PENGELOLAAN KAWASAN KARST MELALUI PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL.

(1)

1 A.

Kabupaten Gunungkidul selalu identik dengan kekeringan dan daerah tandus, akan tetapi pada kenyataannya Kabupaten Gunungkidul mempunyai berbagai sumberdaya yang berpotensi tinggi, salah satunya adalah sumberdaya alam berupa kawasan karst. Salah satu bentuk pemanfaatan kawasan karst adalah untuk kegiatan penambangan batuan gamping. Kawasan karst ditambang untuk diambil batu gampingnya karena memiliki nilai ekonomi tinggi, yaitu dapat digunakan sebagai bahan baku semen, pupuk, pengeras jalan, pondasi rumah, bahan baku industri seperti untuk industri kaca, bahan pemutih, penjernih air dan bahan pestisida.

Latar Belakang Masalah

Sebagian besar perusahaan pertambangan menggunakan berbagai piranti modern yang mampu bekerja dalam skala yang lebih besar dan cepat seperti sistem peledakan beruntun, peralatan berat antara lain escavator dan penggaru, sedangkan untuk penambangan rakyat masih menggunakan teknik dan peralatan tradisional seperti cangkul dan sekop. Penambangan yang dilakukan oleh masyarakat lebih berdasarkan kebutuhan pemenuhan hidup, sedangkan perusahaan-perusahaan pertambangan yang beroperasi di Kabupaten Gunungkidul lebih jauh lagi digunakan untuk komoditi perdagangan.


(2)

(http://aneka-ragam.blogspot.com/2008/10/mengayun-langkah-diantara-batu-karst.html, diakses 24 April 2013 pukul 20.59).

Kegiatan penambangan tersebut tentunya akan menimbulkan berbagai dampak, baik dampak positif maupun negatif. Dampak positif yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan diantaranya penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan asli daerah, dan peningkatan sumber devisa negara. Namun karena kurangnya pemahaman masyarakat akan lingkungan hidup sehingga memunculkan dampak negatif sebagai hasil sampingan dari penambangan kawasan karst. Eksploitasi kawasan karst secara berlebihan akan merusak berbagai potensi yang ada seperti kemiskinan keanekaragaman hayati pada kawasan karst setempat, rusaknya tatanan air (sumber air karst berkurang dan tercemar), hancurnya tanaman bernilai ekonomi tinggi, rusaknya obyek wisata alam gua dan karst, serta rusaknya sarana dan prasarana seperti jalan aspal. Kawasan karst dengan tanah yang sangat tipis dan ekosistem karst yang berbukit dengan kelerengan yang tinggi juga memberikan potensi terhadap terjadinya erosi dan longsor yang besar, sehingga makin membuat turunnya produktivitas dan kualitas lahan.

(http://infokarstdangua.blogspot.com/, diakses 11 November 2012 pukul 22.26).

Dari data yang dilansir Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Pertambangan Kabupaten Gunungkidul tahun 2010 selain batu


(3)

gamping, kawasan karst juga memiliki kandungan berupa, breksi andesit, batu apung, dan pasir tufan. Kekayaan sumberdaya alam potensi tambang di Kabupaten Gunungkidul yang terdiri dari batu gamping sebanyak 17.492.706.780 m3, batu apung sebanyak 2.050.018.491 m3, pasir sebanyak 3.777.267.476 m3, dan breksi andesit sebanyak 1.017.193.560 m3

Untuk melindungi kawasan karst dari aktivitas manusia yang tidak bertanggung jawab, pemerintah sebenarnya telah membangun regulasi yang mengatur tentang perlindungan kawasan karst, baik secara pengelolaan maupun kebijaksanaan yang terkait penataan ruang. Salah satu di antaranya adalah Keputusan Menteri Energi Dan Sumberdaya Mineral No. 1456 tahun 2000 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Karst. Dalam peraturan tersebut kawasan karst dibagi menjadi tiga; Kawasan Karst Kelas I, merupakan kawasan lindung yang di dalamnya tidak boleh ada kegiatan penambangan. Boleh dilakukan kegiatan lain asal tidak mengganggu proses karstifikasi dan tidak merusak fungsi kawasan karst. Kawasan Karst Kelas II, merupakan kawasan karst yang di dalamnya boleh dilakukan aktivitas penambangan dengan disertai studi AMDAL, UKL dan UPL. Kawasan Karst Kelas III, merupakan kawasan . Besarnya cadangan tambang inilah yang kemudian menjadi daya tarik penambangan rakyat untuk melakukan penambangan batuan gamping walaupun tidak semua aktivitas tersebut mengantongi persyaratan sertifikat tanah, izin mendirikan bangunan (IMB), izin lingkungan, dan sebagainya.


(4)

karst yang di dalamnya boleh dilakukan kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan perundangan.

Keputusan Menteri Energi Dan Sumberdaya Mineral No. 1456 tahun 2000 masih menyisakan banyak celah bagi para penambang untuk tetap bisa mengeksploitasi kawasan karst. Dalam beberapa kasus yang pernah terjadi, untuk mengakomodasi kepentingan investor, semua kawasan karst kelas I digiring menjadi kawasan karst kelas II dan III, tentu saja melalui serangkaian tindakan manipulasi terhadap proses AMDAL. Keputusan Menteri Energi Dan Sumberdaya Mineral No. 1456 tahun 2000 juga belum ada standarisasi metode investigasi dan klasifikasi kawasan karst. Sehingga banyak pihak yang tidak memahami tentang karst berani membuat klasifikasi berdasarkaan metode yang tidak tepat. (http://omahkendeng.org/2012-07/418/mengenal-fungsi-kawasan-karst-dan-upaya-perlindungannya/, diakses 24 April 2013 pukul 21.02).

Peraturan terbaru yang memuat tentang perlindungan kawasan karst adalah PP No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Dalam Peraturan Pemerintah ini, tidak lagi dikenal Kawasan Karst Kelas I, Kelas II atau Kelas III. Dalam peraturan ini, semua bentang alam karst dan goa termasuk dalam Cagar Alam Geologi. Cagar Alam Geologi dalam peraturan tersebut dimasukkan dalam Kawasan Lindung Geologi, Kawasan Lindung Geologi sebagai bagian dari Kawasan Lindung Nasional (Pasal 51). Secara hierarki, kedudukan kawasan karst dalam PP


(5)

No. 26 tahun 2008 sangat jelas, yaitu merupakan bagian dari Kawasan Lindung Nasional.

Dalam upaya perlindungan kawasan karst di wilayahnya, pemerintahan Kabupaten Gunungkidul memberlakukan larangan terhadap aktivitas penambangan batu gamping. Larangan yang diberlakukan adalah dengan adanya Surat Edaran (SE) Nomor 540/0196 tertanggal 7 Februari 2011 oleh Bupati Gunungkidul yang menyatakan bahwa setiap kegiatan penambangan di kawasan karst tidak diperbolehkan dan tidak akan dikeluarkan ijinnya. Dengan adanya Surat Edaran Nomor 540/0196 para penambang juga tidak dapat memperpanjang izin penambangan di kawasan karst Kabupaten Gunungkidul. (Tribun Jogja, 30 Oktober 2012, hlm. 13).

Faktanya dari beberapa peraturan tersebut masih menyisakan banyak celah bagi pihak-pihak tertentu untuk tetap bisa mengeksploitasi kawasan karst. “Suryanti (2005) menjelaskan bahwa faktor penghasilan mempengaruhi banyaknya kegiatan penambangan di kawasan karst Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul.”

Berdasarkan data inventerisasi dan verifikasi dari Dinas Energi Sumber Daya Mineral (EDSM) Provinsi DIY ada 7 perusahaan pertambangan aktivitas eksploitasi kawasan karst di Kabupaten Gunungkidul yang 6 diantaranya izin pertambangan sudah habis sejak tahun 2009/2010 seperti yang tertera pada tabel 1 sebagai berikut :


(6)

Tab el 1. Hasil Inventarisasi Dan Verifikasi Usaha Pertambangan Perusahaan Pertambangan Daerah Gunungkidul

No Nama

perusahaan

Nomor izin Bahan galian Luas Lokasi

1

PT Anindya

Supersonic Chemical Industry

126/KPTS/KP/08050810 30-08-2005 s/d 29-08-2010

Batugamping 7.891,65 m

Ponjong 2

2

Pb Sutrisno 129/KPTS/KP/10051010 11-10-2005 s/d 10-10-2020

Batugamping 1,57 Ha Ponjong

3

PT Sugih Alam 014/KPTS/KP/VIII/08070812 04-08-2007 s/d 03-08-2012

Batugamping 24.975 m2 Ponjong

4 Irwan Edhi

Kuncoro

08/KPTS/KP/03060310 11-10-2005 s/d 09-03-2010

Batugamping 4 Ha Ponjong

5 CV Bukit Batu

Indah

30/KTPS/KP/08060811 30-08-2006 s/d 29-08-2011

Batugamping 5 Ha Panggang

6 PT Selo Dwipo

Nuswantoro

93/KPTS/KP/03050310 02-03-2005 s/d 01-03-2010

Kaolin 13.440 m2 Semin

7 UD Mineral

Persada

90/KTPS/KP/12041209 24-12-2004 s/d 23-12-2009

Batugamping 4,25 Ha Semin

(Sumber : Dinas Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

Meskipun hampir semua perusahaan pertambangan sudah habis perijinannya, akan tetapi penambangan batu gamping di kawasan karst terutama di Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunungkidul sampai saat ini masih berlangsung. Potensi sumberdaya alam kawasan karst sebenarnya tidak hanya pada sumberdaya tambang saja, akan tetapi masih ada sumberdaya lain yang sangat potensial untuk dikembangkan, yaitu sumberdaya air (penyimpan air), sumberdaya lahan (pengembangan hutan rakyat dengan tanaman utama pohon jati, mahoni, dan akasia), sumberdaya hayati, potensi organik (sebagai habitat kelelawar, walet dan ular), dan potensi wisata dan ilmu pengetahuan berupa landscape baik dibawah permukaan sebagai goa dan sungai/danau bawah tanah, serta permukaan berupa lembah kering dolin, bukit-bukit karst, dan pantai berdinding terjal.


(7)

Potensi yang begitu banyak hanya dibiarkan begitu saja, sehingga yang terjadi adalah kerusakan-kerusakan dan keterbengkalaian. Seperti yang terjadi pada Goa Lawa yang berada di Kecamatan Ponjong, yang biasanya menjadi tempat wisata ilmiah bagi siswa-siswi di Kabupaten Gunungkidul saat ini kondisinya sangat memprihatinkan. Kerusakan di mulut gua yang diakibatkan penambangan besar-besaran oleh warga telah merusak fosil-fosil pra-sejarah yang kemungkinan ada di gua tersebut. (http://aneka-ragam.blogspot.com/2008/10/mengayun-langkah-diantara-batu-karst.html, diakses 24 April 2013 pukul 20.59)

Tugas berat yang masih menunggu untuk penyelamatan kawasan karst adalah membangun kesadaran mengenai arti pentingnya menjaga kelestarian kawasan karst dengan menghentikan atau setidaknya mengurangi segala bentuk penambangan yang masih berlangsung hingga kini, karena semua tindakan-tindakan tersebut sangat merugikan bagi kelangsungan fungsi kawasan karst dan bertentangan dengan regulasi yang ada.

