Pengaruh Konsentrasi Ragi dan Waktu Fermentasi Pada Pembuatan Bioetanol dari Biji Nangka (Arthocarpus Heterophyllus,Lmk)

(1)

LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. DATA HASIL PENELITIAN L 1.1 Data Percobaan Volume Bioetanol

Tabel L.1 Data Percobaan Volume Bioetanol (ml) Waktu

(hari)

Konsentrasi Ragi (% berat)

3% 6% 9%

2 3 4 3,8 6,2 5,6 6,2 8,6 7 3,75 10,9 4,3

L 1.2 Data Percobaan Densitas Bioetanol

Tabel L.2 Data Percobaan Densitas Bioetanol Waktu

(hari)

Konsentrasi Ragi (% berat)

3% 6% 9%

2 3 4 0,97285 0,96840 0,96680 0,96913 0,96580 0,97022 0,96840 0,95919 0,97519

L.1.3 Data Percobaan Kadar Bioetanol Dengan Densitas Larutan Bioetanol

Tabel L.3 Data Percobaan Kadar Bioetanol Waktu

(hari)

Konsentrasi Ragi (% berat)

3% 6% 9%

2 3 4 0,97285 0,96840 0,96680 0,96913 0,96580 0,97022 0,96840 0,95919 0,97519


(2)

L.1.4 Data Percobaan Indeks Bias Bioetanol

Tabel L.4 Data Percobaan Indeks Bias Bioetanol Waktu

(hari)

Konsentrasi Ragi (% berat)

3% 6% 9%

2 3 4 1,34758 1,34792 1,34821 1,34769 1,34835 1,34753 1,34785 1,34942 1,34704

L.1.5 Data Percobaan Kadar Bioetanol Dengan Indeks Bias Larutan Bioetanol

Tabel L.5 Data Percobaan Kadar Indeks Bias Bioetanol Waktu

(hari)

Konsentrasi Ragi (% berat)

3% 6% 9%

2 3 4 15,678 17,386 18,844 16,231 19,547 15,427 17,035 23,768 12,964

L 1.6 Data Percobaan Spesifik Grafity

Tabel L.6 Data Percobaan Spesifik Grafity

Waktu (hari)

Konsentrasi Ragi (% berat)

3% 6% 9%

2 3 4 0,972 0,968 0,966 0,969 0,965 0,970 0,968 0,959 0,975


(3)

L 1.7 Data Perhitungan API Gravity

Tabel L.7 Data Perhitungan API Gravity Waktu

(hari)

Konsentrasi Ragi (% berat)

3% 6% 9%

2 3 4 14,076 14,677 14,980 14,526 15,132 14,376 14,677 16,049 13,628

L 1.8 Data Perhitungan Nilai Kalor

Tabel L.8 Data Perhitungan Nilai Kalor Waktu

(hari)

Konsentrasi Ragi (% berat)

3% 6% 9%

2 3 4 132,676 152,239 162,102 147,342 167,050 142,441 152,239 196,899 118,094

L 1.9 Data Volume Bioetanol Murni

Tabel L1.9 Data Volume Bioetanol Murni (ml) Waktu

(hari)

Konsentrasi Ragi (% berat)

3% 6% 9%

2 3 4 0,595 1,077 1,055 1,006 1,681 1,079 0,638 2,590 0,557


(4)

LAMPIRAN 2. CONTOH PERHITUNGAN L.2.1 Contoh Perhitungan Densitas Bioetanol

Berat piknometer kosong (w1) = 14,6048 gr

Berat piknometer kosong + sampel (w2) = 16,7548gr

Berat sampel (Bioetanol) (m) = 2,15 gr

Volume sampel = 2,21 ml

ρ = m v = 2,15 ��

2,21 ��

= 0,97285 gr/ml

L.2.2 Contoh Perhitungan Kadar Bioetanol Berdasarkan Densitas

Perhitungan untuk 2 hari dan massa ragi 3%

Densitas Bioetanol = 0,97285 gr/ml

Untuk densitas 0,97285 dari tabel diperoleh % kadar etanolnya adalah : antara 15% dan 16%

Interpolasi :

% kadar etanol = 15 + �0,97285−0,96990

0,97133−0,96990�( 16 – 15 ) = 15 + �0,00295

0,00143� (1) = 23,9375%

L.2.3 Contoh PerhitunganIndeks bias Bioetanol

Perhitungan untuk 3 hari dan massa ragi 9%

Indeks Bias = 1,34919

Untuk indeks bias 1,34919 dari tabel diperoleh % mol etanolnya adalah : antara 10% dan 20%

Interpolasi : X − X1

X2 −X 1

= Y − Y1 Y2 −Y 1

X−10 20−10 =

1,34919 − 1,34645 1,34844 − 1,34645 X−10

10 = 0,00274 0,00199


(5)

0,00199X – 0,0199 = 0,0274 0,00199X = 0,0274 + 0,0199 0,00199X = 0,0473

X = 0,0473 0,00199

= 23,768 %

L.2.4 Contoh PerhitunganSpesific Grafity dan API Grafity Bioetanol

Densitas bioetanol = 0,959 gr/ml

Densitas air = 1 gr/ml

Spesific Grafity (sg) = Densitas Bioetanol Densitas Air

= 0,959 gr /ml

1 gr /ml

= 0,959

API Grafity = 141,5

sg −131,5 =141,5

0,959−131,5

= 16,049

L.2.5 Contoh PerhitunganNilai Kalor Bioetanol

API Grafity (G) = 16,049 Nilai Kalor = 2,2046226

3,9673727 × {18,650 + 40 × (� −10)kkal/kg} = 2,2046226

3,9673727 × {18,650 + 40 × (16,049−10)����/��} = 196,889 kkal/kg

L.2.6 Contoh Perhitungan Volume Bioetanol Murni

Volume Bioetanol (Distilat) = 10,9 ml

% kemurniaan = 23,768 % = 0,23768

Volume Bioetanol Murni=Volume bioetanol yang didapat × % kemurniaan = 10,9 ml × 0,23765 = 2,590 ml


(6)

LAMPIRAN 3.GAMBAR PERCOBAAN L.3.1 Biji Nangka

Gambar L.1 Pembersihan Biji Nangka

L.3.2 Biji Nangka Yang Telah Dikeringkan

Gambar L.2 Biji Nangka Yang Telah Dicacah Dan Dijemur Di Sinar Matahari Selama ± 2 hari


(7)

L.3.3 Proses Pengayakan Biji Nangka

Gambar L.3 Pengayakan Serbuk Biji Nangka dengan Menggunakan Ayakan 50 Mesh

L.3.4 Tepung Biji Nangka


(8)

L.3.5 Proses Pencampuran Tepung Biji Nangka

Gambar L.5 Proses Pencampuran Tepung Biji Nangka Dengan Aquadest

L.3.6 Proses Hidrolisis Tepung Biji Nangka


(9)

L.3.7 Proses Fermentasi Biji Nangka Menjadi Bioetanol

Gambar L.7 Proses Fermentasi Selama 2,3,dan 4 hari

L.3.8 Proses Destilasi


(10)

L.3.9 Hasil Bioetanol


(11)

(12)

DAFTAR PUSTAKA

[1]Jayanti Tiara Risha, ”Pengaruh Ph, Suhu Hidrolisis Enzim a-Amilase dan

Konsentrasi Ragi Roti untuk Produksi Etanol Menggunakan Pati Bekatul”, (Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam: Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2011).

[2]Hambali, E. S, Mujdalipah, A. H. Tambunan, A. W. Prattiwiri dan R. Hendroko, ”Teknologi Bioenergi“, (Jakarta: Penerbit Agro Media, Jakarta. 2008).

[3] S. Chongkhong, B. Lolharat dan P. Chetpattananondh, “Optimization of Ethanol Production from Fresh Jackfruit Seeds Using Response Surface Methodology”, (Departement of Chemical Engineering Prince of Songkla University Thailand, 2012)

[4]Prihandana, R. K, Noerwijati, P. G. Adinurani, D. Setyaningsih, S. Setiadi dan R. Hendroko, “Bioetanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa Depan”, (Jakarta: Penerbit Agro Media Pustaka, 2008).

[5] Yunarni, “Studi Pembuatan Bakso Ikan dengan Tepung Biji Nangka (Artocarpus Heterophyllus Lam)”, (Tugas Akhir, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin Makassar, 2012).

[6]Fifi Nurfiana, dkk, “Pembuatan Bioetanol dari Biji Durian”, (Yogyakarta: Penerbit STTN-BATAN, 2009).

[7]Yanti Evi, Kharista Yanna Ria, Yotiani, “Pembuatan Bioetanol dari Biji Nangka”, (Universitas Negeri Semarang, 2013).

[8]Juwita Agung Anak dan Susilowati Chirilla, “Bioetanol dari Ampas dan Kulit Singkong”, (Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, 2010).


(13)

[9]Rikana Heppy dan Adam Risky, “Pembuatan Bioetanol dari Singkong secara Fermentasi Menggunakan Ragi Tape”, (Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, 2008).

[10]Minarni Neni, Ismuyanto Bambang, Sutrisno, “Pembuatan Bioetanol dengan Bantuan Saccharomyces Cerevisiae dari Glukosa Hasil Hidrolisis Biji Durian”, (Jurusan Teknik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, 2013).

[11]Jhonprimen H.S, Andreas Turnip, M, dan Hatta Dahlan, “Pengaruh Massa Ragi, Jenis Ragi dan Waktu Fermentasi pada Bioetanol dari Biji Durian”,

(Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya, 2012). [12] Rudy Sutanto; Harisman Jaya; Arif Mulyanto, “Analisa Pengaruh Lama

Fermentasi dan Temperatur Distilasi terhadap Sifat Fisik (Spesific Gravity

dan Nilai Kalor) Bioetanol Berbahan Baku Nanas (Ananas Comosus)”,(Dinamika Teknik Mesin. Vol 3,2013).

[13] Ochaikul Duangjai, Noiprasert Nisakorn, Laoprasert Wipawadee dan Pookpun Sasima, “ Ethanol Production on Jackfruit Seeds by Selected Fungi and Yeast from Loog-pang”, (Department of Biology, Faculty of Sciene, King Mongkut’s Institute of Technology Ladkrabang, Thailand, 2012

[14]Budiyanto, H. M, “Mikrobiologi Terapan”, (Malang: Penerbit UMM Press, 2002).

[15]Richana Nur, “Bioetanol : Bahan Baku, Teknologi, Produksi dan Pengendalian Mutu”, (Bandung: Penerbit Nuansa, 2011).

[16]Nuriana Wahidin, “Pemanfaatan Biji Durian sebagai Upaya Penyediaan Bahan Baku Energi Alternatif Terbarukan Ramah Lingkungan”, (Fakultas Teknik, Universitas Merdeka Madiun, 2010).

[17]Astuty, E. D, “Fermentasi Etanol Kulit Buah Pisang”, (Yogyakarta: Penerbit UGM, 1991).


(14)

[18]Riegel, R., “Riegel’s Handbook of Industrial Chemistry”, (New York: Van Nostrad Reinhold, 1992).

[19]Primadony Ratih, “Pengaruh Massa Ragi dan Waktu Fermentasi terhadap Bioetanol dari Biji Durian”, (Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan, 2014).

[20]Arna Diah, “Pemanfaatan Biji Nangka pada Pembuatan Bakso”, (Universitas Negeri Surabaya, 2011).

[21] Putri Wandira Ayu, “Pengaruh Variasi Penambahan RagiSaccharomyces Cerevisiae pada Pembuatan Bioetanol dari Limbah Biji Durianyang telah Ditepungkan Terhadap Perolehan Konsentrasi Bioetanol”,(Tugas Karya Akhir Fakultas Teknik Kimia Industri, Pendidikan Teknologi Kimia Industri Medan, 2013).

[22] Anonim Mei 2014

[23]Riadi Lieke, “Teknologi Fermentasi”, (Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu, 2007).

[24] Dyah Tri Retno dan Wasir Nuri (2011),”Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang”, Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”: Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia, ISSN 1693 – 4393, Yogyakarta, 22 Februari 2011

[25] Bestari Arifani, Sutrisno Endro, dan Sumiyati Sri, “Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Bioetanol Dari Limbah Kulit Pisang Kepok Dan Raja”, Teknik Lingkungan Universitas Diponegoro, Semarang.

