PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PADA ISTRI YANG DIPOLIGAMI.

(1)

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1)

Psikologi (S.Psi)

Ummil Atiqoh B77211114

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL


(2)

(3)

(4)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id xi

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pengambilan keputusan serta alasan yang membuat seorang istri menerima dan bertahan dalam perkawinan poligami. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan Studi kasus, dan menggunakan triangulasi sebagai validasi data. Subjek penelitian ini berjumlah 2 orang yakni LF dan RH, mereka merupakan istri pertama yang mengungkapkan pengalamannya saat dipoligami. Lokasi penelitian dilakukan di daerah Surabaya dan probolingo. Cara pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara dan observasi.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kedua subjek dalam penelitian ini pernah melalui sebuah proses pengambilan keputusan untuk bertahan dalam perkawinan poligami. Proses-proses yang lalui subjek LF pertama yaitu dari baru mengetahui bahwa suaminya menikah lagi, kemudian ia harus memilih antara bertahan atau bercerai, dan kemudian LF mempertimbangkan kedua alternatif itu malalui beberapa usaha seperti konsultasi kepada saudara dan teman, dan hasil dari pertimbangan kedua lternatif tersebut akhirnya LF memutuskan untuk bertahan dengan alasan alasan ia bertahan adalah karena ia ingin mempertahankan apa yang telah ia usahakan selama ini selain itu keadaanya yang tidak bisa melahirkan keturunan dan dukungan dari keluarga serta orang yang ia percaya memaksanya untuk memilih tetap bertahan. Sedangkan subjek RH juga sama proses ia diawali dari saat mengetahui suaminya menikah lagi, kemudian ia mempertimbangkan pilihan yang ada, pertimbangan RH adalah jika ia bercerai bagaimana dengan nasib anak-anaknya sehingga iapun memutuskan untuk bertahan dengan satu alasan yaitu demi anak-anaknya agar mereka tidak mendapatkan kesulitan.


(5)

xii ABSTRACT

The purpose of this study is to determine the decision making process as well as the reason why a wife accept and survive in polygamous marriages. This study is a qualitative research with the approach of case study. The subject of this study is two person, LF and RH, they are the first wife from the polygamous family. The location of the research is in Surabaya and Probolinggo. The method of collecting data is using interview and observation.

The result of this research revealed thet these two subject once through a decision-making process to survive in the polygamous marriages. The first subject, LF had through many process. She had been finding out that her husband married again, then she must decided between survived or divorced, and then LF considered those two alternative by asking to relatives and friends. Thus the result was LF had decided to survive with the reasons: she was trying to maintain what she has earned all this time, because of her condition that she was infertile, and supports from her family/relatives that influenced her to bear up. Whilst the another subject, RH, had through the same process as LF. After had been knowing that RH’s husband got married again, she had thinking the solution of her problems. She worried that if she had divorced, would affect the future of their children, thus she decided to hold on with one reason, she wants her children be happy ever after.


(6)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……… ... i

HALAMAN PENGESAHAN ……… ii

HALAMAN PERNYATAAN ……… iii

HALAMAN MOTTO ……… iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ……… v

KATA PENGANTAR ……… vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

INTISARI ... xi

ABSTRAK ……… xii

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Penelitian ……… 1

B. Fokus Penelitian ……… 11

C. Tujuan Penelitian ……… 11

D. Manfaat Penelitian ……… 12

E. Keaslian Penelitian ………12

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konseptualisasi Topik yang diteliti……… 17

1. Pengambilan Keputusan ……… 17

a. Pengertian pengambilan keputusan ……… 17

b. Tahap-tahap dalam pengambilan keputusan ……… 19

2. Poligami ……… 22

a. Pengertian poligami ……… 22

b. Asal usul poligami ……… 23

c. Poligami dalam perundang-undangan ……… 26

d. Sebab-sebab poligami ……… 29

e. Alasan istri bertahan dalam perkawianan poligami ……… 33

3. Identitas Sosial ……… 36

B. Perspektif Teoritis ……… 39

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ……… 44


(7)

viii

B. Lokasi Penelitian ……… 45

C. Sumber Data ……… 46

D. Cara Pengumpulan Data ……… 47

E. Prosedur Analisis dan Interpretasi Data ……… 49

F. Keabsahan Data ……… 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Partisipan ……… 52

B. Temuan Penelitian ……… 56

1. Deskripsi Temuan Penelitian ……… 56

2. Analisis Temuan Penelitian ……… 81

C. Pembahasan ……… 91

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ……… 96

B. Saran ……… 97


(8)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Pernikahan merupakan cara paling mulia yang dipilih pencipta alam semesta untuk mempertahankan regenerasi, pengembangbiakan, dan keberlangsungan dinamika kehidupan. Fitrah yang diberikan Allah SWT pada manusia meniscayakan pentingnya penyatuan antara pria dan wanita demi keutuhan jenis manusia agar mereka bisa memakmurkan bumi, mengeluarkan kekayaan alam, mengembangkan nikmat-nikmat yang dikandung, dan memanfaatkan kekuatan alami bumi selama waktu yang diinginkan Allah SWT. Maka, kehidupan tidak akan mungkin bisa berlangsung tanpa melalui proses pernikahan yang secara terus menerus berlanjut dari satu generasi ke generasi berikutnya atau dari waktu ke waktu. Seandainya manusia menghentikan proses pernikahan maka bumi akan mengalmi kehancuran dalam waktu yang singkat (Abbas, 2008)..

Dalam pandangan islam pernikahan merupakan ketentraman, cinta, kelembutan, kasih sayang, perpaduan, pengertian dan penyatuan antara pria dan wanita dengan menggunakan fisik, roh dan kalbu. Maka, tujuan pernikahan bukan semata-mata untuk melampiaskan syahwat, tetapi untuk mendapatkan ketentraman dan kedamaian, baik secara fisik maupun batin. Islam melihat pernikahan sebagai suatu ikatan yang sakral. Darinya lahir sebuah keluarga yang tumbuh subur dengan perasaan yang luhur. Bahkan,


(9)

pernikahan merupakan salah satu cara menambah jumlah keturunan yang bisa melindungi umat dari musuh-musuhnya. Sebab, daya tahan dan keagunagan umat akan ada jika umat itu memiliki kekuatan spiritual dan material (Abbas, 2008).

Di antara konsep pernikahan yang ditawarkan oleh Islam adalah pernikahan monogami dan poligami bersyarat. Konsep pertama merupakan pengejawentahan dari janji setia dan cinta kasih yang diikrarkan oleh suami istri. Sementara itu, konsep kedua mencerminkan realitas sosiologis kaum laki-laki dan budaya patriarkhis-Arab yang diakomodir serta dimodifikasi oleh Islam. Konsep ini yang kemudian diadopsi oleh banyak negara Islam, termasuk Indonesia (Sunaryo, 2010).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia poligami diartikan sebagai “ikatan perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan. Sedangkan poligini adalah sistem perkawinan yang membolehkan seorang pria mempunyai beberapa wanita dalam waktu yang sama” (Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1996). Dan menurut Partowisastro (1983) Poligami adalah perkawinan seorang pria dengan lebih dari seorang wanita.

Sedangkan Menurut Istibsyaroh (2004) “Polygamy” (bhs.Yunani) dari kata “polus” yang berarti banyak; dan “gamos” artinya perkawinan. Maksudnya adalah seorang laki-laki mempunyai lebih dari seorang istri


(10)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id dalam suatu saat, atau seorang perempuan mempunyai lebih dari

seorang suami dalam suatu saat. Dan menurut Musdah Mulia (1999) dalam bukunya Pandangan Islam Tentang Poligami mendefinisikan poligami adalah ikatan perkawinan yang salah satu pihak (suami) mengawini beberapa (lebih dari satu) istri dalam waktu yang bersamaan.

Poligami merupakan salah satu persoalan dalam perkawinan yang paling banyak disoroti oleh kalangan masyarakat Indonesia sekaligus dianggap kontroversial. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya argumentasi pro-kontra, baik yang berlatarbelakang normative, maupun psikologis. Salah satu kasus poligami yang mengemuka di Indonesia dan banyak menuai pro dan kontrak adalah praktik poligami yang dilakukan oleh seorang Dai kondang yaitu KH. Abdullah Yan Gymnastiar atau lebih dikenal dengan Aa Gym. Pada akhir tahun 2006 Aa Gym dikabarkan menikah lagi dengan seorang janda beranak tiga yang bernama Alfarini Eridani alias Rini. ketika kabar Aa Gym berpoligami mulai menyebar berbagai reaksi spontanpun muncul di berbagai media dan masyarakat. Ada yang mengirimkan sms, surat, mengembalikan sejumlah buku karya Aa Gym, menelpon melalui radio, menemui langsung serta mencaci-maki, mencubit dan menyampaikan kata-kata yang tidak senonoh dan sejumlah media massa cetak dan elektronikpun melansir pemberitaan seputar sikap amaliah ibadah Aa Gmy berpoligami. bahkan berbagai diskusi, wawancara, dan laporan para reporter digelar serta ditayangkan dimedia massa. Praktek poligami yang dilakukan oleh Aa Gym membuat


(11)

masyarakat resah karena poligami dimata masyarakat Indonesia merupakan hal yang masih tabu, apalagi hal tersebut dilakukan oleh seorang public figur (Setiaji, 2006)

Kehidupan keluarga poligami dipandang sebuah tatanan kehidupan keluarga yang akan mengalami kehancuran, bertentangan dengan kesetaraan gender, penindasan terhadap perempuan dan bahkan kejahatan yang harus diberantas pihak berwajib. akibatnya muncul femomena yang memprihatinkan yakni istilah poligami seolah-olah menjadi istilah yang menakutkan bagi kaum perempuan muslim. Masyarakat di indonesia khususnya, menurut Dr. K.H.Miftah Faridl, mengalami kekeliruan kekurangtepatan memandang istilah poligami. sesungguhnya eksistensi amaliah poligami itu tak jauh berbeda dengan amaliah monogami. Artinya, asal usul hukumnya monogami atau poligami adalah sunnah Rasulullah SAW. orang yang beribadah monogami (satu istri) maupun poligami (lebih dari satu istri) adalah orang yang sama-sama mengamalkan sunnah Rasulullah SAW. monogami atau poligami sama-sama bisa menjadi sunnah, mubah, makruh, dan bahkan haram dengan kondisi dan persyaratan tertentu. pernikahan monogami bisa jadi haram hukumnya bilamana bertujuan untuk menyakiti istri, menguasai harta kekayaan istri dan mertua ataupun sejenisnya. demikian halnya dengan amaliah poligami bisa juga menjadi haram hukumnya bilamana persyaratannya tidak terpenuhi dan memiliki tujuan-tujuan yang bertentangan dengan asas pernikahan yang sesuai syariat islam (Setiaji, 2006).