Penyelamatan, pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam kawasan karst dapat dilakukan dengan pemetaan partisipatif terhadap sumber daya alam kawasan karst. Kawasan karst menyimpan benih konflik yang kompleks, karena kelalaian dalam pengelolaan kawasan karst akan berakibat fatal tidak hanya pada lingkungan biotik/abiotik akan tetapi pada lingkungan sosial dan ekonomi masyarakat sekitar kawasan karst.


(8)

Pengelolaan kawasan karst perlu dilakukan dengan perencanaan yang matang, sehingga tidak terjadi benturan kepentingan dengan tetap memperhatikan aspek pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Kemakmuran dalam rangka pemanfaatan kawasan karst bukan hanya sekedar menjadi hak dari generasi masa kini, generasi mendatang juga mempunyai hak yang sama untuk menikmati kemakmuran dari pemanfaatan kawasan karst yang tersedia. Berdasarkan beberapa uraian permasalahan diatas, membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian secara lebih lanjut mengenai pengelolaan kawasan karst melalui prinsip pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Gunungkidul.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut :

a. Penggunaan teknologi modern, menyebabkan tingkat kerusakan lahan pada kawasan karst yang ditimbulkan semakin tinggi.

b. Tingginya kerusakan lahan kawasan karst akibat penambangan memberikan potensi terhadap terjadinya bencana alam (erosi dan longsor).

c. Besarnya sumberdaya yang terdapat pada kawasan karst menjadi daya tarik bagi aktivitas penambangan liar (tanpa memiliki izin).


(9)

para penambang untuk tetap bisa mengeksploitasi kawasan karst.

e. Dampak penambangan kawasan karst secara berlebihan akan merusak berbagai potensi yang ada pada kawasan karst setempat dan juga rusaknya sarana dan prasarana lingkungan sekikar kawasan karst.

f. Potensi tinggi yang dimiliki kawasan karst masih kurang dimanfaatkan dengan optimal, dalam pengelolaan kawasan karst juga harus dapat dinikmati oleh generasi yang mendatang.

g. Potensi sumberdaya kawasan karst yang seharusnya terjaga oleh peraturan/regulasi yang ada malah dirusak oleh pihak - pihak yang tidak bertanggungjawab.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut diperoleh beberapa hal yang dapat diteliti, namun karena keterbatasan waktu dan sumber daya yang peneliti miliki, maka dalam penelitian ini peneliti hanya membatasi masalah pada pengelolaan kawasan karst melalui prinsip pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Gunungkidul.

D.

Setelah melihat latar belakang yang ada, maka penulis membatasi dan merumuskan permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini. Adapun rumusan masalah yang diambil adalah sebagai berikut :


(10)

a. Bagaimana pengelolaan kawasan karst melalui prinsip pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Gunungkidul ?

b. Apakah faktor pendukung dan faktor penghambat pengelolaan kawasan karst melalui prinsip pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Gunungkidul

E. Tujuan Penelitian ?

Penelitian ini bertujuan untuk :

a. Mengetahui pengelolaan kawasan karst melalui prinsip pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Gunungkidul.

b. Mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat pengelolaan kawasan karst melalui prinsip pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Gunungkidul

F. Manfaat Penelitian

.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

a. Manfaat Praktis Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan evaluasi dan perbaikan atas kebijakan pengelolaan dan pembangunan yang dilaksanakan di Kabupaten Gunungkidul, khususnya dalam bidang pengelolaan kawasan karst.


(11)

b. Manfaat Akademik 1) Bagi Peneliti

a) Sebagai sarana peneliti untuk mengimplementasikan teori yang telah didapatkan selama mendalami perkuliahan di Universitas Negeri Yogyakarta dalam kehidupan bermasyarakat.

b) Penelitian ini merupakan syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Sosial di Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta.

2) Bagi Universitas

Penelitian ini dapat digunakan sebagai kajian mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta, khususnya mahasiswa Ilmu Administrasi Negara. Dan membantu dalam merumuskan kebijakan antara institusi dan masyarakat sehingga tercipta hubungan baik.


(12)

12 A. Deskripsi Teoritik

Berikut ini akan dikemukakan teori-teori yang diambil dari literatur-literatur yang relevan yang digunakan untuk mendukung penelitian ini.

1. Pengelolaan (Manajemen)

Kata “pengelolaan” dapat disamakan dengan manajemen, yang berarti pula pengaturan atau pengurusan (Suharsimi Arikunto, 1993: 31). Banyak orang yang mengartikan manajemen sebagai pengaturan, pengelolaan, dan pengadministrasian, dan memang itulah pengertian yang populer saat ini. Pengelolaan diartikan sebagai suatu rangkaian pekerjaan atau usaha yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk melakukan serangkaian kerja dalam mencapai tujan tertentu.

Griffin (1990: 6) mendefinisan manajemen sebagai berikut: “Management is the process of planning and decision making, organizing, leading and controlling and organization human, financial, physical and information recources to archieve organizational goals in an efficient and effective manner.” Dikatakan manajemen adalah suatu proses perencanaan dan pengambilan keputusan, pengorganisasian, memimpin dan pengendalian organisasi


(13)

manusia, keuangan, fisik dan informasi sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi secara efisiensi dan efektif.

Nanang Fattah (2004: 1) berpendapat bahwa dalam proses manajemen terlibat fungsi-fungsi pokok yang ditampilkan oleh seorang manajer atau pimpinan, yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organising), pemimpin (leading), dan pengawasan (controlling). Oleh karena itu, manajemen diartikan sebagai proses merencanakan, mengorganising, memimpin, dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.

Menurut Manullang (2005: 4), manajemen mengandung tiga pengertian, yaitu pertama, manajemen sebagai suatu proses, kedua, manajemen sebagai kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen, dan ketiga, manajemen sebagai suatu seni (art) dan sebagai suatu ilmu. Menurut pengertian yang pertama, yakni manajemen sebagai suatu proses, berbeda-beda definisi yang diberikan oleh para ahli.

a. Dalam Encylopedia of the Social Sciense dikatakan bahwa manajemen adalah suatu proses dengan mana pelaksanaan suatu tujuan tertentu diselenggarakan dan diawasi.

b. Haiman mengatakan bahwa manajemen adalah fungsi untuk mencapai suatu melalui kegiatan orang lain dan mengawasi usaha-usaha individu untuk mencapai tujuan bersama.

c. Akhirnya, George R. Terry mengatakan bahwa manajemen adalah pencapaian tujuan yang ditetapkan terlebih dahulu dengan mempergunakan kegiatan orang lain.


(14)

Ada tiga pokok penting dalam definisi-definisi tersebut yaitu pertama, adanya tujuan yang ingin dicapai; kedua, tujuan dicapai dengan mempergunakan kegiatan orang-orang lain; dan ketiga, kegiatan-kegiatan orang lain itu harus dibimbing dan diawasi. Menurut pengertian yang kedua, manajemen adalah kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen. Jadi dengan lain, segenap orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen dalam suatu badan tertentu disebut manajemen. Dalam arti tunggal, disebut manajer. Manajer adalah pejabat yang bertanggung jawab atas terselenggaranya aktivitas-aktivitas manajemen agar tujuan unit yang dipimpinnya tercapai dengan menggunakan bantuan orang lain.

Menurut pengertian yang ketiga, manajemen itu adalah seni atau suatu ilmu. Mengenai ini pun sesungguhnya belum ada keseragaman pendapat, segolongan mengatakan bahwa manajemen itu adalah seni, golongan lain mengatakan bahwa manajemen adalah ilmu. Sesungguhnya kedua pendapat itu mengandung kebenaran. Manajemen sebagai seni berfungsi untuk mencapai tujuan yang nyata mendatangkan hasil atau manfaat, sedangkan manajemen sebagai ilmu berfungsi menerangkan fenomena-fenomena (gejala-gejala), kejadian-kejadian, keadaaan-keadaan, jadi memberikan penjelasan-penjelasan.

Unsur keilmuan merupakan kumpulan pengetahuan yang tertentu, seperti dinyatakan oleh peraturan-peraturan atau


(15)

statemen-statemen, dan dipertahankan oleh berbagai tingkat ujian-ujian dan penyelidikan-penyelidikan. Unsur seni ialah pemakaian pengetahuan tersebut pada satu situasi tertentu. Dengan pengalaman pemakaian yang demikian menjadi pembawaan, kira-kira suatu panca indera keenam, keahlian yang bersifat intuisi. Dalam kehidupan nyata sehari-hari, manajemen benar-benar melakukan kedua fungsi tersebut, yaitu selain fungsi ilmu juga sebagai seni.

Memperlihatkan pengertian manajemen yang pertama serta kenyataan bahwa manajemen itu adalah ilmu sekaligus seni, maka manajemen itu dapat diberi definisi sebagai “Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan, dan pengawasan sumber daya untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan” (Oey Liang Lee, dalam Manullang 2005: 5).

Bedasarkan definisi manajemen diatas secara garis besar tahap-tahap dalam melakukan manajemen meliputi melakukan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Perencanaan merupakan proses dasar dari suatu kegiatan pengelolaan dan merupakan syarat mutlak dalam suatu kegiatan pengelolaan. Kemudian pengorganisasian berkaitan dengan pelaksanaan perencanaan yang telah ditetapkan. Sementara itu pengarahan diperlukan agar menghasilkan sesuatu yang diharapkan dan pengawasan yang dekat. Dengan evaluasi, dapat menjadi proses


(16)

monitoring aktivitas untuk menentukan apakah individu atau kelompok memperolah dan mempergunakan sumber-sumbernya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan.

Berpedoman pada pendapat Terry dalam The Liang Gie (2000: 21), yang menyatakan bahwa kegiatan atau fungsi manajemen, meliputi: perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (actuating), dan pengawasan (controlling).

a. Perencanaan (Planning)

Batasan atau pengertian perencanaan bermacam-macam sesuai dengan pendapat para ahli manajemen. Menurut Sutarno NS (2004: 109), perencanaan diartikan sebagai perhitungan dan penentuan tentang apa yang akan dijalankan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, dimana menyangkut tempat, oleh siapa pelaku itu atau pelaksana dan bagaimana tata cara mencapai itu. Cropper (1998: 1) berpendapat: “Planning is the basis from which all other function are spawned. Without a congruent plan, organizations usually lack a central focus”. Bahwa perencanaan adalah dasar yang akan dikembangkan menjadi seluruh fungsi berikutnya. Tanpa rencana yang tepat dan padu sebuah organisasi akan kehilangan fokus sentral berpijak bukan sekedar daftar kegiatan yang harus dilakukan.