[26] Yatiman,” Analisis Perubahan Kelengkungan Paraboloid pada Fluida yang Diputar”, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Universitas Gunadarma.


(15)

[28] Santoso Didik dan Sutjahjo Heru Dwi,” Proses Pembuatan Bahan Bakar Bioetanol Dari Pemanfaatan Limbah Pabrik Wafer Mix Snack Wringin Anom Gresik”, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya, 2013.


(16)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Fisika, Politeknik Teknologi Kimia Industri Medan dan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan.

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Biji Nangka

2) Ragi Saccharomyces cereviceae

3) H2SO45% dari jumlah volume aquadest

4) NaOH 5% dari jumlah volume aquadest 5) Aquadest

3.2.2 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : 1. Alumunium Foil

2. Corong Gelas

3. Beaker Glass 500 ml, 100 ml 4. Erlenmeyer 250 ml

5. Gelas Ukur 100 ml, 1000 ml 6. Piknometer 10 ml

7. Ayakan mesh 50 8. pH Meter

9. Neraca Analitik digital 10. Blender

11. Pengukus 12. Saringan 13. Kaca Arloji


(17)

14. Batang Pengaduk 15. Spatula

16. Thermometer

17. Pipet Tetes

18. Peralatan Destilasi (1 set lengkap) 19. Peralatan Indeks Bias (1 set lengkap) 20. Satu unit alat GC

3.3 PROSEDUR PENELITIAN 3.3.1 Pembuatan Tepung Biji Nangka

1. Sebanyak 10 kg biji nangka dicuci bersih.

2. Biji nangka dimemarkan dan dijemur dibawah sinar matahari selama 2 hari

3. Pisahkan kulit ari dari biji nangka dengan cara dikupas.

4. Hasil pengeringan kemudian dihaluskan dengan mesin penggiling dan diayak dengan ayakan 50 mesh hinga diperoleh tepung biji nangka.

3.3.2 Tahap Persiapan Bahan Fermentasi

1. Ditimbang sebanyak 100 gr tepung biji nangka. 2. Dimasukkan ke dalam beker gelas ukuran 500 ml. 3. Ditambahkan aquadest sebanyak 250 ml.

4. Ditambahkan H2SO45% dari jumlah volume aquadest sampai pH 2,3.

5.Campuran dipanaskan di dalam panci pengukus sambil diaduk-aduk selama 30 menit pada suhu 93-95oC.

3.3.3 Tahap Fermentasi

1. Campuran didinginkan pada suhu kamar.

2. Ditambahkan aquadest sebanyak 110 ml dan disaring hingga tidak ada ampas dalam larutan hasil hidrolisis.

3. Cek pH dengan pHmeter sampai pada 4,5 (jika larutan terlalu asam atau pH menurun maka ditambahkan larutan Natrium hidroksida).


(18)

4. Ditambahkan ragi Saccaromycess cereviceae masing-masing sebanyak 3% dari berat bahan.

5. Campuran diaduk rata, kemudian ditutup dalam wadah fermentasi. 6. Campuran disimpan dan dibiarkan pada temperatur kamar dengan

waktu 2, 3 dan 4 hari.

7. Prosedur diulangi untuk perlakuan massa ragi 6% dan 9% dari massa bahan.

3.3.4 Tahap Destilasi

1. Peralatan destilasi dirangkaikemudian hasil fermentasi dimasukkan ke dalam labu leher tiga.

2. Ditambahkan 50 ml aquadest lalu di aduk rata. 3. Larutan dipanaskan hingga suhu mencapai 80oC 4. Destilat ditampung dan diukur volumenya.

3.3.5 Prosedur Analisa

3.3.5.1 Penentuan Jumlah Bioetanol (ml)

1. Destilat hasil destilasi yang ditampung (bioetanol) diukur dengan menggunakan gelas ukur.

2. Volume dicatat untuk tiap-tiap perlakuan.

3.3.5.2 Penentuan Densitas Bioetanol (gr/ml)

1. Periksa keadaan alat lalu disambungkan dengan arus listrik.

2. Piknometer ditimbang dalam timbangan digital dan dicatat sebagai berat pikno kosong.

3. Kemudian piknometer diisi dengan sampel bioetanol hingga penuh kemudian timbang kembali dan dicatat sebagai berat pikno berisi. 4. Kemudian dihitung dengan rumus :

Densitas =(Berat Piknometer +Bioetanol )− Berat Piknometer Kosong Volume Piknometer


(19)

3.3.5.3 Prosedur Analisa Spesific Gravity dan API Gravity

Specific gravity dan API gravity adalah suatu pernyataan yang menyatakan densitas (kerapatan) atau berat per satuan volume dari suatu bahan. Hubungan antara specific gravity (sg) dan API gravity (G) adalah sebagai berikut:

� =141,5

�� −131,5

(3.1)

��= 141,5

�+ 131,5

(3.2)

Besarnya harga dari API gravity berkisar dari 0-100, sedangkan specific gravity merupakan harga relatif dari densitas suatu bahan terhadap air. Hubungan antara densitas dan specific gravity adalah sebagai berikut:

�� = ������� (

��

�3)

���������� (��3) (3.3)

3.3.5.4 Menghitung Nilai Kalor (NK)

1. Nilai kalor dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

��=2,2046226

3,9673727 × {18.650 + 40 × (� −10)}(3.4)

NK = Nilai Kalor G = Gravity

2. Dicatat semua nilai kalor yang diperoleh untuk tiap-tiap perlakuan[15].

3.3.5.5Pengujian Indeks Bias

1. Periksa keadaan alat lalu disambungkan dengan arus listrik.

2. Tetesi 2 tetes bioetanol diatas kaca pada alat, kemudian diatur putaran agar tepat pada garis perpotongan.


(20)

3. Dicatat hasil indeks biasnya.

Percobaan yang sama dilakukan dengan sampel yang berbeda

3.3.5.6 Uji Kualitatif

a. Uji dengan larutan K2Cr2O7danH2SO4

Prosedur Kerja :

1. Persiapan bahan dan alat yang ingin digunakan pada saat analisa.

2. Dimasukkan kedalam tabung reaksi 2 ml K2Cr2O7 2% dan tambahkan 5

tetes H2SO4 pekat.

3. Tabung reaksi digoyangkan hingga larutan homogen.

4. Ditambahkan 1 ml sampel bioetanol kedalam tabung rekasi yang telah homogen.

5. Diamati perubahan yang terjadi pada tabung reaksi.

6. Reaksi positif ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari jingga ke hijau.

b. Uji dengan larutan KMnO4

Prosedur Kerja:

1. Persiapan bahan dan alat yang ingin digunakan pada saat analisa. 2. Dimasukkan kedalam tabung reaksi ½ spatula KMnO4.

3. Dilarutkan dengan 5 ml aquadest hingga larutan homogen. 4. Dipipet 1 ml sampel ke dalam tabung reaksi.

5. Diamati perubahan yang terjadi pada tabung reaksi.

6. Reaksi positif ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari ungu ke ungu tua mendekati hitam.

c. Uji Bakar Prosedur Kerja:

1. Persiapan bahan dan alat yang ingin digunakan pada saat uji nyala. 2. Diambil 1ml sampel kedalam beker glass yang steril.

3. Direndam tissu kedalam beker glass yang berisi sampel. 4. Tissu dibakar dan amati warna api yang menyala.

5. Pada uji nyala api yang bewarna biru menandakan adanya kadar etanol dalam sampel.


(21)

3.3.5.7 Analisis Kadar Bioetanol dengan Metode Berat Jenis

1. Nilai densitas yang diperoleh sebelumnya di sesuaikan pada tabel [15]. 2. Kadar etanol dihitung dengan menginterpolasi data densitas dan kadar

etanol pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Konversi Berat Jenis - Kadar Etanol [18]

Kadar Larutan Etanol

Berat Jenis Larutan Etanol (Pada suhu

30oC)

(gr/ml)

Kadar Larutan Etanol

Berat Jenis Larutan Etanol

(Pada suhu 30oC)

(gr/ml)

0 0,99568 25 0,95607

1 0,99379 26 0,95442

2 0,99194 27 0,95272

3 0,99014 28 0,95098

4 0,98839 29 0,94922

5 0,98670 30 0,94741

6 0,98507 31 0,94557

7 0,98347 32 0,94370

8 0,98189 33 0,94180

9 0,98031 34 0,93986

10 0,97875 35 0,93790

11 0,97723 36 0,93591

12 0,97573 37 0,93390

13 0,97424 38 0,93186

14 0,97278 39 0,92979

15 0,97133 40 0,92770

16 0,96990 41 0,92558

17 0,96844 42 0,92344

18 0,96697 43 0,92128

19 0,96547 44 0,91910

20 0,96395 45 0,91692

21 0,96242 46 0,91472

22 0,96087 47 0,91250

23 0,95929 48 0,91028


(22)

Tabel 3.2. Tabel Indeks Bias [13]

No. Konsentrasi (% v/v)

Indeks bias

1 0 1.34449

2 10 1.34645

3 20 1.34844

4 30 1.35105

5 40 1.35342

6 50 1.3562

7 60 1.35924

8 70 1,36189

9 80 1,36432

10 90 1,36621

11 99,98 1,36944


(23)

3.3.6 FLOWCHART PENELITIAN

1. Flowchart Pembuatan Tepung Biji nangka

Mulai

Dicuci 10 kg biji nangka

Dimemarkan dan di jemur dibawah sinar matahari

Dipisahkan kulit ari dari biji nangka dengan cara di kupas

Digiling dan diayak menjadi tepung

Selesai


(24)

2. Flowchart Persiapan Bahan Fermentasi

Mulai

Dimasukkan ke dalam

erlenmeyer

Ditambahkan aquadest

Sebanyak 250 ml

Di panaskan dengan penangas air sambil diaduk

selama 30 menit pada suhu 93-95

o

C

Didinginkan sampai pada

suhu kamar

Selesai

Ditimbang tepung biji

nangka sebanyak 100 gr

Ditambahkan H

2

SO

4

5% dari jumlah

volume aquadest

sampai pH 2,3


(25)

3. Flowchart Proses Fermentasi

Mulai

Ditambahkan ragi

s

accaromycess cereviceae

3%

dari berat bahan

Campuran diaduk rata lalu ditutup

(set alat fermentasi)

Disimpan pada suhu kamar selama perlakuan

2, 3 dan 4 hari

Diulangi untuk perlakuan massa ragi 6% dan

9%

Selesai

Cek pH dengan pH meter sampai

pada 4,5

Tambahkan aquadest sebanyak 110

ml dan disaring hingga tidak ada

ampas dalam larutan hasil hidrolisis


(26)

4. Flowchart Proses Destilasi

Mulai

Cairan hasil fermentasi dimasukkan ke dalam

labu destilasi

Dipanaskan hingga mencapai suhu 78-80

o

C

Destilat ditampung

Selesai

Dihitung volume bioetanol yang

dihasilkan

Dilakukan analisa Densitas, indeks bias,

Spesifik Grafity, Api Gravity (G) dan

Uji Kualitatif


(27)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1UJI KUALITATIF

Analisa kualitatif merupakan suatu pemeriksaan atau proses kimia yang menguji adanya ion atau unsur-unsur dalam suatu senyawa, senyawa organik merupakan golongan besar senyawa kimia yang molekulnya mengandung karbon kecuali karbida, karbonat, dan oksida karbon [27].

A. Uji Identifikasi Kualitatif dengan K2Cr2O7 dan H2SO4

(a) (b)

(c)

Gambar A: (a) Campuran K2Cr2O7 dan H2SO4 yang bewarna orange.

(a) Warna menjadi coklat setelah ditambahkan 1 ml sampel bioetanol.

(b) Campuran menjadi warna hijau pekat setelah 1 menit Reaksi :


(28)

B. Uji Identifikasi Kualitatif dengan KMnO4

(a) (b)

(c)

Gambar B : (a) Campuran KMnO4 dengan Aquadest dan H2SO4 yang

bewarna ungu muda.

(b)Warna menjadi ungu tua setelah ditambahkan 1 ml sampel bioetanol.

