Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Tindakan Orangtua tentang Sirkumsisi di Kelurahan Binjai Estate Kecamatan Binjai Selatan

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan

2.1.1. Definisi

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2010).

2.1.2. Cara memperoleh pengetahuan (Notoadmojo, 2010)

a. Cara tradisional 1. Trial and Error

Cara ini telah digunakan sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Rasa ingin tahu mendorong manusia untuk mencoba hal baru yang belum diketahui kebenarannya.

2. Kekuasaan (Otoritas)

Kekuasaan yang dimaksud adalah kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh generasi sebelumnya dan diwariskan turun temurun ke generasi-generasi berikutnya.

3. Pengalaman

Pengalaman adalah hal yang telah terjadi pada diri sendiri maupun orang lain. Oleh sebab itu, pengalaman dapat menjadi suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.

4. Akal Budi (Logika)

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berfikir manusia pun ikut berkembang. Manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuan. Manusia dapat


(2)

mengintegrasikan informasi yang diperoleh dan menjadikannya sebagai pengetahuan yang baru.

b. Cara modern

Cara modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah.

2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan (Dewi & Wawan, 2010)

a. Faktor Internal 1) Pendidikan

Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB Mantra yang dikutip Notoatmodjo (2003), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan (Nursalam, 2003) pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.

2) Pekerjaan

Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga.

3) Umur

Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Hurlock (1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam dalam berfikir dan bekerja.

Menurut Depkes RI (2009) kategori usia terbagi atas 9 yaitu: 1. Masa balita : 0-5 tahun


(3)

3. Masa remaja awal : 12-16 tahun 4. Masa remaja akhir : 17-25 tahun 5. Masa dewasa awal : 26-35 tahun 6. Masa dewasa akhir : 36-45 tahun 7. Masa lansia awal : 46-55 tahun 8. Masa lansia akhir : 56-65 tahun 9. Masa Manula : 65 tahun ke atas b. Faktor Eksternal

1) Faktor lingkungan

Menurut Ann Mariner yang dikutip dari Nursalam (2003) lingkungan merupakan suatu kondisi yang ada di sekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.

2) Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.

2.1.4. Tingkat pengetahuan

Menurut Notoadmojo (2010), pengetahuan memiliki 6 tingkatan: a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah pelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.


(4)

b. Memahami (Comprehention)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi rea l (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu


(5)

didasarkan pada suatu kreteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Menurut Ircham (2008) penentuan tingkat pengetahuan responden terbagi atas 3 kategori sebagai berikut:

a. Baik: bila subjek mampu menjawab dengan benar 76%-100% b. Cukup: bila subjek mampu menjawab dengan benar 56%-75% c. Kurang: Bila subjek mampu menjawab dengan benar 40%-55%

2.2. Sirkumsisi 2.2.1. Definisi

Sirkumsisi/khitan (circumcision) merupakan proses pemotongan kulit depan atau prepusium penis dengan menyisakan mukosa (lapisan dalam kulit) dari sulcus coronarious ke arah kepala penis, yang bertujuan untuk mencegah timbulnya penumpukan smegma pada penis baik itu dengan alasan sosial, agama maupun budaya (Schoen, 1990). Pendapat lain juga mengatakan bahwa sirkumsisi merupakan tindakan bedah minor yang paling banyak dikerjakan di seluruh dunia, baik oleh dokter, paramedis ataupun oleh dukun sunat (Purnomo, 2003).

2.2.2. Epidemiologi

Dalam bidang kesehatan, tidak ada ketetapan batasan umur untuk melakukan

sirkumsisi. Seringkali usia melakukan sirkumsisi dipengaruhi oleh agama maupun budaya setempat. Di Arab Saudi anak disirkumsisi pada usia 3-7 tahun, di Mesir antara 5 dan 6 tahun, di India 5 dan 9 tahun dan di Iran biasanya umur 4 tahun.Di Indonesia, misalnya Suku Jawa lazimnya melakukan sirkumsisi anak pada usia sekitar 15 tahun, sedangkan Suku Sunda pada usia 4 tahun (Hermana, 2000).

