Pendugaan Karbon Tersimpan Pada Beberapa Jalur Hijau Jalan Arteri Sekunder Wilayah Medan Selatan Chapter III V

(1)

BAHAN DAN METODE

A.Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei hingga Juni 2015. Peneliti mengambil lokasi penelitian di Jalur Arteri Sekunder Kota Medan. Adapun lokasi yang dijadikan tempat penelitian merupakan jalur arteri sekunder yang telah dibagi dalam beberapa bagian. Peneliti mengambil lokasi penlitian di wilayah medan selatan, namun disini wilayah tersebut bukan wilayah administratif sebenarnya namun dibuat untuk memudahkan pembagian lokasi. Lokasi jalur arteri sekunder yang dipakai diambil berdasarkan tabel informasi daftar rencana jalan dan fungsi jaringan jalan arteri sekunder di Kota Medan oleh Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan. Sebagai lokasi penelitian yang dipakai adalah Jalan Gatot Subroto pada Kecamatan Medan Petisah, Jalan Sunggal pada Kecamatan Medan Sunggal, Jalan Brigjen Katamaso pada Kecamatan Medan Maimun, Jalan Brigjen Zein Hamid pada Kecamatan Medan Johor, Jalan Sisingamangaraja pada Kecamatan Medan Amplas, Jalan Armada pada Kecamatan Medan Amplas, dan Jalan H.M. Joni pada Kecamatan Medan Kota.

Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2015. Lokasi Penelitian dapat dilihat pada Peta lokasi. Analisis data dilakukan di Laboratorium Manajemen Hutan Terpadu, Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.


(2)

(3)

B.Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Global Position System (GPS), PC (Personal Computer), ArcView GIS 3.3, pita ukur, klinometer, penggaris, kamera digital, dan alat tulis. Peta Administrasi Kota Medan dan peta usulan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK) Medan yang nantinya akan digunakan sebagai data sekunder.

C.Prosedur Penelitian

Prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan, serta menganalisis sesuai kebutuhan. Adapun tahapan kegiatannya adalah sebagai berikut :

1. Pengumpulan Data a. Data Primer

Data Primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan berupa data jenis vegetasi, diameter, tinggi dan titik koordinat yang diperoleh dengan menggunakan metode sensus. Metode Sensus merupakan teknik pengumpulan data dimana seluruh elemen populasi diselidiki tanpa terkecuali. Data yang diperoleh merupakan fakta sebenarnya dari lapangan. Metode sensus dilakukan terhadap semua jenis vegetasi untuk mengetahui jenis-jenis vegetasi yang terdapat di Jalur arteri sekunder tersebut dengan menggunakan parameter diameter dan tinggi.

Dalam pengambilan data jenis tanaman yang dilakukan dengan cara sensus pada jalur yang telah ditetapkan, maka yang harus dilakukan adalah:

1. Kriteria utama dalam pengambilan data adalah dengan memilih jenis pohon dan palem-paleman. Jenis pohon dimulai dari tingkat pancang (berdiameter < 10 cm


(4)

dan tinggi > 1,5 m) hingga tingkat pohon. Sedangkan untuk palem hanya yang berdiameter > 20 cm yang diambil datanya.

2. Setelah ditentukan jalur yang diambil sebagai sampel penelitian maka diambil data tanaman pada jalur tersebut yaitu nama jenis tanaman, diameter tanaman dan dokumentasi tanaman.

3. Lalu dicatat dan dimasukkan dalam tally sheet yang disediakan.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau berasal dari instansi-instansi terkait, jurnal-jurnal penelitian sebelumnya, skripsi, prosiding, artikel ilmiah dan literatur pendukung lainnya.

Data-data yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Data Primer dan Data Sekunder yang digunakan dalam Penelitian

Nama Data Jenis Data Alat Sumber Tahun Titik koordinat

vegetasi

Primer GPS Pengukuran

di lapangan

2014 Diameter vegetasi Primer Pita Ukur Pengukuran

di lapangan

2014 Tinggi vegetasi Primer Klinometer - 2014 Peta Administrasi

Kota Medan

Sekunder - Balai

Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH)

2014

Peta Usulan RTRWK Kota Medan

Sekunder - BAPPEDA

Kota Medan

2014 Model Alometrik Sekunder - Jurnal,

Literatur, Skripsi


(5)

2. Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan terhadap beberapa objek yaitu pengambilan sampel jalur hijau dan pengambilan sampel tanaman di jalur hijau

a. Jalur hijau

Dalam penentuan sampel jalur hijau yang harus dilakukan adalah :

1. Diketahui terlebih dahulu jumlah kecamatan yang ada di Kota Medan. 2. Ditentukan jalan yang memiliki jalur hijau pada jalan arteri sekunder

Kota Medan yang dijadikan smapel berdasarkan kriteria jalan arteri menurut Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011.

3. Setelah diketahui kecamatan dan jalan arteri sekunder maka dilakukan pengambilan sampel untuk jalur hijaunya yaitu 8 jalur hijau pada jalan arteri sekunder Kota Medan.

4. Penentuan luas jalur hijau dapat dilakukan dengan mengetahui panjang dan lebar jalan tersebut. Kemudian diukur jalur hijau yang ada di jalan tersebut.

5. Pada jalur hijau tepi umumnya memiliki panjang yang sama dengan panjang jalan dan lebar jalur hijau dapat diukur menggunakan pita ukur. Sedangkan pada jalur hijau median diukur panjang dan lebarnya dengan menggunakan pita ukur oleh karena tidak seluruh jalur hijau memiliki median

b. Tanaman di Jalur Hijau.

Dalam pengambilan data jenis tanaman yang dilakukan dengan metode sensus pada jalur yang ditetapkan, sehingga yang dilakukan adalah:


(6)

1. Krteria utama dalam pengambilan data adalah dengan memilih jenis pohon dan palem-paleman. Jenis pohon dimulai dari tingkat pancang (berdiameter ≥ 10 cm dan tinggi > 1,5 m) hingga tingkat pohon. Sedangkan untuk palem yang berdiameter ≥ 20 cm.

2. Setelah ditentukan jalur yang diambil sebagai sampel penelitian maka diambil data tanaman pada jalur tersebut yaitu nama jenis tanaman, diameter tanaman.

3. Dicatat dan dimasukkan dalam tally sheet yang telah disediakan. 4. Setelah diperoleh semua data yang diperlukan, lalu dihitung nilai

komposisi jenis tanaman yang ditentukan dengan menghitung jenis pohon perindang persatuan luas dengan rumus:

Komposisi jenis tanaman ( ) (Setyowati, 2008)

: jumlah jenis pohon perindang per satuan luas : jumlah individu pohon perindang per satuan luas

5. Selanjutnya dihitung nilai kerapatan tanaman yang ditentukan dengan rumus:

Kerapatan tanaman ( ) (Setyowati, 2008)

Setelah semua data diperoleh maka dilakukan penghitungan nilai biomassa tanaman berdasarkan rumus alometrik spesifik maupun umum.

3. Perhitungan Nilai Biomassa, Simpanan Karbon dan Serapan CO2

Perhitungan nilai biomassa dan karbon tersimpan dilakukan secara bertahap yaitu dilakukan perhitungan nilai biomassa dan kemudian dilakukan perhitungan karbon tersimpan diatas permukaannya. Adapun tahapannya adalah sebagai berikut :


(7)

A. Perhitungan Nilai Biomassa, Simpanan Karbon,dan Serapan CO2 per tanaman.

a. Setelah diperoleh data jenis vegetasi, diameter dan tinggi diameter, maka dicari nilai biomassa tiap jenis vegetasi tersebut menggunakan rumus alometrik spesifik maupun umum. Model Alometrik biomassa dari beberapa jenis vegetasi berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Model Alometrik Spesifik dan Umum dari Jenis Vegetasi Pohon maupun Vegetasi Bukan Pohon

Jenis Tanaman Model Alometrik Sumber

Acacia auriculiformis logV=-4,155+2,605 log D Siswanto : 2008 Agathis lorantifolia logV=3,824+2,447 log D Siswanto : 2008 Altingia exelsa V=0,000257 D2,2563 Siswanto : 1996 Alstonia spp V=0,000081 D2,06 H0,662 Ermawati : 1995 Dipterocarpus cornutus V=0,000417 D2,21 Priyanto : 1997 Dipterocarpaceae V= 0,0002134 D2,4613

Direktorat

Inventarisasi Hutan: 1991

Dryobalanops

lanceolata V=0,0000893 D

2,619

Siswanto : 1996 Dryobalanops spp V=0,000661 D2,1 Priyanto : 1997 Eucalyptus spp V=0,00006598 D2,5056