(c) Campuran menjadi warna coklat mendekati hitam. Reaksi:

C2H5OH + KMnO4 CH3COOH + MnO2

(Ungu) (Coklat) [27]


(29)

4.2 PENGARUH KONSENTRASI RAGI DAN WAKTU FERMENTASI TERHADAP PEROLEHAN BIOETANOL

Penelitian ini menggunakan ragi Saccharomyces Cerevisiae dengan variasi 3, 6, 9%.Fermentasi merupakan tahap paling kritis dalam produksi etanol, yang sangat dipengaruhi oleh media, suhu, nutrisi, pH, dan waktu fermentasi. Waktu fermentasi, jika terlalu cepat maka ragi masih dalam massa pertumbuhan sehingga jumlah alkohol yang dihasilkan relatif sedikit dan jika terlalu lama ragi tidak dapat tumbuh sehingga alkohol yang dihasilkan tidak maksimal [24]. Pada gambar 4.2 memperlihatkan pengaruh konsentrasi ragi fermentasi terhadap jumlah bioetanol murni dari biji nangka.

Gambar 4.2 Pengaruh Konsentrasi Ragi dan Waktu Fermentasi Terhadap Jumlah Bioetanol

Gambar 4.2menunjukkan bahwa volume bioetanol yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar 3,75 ml – 10,9 ml. Seiring bertambahnya konsentrasi ragi pada proses fermentasi maka volume bioetanol semakin besar. Diperoleh volume bioetanol yang tertinggi yaitu 10,9 ml pada waktu 3 hari dengan konsentrasi ragi 9% sedangkan untuk penambahan ragi 6% dan 3% mengalami penurunan yaitu 8,6 dan 6,2.Volume bioetanol yang diperoleh dari variasi konsentrasi ragi

0 2 4 6 8 10 12

2 3 4

V

ol

u

m

e B

ioe

tan

ol

(

m

l)

Waktu (hari)

konsentrasi 3% konsentrasi 6% konsentrasi 9%


(30)

fermentasi pada hari ke 2 meningkat dihari ke 3 kemudian menurun pada variasi lama fermentasi hari ke 4.

Pada saat penambahan 9% ragi pada hari ke 2 sampel mengalami pada fase lag yang merupakan penyesuaian mikroba sejak mikroorganisme mengalami kondisi pertumbuhan dalam lingkungan yang baru. Pada fase ini terjadi pertumbuhan mikroba yang lambat karena sel mempersiapkan diri melakukan pembelahan dan mengalami masa adaptasi dengan lingkungan.Pada hari ke 3 mikroba mengalami pertumbuhan yang sangat cepat sehingga terjadi pemecahan gula secara besar-besaran guna untuk memenuhi kebutuhan perrtumbuhan

saccharomyces cerevisiae..Enzim invertase yang dihasilkan oleh Saccharomyces cerevisiaeakan mengubah glukosa menjadi alkohol. Semakin besar konsentrasi ragi dan semakin lama proses fermentasi, maka semakin banyak glukosa yang dirombak menjadi alkohol.Pada hari ke 3 mikroba mengalami fase statis yaitu laju pertumbuhan seimbang dengan laju kematian dan tidak dapat berubah lagi.Pada hari ke 4bakteri (Saccaromyces Cereviceae) mengalami fase pertumbuhan diperlambat atau mengalami fase kematian sehingga aktivitas bakteri untuk mengubah glukosa semakin menurun [25].Hal ini disebabkan karena jumlah

Saccharomyces cereviseae yang ada lebih banyak dibanding nutrisi yang tersedia, sehingga Saccharomyces cereviseae lebih banyak menggunakan glukosa tersebut untuk bertahan hidup daripada merombaknya manjadi alkohol. Semakin banyak mikroba yang terdapat di dalamnya, maka semakin besar pula kebutuhannya akan nutrisi, sehingga glukosa yang diuraikan menjadi alkohol akan berkurang, karena sudah dikonsumsi sebagai nutrisi sebelum dirubah menjadi produk etanol [24].

4.3 PENGARUH KONSENTRASI RAGI DAN WAKTU FERMENTASI TERHADAP DENSITAS BIOETANOL

Densitas adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Densitas rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi dengan total volumenya. Prinsip metode ini yaitu mengukur secara langsung berat zat dalam piknometer (dengan menimbang) dan volume zat (ditentukan dengan piknometer), metode ini didasarkan atas penentuan massa cairan yang dilakukan dengan penimbangan [15]. Semakin tinggi densitas suatu zat, maka semakin besar pula massa setiap


(31)

volumenya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi densitas yaitu temperatur, massa zat, dan volume zat [26]. Pada gambar 4.3 memperlihatkan pengaruh konsentrasi ragi dan waktu fermentasi terhadap densitas bioetanol.

Gambar 4.3PengaruhKonsentrasi Ragi dan Waktu Fermentasi Terhadap Densitas Bioetanol

Gambar 4.3menunjukkan bahwa densitas bioetanol diperoleh pada waktu 3 hari dengan massa ragi 9% yaitu0,970 gr/ml dimana densitas tersebut melebihi dari densitas bioetanol absolut yaitu sebesar 0,789gr/ml [27]. Hal ini menunjukkan bahwa etanol yang dihasilkan masih belum murni karena bercampur dengan air. Hal ini disebabkan oleh proses distilasi yang dilakukan hanya distilasi sederhana bukan distilasi azeotrop selain itu kestabilan temperatur operasi yang sukar dijaga sehingga uap yang keluar bukan hanya bioetanol melainkan bercampur dengan air[24].

4.4 PENGARUH KONSENTRASI RAGI DAN WAKTU FERMENTASI TERHADAP SPESIFIC GRAVITY

Specific gravity dan API gravity adalah suatu pernyataan yang menyatakan densitas (kerapatan) atau berat per satuan volume dari suatu bahan, Besarnya

0,950 0,955 0,960 0,965 0,970 0,975 0,980

2 3 4

D

en

si

tas

B

ioe

tan

ol

(

gr

/m

l)

Waktu (hari)

konsentrasi 3% konsentrasi 6% konsentrasi 9%


(32)

harga dari spesificgravityberkisar 0,7894. Specific gravity merupakan harga relatif dari densitas suatu bahan terhadap air.Pada gambar 4.4memperlihatkan pengaruh konsentrasi ragi dan waktu fermentasi pembuatan bioetanol dari biji nangkaterhadap spesific gravitybioetanol [27].

Gambar 4.4 Pengaruh Konsentrasi Ragi dan Waktu Fermentasi Terhadap spesific gravity

Gambar 4.4memperlihatkanspesific gravitybioetanol diperoleh0,959- 0,975 dimana spesific gravity tersebut belum sesuai dari spesific gravitybioetanol absolut yaitu 0,7894[15]. Spesific gravity yang lebih tinggi akan menyebabkan etanol sulit menyala, sehingga kualitas dari etanol tersebut rendah karena etanol yang dihasilkan masih bercampur dengan air.

4.5 PENGARUH KONSENTRASI RAGI DAN WAKTU FERMENTASI TERHADAP NILAI KALOR

Nilai kalor merupakan jumlah energi kalor yang dilepaskan bahan bakar pada waktu terjadinya oksidasi unsur-unsur kimia yang ada pada bahan baku tersebut [21]. Pada gambar 4.5 memperlihatkan pengaruh konsentrasi ragi dan waktu fermentasi terhadap nilai kalor bioetanol.

0,950 0,955 0,960 0,965 0,970 0,975 0,980

2 3 4

S

p

es

if

ic G

raf

it

y

Waktu (hari)

konsentrasi 3% konsentrasi 6% konsentrasi 9%


(33)

Gambar 4.5 Pengaruh Konsentrasi Ragi dan Waktu Fermentasi Terhadap Nilai Kalor

Gambar 4.5 menunjukkan bahwa dari semua variasi yang meningkat dan mencapai titik maksimum pada hari ke 3 dengan penambahan ragi 9% yaitu 196,899 kkal/gr dan pada hari ke 4 mengalami penurunan dengan penambahan ragi 9% yaitu 118,094 kkal/gr. Semakin lama fermentasi berlangsung maka jumlah mikroba yang dibutuhkan dalam proses tersebut juga akan semakin bertambah, sehingga dengan semakin meningkatnya jumlah mikroba maka semakin banyak pula karbohidrat yang terurai menjadi alkohol, sehingga alkohol yang dihasilkan juga semakin banyak dan dalam hal ini yang perlu diperhatikan juga adalah proses destilasinya karena memiliki hubungan dengan jumlah etanol yang dihasilkan. Namun nilai kalor tersebut belum maksimal dari nilai kalor bioetanol absolut yaitu sebesar 3000 kkal/gr. Hal ini menunjukkan bahwa etanol yang dihasilkan masih belum murni karena masih bercampur dengan air pada proses destilasi yang masih kurang maksimal [21] .

4.6 PENGARUH KONSENTRASI RAGI DAN WAKTU FERMENTASI TERHADAP INDEKS BIAS BIOETANOL

Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya dalam ruang hampa udara dengan cepat rambat cahaya. Pengujian indeks bias sampel

0 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000

2 3 4

N

ila

i K

a

lo

r (

k

k

a

l/g

r)

Waktu (hari)

konsentrasi 3% konsentrasi 6% konsentrasi 9%


(34)

dilakukan menggunakan alat refraktometer, pengujian indeks bias dilakukan untuk setiap sampel hasil pengolahan dan etanol teknis [13]. Pembiasan itu sendiri terjadi akibat perubahan kecepatan cahaya yang melewati 2 media yang berbeda, semakin tinggi nilai indeks bias maka konsentrasi larutan semakin tinggi [13]. Gambar 4.6 memperlihatkan pengaruh konsentrasi ragi dan waktu fermentasi terhadap indeks bias bioetanol pada pembuatan bioetanol dari biji nangka.

Gambar 4.6 Pengaruh Konsentrasi Ragi dan Waktu Fermentasi Terhadap Indeks Bias Bioetanol

Gambar 4.6 menunjukkan bahwa indeks bias bioetanol, untuk lama waktu fermentasi 3 hari dengan konsentrasi 3% yaitu 1,34792, mengalami peningkatan pada penambahan ragi 6% yaitu 1,34835 dan mengalami peningkatan pada penambahan ragi 9% yaitu 1,34942. Hasil indeks bias yang terbaik ditunjukkan pada hari ke 3 dengan konsentrasi ragi 9% yaitu 1,34942.

Selain itu dapat diketahui juga semakin lama waktu fermentasi, maka kadar indeks bias akan semakin meningkat sampai batas waktu tertentu dan kemudian akan menurun [25]. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakanbahwa, semakin lama fermentasi berlangsung maka jumlah mikroba yang dibutuhkan dalam proses tersebut juga akan semakin bertambah, sehingga dengan semakin meningkatnya

1,3455 1,3460 1,3465 1,3470 1,3475 1,3480 1,3485 1,3490 1,3495 1,3500

2 3 4

In

d

ek

s B

ias

Waktu (hari)

konsentrasi 3% konsentrasi 6% konsentrasi 9%


(35)

jumlah mikroba maka semakin banyak pula karbohidrat yang terurai menjadi alkohol, sehingga alkohol yang dihasilkan juga semakin banyak. Proses ini akan terhenti jika kadar alkohol sudah meningkat sampai tidak dapat ditolerir lagi oleh mikroba[25].

