Makalah Mata Kuliah Seminar Killer Yeast

Makalah Mata Kuliah Seminar
Killer Yeast di Daerah Tropis

Disusun oleh
Marta Diana Kuncoro
31101236

Fakultas Bioteknologi
Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta
November 2013

Halaman Pengesahan

Naskah Seminar dengan judul :
Killer Yeast di Daerah Tropis
merupakan hasil olahan jurnal-jurnal berikut :

1. Tan, H.W. & Tay, S.T. (2010). Anti-Candida activity and biofilm inhibitory effects of
secreted products of tropical environmental yeasts. Tropical Biomedicine 28(1): 175
180.
2. Abranches, J., Morais, P.B., Rosa, C.A., Mendonca-Hagler, L.C., & Hagler, A.N. (1997).

The incidence of killer activity and extracellular proteases in tropical yeast
communities. Can.J. Microbiol. 43: 328-336.
3. Lim, S.L. & Tay, S.T. (2011). Diversity and killer activity of yeasts in Malaysian fermented
food samples. Tropical Biomedicine 28(2): 438-443.

disusun oleh
Marta Diana Kuncoro
31101236
disajikan dalam matakuliah Seminar

Disetujui,
Pembimbing I,

Dr. Dhira Satwika, M.Sc

ABSTRAK
Killer yeast adalah strain yeast tertentu yang dapat memproduksi protein toksin bersifat
lethal bagi strain yeast sensitif. Killer yeast berperan dalam pembentukan struktur komunitas
yeast. Pada habitat tropis, killer yeast ditemukan di buah, bunga, daun, kaktus, bromelia,
Drosophila, serta berbagai macam makanan fermentasi. Ditemukan beberapa genus yang bersifat

lethal terhadap Candida, antara lain Aureobasidium, Cryptococcus, Issatchenkia, Kloeckera apis,
Kluyveromices, Pichia, Pseudozyma, Trichosporon, dan Ustilago. Beberapa diantara genus
tersebut memiliki kemampuan menghambat aktivitas metabolisme biofilm Candida albicans.
Aktivitas proteolitik pada komunitas yeast yang ditemukan pada berbagai habitat
menggambarkan kekayaan nutrien pada habitat tersebut dan mungkin penting bagi keberadaan
atau kompetisi yeast terkait.

ABSTRACT
Killer yeasts are yeasts that secrete proteinaceous killer toxins lethal to sensitive yeast
strains. Killer yeast plays a role in the formation of community structure. In tropical habitats,
killer yeasts could be found on fruits, flowers, leaves, cacti, bromeliad, Drosophila and various
fermented foods. Among these interesting yeast, there are several genera that are lethal to
Candida, including Aerobasidium, Cryptococcus, Issatchenkia, Kloeckera, Kluyveromices,
Pichia, Pseudozyma, Trichosporon, and Ustilago. Some of theme has the ability to inhibit
Candida albicans biofilm. Proteolytic activities were also found for yeast communities reflecting
nutrient availability and their possible role for competition.

BAB 1
PENDAHULUAN


Yeast atau khamir adalah mikroorganisme eukariotik bersel tunggal yang termasuk dalam
kerajaan Fungi. Yeast telah dimanfaatkan oleh manusia sejak zaman dahulu, bahkan sebelum
bahasa tulisan berkembang. Oleh karena itu, yeast dikenal sebagai “Man’s oldest industrial
company” dalam bidang pangan, khususnya berperan sebagai mikroorganisme yang
memfermentasi jus anggur menjadi wine dan berperan pula dalam proses pembuatan roti dimana
karbondioksida yang dihasilkan membuat roti dapat mengembang.
Seiring dengan perkembangan pengetahuan, saat ini telah ditemukan kelompok yeast
yang disebut dengan killer yeast. Killer yeast adalah strain yeast tertentu yang dapat
memproduksi protein toksin bersifat lethal bagi strain yeast sensitif. Banyak penelitian
membuktikan bahwa protein toksin memiliki aktivitas anti-mycotic untuk menghambat
pertumbuhan strain yeast sensitif.
Sama seperti yeast lainnya, killer yeast secara alami dapat ditemukan pada berbagai
habitat. Pada habitat alami, killer yeast dapat ditemukan di tanah, tumbuhan dan serangga(1,2).
Selain itu, dapat juga ditemukan di dalam makanan, antara lain tape, tempe, wine, cuka, miso,
fermentasi buah dan sayuran(3). Dalam habitat tersebut, yeast, khususnya killer yeast memiliki
peran yang unik, baik itu dapat merugikan atau membawa manfaat bagi manusia. Aktivitas
proteolitik penting bagi yeast untuk beradaptasi di dalam habitatnya. Aktivitas proteolitik
menjadi sarana yeast untuk mengambil nutrien dalam substrat. Sehingga tidak dapat dipungkiri
bahwa kemampuan killer dan kemampuan proteolitik yeast berperan dalam kompetisi di dalam
suatu habitat.