Direktorat

Inventarisasi Hutan: 1990

Gmelina arborea V=0,0000669 D1,952 H0,794 Wahjono : 1995 Jati (Tectona grandis) Y=0,153DBH Frangi dan Lugo :

1985 Mahoni (Switenia

mahogany) Y=0,048 D

Adinugroho dan Sidiyasa : 2006 Mahoni (Switenia

macrophylla) Bt=0,9029 (D

2

.H)0,6840 Frangi dan Lugo : 1985

Manilkara kauki V=0,00122 D1,7445

Direktorat

Inventarisasi Hutan: 1990

Palem (AGB)est=4,5+7,7xH Frangi dan Lugo :

1985 Paraserianthes

falcataria V=0,00011 D

2,5414 Bustomi dan

Imanuddin : 2004

Perdu (AGB)=0,0002 H2,4071 Berry : 2008


(8)

Pohon di Sumatera B=0,066 D2,59 Ketterings : 2000 Pohon bercabang Y=0,11 p D2,62 Kettering : 2001

Shorea spp V=0,000372 D2,25 Priyanto : 1997

Shorea leprosula BBA=0,032 D2,7808 Heriansyah : 2009 Shorea sumatrana V=0,0001546 D2,4664 Soemarna dan

Siswanto : 1986 Umum (Pohon bercabang) BK= 0,11× ρ × D2,62 Ketterings et al : 2001 Keterangan : Y= biomassa pohon (kg/ind); Bt=biomassa total (kg/ind); (AGB)est= biomassa pohon Pohon bagian atas tanah (kg/ind); V= volume pohon(cm3);DBH (diameter setinggi dada) atau kurang lebih 1,3 m dari permukaan tanah; B= biomassa total (kg/ind); H=Tinggi total vegetasi (m); D= diameter batang (cm) setinggi 1,3m; p= berat jenis kayu (gr/cm3); BBA = Biomassa di atas permukaan tanah(kg)

Sumber : Model Alometrik dalam Pendugaan Biomassa Pohon : 2012.

b. Dengan menggunakan model allometrik yang sesuai, maka diperoleh nilai biomassa per individu tanaman (Kg/ individu).

c. Selanjutnya individu untuk jenis yang sama diitotalkan nilai biomassanya sehingga diperoleh per satu jalur beberapa jenis tanaman yang memiliki satuan biomassa Kg/Luasan jalur.

d. Kemudian nilai biomassa setiap jenis tanaman yang ada di satu jalur diubah satuannya dari Kg/Luasan jalur menjadi Ton/Ha.

e. Setelah itu dicari nilai simpanan karbon (Ton/Ha) per jenis tanaman dengan menggunakan rumus:

Simpanan Karbon = 0,46 × Total Biomassa (Hairiyah dan Rahayu, 2007). f. Kemudian dicari nilai serapan CO2 per jenis tanaman dengan

menggunakan rumus:

Nilai serapan CO2 = Simpanan Karbon × Ar/Mr CO2, dimana

Ar =Atom Relatif dan Mr= Molekul Relatif, atau setara dengan simpanan karbon × 3,67 (Bismark dkk, 2008).


(9)

g. Hasilnya diperoleh nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 per jenis tanaman yang ada di jalur hijau penelitian

B. Perhitungan Nilai Biomassa, simpanan Karbon, dan serpan CO2 per Jalur Hijau.

a. Setelah diperoleh nilai biomassa jenis tanaman (Kg/Luasan Jalur) yang terdapat pada satu jalur maka ditotalkan nilai biomassa dari jenis tanaman yang terdapat di satu jalur penelitian tersebut.

b. Diperoleh nilai biomassa total (Kg/Luasan Jalur) per Jalur Hijau penelitian. Lalu diubah satuannya menjadai (Ton/Ha).

c. Setelah itu nilai simpanan Karbon (Ton/Ha) dan serapan CO2 (Ton/Ha) ditotalkan untuk per satu jalur hijau saja.

d. Diperoleh tabel hasil nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 untuk keseluruhan jalur penelitian dalam satuan (Ton/Ha).

4. Pembuatan peta penyebaran vegetasi pada Jalur Hijau di kota Medan Pembuatan peta penyebaran vegetasi pada Jalur Hijau kota Medan dilakukan dengan memasukkan titik-titik yang diambil dengan menggunakan GPS ke dalam sotware DNR GARMIN yang datanya diubah dalam bentuk .shp setelah itu diolah lagi pada software ArcView GIS 3.3 dan didapat peta penyebaran vegetasi pada jalur hijau di jalur arteri sekunder kota Medan. Proses pengolahan data titik koordinat di lapangan adalah sebagai berikut:

1. Pengambilan data di lapangan berupa data titik koordinat pada Jalur Hijau dengan menggunakan alat yaitu GPS.


(10)

2. Setelah diperoleh data titik koordinat maka untuk proses pengolahan data tahap awal dilakukan dengan memasukkan data GPS ke PC dengan menggunakan sotware DNR Garmin.

3. Diubah file tersebut dengan menggunakn software DNR Garmin menjadi file berbentuk .shp yang kemudian dapat diolah dengan menggunakan software ArcView GIS 3.3.

4. Setelah itu diperoleh peta penyebaran vegetasi di Ruang Terbuka Hijau kota Medan. Bagan Alur Kerja Penelitian Penelitian Pendugaan Karbon Tersimpan Pada Beberapa Jalur Hijau di Jalur Arteri Sekunder Kota Medan dapat dilihat pada Gambar 2.


(11)

Gambar 2. Bagan Alur Kerja Penelitian Penelitian Pendugaan Karbon Tersimpan Pada Beberapa Jalur Hijau di Jalur Arteri Sekunder Kota Medan .

JALUR ARTERI SEKUNDER

INVENTARISASI TEGAKAN

JALUR HIJAU 1. Panjang Jalur 2. Lebar Jalur

VEGETASI 1. Diameter Tegakan 2. Tinggi Tegakan 3. Koordinat Tegakan

PENILAIAN NILAI BIOMASSA

PENILAIAN CADANGAN KARBON

POTENSI CADANGAN KARBON DAN BIOMASSA


(12)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Luas Jalur Hijau Penelitian

Panjang jalan penelitian berkisar antara 0,4 km hingga 4,4 km. Sedangkan lebar jalan berkisar antara 20 m hingga 26 m. Pada jalur hijau, ukuran panjang jalur hijau tepi terhadap panjang jalan untuk penelitian umumnya sama, akan tetapi ukuran panjang jalur hijau di daerah median berbeda dengan panjang jalur penelitian. Sementara untuk lebar jalur hijau berkisar 1 m hingga 8 m baik pada tepi maupun pada median jalan.

Berdasarkan data tersebut maka dapat dapat diperoleh luas jalur penelitian. Lokasi jalur yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Lokasi Jalur Hijau Penelitian Pada Jalan Arteri Sekunder Kota Medan Jalur Hijau Posisi Panjang

(m) Lebar (m) Luas (m2)

Luas (Ha) Jl. S.M. Raja Tepi 4.139 4 22.764 2,276

Median 3.104 2

Jl. Gatot Subroto Tepi 4.352 4 23.928 2,393 Median 3.260 2

Jl. Sunggal Tepi 852 4 4.668 0,467

Median 630 2

Jl. Brigjen Hamid Tepi 902 4 4.962 0,497 Median 677 2

Jl. Brigjen Katamso Tepi 4.201 4 23.104 2,310 Median 3.150 2

Jl. H.M. Joni Tepi 1.300 4 5.200 0,520

Jl. Armada Tepi 200 2 400 0,04

TOTAL 85.026 8,503

Lebar jalur pada tepi merupakan hasil penjumlahan lebar jalur kiri dan jalur kanan yang umumnya memiliki lebar yang sama sehingga untuk memperoleh lebar jalur tepi hanya tinggal mengambil rataannya saja. Akan tetapi untuk lebar median berbeda dengan lebar tepi oleh sebab itu perlu dilakukan lagi pengukuran.


(13)

Berdasarkan data Dinas Bina Marga Kota Medan maka dapat diketahui luas jalan yang ada di Kota Medan adalah 4.388,16 Ha. Luas tersebut hanya memperhitungkan jalan dengan mengabaikan perhitungan jalan gang dan lorong. Luas ini diperoleh dengan mengalikan total panjang jalan dan lebar rata-rata jalan. Total panjang dan lebar rata-rata jalan adalah 1.567.200,06 m dan 28 m.