4.7 HASIL VOLUME BIOETANOL MURNI

Kemurnian bioetanol dipengaruhi oleh pemurnian yaitu destilasi, etanol mendidih pada suhu 70-750C etanol berubah dari cair menjadi uap. Volume bioetanol murni dapat dihitung dengan perkalian volume bioetanol yang didapat dengan %kemurnian [13]. Dapat dilihat hasil volume bioetanol murni pada tabel 4.1 dibawah ini:

Tabel 4.1 Pengaruh Konsentrasi Ragi dan Waktu Fermentasi Terhadap Volume Bioetanol Murni Lama (Hari) Ragi (%) Volume Diperoleh (ml) % Kemurnian Indeks Bias Volume Bioetanol Murni (ml) 2 3 4 2 3 4 2 3 4 3 3 3 6 6 6 9 9 9 3,8 6,2 5,6 6,2 8,6 7 3,75 10,9 4,3 15,678 17,386 18,844 16,231 19,547 15,427 17,035 23,768 12,964 1,34758 1,34792 1,34821 1,34769 1,34835 1,34753 1,34785 1,34942 1,34704 0,595 1,077 1,055 1,006 1,681 1,079 0,638 2,590 0,557

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa bioetanol murni diperoleh pada hari ke 2 dengan penambahan ragi 9 % yaitu 0,638 ml, mengalami peningkatan di hari ke 3 yaitu 2,590 ml dan mengalami penurunan di hari ke 4 yaitu 0,557 ml. Hasil bioetanol murni yang terbaik di tunjukkan pada hari ke 3 yaitu 2,590 ml. Bioetanol murni mempunyai kadar 99,5 % sedangkan volume bioetanol murni yang didapatkan dari biji nangka masih rendah yaitu 2,590 ml. Hal ini disebabkan karena pada bioetanol dari biji nangka masih terdapat kandungan air. [28]


(36)

Dalam penelitian ini, dilakukan suatu analisis ekonomi yang sederhana terhadap pembuatan bioetanol dari biji nangka dengan cara yang konvensional. Rincian biaya diberikan dalam Tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2 Rincian Biaya Pembuatan Bioetanol dari Biji Nangka

Bahan dan Peralatan Jumlah Harga (Rp) Biaya Total (Rp)

Biji nangka 1 kg 20.000,-/1 kg 20.000,-

Aquadest 10 L 1.500,-/L 15.000,-

Ragi Tape 60 gr 2000,-/10 g 12.000,-

Listrik - 33.000,- 33.000,-

Total biaya 80.000,-

Harga Etanol Pro analisis/L = Rp. 299.999,- Harga Etanol Teknis/L = Rp. 35.750,-

Dari hasil penelitian yang dihasilkan volume bioetanol sebesar 135,866ml. Dengan rincian biaya pembuatan bioetanol dari biji nangka yang telah dilakukan, maka total biaya yang diperlukan untuk pembuatan bioetanol dari biji nangka adalah sebesar Rp. 80.000,-/kg, meskipun bioetanol yang dihasilkan masih rendah kemurniannya dan masih rendah yang dihasilkan, bila dibandingkan dengan harga dipasaran masih sangat mahal untuk biaya produksi, tetapi masih dapat dipertimbangkan dengan prospek bahan bakunya yang mudah didapat .

4.9 TABEL PERBANDINGAN STANDAR BAKU MUTU BIOETANOL

Badan Standar Nasional (BSN) telah menetapkan standar baku mutu bioetanol secara umum, dimana standar ini digunakan untuk menyatakan kelayakan bioetanol sebagai bahan bakar. Pada tabel 4.3 di dapat dilihat apakah bioetanol yang dihasilkan pada penelitian ini telah ditentukan sesuai dengan standar (sudah layak sebagai bahan bakar alternatif atau tidak).


(37)

No Parameter Satuan Mutu Standar Bioetanol Bioetanol dari Biji Nangka(Hasil penelitian) Keterangan

1. Densitas Etanol pada suhu 20-30 0C

g/ml Maks. 0,7894 0,959– 0,975 Belum Sesuai 2. Indeks bias - 1,36 1,347-1,349 Belum sesuai 3. Kelarutan dalam

Air

- Larut Larut Telah sesuai

4. Warna cairan - Jernih

(tidakberwarna)

Jernih (tidak berwarna)

Telah sesuai 5. Reaksi dengan api - Mudah terbakar Tidak terbakar Belum sesuai

6. Bau - Berbau tajam

(menyengat)

Berbau tajam (menyengat)

Telah sesuai 7. Spesific Gravity

pada suhu 30 0C

- Min. 0,7894 0,959 - 0,975 belum sesuai

8. 9. Kadar Etanol Nilai Kalor % v/v Kkal/g Min.94,1 Min. 3000 10,9 196,899 Belum Sesuai Belum Sesuai

Bioetanol yang dihasilkan pada penelitian ini memang belum sesuai dengan standar bioetanol yang telah ditentukan, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya:

1. Tidak adanya pemberian nutrient pada ragi pengurai sehingga kurang bekerja secara optimal dalam mengubah glukosa menjadi bioetanol [14] 2. Tertimbunnya produk sehingga mempercepat kematian ragi pada saat

fermentasi berlangsung [27]

3. Kurang diperhatikan kemurnian dari ragi yang digunakan

4. Proses pemurnian atau distilasi yang belum optimal (dibutuhkan distilasi bertingkat).


(38)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

1. Kombinasi perlakuan konsentrasi ragi dan lama fermentasi yang memberikan hasil terbaik pada penelitian ini adalah penambahan konsentrasi ragi sebanyak 9 % dan lama fermentasi 3 hari, dimana volume awal bioetanol adalah sebesar 10,9ml/kg, danbioetanol murni adalah sebesar 2,590 ml .

2. Lama fermentasi mempengaruhi perolehan volume bioetanol per jumlah bahan baku awal pada pembuatan bioetanol dari biji nangka, perolehan bioetanol dari biji nangka cenderung meningkat dengan bertambahnya lama fermentasi hingga pada kondisi tertentu kemudian menurun. Dan pada penelitian ini, untuk semua variasi konsentrasi ragi fermentasi bahan baku awal tertinggi diperoleh dengan lama fermentasi selama 3 hari dengan penambahan ragi sebanyak 9 %.

3. Indeks bias maksimum sebesar 1,34942 dan densitas maksimum sebesar 0,959 gr/ml, volume awal maksimum adalah 10,9 ml/kg, nilai kalor maksimum yaitu 196,899 dengan waktu fermentasi 3 hari dan pemberian jumlah ragi sebesar 9% dari jumlah bahan baku.

4. Untuk parameter warna, bau, kelarutan dalam air, hasil yang diperoleh telah sesuai dengan syarat mutu standart bioetanol.

5. Hasil bioetanol dilanjutkan analisa kualitatif dengan K2CrO7dan H2SO4,

menandai bioetanol dari biji nangka positif bioetanol dengan perubahan warna jingga menjadi hijau. Analisa kualitatif dengan KMnO4menandai

positif bioetanol dari biji nangka dengan perubahan warna ungu menjadi ungu tua mendekati hitam.


(39)

5.2SARAN

Adapun saran yang dapat diberikan adalah:

1. Sebaiknya dilakukan pengukuran pada saat hidrolisa karbohidrat menjadi glukosa.

2. Sebaiknya dilakukan penambahan nutrisi seperti: pupuk urea, pupuk yang mengandung nitrogen ZA dan pupuk fospat dari NPK, STP, dll pada saat fermentasi.


(40)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1PENGENALAN TANAMAN NANGKA DAN BIJI NANGKA SECARA UMUM

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Nangka

Tanaman nangka berasal dari India bagian selatan dan telah dibudidayakan sejak dulu. Kemudian menyebar ke Malaysia. Kini pohon nangka ditanam luas di dataran rendah di hampir seluruh negara-negara beriklim tropis.Nangka (Artocarpus heterophyllus, Lmk) termasuk famili

Moraceae, ordo Uticales, kelas Dicotyledoneae, sub divisi Angiospermae, dan divisi Spermatophyta. Nangka masih keluarga dekat dengan tanaman cempedak (Artocarpus champeden, Spreng).

Menurut Setijati (1977), nangka merupakan pohon yang berukuran sedang, tinggi 10 sampai 25 meter, batangnya lurus dan berbentuk silinder, tidak berpenunjang, percabangannya rendah, diameternya 30 sampai 100 cm, rapat, kulitnya abu-abu, kasar dan kompak. Getah nangka berwarna putih susu. Menurut Siswoputranto (1982), getah nangka mengandung damar.Di indonesia, tanaman nangka terdapat di daerah lembab maupun kering. Terutama di dataran rendah hingga ketinggian 700 meter. Tetapi sering dijumpai pohon nangka yang hidup pada ketinggian di atass 1.000 meter. Hal ini karena pohon nangka tahan terhadap suhu yang agak dingin. Tanaman nangka tumbuh pada setiap jenis tanah, tetapi lebih menyukai tanah liat (sendyloam) yang dalam serta pengairan yang cukup [7].seperti gambar 2.1:


(41)

Gambar 2.1 Buah Nangka [5]

Nangka adalah salah satu jenis buah yang banyak di tanam di daerah tropis. Nangka cukup terkenal di seluruh dunia bahkan di indonesia dan kebanyakan khusus di daerah pedesaan. Dalam bahasa inggris nangka di kenal sebagai jack fruit. Tanaman ini berasal dari india bagian selatan yang kemudian menyebar ke daerah tropis lainnya termasuk Indonesia yang bijinya berbentuk bulat lonjong sampai jorong agak gepeng, sampai 2 – 4 cm berturut– turut tertutup oleh kulit biji yang tipis coklat seperti kulit [5].

Nangka dapat berbuah sepanjang tahun, tetapi produksi buah tertinggi dicapai sekitar bulan Oktober sampai Desember. Menurut Singh (1980), hasil dari satu pohon nangka dapat mencapai 200 sampai 500 buah per tahun. Biasanya berat buah nangka kira-kira 20 kg, bahkan buah yang besar dapat mencapai 55 kg.

Buah nangka sangat bervariasi dalam bentuk, ukuran dan mutu, karena biasanya ditanam dari biji. Tekstur daging buah beraneka ragam dari yang keras sampai yang lunak. Perbedaan ini yang jadi dasar penggolongan varietas pohon nangka. Ada dua golongan nangka, yaitu nangka biasa dan nangka bubur. Nangka biasa daging buahnya keras dan agak kering, sedangka nangka bubur daging buahnya lunak dan berair [7].

Buah nangka terdiri dari beberapa bagian, yaitu daging buah, kulit, jerami dan biji nangka. Menurut Siswoputranto (1982), biji nangka banyaknya kira-kira 5% dari seluruh buah. Hingga saat ini biji nangka belum termanfaatkan secara sempurna. Tien Muchtadi (1980) melakukan analisa


(42)

terhadap komposisi kimia daging nangka, kulit nangka, jerami dan biji nangka. Hasil analisa tersebut dapat dilihat padaTabel 2.1.

Tabel 2.1 Komposisi Bagian-Bagian Buah Nangka [7]

No. Komposisi Daging buah Jerami Biji Kulit 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Air (%) Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Serat kasar (%) Abu (%) Gula (%)

VRS,meg/1000gr (%) Vitamin C,mg/100gr (%) pH (%) 80,29 1,91 1,86 9,85 1,58 0,69 1,39 30,29 14,21 6,14 65,12 1,95 10,00 9,30 1,94 1,11 1,42 22,25 2,05 6,02 71,12 2,85 0,54 19,23 3,07 1,08 0,11 31,77 0,98 5,63 79,85 1,41 0,18 5,39 5,13 1,50 0,82 32,92 1,71 5,67

2.1.2 Biji Nangka

Pada umumnya biji nangka hanya dimanfaatkan dalam bentuk biji nangka bakar,rebus, dan goreng (Widyastuti, 1993). Gambar biji nangka segar dapat dilihat pada Gambar 2.2:

Gambar 2.2. Biji Nangka [5]

Kedudukan taksonomi tanaman nangka menurut Rukmana (1997), adalahsebagai berikut :

Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub-divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae


(43)

Ordo : Morales Famili : Moraceae Genus :Artocarpus

Spesies :Artocarpus heterophyllus Lamk.

Biji nangka di daerah Jawa biasanya disebut dengan beton yang enakdirebus.Selain itu dapat pula dibuat kolak, keripik, dodol dan lain-lain.Biji nangka ini banyak mengandung zat pati dan zat-zat lain yang berguna.Kandunganpatinya lebih baik dari ubi rambat, talas, uwi dan sebagainya.Produktivitas tanaman nangka dapat menghasilkan 10 buah/pohon/tahun dan produksi buah tertinggi dicapai pada musim panen bulan Oktober – Desember [5].Biji nangka memiliki kandungan protein, lemak, karbohidrat, fosfor, kalium, besi, vitamin C, vitamin B1.Adapun komposisi zat gizi biji nangka dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Komposisi Gizi per 100 gram Nangka Muda, Nangka Masak, dan Biji Nangka [5].

