Kadar Lipoprotein (a) dan Kadar high Sensitivity C-Reaktif Protein pada Penderita Penyakit Jantung Koroner Yang Dilakukan Angiografi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. PENYAKIT JANTUNG KORONER
Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang ditandai
dengan adanya penyumbatan arteri koroner dan atau cabang-cabangnya oleh
endapan lemak yang berkumpul di dalam sel baik sebagian atau total dari
satu atau lebih arteri koroner, sehingga aliran darah pada arteri koroner
menjadi tidak adekuat, akibatnya dinding otot jantung mengalami iskemia dan
dapat sampai infark, akibat gangguan oksigenasi otot jantung.31
Endapan lemak (ateroma atauplaque) terbentuk secara bertahap dan
tersebar di percabangan besar dari kedua arteri koronerutama, yang
mengelilingi
jantung
dan
menyediakan
darah
bagi
jantung.
Prosespembentukan ateroma ini disebut ateroklerosis. PJK bermakna
didefinisikan sebagai adanya stenosis > 70 % pada arteri koroner utama yang
dibuktikan dari pemeriksaan angiografi.8,9,11,12
Pembentukan plaque aterosklerotisakan menyebabkanpenyempitan
lumen arteri, sehingga aliran darah menjadi berkurang. Trombosissering
terjadi setelah rupturnya plaque aterosklerosis, yang diikuti pengaktifan
platelet danjalur koagulasi. Apabila plaque pecah, robek atau terjadi
perdarahan subendotel maka, mulailah proses trombogenik, yang menyumbat
sebagian atau keseluruhan suatuarteri koroner. Pada saat inilah muncul
berbagai presentasi klinik seperti anginaatau infark miokard. Proses
aterosklerosis
ini
dapat
stabil,
tetapi
dapat
juga
tidakstabil
atau
Universitas Sumatera Utara
progresif.Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematian adalahproses
aterosklerosis yang bersifat tidak stabil/progresif.32,33
2.1.1. FAKTOR-FAKTOR RESIKO PJK
Sekarang dianggap bahwa terdapat banyak faktor yang salingberkaitan
dalam mempercepat proses aterogenik. Telah ditemukan beberapa faktor
yang dikenal sebagai faktor risiko yang meningkatkan kerentanan terhadap
terjadinya aterosklerosis koroner pada individu tertentu.
Faktor risiko mayor yang tidak dapat diubah (non modifiable)
1. Umur
Aterosklerosis merupakan penyakit yang mengikuti pertambahan umur
dan seluruh faktor- faktor yang menyertainya. Jantung ketika usia tua
cenderung tidak bekerja dengan baik. Dinding-dinding jantung akan
menebal dan arteri dapat menjadi kaku dan mengeras, membuat jantung
kurang mampu memompa darah ke otot-otot tubuh. Karena perubahan ini,
risiko
perkembangan
penyakit
kardiovaskular
meningkat
dengan
bertambahnya usia. Risiko aterosklerosis meningkat setelah usia 45 pada
pria dan setelah usia 55 tahun pada wanita. Perempuan dengan umur 65
tahun atau lebih tua memiliki risiko penyakit kardiovaskular yang sama
dengan laki-laki dari usia yang sama.
2. Jenis Kelamin
Penyakit aterosklerotik secara umum sedikit terjadi pada perempuan,
namun perbedaan tersebut menjadi sedikit menonjol pada dekade akhir
terutama
masa
menopause.Hal
ini
dimungkinkan
karena
hormon
esterogen bersifat sebagai pelindung.Secara keseluruhan, pria memiliki
Universitas Sumatera Utara
risiko lebih tinggi serangan jantung dibandingkan wanita.Tetapi perbedaan
menyempit setelah perempuan menopause. Setelah usia 65, risiko
penyakit jantung hampir sama tiap jenis kelamin ketika memiliki faktorfaktor risiko lain yang serupa.
3. Keturunan (ras)
Terdapat
perbedaan
koroner.Sejumlah
geografi
penelitian
dalam
insiden
post-mortem
penyakit
jantung
menunjukkan
adanya
perbedaan keterlibatan intima dengan aterosklerosis pada populasi
berbeda.Yang menjadi perbincangan adalah apakah faktor ras ataukah
faktor lingkungan.Resiko PJK pada orang Jepang masih tetap merupakan
salah satu yang paling rendah di dunia.Akan tetapi ternyata resiko PJK
yang meningkat pada orang jepang yang melakukan imigrasi ke Hawai
dan California.Hal ini menunjukkan faktor lingkungan lebih besar
pengaruhnya dari pada genetik.Riwayat keluarga juga menjadi risiko
terjadinya PJK. Risiko meningkat jika bapak atau saudara laki-laki
didiagnosa dengan PJK atau jika ibu atau saudara perempuan didiagnosa
dengan PJK.Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung
koroner meningkatkan kemungkinan timbulnya aterosklerosis prematur.
Faktor risiko mayor yang tidak dapat diubah (non modifiable)
1. Merokok
Efek rokok dapat menyebabkan beban miokard bertambah karena
rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya komsumsi 02 akibat
inhalasi CO atau dengan perkataan lain dapat menyebabkan takikardi,
vasokonstrisi pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding pembuluh
Universitas Sumatera Utara
darah dan merubah 5-10 % Hb menjadi carboksi -Hb. Merokok memicu
pembentukan plak pada arteri. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
merokok dapat meningkatkan risiko PJK dengan cara menurunkan level
kolesterol HDL.tetapi mekanismenya belum jelas
2. Tinggi kolesterol dalam darah
Tinggi kolesterol dalam darah adalah kondisi dimana terdapat banyak
kolesterol di dalam darah. Semakin tinggi level kolesterol dalam darah,
semakin besar risiko terjadinya PJK dan serangan jantung.Banyak faktor
yang mempengaruhi level kolesterol.Sebagai contoh, setelah menopause,
LDL pada wanita biasanya meningkat, dan kolesterol HDL biasanya
menurun. Faktor lain seperti umur, jenis kelamin, diet, dan aktifitas fisik
juga mempengaruhi level kolesterol. Level kolesterol HDL dan LDL yang
normal akan mencegah terbentuknya plak di dinding arteri.
3. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung,
sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel
kiri (faktor miokard).Keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya
hipertensi.
4. Aktifitas fisik
Sedikit aktivitas fisik dapat memperburuk faktor risiko PJK lainnya, seperti
tinggi kolesterol dalam darah dan trigliserid, hipertensi, diabetes dan
prediabetes, dan obesitas.Sangat penting sekali untuk anak-anak dan
dewasa untuk melakukan aktifitas fisik sebagai rutinitas sehari-hari. Salah
satu alasan mengapa orang Amerika tidak cukup aktif dikarenakan
Universitas Sumatera Utara
mereka hanya menghabiskan waktu didepan TV dan mengerjakan
pekerjaannya di depan computer. Aktif secara fisik adalah salah satu hal
terpenting yang dapat menjaga kesehatan jantung.
5. Obesitas
Obesitas adalah suatu keadaan dimana ditemukan adanya kelebihan
lemak dalam tubuh.Ukuran untuk menentukan seorang obesitas atau
berat badan lebih adalah berdasarkan berat badan dan tinggi badan yaitu
indek masa tubuh (IMT).Obesitas sering didapatkan bersama-sama
dengan hipertensi, DM, dan hipertrigliseridemi. Obesitas juga dapat
meningkatkan kadar kolesterol dan LDL kolesterol . Resiko PJK akan jelas
meningkat bila BB mulai melebihi 20 % dari BB ideal. Penderita yang
gemuk
dengan
kadar
kolesterol
yang
tinggi
dapat
menurunkan
kolesterolnya dengan mengurangi berat badan melalui diet ataupun
menambah exercise.
6. Diabetes Mellitus
Individu dengan DM mudah terjadi penyakit yang berhubungan dengan
aterosklerosis.angka kematian penyakit jantung koroner tiga kali lipat lebih
tinggi pada pasien DM daripada individu normal. Mekanisme yang
mungkin adalah berhubungan dengan abnormalitas metabolism lipid yang
dapat meningkatkan aterogenesis, dan advanced glycation endproducts
(AGE) yang menggambarkan metabolisme abnormal pada DM yang
berdampak pada injuri endotelium.
Universitas Sumatera Utara
Faktor lainnya yang dapat menyebabkan PJK
1. Stress
Stress dan ansietas dimungkinkan menjadi suatu sebab terjadinya PJK.
Stress dan ansietas juga dapat menjadi pemicu vasokontriksi pembuluh
darah arteri. Hal tersebut dapat meningkatkan tekanan darah dan risiko
dari serangan jantung.
2. Diet dan nutrisi
Diet yang tidak sehat dapat meningkatkan risiko PJK. Misalnya, makanan
yang tinggi lemak jenuh, lemak trans dan kolesterol yang akan
meningkatkan kolesterol LDL. Dengan demikian, maka harus membatasi
makanan tersebut.
3. Alkohol
Alkohol dapat mengurangi risiko PJK. Namun, mengkonsumsi terlalu
banyak alkohol akan menjadi suatu risiko. Alkohol dapat menyebabkan
obesitas, trigliserida tinggi, tekanan darah tinggi, stroke dan kanker.
Alkohol akan meningkatkan tekanan darah. Hal ini juga akan menambah
kalori yang dapat menyebabkan kenaikan berat badan.
2.1.2. ATEROGENESIS
Proses
terbentuknya
aterosklerosis
bersifat
multifaktorial,
patogenesisnyamelibatkan hemodinamik, trombosis, dan metabolisme lemakkarbohidrat, sertakarakteristik intrinsik dinding arteria.Faktor lingkungan
seperti merokok atau polahidup yang tak aktif juga mempunyai kontribusi
terhadap proses aterosklerosis.
