Dukungan Pasangan dalam Merawat Pasien Stroke yang Mengalami Disabilitas Fungsional di Rumah

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga di dunia dan
penyebab kecacatan paling sering pada orang dewasa (Abubakar & Isezuo, 2012).
Salah satu penelitian yang dilakukan di Amerika menyebutkan bahwa sebesar
38% penderita stroke mengalami depresi yang disebabkan ketidakmampuan
dalam bekerja karena cacat dan berkurangnya kegiatan sosial. Indonesia tercatat
sebagai negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia. Setiap tujuh
orang yang meninggal di Indonesia, satu diantaranya karena stroke (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2011).
Kecacatan akibat stroke tidak hanya berdampak bagi penyandangnya, akan
tetapi juga berdampak bagi anggota keluarga. Penderita stroke yang mengalami
kecacatan bergantung pada dukungan emosional dan fisik dari informal terutama
pasangan(Akosile, Okoye, Nwankwo, Akosile & Mbada, 2011). Stroke
merupakan kelainan fungsi otak yang timbul secara mendadak dan terjadi pada
siapa saja dan kapan saja. Penyakit ini menyebabkan kecacatan berupa
kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berfikir sebagai akibat
gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008, hlm. 234).
Diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan
stroke. Sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami

kecacatan ringan hingga berat. Meskipun demikian, penderita stroke masih
memiliki potensi untuk pulih setelah melewati serangan stroke. Namun, mereka

1

Universitas Sumatera Utara

2

yang bertahan hidup pasca serangan stroke memiliki tantangan untuk menjalani
keberlangsungan hidupnya.
Penyakit stroke menjadi salah satu penyakit terminal yang tidak saja
memiliki dampak jangka pendek, namun juga jangka panjang sekaligus
berdampak ganda baik bagi penderita maupun pengasuh. Pada umumnya pasien
stroke yang hidup ditengah-tengah masyarakat membutuhkan perawatan
profesional dan berlanjut, dimana hal ini seringkali melibatkan pengasuh dari
kalangan terdekat pasien, yaitu pasangan hidup mereka (Akosile, Okoye,
Nwankwo, Akosile & Mbada, 2011).
Perkawinan adalah salah satu aktivitas sentral dari manusiayang bertujuan
untuk memperoleh suatu kehidupan yang bahagia (Domikus, 1999). Bhrem

(1992), menambahkan bahwa perkawinan adalah ekspresi akhir dari suatu
hubungan yang mendalam, dimana dua individu berikrar yang didasarkan pada
keinginannya untuk menetapkan hubungan sepanjang hidup. Perkawinan selalu
dianggap sebagai hal yang memuaskan dan berharga. Dalam setiap hubungan
seperti perkawinan, masalah tidak selalu dapat dihindarkan (Rini, 2001), karena
pada dasarnya sebuah perkawinan terdiri daridua orang yang mempunyai sifat,
kepribadian, maupun karakter yang berbeda.
Campbell (dalam Domikus, 1999) menemukan bahwa orang-orang yang
terikat dalam perkawinan merasakan kepuasan hidup yang lebih tinggi
dibandingkanketika mereka menduda, menjanda atau sebelum menikah. Kepuasan
hidup yangdiperoleh melalui perkawinan ini disebabkan oleh hampir seluruh
dimensikebutuhan

manusia

dipenuhi

melalui

perkawinan,


sebagaimana

Universitas Sumatera Utara

3

dikemukakan olehWalgito (dalam Domikus, 1999) bahwa melalui perkawinan
manusia dapatmemenuhi kebutuhan biologi, fisiologis, psikologis, sosial dan
spiritual. Sawitri (2005)menambahkan bahwa kehidupan secara terus-menerus
mengalami perubahan.
Kepuasan perkawinan adalah evaluasi subyektif terhadap rasa senang,
santai, kepuasan, kenyamanan, dan kualitas perkawinan secara keseluruhan yang
dilakukan oleh pasangan yang telah menikah (Nagraja, Rajamma, & Reddy, 2012
; Alder & Leigh, disitat dalam Sumpani, 2008). Semakin puas pasangan terhadap
perkawinan mereka, maka semakin positif dan semakin hangat dukungan dan
respon yang diberikan (Haffner et al, disitat dalam Hess, 2008).
Pasangan akan dapat merasa puas apabila saling memiliki komitmen,
setia, nilai moral yang kuat, menghargai pasangan sebagai teman, komitmen
dalam hubungan seksual, ingin menjadi orang tua yang baik, memiliki komitmen