Komponen Gizi Nangka Muda Nangka Masak Biji Nangka Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (IU) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg) Air (g) 51 2,0 0,4 11,3 45 29 0,5 25 0,07 9 85,4 106 1,2 0,3 27,6 20 19 0,9 330 0,07 7 70 165 4,2 0,1 36,7 33 200 1,0 0 0,20 10 57,7

Biji Nangka adalah bahan makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Biji Nangka mengandung energi sebesar 165 kilokalori, protein 4,2 gram, karbohidrat 36,7 gram, lemak 0,1 gram, kalsium 33 miligram, fosfor 200 miligram, dan zat besi 1 miligram. Selain itu di


(44)

dalam Biji Nangka juga terkandung vitamin A sebanyak 0 IU, vitamin B1 0,2 miligram dan vitamin C 10 miligram.

Tepung biji nangka merupakan tepung hasil olahan dari biji nangka yang sudah masak di lakukan pencucian, perebusan selama 30 menit kemudian dilakukan pengupasan kulit arinya, pengirisan dan kemudian keringkan di oven pada suhu 60- 100°C selama 4 jam untuk menurunkan kadar air dan dilakukan penggilingan [19]. Biji nangka memiliki kandungan karbohidrat yang sangat tinggi sehingga bisa diolah sebagai tepung – tepungan dan bisa digunakan sebagai bahan tambahan atau sebagai bahan baku dalam pembuatan jenis makanan. Adapun bentuk dari tepung biji nangka bisa dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Tepung Biji Nangka [5]

Kandungan gizi tepung biji nangka menurut pengujian Balai Penelitiandan Pengembangan Industri dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Tepung Biji Nangka (Tiap 100 g) [5]

Komposisi Kimia Nilai Gizi Tepung Biji Nangka (g) Air

Protein Lemak Serat Kasar Abu

Bahan ekstrak tanpa nitrogen Pati

12,4 12,19 1,12 2,74 3,24 68,31 56,21


(45)

2.2BIOETANOL

Bioetanol adalah etanol yang dibuat dari biomassa yang mengandung komponen pati atau selulosa, seperti singkong dan tetes tebu.Bioetanol merupakan bahan bakar alternatif untuk menggantikan bensin [12]. Dalam dunia industri, etanol umumnya digunakan sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran untuk minuman keras (seperti sake atau gin), serta bahan baku farmasi dan kosmetika [2]. Secara umum bahan-bahan tersebut dapat dibagi dalam tiga golongan yaitu:

1) Bahan yang mengandung turunan gula (molases, gula tebu, gula bit, sari buah anggur, dan sari buah lainnya),

2) Bahan-bahan yang mengandung pati biji-bijian, kentang, dan tapioka), dan 3) Bahan yang mengandung selulosa (kayu, dan beberapa limbah pertanian

lainnya).

Selain dari ketiga jenis bahan tersebut diatas etanol juga dapat dibuat dari bahan bukan dari hasil pertanian tetapi dari bahan yang merupakan hasil proses lain. Sebagai contohnya adalah etilen. Bahan-bahan yang mengandung monosakarida langsung dapat difermentasi, akan tetapi disakarida, pati maupun karbohidrat kompleks harus dihidrolisis terlebih dahulu menjadi komponen yang sederhana yaitu monosakarida [13].

Ciri khas bioetanol adalah berbentuk cairan yang tidak berwarna dengan bau khas, dapat melarutkan zat organik, mudah menguap, titik didih 780C, berat molekul 46,07 panas penguapan 204 kal/gr. Adapun sifat fisika etanol dapat di lihat pada tabel 2.4:


(46)

Tabel 2.4 Sifat Fisika dari Etanol [14]

No. Sifat Fisik Etanol 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Rumus Molekul CH3CH2OH

Massa Molekul Relatif 46,07 gr/mol Titik didih normal 78,32°C Titik beku -114,1°C Dentitas pada 20 0C 0,7893 gr/ml Kelarutan dalam air 20 0C Sangat larut Viskositas pada 20 0C 1,17 Cp Kalor spesifik 20 0C 0,579 kal/g °C Kalor pembakaran 25 0C 7092,1 kal/g Indeks bias 1,36

Tabel 2.5 Standar Mutu Etanol [14]

Spesifikasi Satuan Jumlah

Berat Molekul Density Indeks Bias Melting Point Titik Didih Titik Nyala Viscositas Gr/mol Gr/ml - 0 C 0 C 0 C Cp 46,07 0,7894 1,3614 -112 78,4 17 1,17

Seperti yang diketahui, terdapat tiga klasifikasi mengenai etanol, yaitu: 1. Klasifikasi berdasarkan bahan baku serta prosesnya

a. Etanol nabati: Secara mikrobiologis menggunakan bahan baku berpati (jagung, ubi kayu dan umbi-umbian lain),serta bahan yang mengandung gula (molasses, tebu, sweet sorghum, aren, dan jenis palem lainnya) dan bahan berserat (onggok, jerami, dan sekam, tongkol jagung, ampas tebu, dan kulit kakao).


(47)

b. Etanol sintesis: Secara sintesis menggunakan bahan baku antara lain minyak mentah, gas. Saat ini produksi etanol sintesis kurang dari 5% dari total produksi.

2. Klasifikasi berdasarkan kandungan air

a. Etanol 95-96%(alkohol prima super, prima I, dan alkohol prima II) disebut “etanol hidrat” yang dibagi dalam :

Technical/raw spit grade, digunakan untuk bahan bakar spirtus, minuman , desinfektan dan pelarut

Industrial grade, digunakan untuk bahan baku industri pelarut

Portable grade, untuk minuman berkualitas tinggi.

b. Etanol 99,5%(anhydrous etanol) dengan kandungan air 0,05%, digunakan untuk bahan bakar. Jika dimurnikan lebih lanjut dapat digunakan untuk keperluan farmasi dan pelarut di laboratorium analisis. Etanol ini disebut fuel grade ethanol (FGE) atau anhydrous ethanol (etanol anhidrat) atau etanol kering, yakni etanol yang bebas air atau hanya mengandung air minimal.

3. Klasifikasi menurut pemanfaatannya

a. Untuk industry (industrial grade), sebagai pelarut pada pembuatan vernis, minyak wangi, iodium tincture dan spirtus ; di laboratorium digunakan sebagai pelarut senyawa bersifat polar; di bidang kedokteran sebagai bahan baku pembuatan chloroform.

b. Untuk minuman beralkohol (portable grade). c. Untuk bahan bakar (fuel grade etanol) [14].

Secara umum etanol atau etil alkohol dapat dibuat dari suatu pati/ tepung, molase dan serat dan di Indonesia bahan nabati tersebut adalah sangat melimpah.Pati banyak terdapat pada tanaman umbi-umbian dan biji-bijian. Adapun reaksi yang sering digunakan adalah proses enzimatis atau dengan asam pemecahan pati (polisakarida) menjadi monosakarida melalui suatu hidrolisis. Bahan baku bioetanol sebagai berikut:

1. Bahan berpati, berupa singkong atau ubi kayu, ubi jalar, tepung sagu, biji jagung, biji sorgum, gandum, kentang, ganyong, garut, dan umbi dahlia.


(48)

2. Bahan bergula, berupa molasses (tetes tebu), nira tebu, nira kelapa, nira batang sorgum manis, nira aren (enau), nira nipah, gewang, dan nira lontar.

3. Bahan berselulosa, berupa limbah logging, limbah pertanian seperti jerami padi, ampas tebu, janggel (tongkol) jagung, onggok (limbah tapioka), batang pisang, serbuk gergaji (grajen), dan lain-lain [15].

Etanol atau alkohol dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, antara lain: 1) Bahan baku industri atau senyawa kimia, contoh: industri minuman

beralkohol, industri asam asetat dan asetaldehid.

2) Pelarut dalam industri, contoh: industri farmasi, kosmetika dan plastik.

3) Bahan desinfektan, contoh: peralatan kedokteran, rumah tangga dan peralatan di rumah sakit.

4) Bahan baku motor.

Etanol atau etil alkohol yang di pasaran lebih dikenal sebagai alkohol merupakan senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH.Dalam kondisi kamar,

etanol berwujud cairan yang tidak berwarna, mudah menguap, mudah terbakar, mudah larut dalam air dan tembus cahaya.Etanol adalah senyawa organik golongan alkohol primer.Sifat fisik dan kimia etanol bergantung pada gugus hidroksil.Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah etanol yang dihasilkan dari fermentasi adalah mikroorganisme dan media yang digunakan, adanya komponen media yang dapat menghambat pertumbuhan serta kemampuan fermentasi mikroorganisme dan kondisi selama fermentasi.Selain itu, hal-hal yang perlu diperhatikan selama fermentasi adalah pemilihan khamir, konsentrasi gula, keasaman, ada tidaknya oksigen dan suhu dari perasan buah.Pemilihan sel khamir didasarkan pada jenis karbohidrat yang digunakan sebagai medium untuk memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan Saccharomyces cerevisiae.Proses fermentasi sama dengan pH optimum untuk proses pertumbuhan khamir yaitu pH 4,0-4,5.

Etanol dihasilkan dari gula yang merupakan hasil aktivitas fermentasi sel khamir.Khamir yang baik digunakan untuk menghasilkan etanol adalah dari genus

Saccharomyces. Kriteria pemilihan khamir untuk produksi etanol adalah mempunyai laju fermentasi dan laju pertumbuhan cepat, perolehan etanol banyak,


(49)

tahan terhadap konsentrasi etanol dan glukosa tinggi, tahan terhadap konsentrasi garam tinggi, pH optimum serta fermentasi rendah, temperatur optimum fermentasi sekitar 25-30 tahan terhadap stress fisika dan kimia [16].

2.3Proses Pembuatan Bioetanol

Secara umum, keseluruhan proses pembuatan bioetanol meliputi tiga tahapan, yaitu persiapan bahan baku, fermentasi dan pemurnian.Setiap tahapan mempengaruhi keberhasilan tahapan berikutnya. Dan untuk setiap bahan baku berbeda biasanya akan berbeda pada tahap persiapan bahan baku dan kondisi prosesnya. Penelitian ini menggunakan rancangan variasi jumlah ragi dan lama fermentasi [19].

2.3.1 Tahap Persiapan Bahan Baku

Bahan baku bioetanol bisa diperoleh dari berbagai tanaman yang menghasilkan gula dan tepung. Pada tahap persiapan, bahan baku berupa padatan harus dikonversi terlebih dahulu menjadi larutan gula sebelum akhirnya difermentasi untuk menghasilkan etanol, sedangkan bahan yang sudah berbentuk larutan gula dapat langsung difermentasi. Bahan padatan dikenai perlakuan pengecilan ukuran dan tahap pemasakan.

Tahap pemasakan bahan meliputi liquifikasi dan sakarifikasi. Pada tahap ini, tepung dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan menjadi gula kompleks. Pada tahap liquifikasi dilakukan penambahan air dan enzim alfa-amilase. Proses dilakukan pada suhu 80 - 90oC berakhir nya proses liquifikasi ditandai dengan parameter cairan seperti sup. Tahap sakarifikasi dilakukan pada suhu 50 - 60oC. Enzim yang ditambahkan pada tahap ini adalah enzim glukoamilase. Pada tahap sakarifikasi akan terjadi pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana.

Perlakuan sebelum proses fermentasi alkohol yaitu mengupayakan konsentrasi gulanya menjadi 15 % atau 20 %. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, maka ditambahkan amonium sulfat, sedangkan untuk menurunkan pH-nya digunakan asam sulfat.Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir yang umum digunakan dalam industri fermentasi etanol.Biasanya khamir yang digunakan


(50)

sebanyak 5 % dari volume. Proses fermentasi membutuhkan waktu sekitar 28 - 72 jam, tetapi biasanya 44 jam untuk menghasilkan etanol dengan konsentrasi 8 – 10% dengan suhu optimum berkisar 32 – 33oC [2].

2.3.2 Tahap Fermentasi

Tahap fermentasi merupakan tahap kedua dalam proses produksi bioetanol. Pada tahap ini terjadi proses pemecahan gula-gula sederhana menjadi etanol dengan melibatkan enzim dan ragi. Fermentasi dilakukan pada kisaran suhu 27 - 32oC.pada tahap ini akan dihasilkan gas CO2 sebagai produk sampingan dan sludge sebagai limbahnya. Gas CO2 yang dihasilkan memiliki perbandingan

stoikiometri yang sama dengan etanol yang dihasilkan yaitu 1 : 1. Setelah melalui proses pemurnian, gas CO2 dapat digunakan sebagai bahan baku gas dalam

pembuatan minuman berkarbonat [17].