(12)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Dalil naqli pernikahan dapat diketahui dari firman Allah SWT

dalam Al-qur’an surah An-Nisa ayat 3 yang artinya “maka nikahilah perempuan-perempuan (lain) yang kalian senangi: dua, tiga atau empat, kemudian jika kalian takut tidak dapat berbuat adil, maka (nikahilah) seorang perempuan saja, atau budak-budak perempuan yang kalian miliki; yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. Dalam ayat tersebut, Allah menjelaskan untuk memlilih perempuan lain yang kamu senangi satu, dua, tiga, atau empat dengan konsekuensi kamu memperlakukan istri-istrimu dengan adil dalam pembagian waktu bermalam (giliran), nafkah, perumahan, serta hal-hal yang berbentuk materi lainnya. Islam membolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. Tetapi pada dasarnya satu istri lebih baik seperti dalam lanjutan ayat itu. Jika kamu tidak dapat melakukan semua itu dengan adil, maka cukuplah kamu nikah dengan seorang saja atau memperlakukan sebagai istri hamba sahaya yang kamu miliki tanpa akad nikah dalam keadaan terpaksa (Kementrian Agama RI, 2011).

Memang benar rumah tangga yang harmonis dapat di wujudkan oleh pernikahan monogami. Adanya poligami dalam rumah tangga dapat menimbulkan banyak hal yang dapat mengganggu ketentraman rumah tangga. Namun, manusia dengan fitrah kejadiannya memerlukan hal-hal yang dapat menyimpangkannya dari monogami. Hal tersebut bukanlah karena dorongan seks semata, tetapi justru untuk mencapai kemaslahatan mereka sendiri yang karenanya Allah membolehkan (menurut Fuqaha)


(13)

atau memberi hukum keringanan (rukhsah menurut ulama tafsir) kaum laki-laki untuk melakukan poligami (beristri lebih dari satu). Adapun sebab-sebab yang membuat seseorang berpoligami adalah sebagai berikut:

1. Apabila dalam suatu rumah tangga belum mempunyai seorang keturunan sedang istrinya menurut pemeriksaan dokter dalam keadaan mandul, padahal dari perkawinan diharapkan bisa mendapatkan keturunan, maka poligami merupakan jalan keluar yang paling baik.

2. Bagi kaum perempuan, masa berhenti haid (monopouse) lebih cepat datangnya, sebaliknya bagi seorang pria walaupun telah mencapai umur tua, dan kondisi fisiknya sehat ia masih membutuhkan pemenuhan hasrat seksualnya. Dalam keadaan ini apakah dibiarkan seorang itu berzina? maka disinilah dirasakan hikmah dibolehkannya poligami tersebut.

3. Sebagai akibat dari peperangan umpamanya jumlah kaum perempuan lebih banyak dari kaum laki-laki. Suasana ini lebih menimbulkan hal-hal negatif bagi kehidupan masyarakat apabila tidak dibuka pintu poligami. Bahkan kecenderungan jumlah perempuan lebih banyak daripada jumlah laki-laki saat ini sudah menjadi kenyataan, kendati tidak ada peperangan (Kementrian Agama RI, 2011)..

Perlu digarisbawahi bahwa surat An-Nisa ayat 3 ini tidak membuat peraturan tentang poligami karena poligami telah dikenal dan dilaksanakan oleh penganut berbagai syariat agama serta adat istiadat masyarakat sebelum turunnya ayat ini. Sebagaimana ayat ini tidak mewajibkan atau menganjurkannya, ia hanya berbicara mengenai bolehnya poligami dan itu


(14)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id pun merupakan pintu kecil yang hanya dapat dilalui oleh yang sanga amat

membutuhkan dan dengan syarat yang tidak ringan. Dengan demikian, pembahasan tentang poligami dalam pandangan al- Qur’an hendaknya tidak ditinjau dari segi ideal, atau baik dan buruknya tetapi harus dilihat dari sudut pandang penetapan hukum dalam aneka kondisi yang mungkin terjadi (Shihab, 2009)

Dalam praktek poligami ini pihak yang harus diperhatikan adalah seorang istri, karena secara psikologis semua istri akan merasa terganggu dan sakit hati melihat suaminya berhubungan dengan perempuan lain. sejumlah penelitian mengungkapkan bahwa rata-rata istri begitu mengetahui suaminya menikah lagi secara spontan mengalami perasaan depresi, stres berkepanjangan, sedih, dan kecewa bercampur satu, serta benci karena telah dihianati. umumnya, para istri setelah mengetahui suaminya menikah lagi bingung kemana harus mengadu. disamping bingung mereka juga malu pada tetangga, malu pada teman kerja, malu pada keluarga, bahkan malu pada anak-anak. ada anggapan dimasyarakat bahwa persoalan suami-istri merupakan pesoalan sangat privat (pribadi) yang tidak patut diceritakan pada orang lain, termasuk pada orang tua. akibatnya, istri seringkali menutup-nutupi dan berprilaku seolah-olah tidak terjadi apa-apa. fatalnya lagi, tidak sedikit diantara mereka justru menyalahkan diri sendiri dan menganggap diri merekalah yag salah. Sikap istri yang tidak mau terbuka itu merupakan bentuk loyalitasnya terhadap keluarga demi menjaga nama baik keluarga, terutama keluarga besarnya,


(15)

dan juga untuk menghindari stigma dari masyarakat sebagai keluarga yang tidak bahagia. akhirnya, semua kekesalan dan kesedihan hanya bisa di pendam sendiri yang lambat laun jika tidak di atasi akan menimbukan berbagai macam gangguan fisik serta gangguan emosional. (Mulia, 2007).

Hal demikian disebabkan setidaknya oleh dua alasan, pertama karena rasa cinta istri yang terlalu mendalam. umumnya istri mempercayai dan mencintai suaminya sepenuh hati sehingga dalam dirinya tidak ada ruang untuk cinta terhadap laki-laki lain. Istri selalu berharap suaminya berbuat hal yang sama terhadap dirinya.karena itu, istri tidak dapat menerima suaminya membagi cinta pada perempuan lain, bahkan kalau mungkin setelah matipun dia tidak rela jika suaminya menikah lagi. Alasan kedua, karena istri meresa iferior atau rendah diri seolah-olah suaminya berbuat demikian lantaran ia tidak mampu memenui kepuasan biologisnya. kepuasan inferior itu semakin lama meningkat menjadi problem psikologis yang serius, terutama kalau mendapat tekanan dari keluarga (Mulia, 2007).

Namun, meskipun demikian ada beberapa perempuan yang menerima dan bertahan dalam pernikahan poligami. Ada beberapa hal yang membuat seorang istri mengambil sebuah keputusan menerima dan bertahan dengan perkawinan poligami seperti dia tidak dapat memberikan keturunan atau mandul, menderita penyakit yang membuatnya tidak dapat menjalani tugas seorang istri, ataupun sebab-sebab yang lain. Seorang istri dalam membuat atau mengambilan sebuah keputusan untuk bersedia di


(16)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id poligami pastilah mempertimbangkan terlebih dahulu akibat dari

keputusannya, dampak positif dan negative, serta memilih dari beberapa alternative pilihan yang tersedia.

Menurut Suharnan (2005) pembuatan keputusan atau decision making ialah proses memilih atau menentukan berbagai kemungkinan diantara situasi-situasi yang tidak pasti. Pembuatan keputusan terjadi di dalam situasi-situasi yang meminta seseorang harus: a) membuat prediksi ke depan, b) memilih salah satu diantara dua pilihan atau lebih, c) membuat estimasi (prakiraan) mengenai frekuensi kejadian berdasarkan bukti-bukti yang terbatas.

Seorang istri membuat keputusan menerima dan bertahan dalam perkawinan poligami dimana ia harus berbagi suaminya dengan wanita lain pastinya melalui proses-proses yang tidak mudah karna hal itu akan menentukan kehidupan mereka kedepannya. Dalam mengambil keputusan tersebut seorang istri akan melalui beberapa tahapan sehingga dapat menentukan pilihan atau tindakan yang terbaik dalam memecahkan setiap masalah yang ada.

Dalam mengambil keputusan seseorang melalui beberapa langkah terlebih dahulu. Langkah-langkah pembuatan keputusan sebagai berikut:

1. Seseorang mengidentifikasi bahwa suatu keputusan perlu dibuat atau diambil berkaitan dengan permasalahan yang tengah dihadapi.


(17)

2. Orang itu kemudian mencari dua alternatif atau lebih yang dianggap cocok dengan tujuan yang diinginkan, biasanya masing-masing pilihan alternatif memiliki aspek pro dan kontra.

3. Selanjutnya tugas pokok pembuat keputusan adalah memilih alternative yang terbaik diantara alternatif-alternatif yang telah dihasilkan itu. Memilih alternatif terbaik memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang multidemen-sional. Misalnya alternative “terbaik”, untuk siapa?, kriteria apa yang digunakan?, dan untuk jangka pendek atau jangka panjang?. 4. Setelah alternatif terbaik dipilih kemudian dilaksanakan, sambil terus

dilakukan evaluasi hasilnya. Jika ternyata belum menunjukkan hasil-hasil seperti yang diinginkan maka seseorang dapat meninjau kembali keputusan itu, membingkai ulang, dan mencari alternatif yang lain. Sesudah itu, melaksanakan alternatif yang telah dipilih itu, dan langkah-langkah seperti ini akan ditempuh sampai seseorang berhasil (Suharnan, 2005).

Ketika masyarakat umunya banyak yang menolak terhadap poligami dan menganggap hal tersebut kontroversial, ternyata masih ada wanita-wanita yang menerima konsep poligami dalam pernikahannya yaitu sebagai istri yang bersedia berbagi suami dan dengan wanita lain. Seperti halnya yang terjadi pada kedua perempuan yang berusia 41 dan 49 tahun yang tinggal di daerah Surabaya dan probolinggo. Pada saat usia pernikahannya memasuki usia diatas 10 tahun suaminya menikah lagi dengan wanita lain, dengan kata lain suaminya telah melakukan praktek


(18)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id poligami. Kedua wanita tersebut merasa sangat tersakiti dengan keadaan

tersebut, dan ia menganggap dirinya sebagai korban dari praktek poligami yang dilakukan oleh suaminya, akan tetapi ketika wanita tersebut merasa dihianati dan tersakiti atas apa yang telah dilakukan oleh suaminya kenapa dia masih bertahan, apakah alasan dan pertimbangan apa saja yang melatarbelakangi ibu tersebut akhinya memutuskan untuk tetap bertahan dalam pernikahan poligami?