Universitas Sumatera Utara
Proses pembentukan aterosklerosis tidak hanya dipengaruhi oleh
faktor-faktorrisiko tersebut saja, akan tetapi lebih diutamakan menetapnya
faktor-faktor risikotersebut
pada individu. Modifikasi
faktor
risikoakan
menyebabkan masukan lipoprotein berkurang dan menimbulkan parut. Bila
masukan lipoprotein meningkat dapat terjadi plaque dengan kandungan kaya
lipid dan mudah mengalami disrupsi.34
Respons inflamasi terutama proses inflamasi kronik diyakini berperan
besar dan merupakan dasar proses aterosklerosis.Tanda yang paling awal
adalah terbentuknya fatty streak yang akan berkembangmenjadi plaque
fibrosa. Pernyataan ilmiah yang dikeluarkan oleh AHA/CDC (American heart
Association/Centers for Disease Control) tentang penanda inflamasi dan
penyakit kardiovaskuler yang dipublikasikan pada tahun 2003 menegaskan
peran inflamasi sebagai kunci daripatogenesis mekanisme aterosklerosis.35,36
Terbentuknya fatty streak dimulai oleh adanya kadar kolesterol LDL
yang tinggi dalam darah, sehingga LDL sangat mudah berubahbentuk dan
sifatsehingga
akan
dianggap
sebagai
benda
asing
oleh
tubuh
dandifagositosis oleh sel-sel makrofag.37
LDL teroksidasi (Ox-LDL) selanjutnya akan menghambat nitric
oxidesyntaseaktivitas platelet yang meningkatkan pembentukan thrombus
lewat peningkatan pembentukan fibrinogen ke platelet. LDL teroksidasi (OxLDL) terikat pada platelet activation factor, yang merupakan regulator
proinflamatory intraceluler.LDL yang termodifikasi tersebut meningkatkan
faktor jaringan yang ditampilkan oleh monosit.
Universitas Sumatera Utara
Pada fase selanjutnya terjadi rekrutment elemen-elemen inflamasi
seperti monosit ke dalam tunika intima. Perubahan awal ini menghasilkan
suatu pro inflamasi yang disebut minimally modified low density lipoprotein
(MMLDL) yang berkontribusi terhadap ekspresi Vascular Cell Adhesion
Molecule(VCAM) pada endotel.
Awalnya monosit menempelpada endotel, penempelan endotel ini
diperantarai oleh beberapa molekul adhesipada permukaan sel endotel, yaitu
Inter Cellular Adhesion Molecule -1 (ICAM-1),Vascular Cell Adhesion
Molecule -1 (VCAM-1) dan Selectin.Molekul adhesi inidiatur oleh sejumlah
faktor yaitu produk bakteri lipopolisakarida, prostaglandindan sitokin.Setelah
berikatan dengan endotel kemudian monosit berpenetrasi kelapisan lebih
dalam dibawah lapisan intima. Monosit-monosit yang telahmemasuki dinding
arteri ini akan berubah menjadi makrofag dan memakanLDL yang telah
dioksidasi
(Ox-LDL)
melalui
macrophage
scavenger
receptor.
Hasil
fagositosis ini akanmembentuk sel busa atau "foam cell" dan selanjutnya
akan menjadi “fattystreaks”. Aktivasi ini menghasilkan sitokin dan faktor-faktor
pertumbuhan yangakan merangsang proliferasi dan migrasi sel-sel otot polos
dari tunika media ketunika intima dan penumpukan molekul matriks
ekstraselular seperti elastin dankolagen, yang mengakibatkan plaque
membesar dan membentukfibrous cap. Padatahap ini proses aterosklerosis
sudah sampai pada tahap lanjut. Pembentukan plaque aterosklerotik akan
menyebabkanpenyempitan lumen arteri, akibatnya aliran darah akan
berkurang. Trombosis terjadi setelah rupturnya plaque aterosklerosis, terjadi
pengaktifan platelet danjalur koagulasi. Apabila plak pecah, robek atau terjadi
Universitas Sumatera Utara
perdarahan subendotel,mulailah proses trombogenik, yang menyumbat
sebagian atau keseluruhan suatuarteri koroner. Proses aterosklerosis ini
dapat stabil, tetapi dapat juga tidakstabil atau progresif. Yang dapat
menyebabkan kematian adalahproses aterosklerosis yang bersifat progresif
yang dikenal juga dengansindroma koroner akut.15,16
Pengertian mengenai aterosklerosis mulai berkembang setelah adanya
hipotesis respon to injury dan hipotesis kelainan lipid (lipid theory).
Penggabungan kedua hipotesis ini dapat menerangkan lebih baik terjadinya
aterosklerosis. (Tanuwijoyo)
1. Hipotesis Response to Injury
Menyatakan bahwa perlukaan pada endotel menyebabkan respon
inflamasi sebagai proses perlukaan pada dinding arteri. Sebagai contoh,
luka
meningkatkan
adhesi
endotel
pada
lekosit
dan
platelet,
menghantarkan antikoagulan vaskular lokal pada prokoagulan. Lekosit
dan platelet yang terekrut kemudian melepaskan sitokin, senyawasenyawa vasokonstriksi, growth factor, yang merangsang respon inflamasi
yang ditandai oleh migrasi sel otot halus ke dalam intima, dan
proliferasinya
membentuk
suatu
lesi
intermediate.
Hipotesis
ini
dikemukakan oleh Ross tahun 1977.69
2. Hipotesis Response to Oxidation (Oxidative Modification Hypothesis)
Dikemukakan oleh Steinberg dkk pada tahun 1989, bahwa oksidasi
lipoprotein
merupakan
jalur
aterosklerosis.Hiperkolesterolemia
akan
yang
penting
menginduksi
dalam
terbentuknya
kolesterol LDL-oks. Kolesterol LDL-oks dikenali oleh scavenger receptor
Universitas Sumatera Utara
sehingga terbentuklah sel busa.Efek kolesterol LDL-oks menghambat
vasodilatasi, stimulasi faktor pertumbuhan, stimulasi produksi sitokin,
nekrosis sel dan membentuk inti lipid. Penurunan respons vasodilatasi
terhadap asetilkolin timbul pada keadaan hiperkolesterolemia.Peran NO
dalam menghambat proses inflamasi yang diinduksi olehkolesterol LDL
teroksidasi yang menyebabkan aktivasi dan stimulasiVCAM-1 yang
berperanan
dalam
penarikan
sel
mononuklear.Disfungsi
endotel
menyebabkan migrasi dan proliferasi otot polos.Sel otot polos, makrofag,
dan jaringan fibrous lipid membentuk plakaterosklerotik. Inti plak
merupakan jaringan lemak dan jaringan nekrotikyang dikelilingi oleh
jaringan fibrosa membentuk kapsul.(tanuwijoyo, dwitaryo)
2.1.3. CORONARY ANGIOGRAPHY
Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x
pada jantung dan pembuluh darah.Sering dilakukan selama serangan untuk
menemukan letak sumbatan pada arteri koroner.Dokter memasukkan kateter
melalui arteri pada lengan atau paha menuju jantung.Prosedur ini dinamakan
katerisasi jantung, yang merupakan bagian dari angiografi koroner.
Zat kontras yang terlihat melalui sinar x diinjeksikan melalui ujung
kateter pada aliran darah.Zat kontras itu memungkinkan dokter dapat
mempelajari aliran darah yang melewati pembuluh darah dan jantung.
Penderita diminta berpuasa 6 hingga 8 jam sebelum prosedur dijalankan.
Jika ditemukan sumbatan, tindakan lain yang dinamakan angioplasty
dapat dilakukan untuk memulihkan aliran darah pada arteri tersebut. Kadang-
Universitas Sumatera Utara
kadang akan ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori) dalam arteri untuk
menjaga agar arteri tetap terbuka.13,14
Menurut Guidelines ACC/AHA (American heart Association/Centers for
Disease Control), angiografi koroner di-indikasikan untuk pasien dengan
keluhan nyeri dada yang bertahan hidup setelah henti jantung mendadak,
penyakit koroner kronis dengan simptom yang jelas atau tanda-tanda risiko
tinggi pada pemeriksaan non-invasif, serta adanya bukti klinis yang
menunjukkan
adanya
gagal
jantung.Sampai
saat
ini
tidak
terdapat
kontraindikasi absolut untuk angiografi koroner.Walaupun demikian, adanya
gangguan renal maupun non-renal perlu diatasi lebih dahulu. Proteksi
terhadap radiasi perlu dicermati baik terhadap pasien, staf dan operator
dengan prinsip as low as reasonably achievable (ALARA).38
2.2 LIPOPROTEIN (a)
Lipoprotein(a)
adalah
partikel
yang
mirip
dengan
low-density
lipoprotein (LDL), karena mempunyai komposisi lemak yang sama yaitu terdiri
dari kolesterol, fosfolipid, trigliserida, dan juga terbentuk dari gabungan antara
polymorphic glycosylated apolipoprotein(a) (apo (a)) dan apolipoprotein B100
(apo B100) melalui ikatan disulfida, merupakan bagian protein utama pada
LDL yang dikontrol secara genetik dan merupakan faktor risiko independen
untuk penyakit jantung koroner maupun stroke.26,39
Lipoprotein(a) pertama kali ditemukan oleh Kare Berg pada tahun 1963
di Norwegia, dia menemukan adanya antigen sebagai variasi genetik dari
LDL-C oleh karena strukturnya yang mirip. Dalam sejumlah penelitian cross
Universitas Sumatera Utara
sectional kadar Lp(a) yang tinggi berhubungan positif dengan aterosklerosis.
Lp(a) tidak dipengaruhi baik oleh diet, umur maupun obat-obatan.
Lp(a) dapat bertindak atherogenetik dan dapat ditemukan pada dinding
arteri. Apolipoprotein (a) mirip dengan plasminogen, karena itu dia juga dapat
menyebabkan fibrinolisis dan bertindak trombogenik. Tingginya konsentrasi
lp(a) dalam serum berhubungan dengan manifestasi awal dari aterosklerosis
dan stroke.Ketika konsentrasi lp(a) melebihi 0.3 g/L, resiko koroner menjadi 2
kali lipat. Kombinasi dengan peningkatan konsentrasi LDL-C resiko meningkat
menjadi 6 kali. Peningkatan kadar lp(a) dianggap sebagai parameter yang
paling sensitive untuk perkembangan dari PJK, terlepas dari plasma
lipoprotein lainnya. Lp(a) harus ditentukan bersama dengan total kolesterol,
HDL-C, dan LDL-C serta TG ketika menurunkan resiko dari aterosklerotik.
Lp(a) juga ditentukan pada pasien-pasien yang menderita dislipoproteinemia,
diabetes mellitus, kerusakan ginjal, dan gangguan jantung serta onset awal
aterosklerosis.