Berdasarkan Perda Kota Medan No.13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031, luasan jalur hijau di kota Medan berdasarkan hasil perhitungan dengan bantuan Dinas Pertamanan Kota Medan, dan software Google Earth maka diperoleh luasan jalur hijau terutama pada jalan arteri dan kolektor adalah 235,04 Ha. Sedangkan luas jalur penelitian sebesar 8,503 Ha.

Berdasarkan hasil diatas, maka dapat diketahui persentase luas jalur hijau jalan dibandingkan dengan luas jalan yang ada di Kota Medan yaitu sebesar 2,76%. Data tersebut mengindikasikan bahwa ruang terbuka hijau yang di kota medan masih dapat dikembangkan lagi potensinya dengan memanfaatkan luas garis sempadan bangunan (GSB). Garis sempadan bangunan merupakan garis batas luar pengaman yang ditetapkan dalam mendirikan bangunan atau pagar yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan as jalan, tepi luar kepala jembatan, tepi sungai, tepi saluran, kaki tanggul, tepi situ yang tidak diperbolehkannya untuk mendirikan bangunan. Dengan lebar GSB yang cukup besar maka akan semakin tinggi potensi pengembangan jalur untuk di tanami tanaman.

Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa jalur hijau terluas terdapat pada Jalan Gatot Subroto dengan luas 2,393 Ha. Sedangkan luas jalur hijau terkecil terdapat pada Jalan Armada dengan luas 0,04 Ha.


(14)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 8 jalur hijau arteri sekunder kota Medan wilayah tengah, maka dapat diperoleh jenis apa saja tanaman yang ditanam oleh Dinas Pertamanan Kota Medan sebagai upaya dalam menyerap emisi dan polusi dari kendaraan bermotor.

Jenis Tanaman di Jalur Hijau Jenis dan Jumlah Tanaman

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, jenis tanaman yang terdapat pada jalur hijau penelitian terdiri dari berbagai tanaman yakni perdu, pohon, dan tanaman semak. Sesuai dengan Permen PU No.5/PRT/M/2008, adapun tanaman tersebut adalah tanaman yang ditanam sesuai terhadap kegunaannya yang terdiri atas tanaman perdu, pohon dan semak yang secara alamiah berfungsi menyerap polutan berupa gas dan partikel debu melalui daunnya.

Jenis tanaman yang dijadikan sampel adalah jenis tanaman pohon dan palem-paleman. Terdapat 24 jenis tanaman yang terdapat pada sampel jalur hijau penelitian. Jenis yang ditanam merupakan jenis yang memeiliki daya tumbuh yang cepat, memiliki nilai keindahan bagi pengendara serta yang memberikan rasa aman dan nyaman pada pengendara maupun pejalan kaki dan pohon yang berdiri kokoh. Jenis tanaman yang terdapat pada sampel jalur penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jenis Tanaman yang diperoleh di Jalur Hijau Penelitian Pada Jalan Arteri Sekunder Kota Medan

Nama Lokal Nama Latin Famili Jumlah

Total

Persentase (%)

Angsana Pterocarpus indicus Fabaceae 1697 74,53

Palem Oreodoxa regia Araceaceae 287 12,6

Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 92 4,04

Glodokan Polyalthia longifolia Annonaceae 86 3,78

Talok Muntingia calabura Muntingiaceae 13 0,57


(15)

Mangga Mangifera indica Anacardiaceae 14 0,61

Akasia Acacia auriculiformis Fabaceae 10 0,44

Kepuh Sterculia foetida Sterculiaceae 14 0,61

Waru Hibiscus tiliaceus Malvaceae 6 0,26

Melinjo Gnetum gnemon Gnetaceae 10 0,44

Beringin Ficus benjamina Moraceae 10 0,44

Nangka Artocarpus heterophyllus Moraceae 4 0,17

Ketapang Terminalia catappa Combretaceae 6 0,26

Rambutan Nepheleum lappaceum Sapindaceae 1 0,04

Tanjung Mimusops elengi Sapotaceae 2 0,08

Asam Jawa Tamarindus indica Fabaceae 2 0,08

Dadap Erythrina crystagalii Fabaceae 1 0,04

Duku Lansium domesticum Meliaceae 1 0,04

Jambu Biji Psidium guajava Myrtaceae 1 0,04

Jati Tectona grandis Verbenaceae 1 0,04

Pulai Alstonia scholaris Apocynaceae 1 0,04

Sawo Manilkara zapota Sapotaceae 1 0,04

TOTAL 2277 100

Berdasarkan data yang diperoleh dari berbagai sampel jalur hijau pada jalur arteri sekunder Kota Medan, diketahui bahwa jenis tanaman Angsana (Pterocarpus indicus) memiliki total jumlah sebanyak 1697 individu atau sekitar 74,53% dari total individu yang terdapat pada jalur hijau penelitian. Jenis yang kedua terbanyak ditanami adalah jenis Palem (Odorexia regia) sebanyak 287 individu atau sekitar 12,60% dan jenis ketiga yang terbanyak ditanami adalah jenis Mahoni (Swietenia macrophylla) sebanyak 92 individu atau sekitar 4,04%.

Angsana, Palem dan Mahoni merupakan jenis yang paling banyak ditanam pada jalur hijau penelitian. Hal ini dikarenakan ketiga pohon ini pohon yang cocok untuk ditanam dan memiliki banyak manfaat pada jalur hijau. Seperti pohon Mahoni (Switenia mahagoni), pohon ini cocok dijadikan sebagi pohon peneduh jalan karena mampu tumbuh hingga puluhan tahun, tidak mudah terkena hama penyakit, tidak mudah tumbang dengan struktur kayu yang kuat, tumbuh lurus ke atas dengan tajuk tinggi di atas batas ketinggian kendaraan. Menurut


(16)

Dahlan (2007), Mahoni (Switenia macrophylla) memiliki daya serap CO2 yang

cukup tinggi yaitu 295,73 kg CO2/pohon/tahun.

Begitu juga dengan pohon angsana (Pterocarpus indicus) yang merupakan salah satu jenis yang cepat tumbuh, sebagai penyerap polusi yang baik, berfungsi juga sebagai peneduh dan pemecah angin. Palem (Odorexia regia) sebagai jenis yang paling banyak ditanam memiliki fungsi sebagai pengarah pandang pada jalan. Terlebih dengan jenis pohon yang tumbuh tegak lurus ke atas tanpa memiliki ranting, sehingga aman bagi kendaraan bermotor yang tinggi serta jenis yang tidak mudah tumbang.

Jenis yang ditanam di jalur hijau kota Medan termasuk ke dalam jenis yang memiliki kriteria tanaman tepi jalan, median dan tanaman daerah tikungan atau persimpangan menurut Direktorat Jenderal Bina Marga (1996). Jenis tanaman di Kota Medan memiliki fungsi sebagai pohon peneduh, penyerap polusi udara, penyerap kebisingan, pemecah angin, pembatas pandang, pengarah pandangan dan pembentuk pandangan. Jenis tanaman yang memiliki fungsi tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jenis tanaman dan fungsinya pada jalur hijau Fungsi tanaman menurut Direktorat

Jenderal Bina Marga (1996)

Jenis Tanaman pada jalur hijau Kota Medan

Tepi Jalan 1. Peneduh

2. Penyerap Polusi Udara 3. Penyerap Kebisingan 4. Pemecah Angin 5. Pembatas Pandang

Kerai Payung (Filicium decipiens) Tanjung (Mimusops elengi) Angsana (Pterocarpus indicus) Akasia (Accacia mangium) Kerai Payung

Tanjung

Cemara (Casuarina equisetifolia) Angsana

Kerai Payung

Bambu (Bambusa sp.) Cemara

Median

1. Penahan Silau Kendaraan Bougenvile Kembang sepatu


(17)

Nusa indah Tikungan/Persimpangan

1. Pengarah Pandang

2. Pembentuk Pandangan

Cemara Mahoni Palem Raja Cemara Palem Raja Bambu Glodokan

Tanaman yang ditanam di jalur hijau umumnya harus sesuai terhadap kegunaan dan fungsi dari tanaman itu sendiri, oleh sebab tidak sembarangan dalam menanam tanaman di jalur hijau baik pada tepi jalan, median maupun tikungan. Persyaratan utama dalam memilih jenis tanaman lansekap jalan yaitu perakaran tidak merusak konstruksi jalan, mudah dalam perawatan, batang atau percabangan tidak mudah patah, daun tidak mudah rontok dan juga mempertimbangkan faktor keamanan, keselamatan dan kenyamanan pengendara maupun pengguna jalan (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1996). Tanaman jalan sebaiknya tahan terhadap hembusan angin lemah sampai sedang, ukuran buah tidak besar, teduh, serasah sedikit, tidak terlalu gelap, mampu menyerap polusi dan emisi kendaraan bermotor serta debu dan memiliki nilai estetika ( Dahlan, 2004).

