Pengaruh Konsentrasi Ragi dan Waktu Fermentasi Pada Pembuatan Bioetanol Dari Biji Cempedak

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGENALAN CEMPEDAK DAN BIJI CEMPEDAK SECARA UMUM
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Cempedak
Cempedak yang nama ilmiahnya Artocarpus integer , di Indonesia
dikenal juga dengan nama tiwadak (KalSel), Sibodak (Sumut), nangka komedak
(Madura), dan tamberak (Irian). Cempedak ini berperawakan pohon setinggi 2025 m, daunnya bergaris tengah 40-50 cm. Pohonnya mirip nangka, namun lebih
langsing. Daunnya berbulu banyak dan lebih panjang bila dibandingkan dengan
daun nangka. Bunganya tersusun dalam tandan. Buahnya bundar memanjang
dengan kulit buah tidak sekasar kulit buah. Ukuran buah panjangnya 20 -45 cm,
diameter 10-20 cm, dan beratnya rata-rata 3-4 kg. Aroma buahnya sangat khas
dan menusuk seperti bau campuran antara buah [12] durian dan kemang. Buah
cempedak merupakan komoditas perkebunan yang memiliki prospek cerah
dimasa yang akan datang, karena disamping dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pangan, juga dapat diproyeksikan sebahan bahan industri [17]. Cempedak
adalah buah multimanfaat Daging buah melekat dan kulit batangnya sebagai
antitumor dan antimalaria, pada biji, tipis, lembek, berserat, berwarna kuning
dan rasanya manis seperti pada gambar 2.1:

Gambar 2.1 Batang, Daun, Dan Buah Cempedak [12]


i
Universitas Sumatera Utara

Cempedak banyak ditemukan di daerah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi,
dan Irian Jaya. Setiap tahunnya rata-rata curah hujan yang dibutuhkan 25003000 mm dan tumbuh baik pada ketinggian 0-700 m di atas permukaan laut.
Buah cempedak yang masak berbau harum menyengat, rasanya manis, daging
buah kuning keputih-putihan dan dapat dimakan langsung sebagai buah segar
seperti pada Gambar 2.2:

Gambar 2.2 Buah Cempedak [12]
Namun karena buahnya lembek dan lekat, biasanya dimakan setelah
digoreng dengan tepung. Biji buah cempedak lunak sehingga setelah direbus
atau dibakar, dapat dimakan sebagai makanan teman minum kopi. Dami (bagian
antara kulit dan buah cempedak) dapat dimanfaatkan setelah direndam air garam
selama satu hari satu malam, lalu ditiriskan hingga kering dan digoreng. Dami
ini sedap dimakan sebagai lauk makan nasi, pada umumnya hasil buah cempedak
di Indonesia mencapai 60 sampai 400 buah per pohon per tahun. Buah cempedak
ini dapat dikonsumsi langsung dalam keadaan segar dan bijinya hanya dibuang
begitu saja. Kulit buah, daging buah, dan biji buah cempeda. Menurut
Alamendah 2014 [7] kedudukan taksonomi tanaman cempedak adalah sebagai

berikut:
a. Kingdom : Plantae

b. Subkingdom : Tracheobionta
c. Superdivisi : Spermatophyta
d.

Divisi : Magnoliophyta

i
Universitas Sumatera Utara

e. Kelas : Magnoliopsida
f.

Ordo : Morales

g. Family : Moraceae
h. Genus : Ar tocarpus


i. Spesies : Artocarpus integer (Tunb.) Merr.

2.1.2

Biji Cempedak
Pemanfaatan utama cempedak adalah buahnya yang dikonsumsi baik secara

langsung (dalam keadaan segar) ataupun dijadikan makanan olahan. Buah yang
masak dapat diolah menjadi cempedak goreng, layaknya pisang goreng (bagian
dami), dibuat selai, ataupun sebagai campuran kolak. Sedangkan buah yang muda
dapat dimasak sebagai sayur dari hasil olahan tersebut akan menyebabkan limbah
biji cempedak yang dibuang begitu saja meskipun di beberapa daerah biji cempedak
dapat dimasak dan dikonsumsi. Biji cempedak yang umumnya berbentuk bulat
sedikit lonjong yang dilapisi oleh kulit ari. Biji buah cempedak mengandung gizi
yang lebih tinggi dibandingkan biji buah nangka dan gandum. Berikut tabel
perbedaan komponen gizi biji buah cempedak dengan nangka per 100 gram:
Tabel 2.1 Gizi Biji Buah Cempedak Dengan Gandum Per 100 gram [12]
KomponenGizi

Biji Cempedak


Gandum

Energi (kkal)

165

-

Protein (g)

4.2

10,3

Lemak (g)

0,1

1,54


Karbohidrat (g)

36,7

8,03

Kalsium (mg)

33

36

Fosfor (mg)

200

-

Besi (mg)


1

3,1

Air (g)

57,7

9,5

Dari tabel di atas kita dapat menyimpulkan bahwa biji cempedak merupakan
sumber karbohidrat (36,7 g/100 g), yang jumlahnya tiga kali lipat jumlah biji
gandum. Protein biji cempedak (4,2 g/100 g) hampir melebihi setengah dari
kandungan gandum, dengan energi (165 kkal/100 g), dan ketersediaannya yang

i
Universitas Sumatera Utara

melimpah maka biji cempedak berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bioethanol

pengganti bahan bakar minyak (BBM) [12].

2.2

BIOETANOL
Bioetanol merupakan etanol yang diproduksi dari sumber bahan baku

biologis, dimana memiliki keunggulan mampu menurunkan emisi gas CO 2 hingga
18% [8]. Generasi pertama bioetanol dibuat dari sumber hasil perkebunan seperti
jagung, ketela, dan kentang dengan melakukan pretreatment, hidrolisis dan
kemudian fermentasi untuk mendapatkan etanol [18]. Menurut Richana [9]
Bioetanol adalah etanol yang diperoleh dari biomassa tumbuhan yang banyak
mengandung karbohidrat. Etanol diperoleh dengan proses fermentasi melalui
bantuan mikroorganisme yakni ragi. Penamaan bio adalah untuk membedakannya
dari etanol yang diproses dari minyak bumi (minyak fosil) melalui proses hidrasi
etilena dengan katalis asam. Bioetanol dapat digunakan:
a.