2.2.1. STRUKTUR DAN METABOLISME LIPOPROTEIN(a)
Peningkatan kadar Lp(a) dalam plasma dapat meningkatkan aktifitas
atherogenik. Apo (a) yang terdapat dalam Lp(a) mengandung suatu domain
serine yang identik (94%) dengan domain protease pada plasminogen, yaitu
suatu pro-enzim pada sistem fibrinolitik. Lokasi gen apo (a) ini berada pada
lengan panjang kromosom 6, berdampingan dengan gen untuk plasminogen.
Struktur apo (a) sangat mirip dengan plasminogen, karena urutan asam
amino pada DNA dari apo (a) mirip dengan urutan asam amino pada
plasminogen. Urutan asam amino DNA plasminogen terdiri dari domain
Universitas Sumatera Utara
protease dan sejumlah struktur protein yang tersusun dalam bentuk
lengkungan yang menyerupai “pretzel” yang disebut “kringles”. Apo (a)
berkaitan dengan Apo B100 pada kringles tipe 4 melalui ikatan disulfida.
Selain itu pada Lp(a) terdapat suatu residu cystein ekstra (tidak berpasangan)
pada suatu kringles tipe 4. Residu ini diduga membantu ikatan apo (a)
dengan apo B100.27,40,41,42
Lipoprotein(a) tidak dibentuk dari katabolisme VLDL,LDL, atau
kilomikron melainkan disintesa sebagai lipoprotein tersendiri. Lipoprotein(a)
disintesa di hati dan waktu paruhnya 3,3 hari kemudian disekresikan ke dalam
sirkulasi
sebagai
lipoprotein.
Namun
demikian
faktor-faktor
yang
mempengaruhi sintesa komponen Lp(a) dan model pembentukannya serta
mekanisme yang bertanggung jawab dalam pengaturannya belum diketahui
secara pasti. Kadar Lp(a) didapatkan rendah pada penyakit hati yang
kronis.43,44,45
Beberapa obat yang dapat meningkatkan aktivitas reseptor LDL
ternyata tidak menurunkan kadar Lp(a) secara bermakna.27,45,46
2.2.2. FUNGSI LIPOPROTEIN(a)
Sampai
saat
ini
fungsi
Lp(a)
belum
diketahui
secara
pasti.
Kemungkinan adanya keterlibatan dalam transport lipid dan proses koagulasi.
Dari penelitian Lp(a) sangat erat berkaitan dengan proses aterosklerosis dan
pembentukan trombus dalam pembuluh darah.
Lp(a) dapat menghambat
proses fibrinolisis melalui kompetisi dengan plasminogen untuk berikatan
dengan fibrin. Pada proses penyembuhan luka, kompleks Lp(a) dan fibrin
Universitas Sumatera Utara
akan menyatu dengan tunika intima pada dinding pembuluh darah sehingga
menambah pembentukan plaque aterosklerosis.47
Ketika berada dalam sirkulasi partikel Lp(a) dapat dipengaruhi oleh
modifikasi oksidatif yang mirip dengan partikel lipoprotein plasma lainnya.
LP(a) dan partikel teroksidasi Lp(a) [oxLp(a)] berinteraksi dengan makrofag
melalui scavenger reseptor diikuti akumulasi kolesterol dan pembentukan sel
busa. Memang, ox-Lp(a) memfagosit lebih cepat daripada partikel lipoprotein
lainnya dan karena itu dia dapat terakumulasi dalam ruang subendothelial
pada kadar yang tinggi. Proses ini dapat menyebabkan perkembangan
aterogenesis, sehingga korelasi langsung antara kadar plasma Lp(a) dan
PJK. Selain oksidasi dari Lp(a) diikuti produksi sel busa yang meningkat,
glycation partikel juga dapat berkontribusi untuk aterogenesis. Bahkan, ada
korelasi yang kuat di tingkat glycated Lp(a) dan tingkat keparahan dari
hiperglikemia yang diamati dalam DM tipe 2 yang tidak terkontrol.
Meskipun fisiologi Lp(a) kurang dipahami, seperti yang ditunjukkan di
atas, ada korelasi kuat antara Kadar plasma Lp(a) dan proses aterogenik
yang mengarah ke penyakit arteri koroner.
Karena tingginya kesamaan
antara apo(a) dan plasminogen disarankan bahwa pemeriksaan Lp(a) dapat
berkontribusi pada aspek trombosis penyakit jantung iskemik.
2.2.3. PENGUKURAN KADAR LIPOPROTEIN(a)
Metode pengukuran kadar lipoprotein (a) ada beberapa cara yaitu
1. ELISA (Enzyme Linked Immunosorban Assay) , anti lipoprotein (a)
antibody bereaksi dengan antigen di dalam sampel membentuk
Universitas Sumatera Utara
antigen/antibodi kompleks dan terjadi aglutinasi. Sensitivitasnya 88,8%
dan spesitifitasnya adalah 100%.51
2. Nephelometryimmunoassay
(NIA),
merupakan
alat
yang
dapat
mengukur sejumlah light scatter yang disebabkan oleh kompleks AgAb (kompleks imun) dalam suatu larutan. Prinsip pemeriksaannya
dengan mengukur Lp(a) yang ada dalam plasma atau serum partikel
latex carboxylated yang dilapis dengan fragmen anti Lp (a) antibodi
yang diinkubasi dan diencerkan (400 kali) selama 12 menit pada suhu
kamar, dan terjadi aglutinasi. Perubahan light scatter ini diukur dengan
alat Behring nephelometer analyzer. 48,52
3. Radioimmunoassay (RIA), adalah immunoassay yang menggunakan
isotop radioaktif. Radioisotop yang memancarkan sinar gamma sering
digunakan
untuk
mendeteksi
interaksi
Ag-Ab
pemeriksaannya dengan mengukur immunochemical
ini.
125
Prinsip
I – Lp(a)
secara kuantitatif. Sensitifitasnya 91%. 49,52
4. Turbidimetri Immunoassay, prinsip pemeriksaannya yaitu partikel latex
carboxylated (diameter 240 nm) dilapis dengan fragmen antilipoprotein (a) antibodi lalu diinkubasi dengan sampel pada suhu 370C,
terjadi aglutinasi yang selanjutnya diukur perubahan turbiditas yang
dihasilkan.52
5. Elektrophoresis, prinsip pemeriksaannya dimana Lp(a) diperiksa pada
plasma atau serum segar. Lp(a) dideteksi sebagai pre-β lipoprotein
yang tenggelam. Lp(a) band dicatat dari 0 (absent) hingga 3
(meningkat). Sensitivitasnya 59,7% dan spesitifitas 92,5%.50
Universitas Sumatera Utara
2.3. HIGH-SENSITIVITY C-REACTIVE PROTEIN (hs-CRP)
DAN C-
REACTIVE PROTEIN (CRP)
CRP merupakan komponen penting dari sistem kekebalan tubuh, yaitu
seperangkat kompleks protein yang tubuh kita buat ketikamengalami infeksi
atau trauma.C-reaktif Protein (CRP) pertama kali ditemukan oleh William S.
Tillett dan Thomas Francis di Rockefeller Institute for Medical Research pada
tahun 1930. Mereka mempelajariserum pada respon imun penderita
pneumonia. Mereka menguji 'Fraksi C' dengan soluble ekstrak yang dikenal
sebagai C-polisakarida, untuk merespon hubungan yang mungkin pada
Streptococcus pneumonia. Karena reaksi antara protein dan polisakarida
menyebabkan presipitasi maka protein ini diberi nama CRP.32,53,54
CRP adalah protein fase akut, merupakan marker inflamasi sistemik
nonspesifik.Kadarnya meningkat sebagai respon terhadap infeksi, inflamasi
maupunkerusakan jaringan.CRP secara normal ditemukan dalam serum
manusia tetapidalam jumlah yang sangat sedikit dan kadarnya berbeda pada
setiap
individu.Ketika
terjadi
reaksi
inflamasi,
infeksi
maupun
kerusakanjaringan, CRP disintesis dan disekresi oleh hati sebagai respons
terhadap sitokin terutama interleukin-6 (IL-6), interleukin-1 (IL-1), dan Tumor
Necrosis Factor(TNF) yang dihasilkan oleh makrofag.55
Gotschlich dalam pendekatannya mengklaim bahwa CRP dengan
adanya kalsium ion (Ca++) mengikat senyawa non-fosfor lipid. Protein ini
dengan cepat menumpuk di daerah cedera, seperti pada orang-orang dalam
kondisi koroner akut, dan Selain itu dapat berfungsi sebagai penanda untuk
jaringan yang rusak atau membran.56
Universitas Sumatera Utara
C-reaktif protein adalah protein pentamerik yang terdiri dari lima
protomers, di mana setiap protomer memiliki dua tempat pengikatan untuk
Ca++. Ini penting dalam memahami ikatan CRP dan mengapa itu meningkat
selama kondisi inflamasi; oleh karena itu, pada manusia CRP adalah salah
satu dari beberapa protein yang dapat dideteksi dalam situasi akut.54
GAMBAR 2.1 : Struktur 3D X-ray crystal dari molekul C-reactive protein
(CRP) manusia dengan ikatan calcium (kiri) dan dengan ikatan molekul
phosphocholine pada ligand binding pocket dari suatu CRP protomer (kanan), Xray crystallographic structures ini di buat oleh Dr. Simon Kolstoe. (Casas et
al,2008)59
Dalam kurun waktu yang relatif singkat (6-8 jam) setelahterjadinya
reaksi inflamasi, infeksi maupun kerusakan jaringan, kadar CRPmeningkat
dengan tajam, mempunyai waktu paruh 19 jam dan hanya dalam waktu24- 48
jam telah mencapai nilai puncaknya. Kadar CRP akan kembali ke
kadarasalnya dalam waktu 2 minggu setelah proses inflamasi.33,55,57,58,59
Berbagai kepustakaan telah menetapkan bahwa faktor-faktor ini dapat
menyebabkan
peristiwa
koroner
akut,
dan
intervensi
medis
telah
dikembangkan untuk membantu meminimalkan faktor risiko.Penelitian lebih
lanjut berfokus pada penanda alternatif pada PJK untuk mencegah kondisi
Universitas Sumatera Utara
koroner akut dan CRP merupakan protein plasma yang sangat sensitif
menandakan peradangan.60
Gambar2.2 :Mekanisme CRP sebagai marker inflamasi pada
Aterosklerosis (Hansson GK et al, 2005)15
Istilah ‘high-sensitivity’ or ‘highly sensitive’ CRP, disingkat hs-CRP,
telah diadopsi secara luas di berbagai majalah ilmiah. Mengacu pada
pengukuran CRP dalam sampel serum atau plasma menggunakan metode
immunoassay dengan sensitivitas yang cukup untuk mengukur CRP.59
hs-CRP
merupakan
pemeriksaan
yang
dapat
mengukur
konsentrasiCRP yang sangat rendah sehingga bersifat lebih sensitif dengan
range pengukuranantara 0,1 – 20 mg/L. Baik untuk memeriksa adanya suatu
inflamasi derajatrendah (low level inflammation). Pemeriksaan hs-CRP yang
Universitas Sumatera Utara
sangat sensitif inidapat digunakan untuk memperkirakan risiko PJK dimana
proses aterosklerosissebagai penyebab utama PJK merupakan proses
inflamasi derajat rendah dan tidakmenyebabkan kadar CRP yang tinggi. Pada
dasarnya, tes ini dianjurkan padaorang-orang yang memiliki tingkat risiko
tinggi terhadap penyakit jantung, yaknipernah mengalami serangan jantung,
memiliki keluarga dengan riwayat penyakitjantung, dislipidemia, diabetes,
hipertensi, wanita menopause, perokok danobesitas serta kurang melakukan
aktivitas fisik.15,33,55,57,61
Berdasarkan bukti yang ada, kelompok penulis menyimpulkan bahwa
high-sensitivity C-reaktif protein (hs CRP) adalah pilihan pertama jika
penanda peradangan diukur. hs-CRP harus diukur pada pasien yang stabil
tanpa diketahui kondisi peradangan atau infeksi untuk mengurangi variabilitas
intraindividualitas, dan pengukuran harus diulang dalam 2 minggu, digunakan
rata-rata dua pengukuran digunakan untuk pemeriksaan ini.
