankan kegiatan pembinaan secara rutin dan periodik

18


(33)

20

(pembiasaan: perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan).19

Dalam buku karangan E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan

Karakter, Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasan. Selanjutnya Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan seseorang. Karena metode pembiasaan ini berintikan pengalaman yang dilakukan terus-menerus, maka menurut Ahmad Tafsir metode Pembiasaan ini sangat efektif 20, sebenarnya pembiasaan berintikan pengalaman, yang dibiasakan itu adalah sesuatu yang diamalkan. Pembiasaan menempatkan manusia sebagai sesuatu yang istimewa, yang dapat menghemat kekuatan, karena akan menjadi kebiasaan yang melekat dan spontan, agar kekuatan itu dapat dipergunakan untuk berbagai kegiatan dalam setiap pekerjaan, dan aktivitas lainnya. Pembiasaan dalam pendidikan hendaknya dimulai sedini mungkin.21 Rasulullah SAW memerintahkan kepada orang tua, dalam hal ini para pendidik agar mereka menyuruh anak-anak mengerjakan shalat, tatkala mereka berumur tujuh tahun. Pembiasaan ini akan lebih baik lagi apabila sholat itu dilaksanakan dalam melakukannya secara berjamaah. Seperti pada hadist riwayat Abu Dawud sebagaimana berikut :

19

Aris shoimin, Model Pembelajaran Inovatif dalam kurikulum 2013, (Yogyakarta:Ar-Ruzz

Media,2014), h.83 20

Luqman asadudin, Pengembangan Pendidikan Karakter Melalui Metode Pembiasaan dan

Keteladanan, Jurnal Pendidikan Islam Cendekia, Vol 12, No 1, Juni 2014, h.81 21


(34)

21

suruhlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka apabila meninggalkannya ketika mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah

tempat tidur mereka”. (HR. Abu Dawud). B. Pembentukan Karakter.

1. Pengertian Pembentukan Karakter.

a. Pembentukan

Sebelum diuraikan lebih lanjut tentang pengertian pembentukan karakter peneliti akan terlebih dahulu menguraikan tentang pengertian pembentukan dan karakter, sebab pembentukan karakter merupakan kalimat yang terdiri dari dua kata yaitu pembentukan dan karakter, berikut pengertian dari pembentukan dan karakter.

Menurut kamus istilah kata Pembentukan nomina (kata benda) yang berarti proses, cara, perbuatan membentuk. Istilah pedoman umum pembentukan) ialah kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan dengan makna, konsep, proses, keadan atau sifat yang khas dalam bidang tertentu.

Istilah pembentukan adalah usaha mencipta atau menggubal kata baru, terutamanya untuk menyampaikan ilmu pengetahuan khusus dalam suatu bidang ilmu dan profesional. Jadi pembentukan dalam istilah bahasa Indonesia merupakan proses penciptaan istilah yang dibangun oleh kata atau frase yang dengan cermat mengungkapkan gagasan, sifat keadaan,


(35)

22

dan proses yang luas dalam bidang tertentu meliputi:bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

Kridalaksana mengemukakan istilah pembentukan dalam suatu bahasa dapat dilakukan dengan:

1. Mengambil kata atau frase umum yang diberi makna tertentu dalam bahasa Indonesia, misalnya: kata garam nama zat ini dapat diambil ilmu pengetahuan.

2. Membuat kombinasi dari kata-kata umum.

3. Membentuk kata turunan dari kata dasar yang umum. 4. Membentuk kata turunan dengan analogi.

5. Pinjam/terjemah.

6. Pembentukan istilah dengan singkatan. 7. Mengambil alih dari bahasa asing/daerah.

Dalam mengambil istilah dari bahasa lain, kridalaksana menawarkan dua prosedur: (1) menerjemahkan ungkapannya dengan tidak mengubah makna, (2) peminjaman istilah itu dengan penyesuaian dalam bentuk ungkapan-ungkapannya.

Berdasarkan dari istilah-istilah dalam berbagai bahasa tersebut kemudian dapat disederhanakan bahwa pembentukan itu merupakan konsep, proses, cara atau sifat yang khas dengan penyesuaian dalam bentuk ungkapannya.


(36)

23

Apa itu karakter? Kata karakter sesungguhnya berasal dari bahasa

Latin: “kharakter”, “kharassein”, “kharax” yang berarti membuat tajam,

membuat dalam. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlaq atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain.22 Jadi karakter merupakan sifat utama (pola) baik pikiran, sikap, perilaku maupun tindakan yang melekat kuat dan menyatu dalam diri seseorang.

Secara konseptual, istilah karakter dipahami dalam dua kubu pengertian. Pengertian pertama, bersifat deterministic. Di sisni karakter dipahami sebagai sekumpulan kondisi rohaniah pada diri kita yang sudah teranugerahi atau ada dari asalnya. Dengan demikian, ia merupakan kondisi yang kita terima begitu saja, tak bisa kita ubah. Ia merupakan tabiat seorang yang bersifat tetap, menjadi tanda khusus yang membedakan orang yang satu dengan lainnya. Pengertian kedua, bersifat non deterministic atau dinamis. Di sisni karakter dipahami sebagai tingkat kekuatan atau ketangguhan seseorang dalam upaya mengatasi kondisi rohaniah yang sudah diberi. Ia merupakan proses yang dikehendaki oleh seseorang untuk menyempurnakan kemanusiaan.23

Dalam kamus psikologi, dinyatakan bahwa karakter adalah kepribadian yang ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya

22

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa

Depdiknas, 2008), h. 682. Lihat juga Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model

Pendidikan Karakter, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), h. 42 23


(37)

24

kejujuran seseorang, biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap.24

Sedangkan menurut Muclas Samani, karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan perilaku yang khas tiap individu dan bekerja sama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. individu yang berkarakter baik adalah indidvidu yang dapat membuat keputusan dan siap mempertanggung jawabkan setiap akibat dari keputusannya. Karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusiayang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, adat istiadat, dan estetika. Sebagaimana pula dikemukakan oleh para pakar yang lain diikuti oleh Muchlas Samani yaitu:

1. Warsosno, karakter adalah perilaku yang tampak dalam kehidupan sehari-hari baik dalam bersikap maupun dalam bertindak.