Hal itu membuat penulis tertarik untuk mencari tau bagaimana proses pengambilan keputusan wanita yang dipoligami sehingga mereka memutuskan hal yang dianggap oleh masyarakat umum sebagai keputusan yang tidak mudah, dan menuliskannnya dalam sebuah skripsi yang berjudul “Proses Pengambilan Keputusan pada istri yang di Poligami”

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui Bagaimana proses pengambilan keputusan serta alasan apa yang membuat seorang istri menerima dan bertahan dalam perkawinan poligami.

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui proses pengambilan keputusan serta alasan yang membuat seorang istri menerima dan bertahan dalam perkawinan poligami.


(19)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis : Penelitian ini diharapkan agar dapat memberikan sumbangsih bagi ilmu pengetahuan dalam lingkup Psikologi khususnya dalam kajian ilmu psikologi Sosial tentang Decision Making kasus Poligami.

2. Manfaat Praktis :

a) Masyarakat: Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pemahaman kepada masyarakat tentang alasan-alasan seorang istri yang memutuskan untuk bertahan dalam perkawinan poligami. Dan hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi laki-laki yang akan melakukan poligami.

b) Lembaga peradilan agama: Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memberikan keputusan pada sidang pemberian izin poligami.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang proses pengambilan atau decision making dan poligami, sudah banyak di kaji oleh peneliti-peneliti sebelumnya yang sangat variatif, antara lain :

Penelitian Ika Putri Mayasari, Ari Pratiwi S.Psi., M.Psi, Yoyon Supriyono S.Psi., M.Psi. meneliti “Proses Pengambilan Keputusan Remaja Perempuan Untuk Bergabung Dengan Komunitas Crust Punk” (2013). Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dan


(20)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Hasil penelitiannya adalah Alasan yang mendukung kedua subjek dalam

penelitian ini untuk bergabung dengan komunitas crust punk adalah adanya konflik dalam keluarga. Kurangnya perhatian dari keluarga menjadikan mereka berperilaku nakal. Pada kedua subjek bentuk kenakalan yang ditunjukkan adalah perilaku menentang berupa lari dari rumah dan minum-minuman keras. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses pengambilan keputusan keuda subjek dalam penelitian ini adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal ditunjukkan pada rentang waktu dalam membuat keputusan. Salah satu subjek membutuhkan waktu sekitar dua sampai tiga bulan untuk mempertimbangkan alternatif pilihan sebelum akhirnya ia bergabung dengan komunitas crust punk, sedangkan satunya belum mencari alternatif pilihan. Namun keadaan membuat memutuskan untuk keluar dari rumah dan bergabung dengan komunitas crust punk tanpa berfikir panjang. Sedangkan faktor eksternal ditunjukkan kedua subjek untuk mengambil keputusan bergabung dengan komunitas crust punk adalah rasa bebas atau kebebasan yang sesuai dengan ideologi punk.

Penelitian Anggia Pratiwi dan Retno kumolohadi tentang “Pengambilan keputusan menjadi vegetarian” (2009). penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Populasi penelitian ini adalah para vegetarian yang berdomisili di Yogyakarta dan dalam mengambil subjek penelitian peneliti menentukan sebuah kriterian tertentu. Dalam analisis data peneliti menggunakan analisis data tematik sedangkan untuk


(21)

alat pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara dan observasi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh bahwa para responden telah menjadi vegetarian yang terbagi menjadi tiga jenis, pure vegetarian, lacto vegetarian dan lacto ovo vegetarian. Kini responden juga telah menikmati menjadi vegetarian dan sudah tidak menemui konflik lagi yang harus diselesaikan. Proses pengambilan keputusan adalah menentukan sasaran atau tujuan secara efektif, mengenali problem, mencari informasi, membuat alternative solusi, memilih tindakan, pelaksanaan dan kontrol.

Penelitian Moordiningsih dan Faturochman.yang meneliti tentang “Proses Pengambilan Keputusan Dokter (physician decision making)”(2006). Penelitian ini dirancang melalui pendekatan kualitatif. Dan hasil penelitian ini, Dalam mengambil sebuah keputusan individu melalui tujuh proses pengambilan keputusan dan tahap yang paling rumit adalah pada saat mempertimbangkan alternatif pilihan yang tersedia. faktor pengalaman menjadi penting dalam proses pengambilan keputusan individu. factor-faktor yang mendukung kualitas pengambilan keputusan adalah sensitivitas, pengetahuan, intelegensi, ketrampilan untuk mendapatkan informasi, dan pengalaman individu, sedangkan faktor-faktor yang dapat menurunkan kualitas pengambilan keputusan individu adalah wawasan pengetahuan yang kurang, keterbatasan keterampilan untuk mencari informasi dan melakukan interpretasi terhadap informasi yang diperoleh, ketidaktelitian dalam proses, faktor kelelahan individu dan


(22)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id suasana hati yang kurang baik (bad mood). Dalam mengambil sebuah

keputusan peran kelompok memberikan sumbangan yang besar khususnya pertimbangan berdasarkan keahlian. Proses pengambilan keputusan individu mencakup dinamika psikologis yang menyatu dalam harmonisasi aspek-aspek psikologis yang saling berkaitan terdiri dari aspek psikis, aspek cara kerja individu, dan aspek interaksi sosial.

Penelitian Dony Widiyanto yang meneliti“Gambaran Cinta Pada Seorang Istri yang Suaminya Berpoligami” (2009). Penelitian ini

menggunakan pendektan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus dan hasil dari penelitian menunjukkan bahwa subjek menerima suaminya berpoligami karena memiliki ketergantungan secara finansial serta dibutuhkannya peran sang suami dalam mengambil keputusan bagi keluarga. Subjek juga takut mendapat stigma negatif dari masyarakat serta mengkhawatirkan perkembangan psikologis anak-anaknya jika subjek dan suaminya bercerai. Subjek merasakan bahwa cintanya terhadap sang suami mengalami perubahan. Sebelum dipoligami, subjek merasakan adanya intimacy, passion, dan commitment yang besar, sehingga subjek memiliki rasa cinta yang besar kepada sang suami. Namun, ketika sang suami telah melakukan poligami, subjek merasakan bahwa cintanya telah dikhianati oleh sang suami. Meski demikian, subjek masih tetap mencintainya walau subjek harus rela berbagi kehidupan dengan istri-istri lain suaminya.

Penelitian Dini Pramitha Susanti, Siti Mufattahah, S.Psi., Psi, dan Anita Zulkaida, S.Psi., M.Psi yang meneliti tentang “Penerimaan diri


(23)

pada istri pertama dalam keluarga poligami yang tinggal dalam satu rumah” (2008). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang berbentuk studi kasus instrinsik. Dan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa secara umum penerimaan diri subjek cukup baik. Adapun karakteristik penerimaan diri yang ada pada diri subjek dari hasil penelitian adalah harapan yang realistis, memiliki standar diri, menyadari kekurangan dan kelebihannya, dapat bertahan dalam kegagalan dan kepedihan serta mampu mengatasi keadaan emosionalnya. Sedangkan alasan subjek untuk menerima poligami adalah untuk melatih kesabaran, ikhlas berbagi kebahagiaan dengan wanita lain, memasrahkan hati semata-mata karena tuhan, suami memiliki kemampuan dari sisi materi dan suami mampu bersikap adil. Adapun alasan subjek dapat menerima kehadiran istri muda suaminya tinggal dalam satu rumah adalah karena subjek merasa simpati dengan keadaan istri muda suaminya karena sudah tidak memiliki sanak saudara dan hidup sebatangkara.

Dari beberapa penelitian diatas tersebut, tentang proses pengambilan keputusan dan poligami, peneliti belum menemukan penelitian yang menggabungkan tentang dua hal tersebut dalam satu penelitian yaitu “Proses Pengambilan Keputusan Pada Istri yang di

Poligami”. Dengan demikian permasalahan yang peneliti angkat

merupakan masalah yang asli, dalam pengertian tidak mengulang ataupun meniru penelitian pihak lain.


(24)

17 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Konseptualisasi yang diteliti

1. Pengambilan keputusan

Setiap hari orang terlibat didalam tindakan membuat keputusan atau decision making, bahkan mungkin harus dilakukan beberapa kali. Mulai dari maslah-masalah yang sederhana sampai dengan masalah-masalah yang kompleks dan menuntut pertimbangan banyak serta mendalam. Aktivitas pengambilan keputusan sering dilakukan orang baik disadari atau tidak disadari, sebab didalam kehidupan sehari-hari seseorang akan banyak menemukan situasi yang tidak pasti (uncertainty). Seringnya orang-orang membuat sebuah keputusan membuat kebanyakan dari mereka menggapnya sebagai sesuatu yang sudah biasa. Padahal, setiap keputusan yang pernah dibuat atau diambil selalu mengandung konsekuensi-konsekuensi tertentu bagi diri orang yang bersangkutan dan mungkin juga orang lain. (Suharnan, 2005)

a. Pengertian Pengambilan keputusan

Pembuatan keputusan atau decision making ialah proses memilih atau menentukan berbagai kemungkinan diantara situasi-situasi yang tidak pasti. Pembuatan keputusan terjadi didalam situasi-situasi yang meminta seseorang


(25)

harus: a) membuat prediksi kedepan, b) memilih salah satu diantara dua pilihan atau lebih, c) membuat estimasi (prakiraan), mengenai frekuensi kejadian berdasarkan bukti-bukti yang terbatas (Suharnan, 2005).

Menurut Moerika (Mayasari, 2013) menyatakan bahwa proses pengambilan keputusan adalah proses yang melibatkan pencarian informasi, penilaian pertimbangan yang diikuti dengan proses penyesuaian diri terhadap dampak dari keputusan tersebut, dan pemahaman terhadap tujuan yang mendasari keputusan tersebut. Sedangkan menurut Atmosudirjo (Pratiwi, 2009) Pengambilan keputusan merupakan suatu proses yang berlangsung dalam satu sistem, dimana proses pengambilan keputusan tersebut berlangsung terdiri dari berbagai unsur atau bagian yang masing-masing merupakan faktor yang ikut menentukan segala apa yang terjadi atau akan terjadi.