Menurut AHA/CDC nilai hs-CRP< 1.0 mg/L didefinisikan sebagai risiko
rendah, 1.0–3.0 mg/L sebagai rata-rata risiko, dan > 3.0 mg/L dinyatakan
sebagai risiko tinggi, pada populasi dewasa.Risiko relatif untuk penyakit
kardiovaskular pada pasien kategori highrisk bertambah kira-kira 2 kali lipat
dibandingkan dengankategori berisiko rendah. Pada uji klinis acak, kelompok
penulis menyimpulkan bahwa pengukuran hs-CRP opsional, memerlukan
penilaian klinis, dalam risiko penyempurnaan dari pasien tanpa penyakit
kardiovaskular yang berisiko menengah (10-20%, 10-tahun risiko untuk
penyakit jantung koroner) dan dipertimbangkan untuk mengintensifkan terapi
intervensi gaya hidup, obat penurun lipid, antiplatelet agen dan agen kardio
Universitas Sumatera Utara
protektif lain. Kelompok penulis menunjukkan bahwa hs- CRP tidak boleh
digunakan sebagai alternatif, tetapi sebagai tambahan untuk faktor-faktor
risiko utama dalam menilai risiko, dan mencatat bahwa pengobatan
berdasarkan peningkatan hs-CRP sendiri tidak didukung oleh data yang
tersedia.Dalam pencegahan sekunder, kegunaan mengukurhs-CRP terbatas,
karena pedoman pengobatan saat ini sudah tersedia untuk pengobatan
agresif.
Kelompok
penulis
tidak
merekomendasikan
population-wide
screening hs-CRP untuk menilai risiko kardiovaskular.62
2.3.1. hs-CRP DAN RISIKO PENYAKIT KARDIOVASKULAR
hs-CRPmerupakansuatu protein, diproduksi di hati dan meningkatpada
kondisi inflamasi dan pada keadaan infeksi atau injury, sepertiarthritis
rematoid dan penyakit pembuluh darah. Peningkatan hsCRP dalam
jangkawaktu lama mengindikasikan terjadinya suatu proses peradangan
kronik.37
Terjadinya disfungsi endotel yang dapat menyebabkan terbentuknya
aterosklerosis termasuk peningkatan dan modifikasi LDL, radikal bebas yang
disebabkan oleh rokok, hipertensi, dan diabetes mellitus, peningkatan
konsentrasi plasma homocystein, mikroorganisme yang infeksius seperti virus
herpes atau Chlamydia pneumoniadan kombinasi dari ini atau faktor lain.16
Peradangan pada arteria memegang peranan penting terhadap
pembentukanplak
aterosklerosis,
CRP
akan
merangsang
degradasi
permukaan plak sehingga tidakstabil dan dapat pecah yang kemudian
menyebabkan serangan jantung dan strok.Peran CRP terhadap proses
Universitas Sumatera Utara
aterotrombogenesis bersifat langsung. CRP yang terdapatdalam dinding arteri
akan menginduksi ekspresi molekul adhesi E-Selectin, VCAM-1dan ICAM-1
oleh
sel
endotel
pembuluh
darah,
dan
akan
menginduksi
MCP-1
untukmediasi monosit. CRP akan merangsang LDL untuk masuk kedalam
makrofag. CRPmembentuk ikatan dengan membran plasma sel dan akan
mengaktifkan
komplemen
komplemenmelalui
merupakan
jalur
pertanda
klasik;
teraktivasinya
semakinmatangnya
proses
sistem
lesi
aterosklerosis. CRP diketahui berhubungan dengan disfungsisel endotel dan
progresi dari aterosklerosis, kemungkinan dengan jalan menurunkan sintesis
nitric oxide; menyebabkan meningkatnya reaktivitas pembuluh darah, hal ini
terutama ditemukan pada penderita dengan unstable angina. Disamping itu
CRP dapat merangsang sel T CD4 untuk merusak sel endotel. Peran CRP
dalam trombogenesis adalah dengan stimulasi biosintesis tissue factor oleh
makrofag, tingginya kadar CRP plasma berhubungan dengan ketidakstabilan
plak dan akanmenyebabkan acute thrombotic events.68
Aktivasi dari sistem imun pada plak menimbulkan diproduksinya sitokin
inflamasi seperti, interferon gamma, interleukin-1 dan tumor necrosis factor,
yangselanjutnya akan menyebabkan produksi interleukin-6. Sitokin tersebut
juga dapatdiproduksi di berbagai jaringan sebagai respon terhadap infeksi
dan pada jaringanlemak penderita yang mengalami sindrom metabolik.
Interleukin-6 yang terbentukakan menstimulasi reaktan fase akut, termasuk
CRP, serum amyloid A, danfibrinogen, terutama di hati.15
Banyak studi yang menunjukkan bahwa tingkat awal CRP nampak
pada laki-laki dan perempuan yang sehat, dan merupakan nilai prediktif yang
Universitas Sumatera Utara
tinggi dari risiko dari serangan jantung, stroke dan merupakan perkembangan
dari peripheral arterial disease. Dokter juga tahu bahwa kadar CRP dapat
memprediksi kejadian koroner yang berulang pada pasien yang telah
mengalami penyakit jantung dan prognosis dari pasien dalam fase akut dari
serangan jantung mempunyai hubungan yang kuat dengan tingkat CRP.
Individu dengan peningkatan kadar CRP memiliki risiko 2-3 kali lebih tinggi
dibandingkan bila kadarnya rendah. Ini penting bahwa permintaan klinisi
adalah tes “high-sensitivity” untuk CRP jika klinisi menggunakan CRP untuk
risiko kardiovaskuler.Ini karena tes yang lama untuk CRP, yang adekuat
untuk monitoring kondisi inflamasi yang berat, tidak memiliki kemampuan
untuk
mengukur
tingkat
akurasi
pada
range
yang
dibutuhkanuntuk
mendeteksi risiko jantung.
2.3.2. Pemeriksaan Kadar CRP
Metode pengukuran kadar hs-CRP ada beberapa cara yaitu
1. Latex Agglutination Assay, merupakan cara penentuan yang kualitatif,
prinsip pemeriksaan Satu tetes serum dicampur dengan satu tetes
reagensia latex-CRP (partikel latex yang disalut dengan antibodi anti
CRP), pada lempeng kaca dengan latar belakang hitam, kemudian
diaduk dengan stik pengaduk. Hal yang sama dilakukan untuk kontrol
positif dan negatif. Kemudian lempeng kaca digoyang-goyang dengan
rotator selama 2 menit, hasilnya dibaca setelah 3-5 menit.63
2. Imunoassay, biasanya dipakai teknik Double Antibody Sandwich
ELISA. Antibodi pertama yang dilapiskan pada fase padat, kemudian
ditambahkan serum penderita. Selanjutnya ditambahkan antibodi
Universitas Sumatera Utara
kedua yang berlabel enzim. Akhirnya ditambahkan substrat dan reagen
penghenti reaksi. Hasilnya dinyatakan secara kualitatif.63,64,65
3. Immunoturbidimetri, Konsentrasi CRP ditentukan secara kuantitatif
sehingga dapat mengukur sampai < 0..2-0.3 mg/L sehingga disebut
dengan High sensitivity C-Reactive Protein
(hs-CRP), prinsip
pemeriksaan berdasarkan reaksi antigen antibodi dalam larutan buffer
dan diikuti dengan pengukuran intensitas sinar dari suatu sumber
cahaya yang diteruskan melalui proses imuno presipitasi yang
terbentuk dalam fase cair. Dalam penelitian ini memakai metode
immunoturbidimetri menggunakan reagen Tina-quant CRP (latex)Roche.63,65,66,67
Prosedur pemeriksaan : Sampel ditambah dengan R1 (bufer)
kemudian ditambah R2 (latex antibodi anti CRP) dan dimulai reaksi
dimana antibodi anti CRP yang berikatan dengan mikropartikel latex
akan berekasi dengan antigen dalam sampel untuk membentuk
komplek antigen antibodi. Aglutinasi dari komplek antigen antibodi ini
diukur secara turbidimetrik.66
Universitas Sumatera Utara
2.4. Kerangka Konsep
Arteri Koroner
Monosit/Makrophag
Akumulasi Lp(a)
di vascular injuri
INTERLEUKIN 6
HEPAR
Akut fase reaktan
CRP
hsCRP
PJK
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. PENYAKIT JANTUNG KORONER
Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang ditandai
dengan adanya penyumbatan arteri koroner dan atau cabang-cabangnya oleh
endapan lemak yang berkumpul di dalam sel baik sebagian atau total dari
satu atau lebih arteri koroner, sehingga aliran darah pada arteri koroner
menjadi tidak adekuat, akibatnya dinding otot jantung mengalami iskemia dan
dapat sampai infark, akibat gangguan oksigenasi otot jantung.31
Endapan lemak (ateroma atauplaque) terbentuk secara bertahap dan
tersebar di percabangan besar dari kedua arteri koronerutama, yang
mengelilingi
jantung
dan
menyediakan
darah
bagi
jantung.