(17)

Perencanaan merupakan suatu proses mempersiapkan serangkaian pengambilan keputusan untuk dilakukanya tindakan dalam mencapai tujuan organisasi, dengan dan tanpa menggunakan sumber-sumber yang ada. Adapun aspek perencanaan menurut Suharsimi Arikunto (1993: 38) meliputi:

1) Apa yang dilakukan ? 2) Siapa yang melakukan ? 3) Di mana akan melakukan ?

4) Apa saja yang diperlukan agar tercapainya tujuan dapat dilakukan ?

5) Bagaimana melakukannya ?

6) Apa saja yang dilakukan agar tercapainya tujuan dapat maksimal ?

Dengan demikian kunci keberhasilan dalam suatu pengelolaan atau manajemen tergantung atau terletak pada perencanaanya. Perencanaan merupakan suatu proses dan kegiatan pimpinan (manager) yang terus menerus, artinya setiap kali timbul sesuatu yang baru. Perencanaan merupakan langkah awal setiap manajemen.

Perencanaan merupakan kegiatan yang akan dilakukan di masa depan dalam waktu tertentu untuk mencapai tujuan tertentu pula. Sebuah perencanaan yang baik adalah yang rasional, dapat dilaksanakan dan menjadi panduan langkah selanjutnya. Oleh karena itu, perencanaan tersebut sudah mencapai permulaan pekerjaan yang baik dari proses pencapaian tujuan organisasi.


(18)

b. Pengorganisasian (Organizing)

Rue dan Byars (2006:6) berpendapat: “Organizing is grouping activities, assigning activities an providing the authority necessary to carry out the activities”. Pengorganisasian merupakan pengelompokan kegiatan-kegiatan penugasan kegiatan-kegiatan penyediaan keperluan, wewenang untuk melaksanakan kegiatannya.

Dalam suatu organisasi dituntut adanya kerja sama antara dua orang atau lebih untuk mencapai siatu tujuan secara efektif dan efisien. Organisasi merupakan suatu proses untuk merancang struktur formal, pengelompokan dan mengatur serta membagi tugas-tugas atau pekerjaan diantara para anggota organisasi agar tujuan organisasi dapat tecapai. Untuk mencapai tujuan tersebut maka perlu dipilih orang yang memiliki kemampuan dan kompetensi dalam melaksanakan tugas. Oleh karena itu, perlu memilih dan menentukan orang yang akan dipercaya atau diposisikan dalam posisi tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu diperhatikan dalam hal proses penarikan, penempatan, pemberian latihan dan pengembangan anggota-anggota organisasi. c. Pengarahan (Actuating)

Pengarahan (Actuating) adalah keinginan untuk membuat orang lain mengikuti keinginannya dengan menggunakan kekuatan


(19)

pribadi atau kekuasaan jabatan secara efektif dan pada tempatnya demi kepentingan jangka panjang perusahaan. Termasuk didalamnya memberitahukan orang lain apa yang harus dilakukan dengan nada yang bervariasi mulai dari nada tegas sampai meminta atau bahkan mengancam. Tujuannya adalah agar tugas-tugas dapat terselesaikan dengan baik.

Pengarahan berarti para manajer mengarahkan, memimpin dan mempengaruhi bawahan. Manajer tidak melakukan semua kegiatan sendiri, tetapi menyelesaikan tugas-tugas esensial melalui orang-orang lain. Mereka juga tidak sekedar memberikan perintah, tetapi menciptakan iklim yang dapat membantu para bawahan melakukan pekerjaan secara paling baik. Fungsi pengarahan adalah suatu fungsi kepemimpinan manajer untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja secara maksimal serta menciptakan lingkungan kerja yang sehat, dinamis, dan lain sebagainya.

d. Pengawasan (Controlling)

Pengawasan adalah kegiatan membandingkan atau mengukur yang sedang atau sudah dilaksanakan dengan kriteria, norma-norma standar atau rencana-rencana yang sudah ditetapkan sebelumnya (Sutarno NS, 2004:128). Pengawasan atau kontrol yang merupakan bagian terakhir dari fungsi manajemen dilaksanakan untuk mengetahui:


(20)

1) Apakah semua kegiatan telah dapat berjalan sesuai dengan rencana sebelumnya.

2) Apakah didalam pelaksanaan terjadi hambatan, kerugian, penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang, penyimpangan dan pemborosan.

3) Untuk mencegah terjadinya kegagalan, kerugian, penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang penyimpangan, dan pemborosan.

4) Untuk meningkatkan efisien dan efektifitas organisasi.

Tujuan pengawasan adalah menentukan dan menghilangkan sebab-sebab yang menimbulkan kesulitan sebelum kesulitan itu terjadi, mengadakan pencegahan dan perbaikan terhadap kesalahan-kesalahan yang terjadi dan mendapatkan efisiensi dan efektifitas.

Dengan demikian, perencanaan merupakan proses awal dari suatu kegiatan pengelolaan yang keberadaanya sangat diperlukan dalam memberikan arah atau patokan dalam suatu kegiatan, kemudian pengorganisasian berkaitan dengan penyatuan seluruh sumber daya yang ada untuk bersinergi dalam mempersiapkan pelaksanaan kegiatan. Tahap berikutnya pengarahan dan pelaksanaan kegiatan yang selalu berpedoman pada perencanaan yang telah ditetapkan. Tahap terakhir adalah pengawasan yang meliputi kegiatan monitoring dan evaluasi tersebut, dapat dilakukan perbaikan selama kegiatan berlangsung atau untuk memperbaiki program kegiatan berikutnya sehingga tujuan yang telah direncanakan tercapai dengan baik.


(21)

2. Pengelolaan Kawasan (Penataan Ruang)

Definisi dan pengertian pengelolaan menggunakan beberapa pemahaman, yaitu: proses mempertimbangkan hubungan timbal balik antara kegiatan pembangunan yang secara potensial terkena dampak kegiatan-kegiatan tersebut. Dapat juga diartikan sebagai suatu proses penyusunan dan pengambilan keputusan secara rasional tentang pemanfaatan segenap sumberdaya alam yang terkandung didalamnya secara berkelanjutan (http://id.wikipedia.org/wiki/Pengelolaan).

Pengelolaan kawasan dapat diartikan sebagai proses peran serta sumberdaya manusia secara berkesinambungan dan sistematis dalam pengalokasian dan pemanfaatan sumber daya alam untuk membawa kawasan pada kondisi yang lebih baik pada masa yang akan datang dan memecahkan masalah kawasan pada saat ini. Dimensi pengelolaan kawasan yaitu partisipasi masyarakat, kelembagaan, infrastruktur, keterlibatan swasta, transportasi, sumber daya manusia, peraturan dan kebijakan, pengelolaan lahan, peluang pekerjaan, kemitraan masyarakat, pemerintah dan swasta, finansial/keuangan dan manajemen promosi (Bobi, 2002: 3).

Pengelolaan terdiri atas dua elemen yang saling terkait, yaitu organisasi tugas-tugas untuk mencapai tujuan dan mengerahkan orang untuk melaksanakan tugas tersebut. Berdasarkan pada dua elemen tersebut, ada berbagai tugas pengelolaan menurut Simatupang (1989: 167) sebagai berikut:


(22)

a. Mengidentifikasi proses pelatihan dan rekrutmen, dukungan lingkungan terhadap proyek, dan kesenjangan informasi;

b. Merundingkan tugas-tugas dan hubungan-hubungan para staf, hubungan antara pendukung di luar organisasi dengan staf, dan prosedur penyelesaian konflik;

c. Mengorganisasi pelaksanaan proyek, proses-proses komunikasi, dan proses-proses untuk menanggulangi kemacetan;

d. Melakukan penyeliaan prosedur pemantauan, jadwal dan anggaran;

e. Belajar dari evaluasi dan umpan balik. Berdasarkan beberapa teori pengelolaan tersebut, tahapan pengelolaan dimulai dari mengidentifikasi lokasi, hingga tahapan monitoring dan evaluasi.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 tahun 2007, penataan ruang berarti suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang :

a.Aman

Situasi masyarakat dapat menjalankan aktivitas kehidupannya dengan terlindungi dari berbagai ancaman. b. Nyaman

Keadaan masyarakat dapat mengartikulasikan nilai sosial budaya dan fungsinya dalam suasana yang tenang dan damai.

c.Produktif

Proses produksi dan distribusi berjalan secara efisien sehingga mampu memberikan nilai tambah ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat, sekaligus meningkatkan daya saing.


(23)

d. Berkelanjutan

Kondisi kualitas lingkungan fisik dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan, termasuk pula antisipasi untuk mengembangkan orientasi ekonomi kawasan setelah habisnya sumber daya alam tak terbarukan (UU No 26 Tahun 2007, Pasal 3).

Undang-Undang tentang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007 menyatakan bahwa negara menyelenggarakan penataan ruang, yang pelaksanaan wewenangnya dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah dengan tetap menghormati hak yang dimiliki oleh setiap orang serta mengacu pada pedoman bidang penataan ruang dan petunjuk pelaksanaannya. Dalam pelaksanaan wewenang menyelenggarakan penataan ruang, pemerintah daerah kabupaten/kota menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota, dan melaksanakan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.

Selanjutnya dalam pembinaan penataan ruang oleh pemerintah kepada pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan masyarakat dilaksanakan melalui:

a. Mengkoordinasi penyelenggaraan penataan ruang.

b. Sosialisasi peraturan perundang-undangan dan sosialisasi pedoman bidang penataan ruang.

c. Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan penataan ruang.

d. Pendidikan dan pelatihan. e. Penelitian dan pengembangan.

f. Pengembangan sistem informasi dan komunikasi penataan ruang.


(24)

g. Penyebarluasan informasi penataan ruang kepada masyarakat.

h. Pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat. (Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Pasal 13 Ayat 1-2).

Penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara yang satu dan yang lain dan harus dilakukan sesuai dengan kaidah penataan ruang sehingga diharapkan dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan, tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang, dan tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang.

Penataan ruang yang didasarkan pada karakteristik, daya dukung dan daya tampung lingkungan, serta didukung oleh teknologi yang sesuai akan meningkatkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan subsistem. Hal itu berarti akan dapat meningkatkan kualitas ruang yang ada. Karena pengelolaan subsistem yang satu berpengaruh pada subsistem yang lain dan pada akhirnya dapat mempengaruhi sistem wilayah ruang nasional secara keseluruhan, pengaturan penataan ruang menuntut dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri utama. Hal itu berarti perlu adanya suatu kebijakan nasional tentang penataan ruang yang dapat memadukan berbagai kebijakan pemanfaatan ruang.


(25)

Seiring dengan maksud tersebut, pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan, baik oleh Pemerintah, pemerintah daerah, maupun masyarakat, baik pada tingkat pusat maupun pada tingkat daerah, harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Dengan demikian, pemanfaatan ruang oleh siapa pun tidak boleh bertentangan dengan rencana tata ruang.

Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan pemanfaatan ruang, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Perizinan pemanfaatan ruang dimaksudkan sebagai upaya penertiban pemanfaatan ruang sehingga setiap pemanfaatan ruang harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang. Izin pemanfaatan ruang diatur dan diterbitkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing.

Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang tidak memiliki izin, dikenai sanksi adminstratif, sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi pidana denda. Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun oleh pemerintah daerah. Bentuk insentif tersebut, antara lain, dapat berupa keringanan pajak, pembangunan prasarana dan sarana (infrastruktur), pemberian kompensasi, kemudahan


(26)

prosedur perizinan, dan pemberian penghargaan. Disinsentif dimaksudkan sebagai perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, dan/atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, yang antara lain dapat berupa pengenaan pajak yang tinggi, pembatasan penyediaan prasarana dan sarana, serta pengenaan kompensasi dan penalti.

Pengenaan sanksi, yang merupakan salah satu upaya pengendalian pemanfaatan ruang, dimaksudkan sebagai perangkat tindakan penertiban atas pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi. Dalam Undang-Undang tentang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007 pengenaan sanksi tidak hanya diberikan kepada pemanfaat ruang yang tidak sesuai dengan ketentuan perizinan pemanfaatan ruang, tetapi dikenakan pula kepada pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. 3. Kawasan Karst

Karst Kabupaten Gunungkidul merupakan bentuk lahan karst dewasa yang dicirikan oleh perbukitan dan lembah-lembah yang dalam serta dijumpai banyak rekahan berupa gua atau luweng. Kondisi ini menjadi keunikan yang tidak dijumpai di karst lainnya setidaknya di Asia Tenggara. Ford dan Williams (1989) mendefinisikan karst sebagai medan dengan kondisi hidrologi yang


(27)

khas sebagai akibat dari batuan yang mudah larut dan mempunyai porositas sekunder yang berkembang baik.

Karst dicirikan oleh terdapatnya cekungan tertutup dan atau lembah kering dalam berbagai ukuran dan bentuk, langkanya atau tidak terdapatnya drainase atau sungai permukaan, dan terdapatnya gua dari sistem drainase bawah tanah. Beragam dasar klasifikasi karst dilakukan oleh para ahli, morfologi karst Gunungkidul yang meliputi kombinasi dari bentukan negatif berupa dolin, uvala, polje, dan bentukan positif berupa tower, labirin, dan polygonal. Dolin merupakan cekungan tertutup berbentuk bulat atau lonjong dengan diameter beberapa meter hingga lebih kurang satu kilometer menurut Ford dan Williams dalam Kusumayudha (2005).

Uvala (compound sinks) merupakan cekungan berbentuk lonjong atau memanjang yang merupakan gabungan dari dolin-dolin (Sweeting, 1972; White, 1988; dalam Kusumayudha, 2005). Uvala terbentuk pada perkembangan karst yang lebih lanjut dengan bentuk yang tidak teratur dan berdiamater pada umumnya 500 – 1000 m serta kedalaman 100 – 200 m (Sweeting, 1972). Uvala di Kabupaten Gunungkidul membentuk pola berkelok nampak sebagai alur lembah bercabang (Kusumayudha, 2005).

Polje merupakan depresi tertutup yang luas (Kusumayudha, 2005). Polje memuat kriteria sebagai berikut menurut Gams dalam


(28)

Haryono (2008) adalah lantai datar, dapat berupa batuan dasar atau sedimen lepas seperti aluvium; cekungan tertutup dengan lereng terjal paling tidak pada salah satu sisinya; dan mempunyai drainase karst. Lebar dari lembah datar paling sedikit 400 m, tetapi hal ini masih belum pasti. Cvijic dalam Haryono (2008) mengambil satu km sebagai batas terendah. Kenyataannya, polje mempunyai ukuran yang beragam.

Karst tower mengandung dua pengertian, yaitu bahwa tower karst haruslah mempunyai dinding yang vertikal dan terjal (White, 1988; Trudgill, 1985). Karst tower adalah tidak harus berdinding terjal dan tinggi, tetapi munculnya keberadaan bukit-bukit sisa di tengah-tengah lembah-lembah dengan luasan lembah yang lebih luas daripada luasan wilayah bukit karst (Ford dan Williams, 1989).

Karst labirin merupakan karst yang dicirikan oleh koridor atau ngarai memanjang yang terkontrol oleh kekar atau sesar. Morfologi karst tersusun oleh blok-blok batu gamping yang dipisahkan satu sama lain oleh ngarai atau koridor karst. Karst tipe ini terbentuk karena pelarutan jauh lebih intensif di jalur sesar dan patahan.

Karst Poligonal (kagel/sinusoidal) dicirikan oleh dolin atau cekungan-cekungan yang berhubungan antara satu dengan yang lain. Apabila di sela antar bukit kerucut membentuk cekungan tertutup dengan bentuk seperti bintang, maka dikenal sebagai kockpit.


(29)

4. Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)

Pembangunan yang sekarang sedang marak adalah pembangunan yang hanya bersifat sementara. Perkembangan masyarakat yang serba instan dan asal jadi, budaya konsumtif telah mendarah daging pada sebagian besar masyarakat Indonesia. Maka, dengan adanya konsep Sustainable Development akan berusaha memberikan wacana baru mengenai pentingnya melestarikan lingkungan alam demi masa depan dan generasi yang akan datang. a. Pengertian Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dan sebagainya) yang berprinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan (http://id.wikipedia.org/wiki/pemb. -berkelanjutan). Sedangkan Budimanta (2005) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah suatu cara pandang mengenai kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam kerangka peningkatan kesejahteraan, kualitas kehidupan dan lingkungan umat manusia tanpa mengurangi akses dan kesempatan kepada generasi yang akan datang untuk menikmati dan memanfaatkannya.

Menurut Salim (2003), pembangunan berkelanjutan harus diarahkan pada pemberantasan kemiskinan (sasaran ekonomi), perimbangan: ekuitisosial yang adil (sasaran sosial) dan kualitas


(30)

tinggi, kehidupan lingkungan hidup (sasaran lingkungan). Untuk ini secara sadar diusahakan investasi dalam modal : ekonomi (finansial, modal mesin, dll), modal sosial (investasi pendidikan, kesehatan dan keakraban sosial) dan modal lingkungan (investasi sumber daya alam diperbaharui dan daur-ulang serta substitusi sumber daya alam yang tak terbaharui). Marlina (2009), berpendapat pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas dari itu, pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan : pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan.

Pembangunan berkelanjutan dirumuskan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang. Pembangunan berkelanjutan mengandung makna jaminan mutu kehidupan manusia dan tidak melampaui kemampuan ekosistem untuk mendukungnya. Dengan demikian pengertian pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pada saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka (Sudarmadji, 2008).

Tujuan akhir setiap usaha pembangunan ialah memperlakukan manusia, laki-laki, perempuan, anak-anak sebagai tujuan, untuk memperbaiki kondisi manusia dan memperbesar


(31)

pilihan manusia. Salah satu yang menjadi bagian dari pembangunan berkelanjutan adalah dimensi manusia atau bisa juga disebut dengan ‘pembangunan manusia’. Ada empat komponen utama dalam paradigma pembangunan manusia, yaitu pemerataan atau kesetaraan (equity), berkelanjutan, produktivitas dan pemberdayaan (Firdaus, 1998).

Awal munculnya konsep pembangunan berkelanjutan adalah karena perhatian kepada lingkungan. Terutama sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui sedang ekspoitasi terhadapnya dilakukan terus menerus. Pengertian dari tidak mengurangi dan mengorbankan kebutuhan generasi yang akan datang adalah pembangunan yang dilakukan dimasa sekarang itu jangan sampai merusak lingkungan, boros terhadap sumber daya alam dan juga memperhatikan generasi yang akan datang. Generasi yang akan datang juga jangan terlalu dimanjakan dengan tersedianya semua fasilitas. Tetapi mereka juga harus di beri kesempatan untuk berekspresi menuangkan ide kreatifnya untuk mengolah dan mengembangkan alam dan pembangunan.

Sutamihardja (2004), menyatakan sasaran pembangunan berkelanjutan mencakup pada upaya untuk mewujudkan terjadinya:

1) Pemerataan manfaat hasil-hasil pembangunan antar generasi (intergenaration equity) yang berarti bahwa pemanfaatan sumberdaya alam untuk kepentingan pertumbuhan perlu memperhatikan batas-batas yang wajar dalam kendali ekosistem atau sistem lingkungan serta diarahkan pada sumberdaya alam yang


(32)

replaceable dan menekankan serendah mungkin eksploitasi sumber daya alam yang unreplaceable.

2) Safeguarding atau pengamanan terhadap kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup yang ada dan pencegahan terjadi gangguan ekosistem dalam rangka menjamin kualitas kehidupan yang tetap baik bagi generasi yang akan datang.

3) Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam semata untuk kepentingan mengejar pertumbuhan ekonomi demi kepentingan pemerataan pemanfaatan sumberdaya alam yang berkelanjutan antar generasi.

4) Mempertahankan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan baik masa kini maupun masa yang mendatang.

5) Mempertahankan manfaat pembangunan ataupun pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang mempunyai dampak manfaat jangka panjang ataupun lestari antar generasi.

6) Menjaga mutu ataupun kualitas kehidupan manusia antar generasi sesuai dengan habitatnya.

b. Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan

Konsep keberlanjutan merupakan konsep yang sederhana namun kompleks, sehingga pengertian keberlanjutanpun sangat multidimensi dan multi-interpretasi. Menurut Fauzi (2004), konsep keberlanjutan paling tidak mengandung dua dimensi : pertama adalah dimensi waktu karena keberlanjutan tidak lain menyangkut apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang, kedua adalah dimensi interaksi antara sistem ekonomi dan sistem sumber daya alam dan lingkungan.


(33)

Fauzi (2004), menyatakan aspek keberlajutan dari sisi yang berbeda. Keberlanjutan dari sisi statik diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam terbarukan dengan laju teknologi yang konstan, sementara keberlanjutan dari sisi dinamik diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat teknologi yang terus berubah. Karena adanya multidimensi dan multiinterpretasi ini, maka para ahli sepakat untuk sementara mengadopsi pengertian yang telah disepakati oleh komisi Brundtland yang menyatakan bahwa “pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.”

Fauzi (2004), mencoba mengelaborasikan lebih lanjut konsep keberlanjutan ini dengan mengajukan lima alternatif pengertian : suatu kondisi dikatakan berkelanjutan (sustainable) jika utilitas yang diperoleh masyarakat tidak berkurang sepanjang waktu dan konsumsi tidak menurun sepanjang waktu (nondeclining consumption), keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam dikelola sedemikian rupa untuk memelihara kesempatan produksi dimasa mendatang, keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam (natural capital stock) tidak berkurang sepanjang waktu (non-declining), keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam dikelola untuk mempertahankan


(34)

produksi jasa sumber daya alam, dan keberlanjutan adalah adanya kondisi keseimbangan dan daya tahan (resilience) ekosistem terpenuhi.