Jadi, proses pengambilan keputusan adalah suatu keadaan dimana seseorang harus memilih atau menentukan satu dari beberapa pilihan atau alternatif yang tersedia, yang dianggap terbaik. Kemudian, setelah keputusan diambil maka seseorang akan melakukan proses penyesuaian diri terhadap dampak yang akan muncul dari keputusan tersebut.


(26)

b. Tahap-tahap dalam Pengambilan keputusan

Dalam mengambil keputusan seseorang melalui beberapa langkah terlebih dahulu. Langkah-langkah pembuatan keputusan menurut Suharnan (2005) sebagai berikut:

1) Seseorang mengidentifikasi bahwa suatu keputusan perlu dibuat atau diambil berkaitan dengan permasalahan yang tengah dihadapi.

2) Orang itu kemudian mencari dua alternatif atau lebih yang dianggap cocok dengan tujuan yang diinginkan, biasanya masing-masing pilihan alternatif memiliki aspek pro dan kontra.

3) Selanjutnya tugas pokok pembuat keputusan adalah memilih alternative yang terbaik diantara alternatif-alternatif yang telah dihasilkan itu. Memilih alternatif terbaik memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang multidemen-sional. Misalnya alternative “terbaik”, untuk siapa?, kriteria apa yang digunakan?, dan untuk jangka pendek atau jangka panjang?.

4) Setelah alternatif terbaik dipilih kemudian dilaksanakan, sambil terus dilakukan evaluasi hasilnya. Jika ternyata belum menunjukkan hasil-hasil seperti yang diinginkan maka seseorang dapat meninjau kembali keputusan itu, membingkai ulang, dan mencari alternatif yang lain. Sesudah


(27)

itu, melaksanakan alternatif yang telah dipilih itu, dan langkah-langkah seperti ini akan ditempuh sampai seseorang berhasil.

Sedangkan menurut Janis & Mann (Mayasari, 2013). terdapat 5 proses yang dilalui individu dalam mengambil keputusan, yaitu:

1) Menilai Masalah. Masalah dapat dikatakan sebagai konflik yang terjadi pada situasi riil dengan situasi lain yang dijadikan tujuan oleh invidu. Dengan kata lain masalah dapat diidentifikasi oleh individu saat ia menyadari adanya kesenjangan antara situasi riil dengan yang diharapkan. Masalah menuntut individu untuk mengambil tindakan yang baru.

2) Mencari Alternatif Pilihan. Setelah mendapat pemahaman yang baik terhadap masalah yang dihadapi, individu biasanya memikirkan kembali tindakan yang biasanya ia lakukan. Namun, saat tindakannya tersebut dianggap tidak tepat lagi, individu mulai memusatkan perhatian pada beberapa alternatif pilihan, individu akan mencari informasi atau mencari masukan dari pihak lain yang dianggapnya lebih kompeten dalam mengatasi masalah yang dihadapi.

3) Mempertimbangkan Alternatif Pilihan. Individu mulai mempertimbangkan keuntungan dan kerugian pada setiap alternatif pilihan. Pertimbangan akan resiko juga menjadi dasar perbandingan dari tiap alternatif pilihan. Biasanya individu akan memperhatikan informasi lain yang mungkin terlewat, sehingga tidak jarang individu mengalami kebimbangan pada tahap ini.


(28)

4) Membuat Komitmen. Setelah individu mendapatkan solusi dan tindakan yang tepat bagi masalahnya, ia mulai merealisasikan keputusannya dalam kehidupannya.

5) Mempersiapkan Diri Menghadapi Umpan Balik. Keputusan individu telah dianggapnya tepat, dan ia yakin akan keputusannya tersebut. Ia pun harus mempersiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan terjadinya umpan balik yang negatif.

Berdasarkan teori diatas, maka dalam proses pengambilan keputusan langkah awal yang perlu dilakukan oleh seseorang adalah menilai atau mengidentifikasi masalah, sesuatu dianggap masalah oleh seseorang ketika terdapat kesenjangan antara situasi yang sebenarnya dengan situasi yang diharapkan, maka dalam keadaan tersebut perlu di buat atau diambil suatu keputusan yang berkaitan dengan suatu permasalahan yang dihadapi. Kemudian, langkah selanjutnya adalah mencari beberapa alternatif pilihan yang sesuai dengan tujuan yang di inginkan, pilihan tersebut biasanya berasal dari informasi yang ia miliki atau masukan dari orang lain yang dianggapnya lebih kompeten dalam mengatasi masalah yang sedang ia hadapi. Setalah mengumpulkan beberapa alternatif, seseorang dituntut untuk memilih satu dari beberapa alternatif yang tersedia, yang mana pilihan tersebut dianggapnya paling terbaik dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan, dalam memilih alternatif yang terbaik seseorang melakukan beberapa pertimbangan sehingga tahap ini biasanya seseorang mengalami kebimbangan. Setelah


(29)

menentukan pilihan, langkah selanjutnya adalah membuat komitmen terhadap sesuatu yang telah dipilihnya, yang mana hal tersebut mulai ia realisasikan dalam kehidupannya. Kemudian langkah terakhir adalah mulai mempersiapakan diri terhadap dampak yang timbul dari keputusan yang telah diambilnya, karna setiap keputusan pasti mempunyai dampak positif dan negatif.

Dalam pengambilan keputusan, proses yang dilakukan terkadang tidak selalu berurutan. Adapula pengambilan keputusan yang dilakukan secara tidak berurutan. Ada kalanya individu mengambil keputusan dengan proses yang cepat. Dalam hal ini, ia dapat melewati satu atau dua tahap sekaligus. Oleh Janis Mann hal ini disebut reversion (Mayasari, 2013).

2. Poligami

a. Pengertian Poligami

Menurut Istibsyaroh (2004), “Polygamy” (bhs.Yunani) dari kata “polus” yang berarti banyak; dan “gamos” artinya perkawinan. Maksudnya adalah seorang laki-laki mempunyai lebih dari seorang istri dalam suatu saat, atau seorang perempuan mempunyai lebih dari seorang suami dalam suatu saat. Sedangkan menurut Musdah Mulia (1999), dalam bukunya Pandangan Islam Tentang Poligami mendefinisikan poligami adalah ikatan perkawinan yang salah satu pihak (suami) mengawini beberapa (lebih dari satu) istri dalam waktu yang bersamaan. Jadi, poligami adalah suatu


(30)

pernikahan yang mana seorang suami mempunyai lebih dari satu orang istri dalam waktu yang bersamaan.

b. Asal usul poligami.

Banyak orang salah paham tentang poligami. mereka mengira poligami itu baru dikenal setelah islam, mereka menganggap islamlah yang membawa ajaran tentang poligmi, bahkan ada yang secara ekstrim berpendapat bahwa jika bukan karena islam, poligami tidak dikenal dalam sejarah manusia. pendapat demikian sungguh keliru dan menyesatkan. Mahmud Syaltut (Dalam Mulia, 1999), ulama besar asal mesir secara tegas menolak poligami sebagai bagian dari aaran islam dan juga menolak bahwa poligami ditetapkan oleh syari’ah.

Berabad-abad sebelum islam diwahyukan, masyarakat manusia di berbagai belahan dunia telah mengenal dan mempraktekkan poligami. poligami di praktekkan secara luas di kalangan masyarakat Yunani, Persia, dan Mesir Kuno. Di Jazirah arab sendiri jauh sebelum islam masyarakatnya telah mempraktekan poligami, malahan poligami yang tak terbatas (Mulia, 2007).

Sejumlah riwayat menjelaskan bahwa setelah turun ayat yang membatas jumlah istri hanya empat, yakni QS Al-Nisa’ : (4): 3. Nabi segera memerintahkan semua laki-laki yang memiliki istri lebih dari empat agar


(31)

menceraikan istri-istrinya sehingga setiap suami maksimal hanya boleh punya empat istri. karena itu, Ai-Aqqad, Ulama asal Mesir, menyimpulkan bahwa islam tidak mengajarkan poligami tidak juga memandang positif apalagi mewajibkan, islam hanya membolehkan dengan syarat yang sangat ketat. Sangat di sesalkan bahwa dalam prakteknya di masyarakat, mayoritas umat islam hanya terpaku pada kebolehan poligami, tetapi mengabaikan sama sekali syarat yang ketat bagi kebolehannya itu.

Perkembangan poligami dalam sejarah manusia mengikuti pola pandangan masyarakat terhadap kaum perempuan. pada masa dimana masyarakat memandang kedudukan dan derajat perempuan hina poligami menjad subur, sebaliknya pada saat masyarakat memandang derajat dan kedudukan perempuan terhormat poligami pun berkurang. Jadi, perkembangan poligami mengalami pasang surut mengikuti tinggi-rendahnya kedudukan dan derajat perempuan dimata masyarakat.

ketika islam datang, kebiasaan poligami itu tidak serta merta dihapuskan. namun, setelah ayat yang menyinggung soal poligami diwahyukan, Nabi lalu melakukan perubahan yang radikal sesuai dengan petunjuk kandungan ayat. perubahan mendasar yang dilakukan Nabi berkaitan dengan dua hal:


(32)

1) Membatasi jumlah bilangan istri hanya sampai empat. sejumlah riwayat memaparkan pembatasan poligami tersebut diantaranya riwayat dari Naufal ibn Muawiyah, Ia berkata “ketika aku masuk islam, aku memiliki lima orang istri. Rasululah berkata “ceraikanlah yang satu dan pertahankan yang empat. pada riwayat lain Qais ibn tsabit berkata “ketika aku masuk islam aku punya delapan istri, aku menyampaikan hal itu kepda Rasul dan beliau berkata “pilih dari mereka empat orang .” Riwayat serupa dari Ghailan ibn Salamah Al- Tsaqafi menjelakan bahwa dirinya punya sepuluh orang istri, lalu Rasul bersabda “pilih empat orang dan ceraikan yang lainnya”.

2) Menetapkan syarat yang ketat bagi poligami, yaitu harus mampu berlaku adil. persyaratan yang ditetapkan bagi kebolehan poligami itu sangat berat, dan hampir dapat dipastikan tidak ada yang mampu memenuhinya. Artinya, islam memperketat syarat poligami sedemikian rupa sehingga kaum laki-laki tidak boleh lagi semena-mena terhadap istri mereka seperti sedia kala.