Prosespembentukan ateroma ini disebut ateroklerosis. PJK bermakna
didefinisikan sebagai adanya stenosis > 70 % pada arteri koroner utama yang
dibuktikan dari pemeriksaan angiografi.8,9,11,12
Pembentukan plaque aterosklerotisakan menyebabkanpenyempitan
lumen arteri, sehingga aliran darah menjadi berkurang. Trombosissering
terjadi setelah rupturnya plaque aterosklerosis, yang diikuti pengaktifan
platelet danjalur koagulasi. Apabila plaque pecah, robek atau terjadi
perdarahan subendotel maka, mulailah proses trombogenik, yang menyumbat
sebagian atau keseluruhan suatuarteri koroner. Pada saat inilah muncul
berbagai presentasi klinik seperti anginaatau infark miokard. Proses
aterosklerosis
ini
dapat
stabil,
tetapi
dapat
juga
tidakstabil
atau
Universitas Sumatera Utara
progresif.Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematian adalahproses
aterosklerosis yang bersifat tidak stabil/progresif.32,33
2.1.1. FAKTOR-FAKTOR RESIKO PJK
Sekarang dianggap bahwa terdapat banyak faktor yang salingberkaitan
dalam mempercepat proses aterogenik. Telah ditemukan beberapa faktor
yang dikenal sebagai faktor risiko yang meningkatkan kerentanan terhadap
terjadinya aterosklerosis koroner pada individu tertentu.
Faktor risiko mayor yang tidak dapat diubah (non modifiable)
1. Umur
Aterosklerosis merupakan penyakit yang mengikuti pertambahan umur
dan seluruh faktor- faktor yang menyertainya. Jantung ketika usia tua
cenderung tidak bekerja dengan baik. Dinding-dinding jantung akan
menebal dan arteri dapat menjadi kaku dan mengeras, membuat jantung
kurang mampu memompa darah ke otot-otot tubuh. Karena perubahan ini,
risiko
perkembangan
penyakit
kardiovaskular
meningkat
dengan
bertambahnya usia. Risiko aterosklerosis meningkat setelah usia 45 pada
pria dan setelah usia 55 tahun pada wanita. Perempuan dengan umur 65
tahun atau lebih tua memiliki risiko penyakit kardiovaskular yang sama
dengan laki-laki dari usia yang sama.
2. Jenis Kelamin
Penyakit aterosklerotik secara umum sedikit terjadi pada perempuan,
namun perbedaan tersebut menjadi sedikit menonjol pada dekade akhir
terutama
masa
menopause.Hal
ini
dimungkinkan
karena
hormon
esterogen bersifat sebagai pelindung.Secara keseluruhan, pria memiliki
Universitas Sumatera Utara
risiko lebih tinggi serangan jantung dibandingkan wanita.Tetapi perbedaan
menyempit setelah perempuan menopause. Setelah usia 65, risiko
penyakit jantung hampir sama tiap jenis kelamin ketika memiliki faktorfaktor risiko lain yang serupa.
3. Keturunan (ras)
Terdapat
perbedaan
koroner.Sejumlah
geografi
penelitian
dalam
insiden
post-mortem
penyakit
jantung
menunjukkan
adanya
perbedaan keterlibatan intima dengan aterosklerosis pada populasi
berbeda.Yang menjadi perbincangan adalah apakah faktor ras ataukah
faktor lingkungan.Resiko PJK pada orang Jepang masih tetap merupakan
salah satu yang paling rendah di dunia.Akan tetapi ternyata resiko PJK
yang meningkat pada orang jepang yang melakukan imigrasi ke Hawai
dan California.Hal ini menunjukkan faktor lingkungan lebih besar
pengaruhnya dari pada genetik.Riwayat keluarga juga menjadi risiko
terjadinya PJK. Risiko meningkat jika bapak atau saudara laki-laki
didiagnosa dengan PJK atau jika ibu atau saudara perempuan didiagnosa
dengan PJK.Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung
koroner meningkatkan kemungkinan timbulnya aterosklerosis prematur.
Faktor risiko mayor yang tidak dapat diubah (non modifiable)
1. Merokok
Efek rokok dapat menyebabkan beban miokard bertambah karena
rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya komsumsi 02 akibat
inhalasi CO atau dengan perkataan lain dapat menyebabkan takikardi,
vasokonstrisi pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding pembuluh
Universitas Sumatera Utara
darah dan merubah 5-10 % Hb menjadi carboksi -Hb. Merokok memicu
pembentukan plak pada arteri. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
merokok dapat meningkatkan risiko PJK dengan cara menurunkan level
kolesterol HDL.tetapi mekanismenya belum jelas
2. Tinggi kolesterol dalam darah
Tinggi kolesterol dalam darah adalah kondisi dimana terdapat banyak
kolesterol di dalam darah. Semakin tinggi level kolesterol dalam darah,
semakin besar risiko terjadinya PJK dan serangan jantung.Banyak faktor
yang mempengaruhi level kolesterol.Sebagai contoh, setelah menopause,
LDL pada wanita biasanya meningkat, dan kolesterol HDL biasanya
menurun. Faktor lain seperti umur, jenis kelamin, diet, dan aktifitas fisik
juga mempengaruhi level kolesterol. Level kolesterol HDL dan LDL yang
normal akan mencegah terbentuknya plak di dinding arteri.
3. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung,
sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel
kiri (faktor miokard).Keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya
hipertensi.
4. Aktifitas fisik
Sedikit aktivitas fisik dapat memperburuk faktor risiko PJK lainnya, seperti
tinggi kolesterol dalam darah dan trigliserid, hipertensi, diabetes dan
prediabetes, dan obesitas.Sangat penting sekali untuk anak-anak dan
dewasa untuk melakukan aktifitas fisik sebagai rutinitas sehari-hari. Salah
satu alasan mengapa orang Amerika tidak cukup aktif dikarenakan
Universitas Sumatera Utara
mereka hanya menghabiskan waktu didepan TV dan mengerjakan
pekerjaannya di depan computer. Aktif secara fisik adalah salah satu hal
terpenting yang dapat menjaga kesehatan jantung.
5. Obesitas
Obesitas adalah suatu keadaan dimana ditemukan adanya kelebihan
lemak dalam tubuh.Ukuran untuk menentukan seorang obesitas atau
berat badan lebih adalah berdasarkan berat badan dan tinggi badan yaitu
indek masa tubuh (IMT).Obesitas sering didapatkan bersama-sama
dengan hipertensi, DM, dan hipertrigliseridemi. Obesitas juga dapat
meningkatkan kadar kolesterol dan LDL kolesterol . Resiko PJK akan jelas
meningkat bila BB mulai melebihi 20 % dari BB ideal. Penderita yang
gemuk
dengan
kadar
kolesterol
yang
tinggi
dapat
menurunkan
kolesterolnya dengan mengurangi berat badan melalui diet ataupun
menambah exercise.
6. Diabetes Mellitus
Individu dengan DM mudah terjadi penyakit yang berhubungan dengan
aterosklerosis.angka kematian penyakit jantung koroner tiga kali lipat lebih
tinggi pada pasien DM daripada individu normal. Mekanisme yang
mungkin adalah berhubungan dengan abnormalitas metabolism lipid yang
dapat meningkatkan aterogenesis, dan advanced glycation endproducts
(AGE) yang menggambarkan metabolisme abnormal pada DM yang
berdampak pada injuri endotelium.
Universitas Sumatera Utara
Faktor lainnya yang dapat menyebabkan PJK
1. Stress
Stress dan ansietas dimungkinkan menjadi suatu sebab terjadinya PJK.
Stress dan ansietas juga dapat menjadi pemicu vasokontriksi pembuluh
darah arteri. Hal tersebut dapat meningkatkan tekanan darah dan risiko
dari serangan jantung.
2. Diet dan nutrisi
Diet yang tidak sehat dapat meningkatkan risiko PJK. Misalnya, makanan
yang tinggi lemak jenuh, lemak trans dan kolesterol yang akan
meningkatkan kolesterol LDL. Dengan demikian, maka harus membatasi
makanan tersebut.
3. Alkohol
Alkohol dapat mengurangi risiko PJK. Namun, mengkonsumsi terlalu
banyak alkohol akan menjadi suatu risiko. Alkohol dapat menyebabkan
obesitas, trigliserida tinggi, tekanan darah tinggi, stroke dan kanker.
Alkohol akan meningkatkan tekanan darah. Hal ini juga akan menambah
kalori yang dapat menyebabkan kenaikan berat badan.
2.1.2. ATEROGENESIS
Proses
terbentuknya
aterosklerosis
bersifat
multifaktorial,
patogenesisnyamelibatkan hemodinamik, trombosis, dan metabolisme lemakkarbohidrat, sertakarakteristik intrinsik dinding arteria.Faktor lingkungan
seperti merokok atau polahidup yang tak aktif juga mempunyai kontribusi
terhadap proses aterosklerosis.