Sebagai bahan bakar kendaraan.


b.

Sebagai bahan minuman alkohol.

c.

Sebagai bahan bakar roket.

d.

Sebagai bahan kimia dasar senyawa organik.

e.

Sebagai antiseptik.

f.

Sebagai antidote beberapa racun.


g.

Sebagai pelarut untuk parfum, cat dan larutan obat.

h.

Digunakan untuk pengobatan untuk mengobati depresi dan obat bius.

Pengembangan energi alternatif sumber energi yang terbarukan dan
keduanya ramah lingkungan. Bioetanol diproduksi dari biomassa terbarukan seperti
pati , gula atau lingocellulosic bahan , diyakini menjadi salah satu alternatif tersebut
. Hal ini diharapkan menjadi salah satu mendominasi terbarukan biofuel di sektor
transportasi dalam dua puluh tahun yang akan datang, dianggap sebagai salah satu
konsumen energi terbesar dan serta mengurangi pencemar lingkungan [23].
Bioetanol dapat dibuat dari bahan yang mengandung gula sederhana. Pati, maupun
bahan berserat melalui proses fermentasi. Masing-masing bahan berbeda cara

i
Universitas Sumatera Utara


pengolahannya untuk bisa dijadikan bioetanol, pengklasifikasian berdasarkan
bahan baku yang digunakan, proses, dan pemanfaatannya:

1. Klasifikasi berdasarkan bahan baku serta prosesnya [9]
a. Etanol nabati: Secara mikrobiologis menggunakan bahan baku berpati
(jagung, ubi kayu dan umbi-umbian lain),serta bahan yang mengandung,
gula (molasses, tebu, sweet sorghum, aren, dan jenis palem lainnya) dan
bahan berserat (onggok, jerami, dan sekam, tongkol jagung, ampas tebu,
dan kulit kakao).
b. Etanol sintesis: Secara sintesis menggunakan bahan baku antara lain
minyak mentah, gas. Saat ini produksi etanol sintesis kurang dari 5% dari
total produksi.
2. Klasifikasi berdasarkan kandungan air
a. Etanol 95-96% (alkohol prima super, prima I, dan alcohol prima II) disebut
“etanol hidrat” yang dibagi dalam:






Technical/raw spit grade , digunakan untuk bahan bakar spirtus,

minuman, desinfektan dan pelarut
Industrial grade , digunakan untuk bahan baku industri pelarut
Potable grade , untuk minuman berkualitas tinggi.

b. Etanol 99,5% (anhydrous etanol) dengan kandungan air 0,05%, digunakan
untuk bahan bakar. Jika dimurnikan lebih lanjut dapat digunakan untuk
keperluan farmasi dan pelarut di laboratorium analisis. Etanol ini
disebut fuel grade thanol (FGE) atau anhydrous ethanol (etanol
anhidrat) atau etanol kering, yakni etanol yang bebas air atau hanya
mengandung air minimal.
3. Klasifikasi menurut pemanfaatannya
a. Untuk industry (industrial grade ), sebagai pelarut pada pembuatan vernis,
minyak wangi, iodium tincture dan spirtus ; di laboratorium digunakan
sebagai pelarut senyawa bersifat polar; di bidang kedokteran sebagai
bahan baku pembuatan chloroform.
b. Untuk minuman beralkohol (portable grade).
c. Untuk bahan bakar (fuel grade etanol)

i
Universitas Sumatera Utara

Ciri khas bioetanol adalah berbentuk cairan yang tidak berwarna dengan bau
khas, dapat melarutkan zat organik, mudah menguap, titik didih 78 0C, berat
molekul 46,07 gram, panas penguapan 204 kal/gr. Adapun sifat fisika etanol terdiri
dari:
Tabel 2.2 Sifat Fisika dari Etanol [9]
No.

Sifat Fisik Etanol

1.

Rumus Molekul

CH3CH2OH

2.

Massa Molekul Relatif

46,07 gr/mol

3.

Titik didih normal

78,32 0C

4.

Titik Beku

-114,1 0C

5.

Densitas pada 20 0C

0,7893 0C

6.

Kelarutan dalam air 20 0C

Sangat larut

7.

Viskositas pada 20 0C

1,17 Cp

8.

Kalor spesifik 20 0C

0,579 kal/g 0C

9.

Kalor Pembakaran 25 0C

7092,1 kal/g

10.

Indeks bias

1,36

Bioetanol yang baik atau tidak harus melalui pengujian laboratorium karena
bioetanol memiliki standar mutu, yaitu memiliki sifat

menguap, dan relatif

berbentuk cair karena bietanol memiliki titik didih 78 0C, viskositas 1,17 Cp,
melting point -1120C. Standar mutu bioetanol:

Tabel 2.3 Standar Mutu Etanol [9]
Spesifikasi

Satuan

Jumlah

Berat Molekul

Gr/mol

46,07

Density

Gr/mol

0,7894

Indeks Bias

-

1,3614

Melting Point

0C

-112

Titik Didih

0C

78,4

Titik Nyala

0C

17

Viscositas

Cp

i
Universitas Sumatera Utara

1,17
Etanol menurut tipenya terbagi dua, yaitu etanol sintesis yang berasal
dari minyak bumi, dan bioetanol yang berasal dari biomassa (tanaman). Etanol
sintesis (C2H5OH) sering disebut metanol atau etil alkohol, terbuat dari etilen, salah
satu derivate minyak bumi atau batu bara. Bahan ini diperoleh dari proses sintesa
kimia yang disebut hidrasi, sedangkan bioetanol direkayasa dari biomassa
(tanaman) melalui proses biologi (fermentasi) bahan baku yang digunakan bisa dari
bahan berpati, gula, selulosa, termasuk biomassa berselulosa yang merupakan
sumber daya alam yang melimpah dan murah serta memiliki potensi untuk produksi
komersial industri etanol atau butanol [10] Bioetanol memiliki cairan bewarna
jenih, berbau khas alkohol, berfasa cair pada temperatur kamar, mudah terbakar,
melalui proses sintesa kimia. Bahan baku bioetanol sebagai berikut [11] :
a.