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, terdapat jalur hijau yang memiliki tanaman pada tepi serta median jalan. Terdapat juga jalan yang tidak memiliki tanaman pada tepi, tanaman terdapat pada median jalan saja. Di bagian tepi jalan, tanaman berfungsi sebagai penyerap polusi, peneduh, peredam kebisingan dan pemecah angin, sedangkan pada bagian median jalan ditanaman tanaman yang berfungsi sebagai pembentuk pandangan dan penahan silau lampu kendaraan (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1996).


(18)

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa terdapat 16 jenis famili tanaman yang ditanam pada jalur hijau penelitian yaitu : Fabaceae, Meliaceae, Moraceae, Myrtaceae, Sapotaceae, Annonaceae, Arecaceae, Muntingiaceae, Anacardiaceae, Malvaceae, Combretaceae, Verbenaceae, Gnetaceae, Sterculiaceae, Apocynaceae, Sapindaceae. Famili dengan persentase terbesar adalah Fabaceae dengan distribusi tanaman terbanyak yakni 5 jenis tanaman yang ditanam pada jalur hijau penelitian, yang terdiri atas Angsana (Pterocarpus indicus), Flamboyan (Delonix regia), Dadap (Erythrina crystagalii), Asam Jawa (Tamarindus indica), dan Akasia (Acacia auriculiformis). Distribusi penyebaran famili jenis tanaman yang ditanam pada jalur hijau penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Distribusi Famili Jenis Tanaman Pada Jalur Hijau Penelitian

Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa 66,06% tanaman yang terdapat pada jalur hijau penelitian berasal dari famili Fabaceae dan 19,21% dari famili Araceae. Jenis tanaman yang berasal dari kedua famili dominan tersebut adalah jenis tanaman Angsana (Pterocarpus indicus), dan Palem Raja (Odorexia regia). Sebanyak 5,760% jenis tanaman berasal dari famili Meliaceae, yang

Fabaceae 66,06% Meliaceae 5,76% Moraceae 0,66% Myrtaceae 0,08% Sapotaceae 0,16% Annonaceae 4,72% Arecaceae 19,21% Muntingiaceae 0,81% Anacardiaceae 0,66% Malvaceae 0,5% Combretaceae 0,19% Verbenaceae 0,04% Gnetaceae 0,46% Sterculiaceae 0,54% Apocynaceae 0,04% Sapindaceae 0,12%


(19)

berasal dari famili ini adalah mahoni (Swietenia macrophylla) dan duku (Lansium domesticum). Sebanyak 4,720% jenis tanaman berasal dari famili Anonaceae, yang berasal dari famili ini adalah glodokan (P olyalthia longifolia). Sebanyak 0,810% jenis tanaman berasal dari famili Muntingiaceae, yang berasal dari famili ini adalah talok (Muntingia calabura). Jenis dari 11 famili lainnya mencapai angka 0,660% sampai 0,040% yang terdiri atas. Tanaman yang berasal dari famili tersebut adalah tanaman mangga (Mangifera indica), waru (Hibiscus tilaceus), ketapang (Terminalia catappa), jati (Tectona grandis), kepuh (Sterculia foetida), melinjo (Gnetum gnemon), beringin (Ficus benjamina), pulai (Alstonia scholaris), jambu biji (Psidium guajava), sawo (Manilkara zapota), tanjung (Mimusops elengi), dan rambutan (Nephelium lappaceum).

Sebaran diameter tanaman

Selain jenis tanaman famili dan jumlah tanamannya, dapat diketahui juga diameter masing-masing individu tanaman. Diameter tanaman yang telah diukur tersebut kemudian diklasifikasikan berdasarkan Arief (2001) yaitu mulai dari tingkat pancang dengan diameter ≥ 10 cm tinggi 1,5 m, tingkat tiang dengan diameter lebih dari atau sama dengan 10 hingga 20 cm dan tingkat pohon dengan diameter lebih dari atau sama dengan 20 cm. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh sebaran diameter yang berbeda-beda. Umumnya sebaran diameter didominasi oleh tingkat tiang ataupun pohon. Hasil perhitungan tanaman per jalur berdasarkan tingkat pertumbuhan (diameter) dapat dilihat pada Tabel 7.


(20)

Tabel 7. Sebaran Diameter Tanaman yang diperoleh di Jalur Hijau Penelitian Pada Jalan Arteri Sekunder Kota Medan

Jalur Hijau

Jumlah Individu Pancang

(< 10cm)

Tiang (10-19,9cm)

Pohon

( ≥ 20cm) Palem

Jl. S.M. Raja - 41 474 81

Jl. Gatot Subroto - 94 694 31

Jl. Sunggal 12 10 100 50

Jl. Brigjen Hamid - 9 83 43

Jl. Brigjen Katamso - 18 346 80

Jl. H.M. Joni - 8 89 -

Jl. Armada - 8 4 2

TOTAL 12 188 1.790 287

Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa dari keseluruhan jalur hijau yang diteliti, memiliki sebaran diameter tanaman yang beragam mulai dari pancang, tiang, maupun pohon. Tingkat pohon mendominasi sebaran diameter tanaman. Berdasarkan informasi tersebut dapat diketahui bahwa pada tanaman yang terdapat pada jalur hijau tersebut, merupakan jenis tanaman pohon yang telah lama di tanam dan bukan tanaman baru yang ditanam oleh pihak Dinas Pertamanan Kota Medan. Tingkat pancang terdapat pada jalur hijau jalan Sunggal, yang diperoleh sebanyak 12 individu jenis tanaman. Sehingga total keseluruhan tanaman dari seluruh jalur hijau penelitian adalah sebesar 2.277 individu tanaman, dengan persentase berturut-turut, pada tingkat pancang 0,52%, pada tingkat tiang 8,26%, pada tingkat pohon 78,62%, dan pada palem 12,6%

Dalam melakukan perhitungan nilai biomassa dan karbon tersimpan khususnya dengan penggunaan model alometrik, diameter merupakan salah parameter atau peubah yang berpengaruh terhadap nilai bahan hidup atau kandungan organik suatu tanaman yang dapat digunakan dalam mengetahui umur suatu tumbuhan. Sehingga semakin besar diameter suatu tanaman maka akan semakin besar pula umur tanaman tersebut. Oleh karena jenis tanaman tingkat


(21)

pohon lebih mendominasi, sehingga akan semakin besar potensi cadangan karbon pada diameter tersebut.

Komposisi jenis dan kerapatan tanaman

Data komposisi jenis digunakan untuk mengetahui jenis-jenis apa saja yang ada pada suatu jalur dengan luasan tertentu. Semakin banyak jenis tanaman diareal tersebut, maka komposisi jenis penyusun jalurnya pun akan semakin banyak juga. Sedangkan semakin sedikit jenis penyusun di areal tersebut, maka komposisi jenis penyusunnya juga akan semakin sedikit juga. Data kerapatan tanaman dibutuhkan untuk mengetahui tingkat kerapatan tanaman-tanaman yang satu dengan tanaman yang lainnya. Semakin banyak individu tanaman pada satu jalur maka semikn rapat tanaman pada jalur tersebut. Namun bila semakin sedikit jumlah individu tanaman pada luasan jalur tertentu maka akan semin jarang tingkat kerapatan tanaman pada jalur hijau tersebut. Hasil perhitungan komposisi jenis dan kerapatan tanaman serta kategorinya dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Komposisi Jenis dan Kerapatan serta kategorinya per jalur hijau Jalur Hijau

Indeks Komposisi

Jenis (%)

Kategori Kerapatan

(Ind/Ha) Kategori Jl. S.M. Raja 2,52 sangat sedikit 261,86 sangat rapat Jl. Gatot Subroto 1,34 sangat sedikit 342,25 sangat rapat Jl. Sunggal 4,07 sangat sedikit 368,31 sangat rapat Jl. Brigjen Zein

Hamid 2,22 sangat sedikit 271,63 sangat rapat Jl. Brigjen Katamso 1,35 sangat sedikit 192,21 sangat rapat Jl. H.M. Joni 15,46 sangat sedikit 186,53 sangat rapat Jl. Armada 64,28 banyak 350 sangat rapat Rata-rata 13,03 sangat sedikit 281,83 sangat rapat

Sebagian besar komposisi jenis tanaman yang ada pada tiap jalur termasuk dalam kategori sangat sedikit dengan rata-rata sebesar 13,03%. Sedangkan kerapatan tanaman per jalur termasuk kategori sangat rapat dengan rata-rata sebesar 281,83Ind/Ha. Walaupun kategori sangat rapat merupakan kategori yang


(22)

sangat mendominasi pada jalur hijau penelitian tersebut. Rata-rata kerapatan individu/ha adalah 281,83 ind/ha yang merupakan termasuk dalam kategori sangat rapat.