Universitas Sumatera Utara
Proses pembentukan aterosklerosis tidak hanya dipengaruhi oleh
faktor-faktorrisiko tersebut saja, akan tetapi lebih diutamakan menetapnya
faktor-faktor risikotersebut
pada individu. Modifikasi
faktor
risikoakan
menyebabkan masukan lipoprotein berkurang dan menimbulkan parut. Bila
masukan lipoprotein meningkat dapat terjadi plaque dengan kandungan kaya
lipid dan mudah mengalami disrupsi.34
Respons inflamasi terutama proses inflamasi kronik diyakini berperan
besar dan merupakan dasar proses aterosklerosis.Tanda yang paling awal
adalah terbentuknya fatty streak yang akan berkembangmenjadi plaque
fibrosa. Pernyataan ilmiah yang dikeluarkan oleh AHA/CDC (American heart
Association/Centers for Disease Control) tentang penanda inflamasi dan
penyakit kardiovaskuler yang dipublikasikan pada tahun 2003 menegaskan
peran inflamasi sebagai kunci daripatogenesis mekanisme aterosklerosis.35,36
Terbentuknya fatty streak dimulai oleh adanya kadar kolesterol LDL
yang tinggi dalam darah, sehingga LDL sangat mudah berubahbentuk dan
sifatsehingga
akan
dianggap
sebagai
benda
asing
oleh
tubuh
dandifagositosis oleh sel-sel makrofag.37
LDL teroksidasi (Ox-LDL) selanjutnya akan menghambat nitric
oxidesyntaseaktivitas platelet yang meningkatkan pembentukan thrombus
lewat peningkatan pembentukan fibrinogen ke platelet. LDL teroksidasi (OxLDL) terikat pada platelet activation factor, yang merupakan regulator
proinflamatory intraceluler.LDL yang termodifikasi tersebut meningkatkan
faktor jaringan yang ditampilkan oleh monosit.
Universitas Sumatera Utara
Pada fase selanjutnya terjadi rekrutment elemen-elemen inflamasi
seperti monosit ke dalam tunika intima. Perubahan awal ini menghasilkan
suatu pro inflamasi yang disebut minimally modified low density lipoprotein
(MMLDL) yang berkontribusi terhadap ekspresi Vascular Cell Adhesion
Molecule(VCAM) pada endotel.
Awalnya monosit menempelpada endotel, penempelan endotel ini
diperantarai oleh beberapa molekul adhesipada permukaan sel endotel, yaitu
Inter Cellular Adhesion Molecule -1 (ICAM-1),Vascular Cell Adhesion
Molecule -1 (VCAM-1) dan Selectin.Molekul adhesi inidiatur oleh sejumlah
faktor yaitu produk bakteri lipopolisakarida, prostaglandindan sitokin.Setelah
berikatan dengan endotel kemudian monosit berpenetrasi kelapisan lebih
dalam dibawah lapisan intima. Monosit-monosit yang telahmemasuki dinding
arteri ini akan berubah menjadi makrofag dan memakanLDL yang telah
dioksidasi
(Ox-LDL)
melalui
macrophage
scavenger
receptor.
Hasil
fagositosis ini akanmembentuk sel busa atau "foam cell" dan selanjutnya
akan menjadi “fattystreaks”. Aktivasi ini menghasilkan sitokin dan faktor-faktor
pertumbuhan yangakan merangsang proliferasi dan migrasi sel-sel otot polos
dari tunika media ketunika intima dan penumpukan molekul matriks
ekstraselular seperti elastin dankolagen, yang mengakibatkan plaque
membesar dan membentukfibrous cap. Padatahap ini proses aterosklerosis
sudah sampai pada tahap lanjut. Pembentukan plaque aterosklerotik akan
menyebabkanpenyempitan lumen arteri, akibatnya aliran darah akan
berkurang. Trombosis terjadi setelah rupturnya plaque aterosklerosis, terjadi
pengaktifan platelet danjalur koagulasi. Apabila plak pecah, robek atau terjadi
Universitas Sumatera Utara
perdarahan subendotel,mulailah proses trombogenik, yang menyumbat
sebagian atau keseluruhan suatuarteri koroner. Proses aterosklerosis ini
dapat stabil, tetapi dapat juga tidakstabil atau progresif. Yang dapat
menyebabkan kematian adalahproses aterosklerosis yang bersifat progresif
yang dikenal juga dengansindroma koroner akut.15,16
Pengertian mengenai aterosklerosis mulai berkembang setelah adanya
hipotesis respon to injury dan hipotesis kelainan lipid (lipid theory).
Penggabungan kedua hipotesis ini dapat menerangkan lebih baik terjadinya
aterosklerosis. (Tanuwijoyo)
1. Hipotesis Response to Injury
Menyatakan bahwa perlukaan pada endotel menyebabkan respon
inflamasi sebagai proses perlukaan pada dinding arteri. Sebagai contoh,
luka
meningkatkan
adhesi
endotel
pada
lekosit
dan
platelet,
menghantarkan antikoagulan vaskular lokal pada prokoagulan. Lekosit
dan platelet yang terekrut kemudian melepaskan sitokin, senyawasenyawa vasokonstriksi, growth factor, yang merangsang respon inflamasi
yang ditandai oleh migrasi sel otot halus ke dalam intima, dan
proliferasinya
membentuk
suatu
lesi
intermediate.
Hipotesis
ini
dikemukakan oleh Ross tahun 1977.69
2. Hipotesis Response to Oxidation (Oxidative Modification Hypothesis)
Dikemukakan oleh Steinberg dkk pada tahun 1989, bahwa oksidasi
lipoprotein
merupakan
jalur
aterosklerosis.Hiperkolesterolemia
akan
yang
penting
menginduksi
dalam
terbentuknya
kolesterol LDL-oks. Kolesterol LDL-oks dikenali oleh scavenger receptor
Universitas Sumatera Utara
sehingga terbentuklah sel busa.Efek kolesterol LDL-oks menghambat
vasodilatasi, stimulasi faktor pertumbuhan, stimulasi produksi sitokin,
nekrosis sel dan membentuk inti lipid. Penurunan respons vasodilatasi
terhadap asetilkolin timbul pada keadaan hiperkolesterolemia.Peran NO
dalam menghambat proses inflamasi yang diinduksi olehkolesterol LDL
teroksidasi yang menyebabkan aktivasi dan stimulasiVCAM-1 yang
berperanan
dalam
penarikan
sel
mononuklear.Disfungsi
endotel
menyebabkan migrasi dan proliferasi otot polos.Sel otot polos, makrofag,
dan jaringan fibrous lipid membentuk plakaterosklerotik. Inti plak
merupakan jaringan lemak dan jaringan nekrotikyang dikelilingi oleh
jaringan fibrosa membentuk kapsul.(tanuwijoyo, dwitaryo)
2.1.3. CORONARY ANGIOGRAPHY
Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x
pada jantung dan pembuluh darah.Sering dilakukan selama serangan untuk
menemukan letak sumbatan pada arteri koroner.Dokter memasukkan kateter
melalui arteri pada lengan atau paha menuju jantung.Prosedur ini dinamakan
katerisasi jantung, yang merupakan bagian dari angiografi koroner.
Zat kontras yang terlihat melalui sinar x diinjeksikan melalui ujung
kateter pada aliran darah.Zat kontras itu memungkinkan dokter dapat
mempelajari aliran darah yang melewati pembuluh darah dan jantung.
Penderita diminta berpuasa 6 hingga 8 jam sebelum prosedur dijalankan.
Jika ditemukan sumbatan, tindakan lain yang dinamakan angioplasty
dapat dilakukan untuk memulihkan aliran darah pada arteri tersebut. Kadang-
Universitas Sumatera Utara
kadang akan ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori) dalam arteri untuk
menjaga agar arteri tetap terbuka.13,14
Menurut Guidelines ACC/AHA (American heart Association/Centers for
Disease Control), angiografi koroner di-indikasikan untuk pasien dengan
keluhan nyeri dada yang bertahan hidup setelah henti jantung mendadak,
penyakit koroner kronis dengan simptom yang jelas atau tanda-tanda risiko
tinggi pada pemeriksaan non-invasif, serta adanya bukti klinis yang
menunjukkan
adanya
gagal
jantung.Sampai
saat
ini
tidak
terdapat
kontraindikasi absolut untuk angiografi koroner.Walaupun demikian, adanya
gangguan renal maupun non-renal perlu diatasi lebih dahulu. Proteksi
terhadap radiasi perlu dicermati baik terhadap pasien, staf dan operator
dengan prinsip as low as reasonably achievable (ALARA).38
2.2 LIPOPROTEIN (a)
Lipoprotein(a)
adalah
partikel
yang
mirip
dengan
low-density
lipoprotein (LDL), karena mempunyai komposisi lemak yang sama yaitu terdiri
dari kolesterol, fosfolipid, trigliserida, dan juga terbentuk dari gabungan antara
polymorphic glycosylated apolipoprotein(a) (apo (a)) dan apolipoprotein B100
(apo B100) melalui ikatan disulfida, merupakan bagian protein utama pada
LDL yang dikontrol secara genetik dan merupakan faktor risiko independen
untuk penyakit jantung koroner maupun stroke.26,39
Lipoprotein(a) pertama kali ditemukan oleh Kare Berg pada tahun 1963
di Norwegia, dia menemukan adanya antigen sebagai variasi genetik dari
LDL-C oleh karena strukturnya yang mirip. Dalam sejumlah penelitian cross
Universitas Sumatera Utara
sectional kadar Lp(a) yang tinggi berhubungan positif dengan aterosklerosis.
Lp(a) tidak dipengaruhi baik oleh diet, umur maupun obat-obatan.
Lp(a) dapat bertindak atherogenetik dan dapat ditemukan pada dinding
arteri. Apolipoprotein (a) mirip dengan plasminogen, karena itu dia juga dapat
menyebabkan fibrinolisis dan bertindak trombogenik. Tingginya konsentrasi
lp(a) dalam serum berhubungan dengan manifestasi awal dari aterosklerosis
dan stroke.Ketika konsentrasi lp(a) melebihi 0.3 g/L, resiko koroner menjadi 2
kali lipat. Kombinasi dengan peningkatan konsentrasi LDL-C resiko meningkat
menjadi 6 kali. Peningkatan kadar lp(a) dianggap sebagai parameter yang
paling sensitive untuk perkembangan dari PJK, terlepas dari plasma
lipoprotein lainnya. Lp(a) harus ditentukan bersama dengan total kolesterol,
HDL-C, dan LDL-C serta TG ketika menurunkan resiko dari aterosklerotik.
Lp(a) juga ditentukan pada pasien-pasien yang menderita dislipoproteinemia,
diabetes mellitus, kerusakan ginjal, dan gangguan jantung serta onset awal
aterosklerosis.