spiritual yang baik dan beriman kepada Tuhan, selalu ingin menyenangkan dan
mendukung pasangan, merupakan sahabat yang baik untuk pasangan, dan ada
keinginan untuk memaafkan dan dimaafkan (Fanell, disitat dalam Rosen Grandon,
Myers, & Hattie, 2004). Seiring berjalannya waktu dan lama perkawinan, faktorfaktor yang terpenting dan harus ada didalam sebuah perkawinan adalah rasa
hormat, pemberian maaf, romantis, saling mendukung, dan sensitif. Jadi, kedua
belah pihak harus memiliki bagian yang aktif dalam menerima pasangannya.
Pasangan yang saling memiliki penerimaan dengan pasangannya akan
merasa puas dan merasa mampu melakukan banyak hal, bergairah dalam
menjalani hubungan, memiliki penerimaan, dan merasa utuh (Colemen & Miller,

Universitas Sumatera Utara

4

disitat dari Nagaraja, Rajamma, & Reddy, 2012). Pada kenyataannya, terdapat
pula pasangan yang tidak dapat memberikan hubungan timbal balik yang aktif
pada pasangannya karena menderita penyakit. Salah satu penyakit tersebut adalah
Stroke. Diagnosa stroke inibukan hanya mempengaruhi pasien yang terkena
penyakit stroke saja, melainkan juga mempengaruhi pasangannya yang sehat
(Kausar & Saghir, 2010).

Saat salah satu pasangan tidak dapat memberikan dukungan yang setara
karena penyakit, hubungan diantara kedua belah pihak akan berubah drastis dan
membutuhkan sebuah penyesuaian dalam perkawinan (Dorval, Maunsel, Taylor
Brown, & Killpatrick, 1999; Day, 2009). Pola komunikasi, peran, dan hubungan
perkawinan adalah hal-hal yang sangat memerlukan penyesuaian (Dorval, et al.,
2013). Pasangan yang memiliki suatu penyakit akan mengalami perubahan
didalam kehidupan perkawinannya karena penyakit dan pengobatannya sering kali
membuat pasiennya harus beristirahat total dan tidak mampu melakukan kegiatan
sehari-hari. Pasien juga membutuhkan perhatian dan bantuan lebih karena
kelemahan yang dialaminya. Keadaan ini menimbulkan meningkatnya kebutuhan
fisik, halangan dalam berfungsi dilingkungan sosial dan hubungan intim dengan
pasangan, dan distres psikologis yang kuat dan diwujudkan dalam bentuk
kesakitan, kecemasan, dan depresi (Nijboer, Tempelaar, Sanderman, Triemstra,
Spruijt, & Van Den Bos, 1998).
Coleman, Antonucci & Adelman (dalam Basow, 2002) mengatakan bahwa
dalamperkawinan, kesehatan mental dan kesehatan fisik memegang peranan
penting, baik wanitamaupun pria.Merawat pasangan yang mempunyai penyakit

Universitas Sumatera Utara


5

kronis seperti strokemenghadirkan tantangan lebih berat dibandingkan dengan
merawat orang tua yang sakitkronis.Caregiver juga memiliki keterbatasan selama
merawat pasien yang strokesepertigangguan fisik, mental dan spiritual (Bakas
dkk, 2002). Pasangan yang merawat akanmengalami stress pada hubungan yang
tidak dapat dihindarkan (Cavanaugh & Blanchard,2006).
Ketika strokemenyerang istri, akan berpengaruh pada perannya sebagai ibu
rumah tangga, pengasuh anak, dan perannya sebagai pendamping suami.
Sedangkan ketika strokemenyerang suami, peran suami dalam sebuah keluarga
akan terhambat. Harapan istri akan perkawinan yang akan memberikan
kebutuhannya akan terganggu, harapan istri pada suami sebagai pasangan yang
mampu memberikan kepuasan pada perkawinannya juga akan terhambat. Istri
akan merasa kecewa dengan hubungan perkawinannya dimana istri akan merasa
kebutuhannya tidak akan dapat dipenuhi oleh suaminya yang menderita
stroke(Sawitri, 2005). Dengan demikian, dampak fisik dan psikologis dari
seranganstrokeyang menyerang pasangan akan mempengaruhi kehidupan
perkawinan yangdirasakan oleh pasangan.
Hubungan seksual juga merupakan salah satu aspek dalam hubungan
perkawinan.Pascastroke, kegiatan seksual banyak dipengaruhi oleh beratnya cacat