2. Jack corley, karakter adalah sikap dan kebiasaan sesorang yang

memungkinkan dan mempermudah tindakan moral 25

3. Scerenko, karakter sebagai atribut atau cirri-ciri yang membentuk dan membedakan cirri pribadi, cirri etis, dan kompleksitas mental dari seseorang, sesuatu kelompok atau bangsa.26

24Jamal Ma‟mur Asmani,

Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah, (Yogyakarta: DIVA Press, 2011), h. 27

25

Maisah, Manajemen Pendidikan,(Ciputat:Gaung Persada Press Grup, 2013), h.35-36

26

Muchlas samanai. Hariyanti, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung:Remaja


(38)

25

4. Parkay and Stanford, Pembentukan Karakter yakni salah Satu nilai - nilai dan penalaran moral sebagai pendidikan karakter yang menekankan pengembangan karakter siswa yang baik.

5. Dr. Marvin Berkowitz, Pembentukan Karakter “Pendidikan karakter yang efektif tidak menambahkan program atau set program untuk sekolah, melainkan merupakan transformasi budaya dan kehidupan

sekolah”.

Sebagai identitas atau jati diri suatu bangsa, karakter merupakan nilai dasar perilaku yang menjadi acuan tata nilai interaksi antara manusia. Secara universal berbagai karakter dirumuskan sebagai nilai hidup berdasarkan atas pilar: kedamaian (peace), menghargai (respect), kerja sama (cooperation), kebebasan (freedom), kebahagiaan (happiness), kejujuran (honesty), kerendahan hati (humility), kasing sayang (love), tanggung jawab (responbility), kesederhanaan (simplicity), toleransi (tolerance), dan persatuan (unity).

Mengacu pada pengertian dan definisi karakter tersebut, serta faktor yang dapat mempengaruhi karakter, maka karakter dapat dimaknai sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.27

27


(39)

26

Dari beberapa penjelasan diatas, bahwa titik berat kecerdasan intelektual anak yaitu pada pembentukan karakternya dan dilengkapi dengan pendidikan. Jadi antara pendidikan dan pembentukan karakter mempunyai kesinambungan yang saling melengkapi.

2. Proses Pembentukan Karakter.

Secara alami, sejak lahir sampai berusia tiga tahun, atau mungkin hingga sekitar lima tahun, kemampuan menalar seorang anak belum tumbuh sehingga pikiran bawah sadar (subconsius mind) masih terbuka dan menerima apa saja informasi dan stimulus yang dimasukkan kedalamnya tanpa ada penyeleksian, mulai dari orang tua dan keluarga. dari mereka itulah, pondasi awal terbentuknya karakter sudah bangun.28

Semakin banyak informasi yang diterima dan semakin matang system kepercayaan dan pola pikir yang terbentuk, maka semakin jelas tindakan, kebiasaan, dan karakter unik dari masing-masing individu. Dengan kata lain, setiap individu akhirnya memiliki system kepercayaan (belief system), citra diri (self-image), dan kebiasaan (habit) yang unik. Jika sisitem kepercayaan benar dan selaras, karakternya baik dan konsep dirinya bagus, maka kehidupannya akan dipenuhi banyak permasalahan dan penderitaan.

Dalam literatur islam ditemukan bahwa factor gen/keturunan diakui sebagai salah satu factor yang mempengaruhi pembentukan karakter. Misalnya, pengakuan islam tentang alasan memilih calon istri

28


(40)

27

atas dasar factor keturunan. Rasul pernah bersabda yang intinya menyebutkan bahwa kebanyakan orang menikahi wanita karena factor rupa, harta, keturunan, dan agama. Meskipun islam mengajarkan bahwa factor terbaik dalam meilih calon istri adalah agamanya.

Dalam hal ini, boleh jadi orang yang menikahi wanita karena pertimbangan keturunan disebabkan oleh adanya keinginan memperoleh keududukan dan kehormatan sebagaimana orangtua si perempuan tersebut. Atau mungkin bisa karena ingin memperoleh keturunan yang mewarisi sifat-sifat orangtua istrinya.

Akhir-akhir ini ditemukan bahwa factor yang paling penting berdampak pada karakter seseorang di samping gen ada factor lain, yaitu makanan, teman, orang tua, dan tujuan merupakan factor terkuat dalam mewarnai karakter seseorang(Munir, 2010:9). Dengan demikian jelaslah bahwa karakter itu dapat dibentuk.

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa membangun karakter menggambarkan:

1) Merupakan suatu proses yang terus-menerus dilakukan untuk membentuk tabiat, watak, dan sifat-sifat kejiwaan yang berlandaskan pada semangat pengabdian dan kebersaman.