Tabel 2.1. Jumlah Orang yang Sudah Melakukan Sirkumsisi (WHO, 2007) Negara Jumlah (Juta) Jumlah Orang di Luar Islam


(6)

Persen % Jumlah (Juta)

Angola 3.44 99 3.4

Australia 8.05 98,5 7.5

Canada 11.79 96,9 11.4

Indonesia 84.98 12 10.2

Inggris 24.22 97,3 23.6

Nigeria 28.75 50 17.6

Philipina 14.87 95 27.3

Afrika Selatan 24.22 95.5 14.6

Amerika 115.56 98 113.2

Bisa dilihat dari tabel 2.1 Indonesia hanya 10,2 juta (12%) lebih rendah daripada negara lain. Padahal Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk beragama Islam terbanyak (WHO, 2007).

2.2.3. Anatomi Prepusium

Prepusium adalah lipatan dari kulit penis yang menutupi glans penis. Prepusium pertama kali terbentuk pada minggu ke delapan dalam masa janin. Dalam 16 minggu, prepusium akan menutupi glans penis. Pada tahapan ini lapisan epidermis prepusium yang menutupi glans akan menyatu dengan epidermis glans dan disebut frenulum. Kedua lapisan epidermis tersebut terdiri dari epitel squamous. Prepusium dan glans penis menutupi suatu celah yang kemungkinan akan menjadi kantong pada prepusium. Akhirnya ruang yang terbentuk pada prepusium adalah hasil dari suatu proses desquamation, dan prepusium perlahan-lahan akan terpisah dengan glans.

Pada saat lahir, kebanyakan proses desquamation belum sempurna, dan prepusium tidak dapat ditarik karena masih menyatu dengan glans penis. Pada


(7)

umumnya pemisahan prepusium dengan glans penis terjadi saat pubertas (Gairdner, 1949).

Gambar 2.1 Foreskin (McCoombe and Short, 2006)

Prepusium memiliki dua fungsi utama. Pertama, prepusium berfungsi untuk melindungi glans penis. Kedua, prepusium adalah bagian sensoris utama pada penis (Kim D, 2007).

2.2.4. Indikasi Sirkumsisi

a. Agama

Sirkumsisi dalam agama Yahudi dilakukan pada bayi laki-laki berumur 8 tahun. Hal ini dilakukan karena adanya suatu perjanjian antara Abraham dan Tuhan bahwa semua bangsa Yahudi harus melakukan sirkumsisi (Johnson, 1993). Dalam agama Islam, sirkumsisi dilakukan sebagai tuntunan syariat Islam yang dilakukan pada laki-laki maupun perempuan (Thomas, 2003).

b. Medis 1. Fimosis

Fimosis adalah keadaan dimana prepusium tidak dapat ditarik ke belakang untuk membuka seluruh bagian glans penis (Cathcart P et al, 2006).

2. Parafimosis

Parafimosis adalah keadaan dimana prepusium dapat ditarik ke belakang, tetapi tidak dapat kembali ke depan dan akhirnya menjepit penis sehingga menyebabkan pembengkakan (Rickwood AM, 1999)


(8)

3. Balanopostitis

Balanopostitis adalah suatu inflamasi mukosa permukaan pada prepusium yang terjadi secara akut ataupun kronik (Rickwood AM, 1999).

4. Balanitis xerotica obliterans

Balanitis xerotica obliterans adalah suatu sklerosis kronik dan proses atropi dari glans penis maupun prepusium. Keadaan ini juga menjadi faktor risiko terjadinya suatu kanker penis dan satu-satunya indikasi absolut pada sirkumsisi (Holman JR, 1999).

5. Indikasi yang jarang

Tumor-tumor pada prepusium, kulit frenulum yang terlalu berlebihan maupun terlalu sedikit melekat (Holman JR, 1999).

2.2.5. Kontraindikasi

Pada sirkumsisi terdapat beberapa kontraindikasi (Hammond T, 1999): 1) Hipospadi dan kelainan kongenital penis lainnya, seperti epispadia 2) Chordee (bagian ventral penis yang mengalami angulasi)

3) Buried penis (penis yang berukuran normal namun seperti tertanam dibawah abdomen, paha, atau skrotum.