yang diderita, faktorpsikologis seperti: stress, kecemasan, depresi dan lain - lain.
Masalah seksual berkaitandengan alasan biologis, psikologis atau budaya (Basow,
2002). Penelitian yang dilakukanoleh Bray & Humprey (dalam Lumbantobing,
2003) menemukan bahwa kegiatan seksualsetelah serangan strokemenurun.

Universitas Sumatera Utara

6

Melihat hal ini, serangan strokeberpengaruh dalamorientasi seksual dalam
kehidupan perkawinan penderitanya.
Depkes (1998) menyatakan bahwa penyakit dapat berdampak bagi orangorang yang dekat dengan pasien, terutama pasangan, yang dapat mempengaruhi
hubungan pernikahan mereka. Penelitian yang dilakukan Coombs (2007)
menyebutkan bahwa adanya perubahan pada hubungan pernikahan setelah
pasangan terdiagnosa penyakit kronis karena merasa kehilangan begitu besar atas
hubungan pernikahan yang mereka miliki sebelumnya.Menurut Karney &
Bradbury (1995) stres yang dihadapi oleh suami atau istri yang mengalami sakit
kronis dapat mempengaruhi kehidupan pernikahan, yakni adanya perubahan
perilaku seperti marah, merasa tidak berguna, dan kecewa yang dapat
mempengaruhi kepuasan pernikahan.

Seseorang dengan stroke dapat menunjukkan reaksi psikologis negatif
diantaranya marah, merasa tidak berguna, cemas, dan depresi (Tjokroprawiro,
1989).Dampak sosial yang dialami oleh individu dengan srtoke seperti
stigmatisasi dan isolasi dalam kelompok sosialnya, perubahan lainnya yang terjadi
adalah meningkatnya pengeluaran sehari- hari serta penurunan kegiatan, (WHO,
1998).
Dukungan pasangan dipercaya dapat membantu para penderita untuk
menghadapi penyakit yang dideritanya, dalam hal ini penyakit stroke. Menurut
Sarafino, 2008 dukungan yang diberikan dapat diwujudkan dalam beberapa
bentuk antara lain dukungan emosi antara lain perkataan yang baik dan lembut.
Pasangan yang berkeluarga memberikan bujukan atau rayuan kepada penderita

Universitas Sumatera Utara

7

untuk menaati saran dari dokter seperti menaati diet atau minum obat-obat
penyembuhan stroke. Maka dari itu, pasangan dari penderita stroke memiliki
peran yang cukup besar dalam memberikan dukungan agar penderita tetap
mematuhi dan berusaha untuk tetap mempertahankan hidupnya, (Sudiharto,

2007).
Dukungan sosial yang diberikan oleh pasangan bukan hanya sekedar
memberikan bantuan, namun yang penting adalah persepsi penderita stroke dalam
menerima makna dukungan yang diberikan dalam arti individu yang menerima
dukungan tersebut dapat merasakan manfaat dukungan bagi dirinya. Manfaat dari
dukungan yang diberikan oleh pasangan kepada penderita tersebut untuk
meminimalkan atau mengurangi ketidakpatuhan penderita pada saran-saran yang
diberikan oleh dokter, (Sudiharto, 2007).
Gambaran bagaimana pasangan pasien stroke tergambar dari kondisi fisik
dan psikologis penderita stroke, namun semangat pasangan penderita stroke dapat
menjadi positif karena mendapatkan dukungan yang besar dari pasangan dan
teman-teman. Penyakit stroke juga memberikan dampak yang buruk bagi pasien,
yang membawa akibat cukup serius terhadap keharmonisan hubungan suami dan
istri (Anggraeni & Ekowati, 2010).
Berdasarkan hasil wawancara dengan partisipan didapatkan bahwa
dukungan pasangan yang diterima oleh partisipan masih kurang terutama dalam
hal mengingatkan partisipan untuk mematuhi anjuran dokter dan perawat, tidak
pernah mendampingi partisipan selama menjalani pengobatan, tidak pernah
mencari informasi tentang kelompok-kelompok yang terdiri dari orang-orang