2) Menyempurnakan karakter yang ada untuk mewujudkan karakter


(41)

28

3) Membina nilai/karakter sehingga menampilkan karakter yang kondusif bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dilandasi dengan nilai-nilai dan falsafah hidup.29

Sementara itu proses Pembentukan karakter dibagi menjadi empat macam yakni: (1) Teaching :Pembelajaran/ perkuliahan, (2) Modeling: Keteladanan :civitas akademik, (3) Reinforcing :Peraturan dan pengkondisian, (4) Habituating : Pembiasaan oleh setiap individu

Dalam proses pembentukan karakter diperlukan peran akal, latihan dan lingkungan. Dan proses pembentukan perilaku sesorang juga tidak cukup diserahkan pada akal dan proses alamiah , akan tetapi diperlukan pembiasaan melalui normativitas keagamaan.

Proses pembentukan karakter perlu diterapkan oleh guru, untuk membiasakan peserta didik dengan sifat-sifat baik dan terpuji, impuls-impuls positif menuju neokortek agar tersimpan dalam system otak dan, sehingga aktivitas yang dilakukan oleh peserta didik terekam secara positif. Demikian halnya untuk membangkitkan apa-apa yang telah masuk dalam otak bawah sadar, peserta didik harus dilatih dan dibiasakan dalam setiap pembelajaran dan kehidupan sehari-hari.30

C. Bidang studi Pendidikan Agama Islam (PAI)

1. Pengertian Bidang studi Pendidikan Agama Islam a. Definisi Pendidikan.

29

Ibid., h.19 30


(42)

29

Banyak ahli telah membahas definisi “Pendidikan”, tetapi dalam pembahasannya mengalami kesulitan, karena antara satu definisi dengan definisi yang lain sering terjadi perbedaan.

Pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat jadi beradab. Pendidikan bukan merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi lebih luas lagi yakni sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai (enkulturisasi dan sosialisasi). Anak harus mendapatkan pendidikan yang menyentuh dimensi dasar kemanusiaan.31

Kata pendidikan yang Bahasa Inggrisnya education berarti pendidikan, kata yang semakna dengan education dalam bahasa latinnya adalah educare. Secara etimologi kata educare dalam memiliki konotasi melatih. Dalam dunia pertanian kata educere juga bisa diartikan sebagai menyuburkan (mengolah tanah agar menjadi subur dan menumbuhkan tanaman yang baik). Pendidikan juga bermakna sebuah proses yang membantu menumbuhkan, mendewasakan, mengarakan, mengembangkan berbagai macam potensi yang ada dalam diri manusia agar dapat berkembang dengan baik dan bermanfaat bagi dirinya juga lingkungan sekitarnya.32

Menurut Ahmad Marimba, pendidikan adalah bimbingan atau didikan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan anak didik,

31

Masnur Muslich, Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensial ( Jakarta:

Bumi Aksara. 2011), h.69 32

Yahya Khan, Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri (Yogyakarta : Pelangi Publishing,


(43)

30

baik jasmani maupun rohani, menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Sedangkan Ahmad Tafsir mendefinisikan Pendidikan secara luas

yaitu, :pengembangan pribadi dalam semua aspeknya”, dengan catatan bahwa yang di maksud “pengembangan pribadi” mencakup pendidikan

oleh diri sendiri, lingkungan dan orang lain. Sedangkan kata “semua aspek” mencakup aspek jasmani,nakal, dan hati. Dengan demikian, tugas

pendidikan bukan hanya sekedar meningkatkan kecerdasan intelektual, tetapi juga mengembangkan seluruh aspek kepribadian anak didik. Definisi inilah yang dikelan dengan istilah tarbiyah.

Sementara itu, pendidikan ada yang diistilahkan dengan

paedagogie, sedangkan ilmu pendidikan disebut dengan paedagogiek. Dalam hal pendidikan lebih ditekankan dalam hal praktek, khususnya yang berkaitan dengan kegiatan belajar-mengajar. Berangkat dari terminologi ini sulit dipisahkan antara paedagogie dan paedagogiek, karena keduanya harus dilaksanakan secara berdampingan, saling memperkuat dalam meningkatkan mutu dan tujuan pendidikan.

Ki Hajar Dewantara mendefinisikan pendidikan adalah tuntunan segala kekuatan kodratvyang ada pada anak agar mereka kelak menjadi manusia dan anggota masyarakat yang dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Sedangkan, Al-Attas berpendapat

bahwa kata “pendidikan”berasal dari terjemahan kata ta’dib yang khusus dipakai untuk pendidikan islam. Secara bahasa, kata ta’dib berasal dari kata addaba yang berarti adab atau mendidik. Menurutnya, kata tersebut


(44)

31

penggunaannya dikhususkan untuk pengajaran tuhan kepada Nabi_Nya, sehingga dalam konteks ini ia mendefinisikan pendidikan adalah meresapkan atau menanamkan adab pada diri manusia. Menurut Al-Attas, kata adab melibatkan tindakan untuk mendisiplinkan pikiran dan jiwa untuk mencapai sifat yang baik, terhindar dari noda dan cela. Maka, pengajaran dan keterampilan betapapun ilmiahnya tidak dapat diartikan sebagai pendidikan jika didalamnya tidak ditanamkan nilai-nilai pendidikan.

Dari definisi pendidikan yang diungkapkan oleh para ahli, secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu definisi secara sempit yang khususnya pendidikan hanya untuk anak dan hanya dilakukan oleh lembaga atau institusi khusus dalam rangka mengantarkan kepada masa kedewasaan, dan definisi secara luas dimana pendidikan berlaku untuk semua orang dan dapat dilakukan oleh semua orang bahkan lingkungan. Tetapi dari perbedaan tersebut ada kesamaan tujuan yaitu untuk mencapai kebahagiaan dan nilai tertinggi.