Killer yeast dan toksin yang diproduksinya, secara potensial dapat diaplikasikan baik
dalam bidang lingkungan, kesehatan maupun industri. Dalam bidang industri fermentasi atau
pengawetan makanan, Sulo et al. (1992) menyatakan kehadiran killer yeast dapat mengeliminasi
mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam bidang kesehatan, killer yeast dimungkinkan
dapat menghambat atau membunuh mikroorganisme patogen bagi manusia, contohnya
Candida(1,2,3). Beberapa penelitian telah menemukan banyak jenis killer yeast yang bersifat lethal
terhadap Candida. Dalam makalah ini, dibahas lebih lanjut beragam killer yeast yang diisolasi
dari berbagai habitat di daerah tropis (makanan, tumbuhan dan lalat).

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekologi Yeast
Yeast adalah organisme eukariotik bersel tunggal yang termasuk dalam kerajaan
Fungi. Yeast biasanya tumbuh di lingkungan lembab yang memiliki nutrisi sederhana,
seperti gula dan asam amino. Hal tersebut juga yang menjadi alasan mengapa yeast
secara umum dapat ditemui pada tumbuhan (daun, bunga, buah akar), serangga, dan juga
berbagai jenis makanan(5). Sebuah studi menyatakan bahwa buah yang rusak atau
membusuk merupakan habitat yang baik bagi pertumbuhan yeast karena kondisi
keasamannya, faktor pendukung suksesi dan intensitas yang tinggi akan hadirnya vektor

serangga(2).
Kemampuan dari banyak yeast untuk mengatur komunitasnya sangat berpengaruh
pada pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya. Selama beberapa tahun terakhir, studi
mengenai Saccharomyces cerevisiae mengungkapkan beberapa karakter dari komunitas
yeast. Sementara itu, matriks ekstraseluler di sekeliling komunitas dapat melindungi
mereka dari stress lingkungan dan berperan dalam pengeluaran sinyal oleh sel (cell
signaling) yang berkontribusi terhadap organisasi dalam komunitas, sehingga lingkup
komunitas yang berbeda akan mengekspresikan gen dan sifat organisme yang berbeda(11).
Peran yeast di dalam kehidupan serangga telah banyak dipelajari, salah satunya
adalah hubungan yeast dengan lalat buah (Drosophila). Pada studi tersebut menyatakan
bahwa yeast mampu mensintesis accessory substance (nutrisi tambahan) yang
dibutuhkan oleh Drosophila (pada buah)(6). Dari hasil studi ini, akhirnya yeast
diaplikasikan untuk menjebak Drosophila suzukii yang menjadi hama buah cherry karena
adanya kecenderungan jenis lalat buah tersebut bertelur pada buah yang terdapat yeast di
dalamnya (berhubungan dengan accessory substance yang dibutuhkan untuk nutrisi
larva)(12).
Yeast tertentu mengambil peran utama dalam proses fermentasi makanan,
misalnya spesies dari Saccharomyces yang berperan dalam fermentasi wine, bir dan roti
yang berperan dalam fermentasi tempe. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran


suatu jenis yeast menjadi indikator adanya yeast lain dalam lingkungan yang sama karena
yeast selalu ditemukan dalam komunitas. Yeast-yeast tersebut dapat mendukung maupun
menghambat proses fermentasi makanan(3).