Dengan demikian, terlihat bahwa praktek poligami dimasa islam sangat berbeda dengan praktek poligami sebelumnya. perbedaan itu menonjol pada dua hal. pertama, pada bilangan istri, dari tidak terbatas jumlahnya menjadi di batasi hanya empat. pembatasan ini dirasa sangat berat sebab laki-laki dimasa itu sudah terbasa dengan banyak istri, lalu mereka disuruh memilih empat saja dan menceraikan selebihnya. kedua, pada syarat poligami,


(33)

yaitu harus mampu berlaku adil. sebelumnya, poligami banyak membawa kesengsaraan dan penderitaan bagi kaum perempuan, karena para suami yang berpoligami tidak terikat pada keharusan berlaku adil, sehingga mereka berlaku aniaya dan semena-mena mengikuti luapan nafsunya (Mulia, 2007).

c. Poligami dalam perundang-undangan

Dalam undang-undang Indonesia, khusus dalam hal poiligami ini ada persamaan antara ajaran islam dan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang perkawianan, yakni poligami tetap terbuka di Indonesia tetapi tidak terbuka selebar-lebarnya, dengan kata lain sistem perkawinan yang dianut di Indonesia pada dasarnya monogami, kecuali dengan alasan tertentu poligami diizinkan. Menurut undang-undang perkawinan, laki-laki yang ingin berpoligami harus mendapat izin dari pengadilan Daerah tempat tinggalnya, dalam hal ini pengadilan agama. Dalam pasal tersebut dikatakan:

1. Pasal 3: (a) Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. seorang isteri hanya boleh mempunyai seorang suami. (b) Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

2. Pasal 4 : (1) Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam pasal 3 ayat 2 UU ini, maka ia wajib mengajukan


(34)

permohonan kepada pengadilan di daerah tempat tinggalnya. (2) Pengadilan dimaksud dalam dalam ayat 1 pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila : a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri. b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tak dapat disembuhkan. c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

3. Pasal 5: (1) Untuk mengajukan permohonan kepada pengadilan, sebagaimana dimaksud dalan pasal 4 ayat 1 UU ini, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri. b. adanya kepastian bahwa suami menjamin keperluan- keperluan hidup, isteri-isteri dan anak-anak mereka. c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka. (2) Persetujuan yang dimaksud pada ayat 1 huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri/isteri-istrinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selam sekurang-kurangnya 2 (dua tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari hakim pengadilan. (Istibsyaroh, 2004)

Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 tentang Perubahan atas PP No 10 /1983 tentang izin perkawian dan Percraian Pegawai Negeri Sipil. Dalam pasal 1 disebutkan bahwa mengubah beberapa ketentuan dalam PP No 10 /1983, sehingga berbunyi sebagai berikut:


(35)

1. Pasal 3: (1) Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin atau surat keterangan terlebih dahulu dari pejabat. (2) Bagi PNS yang berkedudukan sebagai penggugat atau PNS yang berkedudukan sebagai tergugat untuk memperoleh izin atau surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus mengajukan permintaan secara tertulis. (3) Dalam surat permintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian untuk mendapatkan surat keterangan, harus dicantumkan alasan lengkap yang mendasarinya.

2. Pasal 4: (1) PNS pria yang akan beristeri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin lebih dahulu dari pejabat. (2) PNS wanita tidak diizinkan untuk menjadi isteri kedua /ketiga/keempat. (3) Perrmintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis. (4) Dalam surat permintaan dimaksud dalam ayat (3) harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan izin untuk beristeri lebih dari seorang.

3. Pasal 5: (2) Setiap atasan yang menerima permintaan izin dari PNS dalam lingkungannya, baik untuk melakukan perceraian dan atau untuk beristeri lebih dari seorang, wajib memberikan pertimbangan dan meneruskannya kepada Pejabat melalui saluran hierarki dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai tanggal ia menerima permintaan izin dimaksud.


(36)

memperhatikan dengan saksama alasan-alasan yang dikemukakan dalam surat permintaan izin dan pertimbangan dari atasa PNS yang bersangkutan. (Sudarsono, 1991)

d. Sebab-sebab Poligami

Ada bermacam-macam hal yang menyebabkan poligami, yaitu:

1) Faktor geografis

Montesquieu dan Gustave Le Bon menisbatkan poligami pada faktor geografi, mereka berpendapat bahwa iklim timur memerlukan adat poligami. kaum perempuan mencapai usia balig lebih dini dan lebih cepat menjadi tua, karena itu laki-laki memerlukan istri yang kedua dan ketiga. Di samping itu, seorang laki-laki yang dibesarkan dalam iklim timur memiliki vitalitas seksual yang sedemikian rupa sehingga seorang perempuan saja tidak memuasannya. sedangkan menurut penulis, vitalitas seksual bagi laki-laki dan perempuan bukan disebabkan iklim, tetapi memang pembawaan sejak lahir, dan hal ini dapat diatur sesuai dengan kemauannya, umpama dengan obat, ramuan jamu, atau yang lain. (Istibsyaroh, 2004).

2) Masa subur perempuan terbatas

Sebagian orang berpendapat bahwa faktor terbatasnya usia reproduktif perempuan, yakni masa menopause adalah salah satu penyebab poligami.


(37)

dalam kasus-kasus tertentu, seorang perempuan mungkin mencapai masa menopause lebih dini. Hasrat laki-laki untuk mempunyai anak, serta tidaksukaannya untuk menceraikan istrinya yang pertama, dengan demikian menjadi sebab ia mengawini istri yang kedua atau yang ketiga, sebagaimana kemandulan istri yang pertama merupakan suatu sebab lain bagi si laki-laki untuk mengawini istri yang kedua.

Memang banyak laki-laki yang berat dengan istri dan anaknya, agar anaknya tetap merasa senang dan tentram dengan bersatunya bapak dan ibunya, tetapi di sisi lain suami masih ingin mempunyai anak lagi, sementara istrinya sudah menopause yang tidak mungkin hamil lagi. seyogianya suami harus menahan keinginan tersebut (mempunyai anak lagi), agar rumah tangganya tetap satu dan bersatu. Sementara istri yang mandul menjadi sebab laki-laki kawin lagi (Istibsyaroh, 2004).

3) Menstruasi dan pascakelahiran

Sebagian orang lainnya menisbahkan poligami pada haid bulanan dan ketidaksanggupannya untuk mengadakan hubungan seksual selama haid, kecapekannya setelah melahirkan dan pematangannya dalam segi seksual kehidupan, dan kesibukannya dalam menyusukan dan membesarkan anak-anaknya.


(38)

Tidak diragukan lagi, bahwa haid bulanan pada perempuan sebagaimana juga kelesuhannya sesudah melahirkan, menempatkan perempuan dan suaminya dalam posisi seksual yang berbeda dan menimbulkan situasi dimana laki-laki cenderung mencari perempuan lain, namun tidak ada dari kedua faktor tersebut yang dengan sendirinya menjadi penyebab poligami, kecuali apabila sungguh-sungguh ada halangan moral atau sosial yang mengekang laki-laki memuaskan nafsu seksualnya dengan mengambil perempuan simpanan secara bebas, oleh karena itu kedua faktor tersebut akan efektif apabila ada keadaan yang menghalangi laki-laki untuk bertindak bebas sepenuhnya dalam keterbebasan seksual (Istibsyaroh, 2004).

4) Faktor ekonomi

Faktor ekonomi juga diajukan sebagai penyebab poligami. Di katakan bahwa di zaman dahulu tidak seperti di zaman sekarang, mempunyai banyak istri dan anak adalah menguntungkan laki secara ekonomis. Kaum laki-laki dapat menyuruh para istri dan anaknya bekerja sebagai budak, sekali-kali menjual anaknya. sumber perbudakan bagi banyak orang bukanlah perampasan dalam peperangan; ayah mereka telah membawa dan menjual mereka ke pasar. hal tersebut menjadi salah satu sebab poligami, karena seorang laki-laki dengan mengakui si perempuan sebagai istrinya yang resmi dapat memperoleh keuntungan karena memperoleh banyak anak. pelacuran dan cinta bebas tidak dapat memberikan keuntungan kepada laki-laki. Namun,


(39)

seperti telah diketahui hal itu tidak dapat di generalisasikan sebagai penyebab munculnya pologami dalam seluruh keadaan.

Masyarakat primitif berpoligami dengan tujuan ekonomi. dalam hal demikian tidak seluruh masyarakat seperti itu. di dunia lama, poligami adalah kebiasaan di kelas-kelas masyarakat yang bergaya hidup mewah dan cemerelang. para raja, pangeran, aristokrat, pendeta dan pedangan. umumnya memelihara beberapa orang istri. Jelas bahwa lapisan masyarakat ini tidak mendapatkan keuntungan ekonomis dari jumlah istri dan anak-anak mereka yang banyak. (Istibsyaroh, 2004).

5) Lebih banyak perempuan daripada laki-laki

Yang terakhir dan yang terpenting dari semua faktor dalam poligami adalah kelebihan jumlah perempuan atas jumlah laki-laki. Kelahiran bayi perempuan tidak lebih banyak dari laki-laki. Apabila secara kebetulan kelahiran anak perempuan di beberapa negara lebih banyak daripada anak laki-laki, maka di negara lain kelahiran anak laki-laki lebih banyak. Hal yang selalu menjadi sebab jumlah perempuan usia kawin lebih banyak daripada jumlah laki-laki usia kawin ialah bahwa kematian laki-laki dahulu dan sekarang selalu lebih banyak daripada perempuan. Kelebihan angka kematian laki-laki atas perempuan dulu dan sekarang ialah penyebab banyaknya perempuan dalam masyarakat monogami yang kehilangan kesempatan untuk


(40)

mempunyai suami yang sah, rumah tangga dan kehidupan yang sah bersama anak-anak yang sah.

Tidak dapat di sangkal bahwa demikianlah keadaannya di dalam masyarakat primitif. Wiil Durrant mengataan, pada masyarakat awal karena perburuan dan peperangan kehidupan kaum laki-laki lebih ganas dan berbahaya, angka kematian kaum laki-lakipun lebih tinggi daripada angka kematian perempuan. kelebihan perempuan yang menjadi akibatnya memaksakan suatu pilihan antara poligami dan hidup menunggal yang tidak produktif oleh sebagian kecil perempuan (Istibsyaroh, 2004).

e. Alasan Istri Bertahan dalam Perkawinan poligami.

Muncul pertanyaan kalau poligami itu menyakiti perempuan mengapa para istri rela bertahan dalam perkawinan poligami? Suatu penelitian mengungkapkan, para istri yang suaminya menikah lagi menjelaskan sejumlah alasan mengapa mereka bertahan dalam perkawinan poligami, mengapa mereka lebih memilih hidup bersama suami ketimbang bercerai, diantaranya sebagai berikut:

1) Mereka tetap percaya bahwa poligami itu merupakan ajaran agama dan sunnah nabi, jadi suka atau tidak suka perempuan harus mengalah dan menerima apa adanya.