Bahan berpati, berupa singkong atau ubi kayu, ubi jalar, tepung sagu, biji
jagung dan biji durian.

b.

Bahan bergula, berupa molasses (tetesan tebu), nira tebu, nira kelapa, nira
batang sorgum manis.

c.

Bahan berselulosa, berupa limbah logging, limbah pertanian seperti jerami
padi, ampas tebu, tongkol jagung, onggok, batang pisang, serbuk gergaji.

2.3 RAGI
Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir sejati tergolong eukariot yang

secara morfologi hanya membentuk blastopora berbentuk bulat lonjong, silendris,
oval atau bulat telur yang diri melalui pertunasan. Dalam fermentasi ini digunakan
khamir Saccharomyces cerevisiae untuk menghasilkan glukosa. Pada penelitian ini,
mikroba yang digunakan adalah ragi Saccharomyces cervisiae. Mikroba ini mampu
mengkonversi selulosa dan hemiselulosa berantai karbon 5 menjadi bioetanol.
Glukosa dapat dibuat dari pati-patian, proses pembuatannya dapat dibedakan
berdasarkan zat pembantu yang dipergunakan, yaitu Hydrolisa asam dan Hydrolisa
enzyme [13]. Berdasarkan kedua jenis hydrolisa tersebut, saat ini hydrolisa enzyme
lebih banyak dikembangkan, sedangkan hydrolisa asam (misalnya dengan asam
sulfat) kurang dapat berkembang, sehingga proses pembuatan glukosa dari patipatian sekarang ini dilakukan dengan hydrolisa enzyme.

i
Universitas Sumatera Utara

Dalam proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air
dilakukan dengan penambahan air dan enzyme; kemudian dilakukan proses
peragian atau fermentasi gula menjadi ethanol dengan menambahkan yeast atau
ragi. Reaksi yang terjadi pada proses produksi ethanol/bio-ethanol secara sederhana
ditujukkan pada reaksi.
Sa ccharomyces cervisiae

(C6H12O6)n
Gula

2C2H5OH + 2CO2
Etanol

Secara umum, khamir (ragi) dapat tumbuh dan memfermentasi gula menjadi
etanol secara efisien pada pH 4,0-4,5 dan suhu 280C-350C. adapun aspek-aspek
fermentasi yaitu :

a.

Jalur Metabolisme Khamir
Pada kondisi anaerobik, glukosa diubah menjadi etanol dan CO 2 melalui

glikolisis
C6H12O6

2C2H5OH + 2CO2 + ATP

Dari satu gram glukosa dapat dihasilkan 0,511 gram etanol secara teoritis,
namun pada kenyataannya hanya dihasilkan 0,484 gram etanol. Melalui
kondisi aerobik gula secara penuh dikonversi menjadi CO 2 , sel dan hasil
samping lain tanpa etanol [13].

b. Pengaruh etanol
Etanol merupakan racun bagi khamir. Untuk kebanyakan galur, produksi
etanol dan pertumbuhan etanol terhenti pada konsentrasi etanol 110-180 g/l.

c. Pengaruh O2
Gas O2 merupakan bahan yang penting untuk pertumbuhan sel tapi tidak
untuk produksi etanol. Oleh karena itu gas oksigen hanya diperlukan saat
pembibitan (seeding) dan awal proses fermentasi. Setelah 6 jam maka proses
dilakukan secara anaerob untuk menghasilkan etanol.

i
Universitas Sumatera Utara

d. Pengaruh pH
Laju fermentasi mikroba sangat sensitif terhadap perubahan pH. Nilai pH
yang optimum di dalam proses fermentasi etanol adalah 4,0 sampai 4,5.

e. Pengaruh suhu
Khamir akan tumbuh pada suhu 30 0C sampai 350C. Adapun proses
fermentasi yang optimum terjadi pada suhu tinggi yaitu antara 30 0C sampai
380C. Selama proses fermentasi, sehingga terjadi kenaikan suhu. Kenaikan suhu
selama fermentasi tersebut akan menurunkan ketahanan khamir terhadap
alkohol yang dihasilkan, sehingga mempercepat pembentukan asam asetat yang
bersifat racun. Suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan rendahnya etanol
yang diperoleh, yang berhubungan dengan kinerja khamir. Sebaliknya, suhu
yang terlalu rendah akan menyebabkan proses fermentasi berjalan lambat dan
tidak ekonomis. Oleh karena itu suhu harus dipertahankan pada titik optimum
sehingga aktivitas metabolik sel dan pertumbuhan berjalan secara optimum.
Untuk mempertahankan suhu selama proses, biasanya fermentor dipasang
pendingin internal yang berupa koil pendingin atau pendingin eksternal.

f. Pengaruh penambahan nutrient
Pertumbuhan sel dan produksi etanol serta tingginya yield dapat dicapai
dengan penambahan NH4Cl, MgSO4, CaCl2, dan ekstrak khamir. Ion amonium
menyediakan nitrogen untuk sintesa protein dan asam nukleat. Ekstrak khamir
mempunyai bahan pertumbuhan khamir berupa asam amino, purin, pirimidin,
vitamin serta mineral berupa fosfor, potassium, magnesium dan kalsium,
bekerja sama dalam sel untuk perbanyakan dan pengaktifan enzim [9].

jenis ragi yang umum dikenal, yaitu:
1.Ragi

tapai

yang

berbentuk

padatan

bulat

pipih

berwarna

putih.