Fermentasi merupakan tahap paling kritis dalam produksi etanol. Semua sumber bahan baku, yaitu sumber gula, pati dan serat, setelah menjadi gula, prosesnya sama yaitu fermentasi. Fermentasi merupakan proses biokimia di mana mikroba yang berperanan dalam fermentasi akan menghasilkan enzim yang mampu mengonversi substrat menjadi etanol [14]. Proses pertumbuhan mikroba merupakan tahap awal proses fermentasi yang dikendalikan terutama dalam pengembangan inokulum agar dapat diperoleh sel yang hidup. Pengendalian dilakukan dengan pengaturan kondisi medium, komposisi medium, suplai O2, dan

agitasi.Bahkan jumlah mikroba dalam fermentor juga harus dikendalikan sehingga tidak terjadi kompetisi dalam penggunaan nutrisi.Nutrisi dan produk fermentasi juga perlu dikendalikan, sebab jika berlebih nutrisi dan produk metabolit hasil fermentasi tersebut dapat menyebabkan inhibisi dan represi.Pengendalian diperlukan karena pertumbuhan biomassa dalam suatu medium fermentasi dipengaruhi banyak factor baik ekstraselular maupun faktor intraselular [23].

Dengan kata lain,fermentasi adalah perubahan struktur kimia dari bahan-bahan organik dengan memanfaatkan agen-agen biologis terutama enzim sebagai biokatalis. Produk fermentasi dapat digolongkan menjadi 4 jenis, yaitu:

1) produk biomassa 2) produk enzim


(51)

3) produk metabolit 4) produk transformasi

Dalam bioproses fermentasi memegang peranan penting karena merupakan kunci (proses utama) bagi produksi bahan-bahan yang berbasis biologis. Bahan-bahan yang dihasilkan melalui fermentasi merupakan hasil-hasil metabolit sel mikroba,misalnya antibiotik, asam-asam organik, aldehid, alkohol, fussel oil, dan sebagainya [23]. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi alkohol yang perlu diperhatikan, karena tanpa adanya kondisi optimal maka alkohol yang dihasilkan juga tidak akan maksimum.

1. Suhu fermentasi

Suhu berpengaruh terhadap aktivitas enzim serta dapat pula mengurangihasilalkohol karena proses penguapan.

2. pH

Keasaman atau pH optimum untuk proses fermentasi antara 4,0 – 5,0. Pada keasaman di bawah 3,0, proses fermentasi akan berkurang kecepatannya (Presscot dan Dunn, 1959). Menurut Rehn dan Reed (1983), khamir sanggup tumbuh dan efisien untuk fermentasi etanol pada pH 3,5 sampai 6,0 dengan temperatur 28 – 35oC.

3. Oksigen

Khamir tumbuh terbaik pada kondisi aerob, tetapi ada beberapa jenis dapat tumbuh pada kondisi anaerob, dimana proses respirasi digantikan dengan proses fermentasi. Jumlah oksigen yang dibutuhkan substrat untuk beberapa jenis khamir berkisar antara 2 – 30 ppm.Oksigen dapat menghambat proses fermentasi. Jika kadar oksigen cukup tinggi maka dalam sel khamir akan terjadi metabolisme aerob atau respirasi. Pada proses respirasi, asam piruvat akan dioksidasi menjadi karbon dioksida dan air. Jika terdapat bakteri dari genus Acetobacter, maka etanol akan diubah menjadi asam asetat.

4. Media fermentasi

Proses fermentasi adalah pembentukan etanol dan karbon dioksida dari glukosa dengan bantuan khamir. Higgins et al. (1984) menyatakan bahwa konsentrasi gula yang paling baik untuk proses fermentasi adalah 16 - 25%,


(52)

memperlambat fermentasi sedangkan di atas 70% proses fermentasi akan terhenti. Hal ini disebabkan adanya tekanan osmotik. Jika konsentrasi gula dalam substrat terlalu tinggi maka etanol yang terbentuk akan menghambat aktivitas khamir, sehingga waktu fermentasi menjadi lebih lama dan efisiensi menjadi rendah, karena tidak semua gula dikonversi menjadi etanol. Konsentrasi gula yang terlalu rendah menjadikan proses tidak ekonomis, karena penggunaan fermentor tidak efisien.Presscot dan Dunn (1959) mengatakan, pada proses fermentasi anggur, jika konsentrasi terlalu tinggi maka akan dihasilkan kandungan asam menguapyang meningkat. Sedangkan konsentrasi gula terlalu rendah maka akan menghasilkan asetaldehid, gliserol, dan asam-asam mudah menguap lainnya [7].

Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan mensintesis produk pada suatu lingkungan ditentukan oleh susunan genetik organisme tersebut. Maka dalam melakukan proses fermentasi haruslah diperhatikan. Keberhasilan pengembangan proses fermentasi, pertama bergantung kepada perolehan strain yang baik, mengusahakan penciptaan efek parameter lingkungan terhadap pertumbuhan sel dan pembentukan produk, adapun reaksi fermentasi yaitu [1]:

(C6H5O6)n + nH2O Asam nC6H12O6

(Pati) (Glukosa)

(C6H12O6)n yeast (ragi) 2C2H5OH + 2CO2

(Glukosa) (Ethanol)

Pada percobaan ini digunakan glukosa sebagai substrat utama.Hal inidisebabakan struktur model glukosa yang sederhana sehingga mudah digunakan oleh Saccharomycess cereviceae. Glukosa digunakan sebagai sumber energi dan sumber karbon yang digunakan untuk membentuk material penyusun sel baru.Glukosa disebut juga reducing sugar sehingga pemanfaatannya oleh

Saccharomycess cereviceae dilakukan dengan mengoksidasi glukosa yaitu dengan cara pemutusan ikatan rangkap pada gugus karbonil glukosa. Media yang digunakandi dalam fermentasi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1) Mengandung nutrisi yang dibutuhkan bagi pertumbuhan sel

Saccharomycesscereviceae.

2) Mengandung nutrisi yang dapat digunakan sebagai sumber energi bagi sel


(53)

3) Tidak mengandung zat yang menghambat pertumbuhan sel.

4) Tidak terdapat kontaminan yang dapat meningkatkan persaingan dalam penggunaan substrat.

Oleh karena itu, selain glukosa, ke dalam medium fermentasi juga ditambahkanzat-zat lain yang berfungsi sebagai sumber makronutrien dan mikronutrien serta faktor pertumbuhan.Proses pertumbuhan mikroba sangat dinamik dan kinetikanya dapat digunakanuntuk meramal produksi biomassa dalam suatu proses fermentasi.

Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan perilaku mikroba dapat digolongkan dalam faktor intraseluler dan faktor ekstraselular.Faktor intraselular meliputi struktur, mekanisme, metabolisme, dan genetika.Sedangkan faktor ekstraselular meliputi kondisi lingkungan seperti pH, suhu, tekanan.Proses pertumbuhan mikroba merupakan proses yang memiliki batas tertentu.Pada saat tertentu, setelah melewati tahap minimum, mikroba akan mengalami fasakematian. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan berhentinya pertumbuhan mikrobaantara lain:

1) Penyusutan konsentrasi nutrisi yang dibutuhkan dalam pertumbuhan mikrobakarena habis terkonsumsi.

2) Produk akhir metabolisme yang menghambat pertumbuhan mikroba karena terjadinya inhibisi dan represi [23].

Khamir memiliki sekumpulan enzim yang diketahui sebagai zymase yang berperanan pada fermentasi senyawa gula, seperti glukosa menjadi etanol (etil alkohol) dan karbon dioksida. Proses fermentasi alkohol hanya dapat terjadi apabila terdapat sel-sel khamir. Cepat lambatnya khamir juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah formulasi media yang digunakan sebagai proses pengembangbiakan, inokulum, tahapan fermentasi dan ketersediaan substrat yang cukup [18].

Perlakuan sebelum proses fermentasi alkohol yaitu mengupayakan konsentrasi gulanya menjadi 15 % atau 20 %. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, maka ditambahkan amonium sulfat, sedangkan untuk menurunkan pH-nya digunakan asam sulfat.Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir yang umum digunakan dalam industri fermentasi etanol.Biasanya khamir yang digunakan


(54)

sebanyak 5 % dari volume. Proses fermentasi membutuhkan waktu sekitar 28 - 72 jam, tetapi biasanya 44 jam untuk menghasilkan etanol dengan konsentrasi 8 – 10% dengan suhu optimum berkisar 32 – 33oC [17].

2.3.3 Tahap Pemurnian

Tahap berikutnya adalah pemurnian etanol.Tahap ini dilakukan melalui metode destilasi.Destilasi dilakukan pada suhu diatas titik didih etanol murni, yaitu pada kisaran 78 – 100oC.Produk yang dihasilkan pada tahap ini memiliki kemurnian hingga 96 %. Akan tetapi, sebelum memasuki tahap pemurnian dilakukan pemisahan etanol dengan sludge yang diperoleh dari hasil fermentasi etanol yang dihasilkan. Salah satu pemanfaatan limbah sludge yang telah berhasil dilakukan yaitu pengolahan sludge menjadi pupuk kalium majemuk dengan kadar kalium 40 %.

Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78-100oC akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95% volume [13]. Adapun proses lanjutan dalam pemurnian fermentasi tersebut yaitu proses Destilasi merupakan proses pemisahan dan pemurnian produk dari hasil fermentasi etanol, Proses destilasi dilakukan dengan cara mendidihkan campuran etanol dan air. Etanol mempunyai titik didih yang lebih rendah (780C) dibandingkan air (1000C) sehingga etanol akan menguap terlebih dahulu dibandingkan air, dan selanjutnya uap etanol dikondensasi.

Hasil fermentasi selanjutnya didestilasi untuk memisahkan etanol dengan larutan lainnya.Maiorella (1984) menyatakan bahwa pemurnian etanol merupakan bagian yang memerlukan banyak energy. Sekitar 50% energi total fermentasi digunakan untuk proses destilasi.Cairan hasil fermentasi mengandung sekitar 6,5-12% v/v etanol. Untuk mendapatkan etanol 95% v/v perlu dilakukan pemekatan pada kolom konsentrasi dalam unit destilasi. Destilasi merupakan proses pemisahan campuran antara dua atau lebih cairan berdasarkan perbedaan fase-fase antara dua cairan, yaitu volatilitas relative dan perbedaan titik didih.

Destilasi dilaksanakan dalam praktek menurut salah satu dari dua metode utama. Metode pertama didasarkan atas pembuatan uap dengan mendidihkan


(55)

campuran zat cair yang akan dipisahkan dengan pengembunan (kondensasi) uap tanpa ada zat cair yang kembali kedalam bejana didih. Jadi tidak ada refluks.Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dahulu. Proses destilasi yang digunakan dalam memisahkan etanol dengan air adalah destilasi sederhana. Pada hasil fermentasi yang mengandung etanol 10% proses destilasi sederhana pada suhu 79-820C akan menghasilkan kadar etanol 60-70% jadi untuk menaikkan kadar etanol sampai 95% ke atas diperlukan destilasi berulang-ulang. Cairan yang mengandumg etanol apabila dipanaskan akan menghasilkan uap yang mengandung etanol lebih tinggi.

Destilasi merupakan suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kemudahaan menguap (volatilitas) bahan.Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap dan uap ini kemudian didinginkan sehingga kembali kedalam bentuk cair. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu. Metode ini termasuk unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini berdasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya. Bahan yang akan didestilasikan pada drum pemasakan tidak boleh penuh, melainkan harus menyediakan sedikitnya 10% ruang kosong dari kapasitas penuh drum pemasakan [18].

Macam-macam metode destilasi antara lain:

1) Destilasi Sederhana, prinsipnya memisahkan dua atau lebih komponen cairan berdasarkan perbedaan titik didih yang jauh berbeda.

2) Destilasi Fraksionasi (Bertingkat), sama prinsipnya dengan destilasi sederhana, hanya destilasi bertingkat ini memiliki rangkaian alat kondensor yang lebih baik, sehingga mampu memisahkan dua komponen yang memiliki perbedaan titik didih yang berdekatan.