4) Bayi yang sakit dan dalam kondisi yang tidak stabil 5) Jaundice ataupun ikterus

6) Riwayat kelainan perdarahan pada keluarga

7) Fasilitas dan tenaga kesehatan yang tidak memadai

2.2.6. Prinsip dasar dalam melakukan sirkumsisi

Sirkumsisi dilakukan harus sesuai dengan beberapa prinsip dasar, yaitu: 1. Asepsis

2. Pengangkatan kulit prepusium secara adekuat 3. Hemostasis yang baik


(9)

Sirkumsisi pada neonatus (<1 bulan) dapat dikerjakan tanpa menggunakan anastesi, sedangkan anak yang lebih besar harus dengan anastesi umum. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya trauma psikologis (Purnomo, 2003).

Metode sirkumsisi pada anak maupun dewasa 1. Persiapan pasien

1. Rambut di sekitar penis (pubes) dicukur

2. Penis dan sekitarnya dibersihkan dengan air sabun 3. Perlu dilakukan pendekatan agar tidak cemas dan gelisah

4. Periksa apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap obat dan riwayat penyakit terdahulu (Bachsinar, 1993).

2. Teknik dalam sirkumsisi

Teknik sirkumsisi yang paling sering digunakan adalah dorsumsisi dan klasik (WHO/UNAIDS/JHPIEGO, 2008). Prosedur tindakan sirkumsisi adalah, sebagai berikut:

1) Disinfeksi lapangan operasi dengan povidon yodium 2) Daerah operasi ditutup dengan kain steril

3) Pada anak yang lebih besar atau dewasa, pembiusan dilakukan dengan memaki anasteri local dengan menyuntikkan obat pada basis penis . obat anastesi disuntikkan dengan cara di bawah kulit dan melingakar basis ilfiltrasi di bawah kulit dan melingkari bawah kulit. Kemudian ditunggu beberapa saat dan dinyakinkan bahwa batang penis sudah terbius.

4) Jika terjadi fimosis, dilakukan dilatasi dulu dengan klem sehinggga prepusium dapat ditarik ke proksimal. Selanjutnya prepusium dibebaskan dari perekatannya dengan glands penis dan dibersihkan dari smegma atau kotoran lain.

5) Pemotongan prepusium ( B Purnomo, 2003).


(10)

petongan melingkar ke kiri dan ke kanan sepanjang sulkus koronarius glandis. Cara ini lebih dianjurkan, karena dianggap lebih etis dibanding cara guilotin. Dengan sering berlatih melakukan cara ini, maka akan semakin terampil, sehingga hasil yang didapat juga lebih baik ( Bachsinar, 1993).

Keuntungan dengan menggunakan teknik dorsumsisi adalah: 1) Kelebihan mukosa-kulit bisa diatur.

2) Tidak terdapat insisi mukosa yang berlebihan seperti cara guilotin.

3) Kemungkinan melukai glands penis dan merusak frenulum prepusium lebih kecil.

4) Pendarahan mudah dilatasi, karena insisi dilakukan bertahap Kerugian dengan menggunakan teknik dorsumsisi adalah:

1) Tekniknya lebih rumit dibandingakan cara guilotin 2) Bila tidak terbiasa, insisi tidak rata

3) Memerlukan waktu relatif lebih lama dibandingkan guilotin (Bachsinar, tahun 1993)

Cara kerja dalam melakukan teknik dorsumsisi adalah: 1) Prepsium dijepit pada jam 11, 1 dan 6

2) Prepusium diinsisi di antara jam 11 dan 1 ke arah sulkus koronarius glandis, sisakan mukosa-kulit 2-3 mm dari bagian distal sulkus; pasanglah tali kendali 3) Insisi melingkar ke kiri dan ke kanan sejajar sulkus

4) Pada frenulum prepusim insisi dibuat agak runcing (membentuk segitiga) 5) Perdarahan dirawat

6) Buatlah tali kendali pada jam 3 dan 9

7) Lakukan penjahitan frenlum-kulit dengan jahitan berbetuk angka 8. 8) Lakukan penjahitan mukosa-kulit di sekeliling penis (Purnomo, 2003) Pada dorsumsisi perlu diperhatikan:


(11)

1) Ukurlah mukosa-kulit pada pemotongan antara jam 11 dan 1 sebagai patokan pada insisi ke lateral

2) Pada insisi ke lateral, kulit-mukosa tak boleh terlalu ditarik karena sisa mukosa dapat menjadi terlalu sedikit, yang mempersulit penjahitan

3) Ikatan plain cat-gut pada perwatan perdarahaan dilakukan minimal tiga kali, untuk mencegah terlepasnya benang dari simpul

4) Pada penjahitan keliling, jahitan harus serapat mungkin, tidak boleh terdapat tumpang tindih (Purnomo, 2003).