(41)

2) Poligami bukan hal yag asing di lingkungan keluarga mereka. Ayah mereka atau keluarga yang lain juga berpoligami dan karenanya mereka merasa tidak sendirian. Mereka melihat cukup banyak perempuan lain yang mengalami hal yang sama.

3) Sangat tergantung secara financial pada suami sehingga kalau bercerai, mereka bingung kemana akan menggantungkan hidup, apalagi jika sudah punya anak.

4) Daripada suami selingkuh dengan perempuan yang tidak dikenal yang kemungkinan dapat menularkan HIV/AIDS lebih baik poligami dengan perempuan yang sudah dikenal.

5) Demi mempertimbangkan anak-anak agar tetap punya bapak meskipun tidak di urusi dan juga demi keutuhan keluarga. Sebab bercerai di masyarakat masih dipandang aib. Selain itu juga, menyandang predikat janda bagi perempuan bukanlah merupakan hal yang mudah. (Mulia, 2007)

Sedangkan Menurut Setiati (Dalam Farikhah, 2012) ada beberapa faktor seorang istri dapat menerima suaminya berpoligami, yaitu:

1. Melatih kesabaran

2. Melatih ikhlas dalam berbagi kebahagian dengan wanita lain. memasrahkan hati semata-mata karena tuhan.


(42)

5. Melatih untuk tidak memiliki sifat dengki. 6. Suami memiliki kemampuan dari sisi materi

7. Suami memiliki watak dan sikap adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya.

8. Memiliki sikap terpuji sebagai suami dan bapak yang baik.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sirodj, Rosyidi, dan Fauziyah (2013) tentang konsep kebahagian perempuan yang dipoligami mengungkapkan bahwa beberapa aspek yang membuat perempuan mengambil pilihan mau dipoligami yaitu untuk memenuhi kebutuhan akan rasa kasih sayang, dicintai dan mencintai, kebutuhan akan status social, kebutuhan financial, kebutuhan akan rasa aman, serta untuk kebahagiaan anak. Sedangkan pada hasil penelitian lain menunjukkan bahwa alasan seorang istri menerima suaminya berpoligami, karena ia sangat tergantung dalam hal perhatian dan finansial kepada sang suami, dia juga takut mendapat stigma negatif dari masyarakat dan keluarga jika bercerai (Widiyanto, 2009). Selain itu alasan seorang istri mau dipoligami yaitu untuk melatih kesabaran, ikhlas berbagi kebahagiaan dengan wanita lain, memasrahkan hati semata-mata karena Tuhan, suami memiliki kemampuan dari sisi materi, dan suami mampu bersikap adil (Susanti Dkk, 2008).

Zuhriyah (2013) dalam penelitiannya tentang Tipologi komunikasi


(43)

seorang istri bertahan dalam perkawinan poligami adalah karena mereka memikirkan nasib anak-anaknya, berkeinginan untuk menjadi istri yang sholihah, dan seorang istri yakin bahwa apa yang dilakukan oleh suaminya tersebut pasti dilandasi oleh keimanan kepada Allah sehingga ia menerimanya tanpa rasa keberatan sedikitpun. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa tidak semua praktik poligami dilakukan berdasarkan keinginan seorang suami terkadang keinginan tersebut bersumber dari seorang istri, istrilah yang meminta suaminya untuk melakukan poligami yang mana tujuannya adalah ingin menyenangkan suaminya dan ingin mengangkat kehidupan perempuan lain yang dari segi ekonominya kurang beruntung. Penelitian ini juga menemukan bahwa dari 8 subjek dari penelitian ini hanya 2 subjek yang praktik poligaminya mendapatkan izin atau persetujuan terlebih dahulu dari istri pertamanya, sedangkan pada 6 subjek lainnya menikah secara diam-diam atau tanpa izin terlebih dulu dari istri pertamanya.

3. Identitas Sosial

Menurut William James (Fadila, 2013), identitas sosial diartikan sebagai diri pribadi dalam interaksi sosial, dimana diri adalah segala sesuatu yang dapat dikatakan orang tentang dirinya sendiri, bukan hanya tentang tubuh dan keadaan fisiknya sendiri saja, melainkan juga tentang anak–istrinya, rumahnya, pekerjaannya, nenek moyangnya, teman–temannya, dan lain–lain. Lebih lanjut disimpulkan bahwa diri adalah semua ciri, jenis kelamin,


(44)

pengalaman, sifat – sifat, latar belakang budaya, pendidikan, dan semua atribut yang melekat pada seseorang.

Pada awal kehidupannya setiap orang akan mulai membangun sebuah identitas sosial (social identity), sebuah defenisi diri yang memandu bagaimana kita mengonseptualisasi dan mengevaluasi diri sendiri. Menurut Jackson dan Smith, identitas sosial dapat di konseptualisasikan paling baik dalam empat dimensi: persepsi dalam konteks antarkelompok, daya tarik in-group, keyakinan yang saling terkait, dan depersonalisasi. peran yang dimainkan oleh identitas sosial dalam hubungan antar kelompok tergantung pada dimensi mana yang berlaku. Jackson dan Smith menyatakan bahwa hal yang mendasari keempat dimensi tersebut adalah dua tipe dasar identitas: aman dan tidak aman. ketika identitas aman memiliki derajat yang lebih tinggi, individu cenderung mengevaluasi out-group, dan kurang yakin pada homogenitas in-group. Sebaliknya, identitas tidak aman dengan derajat yang tinggi, berhubungan dengan evaluasi yang sangat positif terhadap in-group, bias lebih besar dalam membandingkan in –group dengan out-group , dan persepsi homogenitas in-group yang lebih besar (Baron, 2003)

Walaupun kenyataan jelas-jelas menyatakan bahwa kita memperoleh banyak aspek identitas dari orang lain, siapa diri kita sebagian ditentukan oleh hereditas. Banyak kategori yang menyusun identitas sosial terkait dengan dunia interpersonal. Mereka mengindikasikan sejauh mana kita serupa dan


(45)

tidak serupa dengan orang lain di sekitar kita. ketika konteks sosial seseorang berubah, membangun sebuah identitas sosial baru dapat menjadi sumber stres yang besar. (Sussmen, dalam Baron, 2003).

Identitas sosial merupakan salah satu faktor yang membuat seseorang memilih atau mengambil keputusan untuk bertahan dalam Perkawinan poligami, seperti yang diungkapkan oleh Mulia (2007) bahwa salah satu alasan seorang istri bertahan dalam perkawianan poligami adalah poligami bukan hal yag asing di lingkungan keluarga mereka, ayah mereka atau keluarga yang lain juga berpoligami dan karenanya mereka merasa tidak sendirian. Mereka melihat cukup banyak perempuan lain yang mengalami hal yang sama, sehingga pada saat mereka dihadapakan pada pilihan untuk bertahan atau bercerai maka kemungkinan besar ia akan memilih bertahan. Sebaliknya jika dalam keluarga atau lingkungan seseorang poligami merupakan hal yang asing dan tidak ada dari kelompok sosialnya yang melakukan hal tersebut, maka kemungkinan ia akan menolak untuk melakukan praktik poligami tersebut.

Jadi dapat disimpulkan, bahwa identitas sosial yang meliputi pengalaman, sifat – sifat, latar belakang keluarga dan budaya, pendidikan, dan semua atribut yang melekat pada diri mempengaruhi seseorang dalam mengambil sebuah keputusan.


(46)

B. Perspekif Teoritis

Salah satu konsep perkawinan di Indonesia adalah poligami. Poligami merupakan bentuk perkawinan yang mana seorang suami mempunyai istri lebih satu orang (Partowisastro, 1983). meskipun telah memiliki landasan hukum dan dasar-dasar teologis yang kuat, praktik poligami sampai saat ini masih merupakan hal yang kontoversial. Hal ini karena adanya pro dan kontra dalam memandang tipe perkawinan yang satu ini, pro kontra ini menyangkut persoalan keadilan, hak asasi manusia, kesetaraan dan dampak dari poligami (Zuhriyah, 2013). Tema poligami, sepertinya juga, selalu menarik untuk didiskusikan. Wacana mengenai poligami tidak hanya menarik bagi kaum laki-laki, yang menjadikannya sebagai obsesi hidup, namun juga bagi perempuan yang menganggap poligami sebagai sesuatu yang membahayakan kedudukan dalam rumah tangga. (Sunaryo, 2010)

M.Quraish Shihab (Dalam Usman, 2014) menyebutkan beberapa contoh kondisi bahwa poligami merupakan solusi kemashlahatan manusia karena pertama, masa subur laki-laki lebih panjang dari masa subur perempuan, sedangkan laki-laki memiliki daya seks yang tinggi, sementara sang istri tidak mampu mengimbanginya. Kedua, mungkin akibat peperangan, jumlah perempuan lebih banyak dari jumlah laki-laki. Untuk menjaga kehormatan wanita agar terjerumus kepada perbuatan zina, maka poligami solusi terbaik. Ketiga, Istri mandul, sementara suami menginginkan anak untuk melanjutkan keturunannya. Hal ini sesuai dengan yang di ungkapkan oleh Istibsyaroh


(47)

(2004) bahwa poligami disebabkan antara lain oleh: Faktor geografis, Masa subur perempuan terbatas, Menstruasi dan pascakelahiran, Faktor ekonomi, dan Lebih banyak perempuan daripada laki-laki

Seorang istri ketika mendengar keinginan suaminya untuk menikah lagi ataupun mengetahui suaminya sudah menikah lagi dengan perempuan lain, maka hal tersebut dirasakan sebagai sebuah konflik atau masalah. Dan pada saat itu seorang istri dihadapkan pada situasi yang mana ia harus mengambil sebuah keputusan apakah akan mengizinkan dan bertahan dalam pernikahan poligami atau tidak mengizinkan dan memilih bercerai ketika suami tetap ingin menikah lagi dengan wanita lain. Dan tak sedikit dari para wanita yang memilih untuk bertahan dalam perkawinan poligami, walaupun secara umum orang menganggap bahwa poligami merupakan hal yang menyakiti perempuan.

Menurut mulia (2007) Alasan Istri Bertahan dalam Perkawinan poligami adalah:

1. Mereka tetap percaya bahwa poligami itu merupakan ajaran agama dan sunnah nabi, jadi suka atau tidak suka perempuan harus mengalah dan menerima apa adanya,

2. Poligami bukan hal yag asing di lingkungan keluarga mereka. Ayah mereka atau keluarga yang lain juga berpoligami dan karenanya mereka merasa tidak sendirian. Mereka melihat cukup banyak perempuan lain yang mengalami hal


(48)

3. Sangat tergantung secara financial pada suami sehingga kalau bercerai, mereka bingung kemana akan menggantungkan hidup, apalagi jika sudah punya anak.