3) Destilasi Azeotrop dilakukan untuk memisahkan campuran azeotrop (campuran dua atau lebih komponen yang sulit dipisahkan), biasanya dalam prosesnya digunakan senyawa lain yang dapat memecah ikatan azeotrop tersebut, atau dengan menggunakan tekanan tinggi.


(56)

4) Destilasi Kering dilakukan dengan memanaskan material padat untuk mendapatkan fasa uap dan cairnya. Biasanya digunakan untuk mengambil cairan bahan bakar dari kayu atau batu bata.

5) Destilasi Vakum dilakukan untuk memisahkan dua komponen yang titik didihnya sangat tinggi, metode yang digunakan adalah dengan menurunkan tekanan permukaan lebih rendah dari 1 atm, sehingga titik didihnya juga menjadi rendah [18].

2.3.4 Parameter pengujian

Untuk mengetahui pengaruh kondisi S.cerevisiae yang telah diadaptasi terhadap proses fermentasi yang menghasilkan bioetanol maka dilakukan uji-uji untuk mengetahui hasil bioetanolnya :

1) Jumlah Bioetanol (ml)

Jumlah alkohol yang dihasilkan dapat diketahui dengan mengukur banyaknya bioetanol yang dihasilkan melalui proses penyulingan menggunakan alat destilasi menggunakan erlenmeyer dan gelas ukur.

2) Indeks bias

Indeks bias pada medium didefinisikan sebagai perbandingan antara suatu medium [18].Pembiasan itu sendiri terjadi akibat perubahan kecepatan cahaya ketika melewati 2 media yang berbeda. Semakin tinggi nilai indeks biasnya, akan membuat lensa kaca mata menjadi lebih tipis. Indeks bias mutlak suatu bahan adalah perbandingan kecepatan cahaya diruang hampa dengan kecepatan cahaya dibahan tersebut.

3) Berat Jenis

Berat jenis adalah konstanta tetapan bahan tergantung pada suhu untuk tubuh padat, cair, dan bentuk gas yang homogen. Berat jenis didefinisikan sebagai massa suatu bahan per satuan volume bahan tersebut. Bentuk persamaannya adalah sebagai satuan dari berat jenis adalah (kg/dm3, g/cm3, atau g/ml. g/liter).


(57)

4) Spesific Grafitydan API Grafity

Spesific Grafity dan API Grafity adalah suatu pernyataan yang menyatakan densitas atau berat persatuan volume dari suatu bahan. Hubungan antara Spesific Grafity (sg) dan API Grafity (G), adalah sebagai berikut: [15]

5 , 131 5 , 141 5 , 131 5 , 141 + = − = G sg sg G (2.1)

Besarnya harga API grafity berkisar dari 0 – 100, sedangkan spesific grafity

merupakan harga relatif dari densitas suatu bahan terhadap air. Hubungan antara densitas, spesific grafity.

5) Uji Kualitatif

Uji etanol dapat dilakukan dengan cara kualitatif dan kuantitatif. Uji kualitatif dilakukan dengan analisa K2Cr2O7 dan H2SO4, analisa KMnO4, analisa

bakar.

2.4 RAGI

Ragi yang digunakan dalam fermentasi ini merupakan ragi tape.Ragi tape merupakan populasi campuran mikroba yang terdapat beberapa jenis yaitu genus

Aspergillus, genus Saccharomyces, genus Candida, genus Hansnula, sedang bakterinya adalah Acetobacter.Aspergillus dapat menyederhanakan amilum, sedangkan Saccharomyces, Candida dan Hansnula dapat menurunkan gula menjadi alkohol dan bermacam-macam zat organik lainnya.Acetobacter

mengubah alkohol menjadi cuka. Secara fisiologis, ragi mempunyai persamaan yaitu menghasilkan fermen atau enzim-enzim yang dapat mengubah substrat menjadi bahan lain dengan mendapat keuntungan berupa energi. Adapun substrat yang diubah berbeda-beda.

Ragi tape sebenarnya adalah berupa mikroba Saccharomyces Cerevisiae

yang dapat mengubah karbohidrat. Sedang jamur yang ada dalam ragi tape adalah jenis Aspergillus. Ragi tape merupakan inokulan yang mengandung kapang aminolitik dan khamir yang mampu menghidrolisis pati.Kapang tersebut adalah


(58)

mikroflora yang berperan pada ragi tape adalah jenis Candida, Endomycopsis, Hansnula, Amilomyces rouxii dan Aspergillus Orizae.Beberapa keuntungan hasil fermentasi terutama adalah asam asetat dan alkohol dapat mencegah pertumbuhan mikroba yang beracun di dalam pakan misalnya Clostridium botulinum.Ragi yang bersifat katabolik atau memecah komponen yang kompleks menjadi zat yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna. [21]

Gambar 2.4 Kurva Pertumbuhan Mikroba

Bakteri dapat tumbuh dan berkembang biak dengan cepat bila dalam keadaan yang menguntungkan dapat diliat dari gambar 2.4 kurva pertumbuhan mikroba. Pertumbuhan bakteri dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu:

1. Fase Adaptasi (Lag Phase)

Merupakan periode penyesuaian diri bakteri terhadap lingkungan dan lamanya mulai dari satu jam hingga beberapa hari. Lama waktu ini tergantung pada macam bakteri, umur biakan, dan nutrien yang terdapat dalam medium yang disediakan. Pada fase ini bakteri beradaptasi dengan lingkungan, belum mampu mengadakan pembiakan, terapi metabolisme sel bakteri meningkat dan terjadi perbesaran ukuran sel bakteri.

2. Fase Pertumbuhan (Log Phase)

Fase ini merupakan periode pembiakan yang cepat dan merupakan periode yang didalamnya dapat teramati ciri khas sel-sel yang aktif.Selama fase ini pembiakan bakteri berlangsung cepat, sel-sel membelah dan jumlahnya meningkat


(59)

secara logaritma sesuai dengan pertambahan waktu, beberapa bakteri pada fase ini biasanya menghasilkan senyawa metabolit primer, seperti karbohidrat dan protein.Pada kurva, fase ini ditandai dengan adanya garis lurus pada plot jumlah sel terhadap waktu.

3. Fase Stasioner (Stationer Phase)

Fase ini merupakan suatu keadaan seimbang antara laju peryumbuhan dengan laju kematian, sehingga jumlah keseluruah bakteri yang hidup akan tetap. Beberapa bakteri biasanya menghasilkan senyawa metabolit sekunder seperti antibiotika dan polimer pada fase ini.

4. Fase Kematian (Death Phase)

Pada fase ini, laju kematian bakteri melampaui laju pembiakan bakteri.Hal ini disebakan karena habisnya jumlah makanan dalam medium sehingga pembiakan bakteri terhenti dan keadaan lingkungan yang jelek karena semakin banyaknya hasil metabolit yang tidak berguna dan mengganggu pertumbuhan bakteri [22].


(60)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Energi sangat dibutuhkan oleh masyarakat tetapi cepat atau lambat cadangan minyak bumi di dunia akan habis. Ketersediaan energi merupakan syarat mutlak khususnya dalam pelaksanaan pembangunan nasional baik pada saat ini maupun masa yang akan datang, guna menjamin pemenuhan pasokan energi yang merupakan tantangan utama bagi bangsa Indonesia. Kebutuhan energi umumnya didominasi oleh energi fosil seperti minyak bumi, gas bumi dan batu bara [1].

Sumber energi fosil ini merupakan sumber energi yang terbatas yang memerlukan antisipasi untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi tersebut Ini disebabkan oleh persediaan bahan bakar fosil yang terbatas dan tidak dapat diperbaharui. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang menghadapi persoalan energi yang serius akibat ketergantungan yang sangat besar terhadap energi fosil. Sudah saatnya Indonesia mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil dengan mengembangkan sumber energi alternatif terbarukan.

Sejak beberapa tahun 2014 terakhir Indonesia mengalami penurunan produksi minyak nasional yang disebabkan menurunnya secara alamiah cadangan minyak serta pertambahan jumlah penduduk, meningkatnya penggunaan dalam rumah tangga, transportasi serta aktivitas industri [2]. Untuk mengatasi keadaan tersebut diperlukan adanya bahan bakar alternatif yang dapat diperbaharui serta ramah lingkungan (renewable) [3]. Ada beberapa jenis energi alternatif yang sedang diteliti dan dikembangkan di dunia saat ini seperti biodiesel, bioetanol dan biogas. Salah satu alternatif yang potensial untuk dikembangkan adalah penggunaan bioetanol [2].Bioetanol dapat digunakan sebagai aditif bahan bakar bensin dan merupakan sumber energi yang menjanjikan [3].

Bioetanol adalah sebuah bahan bakar alternatif yang diolah dari tumbuhan (biomassa) dengan cara fermentasi. Sumber bioetanol dapat berupa singkong, ubi jalar, tebu, jagung, sorgum biji, sorgum manis, sagu, aren, nipah, lontar, kelapa


(61)

dan padi. Etanol sintesis, sering disebut metanol atau metil alkohol, terbuat dari etilen, salah satu derivate minyak bumi atau batu bara. Bahan ini diperoleh dari proses sintesa kimia yang disebut hidrasi, sedangkan bioetanol direkayasa dari biomassa (tanaman) melalui proses biologi (fermentasi) [4].

Buah Nangka (Artocarpus heterophyllus Lmk) merupakan komoditi tanaman tahunan yang sering dijumpai pada setiap daerah yang memiliki aroma khas dan memiliki daya simpan yang relatif pendek.Di Indonesia nangkabelum diproduksi dalam bentuk perkebunan seperti halnya buah-buahan lain, sehingga jumlah produksinya tidak diketahui dengan pasti.Buah nangka memiliki banyak manfaat terutama pada buah nangka yang masih muda dapat di masak sebagai sayur, daging buah yang masak dapat dimakan atau sebagai bahan tambahan pembuatan es buah [5].

Salah satu sumber hayati yang memiliki potensi besar sebagai bahan baku bioetanol adalah biji nangka (Artocarpus Heterophyllus,Lmk). Buah nangka hampir sama dengan cempedak tetapi ada perbedaan. Selama ini, umumnya biji hanya dijadi limbah yang hanya sebagian kecil dimanfaatkan sebagai pakan ternak, malahan sebagian besar dibuang begitu saja ataupun menjadi limbah. Padahal jika diolah lebih lanjut biji nangka, dapat bermanfaat lebih sebagai bahan baku olahan lainnya yang tentunya akan memberikan nilai tambah [7].

Limbah nangka (biji nangka) merupakan bagian nangka yang hingga saat ini belum dimanfaatkan secara sempurna.Biji nangka banyak mengandung pati sehingga dihidrolisa terlebih dahulu untuk dijadikan glukosa dengan katalisator enzim.Sedangkan glukosa tersebut dapat difermentasi menjadi alkohol dengan bantuan mikroorganisme, dimana mikroorganisme yang digunakan adalah

saccharomyces cereviseae. Proses fermentasi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya temperatur, pH fermentasi, lama fermentasi (waktu), kuantitas ragi

Saccharomyces cerevisiae yang digunakan. Menurut [6] persentase ragi

Saccharomyces cerevisiae yang ditambahkan pada proses fermentasi tanpa ragi dan fermentasi dengan menggunakan ragi sangat mempengaruhi kualitas dan kuantitas bioetanol yang dihasilkan. Oleh sebab itu, diperlukan penelitian lebih lanjut dalam menentukan jumlah optimal ragi Saccharomyces cerevisiae yang ditambahkan saat melakukan fermentasi. Hal inilah yang mendorong penulis


(62)

untuk menggunakan biji nangka (Artocarpus heterophyllus Lmk) sebagai bahan baku dalam pembuatan bioetanol. Menurut Nainggolan (1985) biji nangka mempunyai komposisi: air 57,7 %, kadar protein 4,2%, kadar lemak 0,1%, karbohidrat 36,7% [7].

Peneliti terdahulu juga membuatbioetanol dengan menggunakan bahan baku berpati (mengandung karbohidrat) dengan variasi jumlah ragi. Dapat kita lihat pada tabel 1.1:

Tabel 1.1 Penelitian-penelitian Sebelumnya Terkait Pembuatan Bioetanol No Nama Peneliti Judul Penelitian Metode dan Hasil Penelitian

1. Anak Agung Juwita, dan Chirilla Susilowati (2010) Bioetanol dari Ampas dan Kulit Singkong

Bahan baku: Ampas singkong dan kulit singkong.