Gambar 2.2. Dorsumsisi (Purnomo, 2003)

Setelah dilakukan tindakan sirkumsisi, perlu diperhatikan perawatan pascasirkumsisi. Ada beberapa perawatan yang harus dilakukan pasca operasi, yaitu:

1. Obat analgesik dan antibiotik

Segera setelah disirkumsisi sebaiknya meminum obat analgesik (penghilang nyeri untuk menghindarkan rasa sakit setelah obat anestesi lokal yang disuntikkan habis diserap tubuh. Umumnya obat anestesi mampu bertahan antara satu jam sampai satu setengah jam setelah disuntikkan. Diharapkan setelah obat bius tersebut habis masa kerjanya maka dapat tergantikan dengan obat Analgesik.


(12)

Obat antibiotik juga sebaiknya diminum secara teratur (umumnya diberikan untuk 5-10 hari) agar tidak terjadi infeksi yang pada akhirnya akan menghambat penyembuhan luka khitan.

2. Menjaga daerah alat kelamin tetap bersih dan kering

a) Menggunakan celana yang tidak ketat untuk menghindari gesekan.

b) Membersihkan uretra eksternal secukupnya secara perlahan setiap selesai buang air kecil tanpa mengenai bekas sirkumsisi.

c) Membersihkan penis dari bercak-bercak darah yang menggumpal seperti borok dengan menggunakan iodine atau rivanol.

d) Jika sudah lebih dari 3 hari maka bekas luka sirkumsisi boleh dibersihkan dengan air hangat dengan cara masukkan kassa steril ke dalam air hangat lalu peras dan bersihkan secara perlahan “bekas darah” sampai terlepas.

3. Bengkak pada alat kelamin merupakan kejadian normal

Bekas suntikan obat anestesi/bius di pangkal penis (terutama bagian atas) terkadang dapat menimbulkan bengkak yang sebenarnya akan diserap sendiri oleh tubuh dalam waktu 1-2 minggu. Jika dirasakan mengganggu, bengkak dapat dikompres selama 5-10 menit dengan kassa yang dicelupkan air hangat 2 kali dalam sehari. Perlakuan ini dapat dilakukan mulai 2 hari setelah sirkumsisi dan usahakan air tersebut tidak mengenai lukanya.

4. Mengatur Makanan

Sebenarnya tidak ada pantangan makanan tertentu yang khusus untuk pasien sirkumsisi. Ikan, telur dan daging bukan suatu “larangan untuk dimakan” karena hal

tersebut hanyalah “mitos” yang salah dan banyak berkembang di masyarakat.

Sebaliknya kandungan vitamin dan protein yang terkandung dalam makanan tersebut diperlukan tubuh untuk membantu proses penyembuhan luka agar lebih cepat kering. Ikan, telur dan daging hanyalah pantangan bagi mereka yang memang “alergi” terhadap makanan tersebut. Cirinya adalah setiap kali orang tersebut mengkonsumsi makanan tersebut maka menyebabkan reaksi alergi (gatal, bentol, dan lain-lain) dan


(13)

hal tersebut sudah berlangsung lama semenjak lahir/kecil dan bukan pada saat proses khitan saja.

5. Tidak perlu berlebihan

Biasanya orang yang terlalu khawatir akan penyembuhan luka pasca sirkumsisi menggunakan berbagai obat ataupun salep secara berlebihan. Hal ini justru sangat tidak dianjurkan karena bisa menjadi kotoran yang berdampak pada infeksi bila tidak rajin dibersihkan. Selama 4-5 hari setelah sirkumsisi sebaiknya mandi dengan cara dilap tubuhnya. Setelah waktu itu jika luka khitan sudah kering maka diperbolehkan mandi dengan air seperti biasanya.Gunakanlah sabun secukupnya dan tidak berlebihan agar tidak menyebabkan perih apabila mengenai bekas luka khitan.