Komposisi jenis tanaman yang sedikit maksudnya jumlah jenis tanaman yang ditanam pada tiap jalur, masih sedikit oleh karena itu tingkat keragamannya juga akan menjadi rendah. Walaupun jumlah individu tanaman banyak, namun jika jenis yang ditanam hanya beberapa jenis saja (relatif homogen) maka komposisi jenis tanaman akan menjadi sedikit pada jalur tertentu.

Pada lokasi jalur hijau umumnya lebih baik jika komposisi tanaman, terdiri atas beberapa jenis saja sehingga dengan komposisi jenis tanaman yang sedikit, tanaman yang ditanam dapat ditata sedemikian rupa, baik sebagian maupun semuanya, untuk mendapatkan komposisi tertentu yang indah, teratur dan rapi, yang merupakan pengaruh dari aspek estetika dari penataan suatu kota.

Kerapatan tanaman tiap jalur berbeda-beda sebab hal ini dipengaruhi oleh jumlah tanaman dan luas areal. Kelompok pepohonan yang ditanam dengan kerapatan tinggi merupakan perlindungan karena dapat mengurangi suhu udara yang panas dan terik pada siang hari. Menurut Lakitan (2002) pada malam hari tanaman berfungsi sebagai penahan panas, sehingga suhu di bawah tajuknya menjadi lebih hangat dibandingkan suhu udara di atas permukaan tanah tanpa vegetasi atau tanah terbuka.

Pada seluruh jalur hijau penelitian, kerapatan tanaman cukup homogen, termasuk dalam kategori sangat rapat. Tingkat kerapatan Jalur dengan nilai terbesar hingga terkecil berturut-turut adalah Jalan Sunggal sebesar 368,31 Ind/Ha; Jalan Armada 350 Ind/Ha; Jalan Gatot Subroto sebesar 342,25 Ind/Ha;


(23)

Jalan Brigjen Zein Hamid sebesar 271,630 Ind/Ha; Jalan Sisingamangaraja sebesar 261,86 Ind/Ha; Jalan Brigjen Katamso sebesar 192,21 Ind/Ha dan Jalan HM Joni 186,53 Ind/Ha.

Banyaknya jalur dengan kategori sangat rapat dikarenakan beberapa hal, antara lain jalur tersebut memiliki luasan yang kecil namun dengan jumlah tanaman yang banyak sehingga kerapatan tanamannya sangat rapat. Selain itu ada juga jalur hijau yang memang luasannya besar dan kerapatan tanamannya termasuk dalam kategori sangat rapat.

Berbagai jenis pohon menggambarkan nilai kerapatan suatu pohon. Jika semakin tinggi kerapatan suatu pohon maka akan berkurang pula sinar matahari yang terdapat dibawah tajuk. Oleh karena tajuk menghalangi panas dari sinar matahari yang turun mencapai permukaan tanah, sehingga akan diperoleh udara sejuk di bawah tajuk pohon. Dan begitu juga sebaliknya apabila semakin rendah nilai kerapatan suatu pohon maka sinar matahari tidak sepenuhnya tertutup oleh tajuk sebelum turun mencapai permukaan tanah, akibatnya akan diperoleh udara yang relatif lebih panas. Keberadaan pohon memiliki fungsi dan peran sebagai penyerap panas sehingga dapat mendinginkan bumi dan hutan kota yang di dalamnya terdapat berbagai macam vegetasi pada saat berfotesitesis memerlukan sinar matahari dan Karbon Dioksida (CO2) serta unsur-unsur lainnya sehingga

dengan demikian keberadaan pohon dapat mengurangi konsentrasi CO2 di udara

dan dapat menurunkan suhu serta menjadi kontrol polusi dan menjaga kualitas hidup bagi masyarakat kota.


(24)

Biomassa, Simpanan Karbon dan Serapan CO2

Setiap jenis tanaman memiliki nilai biomassa, simpanan karbon, dan serapan CO2 yang berbeda-beda. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Pada penelitian ini dilakukan penghitungan biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 pada jalur hijau jalan arteri sekunder kota medan bagian tengah.

Nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Nilai Biomassa, Simpanan Karbon dan Serapan CO2 di berbagai jalur hijau

Jalur Hijau Luas Jalur

(Ha)

Biomassa (Ton/Ha)

Simpanan Karbon (Ton/Ha)

Serapan Karbon (Ton/Ha) Jl. S.M. Raja 2,276 234,26 107,762 395,48 Jl. Gatot Subroto 2,393 227,18 104,5 383,52

Jl. Sunggal 0,467 173,71 79,9 293,26

Jl. Brigjen Hamid 0,497 119,65 55,04 202 Jl. Brigjen Katamso 2,310 233,74 107,5 394,60 Jl. H.M. Joni 0,520 114,8 87,6 322,176

Jl. Armada 0,04 59,89 27,55 101,11

Total 8,503 1190,25 569,89 2092,17

Rata-rata 1,214 170,04 81,41 298,88

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, nilai biomassa, nilai simpanan karbon, dan nilai serapan karbon terbesar terbesar terdapat pada Jl. Sisingamangaraja yaitu sebesar 234,265 Ton/Ha untuk nilai biomassa, 107,762 Ton/Ha untuk simpanan karbon, dan 395,486 Ton/Ha untuk nilai serapan karbon. Nilai biomassa yang tinggi maka akan diikuti dengan nilai simpanan karbon dan serapan karbon yang tinggi juga. Sedangkan nilai biomassa, simpanan karbon, dan serapan karbon terendah terdapat pada jalan Armada dengan nilai berturut-turut yaitu 59,89 Ton/Ha, 27,55 Ton/Ha dan 101,11 Ton/Ha.

Yang menjadi parameter dalam menilai suatu biomassa, simpanan karbon dan serapan karbon suatu tanaman adalah diameter tanaman, nilai berat jenis tanaman tersebut serta jumlah populasi tanaman tersebut. Semakin besar diameter


(25)

suatu tanaman maka semakin besar juga nilai biomassanya. Nilai berat jenis tanaman yang besar juga turut berpengaruh terhadap nilai biomassa yang besar pula dan semakin banyak jumlah populasi tanaman maka semakin besar pulai nilai biomassa yang diperoleh.

Sesuai dengan pernyataan Adinugroho (2010) yang menyatakan bahwa rata-rata cadangan karbon tidak hanya dipengaruhi oleh satu parameter saja, namun juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni diameter tanaman, keanekaragaman jenis tanaman, kerapatan individu yang secara bersama-sama memberikan kontribusi dalam besarnya nilai cadangan karbon suatu tegakan. Semakin besar diameter pohon yang didukung dengan jumlah yang banyak maka semakin besar pula potensi cadangan karbon yang dimiliki. Selain hal tersebut menurut pernyataan Maulana (2009) bahwa besar nilai potensi simpanan karbon lebih dipengaruhi oleh faktor diameter tanaman serta berat jenis vegetasinya. Tipe hutan dengan komposisi berat jenis yang tinggi maka akan cenderung mempunyai nilai simpanan karbon yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan sebaran jenis pohon yang banyak namun memiliki diameter yang relatif lebih kecil. Pengukuran biomassa suatu tanaman memberikan informasi yang penting dalam memberikan informasi dalam pendugaan simpanan karbon dan serapan karbon.