Prosedur: Hidrolisa pati menjadi glukosa dengan mencampurkan enzym

α-amilase, Fermentasi penambahan nutrient NPK 5 gram.

Hasil:

-Etanol yang dihasilkan dari kulit dan ampas singkong berkisar antara 0,1-0,7 gram dan etanol yang dihasilkan dari glukosa yang terdapat dalam kulit dan ampas singkong berturut-turut adalah 0,69% dan 0,48%.

-Variabel lama fermentasi, yield maksimum berada pada waktu fermentasi 7 hari [8].

2. Heppy Rihana dan Risky Adam (2008) Pembuatan Bioetanol dari Singkong secara Fermentasi Menggunakan

Bahan baku: Singkong

Prosedur: Penambahan nutrient NPK dan Fermentasi dengan variasi massa ragi dan waktu.


(63)

Ragi Tape -Yield maksimum untuk variable penambahan ragi sebesar 90 gr, penambahan nutrient sebesar 20 gr dan lama fermentasi selama 14 hari. -Perbandingan yield praktis terhadap teoritis untuk semua variabel memiliki persen eror [9].

3. Neni Minarni, Bambang Ismuyanto, dan sutrisno (2013) Pembuatan Bioetanol dengan Bantuan Saccharomyces Cerevisiae dari Glukosa Hasil Biji Durian

Bahan baku: Biji Durian

Prosedur: Pembuatan cake biji durian, hidrolisis biji durian dengan variasi konsentrasi HCl, fermentasi

menggunakan Saccharomyces Cereviseae dengan variasi pH, penentuan kadar etanol hasil fermentasi.

Hasil:

-Untuk HCl 0-3 M pada proses

hidrolisis disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi HCl maka kadar glukosa yang dihasilkan akan semakin meningkat, sedangkan peningkatan konsentrasi HCl diatas 3 M akan menyebabkan kadar glukosa stasioner atau menurun.

-Proses fermentasi dengan

peningkatan pH, tidak menghasilkan etanol yang berbanding lurus dengan peningkatan pH, namun terdapat titik optimum dari perubahan glukosa menjadi etanol yaitu pada pH 4 [10]. 4. Jhonprimen

H.S, Andreas

Pengaruh Massa Ragi, Jenis Ragi

Bahan baku: Biji Durian


(64)

Turnip,M, dan Hatta Dahlan (2012) dan Waktu Fermentasi pada Bioetanol dari Biji Durian.

durian, tahap pemanasan, tahap hidrolisis, tahap pemurnian, dan tahap pengukuran kadar etanol.

Hasil: Kadar etanol didapatkan pada waktu fermentasi 3 hari dan kadar etanol maksimum pada saat fermentasi dengan menggunakan ragi tape [11]. 5. Rudy Sutanto,

Harisman Jaya, dan Arif Mulyanto (2013) Analisa Pengaruh Lama Fermentasi dan Temperatur Distilasi terhadap Sifat Fisik (Spesific Gravity dan Nilai Kalor) Bioetanol Berbahan Baku Nanas (Ananas Comosus)

Bahan Baku: Nanas

Prosedur: Lama fermentasi 5,7, dan 9 hari dengan temperatur distilasi adalah 60, 75, dan 80 0C. Massa sampel 1750 gr ditambahkan ragi (bubuk) sebanyak 75 gr atau sebanyak 4,3 % massa sampel tersebut.

Hasil:

- Kadar alkohol meningkat dengan bertambahnya lama fermentasi dan berbanding terbalik terhadap temperatur distilasi. Kadar alkohol tertinggi diperoleh sebesar 76,03 % sedangkan yang terendah adalah 65,01 %.

- Specivic gravity menurun dengan bertambah lamanya fermentasi dan menurunnya temperatur distilasi.

Specific gravitynya 0,84448-0,87098

Nilai kalor meningkat seiring dengan bertambah lamanya fermentasi dan menurunnya temperatur distilasi. Nilai kalornya 13458,48 - 29679,47 J/gr . [12]


(1)

DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN i

SAMPUL DALAM ii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI iii

PENGESAHAN iv

PRAKATA v

DEDIKASI vii

RIWAYAT HIDUP viii

ABSTRAK ix

ABSTRACT x

DAFTAR ISI xi

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 6

1.3 Tujuan Penelitian 6

1.4 Manfaat Penelitian 6

1.5 Ruang lingkup Penelitian 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8

2.1 Pengenalan Tanaman Nangka Dan Biji Nangka Secara Umum 8 2.1.1 Klasifikasi Tanaman Nangka 8 2.1.2 Biji Nangka 10

2.2 Bioetanol 13

2.3 Proses Pembuatan Bioetanol 17

2.3.1 Tahap Persiapan Bahan Baku 17

2.3.2 Tahap Fermentasi 18

2.3.3 Tahap Pemurnian 22

2.3.4 Parameter Pengujian 24


(2)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 28

3.1 Lokasi Penelitian 28

3.2 Bahan Dan Peralatan 28

3.2.1 Bahan 28

3.2.2 Peralatan 28

3.3 Prosedur Percobaan 29

3.3.1 Pembuatan Tepung Biji Nangka 29

3.3.2 Tahap Persiapan Bahan Fermentasi 29

3.3.3 Tahap Fermentasi 29

3.3.4 Tahap Destilasi 30

3.3.5 Prosedur Analisa 30

3.3.5.1 Penentuan Jumlah Bioetanol (ml) 30 3.3.5.2 Penentuan Densitas Bioetanol (gr/ml) 30 3.3.5.3 Pengujian Indeks Bias 31 3.3.5.4 Menghitung Spesific Grafity (sg) Dan API Grafity (G) 31

3.3.5.5 Menghitung Nilai Kalor (NK) 31

3.3.5.6 Uji Kualitatif 32

3.3.5.7 Analisis Kadar Bioetanol Dngan Metode Berat Jenis 33

3.3.6 Flowchart Penelitian 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 39

4.1 Uji Kualitatif 39

4.2 Pengaruh Konsentrasi Ragi Dan Waktu Fermentasi Terhadap Perolehan

Bioetanol 41

4.3 Pengaruh Konsentrasi Ragi Dan Waktu Fermentasi Terhadap Densitas

Bioetanol 42

4.4 Pengaruh Konsentrasi Ragi Dan Waktu Fermentasi Terhadap Spesific

Gravity Bioetanol 43

4.5 Pengaruh Konsentrasi Ragi Dan Waktu Fermentasi Terhadap Nilai

Kalor Bioetanol 44


(3)

4.8 Analisa Ekonomi 47 4.9 Tabel Perbandingan Standar Baku Mutu Bioetanol 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 50

DAFTAR PUSTAKA 52

LAMPIRAN 56


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Buah Nangka 9

Gambar 2.2 Biji Nangka 10

Gambar 2.3 Tepung Biji Nangka 12

Gambar 2.4 Kurva Pertumbuhan Mikroba 26

Gambar 3.1 Flowchart Pembuatan Tepung Biji Nangka 35 Gambar 3.2 Flowchart Persiapan Bahan Fermentasi 36

Gambar 3.3 Flowchart Proses Fermentasi 37

Gambar 3.4 Flowchart Proses Destilasi 38

Gambar 4.1 Uji Kualitatif 39

A. Uji Identifikasi Kualitatif Dengan K2Cr2O7 Dan H2SO4 39 B. Uji Identifikasi Kualitatif Dengan KMnO4 40 Gambar 4.2 Pengaruh Konsentrasi Ragi Dan Waktu Fermentasi Terhadap

Perolehan Bioetanol 41

Gambar 4.3 Pengaruh Konsentrasi Ragi Dan Waktu Fermentasi Terhadap

Densitas Bioetanol 43

Gambar 4.4 Pengaruh Konsentrasi Ragi Dan Waktu Fermentasi Terhadap

Spesific Grafity 44

Gambar 4.5 Pengaruh Konsentrasi Ragi Dan Waktu Fermentasi

TerhadapNilai Kalor Bioetanol 45

Gambar 4.6 Pengaruh Konsentrasi Ragi Dan Waktu Fermentasi Terhadap

Indeks Bias Bioetanol 46

Gambar L 3.1 Biji Nangka 61

Gambar L 3.2 Biji Nangka Yang Telah Dikeringkan 61

Gambar L 3.3 Proses Pengayakan Biji Nangka 62

Gambar L 3.4 Tepung Biji Nangka 62

Gambar L 3.5 Proses Pencampuran Tepung Biji Nangka 63 Gambar L 3.6 Proses Hidrolisis Tepung Biji Nangka 63


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Penelitian – Penelitian Sebelumnya Terkait Pembuatan Bioetanol 3

Tabel 2.1 Komposisi Bagian – Bagian Buah Nangka 10

Tabel 2.2 Komposisi Gizi Per 100 gram Nangka Muda, Nangka Masak, Dan Biji

Nangka 11

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Tepung Biji Nangka (Tiap 100 g) 12

Tabel 2.4 Sifat Fisika Dari Etanol 14

Tabel 2.5 Standar Mutu Etanol 14

Tabel 3.1 Konversi Berat Jenis - Kadar Etanol 26

Tabel 3.2 Indeks Bias 34 Tabel 4.1 Pengaruh Konsentrasi Ragi Dan Waktu Fermentasi Terhadap Volume

Bioetanol Murni 47

Tabel 4.2 Rincian Biaya Pembuatan Bioetanol Dari Biji Nangka 48

Tabel 4.3 Syarat Mutu Bioetanol 49

Tabel L 1.1 Data Percobaan Volume Bioetanol 56

Tabel L 1.2 Data Percobaan Densitas Bioetanol 56

Tabel L 1.3 Data Percobaan Kadar Bioetanol Dengan Densitas Larutan Bioetanol 56

Tabel L 1.4 Data Percobaan Indeks Bias Bioetanol 57

Tabel L 1.5 Data Percobaan Kadar Bioetanol Dengan Indeks Bias Larutan

Bioetanol 57

Tabel L 1.6 Data Percobaan Spesifik Grafity 57

Tabel L 1.7 Data Perhitungan API Grafity 58

Tabel L 1.8 Data Perhitungan Nilai Kalor 58

Tabel L 1 9 Data Volume Bioetanol Murni 41


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 DATA PERCOBAAN 56

L 1.1 Data Percobaan Volume Bioetanol 56

L 1.2 Data Percobaan Densitas Bioetanol 56

L 1.3 Data Percobaan Kadar Bioetanol Dengan Densitas Larutan Bioetanol 56

L 1.4 Data Percobaan Indeks Bias Bioetanol 57

L 1.5 Data Percobaan Kadar Bioetanol Dengan Indeks Bias Larutan Bioetanol 57

L 1.6 Data Percobaan Specific Gravity 57

L 1.7 Data Perhitungan API Gravity 58

L 1.8 Data Perhitungan Nilai Kalor 58

L 1.9 Data Volume Bioetanol Murni 58

LAMPIRAN 2 CONTOH PERHITUNGAN 59

L 2.1 Contoh Perhitungan Densitas Bioetanol 59

L 2.2 Contoh Perhitungan Kadar Bioetanol Berdasarkan Densitas 59

L 2.3 Contoh Perhitungan Indeks Bias Bioetanol 59

L 2.4 Contoh Perhitungan Spesific Gravity dan API Gravity Bioetanol 60

L 2.5 Contoh Perhitungan Nilai Kalor Bioetanol 60

L 2.6 Contoh Perhitungan Volume Bioetanol Murni 60

LAMPIRAN 3 GAMBAR PERCOBAAN 61

L 3.1 Biji Nangka 61

L 3.2 Biji Nangka Yang Telah Dikeringkan 61

L 3.3 Proses Pengayakan Biji Nangka 62

L 3.4 Tepung Biji Nangka 62

L 3.5 Proses Pencampuran Tepung Biji Nangka 63

L 3.6 Proses Hidrolisis Tepung Biji Nangka 63

L 3.7 Proses Fermentasi Biji Nangka Menjadi Bioetanol 64

L 3.8 Proses Destilasi 64