6. Usahakan tidak bergerak terlalu aktif

Istirahat untuk beberapa hari sangat diperlukan untuk menghindari bengkak (oedem) yang berlebihan. Kalau memang harus berjalan, tidak apa-apa seperlunya. Yang penting jangan melakukan aktifitas yang berlebihan seperti melompat-lompat atau berlari-lari. Hubungan seksual juga sebaiknya ditahan sampai penisnya sembuh total, yaitu sekitar satu setengah bulan.

7. Kontrol dan Melepas Perban

Penggantian perban dapat dilakukan setiap 2-3 hari tergantung perkembangan luka khitan. Jika anda sudah mahir hal tersebut dapat dilakukan sendiri di rumah. Jika merasa kesulitan sebaiknya dibawa ke dokter.

Lakukan kontrol rutin ke dokter yang melakukan sirkumsisi pada hari ketiga dan pada hari kelima-ketujuh. Apabila luka sirkumsisi sudah betul-betul kering maka perban bisa dilepaskan secara total. Sebelumnya lakukan pemberian air hangat, baby oil atau minyak kelapa pada perban dengan cara meneteskan secukupnya. Hal ini berguna untuk melunakkan kulit luka dan perban, sehingga mudah dilepaskan. Jika diperlukan, pelepasan perban dapat dibantu dengan penggunaan anastesi spray untuk mengurangi nyeri ( Hana, 2008).


(1)

3. Balanopostitis

Balanopostitis adalah suatu inflamasi mukosa permukaan pada prepusium yang terjadi secara akut ataupun kronik (Rickwood AM, 1999).

4. Balanitis xerotica obliterans

Balanitis xerotica obliterans adalah suatu sklerosis kronik dan proses atropi dari glans penis maupun prepusium. Keadaan ini juga menjadi faktor risiko terjadinya suatu kanker penis dan satu-satunya indikasi absolut pada sirkumsisi (Holman JR, 1999).

5. Indikasi yang jarang

Tumor-tumor pada prepusium, kulit frenulum yang terlalu berlebihan maupun terlalu sedikit melekat (Holman JR, 1999).

2.2.5. Kontraindikasi

Pada sirkumsisi terdapat beberapa kontraindikasi (Hammond T, 1999): 1) Hipospadi dan kelainan kongenital penis lainnya, seperti epispadia 2) Chordee (bagian ventral penis yang mengalami angulasi)

3) Buried penis (penis yang berukuran normal namun seperti tertanam dibawah abdomen, paha, atau skrotum.

4) Bayi yang sakit dan dalam kondisi yang tidak stabil 5) Jaundice ataupun ikterus

6) Riwayat kelainan perdarahan pada keluarga

7) Fasilitas dan tenaga kesehatan yang tidak memadai 2.2.6. Prinsip dasar dalam melakukan sirkumsisi

Sirkumsisi dilakukan harus sesuai dengan beberapa prinsip dasar, yaitu: 1. Asepsis

2. Pengangkatan kulit prepusium secara adekuat 3. Hemostasis yang baik


(2)

Sirkumsisi pada neonatus (<1 bulan) dapat dikerjakan tanpa menggunakan anastesi, sedangkan anak yang lebih besar harus dengan anastesi umum. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya trauma psikologis (Purnomo, 2003).

Metode sirkumsisi pada anak maupun dewasa 1. Persiapan pasien

1. Rambut di sekitar penis (pubes) dicukur

2. Penis dan sekitarnya dibersihkan dengan air sabun 3. Perlu dilakukan pendekatan agar tidak cemas dan gelisah

4. Periksa apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap obat dan riwayat penyakit terdahulu (Bachsinar, 1993).

2. Teknik dalam sirkumsisi

Teknik sirkumsisi yang paling sering digunakan adalah dorsumsisi dan klasik (WHO/UNAIDS/JHPIEGO, 2008). Prosedur tindakan sirkumsisi adalah, sebagai berikut:

1) Disinfeksi lapangan operasi dengan povidon yodium 2) Daerah operasi ditutup dengan kain steril

3) Pada anak yang lebih besar atau dewasa, pembiusan dilakukan dengan memaki anasteri local dengan menyuntikkan obat pada basis penis . obat anastesi disuntikkan dengan cara di bawah kulit dan melingakar basis ilfiltrasi di bawah kulit dan melingkari bawah kulit. Kemudian ditunggu beberapa saat dan dinyakinkan bahwa batang penis sudah terbius.