2. Ragi roti berbentuk butiran.
3. Ragi tempe berbentuk bubuk.

i
Universitas Sumatera Utara

Ragi roti dan ragi tapai mengandung khamir yang sama yaitu saccharomices
cerevisiae. Bedanya ragi tapai dibuat dengan penambahan bumbu-bumbu dan
mikroorganisme lain, sehingga tidak hanya khamir tetapi ada juga beberapa jenis
bakteri lain. Ragi tape yang digunakan sebagai inokulum.Adapun isolat-isolat yang
diperoleh dari ragi tersebut terdiri atas 4 macam isolat mikroba, yaitu dua isolat
kapang dari genus Rhizopus dan dua isolat khamir yaitu satu dari genus
Saccharomyces dan satu dari genus Schizosaccharomyces.Sesuai dengan
kandungan

mikroba

yang terdapat

pada

ragi tersebut,

maka

peranan

mikroorganisme dalam proses fermentasi dibagi menjadi dua berdasarkan tahap
fermentasi, yaitu:
1. Selama proses fermentasi kapang akan mengubah pati menjadi gula
sederhana. Kapang menghasilkan enzim-enzim α-amilase, β-amilase dan
glukoamilase,
2.

Setelah terbentuk gula maka khamir akan mengubah

gula menjadi alkohol, karbondioaksida dan senyawa lain. Khamir ini akan
menghasilkan enzim invertase, zimase, karboksilase, maltase, melibiose,
heksokinase, L-laktase, dehidrogenase, glukose-6-fosfat dehidrogenase dan
alkohol dehidrogenase.

Pada roti, Ragi ini akan bekerja bila ditambahkan dengan gula dan kondisi suhu
yang hangat. Kandungan karbondioksida yang dihasilkan akan membuat suatu
adonan

menjadi

mengembang

dan

terbentuk

pori

-

pori.

Ragi untuk tempe berbeda dengan dari untuk roti dan untuk tapai. Ragi yang
digunakan disini merupakan jenis kapang atau jamur yang bias membentuk benangbenang halus [22].
Ada 2 jenis ragi yang ada dipasaran yaitu:
1. Ragi kering

Jenis ragi kering ini ada yang berbentuk butiran kecil - kecil dan ada juga
yang berupa bubuk halus. Jenis ragi yang butirannya halus dan berwarna
kecokelatan ini umumnya digunakan dalam pembuatan roti. Lain halnya
dengan ragi kering jauh lebih praktis dalam penggunaannya. Aroma yang
dihasilkannya pun tidak terlalu cocok karena memang khusus untuk pembuatan

i
Universitas Sumatera Utara

roti. Dalam penggunaannya, hampir semua orang lebih suka menggunakannya
karena tinggal dicampur dengan adonan.
2. Ragi Padat
Sedangkan ragi padat yang bentuknya bulat pipih, sering digunakan
dalam pembuatan tapai sehingga banyak orang menyebutnya dengan ragi tapai.
Ragi ini dibuat dari tepung beras, bawang putih dan kayu manis yang diaduk
hingga halus, lalu disimpan dalam tempat yang gelap selama beberapa hari
hingga terjadi proses fermentasi. Ragi padat, selain dimanfaatkan untuk
fermentasi pembuatan tapai terkadang juga untuk mengempukan ikan atau
membuat pindang bandeng [22].

Selama proses fermentasi dan destilasi terdapat sejumlah produk samping.
Proses bioetanol untuk bahan ubi kayu mempunyai hasil samping dan limbah yang
lebih sederhana disbanding yang berbahan baku molasses. Hasil samping yang
dihasilkan diantaranya ialah: Karbon dioksida (CO 2), Stillage .
Adapun pertumbuhan populasi mikroba yaitu, pertumbuhan dapat diamati dari
meningkatnya jumlah sel atau massa sel (berat kering sel) dimana pada umumnya
bakteri dapat memperbanyak diri dengan pembelahan biner yaitu dari satu sel
membelah menjadi 2 sel baru, maka pertumbuhan dapat diukur dari bertambahnya
jumlah sel. Waktu yang diperlukan untuk membelah diri dari satu sel menjadi dua
sel sempurna disebut waktu generasi dan waktu yang diperlukan oleh sejumlah sel
atau massa sel menjadi dua kali jumlah/massa sel semula disebut doubling time atau
waktu penggandaan dimana kecepatan pertumbuhan merupakan perubahan jumlah
atau massa sel per unit waktu, seperti Gambar 2.3:

Gambar 2.3 Kurva Pertumbuhan Mikroba [26]

i
Universitas Sumatera Utara

Ada 4 fase kurva pertumbuhan mikroorganisme, yaitu:
1. Fase lag / Adaptasi
Jika mikroba dipindahkan kedalam suatu medium, mula-mula akan
mengalami fase adaptasi untuk menyesuaikan dengan kondisi lingkungan di
sekitarnya, lamanya fase adaptasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya:
a. Medium dan lingkungan pertumbuhan.
Jika medium dan lingkungan pertumbuhan sama seperti medium dan
lingkungan sebelumnya, mungkin tidak diperlukan waktu adaptasi,
tetapi jika nutrien yang tersedia dan kondisi lingkungan yang baru
berbeda dengan sebelumnya, diperlukan waktu penyusaian untuk
mensintesa enzim-enzim.
b. Jumlah Inokolum.
Jumlah awal sel yang semakin tinggi akan mempercepat fase adaptasi,
fase adaptasi mungkin berjalan lambat karena beberapa sebab yaitu
kultur dipindahkan dari medium yang kaya nutrien ke medium yang
kandungan nutriennya.

2. Fase log / Pertumbuhan eksponensial
Pada fase ini mikroba membelah dengan cepat dan konstant mengikuti
kurva logaritmik dan pada fase ini kecepatan pertumbuhan sangan dipengaruhi
oleh medium tempat tumbuhnya seperti pH dan kandungan nutrient, juga
kondisi lingkungan termasuk suhu dan kelembapan udara. Fase ini kultur
paling sensitif terhadap lingkungan, diakhir fasa log kecepatan pertumbuhan
populasi menurun dikarenakan nutrien didalam medium sudah berkurang.