Menurut Fauzi (2004), bahwa konsep keberlajutan dapat diperinci menjadi tiga aspek pemahaman. Pertama, keberlanjutan ekonomi yang diartikan sebagai pembangunan yang mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinu untuk memelihara keberlanjutan pemerintahan dan menghindari terjadinya ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi pertanian dan industri. Kedua, keberlanjutan lingkungan yakni sistem keberlanjutan secara lingkungan harus mampu memelihara sumber daya yang stabil, menghindari eksploitasi sumber daya alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan keanekaraman hayati, stabilitas ruang udara, dan fungsi ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori sumber-sumber ekonomi. Ketiga yaitu keberlanjutan sosial, keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem yang mampu mencapai kesetaraan, penyediaan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender, dan akuntabilitas politik.

c. Strategi Pembangunan Berkelanjutan

Dari berbagai konsep yang ada maka dapat dirumuskan prinsip dasar dari setiap elemen pembangunan berkelanjutan.


(35)

Dalam hal ini ada empat komponen yang perlu diperhatikan yaitu pemerataan dan partisipasi, keanekaragaman, integrasi, dan perspektif jangka panjang (Askar Jaya, 2004) :

1) Pembangunan yang Menjamin Pemerataan dan Keadilan Sosial Pembangunan yang berorientasi pemerataan dan keadilan sosial harus dilandasi hal-hal seperti ; meratanya distribusi sumber lahan dan faktor produksi, meratanya peran dan kesempatan perempuan, meratanya ekonomi yang dicapai dengan keseimbangan distribusi kesejahteraan, namun pemerataan bukanlah hal yang secara langsung dapat dicapai. Pemerataan adalah konsep yang relatif dan tidak secara langsung dapat diukur. Dimensi etika pembangunan berkelanjutan adalah hal yang menyeluruh, kesenjangan pendapatan negara kaya dan miskin semakin melebar, walaupun pemerataan dibanyak negara sudah meningkat. Aspek etika lainnya yang perlu menjadi perhatian pembangunan berkelanjutan adalah prospek generasi masa datang yang tidak dapat dikompromikan dengan aktivitas generasi masa kini. Ini berarti pembangunan generasi masa kini perlu mempertimbangkan generasi masa datang dalam memenuhi kebutuhannya.


(36)

2) Pembangunan yang Menghargai Keanekaragaman

Pemeliharaan keanekaragaman hayati adalah prasyarat untuk memastikan bahwa sumber daya alam selalu tersedia secara berkelanjutan untuk masa kini dan masa datang. Keanekaragaman hayati juga merupakan dasar bagi keseimbangan ekosistem. Pemeliharaan keanekaragaman budaya akan mendorong perlakuan yang merata terhadap setiap orang dan membuat pengetahuan terhadap tradisi berbagai masyarakat dapat lebih dimengerti.

3) Pembangunan yang Menggunakan Pendekatan Integratif

Pembangunan berkelanjutan mengutamakan keterkaitan antara manusia dengan alam. Manusia mempengaruhi alam dengan cara yang bermanfaat atau merusak. Hanya dengan memanfaatkan pengertian tentang kompleknya keterkaitan antara sistem alam dan sistem sosial. Dengan menggunakan pengertian ini maka pelaksanaan pembangunan yang lebih integratif merupakan konsep pelaksanaan pembangunan yang dapat dimungkinkan. Hal ini merupakan tantangan utama dalam kelembagaan.


(37)

4) Pembangunan yang Meminta Perspektif Jangka Panjang

Masyarakat cenderung menilai masa kini lebih dari masa depan, implikasi pembangunan berkelanjutan merupakan tantangan yang melandasi penilaian ini. Pembangunan berkelanjutan mensyaratkan dilaksanakan penilaian yang berbeda dengan asumsi normal dalam prosedur discounting. Persepsi jangka panjang adalah perspektif pembangunan yang berkelanjutan.

d. Indikator Pembangunan Berkelanjutan

Surna T. Djajadiningrat (2005: 123) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan memerlukan perspektif jangka panjang. Lebih lanjut secara ideal keberlanjutan pembangunan membutuhkan pencapaian keberlanjutan atau kesinambungan berbagai aspek kehidupan yang mencakup dalam hal ekologis, ekonomi, sosial budaya, politik, dan keberlanjutan pertahanan dan keamanan.

1) Keberlanjutan Ekologis

Keberlanjutan ekologis adalah prasyarat untuk pembangunan dan keberlanjutan kehidupan. Keberlanjutan ekologis akan menjamin keberlanjutan ekosistem bumi. Untuk menjamin keberlanjutan ekologis harus diupayakan hal-hal sebagai berikut:


(38)

a) Memelihara integritas tatanan lingkungan agar sistem penunjang kehidupan dibumi tetap terjamin dan sistem produktivitas, adaptabilitas, dan pemulihan tanah, air, udara dan seluruh kehidupan berkelanjutan.

b) Tiga aspek yang harus diperhatikan untuk memelihara integritas tatanan lingkungan yaitu ; daya dukung, daya asimilatif dan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya terpulihkan. Ketiga untuk melaksanakan kegiatan yang tidak mengalir; menggunakan prinsip pengelolaan yang berkelanjutan, sedangkan sumber yang tidak terpulihkan mempunyai jumlah absulut dan berkurang bila dimanfaatkan.

Oleh karena itu pada kondisi seperti ini konsep sustainable tidak boleh diterapkan. Pembangunan berkelanjutan dalam konteks sumberdaya yang tidak dapat dipulihkan berarti pemanfaatan secara efisien sehingga dapat dimanfaatkan oleh generasi masa mendatang dan diupayakan agar dapat dikembangkan substitusi dengan sumberdaya terpulihkan; membatasi dampak lingkungan pemanfaatannya sekecil mungkin, karena sumberdaya lingkungan adalah biosfer, secara menyeluruh sumberdaya ini tidak menciut akan tetapi bervariasi sesuai dengan kualitasnya.


(39)

2) Keberlanjutan Ekonomi

Keberlanjutan ekonomi yang terdiri atas keberlanjutan ekonomi makro dan keberlanjutan ekonomi sektoral merupakan salah satu aspek keberlanjutan ekonomi dalam perspektif pembangunan. Dalam keberlanjutan ekonomi makro tiga elemen yang diperlukan adalah efisiensi ekonomi, kesejahteraan ekonomi yang berkesinambungan dan peningkatan pemerataan dan distribusi kemakmuran. Hal ini akan dapat tercapai melalui kebijaksaaan ekonomi makro yang tepat guna dalam proses struktural yang menyertakan disiplin fiskal dan moneter. Sementara itu keberlanjutan ekonomi sektoral yang merupakan keberlanjutan ekonomi makro akan diwujudkan dalam bentuk kebijaksanaan sektoral yang spesifik. Kegiatan ekonomi sektoral ini dalam bentuknya yang spesifik akan mendasarkan pada perhatian terhadap sumber daya alam yang bernilai ekonomis sebagai kapital. Selain itu koreksi terhadap harga barang dan jasa, dan pemanfaatan sumber daya lingkungan yang merupakan biosfer keseluruhan sumber daya.

Pertumbuhan ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan dasar, ekonomi makro merupakan landasan bagi terselenggaranya berbagai kebijakan pemenuhan hak-hak dasar. Kebijakan ekonomi makro diarahkan pada terwujudnya


(40)

lingkungan yang kondusif bagi pengembangan usaha, dan terbukanya kesempatan yang luas bagi peningkatan kapabilitas masyarakat miskin.

Dalam rangka pemenuhan hak-hak dasar, kebijakan ekonomi makro perlu memperhitungkan empat tujuan yang saling berkaitan, yaitu menjaga stabilitas ekonomi, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, memperluas kesempatan kerja, dan mengurangi kesenjangan antar wilayah. Tiga elemen utama untuk keberlanjutan ekonomi makro yaitu efisiensi ekonomi, kesejahteraan ekonomi yang berkesinambungan, dan meningkatkan pemerataan dan distribusi kemakmuran. Hal tersebut diatas dapat dicapai melalui kebijaksanaan makro ekonomi mencakup reformasi fiskal, meningkatkan efisiensi sektor publik, mobilisasi tabungan domestik, pengelolaan nilai tukar, reformasi kelembagaan, kekuatan pasar yang tepat guna, ukuran sosial untuk pengembangan sumberdaya manusia dan peningkatan distribusi pendapatan dan aset.

3) Keberlanjutan Sosial Budaya

Dalam hal keberlanjutan sosial dan budaya, secara menyeluruh keberlanjutan sosial dinyatakan dalam keadilan sosial, harga diri manusia dan peningkatan kualitas hidup seluruh manusia. Hal-hal yang merupakan perhatian utama


(41)

adalah stabilitas penduduk, pemenuhan kebutuhan dasar manusia, pertahanan keanekaragaman budaya dan partisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan. Keberlanjutan sosial dan budaya mempunyai empat sasaran yaitu:

a) Stabilitas penduduk yang pelaksanaannya mensyaratkan komitmen politik yang kuat, kesadaran dan partisipasi masyarakat, memperkuat peranan dan status wanita, meningkatkan kualitas, efektivitas dan lingkungan keluarga. b) Memenuhi kebutuhan dasar manusia, dengan memerangi

kemiskinan dan mengurangi kemiskinan absolut. Keberlanjutan pembangunan tidak mungkin tercapai bila terjadi kesenjangan pada distribusi kemakmuran atau adanya kelas sosial. Halangan terhadap keberlajutan sosial harus dihilangkan dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Kelas sosial yang dihilangkan dimungkinkannya untuk mendapat akses pendidikan yang merata, pemerataan pemulihan lahan dan peningkatan peran wanita.

c) Mempertahankan keanekaragaman budaya, dengan mengakui dan menghargai sistem sosial dan kebudayaan seluruh bangsa, dan dengan memahami dan menggunakan pengetahuan tradisional demi manfaat masyarakat dan pembangunan ekonomi.


(42)

d) Mendorong pertisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan. Beberapa persyaratan dibawah ini penting untuk keberlanjutan sosial yaitu : prioritas harus diberikan pada pengeluaran sosial dan program diarahkan untuk manfaat bersama, investasi pada perkembangan sumberdaya misalnya meningkatkan status wanita, akses pendidikan dan kesehatan, kemajuan ekonomi harus berkelanjutan melalui investasi dan perubahan teknologi dan harus selaras dengan distribusi aset produksi yang adil dan efektif, kesenjangan antar regional dan desa, kota, perlu dihindari melalui keputusan lokal tentang prioritas dan alokasi sumber daya.

4) Keberlanjutan Politik

Keberlanjutan politik diarahkan pada respek pada human right, kebebasan individu dan sosial untuk berpartisipasi dibidang ekonomi, sosial dan politik, demokrasi yang dilaksanakan perlu memperhatikan proses demokrasi yang transparan dan bertanggungjawab, kepastian ekologis berupa kesedian pangan, air, dan pemukiman.