4. Daripada suami selingkuh dengan perempuan yang tidak dikenal yang kemungkinan dapat menularkan HIV/AIDS lebih baik poligami dengan perempuan yang sudah dikenal.

5. Demi mempertimbangkan anak-anak agar tetap punya bapak meskipun tidak di urusi dan juga demi keutuhan keluarga. Sebab bercerai di masyarakat masih dipandang aib. Selain itu juga, menyandang predikat janda bagi perempuan bukanlah merupakan hal yang mudah.

Dalam mengambil sebuah keputusan untuk bertahan dalam perkawinan poligami tersebut, tentulah seseorang melalui sebuah proses pengambilan keputusan yang mana proses pengambilan keputusan tersebut merupakan sesuatu yang pasti dilalui oleh seseorang sebelum akhirnya ia menentukan sebuah keputusan. Dalam mengambil keputusan seseorang melalui beberapa langkah terlebih dahulu. Langkah-langkah pembuatan keputusan menurut Suharnan (2005) sebagai berikut:

1) Seseorang mengidentifikasi bahwa suatu keputusan perlu dibuat atau diambil berkaitan dengan permasalahan yang tengah dihadapi.


(49)

2) Orang itu kemudian mencari dua alternatif atau lebih yang dianggap cocok dengan tujuan yang diinginkan, biasanya masing-masing pilihan alternatif memiliki aspek pro dan kontra.

3) Selanjutnya tugas pokok pembuat keputusan adalah memilih alternative yang terbaik diantara alternatif-alternatif yang telah dihasilkan itu. Memilih alternatif terbaik memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang multidemen-sional. Misalnya alternative “terbaik”, untuk siapa?, kriteria apa yang digunakan?, dan untuk jangka pendek atau jangka panjang?.

4) Setelah alternatif terbaik dipilih kemudian dilaksanakan, sambil terus dilakukan evaluasi hasilnya. Jika ternyata belum menunjukkan hasil-hasil seperti yang diinginkan maka seseorang dapat meninjau kembali keputusan itu, membingkai ulang, dan mencari alternatif yang lain. Sesudah itu, melaksanakan alternatif yang telah dipilih itu, dan langkah-langkah seperti ini akan ditempuh sampai seseorang berhasil.

Sedangkan menurut Janis & Mann (Mayasari, 2013). terdapat 5 proses yang dilalui individu dalam mengambil keputusan, yaitu:

1) Menilai Masalah. Masalah dapat dikatakan sebagai konflik yang terjadi pada situasi riil dengan situasi lain yang dijadikan tujuan oleh invidu. Dengan kata lain masalah dapat diidentifikasi oleh individu saat ia menyadari adanya kesenjangan antara situasi riil dengan yang diharapkan. Masalah menuntut


(50)

2) Mencari Alternatif Pilihan. Setelah mendapat pemahaman yang baik terhadap masalah yang dihadapi, individu biasanya memikirkan kembali tindakan yang biasanya ia lakukan. Namun, saat tindakannya tersebut dianggap tidak tepat lagi, individu mulai memusatkan perhatian pada beberapa alternatif pilihan, individu akan mencari informasi atau mencari masukan dari pihak lain yang dianggapnya lebih kompeten dalam mengatasi masalah yang dihadapi.

3) Mempertimbangkan Alternatif Pilihan. Individu mulai mempertimbangkan keuntungan dan kerugian pada setiap alternatif pilihan. Pertimbangan akan resiko juga menjadi dasar perbandingan dari tiap alternatif pilihan. Biasanya individu akan memperhatikan informasi lain yang mungkin terlewat, sehingga tidak jarang individu mengalami kebimbangan pada tahap ini.

4) Membuat Komitmen. Setelah individu mendapatkan solusi dan tindakan yang tepat bagi masalahnya, ia mulai merealisasikan keputusannya dalam kehidupannya.

5) Mempersiapkan Diri Menghadapi Umpan Balik. Keputusan individu telah dianggapnya tepat, dan ia yakin akan keputusannya tersebut. Ia pun harus mempersiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan terjadinya umpan balik yang negatif.


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Hal ini dikarenakan penelitian ini menggunakan data kualitatif dan dideskripsikan untuk menghasilkan gambaran yang mendalam dan terperinci mengenai proses pengambilan keputusan pada seorang istri yang di poligami. Dengan digunakan penelitian kualitatif, maka data yang di dapatkan akan lebih lengkap, lebih mendalam dan bermakna sehingga tujuan dari penelitian ini akan tercapai. Sedangkan untuk jenis penelitian yang digunakan pada penelitian kali ini yaitu dengan menggunakan Studi kasus dengan tipe intrinsik karna Penelitian dilakukan atas ketertarikan pada suatu kasus yaitu proses keputusan individu untuk bertahan dalam pernikahan poligami. Dan penelitian ini dilakukan untuk memahami secara utuh kasus tersebut, tanpa harus dimaksudkan untuk menghasilkan konsep-konsep/ teori ataupun upaya menggeneralisasi (Poerwandari, 2005)

Dengan menggunakan pedekatan studi kasus peneliti dapat memperoleh gambaran yang terorganisasikan dengan baik dan lengkap serta pemahaman utuh dan terintegrasi mengenai proses pengambilan keputusan seorang istri untuk bertahan dalam perkawinan poligami.


(52)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti melakukan penelitian seperti wawancara dan observasi.

1. Subjek pertama

Untuk subjek pertama lokasi yang paling dominan adalah rumah subjek yang berada di daerah surabaya utara. Sekitar tahun 1970_an lingkungan tempat subjek tinggal merupakan sebuah lokalisasi prostitusi karena dekat dengan pelabuhan, lokalisasi tersebut banyak dikunjungan para pelaut yang kapalnya berlabuh di daerah tersebut. Akan tetapi pada saat ini lingkungan tempat subjek tinggal kehidupan kehidupannya sudah mulai membaik. Daerah tersebut memiliki luas sekitar 8 herktar, yang terdiri dari 15 RT, terdapat 5 majlis taklim dan 3 masjid besar, terdapat pula pengajian seperti yasinta, muslimat, Al hidayah, kormal atau kordinasi masjid dan langgar selain itu di lingkungan tersebut juga terdapat beberapa ustadz dan dai terkenal. Selain di rumah subjek, penelitian juga dilakukan di tempat kerja suami subjek yang terletak di salah satu perguruan tinggi di Surabaya. 2. Subjek kedua

Untuk subjek pertama lokasi yang paling dominan adalah rumah subjek yang berad di daerah probolinggo. Rumah subjek dekat dengan pondok pesantren yang cukup besar di kota probolinggo. Salah satu kyai dipondok pesantren menjadi penasihat di satu-satunya komunitas poligami yaitu PSG (poligami sakinah group).


(53)

C. Sumber Data

Untuk mengungkapkan sebuah kasus mengenai proses pengambilan keputusan pada istri yang dipoligami diperlukan adanya subjek yang dapat memberikan data serta mampu memberikan gambaran yang nyata berkenaan dengan kasus tersebut.

Dalam penelitian ini, sumber data yang pertama adalah subjek yang berjumlah dua orang, Inisial namanya adalah LF dan RH. LF adalah seorang istri pertama yang dipoligami oleh suaminya. LF adalah seorang ibu rumah tangga berusia 49 tahun. Dia menikah pada saat usianya baru menginjak 18 tahun, waktu itu dia masih duduk di bangku kelasa 3 SMA di daerah Surabaya. Sedangkan suaminya berusia 25 tahun dan sedang menempuh pendidikan di sebuah perguruan tinggi agama islam di surabaya. Dari penikahannya dia tidak memiliki anak, karna kondisi kesehatannya. Sedangkan RH adalah seorang pembantu di salah satu pondok pesantren di daerah probolingga dan ia juga merupakan seorang istri pertama dalam keluarga poligami.

Kemudian sumber data yang kedua yang biasa disebut dengan significant other yaitu orang lain yang dekat dengan subjek (mempunyai hubungan) sehingga diduga kuat mempunyai informasi tentang subjek. Jumlah significant other dalam penelitian ini adalah 4 orang, yang mana 2 0rang untyk subjek pertama dan 2 orang untuk subjek kedua yaitu:


(54)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 1. SN. SN merupakan suami subjek pertama LS, ia adalah seorang dosen di

salah satu perguruan tinggi agama islam di Surabaya, selain itu ia juga seorang penceramah atau dai.

2. TH. TH adalah kakak kandung subjek pertama LS, dia merupakan orang yang paling dekat dengan subjek daripada saudara lainnya.

3. SS. SS adalah anak pertama dari subjek kedua RH. Dan dia satu-satunya anak yang tau ketika ibunya dipoligami.

4. RT. RT merupakan tetangga sekaligus teman subjek kedua RH. RT merupakan tempat

Berdasarkan etika penelitian dalam menyebutkan nama subjek maupun significant other dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan inisial nama saja.

D. Cara Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode wawancara dan observasi.

1. Wawancara

Penelitian ini menggunakan metode wawancara mendalam. Dengan melakukan wawancara mendalam peneliti dapat menggali saja apa yang diketahui dan dialami subyek pada masa lampau ataupun masa sekarang, serta hal-hal yang tersembunyi di dalam diri subyek. Dalam proses wawancara peneliti dilingkapi dengan pedoman wawancara yang sangat umum, pedoman wawancara ini digunakan untuk mengingatkan


(55)

peneliti menganai aspek-aspek yang harus dibahas sekaligus menjadi daftar pengecek apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan (Poerwandari, 2005).

Tehnik wawancara ini digunakan untuk mendapatkan informasi yang terkait dengan bagaimana proses subjek dalam pengambilan keputusan untuk bertahan dalam pernikahan poligami, apa saja yang subjek alami dalam proses pengambilan keputusan serta apa saja yang menjadi pertimbangan subjek dalam pengambil keputusan.

2. Observasi

Alasan digunakannya metode observasi ini untuk menunjang data hasil dari wawancara, melalui observasi ini diharapkan beberapa bentuk ekspresi wajah, gerakan tubuh atau body languarge bisa teramati atau terdeteksi sehingga mampu memberikan cek dan recek terhadap informasi-informasi yang telah di sampaikan oleh subyek dalam wawancara. Selain itu observasi dibutuhkan untuk mengamati aktivitas yang berlangsung serta perilaku yang muncul saat penelitian berlangsung (Herdiansyah, 2012).