3. Fase Stationer
Pada fase ini jumlah populasi sel tetap karena jumlah sel yang tumbuh sama
dengan jumlah sel yang mati dan ukuran sel pada fase ini menjadi lebih kecil
karena sel tetap membelah meskipun zat-zat nutrisi sudah habis. Karena
kekurangan zat nutrisi, sel kemungkinan mempunyai komposisi yang berbeda
dengan sel tumbuh pada fase logaritmik, pada fase ini sel-sel lebih tahan

i
Universitas Sumatera Utara

terhadap keadaan ekstrim seperti panas, dingin, radiasi, dan bahan-bahan
kimia.

4. Fase death / Kematian
Pada fase ini sebagian populasi mikroba mulai mengalami kematian karena
beberapa sebab, yaitu nutrien didalam medium sudah habis dan kecepatan
kematian bergantung pada kondisi nutrien, lingkungan, dan jenis mikroba.

2.4

Proses Pembuatan Bioetanol
Secara umum, keseluruhan proses pembuatan bioetanol meliputi tiga

tahapan, yaitu persiapan bahan baku, fermentasi dan pemurnian. Setiap tahapan
mempengaruhi keberhasilan tahapan berikutnya. Dan untuk setiap bahan baku
berbeda biasanya akan berbeda pada tahap persiapan bahan baku dan kondisi
prosesnya. Penelitian ini menggunakan rancangan variasi jumlah ragi dan lama
fermentasi [19].

2.4.1

Tahap Persiapan Bahan Baku
Bahan baku bioetanol bisa diperoleh dari berbagai tanaman yang

menghasilkan gula dan tepung. Pada tahap persiapan, bahan baku berupa padatan
harus dikonversi terlebih dahulu menjadi larutan gula sebelum akhirnya
difermentasi untuk menghasilkan etanol, sedangkan bahan yang sudah berbentuk
larutan gula dapat langsung difermentasi. Bahan padatan dikenai perlakuan
pengecilan ukuran dan tahap pemasakan [11] namun untuk berbahan baku berpati
(amilum) dan berselulosa diperlukan tahan pendahuluan. Biji cempedak termasuk

berbahan pati sehingga memerlukan perlakuan awal atau pretreatment hingga
memperoleh gula sederhana. Adapun tiga proses perlakuan awal atau pretreatment
yaitu secarabiologis, kimia, dan fisika/mekanis. Diagram alir proses pembuatan
bioetanol secara sederhana akan dijelaskan pada gambar 2.4:

Uap

i
Universitas Sumatera Utara

Enzim Amilase

Enzim Beta
Glukosidase

Gambar 2.4 Diagram alir pembuatan bioetanol seara sederhana dari bahan baku
gula, pati, lignoselulosa [11]

Pada penelitian ini, pengolahan awal yang dilakukan adalah pencucian,
pengecilan ukuran dan hidrolisis. Hidrolisis yang dipilih adalah hidrolisis dengan
metode LHW (Liquid Hot Water ). Pemasakan bahan-bahan lignoselulosa dalam
LHW adalah salah satu metode hydrothermal pretreatment yang diaplikasikan untu
perlakuan awal lignoselulosa sejak beberapa dekade yang biasa digunakan untuk
industri pulp. Air di bawah tekanan tinggi bisa melakukan penetrasi ke dalam
biomassa, menghidrasi selulosa, dan membuang hemiselulosa dan sebagian dari
lignin.
Keuntungan paling utamanya adalah tidak ada penambahan zat kimia dan
tidak memerlukan bahan-bahan yang tahan korosi untuk reactor hidrolisisnya.
Tidak dibutuhkan pengecilan ukuran bahan baku yang merupakan proses yang
membutuhkan energi yang besar untuk bahan baku yang berukuran besar pada skala
komersial. Proses ini juga membutuhkan sangat sedikit zat kimia untuk proses
netralisasi. Bahkan hampir tidak ada. Karbohidrat hemiselulosa terlarut sebagai
larutan oligosakarida dan bisa dipisahkan dari fraksi selulosa yang tak larut juga
lignin [11].
Tahap pemasakan bahan meliputi liquifikasi dan sakarifikasi. Pada tahap ini,
tepung dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan menjadi gula kompleks.
Pada tahap liquifikasi dilakukan penambahan air dan enzim alfa-amilase. Proses
dilakukan pada suhu 80 - 90oC berakhir nya proses liquifikasi ditandai dengan
parameter cairan seperti sup. Tahap sakarifikasi dilakukan pada suhu 50 - 60oC.

i
Universitas Sumatera Utara

Enzim yang ditambahkan pada tahap ini adalah enzim glukoamilase. Pada tahap
sakarifikasi akan terjadi pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana.
Perlakuan sebelum proses fermentasi alkohol yaitu mengupayakan
konsentrasi gulanya menjadi 15 % atau 20 %. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi,
maka ditambahkan amonium sulfat, sedangkan untuk menurunkan pH-nya
digunakan asam sulfat. Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir yang umum
digunakan dalam industri fermentasi etanol. Biasanya khamir yang digunakan
sebanyak 5 % dari volume.