Dengan demikian, diverbalisasikan bahwa pendidikan adalah seluruh aktivitas atau upaya secara sadar yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik terhadap semua aspek perkembangan kepribadian baik jasmani, maupun rohani, secara formal, informal maupun non-formal yang berjalan secara terus menerus untuk mencapai kebahagiaan dan nilai yang tinggi, baik nilai insaniyah maupun ilmiyah.33

33


(45)

32

b. Definisi Pendidikan Islam.

Dari beberapa definisi pendidikan islam dalam perspektif umum diatas sebenarnya cukup untuk merumuskan definisi pendidikan islam pada dasarnya menunjukkan ciri khas. Dalam sejarah pendidikan Indonesia maupun studi kependidikan , demikian menurut A. Malik

Fadjat, sebutan “pendidikan islam” umumnya dipahami hanya sebatas ciri

khas. Padahal menurutnya, keberadaan pendidikan islam tidak sekedar menyangkut persoalan ciri khas, tetapi lebih mendasar lagi yaitu tujuan yang diidamkan dan diyakini sebagai yang paling ideal. Jika terma pendidikan islam dipahami sebatas pendidikan dengan ciri khas islam, maka definisi pendidikan secara umum yang dihubungkan dengan islam akan menimbulkan pengertian baru yang secara implit menjelaskan karakteristik khas yang dimilikinya.34

Menurut Istilah, pendidikan islami terdiri dari dua kata, yaitu pendidikan dan islami. Kata “islam” yang menjadi imbuhan pada kata pendidikan menunjukkan warna, model, bentuk dan ciri bagi pendidikan, yaitu pendidikan yang bernuansa islamatau pendidikan islami.35

Secara psikologi, kata Pendidikan dan Islam mengindikasikan sesuatu proses untuk mencapai nilai moral, sehingga subjek dan objeknya senantiasa mengkonotasikan kepada perilaku yang bernilai, dan menjauhi sikap amoral. Dengan demikian, pertanyaannya adalah; Bagaimana pendidikan menurut islam? Karena islam bukan sekedar pendidikan, tapi

34

Sutrisno, Pendidikan Islam Berbasisi Problem Sosial, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hl.20.

35


(46)

33

pendidikan bagian integral dari islam. Pembahasan tersebut ada kalanya didasarkan informasi Al-Qur’an dan Hadist, atau didasarkan pada pendapat para pakar pendidikan islam yang mempunyai otoritas pemahaman.

Ada beberapa definisi pendidikan islam yang dikemukakan oleh beberapa tokoh diantaranya seperti:

a) Muhamad Fadli al-jamali. Pendidikan islam adalah proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang mengangkat derajat kemanusiannya sesuai dengan kemampuan dasar (fithrah) dan kemampuan ajarnya.

b) Omar Muhammad al-Toumy. Pendidikan islam adalah usaha

mengubah tingkah laku dalam kehidupan, baik individu atau masyarakat serta berinteraksi dengan alam sekitar melalui proses pendidikan berlandaskan nilai islami.

c) Muhammad munir mursyi. Pendidikan islam adalah pendidikan fitrah manusia, karena islam adalah agama fitrah, maka segala perintah, larangan dan kepatuhannya dapat mengantarkan mengetahui fitrah ini.

d) Hasan Langgulung. Pendidikan Islam adalah suatu proses spiritual, akhlaq, intelektual dan sosial yang berusaha membimbing manusia dan memberinya nilai-nilai, prinsip-prinsip dan teladan idela dalam kehidupan yang bertujuan mempersiapkan kehidupan dunia akhirat.


(47)

34

Sedangkan menurut pendapat Zakiyah Drajat, memaknai pendidikan islam sebagai proses untuk mengembangkan fitrah manusia, sesuai dengan ajarannya (pengaruh dari luar).

Dengan demikian, “pendidikan islam” adalah segala upaya atau proses pendidikan yang dilakukan untuk membimbing tingkah laku manusia baik individu maupun sosial, untuk mengarahkan potensi baik potensi dasar (fithrah) maupun ajar yang sesuai dengan fitrahnya melalui proses intelektual dan spiritual berlandaskan nilai islam untuk mencapai kebahagiaan hidup didunia dan akhirat.36

Selain dari definisi diatas, banyak definisi lain yang tentu tidak perlu kita pertentangkan satu sama lain. Dari peneliti cenderung merangkum definisi-definisi itu menjadi suatu definisi yang mencakup seluruh unsur yang terkandung dalam diri manusia, yaitu fisik, psikis, dan ruhani serta lebih selaras dengan tujuan hidup manusia sebagaimana akan dipaparkan lebih lanjut. Selain itu, peneliti mengusulkan definisi

pendidikan islam sebagai “usaha sadar untuk membimbing manusia

menjadi pribadi beriman yang kuat secara fisik, mental, dan spiritual, serta cerdas, berakhlak mulia, dan memiliki keterampilan yang diperlukan bagi kebermanfaatan dirinya, masyarakat dan lingkungan.

2. Sumber dan Dasar Pendidikan Islam.

Dalam istilah bahasa Indonesia, kata “sumber” berarti tempat keluar atau asal dalam berbagai arti, sementara kata “dasar” berrati bagian

36


(48)

35

yang terbawah, pondasi atau pangkal dari suatu pendapat, yang dalam hal ini juga bersinonim kata asas, sedang kata “asas” bermakna suatu

kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berfikir. Dengan demikian, sumber pendidikan islam adalah Al-Qur’an dan Hadist.

System dan pola pendidikan yang dirancangkan terkait dengan kebudayaan, peradaban, dan tatanan kehidupan yang akan melibatkan suatu komponen yang ada, sementara metodenya didasarkan pada perkembangan psikologi anak didik agar proses tersebut memberikan hasil yang baik, yaitu mempersiapkan individu agar dapat menentukan pola pikir dalam memenuhi kebutuhan hidup yang tidak terbatas pada waktu, yang selaras dengan kesiapn jiwa subjek pendidik.