Dalam penelitian ini peneliti ingin mengatahui bagaimana pengalaman subjek dimasa lalu pada saat melalui proses pengambilan keputusan untuk bertahan dalam pernikahan poligami, peneliti akan melihat atau melakukan observasi bagaimana ekspresi wajah atau body language subjek pada saat menceritakan pengalaman masa lalunya, serta bagaiamana hubungan subjek dengan suaminya sekarang.


(56)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id F. Prosedur Analisis dan Interpretasi Data

Prosedur analisis dan interpretasi data pada penelitian ini menggunakan analisis data lapangan model Miles dan Huberman. Miles dan Huberman (Sugiyono, 2013) Mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu, reduksi data, display data, dan kesimpulan atau verifikasi.

Langkah pertama yaitu reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Hal ini dilakukan agar data yang diperoleh dari lapangan dapat memberikan gambarkan secara jelas bagaimana proses subjek dalam mengambil keputusan untuk bertahan dalam pernikahan poligami. Kemudian langkah kedua adalah display data. Dalam mendisplay atau menyajikan data peneliti melakukan dalam bentuk uraian singkat atau teks yang bersifat naratif.

Setelah dilakukan reduksi data dan didukung dengan display atau penyajian data maka proses yang terakhir adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi. kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada, temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah di teliti dapat menjadi jelas. Pada penelitia ini


(57)

diharapkan hasil yang di peroleh dapat menggambarkan secara jelas bagaimana proses yang dialami subjek dalam mengambil keputusan untuk bertahan dalam pernikahan poligami.

G. Keabsahan Temuan

Untuk menguji keabsahan atau kreadibilatas data yang telah diperoleh, maka peneliti menggunakan teknik Triangulasi. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber, dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu (Sugiyono, 2013).

1. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber untuk menguji kreadibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Dalam penelitian ini selain istri sebagai subjek, peneliti juga melakukan penggumpulan data dengan sumber lain yaitu orang terdekat informan yang dirasa mengetahui tentang kehidupan informan. menjadikan suami dan kakak subjek sebagai significant other.

2. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik untuk menguji kreadibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua teknik pengumpulan data


(58)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id yaitu wawancara dan observasi. Dan untuk menguji keredibilitas data yang

didapat maka data yang diperoleh dari subjek dengan menggunakan teknik wawancara, akan di cek kebenarannya dengan observasi. Sebaliknya juga begitu, informasi tentang subjek yang di dapat dari hasil observasi akan di cek kebenarannya dengan menggunakan wawancara.

3. Triangulasi Waktu

Waktu juga sering mempengaruhi kreadibilitas data. Untuk itu dalam rangka pengujian kreadibilitas data peneliti melakukan pengecekan hasil wawancara dan observasi dalam waktu atau situasi yang berbeda. Misalnya, Peneliti akan mengulang kembali beberapa pertanyaan dalam waktu yang berbeda, jika data yang di dapat sama maka dipastikan data tersebut adalah benar, akan tetapi jika ada perbedaan data yang di dapat pada wawancara yang pertama dan kedua maka data tersebut perlu cek lagi kebenarannya.

Dengan mengecek data yang diperoleh dengan menggunakan triangulasi sumber, teknik dan waktu, maka diharapkan penelitian ini dapat menghasilkan data yang benar-benar valid dan dapat menggambarkan keadaan yang sesunggunya dilapangan, yang mana dalam penelitian ini yaitu proses yang dilalui subjek dalam pengambil keputusan untuk bertahan dalam perkawinan poligami.


(1)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

94

kedua satu-satunya alasan ia bertahan adalah karena ia sangat peduli

dengan nasib anak-anaknya, ia tidak mau anak-anaknya menghadapi

masa-masa sulit jikalau ia bercerai dengan suaminya, iapun percaya bahwa hal

tersebut mungkin memang takdir yang Allah gariskan untuk dia sehingga

ia pun mencoba terus tabah, sabar dan menerima kenyataan yang ada.

Alasan bertahan yang dipilih oleh subjek kedua sesuai dengan apa

yang dikatakan oleh Musdah Mulia (2007) bahwa salah satu alasan

seorang wanita bertahan dalam keluarga poligami adalah Demi

mempertimbangkan anak-anak agar tetap punya bapak juga demi keutuhan

keluarga. Dan alasan RH tersebut juga sama dengan hasil penelitian Zuhriyah (2013) tentang Tipologi komunikasi keluarga Da’I berpoligami di Indonesia yang mengungkapkan bahwa alasan seorang istri bertahan

dalam perkawinan poligami adalah karena mereka memikirkan nasib

anak-anaknya,

Dalam pengambilan keputusan Identitas sosial juga merupakan

salah satu faktor yang membuat seseorang memilih atau mengambil

keputusan untuk bertahan dalam Perkawinan poligami, seperti yang

diungkapkan oleh Mulia (2007) bahwa salah satu alasan seorang istri

bertahan dalam perkawianan poligami adalah poligami bukan hal yag

asing di lingkungan keluarga mereka, ayah mereka atau keluarga yang lain

juga berpoligami dan karenanya mereka merasa tidak sendirian. Akan

tetapi dua subjek dalam penelitian ini tidak ada faktor identitas sosial yang


(2)

95

dilihat dari segi keluarga, dari dua subjek tidak ada yang memiliki

keluarga atau saudara yang melakukan poligami. Namun, jika dari pihak

pelaku poligami yaitu suami ada yang memiliki keluarga yang melakukan

poligami seperti SN yang merupakan suami dari subjek LF. Ayah dari SN


(3)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

96

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dijelaskan di bab sebelumnya maka

dapat disimpulkan bahwa dua subjek dalam penelitian ini mengalami

sebuah proses pengambilan keputusan yang berbeda. subjek pertama

melakukan 4 tahap proses pengambilan keputusan yaitu mulai dari

identifikasi masalah, mencari alternatif atau pilihan, kemudian

mempertimbangakan pilihan yang ada dan yang terakhir yaitu menetapkan

pilihan dan melaksanakannya. Akan tetapi berbeda dengan subjek kedua,

dia tidak melakukan tahap kedua dari proses pengambilan kepuutusan

yaitu mencari alternatif atau pilihan, ia hanya melakukan tiga tahap proses

pengambilan keputusan yaitu identifikasi masalah, mempertimbangkan

pilihan dan yang terakhir menetapkan serta melaksanakan dalam

kehidupannya.

Selain proses pengambilan keputusan yang berbeda alasan kedua

subjek mengambil keputusan untuk bertahanpun juga berbeda. Subjek

pertama memilih bertahan adalah karena ia tidak ingin melepas dan

memberikan kepada wanita lain apa yang selama ini telah ia usahakan

selain itu keadaanya yang tidak bisa melahirkan keturunan dan dukungan

dari keluarga serta orang yang ia percaya memaksanya untuk memilih

tetap bertahan. Sedangkan untuk subjek kedua satu-satunya alasan ia

bertahan adalah karena ia sangat peduli dengan nasib anak-anaknya, ia


(4)

97

tidak mau anak-anaknya menghadapi masa-masa sulit jikalau ia bercerai

dengan suaminya, iapun percaya bahwa hal tersebut mungkin memang

takdir yang Allah gariskan untuk dia sehingga ia pun mencoba terus tabah,

sabar dan menerima kenyataan yang ada.

B. Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya dengan tema yang sama agar bisa lebih

fokus kepada proses yang dilalui oleh istri yang dipoligami dan lebih

memperkaya teori pengambilan keputusan.

2. Untuk para perempuan atau istri dalam mengambil keputusan untuk

lebih bijak dan sesuai dengan jalur syariat islam.

3. Untuk para suami yang akan atau berniat untuk melakukan poligami

diharapkan mampu benar-benar mempertimbangkan konsekuensi yang


(5)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

68

DAFTAR PUSTAKA

Andea, Raisa. 2010. Hubungan Antara Body Image Dengan Perilaku Diet Pada

Remaja.Skripsi.Fakultas Psikologi Universitas Utara.

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur penelitian. Jakarta: Asdi Mahasetya. Azwar,Syaifudin 1987. Fungsi Dan Perkembangan Pengukuran Pretasi

Belajar.Yogyakarta: Liberty.

Azwar, Syaifudin. 2011. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Caplin. J. P. (1999). Kamus Lengkap Psikologi (edisi pertama). Jakarta : PT:

Rajagraindo Persada.

Cash, T.F. 2002. Body Image Development, Diviance, and Change. Londoh: The Guildford Press

Cash. T.F. & Pruzinsky, T. 2002. Body Image: A Handbook of Theory, Research, and Clinical Practice. London: The Guildford Press.

Gragon, S. 2008. Body Image: Understanding Body Dissatisfaction in Men,

Women, and Children (2ed). USA & Canada : Psychology Press.

Halil, N. (2007). Pengaruh Body Image terhadap Self Confidence Remaja di SMU Mujahidin Surabaya.Skripsi.Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Hardydan M. Hayyes. Pengantar Psikologi, (Alih baha Soenardji). Jakarta:

Erlangga.

Hurlock. B. E. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kkehidupan (edisi kelima). Jakarta: Penerbit Erlangga. Hadi, Sutrino. 2003. Metode Penelitian, Yogyokarta: Andi Offset

Husni, H. K. & Inrijati, H. (2014).Pengaruh Komparasi Sosial Pada Model dalam Iklan Kecantikan di Televise terhadap Body Image Remaja Putri yang Obesitas.Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan.Vol (3), 208. Kartini, K. & Dali.G. (1982).Kamus Psikologi. Bandung: Pioner Jaya.

Muhid, Abdul. (2010). Analisis Statistik. Surabaya: Duta Aksara.

Nina. Y. K. Body Dissatisfaction terhadap Psychological Well Being pada

Karyawati.Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah

Malang.Vol. 01 (02). 2013.


(6)

69

Permatasari, Dian. 2006. Hubungan Antara Social Comparison dan Body Image Satisfaction pada Mahasiswi Universitas “X” di Kota Bandung. Skripsi.Fakultas Psikologi Universitas Maranatha.

Santrock, J. W. (2003). Adolescence: Perkembangan Remaja (edisi keenam).

Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sugiyono. 1998. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: CV Alabeta.

Sunartio, L. Sukamto, M. E. & Dianovinina, K. (2012).Social Comparison dan Body Dissatisfaction pada Wanita Dewasa Awal. Jurnal Humanitas. Vol 9 (2). 159.

Sarwono Sarlito Wirawan. 2010. TeoriTeori Psikologi Sosial.Jakarta: Rajawali