2.4.2 Tahap Fermentasi
Kata “Fermentasi” berasal dari bahasa latin yaitu
“Ferfere” yang artinya mendidih dan digunakan untuk menggambarkan
penampakan menarik dari sari anggur yang terfermentasi. Istilah “mendidih” ini
muncul karena selama reaksi cairan ini akan bergerak atau digerakkan oleh
gelombang-gelombang dari karbondioksida yang menghasilkan buih atau mendidih
[9].
Dengan kata lain,fermentasi adalah perubahan struktur kimia dari bahanbahan organik dengan memanfaatkan agen-agen biologis terutama enzim sebagai
biokatalis. Produk fermentasi dapat digolongkan menjadi 4 jenis, yaitu:
1) produk biomassa
2) produk enzim
3) produk metabolit
4) produk transformasi
Fermentasi adalah proses metabolisme yang menyangkut perubahan kimia
bahan oganik yang disebabkan aktivitas enzim mikrootganisme [14]. Dalam
bioproses, fermentasi memegang peran penting karena merupakan kunci (proses
utama) bagi produksi bahan-bahan yang berbasis biologis. Bahan-bahan dihasilkam
melalui fermentasi merupakan hasil-hasil metabolit sel mikroba, misalnya
antibiotik, asam-asam organik, aldehid, alkohol, fussel oil, dan sebagainya [13].
Proses fermentasi dapat berlangsung secara aerob (memerlukan oksigen) dan dapat
secara anaerob (tidak memerlukan oksigen) [14]. Proses fermentasi membutuhkan
waktu sekitar 28 - 72 jam, tetapi biasanya 44 jam untuk menghasilkan etanol dengan

i
Universitas Sumatera Utara

konsentrasi 8 – 10% dengan suhu optimum berkisar 32 – 33oC .Tahap fermentasi
merupakan tahap kedua dalam proses produksi bioetanol. Pada tahap ini terjadi
proses pemecahan gula-gula sederhana menjadi etanol dengan melibatkan enzim
dan ragi. Fermentasi dilakukan pada kisaran suhu 27 - 32oC. pada tahap ini akan
dihasilkan gas CO 2 sebagai produk sampingan dan sludge sebagai limbahnya. Gas
CO2 yang dihasilkan memiliki perbandingan stoikiometri yang sama dengan etanol
yang dihasilkan yaitu 1 : 1. Setelah melalui proses pemurnian, gas CO 2 dapat
digunakan sebagai bahan baku gas dalam pembuatan minuman berkarbonat.
Fermentasi gula menjadi etanol merupakan salah satu reaksi organik paling
awal yang pernah dilakukan. Proses pembuatan bioetanol dapatt dibuat dengan cara
sintesis etilen atau bisa juga dengan fermentasi. Produksi etanol dengan cara
sintesis senyawa etilen (C2 H4) dibantu dengan suatu katalis asam sulfat dan
pemanasan pada temperature 70 0C pada tekanan 10 atm. Etanol juga dapat di
sintesis dari aldehid melalui proses reduksi. Produksi etanol dengan menggunakan
bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat,dilakukan melalui
proses konversi karbohidrat menjadi glukosa yang terlarut dalam air.
Glukosa yang diperoleh dari tanaman yang mengandung pati. Adapun proses
pembuatannya dapat dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan zat pembantu yang
digunakan antara lain hidrolisa asam dan hidrolisa enzim. Dari kedua jenis hidrolisa
tersebut, saat ini yang digunakan adalah hidrolisa asam yaitu dengan asam klorida
(HCL).
Didalam konversi karbohidrat menjadi glukosa yang terlarut dilakukan
penambahan asam dan enzim setelah itu dilakukan proses fermentasi glukosa
menjadi etanol dengan menambahkan yeast atau ragi. Reaksi yang terjadi pada
proses produksi etanol secara sederhana dapat ditunjukkan sebagai berikut:
Asam

(C6H5O6)n + nH 2O
nC6H12O6
(Pati)

(Glukosa)

Tahap berikutnya adalah pemurnian etanol. Tahap ini dilakukan melalui
metode destilasi. Destilasi dilakukan pada suhu diatas titik didih etanol murni, yaitu
pada kisaran 78 – 100oC. Produk yang dihasilkan pada tahap ini memiliki
kemurnian hingga 96 %. Akan tetapi, sebelum memasuki tahap pemurnian

i
Universitas Sumatera Utara

dilakukan pemisahan etanol dengan sludge yang diperoleh dari hasil fermentasi
etanol yang dihasilkan. Salah satu pemanfaatan limbah sludge yang telah berhasil
dilakukan yaitu pengolahan sludge menjadi pupuk kalium majemuk dengan kadar
kalium 40 %.
Jika etanol yang dihasilkan akan digunakan sebagai bahan bakar maka
etanol hasil destilasi ini harus dikeringkan terlebih dahulu. Pengeringan ini dapat
dilakukan dengan metode purifikasi molecular sieve bertujuan untuk meningkatkan
kemurnian etanol hingga memenuhi spesifikasi bahan bakar. Molecular sieve
adalah suatu bahan yang memiliki pori-pori kecil dan digunakan sebagai absorben
cairan dan gas. Bahan ini mampu menyerap air hingga 20 % dari berat bahan itu
sendiri. Zeolit, lempung, karbon aktif dan porous glasses adalah beberapa bahan
yang termasuk molecular sieve . Selain itu, pengeringan etanol dapat menggunakan
metode lain yaitu metode azeotrofik destilasi. Etanol hasil pengeringan ini memiliki
kemurnian hingga 99, 5 % .

2.4.2.1 Pengendalian Kondisi Fermentasi

Adapun

faktor-faktor

yang

mempengaruhi

berlansungnya

proses

fermentasi diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Pemilihan mikroorganisme dan konsentrasi ragi
Khamir

yang

sangat

potensial

untuk

fermentasi

etanol

adalah

Saccharomyces cereviseae, karena daya konversinya menjadi etanol sangat tinggi,

metabolismenya sudah diketahui, metabolit utama berupa etanol, karbondioksida,
dan air, sedikit menghasilkan metabolit lainnya. Beberapa organisme seperti
Saccharomyces dapat hidup, baik dalam kondisi lingkungan cukup oksigen maupun

kurang oksigen. Organisme yang demikian disebut aerob fakultatif. Dalam keadaan
cukup oksigen, Saccharomyces akan melakukan respirasi biasa. Akan tetapi, jika
dalam keadaan lingkungan kurang oksigen Saccharomyces akan melakukan
fermentasi [14].
Mikroba S. cerevisiae yang terdapat di dalam ragi mampu menghasilkan
kadar alkohol yang tinggi karena merupakan galur yang terpilih dan biasa
digunakan untuk fermentasi alkohol serta mempunyai toleransi yang tinggi