Terdapat dua sumber dalam pendidikan islam, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah. Sejak awal pewahyuan, Al-Qur’an telah mewarnai jiwa rosul dan para sahabatnya yang menyaksikan turunnya kitab tersebut . sehingga ketika Aisyah ditanya akhlaq Rasululluah, ia menjelaskan bahwa akhlaq Rasul adalah Al-Qur’an seperti firman Allah dalam Qur’an surat Al -Furqon Ayat 32 sebagaimana berikut :

                               


(49)

36

“Berkatalah orang-orang kafir: ”mengapa Al-Qur’an itu tidak diturunkan

kepedanya sekali turun saja?” demikianlah supaya kami perkuat hatimu

dengannya dan kami membacakannya secara tartil(teratur dan benar)”37

Ada tiga isyarat pendidikan dalam ayat tersebut yaitu: (a)

Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur, agar nilai yang terkandung melekat dan menjiwai diri Rosulullah, (b) ayat yang turun berangsur-angsur, untuk mengajari Rasulullah membaca secara teratur dan benar, (c) dengan turunnya ayat, berarti Allah menunjuki kebenaran kepada Muhammad secara Langsung.

Nilai Al-Qur’an yang telah diserap Rasulullah terpancar dalam gerak-geriknya yang direkam oleh para sahabat, sehingga hampir tidak ada ayat yang tidak dihapal dan diamalkan oleh sahabat. Disamping itu kehadiran Al-Qur’an ditengah masyarakat Arab, memberikan pengaruh yang besar .terhadap jiwa mereka.Akhirnya, mereka berpaling secara total, dan semua keputusan selalu melihat isyarat Al-Qur’an sebagai petunjuk kehidupan.

Sedangkan Sunnah, secara etomologi adalah berarti cara, gaya, jalan yang dilalui, dan secara terminologi adalah kunpulan apa yang telah diriwayatkan Rasul dengan Sanad yang shahih, baik perkataan, perbuatan, sifat, ketetapan dan segala pola kehidupannya. Dalam konteks pendidikan, Sunnah mempunyai dua fungsi, yaitu: (a) menjelaskan metode pendidikan islam yang bersumber dari Al-Qur’an secara konkret dan penjelasan lain

37


(50)

37

yang belum dijelaskan Al-Qur’an, (b) menjelaskan metode pendidikan yang telah dilakukan oleh Rasul dalam kehidupan kesehariannya serta cara beliau menanamkan keimanan.

Pendidikan islam sebagai wadah pengembangan akal dan pikiran, pengarah tata laku dan pearasaan berdasarkan nilai ajaran islam, agar nilai tersebut dapat diserap dalam kehidupan. Oleh karena itu, pendidikan harus sesuai dengan akur pikiran sehat dalam memandang realitas kehidupan, sehingga sisi kehidupan yang akan diraih dapat diupayakan.

Islam memberikan kesempatan yang luas kepada akal untuk berkreasi dan berpikir. Keimanan yang secara sepintas harus diterima secara pasrah, bukan berarti memetahkan dan mematikan kreativitas akal, tetapi agar perasaan dan naluri manusia dapat berjalan untuk mengimbangi tindakan yang dilakukan agar sesuai dengan yang digariskan oleh syara.

Naluri yang tunduk (ta’abbud) adalah tujuan Tuhan menciptakan manusia,

baik individu mapun kelompok.

Dengan demikian, aspek keimanan dan keyakinan terhadap ajaran agama berfungsi untuk mengedepankan dasar-dasar keyakinan yang kokoh guna menumbuhkan kreativitas yang aktif dan optimis. Sedangkan aspek syariat lebih mengedepankan ketaatan perilaku manusia terhadap aturan kehidupan dalam rangka melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan. Dalam hal ini, pendidikan menumbuhkan dan mengembangkan kepribadian manusia secara sempurna dengan kemampuannya.38

38


(51)

38

3. Tujuan bidang studi Pendidikan Agama Islam.

Membincangkan tujuan pendidikan dalam islam, sesungguhnya kita tidak lepas dari diskusi tentang tujuan hidup manusia. Sebab tujuan pendidikan yang paling ideal seharusnya bermuara pada pembentukan manusia yang ideal. Sementara sosok manusia yang ideal tentulah manusia yang tujuan hidupnya telah selaras dengan tujuan penciptaannya. Lalu, apakah tujuan Allah menciptakan makhluk bernama manusia itu?

Menurut Ahmad Janan Asifudin, jika dikaitkan dengan tujuan penciptaannya, setidaknya ada empat tujuan hidup manusia. Tujuan pertama adalah untuk mengabdi/beribadah kepada Allah, sebagaimana difirmankan dalam Al-Qur’an berikut:39





“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka

beribadah kepadaku” (QS. Al-Dzariyat[51] : 56)

Tujuan kedua adalah untuk menjadi khalifah Allah di bumi, sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut:40

39

Departemen Agama RI, Alquran Dan Terjemahannya, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro,

2005), h.417 40


(52)

39 























“Dan (Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS.Al-Baqarah [2]:30)

Menilik tujuan-tujuan hidup manusia tersebut di atas, wajar kita paradigma pendidikan sekuler Barat tidak mendapat tempat dalam pendidikan islam. Sebab, dalam pandangan islam, manusia tidak saja terdiri dari komponen fisik dan psikis, tetapi juga spiritual (ruhani). Lebih dari itu, islam meyakini adanya kehidupan akhirat yang lebih kekal, yang mana setiap manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang telah diperbuat selama hidupnya di dunia.