Setelah diketahuinya nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan karbon per jalur hijau penelitian dalam satuan Ton/Ha, maka dapat diketahui nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan karbon per jenis tanaman yang ditemui pada jalur hijau penelitian. Nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 per


(26)

Tabel 10. Nilai Biomassa, Simpanan Karbon dan Serapan CO2 pada berbagai jenis tanaman di berbagai jalur hijau

Nama Lokal Nama Latin Biomassa

(Ton/Ha) Simpanan Karbon (Ton C/Ha) Serapan Karbon (Ton CO2/Ha)

Angsana Pterocarpus indicus 951,63 437,75 1606,55

Palem Oreodoxa regia 289,09 132,98 488,05

Mahoni Swietenia macrophylla 114,58 52,71 193,45

Glodokan Polyalthia longifolia 35,58 16,36 60,06

Melinjo Gnetum gnemon 19,017 8,74 32,10

Akasia Acacia auriculiformis 18,79 8,64 31,72

Mangga Mangifera indica 18,52 8,52 31,27

Kepuh Sterculia foetida 14,14 6,50 23,87

Tanjung Mimusops elengi 11,25 5,17 18,99

Jambu Biji Psidium guajava 4,62 2,12 7,79

Beringin Ficus benjamina 4,36 2,0079 7,36

Duku Lansium domesticum 4,34 1,99 7,32

Flamboyan Delonix regia 3,55 1,63 5,99

Ketapang Terminalia catappa 3,36 1,54 5,67

Talok Muntingia calabura 2,093 0,96 3,53

Waru Hibiscus tiliaceus 2,043 0,94 3,44

Rambutan Nepheleum lappaceum 1,93 0,88 3,25

Asam Jawa Tamarindus indica 1,59 0,73 2,68

Sawo Manilkara zapota 1,19 0,55 2

Nangka Artocarpus heterophyllus 0,65 0,29 1,09

Dadap Erythrina crystagalii 0,14 0,06 0,23

Jati Tectona grandis 0,0014 0,00064 0,0023

Pulai Alstonia scholaris 0,00047 0,00021 0,00079

Total 1.502,5 691,15 2536,52

Nilai simpanan karbon per jenis tanaman tersebut merupakan total dari 7 jalur dimana setiap jenis tanaman ditotalkan nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan karbon dengan satuan Ton/Ha. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diketahui bahwa jenis Angsana (Pterocarpus indicus) memiliki nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 yang tertinggi yaitu dengan nilai berturut-turut

951,64 Ton/Ha ; 437,75 Ton/Ha ; dan 1606,55 Ton/Ha.

Diikuti dengan palem (Odorexia regia) dan mahoni (Swietwnia macrophylla) juga memiliki nilai cadangan karbon yang cukup besar. Nilai


(27)

biomassa, simpanan karbon dan cadangan karbon secara berturut-turut adalah untuk 289,09 Ton/Ha; 132,98 Ton/Ha; dan 488,05 Ton/Ha untuk palem. Nilai biomassa, simpanan karbon dan cadangan karbon secara berturut-turut adalah 114,58 Ton/Ha; 52,71 Ton/Ha; dan 193,44 Ton/Ha untuk mahoni. Sedangkan untuk nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan karbon terkecil terdapat pada jenis tanaman pulai (Alstonia scholaris) dengan nilai berturut-turut yaitu 0,00047 Ton/Ha, 0,00021 Ton/Ha dan 0,00079 Ton/Ha.

Perbedaan nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 pada tiap

jenis tanaman, dipengaruhi oleh ukuran diameter tanaman dan nilai berat jenis yang dimiliki tanaman tersebut. Menurut Ratnaningsih dan Suhesti (2010) pertumbuhan tanaman digambarkan oleh biomassa tanaman yang menyatakan berat bahan hidup yang dihasilkan oleh suatu tanaman, oleh sebab itu potensi biomassa dipengaruhi diameter pohon. Kandungan karbon yang terdapat dalam pohon memiliki hubungan yang terkait erat terhadap ukuran diameter suatu pohon. Total jumlah karbon dalam plot dinyatakan sebagai jumlah nilai karbon yang diduga oleh diameter yang dimasukkan ke dalam persamaan (Sato et al, 2002).

Selain faktor yang disebutkan diatas, faktor lain yang turut memberikan pengaruh terhadap nilai cadangan karbon suatu tanaman adalah populasi tanaman suatu satuan luas daerah. Jenis pulai (Alstonia scholaris) memiliki jumlah individu yang sangat sedikit jika dibandingkan dengan luas jalur jalur hijau, yakni sebanyak 1 individu saja atau sebesar 0,04% dari total seluruh jenis tanaman yang ada di jalur hijau penelitian. Sehingga nilai biomassa tanaman pulai akan menjadi kecil daripada nilai biomassa total yang diteliti pada jalur hijau penelitian. Dengan


(28)

nilai biomassa yang kecil maka akan diikuti juga terhadap kecilnya nilai simpanan karbon dan nilai serapan karbon.

Kandungan biomassa pohon merupakan total dari kandungan biomassa setiap organ pohon yang merupakan gamabaran total material organik hasil fotosintesis. Tanaman sebagai penyerap CO2 di atmosfer memanfaatkan CO2 dalam proses fotosintesis yang menghasilkan karbohidrat dan menyebarkannya ke seluruh bagian tanaman dan disimpan dalam bentuk karbon (C). Dengan demikian mengukur jumlah karbon yang tersimpan dalam tubuh tanaman (biomassa) pada suatu areal akan menggambarkan banyaknya CO2 yang diserap tanaman di atmosfer. Akan tetapi pengukuran karbon yang masih tersimpan dalam tubuh tanaman yang telah mati secara tidak langsung menggambarkan CO2 yang tidak dilepaskan ke udara lewat pembakaran (Ratnaningsih dan Suhesti, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian, dari penanaman 2.586 individu tanaman menghasilkan karbon tersimpan senilai 569,887 Ton/Ha dengan masa waktu yang berbeda sesuai dengan tahun penanamannya. Dari beberapa jalur hijau penelitian di jalan arteri sekunder kota medan maka dapat diketahui bahwa emisi yang telah diserap tanaman di jalur hijau penelitian yaitu sebesar 2.092,174 Ton/Ha. Berdasarkan data tersebut diatas, diketahui bahwa dengan keberadaan oleh tanaman yang ditanam di lokasi jalur hijau jalan arteri sekunder dan telah memberikan kontribusi dalam penyerapan emisi serta mengatur kualitas udara di Kota Medan.

Keberadaan Ruang Terbuka Hijau, khususnya dengan keberadaan jalur hijau yang terdiri atas tanaman pohon berperan dalam upaya peningkatan penyerapan CO2 dimana dengan bantuan sinar matahari serta air dari tanah, proses


(29)

fotosintesis oleh vegetasi berklorofil mampu menyerap CO2 terlepas di udara dan

disimpan dalam bentuk biomassa yang menjadikan vegetasi tersebut tumbuh makin besar atau makin tinggi.

Biomassa merupakan jumlah bahan organik yang diproduksi oleh tumbuhan per satuan unit area pada suatu saat yang merupakan tempat penyimpanan karbon. Namun adanya aktivitas manusia melalui pembakaran hutan, penebangan hutan dan pengrusakan lahan hutan telah mengganggu proses penyimpanan karbon tersebut. Akhirnya karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan akan terlepas kembali ke atmosfer dan kemampuan bumi untuk menyerap CO2 dari udara melalui fotosintesis hutan berkurang selain dari akibat

tersebut, sehingga terjadilah suatu efek rumah kaca akan menyebabkan meningkatnya suhu permukaan bumi dan hal inilah yang menyebabkan pemanasan global.

Oleh karena itu, kegiatan penanaman vegetasi pada lahan kosong atau merehabilitasi hutan yang rusak akan membantu menyerap kelebihan CO2 di

atmosfer. Upaya mengatasi (mitigasi) pemanasan global juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi emisi dari sumbernya atau meningkatkan kemampuan penyerapan. Hal ini dapat dilakukan dengan mempertahankan cadangan karbon yang telah ada, meningkatkan cadangan karbon melalui penanaman tanaman berkayu dan mengganti BBM (Bahan Bakar Minyak) dengan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan, dan menanam serta memelihara pohon.

Peta biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2

Setelah diperoleh nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 per jalur hijau penelitian, maka dibuat peta biomassa, simpanan karbon dan


(30)

serapan CO2 per jalur hijau penelitian. Peta biomassa per jalur dapat dilihat pada lampiran 8.

Peta biomassa dibuat per jalur hijau penelitian yang berada pada berbagai kecamatan di Kota Medan. Sehingga pada peta tidak semua kecamatan terdapat jalur hijau. Warna pada peta tersebut hanya untuk membedakan nilai biomassa yang diperoleh per jalur hijau penelitian pada berbagai kecamatan di kota medan. Berdasarkan peta biomassa maka dapat dilihat bahwa nilai biomassa terbesar terdapat pada Jalan Sisingamangaraja dengan nilai biomassa 234,265 Ton/Ha. Sedangkan nilai biomassa yang terkecil terdapat pada Jalan Armada dengan nilai 59,89 Ton/Ha.