2.2 Killer Yeast
Killer yeast adalah strain yeast yang memiliki kemampuan untuk mensekresi
protein atau glikoprotein toksin (killer toxin) yang bersifat lethal bagi strain yeast tertentu
(sensitive yeast). Penemuan killer toxin tersebut pertama kali dilaporkan oleh Bevan dan
Makover (1963) pada strain yeast Saccharomyces cerevisiae. Berdasarkan penemuan itu,
maka dalam suatu komunitas, yeast dikelompokkan menjadi killer, neutral dan sensitive.
Strain yeast dikatakan netral apabila tidak memproduksi killer toxin tetapi juga tidak
sensitif terhadap strain yeast lain. Sedangkan, dinyatakan sebagai killer apabila toksin
yang dihasilkan (killer toxin) bersifat lethal terhadap strain yeast tertentu yang kemudian
disebut sensitive yeast. Setelah itu, pada tahun 1970-an, ditemukan bahwa kemampuan
Saccharomyces cerevisiae untuk memproduksi killer toxin berhubungan dengan
keberadaan suatu virus double stranded RNA (dsRNA)(4). Seiring dengan perkembangan
penelitian yang dilakukan, ditemukan spesies yeast lain (selain S. cerevisiae) yang
memiliki killer toxin, contohnya beberapa spesies dari genus Pichia, Kluyveromyces,
Debaryomyces, Ustilago, Pseudozyma, dan Candida (1,2,3).
Kini, diketahui bahwa killer toxin yang diproduksi oleh spesies yeast yang

berbeda, ada yang dikode oleh plasmid DNA maupun RNA. Dengan perbedaan pengkode
pada masing-masing killer toxin tersebut, maka targetnya pun berbeda, baik jenis strain
yeast sensitifnya maupun reseptor yang diserang(7).

2.3 Killer Toxin
Jenis killer toxin dari dsRNA-killer yeast yang sering dipelajari yaitu toksin pada
Saccharomyces cerevisiae. Killer yeast ini memiliki killer toxin K1, K2 dan K28 yang
dikode oleh jenis virus ScV-M1, ScV-M2, ScV-M28 yang merupakan virus dsRNA sejenis
mycovirus yang terus berkembang pada yeast dan fungi. Pada Saccharomyces cerevisiae ini,
sifat killer-nya ditentukan oleh dua jenis dsRNA plasmid, yaitu L-A helper virus dan M virus
(pengkode toksin) yang bersifat koeksisten satu dengan yang lain. L-A helper virus berfungsi

mengkode enkapsidasi, pembentukan struktur partikel virus dan sebagai RNA polymerase.
Sedangkan, M virus merupakan pengkode toksin sekaligus memberikan imunitas kepada
Saccharomyces cerevisiae terhadap toksin tersebut(4).
Pada beberapa strain killer lainnya, killer toxin yang dimiliki dikode oleh dsDNA
plasmid. Salah satu contohnya adalah strain killer Kluyveromyces lactis IFO1267 yang
memiliki plasmid pGKL1 dan pGKL2(8). Hasil studi berbagai macam killer toxin
menunjukkan bahwa karakteristik umum killer toxin hampir semuanya merupakan protein
yang sensitif terhadap protease, labil pada temperatur tinggi dan aktif hanya pada pH rendah

(asam)(9).

2.5 Killer Yeast dan Habitatnya
Sama seperti yeast pada umumnya, killer yeast dapat hidup di alam (tumbuhan,
tanah, serangga)(1,2), maupun pada makanan fermentasi (tape, tempe, wine, cuka, miso,
fermentasi buah dan sayuran)(3). Sejauh ini belum diketahui pasti fungsi killer toxin di
komunitas alami yeast dan spekulasi mengenai peran killer toxin(10).
Buah merupakan habitat yang optimal bagi aktivitas killer toxin, yaitu memiliki
pH rendah (asam) dan kandungan gula tinggi sehingga tidak mengherankan apabila
komunitas killer yeast pada buah memiliki proporsi yang tinggi(10). Pada buah yang
membusuk, killer yeast dapat lebih unggul karena pada lingkungannya yang sesuai
tersebut, keuntungan yang akan didapat lewat sekresi killer toxin lebih besar daripada
energi yang diperlukan untuk proses sekresi toksin. Sementara itu, misalnya pada kaktus
busuk dan batang pohon lapuk yang bukan merupakan habitat ideal bagi aktivitas killer
toxin, energi yang dikeluarkan untuk mensekresi killer toxin lebih besar daripada
keuntungan yang didapatkan, sehingga fenotip killer di habitat semacam ini mengalami
kerugian. Dalam keadaan ini, kompetisi yang bersifat eksploitatif lebih kerap terjadi(10).
Killer yeast dapat ditemukan lebih banyak pada habitat alami daripada dalam koleksi
kultur. Fenomena tersebut terjadi karena pada umumnya, killer yeast memiliki
keunggulan dalam berkompetisi dengan yeast lain (sensitive yeast) di dalam lingkungan

alaminya.