2.2.1. STRUKTUR DAN METABOLISME LIPOPROTEIN(a)
Peningkatan kadar Lp(a) dalam plasma dapat meningkatkan aktifitas
atherogenik. Apo (a) yang terdapat dalam Lp(a) mengandung suatu domain
serine yang identik (94%) dengan domain protease pada plasminogen, yaitu
suatu pro-enzim pada sistem fibrinolitik. Lokasi gen apo (a) ini berada pada
lengan panjang kromosom 6, berdampingan dengan gen untuk plasminogen.
Struktur apo (a) sangat mirip dengan plasminogen, karena urutan asam
amino pada DNA dari apo (a) mirip dengan urutan asam amino pada
plasminogen. Urutan asam amino DNA plasminogen terdiri dari domain
Universitas Sumatera Utara
protease dan sejumlah struktur protein yang tersusun dalam bentuk
lengkungan yang menyerupai “pretzel” yang disebut “kringles”. Apo (a)
berkaitan dengan Apo B100 pada kringles tipe 4 melalui ikatan disulfida.
Selain itu pada Lp(a) terdapat suatu residu cystein ekstra (tidak berpasangan)
pada suatu kringles tipe 4. Residu ini diduga membantu ikatan apo (a)
dengan apo B100.27,40,41,42
Lipoprotein(a) tidak dibentuk dari katabolisme VLDL,LDL, atau
kilomikron melainkan disintesa sebagai lipoprotein tersendiri. Lipoprotein(a)
disintesa di hati dan waktu paruhnya 3,3 hari kemudian disekresikan ke dalam
sirkulasi
sebagai
lipoprotein.
Namun
demikian
faktor-faktor
yang
mempengaruhi sintesa komponen Lp(a) dan model pembentukannya serta
mekanisme yang bertanggung jawab dalam pengaturannya belum diketahui
secara pasti. Kadar Lp(a) didapatkan rendah pada penyakit hati yang
kronis.43,44,45
Beberapa obat yang dapat meningkatkan aktivitas reseptor LDL
ternyata tidak menurunkan kadar Lp(a) secara bermakna.27,45,46
2.2.2. FUNGSI LIPOPROTEIN(a)
Sampai
saat
ini
fungsi
Lp(a)
belum
diketahui
secara
pasti.
Kemungkinan adanya keterlibatan dalam transport lipid dan proses koagulasi.
Dari penelitian Lp(a) sangat erat berkaitan dengan proses aterosklerosis dan
pembentukan trombus dalam pembuluh darah.
Lp(a) dapat menghambat
proses fibrinolisis melalui kompetisi dengan plasminogen untuk berikatan
dengan fibrin. Pada proses penyembuhan luka, kompleks Lp(a) dan fibrin
Universitas Sumatera Utara
akan menyatu dengan tunika intima pada dinding pembuluh darah sehingga
menambah pembentukan plaque aterosklerosis.47
Ketika berada dalam sirkulasi partikel Lp(a) dapat dipengaruhi oleh
modifikasi oksidatif yang mirip dengan partikel lipoprotein plasma lainnya.
LP(a) dan partikel teroksidasi Lp(a) [oxLp(a)] berinteraksi dengan makrofag
melalui scavenger reseptor diikuti akumulasi kolesterol dan pembentukan sel
busa. Memang, ox-Lp(a) memfagosit lebih cepat daripada partikel lipoprotein
lainnya dan karena itu dia dapat terakumulasi dalam ruang subendothelial
pada kadar yang tinggi. Proses ini dapat menyebabkan perkembangan
aterogenesis, sehingga korelasi langsung antara kadar plasma Lp(a) dan
PJK. Selain oksidasi dari Lp(a) diikuti produksi sel busa yang meningkat,
glycation partikel juga dapat berkontribusi untuk aterogenesis. Bahkan, ada
korelasi yang kuat di tingkat glycated Lp(a) dan tingkat keparahan dari
hiperglikemia yang diamati dalam DM tipe 2 yang tidak terkontrol.
Meskipun fisiologi Lp(a) kurang dipahami, seperti yang ditunjukkan di
atas, ada korelasi kuat antara Kadar plasma Lp(a) dan proses aterogenik
yang mengarah ke penyakit arteri koroner.
Karena tingginya kesamaan
antara apo(a) dan plasminogen disarankan bahwa pemeriksaan Lp(a) dapat
berkontribusi pada aspek trombosis penyakit jantung iskemik.
2.2.3. PENGUKURAN KADAR LIPOPROTEIN(a)
Metode pengukuran kadar lipoprotein (a) ada beberapa cara yaitu
1. ELISA (Enzyme Linked Immunosorban Assay) , anti lipoprotein (a)
antibody bereaksi dengan antigen di dalam sampel membentuk
Universitas Sumatera Utara
antigen/antibodi kompleks dan terjadi aglutinasi. Sensitivitasnya 88,8%
dan spesitifitasnya adalah 100%.51
2. Nephelometryimmunoassay
(NIA),
merupakan
alat
yang
dapat
mengukur sejumlah light scatter yang disebabkan oleh kompleks AgAb (kompleks imun) dalam suatu larutan. Prinsip pemeriksaannya
dengan mengukur Lp(a) yang ada dalam plasma atau serum partikel
latex carboxylated yang dilapis dengan fragmen anti Lp (a) antibodi
yang diinkubasi dan diencerkan (400 kali) selama 12 menit pada suhu
kamar, dan terjadi aglutinasi. Perubahan light scatter ini diukur dengan
alat Behring nephelometer analyzer. 48,52
3. Radioimmunoassay (RIA), adalah immunoassay yang menggunakan
isotop radioaktif. Radioisotop yang memancarkan sinar gamma sering
digunakan
untuk
mendeteksi
interaksi
Ag-Ab
pemeriksaannya dengan mengukur immunochemical
ini.
125
Prinsip
I – Lp(a)
secara kuantitatif. Sensitifitasnya 91%. 49,52
4. Turbidimetri Immunoassay, prinsip pemeriksaannya yaitu partikel latex
carboxylated (diameter 240 nm) dilapis dengan fragmen antilipoprotein (a) antibodi lalu diinkubasi dengan sampel pada suhu 370C,
terjadi aglutinasi yang selanjutnya diukur perubahan turbiditas yang
dihasilkan.52
5. Elektrophoresis, prinsip pemeriksaannya dimana Lp(a) diperiksa pada
plasma atau serum segar. Lp(a) dideteksi sebagai pre-β lipoprotein
yang tenggelam. Lp(a) band dicatat dari 0 (absent) hingga 3
(meningkat). Sensitivitasnya 59,7% dan spesitifitas 92,5%.50
Universitas Sumatera Utara
2.3. HIGH-SENSITIVITY C-REACTIVE PROTEIN (hs-CRP)
DAN C-
REACTIVE PROTEIN (CRP)
CRP merupakan komponen penting dari sistem kekebalan tubuh, yaitu
seperangkat kompleks protein yang tubuh kita buat ketikamengalami infeksi
atau trauma.C-reaktif Protein (CRP) pertama kali ditemukan oleh William S.
Tillett dan Thomas Francis di Rockefeller Institute for Medical Research pada
tahun 1930. Mereka mempelajariserum pada respon imun penderita
pneumonia. Mereka menguji 'Fraksi C' dengan soluble ekstrak yang dikenal
sebagai C-polisakarida, untuk merespon hubungan yang mungkin pada
Streptococcus pneumonia. Karena reaksi antara protein dan polisakarida
menyebabkan presipitasi maka protein ini diberi nama CRP.32,53,54
CRP adalah protein fase akut, merupakan marker inflamasi sistemik
nonspesifik.Kadarnya meningkat sebagai respon terhadap infeksi, inflamasi
maupunkerusakan jaringan.CRP secara normal ditemukan dalam serum
manusia tetapidalam jumlah yang sangat sedikit dan kadarnya berbeda pada
setiap
individu.Ketika
terjadi
reaksi
inflamasi,
infeksi
maupun
kerusakanjaringan, CRP disintesis dan disekresi oleh hati sebagai respons
terhadap sitokin terutama interleukin-6 (IL-6), interleukin-1 (IL-1), dan Tumor
Necrosis Factor(TNF) yang dihasilkan oleh makrofag.55
Gotschlich dalam pendekatannya mengklaim bahwa CRP dengan
adanya kalsium ion (Ca++) mengikat senyawa non-fosfor lipid. Protein ini
dengan cepat menumpuk di daerah cedera, seperti pada orang-orang dalam
kondisi koroner akut, dan Selain itu dapat berfungsi sebagai penanda untuk
jaringan yang rusak atau membran.56
Universitas Sumatera Utara
C-reaktif protein adalah protein pentamerik yang terdiri dari lima
protomers, di mana setiap protomer memiliki dua tempat pengikatan untuk
Ca++. Ini penting dalam memahami ikatan CRP dan mengapa itu meningkat
selama kondisi inflamasi; oleh karena itu, pada manusia CRP adalah salah
satu dari beberapa protein yang dapat dideteksi dalam situasi akut.54
GAMBAR 2.1 : Struktur 3D X-ray crystal dari molekul C-reactive protein
(CRP) manusia dengan ikatan calcium (kiri) dan dengan ikatan molekul
phosphocholine pada ligand binding pocket dari suatu CRP protomer (kanan), Xray crystallographic structures ini di buat oleh Dr. Simon Kolstoe. (Casas et
al,2008)59
Dalam kurun waktu yang relatif singkat (6-8 jam) setelahterjadinya
reaksi inflamasi, infeksi maupun kerusakan jaringan, kadar CRPmeningkat
dengan tajam, mempunyai waktu paruh 19 jam dan hanya dalam waktu24- 48
jam telah mencapai nilai puncaknya. Kadar CRP akan kembali ke
kadarasalnya dalam waktu 2 minggu setelah proses inflamasi.33,55,57,58,59
Berbagai kepustakaan telah menetapkan bahwa faktor-faktor ini dapat
menyebabkan
peristiwa
koroner
akut,
dan
intervensi
medis
telah
dikembangkan untuk membantu meminimalkan faktor risiko.Penelitian lebih
lanjut berfokus pada penanda alternatif pada PJK untuk mencegah kondisi
Universitas Sumatera Utara
koroner akut dan CRP merupakan protein plasma yang sangat sensitif
menandakan peradangan.60
Gambar2.2 :Mekanisme CRP sebagai marker inflamasi pada
Aterosklerosis (Hansson GK et al, 2005)15
Istilah ‘high-sensitivity’ or ‘highly sensitive’ CRP, disingkat hs-CRP,
telah diadopsi secara luas di berbagai majalah ilmiah. Mengacu pada
pengukuran CRP dalam sampel serum atau plasma menggunakan metode
immunoassay dengan sensitivitas yang cukup untuk mengukur CRP.59
hs-CRP
merupakan
pemeriksaan
yang
dapat
mengukur
konsentrasiCRP yang sangat rendah sehingga bersifat lebih sensitif dengan
range pengukuranantara 0,1 – 20 mg/L. Baik untuk memeriksa adanya suatu
inflamasi derajatrendah (low level inflammation). Pemeriksaan hs-CRP yang
Universitas Sumatera Utara
sangat sensitif inidapat digunakan untuk memperkirakan risiko PJK dimana
proses aterosklerosissebagai penyebab utama PJK merupakan proses
inflamasi derajat rendah dan tidakmenyebabkan kadar CRP yang tinggi. Pada
dasarnya, tes ini dianjurkan padaorang-orang yang memiliki tingkat risiko
tinggi terhadap penyakit jantung, yaknipernah mengalami serangan jantung,
memiliki keluarga dengan riwayat penyakitjantung, dislipidemia, diabetes,
hipertensi, wanita menopause, perokok danobesitas serta kurang melakukan
aktivitas fisik.15,33,55,57,61
Berdasarkan bukti yang ada, kelompok penulis menyimpulkan bahwa
high-sensitivity C-reaktif protein (hs CRP) adalah pilihan pertama jika
penanda peradangan diukur. hs-CRP harus diukur pada pasien yang stabil
tanpa diketahui kondisi peradangan atau infeksi untuk mengurangi variabilitas
intraindividualitas, dan pengukuran harus diulang dalam 2 minggu, digunakan
rata-rata dua pengukuran digunakan untuk pemeriksaan ini.