Jadi, sementara paradigma sekuler memandang dunia sebagai tempat untuk meraih kesuksesan dan kesenagan hidup, islam memandangnya lebih sebagai lading amal yang akan dipanen kelak di akhirat. Dengan pandangan seperti ini, islam mengidealkan sistem


(53)

40

pendidikan yang dapat membimbing manusia untuk tetap dalam fitrahnya sebagai makhluk beriman, serta mampu mengembangkan potensi fisik, psikis, dan ruhani sekaligus. 41

Konsep pendidikan selalu berada dalam lingkungan budaya yang tidak terlepas dari eksistensinya. Untuk mengetahui tujuannya, harus berdasarkan atas tinjauan filosofis. Tujuan pendidikan secara umum adalah:42

a. Jika pendidikan bersifat progresif, maka tujuannya harus diartikan sebagai rekontruksi pengalaman. Dalam hal ini pendidikan bukan sekedar menyampaikan pengetahuan kepada anak didik, tetapi juga melatih kemampuan berpikir dengan memberikan stimulant, sehingga mampu berbuat sesuai dengan intelligent dan tuntutan lingkungan. Aliran ini dikenal dengan progresivisme.

b. Jika yang dikehendaki pendidikan adalah nilai yang tinggi, maka pendidikan pembawa nilai yang ada di luar jiwa anak didik, sehingga ia perlu dilatih agar mempunyai kemampuan yang tinggi. Aliran ini dikenal dengan esensialisme.

c. Jika tujuan pendidikan dikehendaki agar kembali pada konsep jiwa sebagai tuntunan manusia, maka prinsip utamanya ia sebagai dasar pegangan intelektual manusia yang dapat menjadi saranan untuk menemukan evidensi sendiri. Aliran I ni dikenal dengan parenialisme.

41

Sutrisno, Pendidikan Islam Berbasisi Problem Sosial, h. 27.

42


(54)

41

d. Menghendaki agar anak didik dapat dibangkitkan kemampuannya secara konstruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan masyarakat karena adanya pengaruh dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan penyesuaian ini, anak didik tetap berada dalam

suasana aman dan bebeas yang dikenal dengan aliran

rekonstruksionisme.

Setelah dijelaskan rumusan pendidikan secara umum, maka rumusan tujuan pendidikan islam menurut para ahli, Al-Attas menghendaki tujuan pendidikan islam adalah manusia yang baik. Marimba, berpendapat bahwa tujuan pendidikan islam terbentuknya orang yang berkepribadian muslim. Al-Abrasyi mengehendaki tujuan akhir pendidikan islam adalah manusia yang berakhlaq mulia. Munir Mursyi menyatakan bahwa tujuan akhir pendidikan menurut islam adalah manusia sempurna.

Sedangkan menurut Abdul Fattah, tujuan pendidikan islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Ia mengatakan bahwa tujuan ini akan mewujudkan tujuan-tujuan khusus. Tujuan ini adalah untuk semua manusia. Jadi menurut islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia menjadi manusia yang menghambakan diri kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah.

Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh


(55)

42

Allah. Tujuan hidup manusia ialah beribadah kepada Allah. Seperti dijelaskan dalam QS. al-Dzariyat Ayat 56:





“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka

mengabdi kepada-Ku”.43

Ayat Al-Qur’an yang senada dengan ayat diatas dapat juga dilihat pada surat al-Baqarah:21, al-Anbiya’:25, dan al-Nahl:36.

Menurut Quthb, tatkala membicarakan tujuan pendidikan, menyatakan bahwa tujuan pendidikan lebih penting dari pada sarana pendidikan, sarana pendidikan pasti berubah dari masa ke masa, dari generasi ke generasi, bahkan dari satu tempat ke tempat yang lain. Akan tetapi tujuan pendidikan tidak berubah. Tujuan pendidikan yang khusus dapat berubah sesuai dengan kondisi tertentu. Namun bagian yang mendasar dari tujuan pendidikan yang khusus tidak pernah berubah.

Menurut Quthb, tujuan umum pendidikan adalah manusia yang taqwa. Yang diambil dari QS. al-Hujarat Ayat 13 sebagaimana berikut:

















































43


(56)

43

Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang

laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi

Maha Mengenal” 44

Dari hasil konferensi pertama tentang Pendidikan islam berkesimpulan bahwa tujuan akhir pendidikan islam adalah manusia yang menyerahkan diri secara mutlak kepada Allah.Sampai di sini dapat dilihat bahwa para ahli pendidikan islam sepakat bahwa tujuan umum (sebagian menyebutkan tujuan akhir) pendidikan islam adalah manusia yang baik itu ialah manusia yang beribadah kepada Allah.

Membicarakan tujuan pendidikan umum memang penting. Tujuan umum itu tetap menjadi arah pendidikan islam. Untuk keperluan pelaksanaan pendidikan, tujuan ini harus dirinci menjadi tujuan yang khusus, bahkan sampai ketujuan yang operasional. Usaha merinci tujuan umum itu sudah pernah dilakukan oleh para ahli pendidikan islam. Al-Syaibani, misalnya menjabarkan tujuan pendidikan islam menjadi:

a. Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah laku, jasmani dan rohani, dan kemampuan- kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat.

44


(57)

44

b. tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat tingkah laku individu dalam masyarakat perubahan kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masayarakat.

c. tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, seni, profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat.