5) Keberlanjutan Pertahanan Keamanan

Keberlanjutan keamanan seperti menghadapi dan mengatasi tantangan, ancaman dan gangguan baik dari dalam dan luar yang langsung dan tidak langsung yang dapat


(43)

membahayakan integritas, identitas, kelangsungan negara dan bangsa perlu diperhatikan. Persoalan berikutnya adalah harmonisasi antar struktur dalam menghadapi atau melaksanakan idealisasi pembangunan yang berkelanjutan (Askar Jaya, 2004).

B. Penelitian Relevan

Bagian ini memuat tentang penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya yang mendasari pemikiran penulis dan menjadi pertimbangan dalam penyusunan skripsi ini, adapun penelitian-penelitian tersebut adalah: Penelitian oleh Ratna Dewi Wuspada (2012) dengan judul “Implementasi Kebijakan Pelarangan Penambangan di Kawasan Karst Kabupaten Gunungkidul”. Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro Semarang. Hasil penelitian tersebut adalah Pemerintah Kabupaten Gunungkidul cukup serius dalam penghentian pemberian izin usaha penambangan batu gamping di kawasan karst. Hal tersebut dibuktikan dengan ditolaknya permohonan izin usaha penambangan yang diajukan sejak Tahun 2009. Namun Pemerintah Kabupaten Gunungkidul tidak tegas dalam menindak para penambang illegal yang masih marak melakukan kegiatan penambangan di kawasan karst sehingga kerusakan bentang alam karst masih terus terjadi. Perlu sosialisasi dan langkah nyata Pemerintah Kabupaten Gunungkidul untuk memanfaatkan kawasan karst selain untuk pertambangan, yaitu untuk ekowisata yang dikelola langsung


(44)

oleh masyarakat di kawasan karst dengan pendampingan Pemerintah Kabupaten Gunungkidul.

Penelitian oleh Husain Rifai, dkk (2011) dengan judul “Kajian Potensi Ekowisata Karst Kabupaten Gunungkidul”. Hasil penelitian itu adalah Kabupaten Gunungkidul memiliki banyak potensi kawasan karst yang sangat potesial untuk dikembangkan menjadi kawasan ekowisata. Perhatian serta pengembangan yang dimotori pemerintah daerah sudah sangat baik dengan melihat konservasi yang telah dilakukan selama ini. Namun hal hal berbanding terbalik dengan masyarakat disekitar kawasan karst yang masih seakan tidak peduli dengan konservasi kawasan karst. C. Kerangka Pemikiran

Kawasan karst adalah suatu kawasan yang mempunyai karakteristik yang khas, baik itu wilayah permukaan (eksokarst) dan bawah permukaan (endokarst). Kawasan karst disebut khas karena karakteristik relief dan derajat pelarutan batuan di dalam air yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kawasan lain. Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu wilayah yang mempunyai kekayaan potensi kawasan karst yang tinggi. Kekayaan sumberdaya alam kawasan karst inilah yang kemudian menimbulkan berbagai permasalahan yang terjadi diantaranya penebangan hutan, penambangan batu gamping, perataan bukit untuk pemukiman, perluasan pengembangan kota, pengembangan fasilitas dan sebagainya.


(45)

Berbagai peraturan sudah dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, Pemerintah Kabupaten Gunungkidul juga cukup serius dalam penghentian pemberian izin usaha penambangan batu gamping di kawasan karst. Hal tersebut dibuktikan dengan ditolaknya permohonan izin usaha penambangan yang diajukan oleh perusahaan penambang. Namun Pemerintah Kabupaten Gunungkidul belum bertindak tegas dalam penegakan hukum lingkungan khususnya dalam pengawasan terhadap para penambang illegal yang masih marak melakukan kegiatan penambangan di kawasan karst sehingga kerusakan bentang alam karst masih terus terjadi. Maka perlu langkah nyata Pemerintah Kabupaten Gunungkidul untuk mengelola kawasan karst selain untuk pertambangan, pengelolaan yang dilakukan tidak hanya bermanfaat hanya pada generasi sekarang namun juga harus diberikan untuk generasi yang mendatang.

Penyelamatan, pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam kawasan karst dapat dilakukan dengan memanfaatkan potensi-potensi yang ada dalam kawasan karst selain untuk dieksploitasi. Pengelolaan potensi kawasan karst ini tentu saja tidak dapat berjalan dengan sendirinya, namun dibutuhkan peran pemerintah daerah dalam perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang serta pengendalian lingkungan hidup kawasan karst.

Dengan melihat fakta-fakta yang telah dijelaskan sebelumnya, maka keberhasilan pengelolaan kawasan karst tidak akan bisa dilepaskan


(46)

dari peranan pemerintah dalam rangka mengelola dan mengangkat potensi-potensi yang terdapat didalam kawasan karst tersebut. Bila disajikan dalam sebuah bagan, maka gambaran kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Kerangka Pikiran Kesejahteraan

Masyarakat

Pembangunan Berkelanjutan di Kawasan Karst Pengelolaan Kawasan Karst

oleh Pemerintah Daerah

Kelestarian Lingkungan Surat Edaran (SE) Nomor

540/0196 tertanggal 7 Februari 2011 Oleh Bupati Gunungkidul

Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 Undang-Undang tentang Penataan Ruang Nomor 26


(47)

D. PERTANYAAN PENELITIAN

1. Bagaimana proses pengelolaan kawasan karst melalui prinsip pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Gunungkidul

2.

?

3. Bagaimana upaya pemerintah daerah dalam meningkatkan peran masyarakat dalam proses pengelolaan kawasan karst di Kabupaten Gunungkidul ?

Bagaimana peran pemerintah daerah dalam upaya perlindungan kawasan karst dari kegiatan eksploitasi di Kabupaten Gunungkidul ?

4. Apa saja faktor penghambat dalam pengelolaan kawasan karst melalui prinsip pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Gunungkidul ?

5. Apa saja faktor pendukung dalam pengelolaan kawasan karst melalui prinsip pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Gunungkidul ?

6. Upaya apa saja yang ditempuh untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam pengelolaan kawasan karst di Kabupaten Gunungkidul ?


(48)

48 A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah kualitatif. Artinya penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya. Bogdan dan Taylor (1975: 5) dalam bukunya Moleong (2010: 4), mendefinisikan metodelogi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Menurut Keirl dan Miller (1986: 9) dalam bukunya Moleong (2010: 4) yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif dipilih karena dengan metode penelitian deskriptif peneliti dapat memahami permasalahan yang terjadi di lapangan serta mengetahui dan memahami kendala-kendala serta persoalan yang terjadi, sehingga dapat diketahui pokok-pokok permasalahannya serta mendapatkan solusi-solusi yang akan memecahkan masalah dalam proses pengelolaan kawasan karst.


(49)

B. Lokasi Penelitian

Adalah tempat penelitian ini dilaksanakan. Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kantor Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dan pada sebagaian wilayah penambangan rakyat di Kabupaten Gunungkidul.

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian atau informan penelitian adalah orang-orang yang dianggap mampu memberikan informasi mengenai latar belakang dan keadaan yang sebenarnya dari obyek yang diteliti sehingga data yang dihasilkan dapat akurat. Dalam hal pemilihan subyek penelitian, peneliti mengambil teknik purposive sampling.

Pemilihan informan penelitian didasarkan atas kriteria dan pertimbangan tertentu. Dalam hal ini informan yang berkompeten dan mengetahui permasalahan yang diteliti yaitu mengenai pengelolaan kawasan karst. Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah :

1. Bapak Pramudji, Kepala Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Pertambangan Kabupaten Gunungkidul.

2. Bapak Fajar, Staff Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD). Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Gunungkidul.

3. Bapak Johan, Kepala Bidang Pemulihan. Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan (KAPEDAL) Kabupaten Gunungkidul.

4. Bapak Suryono Hadi, Asisten Bidang Perekonomian dan Sumber Daya Alam. Sekretariat Daerah Kabupaten Gunungkidul.

5. Masyarakat Penambang Batu Gamping di Desa Gari, Desa Karangtengah dan Desa Piyaman Kecamatan Wonosari Kabupaten Gunungkidul.


(50)

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian dimaksudkan sebagai alat pengumpul data. Tujuannya adalah untuk memperoleh data yang dapat diuji reliabilitas dan validitasnya bersumber dari lapangan. Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan sebagai instrument aktif dalam upaya mengumpulkan data-data di lapangan. Peran serta peneliti sangat diperlukan untuk mendukung kesuksesan dalam penelitian.

Untuk menjadi instrumen aktif, peneliti harus divalidasi terlebih dahulu untuk mengetahui seberapa siap peneliti melakukan penelitian. Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi ; pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaaan teori atau wawasan terhadap bidang yang diteliti dan kesiapan peneliti memasuki obyek penelitian/lapangan (baik akademik maupun logistiknya). Sementara instrumen pendukung yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pedoman wawancara, pedoman observasi dan dokumentasi.

E. Data Dan Sumber Data

Dalam penelitian ini, data yang diperlukan adalah: 1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di tempat lapangan oleh orang yang melakukan penelitian (Iqbal Hasan, 2002: 82). Data primer diambil melalui wawancara disertai teknik pengamatan. Pengamatan merupakan pemahaman terhadap situasi di lapangan dengan terjun secara langsung di


(51)

lapangan serta memungkinkan peneliti mampu melihat dan mengamati sendiri kemudian mencatat perilaku serta mencari data sebagaimana keadaan sebenarnya dilapangan. Alasan menggunakan teknik pengamatan agar data yang dihasilkan lebih absah karena peneliti ikut serta dengan mengamati langsung. Selain melalui wawancara, data primer juga diperoleh melalui study kepustakaan dan study terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengelolaan kawasan karst.

Study kepustakaan terdapat pada buku-buku literatur terutama mengenai, data pengelolaan kawasan karst, buku-buku terkait yang didapat dari perpustakaan daerah ataupun bagian kearsipan pemerintah daerah, profil pemerintah daerah, memo, pengumuman, instruksi yang terkait dengan pengelolaan kawasan karst dan buku acuan lainnya.

Sedangkan data study terhadap peraturan perundang-undangan bersumber dari Undang - Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Surat Edaran (SE) Bupati Gunungkidul Nomor 540/0196 tertanggal 7 Februari 2011 Tentang Izin Penambangan.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang ada


(52)

dengan tujuannya adalah memperkuat penemuan dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan dari data primer (Iqbal Hasan, 2002: 82). Data sekunder diperoleh melalui sumber seperti majalah, bulletin daerah, berita dari beberapa surat kabar lokal, pernyataan, dan berita yang disiarkan lewat media massa.

F. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam penelitian, karena itu seorang peneliti harus terampil dalam mengumpulkan data agar mendapatkan data yang valid. Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. (Moleong, 2009:241). Teknik pengumpulan data meliputi: 1. Observasi Langsung

Observasi langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut. Dalam kegiatan sehari-hari, kita selalu menggunakan mata untuk mengamati sesuatu. Observasi atau pengamatan merupakan salah satu teknik penelitian yang sangat penting. Pengamatan itu digunakan karena berbagai alasan. Ternyata ada beberapa tipologi pengamatan. Terlepas dari jenis pengamatan, dapat dikatakan bahwa pengamatan terbatas dan tergantung pada jenis dan variasi pendekatan (Moleong, 2009: 242). Observasi langsung juga dapat memperoleh data dari subjek baik yang tidak dapat berkomunikasi secara verbal atau yang tidak mau berkomunikasi secara


(53)

verbal. Tujuan menggunakan metode ini untuk mencatat hal-hal, perilaku, perkembangan, dan sebagainya tentang berbagai fenomena pengelolaan kawasan karst di Kabupaten Gunungkidul.

Dalam penelitian ini, observasi digunakan peneliti untuk mengamati fenomena pengelolaan kawasan karst di Kabupaten Gunungkidul. Observasi yang dilakukan peneliti adalah observasi non partisipan, yaitu peneliti tidak secara langsung dalam kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, swasta maupun pemerintah daerah. Peneliti melakukan observasi pada beberapa kawasan pertambangan rakyat dan perusahaan penambangan di Kabupaten Gunungkidul berupa pengamatan kegiatan para penambang bahan galian C, serta observasi pada dinas-dinas terkait seperti Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Pertambangan serta Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan berupa pengamatan terhadap kegiatan para pegawai di dinas tersebut.

2. Dokumentasi

Dokumentasi adalah suatu usaha yang di lakukan dalam kajian untuk mengumpulkan data dengan cara menggunakan dokumen yang tersedia sebagai sumber informasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Data-data tersebut didapat melalui buku, data browsing internet, surat kabar, notulen rapat dan sebagainya. Dalam teknik dokumentasi peneliti menggunakan dokumen pribadi dan dokumen resmi. Dokumen pribadi yang digunakan adalah catatan dari penelitian


(54)

dan foto/gambar dari tempat penelitian. Dokumen resmi yang digunakan meliputi dokumen internal dan eksternal. Dokumen internal berupa laporan kegiatan, laporan akhir, berita daerah, pengumuman, buku pedoman dan instruksi dari Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul tentang pengelolaan kawasan karst. Dokumen eksternal meliputi majalah, bulletin daerah, berita dari beberapa surat kabar lokal, pernyataan, dan berita yang disiarkan lewat media massa.

3. Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan/responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide atau pedoman wawancara (Moh. Nazir, 2005: 193-194). Sebelum melaksanakan wawancara, pewawancara harus menyiapkan instrument wawancara tersebut.

Di dalam pedoman wawancara berisi sejumlah pertanyaan yang akan dijawab atau direspon oleh responden. Isi pertanyaan tersebut meliputi fakta, realita, data, pengetahuan, konsep, pendapat, persepsi, atau evaluasi responden berkenaan dengan permasalahan atau variabel-variabel yang dikaji dalam penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara semi terstruktur atau disebut juga in depth interview.


(55)

Pelaksanaan wawancara pada beberapa dinas di Pemerintahan Daerah Kabupaten Gunungkidul dimulai saat peneliti datang ke tempat penelitian melalui prosedur membawa surat izin dari Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu cq. Bappeda Kabupaten Gunungkidul dan kemudian menyerahkan surat izin tersebut kepada Sub Bagian Umum Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Pertambangan serta Sub Bagian Umum Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan Kabupaten Gunungkidul untuk mendapatkan disposisi dan izin melakukan penelitian.

Setelah mendapatkan disposisi dan izin melakukan penelitian, selanjutnya peneliti membuat janji pertemuan untuk wawancara dengan Bapak Ir. Pramuji Ruswandono, M.Si selaku Kepala Bidang Energi Sumber Daya Mineral Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Pertambangan. Peneliti juga membuat janji pertemuan untuk wawancara dengan Bapak Johan selaku Kepala Bidang Pemulihan Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan (KAPEDAL). Sedangkan wawancara dengan Bapak Suryono Hadi selaku Asisten Bidang Perekonomian dan Sumber Daya Alam Sekretariat Daerah Kabupaten Gunungkidul, peneliti mendapatkan arahan dari Bapak Pramudi Ruswandono untuk langsung mewawancarai Bapak Suryono Hadi karena dinilai berkompeten dan bertanggungjawab mengenai proses pengelolaan kawasan karst oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul.


(56)

G. Teknik Analisis Data

Menurut Patton dalam buku Moleong (2010: 280), teknik analisis data adalah proses kategori urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar, ia membedakannya dengan penafsiran yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan di antara dimensi-dimensi uraian. Data-data dan informasi yang diperoleh akan dianalisis dengan analisis deskriptif kualitatif dengan menggambarkan keadaan atau status fenomena. Dalam menganalisis data peneliti menggunakan metode perbandingan tetap dengan alasan peneliti secara tetap membandingkan satu data dengan datum lain kemudian secara tetap membandingkan kategori dengan kategori lainnya.

Sesuai dengan jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian deskriptif, maka data yang dikumpulkan dalam penelitian ini akan dianalisis dengan analisis deskriptif yaitu dengan melakukan interpretasi terhadap data-data, fakta-fakta, dan informasi-informasi yang diperoleh. Data-data tersebut juga kemudian akan dianalisis dengan proses analisis data yang mencakup sebagai berikut:

1. Dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi yang berupa dokumen internal dalam bentuk laporan akhir dan laporan kegiatan dari Pemerintah Daerah Kabupaten


(57)

Gunugkidul tentang proses pengelolaan kawasan karst. Setelah data tentang pengelolaan kawasan karst yang diperoleh dari hasil penelitian, dibaca, dipelajari, dan ditelaah, langkah berikutnya ialah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan merangkum inti dari beberapa data tentang pengelolaan kawasan karst yang diperoleh yang diperlukan dalam menjawab proses pengelolaan kawasan karst dan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses pengelolaan tersebut. Langkah selanjutnya adalah menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu dikategorisasikan pada langkah berikutnya. Kategori-kategori itu dibuat sambil melakukan koding.

2. Dalam tahap kategorisasi setiap satuan dipilah-pilah ke dalam bagian-bagian yang memiliki kesamaan. Selanjutnya setiap kategori diberi nama yang disebut label.

3. Setelah satuan tersebut dipilah-pilah dalam beberapa kategori, kemudian dilakukan proses sistesisasi yaitu mengkaitkan antara satu kategori dengan kategori lainnya. Kaitan satu kategori dengan kategori lainnya tersebut kemudian diberi nama/label lagi.

4. Menyusun Hipotesis Kerja, hal ini dilakukan dengan jalan merumuskan suatu pernyataan yang proposisional. Hipotesis kerja ini sudah merupakan teori substantif (yaitu teori yang berasal dan masih terkait dengan data).


(58)

H. Pemeriksaan Keabsahan Data

Keabsahan data sudah sah jika memiliki empat kriteria sesuai yang diungkapkan Moleong (2010: 324), kriteria keabsahan data ada empat macam yaitu :

1. Kepercayaan (kreadibility) 2. Kepastian (konfermability) 3. Keteralihan (tranferability) 4. Kebergantungan (dependibility)

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kriteria keabsahan data yaitu kepercayaan (kredibillity) dengan teknik pemeriksaan keabsahan data yaitu perpanjangan keikut-sertaan. Perpanjangan keikut-sertaan berarti peneliti tinggal di lapangan penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai. Jika hal itu dilakukan maka akan membatasi:

1. Membatasi gangguan dari dampak peneliti pada konteks, 2. Membatasi kekeliruan (biases) peneliti,

3. Mengkompensasikan pengaruh dari kejadian-kejadian yang tidak biasa atau pengaruh sesaat.

Peneliti berperan aktif dalam proses pengumpulan data tentang pengelolaan kawasan karst di Kabupaten Gunungkidul. Penelitian tidak dilakukan dalam waktu yang singkat, tetapi memerlukan perpanjangan dengan tujuan agar peneliti dapat ikut serta dalam di lapangan. Dalam keikutsertaannya di lapangan, peneliti dapat mempelajari kegiatan yang dilakukan untuk menguji kebenaran informasi tentang pengelolaan kawasan karst melalui prinsip pembangunan berkelanjutan yang


(59)

diperkenalkan oleh distorsi, baik yang berasal dari diri sendiri maupun dari responden, dan membangun kepercayaan subyek.

Perpanjangan keikutsertaan juga menuntut peneliti agar terjun ke lokasi dan dalam waktu yang cukup panjang guna mendeteksi dan memperhitungkan distorsi yang mungkin mengotori data. Distorsi dapat berasal dari responden yang terjadi tanpa sengaja. Ketidaksengajaan tersebut mungkin terjadi karena beberapa hal seperti salah mengajukan pertanyaan dan tentunya juga jawaban yang diperolehnya.

Ada pula distorsi yang bersumber dari kesengajaan, misalnya berdusta, menipu, berpura-pura dari pihak informan atau responden. Dalam menghadapi hal ini peneliti hendaknya menentukan apakah benar-benar ada distorsi itu tidak disengaja atau disengaja; disengaja atau tidak, dari mana atau dari siapa sumbernya; dan bagaimana strategi menghadapinya, semuanya dimungkinkan dapat diatasi dengan adanya perpanjangan keikutsertaan. Selain itu, di pihak lain perpanjangan keikutsertaan dapat membangun kepercayaan para subjek terhadap peneliti dan juga kepercayaan diri peneliti. (Moleong, 2010: 327-329)


(60)

60 A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Wilayah Penelitian

a. Gambaran Pembangunan Berkelanjutan di Kawasan Karst Kabupaten Gunungkidul

Kawasan Karst Kabupaten Gunungkidul dengan wilayah yang cukup luas, berpotensi terjadi degradasi lingkungan yang disebabkan oleh karena kondisi lingkungan fisiknya secara alami, dan akan lebih diperparah lagi apabila aktivitas manusia kurang arif terhadap kelestarian fungsi lingkungan, bahkan cenderung bersifat merusak lingkungan.

Untuk menciptakan kualitas lingkungan hidup yang baik, pembangunan di Kabupaten Gunungkidul perlu memprioritaskan penanganan masalah lingkungan dengan menangani kerusakan-kerusakan lahan yang telah terjadi. Selain itu untuk menanggulangi bertambah luasnya kerusakan lahan juga diperlukan usaha-usaha untuk mengenali sifat dan perwatakan lahan pada setiap satuan wilayah di Kabupaten Gunungkidul yang mudah mengalami kerusakan.

Kawasan karst Kabupaten Gunungkidul banyak menyimpan potensi yang sangat besar, mulai dari keindahan alamnya yang eksotis seperti: pantai, gua-gua di dalam perut bumi


(61)

yang unik dan menarik, sampai pada sistem hidrologi bawah tanahnya. Berbagai potensi sumberdaya alam kawasan karst dapat diuraikan berikut ini.