4) Jika terjadi fimosis, dilakukan dilatasi dulu dengan klem sehinggga prepusium dapat ditarik ke proksimal. Selanjutnya prepusium dibebaskan dari perekatannya dengan glands penis

dan dibersihkan dari smegma atau kotoran lain. 5) Pemotongan prepusium ( B Purnomo, 2003).


(3)

petongan melingkar ke kiri dan ke kanan sepanjang sulkus koronarius glandis. Cara ini lebih dianjurkan, karena dianggap lebih etis dibanding cara guilotin. Dengan sering berlatih melakukan cara ini, maka akan semakin terampil, sehingga hasil yang didapat juga lebih baik ( Bachsinar, 1993).

Keuntungan dengan menggunakan teknik dorsumsisi adalah: 1) Kelebihan mukosa-kulit bisa diatur.

2) Tidak terdapat insisi mukosa yang berlebihan seperti cara guilotin.

3) Kemungkinan melukai glands penis dan merusak frenulum prepusium lebih kecil.

4) Pendarahan mudah dilatasi, karena insisi dilakukan bertahap Kerugian dengan menggunakan teknik dorsumsisi adalah:

1) Tekniknya lebih rumit dibandingakan cara guilotin

2) Bila tidak terbiasa, insisi tidak rata

3) Memerlukan waktu relatif lebih lama dibandingkan guilotin (Bachsinar, tahun 1993)

Cara kerja dalam melakukan teknik dorsumsisi adalah: 1) Prepsium dijepit pada jam 11, 1 dan 6

2) Prepusium diinsisi di antara jam 11 dan 1 ke arah sulkus koronarius glandis, sisakan mukosa-kulit 2-3 mm dari bagian distal sulkus; pasanglah tali kendali 3) Insisi melingkar ke kiri dan ke kanan sejajar sulkus

4) Pada frenulum prepusim insisi dibuat agak runcing (membentuk segitiga) 5) Perdarahan dirawat

6) Buatlah tali kendali pada jam 3 dan 9

7) Lakukan penjahitan frenlum-kulit dengan jahitan berbetuk angka 8. 8) Lakukan penjahitan mukosa-kulit di sekeliling penis (Purnomo, 2003) Pada dorsumsisi perlu diperhatikan:


(4)

1) Ukurlah mukosa-kulit pada pemotongan antara jam 11 dan 1 sebagai patokan pada insisi ke lateral

2) Pada insisi ke lateral, kulit-mukosa tak boleh terlalu ditarik karena sisa mukosa dapat menjadi terlalu sedikit, yang mempersulit penjahitan

3) Ikatan plain cat-gut pada perwatan perdarahaan dilakukan minimal tiga kali, untuk mencegah terlepasnya benang dari simpul

4) Pada penjahitan keliling, jahitan harus serapat mungkin, tidak boleh terdapat tumpang tindih (Purnomo, 2003).

Gambar 2.2. Dorsumsisi (Purnomo, 2003)

Setelah dilakukan tindakan sirkumsisi, perlu diperhatikan perawatan pascasirkumsisi. Ada beberapa perawatan yang harus dilakukan pasca operasi, yaitu: 1. Obat analgesik dan antibiotik

Segera setelah disirkumsisi sebaiknya meminum obat analgesik (penghilang nyeri untuk menghindarkan rasa sakit setelah obat anestesi lokal yang disuntikkan habis diserap tubuh. Umumnya obat anestesi mampu bertahan antara satu jam sampai satu setengah jam setelah disuntikkan. Diharapkan setelah obat bius tersebut habis masa kerjanya maka dapat tergantikan dengan obat Analgesik.


(5)

Obat antibiotik juga sebaiknya diminum secara teratur (umumnya diberikan untuk 5-10 hari) agar tidak terjadi infeksi yang pada akhirnya akan menghambat penyembuhan luka khitan.