Luasan jalur hijau mempengaruhi terhadap besarnya nilai biomassa namun hal ini bukan menjadi faktor mutlak. Dimana berdasarkan hasil penelitian, jalur yang terluas adalah Jalan Gatot Subroto dengan luas sebesar 2,393 Ha. Hal ini membuktikan bahwa luas jalur dengan ukuran yang luas belum tentu dapat memiliki nilai biomassa yang besar pula. Hal ini dikarenakan perbedaan jenis tanaman, jumlah, serta ukuran diameter tanaman yang berbeda yang ditanam pada tiap jalur. Tanaman dengan nilai berat jenis yang besar akan jauh lebih mempengaruhi nilai biomassa jika dibandingkan dengan tanaman yang memiliki nilai berat jenis yang kecil. Selain itu, jarak tanam juga dapat mempengaruhi nilai biomassa Ton/Ha oleh karena jarak tanam yang tidak sama sehingga dengan luas tertentu belum tentu pula semua areal terdapat tanaman, oleh karena terdapat beberapa bagian yang kosong atau tidak ditanam karena padat pemukiman.


(31)

Nilai biomassa yang diperoleh dari keseluruhan jalur kisaran besarnya cukup jauh yaitu berkisar antara 59,89 Ton/Ha hingga 234,265 Ton/Ha. Selisih antara nilai biomassa yang tertinggi dan nilai biomassa yang terendah adalah 174,375 Ton/Ha. Dan rata-rata nilai biomassanya pada jalur hijau keseluruhan adalah 170,03 Ton/Ha.

Peta simpanan karbon dibuat per jalur hijau penelitian yang berada pada berbagai kecamatan kota medan dapat dilihat pada lampiran. Sama seperti peta biomassa, tidak seluruh kecamatan memiliki jalur hijau, hanya beberapa kecamatan saja. Berdasarkan peta simpanan karbon maka dapat dilihat bahwa nilai simpanan karbon terbesar terdapat pada Jalan Sisingamangaraja dengan nilai simpanan karbon yaitu 107,762 Ton/Ha. Sedangkan nilai simpanan karbon yang terkecil terdapat pada Jalan Armada dengan nilai 27,55 Ton/Ha.

Sama seperti nilai biomassa, luasan jalur tidak membuktikan bahwa jalur tersebut memiliki nilai biomassa yang paling besar. Begitupun dengan nilai simpanan karbon. Nilai biomassa berbanding lurus dengan nilai simpanan karbon sehingga luas jalur tidak terlalu mempengaruhi nilai simpanan karbon. Faktor yang mempengaruhi nilai simpanan karbon adalah jumlah tanaman dan diameter tanaman. Semakin banyak jumlah tanaman maka semakin besar juga nilai simpanan karbonnya. Semakin besar diameter tanaman maka semakin besar juga nilai simpanan karbonnya. Selain kedua faktor tersebut, faktor lain yang mempengaruhi adalah faktor berat jenis tanaman. Semakin besar nilai berat jenis tanaman maka semakin besar pula nilai simpanan karbonnya.

Nilai simpanan karbon yang diperoleh pada keseluruhan jalur hijau penelitian kisarannnya cukup jauh yaitu berkisar antara 27,55 Ton/Ha hingga


(32)

107,762 Ton/Ha. Selisih antara nilai simpanan karbon yang tertinggi dan terendah adalah 80,212 Ton/Ha, dan rata-rata nilai simpanan karbon pada jalur hijau keseluruhan adalah 81,412 Ton/Ha.

Peta Serapan CO2 dibuat per jalur hijau penelitian yang berada pada

berbagai kecamatan di Kota Medan. Sehingga pada peta tidak semua kecamatan terdapat jalur hijau. Warna pada peta tersebut hanya untuk membedakan nilai serapan CO2 yang diperoleh per jalur hijau penelitian pada berbagai kecamatan di

kota medan. Berdasarkan peta serapan CO2 maka dapat dilihat bahwa nilai

serapan CO2 terbesar terdapat pada Jalan Sisingamangaraja dengan nilai serapan

CO2 yaitu 395,486 Ton/Ha. Sedangkan nilai serapan CO2 yang terkecil terdapat

pada Jalan Armada dengan nilai 101,115 Ton/Ha.

Sama seperti nilai biomassa dan simpanan karbon, luasan jalur tidak membuktikan bahwa jalur tersebut memiliki nilai serapan karbon yang besar. Nilai serapan CO2 berbanding lurus dengan nilai biomassa dan simpanan karbon.

Faktor yang mempengaruhi nilai simpanan karbon adalah populasi tanaman, diameter tanaman, serta jenis tanaman. Semakin banyak jumlah tanaman maka semakin besar pula nilai simpanan karbonnya. Semakin besar diameter tanaman maka semakin besar juga nilai simpanan karbonnya. Jenis tanaman yang berbeda, akan memiliki berat jenis yang berbeda pula dan faktor inilah yang mempengaruhi dalam perhitungan mencari nilai biomassa dengan permodelan alometrik, yang akan digunakan sebagai acuan dalam menghitung nilai serapan CO2 suatu tanaman.


(33)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil pengukuran, luasan jalur hijau dengan nilai terbesar terdapat pada Jalan Gatot Subroto dengan luas sebesar 2,393 Ha atau sebesar 28,14 % dari total seluruh lokasi jalur hijau penelitian, dan luasan jalur hijau dengan nilai terkecil terdapat pada Jalan Armada dengan luas sebesar 0,04 Ha atau sebesar 0,47 % dari total seluruh lokasi jalur hijau penelitian.

2. Jenis tanaman yang mendominasi di keseluruhan jalur hijau penelitian adalah jenis angsana (Pterocarpus indicus) yaitu dengan jumlah total sebanyak 1697 individu atau sebesar 74,53% dari total seluruh jenis tanaman yang diperoleh.

3. Nilai biomassa, simpanan karbon, dan serapan CO2 dengan nilai terbesar

terdapat pada Jalan Sisingamangaraja dengan nilai berturut-turut yaitu 234,265 Ton/Ha; 107,762 Ton/Ha; dan 395,486 Ton/Ha.

4. Nilai biomassa, simpanan karbon, dan serapan CO2 tidak hanya

dipengaruhi oleh besarnya luas jalur penelitian dan jumlah vegetasi yang ada didalamnya, namun juga dipengaruhi oleh jenis vegetasi yang menunjukkan besar nilai berat jenis vegetasi itu sendiri, yang digunakan dalam perhitungan model alometrik untuk mencari nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2.


(34)

Saran

Penghitungan biomassa dalam penelitian ini hanya menghitung vegetasi di jalur arteri sekunder, sehingga untuk mendapatkan nilai biomassa tanaman secara lebih mendetail dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan lokasi penelilitian yang dapat mencakup keseluruhan luasan hutan kota. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dan referensi terkait, dalam melakukan penanaman dibeberapa lokasi jalur hijau, kiranya dapat digunakan tanaman yang merupakan tanaman asli daerah setempat, yaitu bunga kenanga (Cananga odorta). Kenanga adalah flora identitas Provinsi Sumatera Utara. Selain membudidayakan serta melestarikan flora asli daerah, juga dapat menjadi pemberi identitas budaya.


(1)

fotosintesis oleh vegetasi berklorofil mampu menyerap CO2 terlepas di udara dan

disimpan dalam bentuk biomassa yang menjadikan vegetasi tersebut tumbuh makin besar atau makin tinggi.

Biomassa merupakan jumlah bahan organik yang diproduksi oleh tumbuhan per satuan unit area pada suatu saat yang merupakan tempat penyimpanan karbon. Namun adanya aktivitas manusia melalui pembakaran hutan, penebangan hutan dan pengrusakan lahan hutan telah mengganggu proses penyimpanan karbon tersebut. Akhirnya karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan akan terlepas kembali ke atmosfer dan kemampuan bumi untuk menyerap CO2 dari udara melalui fotosintesis hutan berkurang selain dari akibat

tersebut, sehingga terjadilah suatu efek rumah kaca akan menyebabkan meningkatnya suhu permukaan bumi dan hal inilah yang menyebabkan pemanasan global.