1) Potensi fisik kawasan karst

Potensi fisik di kawasan karst Kabupaten Gunungkidul memungkinkan untuk dikembangkan berdasarkan kharakteristik wilayahnya. Kawasan dengan fungsi tertentu seperti pariwisata yang memanfaatkan potensi alami, seperti telaga, cagar budaya, bukit-bukit karst, dan pertanian tanaman pangan. Potensi sumberdaya air yang cukup besar, khususnya sistem sungai bawah tanah, pantai, mataair dan telaga, lebih dioptimalkan pemanfaatannya untuk berbagai kepentingan pembangunan.

Sungai bawah tanah (SBT) Bribin, Kabupaten Gunung Kidul, merupakan salah satu sungai yang mempunyai potensi besar dan menjadi tumpuan pemenuhan air domestik masyarakat di kawasan karst Gunungsewu. Terlebih lagi, daerah ini dikenal sebagai daerah yang sulit air karena aliran sungai mencapai 100 meter di bawah permukaan tanah sehingga sulit dimanfaatkan.

Pemboran dan pembuatan bendungan bawah tanah dengan sistem mikrohidro di Gua Bribin diharapkan dapat meningkatkan kapasitas layanan distribusi air tanah karst


(62)

menjadi dua kali lipat dari sebelumnya. Dengan proyek ini diharapkan ada kelangsungan sumber daya air tanah Bribin dalam waktu yang panjang. Selama ini, penambangan karst oleh penduduk sekitar memengaruhi suplai air di bawah tanah SBT Bribin. Padahal, kawasan karst merupakan kawasan bebatuan karbonat yang memiliki kandungan air melimpah. Kandungan air yang besar disebabkan adanya celah pada batuan sehingga air dapat meresap jauh dan tersimpan dalam batuan.

Tabel 2. Sistem Sungai Bawah Tanah pada Ekosistem Perbukitan Karst

No Nama Gua Debit Aliran (Liter/detik)

1 Luweng Buh Putih 25

2 Luweng Seropan 170

3 Gua Ngremeng 75

4 Kali Suci

- Goa Mburi Omah - Luweng Grubug

390 680

5 Kali Bribin 1500

6 Goa Gilap 20

7 Goa Jomblang 200

(Sumber : Sistem Informasi Air Baku, 2005) 2) Potensi biotik kawasan karst

Batuan penyusun kawasan karst merupakan jenis batuan yang mudah mengalami pelarutan, sehingga banyak terbentuk gua-gua, sistem sungai bawah tanah, dan pantai-pantai dengan hamparan pasir putihnya. Pada masing-masing fenomena bentanglahan tersebut, tentunya akan mempunyai kekhasan dalam keanekaragaman hayati, seperti: ular atau


(63)

melata khas semak belukar karst, kelelawar dalam gua, burung walet pada gua di tebing cliff pantai, atau habitat penyu di pantai-pantai berpasir putih (Wediombo, Siung, Ngropoh, Sepanjang, dan sebagainya).

3) Potensi budaya kawasan karst

Budaya masyarakat pada kawasan karst Kabupaten Gunungkidul seperti rosulan dan sebagainya, atau bentuk-bentuk kearifan lokal lainnya, juga berpengaruh terhadap kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan di sekitarnya. 4) Potensi sosial kawasan karst

Lapangan usaha utama penduduk dan sebagian besar masyarakat di kawasan karst pada sektor pertanian menunjukkan bahwa kawasan karst Kabupaten Gunungkidul merupakan daerah agraris dengan penduduk yang bergerak di bidang pertanian.

5) Potensi ekonomi kawasan karst

Secara makro struktur perekonomian di kawasan karst Kabupaten Gunungkidul didominasi oleh sektor pertanian dengan tekanan pada pertanian tanaman tahunan atau tanaman lahan kering. Prioritas utama sektor perekonomian adalah memacu pertumbuhan ekonomi berbasis usaha kecil, menengah dan industri lokal. Upaya pengembangan sektor perdagangan dan jasa di Kabupaten Gunungkidul terus ditingkatkan. Selain


(64)

itu, untuk dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi, sektor lain yang diharapkan propektif dapat memberikan kontribusi besar adalah sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan.

Dibalik potensi sumberdaya alam dan sosial ekonomi tersebut, kawasan karst juga menyimpan berbagai permasalahan yang cukup serius dalam rangka pengelolaan lingkungannya, baik fisik maupun sosial ekonomi di kawasan karst Kabupaten Gunungkidul tersebut dikhawatirkan dalam jangka panjang akan semakin memicu kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan di wilayah ini, di samping kondisi fisik alami lingkungan yang memang rentan terhadap kerusakan.

Dalam upaya mengatasi berbagai permasalahan pengelolaan kawasan karst yang bertujuan untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Gunungkidul, maka dalam penelitian ini dapat diperinci tiga aspek pemahaman konsep keberlajutan pembangunan di Kabupaten Gunungkidul. Pertama, keberlanjutan ekonomi yang diartikan sebagai pembangunan yang mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinu untuk memelihara keberlanjutan pemerintahan dan menghindari terjadinya ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi pertanian dan industri masyarakat kawasan karst di Kabupaten Gunungkidul.


(65)

Kedua, keberlanjutan lingkungan yakni sistem keberlanjutan harus memelihara sumber daya yang stabil, menghindari eksploitasi sumber daya alam dan fungsi ekologi lingkungan. Konsep keberlanjutan lingkungan ini menyangkut pemeliharaan keanekaraman hayati, stabilitas ruang udara, dan fungsi ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori sumber-sumber ekonomi. Ketiga yaitu keberlanjutan sosial, yaitu keberlanjutan yang mampu mencapai kesetaraan dalam penyediaan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender, dan akuntabilitas politik masyarakat kawasan karst di Kabupaten Gunungkidul.

b. Gambaran Tempat Penelitian

Dalam pengelolaan kawasan karst Kabupaten Gunungkidul tidak hanya di amanahkan kepada salah satu instansi atau organisasi saja. Hampir semua pengelolaan kawasan karst melibatkan partisipasi pemerintah, masyarakat dan pemangku kepentingan (stakeholders) secara substansial dalam suatu kemitraan strategis. Kelembagaan perangkat daerah Kabupaten Gunungkidul sebagai pelaksana urusan pemerintahan wajib dan yang mempunyai yang mempunyai tugas atau wewenang dalam peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat dalam proses pengelolaan kawasan karst di Kabupaten Gunungkidul.


(66)

2. Deskripsi Hasil Penelitian

a. Pengelolaan Kawasan Karst Melalui Prinsip Pembangunan Berkelanjutan di Kabupaten Gunungkidul

Berdasarkan pada hasil pengamatan, wawancara serta dokumentasi dapat dijelaskan berbagai upaya pengelolaan yang telah dilakukan yang terkait dengan permasalahan kawasan karst di Kabupaten Gunungkidul melalui prinsip pembangunan berkelanjutan seperti diuraikan sebagai berikut ini :

1) Pengelolaan Kawasan Karst Melalui Prinsip Keberlanjutan Ekonomi.

Kondisi geografis kawasan karst yang dinilai kurang menguntungkan untuk dijadikan lahan pertanian maupun perkebunan dijadikan alasan beberapa masyarakat penambang untuk melakukan kegiatan penambangan batuan gamping di kawasan karst Kabupaten Gunungkidul. Setelah adanya upaya perlindungan kawasan karst berupa pemberlakuan larangan terhadap aktifitas penambangan batu gamping, maka masyarakat yang sebelumnya berprofesi sebagai penambang batu gamping secara tidak langsung penghasilan dari kegiatan menambang batu gamping berkurang akibat dari pemberlakuan pelarangan penambangan tersebut. Hal tersebut sesuai dengan


(1)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 9

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11

A. Deskripsi Teoritik ... 12

1. Pengelolaan (Manajemen)... 12

2. Pengelolaan Kawasan (Penataan Ruang) ... 21

3. Kawasan Karst ... 26

4. Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) ... 29

B. Penelitian yang Relevan ... 43

C. Kerangka Pikir ... 44

D. Pertanyaan Penelitian ... 47

BAB III METODE PENELITIAN ... 48

A. Pendekatan Penelitian ... 48

B. Lokasi Penelitian ... 49


(2)

xi

D. Instrumen Penelitian ... 50

E. Data dan Sumberdata ... 50

F. Teknik Pengumpulan Data ... 52

G. Teknik Analisis Data ... 56

H. Pemeriksaan Keabsahan Data ... 58

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 60

A. Hasil Penelitian ... 60

1. Deskripsi Wilayah Penelitian ... 60

a. Gambaran Pembangunan Berkelanjutan di Kawasan Karst Kabupaten Gunungkidul ... 59

b. Gambaran Tempat Penelitian ... 65

2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 66

a. Pengelolaan Kawasan Karst Melalui Prinsip Pembangunan Berkelanjutan di Kabupaten Gunungkidul 66 1) Pengelolaan melalui prinsip keberlanjutan ekonomi .. 66

2) Pengelolaan melalui prinsip keberlanjutan ekologi .... 73

3) Pengelolaan melalui prinsip keberlanjutan sosial ... 78

b. Faktor Penghambat dan Faktor Pendukung Pengelolaan Kawasan Karst Melalui Prinsip Pembangunan Berkelanjutan di Kabupaten Gunungkidul ... 81

1) Faktor Penghambat Pengelolaan Kawasan Karst... 82

2) Faktor Pendukung Pengelolaan Kawasan Karst ... 84

B. Pembahasan ... 85

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 93

A. Kesimpulan ... 93

B. Implikasi ... 95

C. Saran ... 96


(3)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Hasil Inventarisasi dan Verifikasi usaha Pertambangan ... 6 2. Sistem Sungai Bawah Tanah Pada Ekosistem Perbukitan Karst ... 62 3. PDRB Kab. Gunungkidul Tahun 2009 sampai Tahun 2011 ... 68 4. Jenjang Pendidikan Kepala Keluarga Tahun 2011 ... 70 5. Capaian Kinerja Indikator Sasaran Peningkatan Aksesibilitas dan Kualitas Pelayanan Pendidikan ... 71 6. Capaian Kinerja Indikator Pelestarian Lingkungan Gidup ... 75


(4)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Kerangka Pikir Penelitian ... 46


(5)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pedoman wawancara

2. Laporan Kegiatan Koordinasi dan Pengelolaan Kawasan Karst Tahun Anggaran 2012

3. Sertifilkat dari Komite Nasional Geopark Indonesia tentang penetapan Geopark Nasional Gunung Sewu, Jawa

4. The Jeju Island Declaration

5. Milestone Pembangunan dan Pengembangan Geopark Gunung Sewu 6. Struktur Organisasi Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Energi

dan Sumber Daya Mineral Tahun 2013

7. Peraturan Bupati Gunungkidul Nomor 69 Tahun 2011 Tentang Uraian Tugas Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Energi, dan Sumber Daya Mineral

8. Surat Izin Penelitian Fakultas Ilmu Sosial

9. Surat Izin Penelitian Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kabupaten Gunungkidul


(6)

PENGELOLAAN KAWASAN KARST

MELALUI PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Disusun Oleh :

ABDUL SALAM (09417141007)

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014