Al-Abrasyi merinci tujuan akhir pendidikan islam menjadi:

a. pembinaan akhlak

b. menyiapka anak didik untuk hidup didunia dan di akhirat c. penguasaan ilmu.

d. Keterampilan bekerja dalam masyarakat.

Bagi Asma Hasan Fahmi, tujuan akhir pendidikan islam dapat dirinci sebagai berikut:

a. Tujuan keagamaan.

b. Tujuan pengembangan akal, akhlak. c. Tujuan pengajaran kebudayaan. d. Tujuan pembinaan kepribadian.

Sedangkan, menurut Munir Mursi menjabarkan tujuan pendidikan islam menjadi sebagai berikut:

a. bahagian di dunia dan akhirat b. menghambakan diri kepada Allah

c. memperkuat ikatan keislaman dan melayani kepentingan masyarakat. d. akhlak mulia


(58)

45

Al-Aynayni membagi tujuan pendidikan islam mejadi tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum ialah beribadah kepada Allah. Selanjutnya ia mengatakan bahwa tujluan umum ini sifatnya tetap, berlaku disegala tempat, waktu, dan keadaan. Tujuan khusus pendidikan islam ditetapkan berdasarkan keadaan tempat dengan mempertimbangkan keadaan geografi, ekonomi, dan lain-lain yang ada ditmpat itu. Tujuan khusus ini dapat dirumuskan berdasarkan ijtihad para ahli ditempat itu. Selanjutnya ia membagi aspek-aspek pembinaan dalam pendidikan islam, jadi bukan pembagian tujuan pendidikan menjadi tujuan-tujuan khusus. Aspek-aspek pembinaan dalam pendidikan islam menurutnya ialah sebagai berikut:

a. Aspek jasmani b. Aspek akal c. Aspek akidah d. Aspek akhlak

e. Aspek kejiwaan

f. Aspek keindahan

g. Aspek kebudayaan

Pembagian ini bertujuan baik, sayangnya kategori yang digunakan ganda juga. Aspek (1), (2) dan (5) berada didalam kategori potensi manusia, sementara aspek (3) dan (4) berkategori sifat atau sikap, sdangkan aspek (6) dan (7) kelihatannya tumpang tindih.


(59)

46

Sampai di sini kita sebenarnya belum puas tentang perumusan tujuan khusus pendidikan islam itu. Pendapat para pakar itu kelihatanya tidak tidak banyak menolong urntuk merumuskan tujuan-tujuan pendidikan . bila rumusan tujuan penidikan tumpang tindih dan atau kategorinya ganda, maka perencanaan pendidikan akan amat sulit, kebingungan akan muncul dalam pelaksanaannya.

Tatkala membicarakan ciri muslim sempurna, kita telah sampai pada kesimpulan bahwa muslim sempurna menurut islam ialah muslim yang :

a. Jasmaninya sehat dan kuat. b. Akalnya cerdas serta pandai c. Hatinya takwa kepada Allah

Jasmani yang sehat serta kuat cirinya adalah: a. Sehat

b. Kuat

c. Berketrampilan

Kecerdasan dan kepandaian cirinya adalah:

a. Mampu meyelesaikan masalah secara cepat dan tepat. b. Mampu menyelesaikan masalah secara ilmiah dan filosofis.

c. Memiliki dan mengembangkan sains

d. Memiliki dan mengembangkan filsafat. Hati yang takwa kepada Allah berciri:


(60)

47

a. Dengan sukarela melaksanakan perintah Allah dan mejauhi

larangan_Nya

b. Hati yang berkemampuan berhubungan degan alam ghaib.

Dari penjabaran mengenai rumusan-rumusan tujuan pendidikan islam, dapat ditarik kesimpulan bahwasanya ialah sebagai berikut:

a. Tujuan umum pendidikan islam ialah Muslim yang sempurna, atau manusia yang takwa, atau manusia beriman, atau manusia yang beribadah kepada Allah.

b. Muslim ang sempurna itu ialah manusia yang memiliki 9 atau (3,4,2) ciri diatas.45

D. Sekolah Adiwiyata.

1. Pengertian Sekolah Adiwiyata.

Sebelum menjelaskan secara rinci mengenai sekolah adiwiyata, maka diuraikan terlebih dahulu dari pengertian sekolah dan adiwiyata. a) Sekolah.

Sekolah merupakan lembaga akademik dengan tugas utamanya

menyelenggarakan pendidikan dan mengembangkan ilmu,

pengetahuan, teknologi, dan seni. Tujuan pendidikan, sejatinya tidak hanya mengembangkan keilmuan, tetapi juga membentuk kepribadian, kemandirian, keterampilan sosial, dan karakter. Oleh sebab itu,

berbagai program dirancang dan diimplementasikan untuk

45


(1)

124

penerapan Kesepakatan Bersama antara Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan Menteri Pendidikan Nasional. Selanjutnya wujud dari pelaksanaan

program ini meliputi (1) Kegiatan penanaman tanaman hias

memanfaatkan botol-botol bekas, (2) Pembudidayaan tanaman toga melalui program green house, (3) Penerapan Eco green di lingkungan sekolah, (4) Pembiasaan membawa bekal makanan dari rumah, (5) Penyuluhan untuk mencintai tanaman, (6) Lomba pengumpulan sampah setiap sekali dalam minggu.

4. Implementasi Model Pembelajaran Habit Forming(Pembiasaan) dalam Pembentukan Karakter Siswa di Sekolah Adiwiyata, adapun secara garis beras untuk implementasinya melalui 3 tahap yaitu (1) perencanaan Model Pembelajaran Habit Forming (Pembiasaan) dalam Pembentukan Karakter Siswa di Sekolah Adiwiyata SMA Negeri 1 Plumpang, (2) Pelaksanaan Model Pembelajaran Habit forming dalam Pembentukan Karakter Siswa di Sekolah Adiwiyata beserta langkah-langkah model pembelajaran habit Forming(pembiasaan) dan (3) Evaluasi dan Hasil model pembelajaran Habit Forming(Pembiasaan) dalam Pembentukan Karakter Siswa di Sekolah Adiwiyata.