Oleh karena itu, kegiatan penanaman vegetasi pada lahan kosong atau merehabilitasi hutan yang rusak akan membantu menyerap kelebihan CO2 di

atmosfer. Upaya mengatasi (mitigasi) pemanasan global juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi emisi dari sumbernya atau meningkatkan kemampuan penyerapan. Hal ini dapat dilakukan dengan mempertahankan cadangan karbon yang telah ada, meningkatkan cadangan karbon melalui penanaman tanaman berkayu dan mengganti BBM (Bahan Bakar Minyak) dengan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan, dan menanam serta memelihara pohon.

Peta biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2

Setelah diperoleh nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 per jalur hijau penelitian, maka dibuat peta biomassa, simpanan karbon dan


(2)

serapan CO2 per jalur hijau penelitian. Peta biomassa per jalur dapat dilihat pada lampiran 8.

Peta biomassa dibuat per jalur hijau penelitian yang berada pada berbagai kecamatan di Kota Medan. Sehingga pada peta tidak semua kecamatan terdapat jalur hijau. Warna pada peta tersebut hanya untuk membedakan nilai biomassa yang diperoleh per jalur hijau penelitian pada berbagai kecamatan di kota medan. Berdasarkan peta biomassa maka dapat dilihat bahwa nilai biomassa terbesar terdapat pada Jalan Sisingamangaraja dengan nilai biomassa 234,265 Ton/Ha. Sedangkan nilai biomassa yang terkecil terdapat pada Jalan Armada dengan nilai 59,89 Ton/Ha.

Luasan jalur hijau mempengaruhi terhadap besarnya nilai biomassa namun hal ini bukan menjadi faktor mutlak. Dimana berdasarkan hasil penelitian, jalur yang terluas adalah Jalan Gatot Subroto dengan luas sebesar 2,393 Ha. Hal ini membuktikan bahwa luas jalur dengan ukuran yang luas belum tentu dapat memiliki nilai biomassa yang besar pula. Hal ini dikarenakan perbedaan jenis tanaman, jumlah, serta ukuran diameter tanaman yang berbeda yang ditanam pada tiap jalur. Tanaman dengan nilai berat jenis yang besar akan jauh lebih mempengaruhi nilai biomassa jika dibandingkan dengan tanaman yang memiliki nilai berat jenis yang kecil. Selain itu, jarak tanam juga dapat mempengaruhi nilai biomassa Ton/Ha oleh karena jarak tanam yang tidak sama sehingga dengan luas tertentu belum tentu pula semua areal terdapat tanaman, oleh karena terdapat beberapa bagian yang kosong atau tidak ditanam karena padat pemukiman.


(3)

Nilai biomassa yang diperoleh dari keseluruhan jalur kisaran besarnya cukup jauh yaitu berkisar antara 59,89 Ton/Ha hingga 234,265 Ton/Ha. Selisih antara nilai biomassa yang tertinggi dan nilai biomassa yang terendah adalah 174,375 Ton/Ha. Dan rata-rata nilai biomassanya pada jalur hijau keseluruhan adalah 170,03 Ton/Ha.

Peta simpanan karbon dibuat per jalur hijau penelitian yang berada pada berbagai kecamatan kota medan dapat dilihat pada lampiran. Sama seperti peta biomassa, tidak seluruh kecamatan memiliki jalur hijau, hanya beberapa kecamatan saja. Berdasarkan peta simpanan karbon maka dapat dilihat bahwa nilai simpanan karbon terbesar terdapat pada Jalan Sisingamangaraja dengan nilai simpanan karbon yaitu 107,762 Ton/Ha. Sedangkan nilai simpanan karbon yang terkecil terdapat pada Jalan Armada dengan nilai 27,55 Ton/Ha.

Sama seperti nilai biomassa, luasan jalur tidak membuktikan bahwa jalur tersebut memiliki nilai biomassa yang paling besar. Begitupun dengan nilai simpanan karbon. Nilai biomassa berbanding lurus dengan nilai simpanan karbon sehingga luas jalur tidak terlalu mempengaruhi nilai simpanan karbon. Faktor yang mempengaruhi nilai simpanan karbon adalah jumlah tanaman dan diameter tanaman. Semakin banyak jumlah tanaman maka semakin besar juga nilai simpanan karbonnya. Semakin besar diameter tanaman maka semakin besar juga nilai simpanan karbonnya. Selain kedua faktor tersebut, faktor lain yang mempengaruhi adalah faktor berat jenis tanaman. Semakin besar nilai berat jenis tanaman maka semakin besar pula nilai simpanan karbonnya.

Nilai simpanan karbon yang diperoleh pada keseluruhan jalur hijau penelitian kisarannnya cukup jauh yaitu berkisar antara 27,55 Ton/Ha hingga


(4)

107,762 Ton/Ha. Selisih antara nilai simpanan karbon yang tertinggi dan terendah adalah 80,212 Ton/Ha, dan rata-rata nilai simpanan karbon pada jalur hijau keseluruhan adalah 81,412 Ton/Ha.

Peta Serapan CO2 dibuat per jalur hijau penelitian yang berada pada

berbagai kecamatan di Kota Medan. Sehingga pada peta tidak semua kecamatan terdapat jalur hijau. Warna pada peta tersebut hanya untuk membedakan nilai serapan CO2 yang diperoleh per jalur hijau penelitian pada berbagai kecamatan di

kota medan. Berdasarkan peta serapan CO2 maka dapat dilihat bahwa nilai

serapan CO2 terbesar terdapat pada Jalan Sisingamangaraja dengan nilai serapan

CO2 yaitu 395,486 Ton/Ha. Sedangkan nilai serapan CO2 yang terkecil terdapat

pada Jalan Armada dengan nilai 101,115 Ton/Ha.

Sama seperti nilai biomassa dan simpanan karbon, luasan jalur tidak membuktikan bahwa jalur tersebut memiliki nilai serapan karbon yang besar. Nilai serapan CO2 berbanding lurus dengan nilai biomassa dan simpanan karbon.

Faktor yang mempengaruhi nilai simpanan karbon adalah populasi tanaman, diameter tanaman, serta jenis tanaman. Semakin banyak jumlah tanaman maka semakin besar pula nilai simpanan karbonnya. Semakin besar diameter tanaman maka semakin besar juga nilai simpanan karbonnya. Jenis tanaman yang berbeda, akan memiliki berat jenis yang berbeda pula dan faktor inilah yang mempengaruhi dalam perhitungan mencari nilai biomassa dengan permodelan alometrik, yang akan digunakan sebagai acuan dalam menghitung nilai serapan CO2 suatu tanaman.


(5)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil pengukuran, luasan jalur hijau dengan nilai terbesar terdapat pada Jalan Gatot Subroto dengan luas sebesar 2,393 Ha atau sebesar 28,14 % dari total seluruh lokasi jalur hijau penelitian, dan luasan jalur hijau dengan nilai terkecil terdapat pada Jalan Armada dengan luas sebesar 0,04 Ha atau sebesar 0,47 % dari total seluruh lokasi jalur hijau penelitian.

2. Jenis tanaman yang mendominasi di keseluruhan jalur hijau penelitian adalah jenis angsana (Pterocarpus indicus) yaitu dengan jumlah total sebanyak 1697 individu atau sebesar 74,53% dari total seluruh jenis tanaman yang diperoleh.

3. Nilai biomassa, simpanan karbon, dan serapan CO2 dengan nilai terbesar

terdapat pada Jalan Sisingamangaraja dengan nilai berturut-turut yaitu 234,265 Ton/Ha; 107,762 Ton/Ha; dan 395,486 Ton/Ha.

4. Nilai biomassa, simpanan karbon, dan serapan CO2 tidak hanya

dipengaruhi oleh besarnya luas jalur penelitian dan jumlah vegetasi yang ada didalamnya, namun juga dipengaruhi oleh jenis vegetasi yang menunjukkan besar nilai berat jenis vegetasi itu sendiri, yang digunakan dalam perhitungan model alometrik untuk mencari nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2.


(6)

Saran

Penghitungan biomassa dalam penelitian ini hanya menghitung vegetasi di jalur arteri sekunder, sehingga untuk mendapatkan nilai biomassa tanaman secara lebih mendetail dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan lokasi penelilitian yang dapat mencakup keseluruhan luasan hutan kota. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dan referensi terkait, dalam melakukan penanaman dibeberapa lokasi jalur hijau, kiranya dapat digunakan tanaman yang merupakan tanaman asli daerah setempat, yaitu bunga kenanga (Cananga odorta). Kenanga adalah flora identitas Provinsi Sumatera Utara. Selain membudidayakan serta melestarikan flora asli daerah, juga dapat menjadi pemberi identitas budaya.