i
Universitas Sumatera Utara

terhadap alkohol. Mikroba S. cerevisiae juga mampu memfermentasikan glukosa,
sukrosa, manitol dan maltosa.
S. cerevisiae mempunyai daya konversi gula yang sangat tinggi karena

menghasilkan enzim zimase dan inter vase. Dengan adanya enzim-enzim ini
Saccharomyces cerevisiae memiliki kemampuan untuk mengkonversi baik gula

dari kelompok monosakarida maupun dari kelompok disakarida. Jika gula yang
tersedia dalam substrat merupakan gula disakarida maka enzim invertase akan
bekerja menghidrolisis disakarida menjadi monosakarida. Setelah itu, enzim
zymase akan mengubah monosakarida tersebut menjadi alkohol dan CO 2 . Gula
akan diubah menjadi bentuk yang paling sederhana oleh enzim invertase baru
kemudian gula sederhana tersebut akan dikonversi menjadi etanol dengan adanya
enzim zymase.
Ragi merupakan campuran dari genus- genus, memiliki spesies seperti
Aspergilus, S. cerevisiae, Candida dan Hansenula, serta Acetobacter . Jadi, tidak

hanya S. cerevisiae di dalamnya. Genus tersebut hidup bersama-sama secara
sinergetik

dan

bekerja

berkesinambungan.

Dimana,

Aspergilus

dapat

menyederhanakan gula; S. cerevisiae, Candida dan Hansenula dapat menguraikan
gula menjadi alkohol; sedangkan Acetobacter menguraikan alkohol menjadi asam
asetat [13].
Sementara itu, perolehan bioetanol juga dipengaruhi oleh jumlah ragi yang
ditambahkan, yaitu dosis ragi berbanding lurus dengan kadar alkohol yang
diperoleh. Semakin banyak dosis ragi yang diberikan maka kadar alkohol juga
semakin tinggi. Karena tinggi rendahnya perolehan alkohol dipengaruhi oleh
aktivitas khamir dengan substratnya [9].

2.

Lama fermentasi
Kadar etanol yang terbentuk akan semakin tinggi sampai pada lama tertentu

(lama maksimal) dan setelah lama maksimal dilewati kadar etanol yang dihasilkan
akan menurun [13]. Semakin lama fermentasi berlangsung maka jumlah mikroba
yang dibutuhkan dalam proses tersebut juga akan semakin bertambah, sehingga
dengan semakin meningkatnya jumlah mikroba maka semakin banyak pula
karbohidrat yang terurai menjadi alkohol, sehingga alkohol yang dihasilkan juga

i
Universitas Sumatera Utara

semakin banyak. Proses ini akan terhenti jika kadar alkohol sudah meningkat
sampai tidak dapat ditolerir lagi oleh mikroba [9].

2.4.3

Tahap Pemurnian
Pemurnian dapat dilakukan dengan distilasi. Distilasi dilakukan untuk

memisahkan etanol dari beer (sebagian besar adalah air dan etanol). Titik didih
etanol murni 78 oC sedangkan air adalah 100 oC (kondisi standar). Dengan
memanaskan larutan pada suhu rentang 78-100 oC akan mengakibatkan sebagian
besar etanol menguap dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol
dengan konsentrasi 95 % volume [13]. Adapun proses lanjutan dalam pemurnian
fermentasi tersebut yaitu proses Destilasi merupakan proses pemisahan dan
pemurnian produk dari hasil fermentasi etanol, Proses destilasi dilakukan dengan
cara mendidihkan campuran etanol dan air. Etanol mempunyai titik didih yang lebih
rendah (780C) dibandingkan air (100 0C) sehingga etanol akan menguap terlebih
dahulu dibandingkan air, dan selanjutnya uap etanol dikondensasi.
Hasil fermentasi selanjutnya didestilasi untuk memisahkan etanol dengan
larutan lainnya. Maiorella (1984) menyatakan bahwa pemurnian etanol merupakan
bagian yang memerlukan banyak energy. Sekitar 50% energi total fermentasi
digunakan untuk proses destilasi. Cairan hasil fermentasi mengandung sekitar 6,512% v/v etanol. Untuk mendapatkan etanol 95% v/v perlu dilakukan pemekatan
pada kolom konsentrasi dalam unit destilasi. Destilasi merupakan proses pemisahan
campuran antara dua atau lebih cairan berdasarkan perbedaan fase-fase antara dua
cairan, yaitu volatilitas relative dan perbedaan titik didih.
Destilasi dilaksanakan dalam praktek menurut salah satu dari dua metode
utama. Metode pertama didasarkan atas pembuatan uap dengan mendidihkan
campuran zat cair yang akan dipisahkan dengan pengembunan (kondensasi) uap
tanpa ada zat cair yang kembali kedalam bejana didih. Jadi tidak ada refluks. Zat
yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dahulu. Proses destilasi
yang digunakan dalam memisahkan etanol dengan air adalah destilasi sederhana.
Pada hasil fermentasi yang mengandung etanol 10% proses destilasi sederhana pada
suhu 79-820C akan menghasilkan kadar etanol 60-70% jadi untuk menaikkan kadar
etanol sampai 95% ke atas diperlukan destilasi berulang-ulang. Cairan yang

i
Universitas Sumatera Utara

mengandumg etanol apabila dipanaskan akan menghasilkan uap yang mengandung
etanol lebih tinggi.
Destilasi merupakan suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan
perbedaan kemudahaan menguap (volatilitas) bahan. Dalam penyulingan,
campuran zat dididihkan sehingga menguap dan uap ini kemudian didinginkan
sehingga kembali kedalam bentuk cair. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah
akan menguap lebih dulu. Metode ini termasuk unit operasi kimia jenis perpindahan
massa. Penerapan proses ini berdasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan,
masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya. Bahan yang akan
didestilasikan pada drum pemasakan tidak boleh penuh, melainkan harus
menyediakan sedikitnya 10% ruang kosong dari kapasitas penuh drum pemasakan.