(2)

125

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan hasil penelitian mengenai Implementasi Model Pembelajaran Habit Forming Dalam Pembentukan Karakter Siswa Di Sekolah Adiwiyata Pada Pelajaran PAI SMA Negeri 1 Plumpang , penulis memiliki beberapa saran sebagai berikut:

1. Diharapkan kedepannya sekolah dapat menjalin kerjasama yang baik dengan orangtua sehingga tujuan untuk mendidik perilaku terpuji siswa akan tersampaikan. Dengan adanya kerjasama ini dapat meningkatkan peran dan partisipasi orangtua dalam memberikan kontrol perkembangan perilaku siswa

2. Diharapkan kedepannya Guru mampu menjalankan pembiasaan untuk pembentukan karakter peserta didik seefektif mungkin dan menggunakan seluruh kompetensinya (kemampuan) yang dimiliki untuk melaksanakan tugasnya sebagai seorang pendidik serta bisa menjadi teladan dan panutan bagi siswadaknya dan lebih kreatif dalam mengintegrasikan pembiasaan ke materi lainnya, Karena pada dasarnya banyak materi umum yang juga dapat disisipi dengan pembiasaan tersebut guna pembentukan karakter peserta didik

3. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya dapat meningkatkan implementasi model pembelajaran habit forming dalam pembentukan karakter siswa dari sudut pandang yang lain.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012),

Aldayu, Adi Isma. Analisis Keberhasilan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Pendididikan Agama Islam Di SMA GIKI 3 Surabaya. Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya, (Surabaya: Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya. 2013. Andi Prastowo, 2010, Menguasai Teknik-Teknik koleksi Data Penelitian kualitatif, Jogjakarata: DIVA Press.

Anam, Much Arif Saiful 2016, Implementasi pendidikan karakter pada siswa di sekolah inklusi (studi penelitian di SMP Negeri 29 Surabaya),Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya, Surabaya: Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya.

Andi Prastowo, 2011, Memahami Metode-Metode Penelitian, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Andi Prastowo, 2014, Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian, Jogjakarta: AR-RUZZ Media

Aris shoimin, 2014, Model Pembelajaran Inovatif dalam kurikulum 2013, (Yogyakarta:Ar-Ruzz Media

Asadudin, Luqman. Pengembangan Pendidikan Karakter Melalui Metode Pembiasaan dan Keteladanan, Jurnal Pendidikan Islam Cendekia, Vol 12, No 1,


(4)

127

Bungin, Burhan 2008, Penelitian Kualitatif, Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Departemen Agama RI, 2005, Alquran Dan Terjemahannya, Bandung: CV Penerbit Diponegoro.

Departemen Pendidikan Nasional, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa Depdiknas, Lihat juga Muchlas Samani dan Hariyanto, 2012, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Djamarah, 2010, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: Rineka Cipta.

Fikri, Muhammad Sahlul 2014, Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di SMP Khadijah A. Yani Surabaya.Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya, Surabaya: Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya.

Ismail Nawawi, 2012, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Dwiputra Pustaka Jaya.

Jamal Ma‟mur Asmani, 2011, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah, (Yogyakarta: DIVA Press.

Jurnal Diklat Keagamaan INOVASI, volume 8, No.02, April-Juni 2014, Pendidikan Karakter berbasis Etika Agama, Balai Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan Surabaya.


(5)

128

Kementrian Lingkungan Hidup, 2012, Buku Panduan Adiwiyata sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan, (Jakarta: Asdep Urusan Penguatan Inisiatif Masyarakat Deputi Bidang Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat,Kementerian Lingkungan HidupGd.

Lampiran Siaran Pers KLH Nomor: HmsKLH 113/11/2014 tanggal 20 November 2014

Maisah, 2013, Manajemen Pendidikan, Ciputat:Gaung Persada Press Grup.

Moleong, Lexy. 2013, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Muchlas samanai. 2012, Hariyanti, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, Bandung:Remaja Rosdakarya.

Mulyasa, E. 2014, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah , Jakarta: Bumi Aksana.

Mulyasa, E. 2012, Manajemen Pendidikan Karakter, Jakarta:Sinar Grafika Offset.

Muslich, Masnur. 2011, Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensial , Jakarta: Bumi Aksara.

Nana Sudjana, 2005, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung: Sinar Baru Algensindo, h. 2. Lihat juga Syaiful Bahri

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.


(6)

129

Saptono, 2011, Dimensi-Dimensi Pendidikan Karakter, Salatiga: Erlangga Group.

Sudarwan Danim, 2012, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung : CV Pustaka Setia.

Sugiyono, 2008, Memahami Penelitian Kualitatif , Bandung : Alfabeta, 2008.

Sugiyono, 2010, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung : Alfabeta. Sugiyono, 2014, Metode Penenlitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Bandung: Alfabeta.

Sutrisno, 2012, Pendidikan Islam Berbasisi Problem Sosial, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Suyadi, 2013, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, Bandung:Remaja Rosdakarya.

Yahya Khan, 2010, Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri (Yogyakarta : Pelangi Publishing.

Zubaedi, 2011, Desain Pendidikan Karakter konsep dan aplikasinya dalam lembaga pendidikan, Jakarta:Prenada Media Grup.