2. Menjaga daerah alat kelamin tetap bersih dan kering

a) Menggunakan celana yang tidak ketat untuk menghindari gesekan.

b) Membersihkan uretra eksternal secukupnya secara perlahan setiap selesai buang air kecil tanpa mengenai bekas sirkumsisi.

c) Membersihkan penis dari bercak-bercak darah yang menggumpal seperti borok dengan menggunakan iodine atau rivanol.

d) Jika sudah lebih dari 3 hari maka bekas luka sirkumsisi boleh dibersihkan dengan air hangat dengan cara masukkan kassa steril ke dalam air hangat lalu peras dan bersihkan secara perlahan “bekas darah” sampai terlepas.

3. Bengkak pada alat kelamin merupakan kejadian normal

Bekas suntikan obat anestesi/bius di pangkal penis (terutama bagian atas) terkadang dapat menimbulkan bengkak yang sebenarnya akan diserap sendiri oleh tubuh dalam waktu 1-2 minggu. Jika dirasakan mengganggu, bengkak dapat dikompres selama 5-10 menit dengan kassa yang dicelupkan air hangat 2 kali dalam sehari. Perlakuan ini dapat dilakukan mulai 2 hari setelah sirkumsisi dan usahakan air tersebut tidak mengenai lukanya.

4. Mengatur Makanan

Sebenarnya tidak ada pantangan makanan tertentu yang khusus untuk pasien sirkumsisi. Ikan, telur dan daging bukan suatu “larangan untuk dimakan” karena hal

tersebut hanyalah “mitos” yang salah dan banyak berkembang di masyarakat.

Sebaliknya kandungan vitamin dan protein yang terkandung dalam makanan tersebut diperlukan tubuh untuk membantu proses penyembuhan luka agar lebih cepat kering. Ikan, telur dan daging hanyalah pantangan bagi mereka yang memang “alergi” terhadap makanan tersebut. Cirinya adalah setiap kali orang tersebut mengkonsumsi makanan tersebut maka menyebabkan reaksi alergi (gatal, bentol, dan lain-lain) dan


(6)

hal tersebut sudah berlangsung lama semenjak lahir/kecil dan bukan pada saat proses khitan saja.

5. Tidak perlu berlebihan

Biasanya orang yang terlalu khawatir akan penyembuhan luka pasca sirkumsisi menggunakan berbagai obat ataupun salep secara berlebihan. Hal ini justru sangat tidak dianjurkan karena bisa menjadi kotoran yang berdampak pada infeksi bila tidak rajin dibersihkan. Selama 4-5 hari setelah sirkumsisi sebaiknya mandi dengan cara dilap tubuhnya. Setelah waktu itu jika luka khitan sudah kering maka diperbolehkan mandi dengan air seperti biasanya.Gunakanlah sabun secukupnya dan tidak berlebihan agar tidak menyebabkan perih apabila mengenai bekas luka khitan. 6. Usahakan tidak bergerak terlalu aktif

Istirahat untuk beberapa hari sangat diperlukan untuk menghindari bengkak (oedem) yang berlebihan. Kalau memang harus berjalan, tidak apa-apa seperlunya. Yang penting jangan melakukan aktifitas yang berlebihan seperti melompat-lompat atau berlari-lari. Hubungan seksual juga sebaiknya ditahan sampai penisnya sembuh total, yaitu sekitar satu setengah bulan.

7. Kontrol dan Melepas Perban

Penggantian perban dapat dilakukan setiap 2-3 hari tergantung perkembangan luka khitan. Jika anda sudah mahir hal tersebut dapat dilakukan sendiri di rumah. Jika merasa kesulitan sebaiknya dibawa ke dokter.

Lakukan kontrol rutin ke dokter yang melakukan sirkumsisi pada hari ketiga dan pada hari kelima-ketujuh. Apabila luka sirkumsisi sudah betul-betul kering maka perban bisa dilepaskan secara total. Sebelumnya lakukan pemberian air hangat, baby oil atau minyak kelapa pada perban dengan cara meneteskan secukupnya. Hal ini berguna untuk melunakkan kulit luka dan perban, sehingga mudah dilepaskan. Jika diperlukan, pelepasan perban dapat dibantu dengan penggunaan anastesi spray untuk mengurangi nyeri ( Hana, 2008).