Macam-macam metode destilasi antara lain:
1) Destilasi Sederhana, prinsipnya memisahkan dua atau lebih komponen cairan
berdasarkan perbedaan titik didih yang jauh berbeda.
2) Destilasi Fraksionasi (Bertingkat), sama prinsipnya dengan destilasi sederhana,
hanya destilasi bertingkat ini memiliki rangkaian alat kondensor yang lebih baik,
sehingga mampu memisahkan dua komponen yang memiliki perbedaan titik
didih yang berdekatan.
3) Destilasi Azeotrop dilakukan untuk memisahkan campuran azeotrop (campuran
dua atau lebih komponen yang sulit dipisahkan), biasanya dalam prosesnya
digunakan senyawa lain yang dapat memecah ikatan azeotrop tersebut, atau
dengan menggunakan tekanan tinggi.
4) Destilasi Kering dilakukan dengan memanaskan material padat untuk
mendapatkan fasa uap dan cairnya. Biasanya digunakan untuk mengambil cairan
bahan bakar dari kayu atau batu bata.
5) Destilasi Vakum dilakukan untuk memisahkan dua komponen yang titik
didihnya sangat tinggi, metode yang digunakan adalah dengan menurunkan
tekanan permukaan lebih rendah dari 1 atm, sehingga titik didihnya juga menjadi
rendah.3

i
Universitas Sumatera Utara

2.4.4 Parameter pengujian
Untuk mengetahui pengaruh kondisi S.cerevisiae yang telah diadaptasi
terhadap proses fermentasi yang menghasilkan bioetanol maka dilakukan uji-uji
untuk mengetahui hasil bioetanolnya :
1. Jumlah Bioetanol (ml)
Jumlah alkohol yang dihasilkan dapat diketahui dengan mengukur
banyaknya bioetanol yang dihasilkan melalui proses penyulingan
menggunakan alat destilasi menggunakan erlenmeyer dan gelas ukur.
2. Indeks bias
Indeks bias adalah nilai yang menunjukkan kemampuan pembiasan
suatu media bila dibandingkan dengan udara. Pembiasan itu sendiri terjadi
akibat perubahan kecepatan cahaya ketika melewati 2 media yang berbeda.
Semakin tinggi nilai indeks biasnya, akan membuat lensa kaca mata
menjadi lebih tipis. Indeks bias mutlak suatu bahan adalah perbandingan
kecepatan cahaya diruang hampa dengan kecepatan cahaya dibahan
tersebut.
3. Berat Jenis
Berat jenis adalah konstanta tetapan bahan tergantung pada suhu untuk
tubuh padat, cair, dan bentuk gas yang homogen. Berat jenis didefinisikan
sebagai massa suatu bahan per satuan volume bahan tersebut. Bentuk
persamaannya adalah sebagai satuan dari berat jenis adalah (kg/dm3 , g/cm3 ,
atau g/ml. g/liter).

Dikenal beberapa alat yang dapat digunakan untuk menentukan berat
jenis, yaitu areometer, piknometer. Untuk pekerjaan secara rutin dalam
suatu laboratorium terdapat peralatan elektronik untuk menentukan berat
jenis.Berat jenis relatif (spesifik) adalah perbandingan antara berat jenis zat
pada suhu tertentu terhadap berat jenis air pada suhu tertentu pula. Berat
jenis relatif tidak mempunyai satuan. Berat jenis relatif akan sama dengan
berat jenis absolut bila sebagai pembanding adalah air pada suhu 40 0C.
Penentuan berat jenis dengan piknometer, berat jenis suatu zat dapat

i
Universitas Sumatera Utara

dihitung yaitu mengukur secara langsung berat zat dalam piknometer
(dengan menimbang) dan volume zat (ditentukan dengan piknometer).
Prinsip metode ini didasarkan atas penentuan massa cairan dan
penentuan rungan yang ditempati cairan ini. Ruang piknometer dilakukan
dengan menimbang air. Ketelitian metode piknometer akan bertambah
sampai suatu optimum tertentu dengan bertambah volume piknometer.
Optimun ini terletak sekitar isi ruang 30 ml. Ada dua tipe piknometer, yaitu
tipe botol dengan tipe pipet. Faktor-faktor yang mempengaruhi berat jenis
suatu zat adalah :
1) Temperatur
Dimana pada suhu yang tinggi senyawa yang diukur berat jenisnya
dapat menguap sehingga dapat mempengaruhi berat jenisnya,
demikian pula halnya pada suhu yang sangat rendah dapat
menyebabkan senyawa membeku sehingga sulit untuk menghitung
berat jenisnya. Oleh karena itu, digunakan suhu dimana biasanya
senyawa stabil, yaitu pada suhu 25 0C (suhu kamar).

2) Massa zat,
Jika zat mempunyai massa yang besar maka kemungkinan berat
jenisnya juga menjadi lebih besar.

3) Volume zat,
Jika volume zat besar maka berat jenisnya akan berpengaruh
tergantung pula dari massa zat itu sendiri, dimana ukuran partikel
dari zat, berat molekulnya serta kekentalan dari suatu zat dapat
mempengaruhi berat jenisnya.

4. Spesific Grafity dan API Grafity
Spesific Grafity dan API Grafity adalah suatu pernyataan yang

menyatakan densitas atau berat persatuan volume dari suatu bahan.
Hubungan antara Spesific Grafity (sg) dan API Grafity (G), adalah sebagai
berikut: [15]

i
Universitas Sumatera Utara

G

141,5
 131,5
sg
141,5
sg 
G  131,5

(2.1)

Besarnya harga API grafity berkisar dari 0 – 100, sedangkan spesific
grafity merupakan harga relatif dari densitas suatu bahan terhadap air.

Hubungan antara densitas, spesific grafity.

5. Uji Kualitatif
Uji etanol dapat dilakukan dengan cara kualitatif dan kuantitatif. Uji
kualitatif dilakukan dengan analisa K2 Cr2O7 dan H2 SO4, analisa
KMnO 4, analisa bakar.

i
Universitas Sumatera Utara