Universitas Sumatera Utara

8

yang memiliki masalah yang sama dengan partisipan dan jarang membesarkan
hati partisipan atas kekurangan yang dialami.
Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini ingin mempelajari secara
mendalam tentang berbagai hal yang berkaitan dengan dukungan pasangan
dalammerawat pasien stroke yang mengalami disabilitas fungsional.Dukungan
pasangan tersebut dapat bermanfaat dalam menurunkan kecemasan atau stres
pasien stroke, sehingga penderita dapat meningkatkan kualitas hidup.
1.2 Permasalahan
Dukungan pasangan sangat diperlukan kapan sajaterutama saat mengalami suatu
penyakit, khususnya penyakit yang memerlukan bantuan orang lain terutama
bantuan dari pasangan. Dalam keadaan seperti ini banyak pasangan yang tidak
siap dalam menghadapi seperti ini apalagi penyakit stroke yang mengalami
disabilitas fungsional. Banyak kasus yang peneliti lihat atau yang peneliti baca
dalam media masa banyak pasangan yang meninggalkan pasangannya disaat
mengalami suatu penyakit khususnya penyakit yang melakukan semua aktifitas
haus dibantu oleh orang lain atau pasangan.

Pasangan tidak hanya diceraikan atau berpisah yang mengalami penyakit
tersebut seperti stroke banyak juga yang tidak menerima sehingga meninggalkan
atau ditinggal pergi di saat pasangan masih dalam perawatan, kasus inilah yang
membuat peneliti ingin melihat dan menggali bagaimana dukungan pasangan
yang harus dilakukan pasangan disaat pasangannya mengalami suatu penyakit
yaitu stroke. Selain masalah tersebut pasangan juga sering mengabaikan
pasangannya dimana pasangan kurang memperhatikan bagaimana proses

Universitas Sumatera Utara

9

penyembuhan yang harus dilakukan agar pasangan yang mengalami stroke
tersebut dapat segera sembuh.
Eksplorasi dukungan pasangan dalam merawat pasien stroke yang
mengalami disabilitasfungsionalmerupakan hal penting, mengingat: 1) Stoke
terjadi secara mendadak dan merupakan fenomena yang diperkirakan akan
terjadidisabilitas fungsional pada pasien tersebut yang memerlukan dukungan
pada pasangandalam perawatannya. 2) Kesiapan pasangan dalam merawat pasien
yang mengalami stroke dimana dalam perawatan stroke memerlukan waktu yang
panjang sehingga diperlukan kesiapan mental dan juga kesehatan pasangan dalam
merawat pasangan yang mengalami stroke.
1.3 Tujuan Penilitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali secara mendalam tentang
dukungan

pasangan

dalam

merawat

pasienstroke

yang

mengalami

disabilitasfungsional.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi:
1.4.1 Profesi Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran nyata tentang
dukungan pasangan dalam merawat

pasien stroke yang mengalami

disabilitasfungsionaldimana pasangan dapat meningkatkan kualitas hidup
pasien yang mengalami stroke tersebut, sehingga perawat dapat memberikan
ajaran atau pendidikan kesehatan pada pasangan atau keluarga dalam

Universitas Sumatera Utara

10

merawat pasien stroke yang pada akhirnya profesi keperawatan dapat
berkembang di tengah - tengah masyarakat.
1.4.2 Rumah Sakit
Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan kepada Rumah Sakit
terutama bidang keperawatan dan pada instansi rawat jalandalam rangka
pengelolaan asuhan keperawatan pasien stroke yang lebih optimal.
1.4.3 Peneliti Sendiri
Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti.
1.4.4 Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan dasar penelitian kualitatif
selanjutnya terkait dukungan pasangan pada pasien stroke.

Universitas Sumatera Utara