BAB 3
ISI

3.1 Killer Yeast pada Sampel Makanan
Killer yeast dapat diisolasi dari berbagai sampel makanan. Berikut adalah contoh
killer yeast yang berhasil diisolasi dan diidentifikasi dari sampel makanan.

Tabel 1. Killer Yeast pada Sampel Makanan yang Ditemukan di Malaysia

Keterangan : tanda “+” menunjukkan adanya aktivitas killer

Di Malaysia (pasar Klang valley) diambil sampel makanan fermentasi antara lain
tape, tempe, kecap, rice wine, yogurt, cuka, fermentasi kacang dan miso, serta fermentasi
buah dan sayuran. Dari total 19 spesies yeast yang diisolasi dari makanan tersebut,
ditemukan 4 spesies killer yeast yang bersifat lethal terhadap beberapa strain Candida (C.
albicans ATCC90028, C. parapsilosis ATCC22019, Candida krusei ATCC6258, dan
isolate klinis C. dubliniensis, C. tropicalis, C. glabrata, C. guilliermondii, C. rugosa),
yaitu Trichosporon asahii, Pichia anomala, Pichia norvegensis dan Issatchenkia

orientalis.
Berdasarkan hasil uji aktivitas anti-Candida, Trichosporon asahii yang diisolasi
dari tempe memiliki aktivitas killer yang paling luas terhadap berbagai jenis Candida,
yaitu C. tropicalis, C. guilliermondii, C. rugosa, C. glabrata, C. parapsilosis
ATCC22019, Candida krusei ATCC6258. Fenomena serupa juga dilaporkan pada spesies

Trichosporon pullulans, Trichosporon asteroids dan Trichosporon porosum (Lim, S.L.
dan Tay, S.T., 2011)
Studi ini menunjukkan adanya aktivitas killer pada C. dubliniensis, C. tropicalis,
C.guilliermondii dan C. rugosa. Pichia norvegensis sebelumnya dilaporkan memiliki
spektrum killer yang luas terhadap berbagai jenis fungi patogen oportunistik, seperti C.
albicans. Sementara itu, pada studi ini Pichia norvegensis menunjukkan killer activity
pada C. glabrata, C. guilliermondii, C. rugosa. Sedangkan Issatchenkia orientalis
menunjukkan killer activity hanya pada C. glabrata, dan C. krusei ATCC6258.
3.2 Killer Yeast pada Sampel Bunga, Daun dan Tanah (Malaysia)
Penelitian dilakukan dengan mengisolasi yeast dari bunga, daun dan tanah kawasan
kampus University of Malaya, Kuala Lumpur. Dari total 100 sampel bunga, daun dan tanah,
didapat 4 genus yeast yang dinyatakan sebagai killer yeast, yaitu Aureobasidium pullulans,
Ustilago (U. sparsa, U. trichophora, U. tragana), Candida (C. parapsilosis, C. tropicalis)
dan Pseudozyma (P. hubeiensis, P. spp.). Dalam studi ini, Aureobasidium pullulans

dinyatakan sebagai isolat yang paling banyak ditemukan (50% dari total isolat teridentifikasi)
dan merupakan killer yeast yang paling unggul. Studi lain menyatakan bahwa yeast ini
mudah ditemukan di permukaan (phyllosphere) tumbuhan dan bermacam-macam buah tropis
(Lotrakul et al., 2009). Organisme ini diketahui memproduksi antifungal aureobasidin A
yang memiliki aktivitas fungisidal yang kuat.
Pada studi lain, genus Ustilago yang teridentifikasi sebagai killer yeast hanya spesies
Ustilago maydis. Namun, pada studi ini untuk pertama kalinya dilaporkan U. sparsa, U.
trichophora, U. tragana memiliki aktivitas killer.
Sensitive yeast yang digunakan dalam uji aktivitas killer ini, antara lain C. albicans
ATCC90028, C. parapsilosis ATCC22019, C. parapsilosis ATCC90018, C. krusei
ATCC6258 dan isolat klinis C. dubliniensis, C. tropicalis, C. glabrata, C. guilliermondii dan
C. rugosa. Dari semua sensitive yeast yang digunakan untuk uji aktivitas killer, C. rugosa
dinyatakan paling rentan atau sensitif terhadap killer yeast yang diuji (data tidak
ditampilkan).