Menurut AHA/CDC nilai hs-CRP< 1.0 mg/L didefinisikan sebagai risiko
rendah, 1.0–3.0 mg/L sebagai rata-rata risiko, dan > 3.0 mg/L dinyatakan
sebagai risiko tinggi, pada populasi dewasa.Risiko relatif untuk penyakit
kardiovaskular pada pasien kategori highrisk bertambah kira-kira 2 kali lipat
dibandingkan dengankategori berisiko rendah. Pada uji klinis acak, kelompok
penulis menyimpulkan bahwa pengukuran hs-CRP opsional, memerlukan
penilaian klinis, dalam risiko penyempurnaan dari pasien tanpa penyakit
kardiovaskular yang berisiko menengah (10-20%, 10-tahun risiko untuk
penyakit jantung koroner) dan dipertimbangkan untuk mengintensifkan terapi
intervensi gaya hidup, obat penurun lipid, antiplatelet agen dan agen kardio
Universitas Sumatera Utara
protektif lain. Kelompok penulis menunjukkan bahwa hs- CRP tidak boleh
digunakan sebagai alternatif, tetapi sebagai tambahan untuk faktor-faktor
risiko utama dalam menilai risiko, dan mencatat bahwa pengobatan
berdasarkan peningkatan hs-CRP sendiri tidak didukung oleh data yang
tersedia.Dalam pencegahan sekunder, kegunaan mengukurhs-CRP terbatas,
karena pedoman pengobatan saat ini sudah tersedia untuk pengobatan
agresif.
Kelompok
penulis
tidak
merekomendasikan
population-wide
screening hs-CRP untuk menilai risiko kardiovaskular.62
2.3.1. hs-CRP DAN RISIKO PENYAKIT KARDIOVASKULAR
hs-CRPmerupakansuatu protein, diproduksi di hati dan meningkatpada
kondisi inflamasi dan pada keadaan infeksi atau injury, sepertiarthritis
rematoid dan penyakit pembuluh darah. Peningkatan hsCRP dalam
jangkawaktu lama mengindikasikan terjadinya suatu proses peradangan
kronik.37
Terjadinya disfungsi endotel yang dapat menyebabkan terbentuknya
aterosklerosis termasuk peningkatan dan modifikasi LDL, radikal bebas yang
disebabkan oleh rokok, hipertensi, dan diabetes mellitus, peningkatan
konsentrasi plasma homocystein, mikroorganisme yang infeksius seperti virus
herpes atau Chlamydia pneumoniadan kombinasi dari ini atau faktor lain.16
Peradangan pada arteria memegang peranan penting terhadap
pembentukanplak
aterosklerosis,
CRP
akan
merangsang
degradasi
permukaan plak sehingga tidakstabil dan dapat pecah yang kemudian
menyebabkan serangan jantung dan strok.Peran CRP terhadap proses
Universitas Sumatera Utara
aterotrombogenesis bersifat langsung. CRP yang terdapatdalam dinding arteri
akan menginduksi ekspresi molekul adhesi E-Selectin, VCAM-1dan ICAM-1
oleh
sel
endotel
pembuluh
darah,
dan
akan
menginduksi
MCP-1
untukmediasi monosit. CRP akan merangsang LDL untuk masuk kedalam
makrofag. CRPmembentuk ikatan dengan membran plasma sel dan akan
mengaktifkan
komplemen
komplemenmelalui
merupakan
jalur
pertanda
klasik;
teraktivasinya
semakinmatangnya
proses
sistem
lesi
aterosklerosis. CRP diketahui berhubungan dengan disfungsisel endotel dan
progresi dari aterosklerosis, kemungkinan dengan jalan menurunkan sintesis
nitric oxide; menyebabkan meningkatnya reaktivitas pembuluh darah, hal ini
terutama ditemukan pada penderita dengan unstable angina. Disamping itu
CRP dapat merangsang sel T CD4 untuk merusak sel endotel. Peran CRP
dalam trombogenesis adalah dengan stimulasi biosintesis tissue factor oleh
makrofag, tingginya kadar CRP plasma berhubungan dengan ketidakstabilan
plak dan akanmenyebabkan acute thrombotic events.68
Aktivasi dari sistem imun pada plak menimbulkan diproduksinya sitokin
inflamasi seperti, interferon gamma, interleukin-1 dan tumor necrosis factor,
yangselanjutnya akan menyebabkan produksi interleukin-6. Sitokin tersebut
juga dapatdiproduksi di berbagai jaringan sebagai respon terhadap infeksi
dan pada jaringanlemak penderita yang mengalami sindrom metabolik.
Interleukin-6 yang terbentukakan menstimulasi reaktan fase akut, termasuk
CRP, serum amyloid A, danfibrinogen, terutama di hati.15
Banyak studi yang menunjukkan bahwa tingkat awal CRP nampak
pada laki-laki dan perempuan yang sehat, dan merupakan nilai prediktif yang
Universitas Sumatera Utara
tinggi dari risiko dari serangan jantung, stroke dan merupakan perkembangan
dari peripheral arterial disease. Dokter juga tahu bahwa kadar CRP dapat
memprediksi kejadian koroner yang berulang pada pasien yang telah
mengalami penyakit jantung dan prognosis dari pasien dalam fase akut dari
serangan jantung mempunyai hubungan yang kuat dengan tingkat CRP.
Individu dengan peningkatan kadar CRP memiliki risiko 2-3 kali lebih tinggi
dibandingkan bila kadarnya rendah. Ini penting bahwa permintaan klinisi
adalah tes “high-sensitivity” untuk CRP jika klinisi menggunakan CRP untuk
risiko kardiovaskuler.Ini karena tes yang lama untuk CRP, yang adekuat
untuk monitoring kondisi inflamasi yang berat, tidak memiliki kemampuan
untuk
mengukur
tingkat
akurasi
pada
range
yang
dibutuhkanuntuk
mendeteksi risiko jantung.
2.3.2. Pemeriksaan Kadar CRP
Metode pengukuran kadar hs-CRP ada beberapa cara yaitu
1. Latex Agglutination Assay, merupakan cara penentuan yang kualitatif,
prinsip pemeriksaan Satu tetes serum dicampur dengan satu tetes
reagensia latex-CRP (partikel latex yang disalut dengan antibodi anti
CRP), pada lempeng kaca dengan latar belakang hitam, kemudian
diaduk dengan stik pengaduk. Hal yang sama dilakukan untuk kontrol
positif dan negatif. Kemudian lempeng kaca digoyang-goyang dengan
rotator selama 2 menit, hasilnya dibaca setelah 3-5 menit.63
2. Imunoassay, biasanya dipakai teknik Double Antibody Sandwich
ELISA. Antibodi pertama yang dilapiskan pada fase padat, kemudian
ditambahkan serum penderita. Selanjutnya ditambahkan antibodi
Universitas Sumatera Utara
kedua yang berlabel enzim. Akhirnya ditambahkan substrat dan reagen
penghenti reaksi. Hasilnya dinyatakan secara kualitatif.63,64,65
3. Immunoturbidimetri, Konsentrasi CRP ditentukan secara kuantitatif
sehingga dapat mengukur sampai < 0..2-0.3 mg/L sehingga disebut
dengan High sensitivity C-Reactive Protein
(hs-CRP), prinsip
pemeriksaan berdasarkan reaksi antigen antibodi dalam larutan buffer
dan diikuti dengan pengukuran intensitas sinar dari suatu sumber
cahaya yang diteruskan melalui proses imuno presipitasi yang
terbentuk dalam fase cair. Dalam penelitian ini memakai metode
immunoturbidimetri menggunakan reagen Tina-quant CRP (latex)Roche.63,65,66,67
Prosedur pemeriksaan : Sampel ditambah dengan R1 (bufer)
kemudian ditambah R2 (latex antibodi anti CRP) dan dimulai reaksi
dimana antibodi anti CRP yang berikatan dengan mikropartikel latex
akan berekasi dengan antigen dalam sampel untuk membentuk
komplek antigen antibodi. Aglutinasi dari komplek antigen antibodi ini
diukur secara turbidimetrik.66
Universitas Sumatera Utara
2.4. Kerangka Konsep
Arteri Koroner
Monosit/Makrophag
Akumulasi Lp(a)
di vascular injuri
INTERLEUKIN 6
HEPAR
Akut fase reaktan
CRP
hsCRP
PJK
Universitas Sumatera Utara