Killer toxin yang disekresi oleh killer yeast, diuji aktivitas penghambatannya terhadap
biofilm Candida albicans ATCC90028. Pengujian dilakukan dengan cara menambahkan
filtrat kultur (killer yeast) ke dalam medium berisi biofilm C. albicans. Efek penghambatan
biofilm ditentukan dari persentase reduksi aktivitas metabolik dari biofilm tersebut.
Uji tersebut menunjukkan bahwa Aureobasidium pullulans, Candida tropicalis,
Ustilago sparsa, Ustilago tragana dan Pseudozyma spp. dapat menghambat pertumbuhan
biofilm Candida albicans dengan tingkat penurunan aktivitas lebih dari 50%. Isolat
Pseudozyma menunjukkan presentase penurunan aktivitas metabolism biofilm Candida
tertinggi yaitu 71,9% (gambar 1). Ada banyak faktor yang memengaruhi formasi biofilm C.
albicans. Diperkirakan bahwa kandungan produk alkohol seperti ethanol, isoamyl alcohol, 2phenylethanol, 1-dodecanol, E-nerolidol, glycolipid biosurfactant dan signaling molecules
yang ditemukan pada kultur filtrat killer yeast, dapat memengaruhi pertumbuhan biofilm C.
albicans.

Gambar 1. Kenampakan biofilm C. albicans selama 48 jam terhadap paparan
(a) filtrat kultur Pseudozyma spp. (b) Kontrol negatif (medium pertumbuhan
normal)

3.2 Killer Yeast pada Bunga, Buah, Bromelia, Kaktus dan Serangga
Pada studi ini, yeast diisolasi dari buah Parahancornia amapa dan lalat Drosophila
terkait di hutan hujan Brazilian Amazon, lalat Drosophila di hutan hujan Atlantis, kaktus
Pilosocereus arabidae, kaktus Opuntia vulgaris dan Drosophila serido terkait, air dari
kantung bromelia Neoregelia cruenta, serta bunga Ipomea litoralis dan Ipomoea pes-caprae
dari ekosistem pasir pantai Rio de Janeiro dan Espirito Santo. Semua isolat diuji sifat killer-

nya terhadap Candida glabrata IMUFRT-50083 (NCYC 388). Yeast yang dinyatakan sebagai
killer kemudian diuji aktivitas killer-nya terhadap yeast lain dalam satu komunitas.
Killer yeast ditemukan pada semua habitat kecuali pada bunga Ipomea dan air dari
kantung bromelia N. cruenta. Semua killer yeast diuji aktivitas killer-nya terhadap yeast
dalam satu komunitas. Killer yeast yang ditemukan, antara lain Candida apis dan
Kluyveromyces marxianus pada lalat Drosophila di hutan hujan Atlantis; Candida krusei,
Candida

sorbosa,

Hanseniaspora uvarum,

Issatchenkia occidentalis,

dan

Pichia

membranaefaciens dari buah amapa dan Drosophila terkait; yeast yang menyerupai Pichia
ohmeri dan Sporobolomyces roseus dari kaktus; Candida bombicola, Candida fructus, dan
Kloeckera apis dari komunitas amapa dan hutan hujan Atlantis; Pichia kluyveri var. kluyveri
dari ketiga komunitas, yaitu buah amapa, kaktus dan lalat hutan. Komunitas yeast dari buah
amapa memiliki diversitas killer yeast paling tinggi.
Studi pada buah Amapa menunjukkan Pichia kluyveri var. kluyveri termasuk killer
yeast yang memiliki aktivitas killer paling tinggi. Pichia kluyveri var. kluyveri IMUFRJ51498 memiliki spektrum aktivitas killer paling luas dan membunuh 38% dari isolat yang
mewakili 46 dari spesies yang diuji dari buah amapa.
Candida sorboxyla menjadi yeast yang paling sensitif (ditemukan pada buah amapa)
dari semua yeast. Sementara itu, hampir semua Candida citrea, Candida fructus, Candida
krusei, Candida norvegensis, Candida sorbosa, lssatchenkia occidentalis, Kloeckera
apiculata, Kloeckera apis, Pichia acaciae, Pichia kluyveri, Pichia membranaefaciens, dan
Pichia pijperi bersifat sensitif terhadap toksin Pichia kluyveri var. kluyveri.
Dalam komunitas yang ditemukan pada Drosophila dari hutan hujan Atlantis, hampir
semua yeast yang ditemukan bersifat resisten terhadap semua isolat killer Pichia kluyveri var.
kluyveri, Kloeckera apis, Candida fructus, Candida bombicola, Candida apis, dan
Kluyveromyces marxianus. Sementara itu, komunitas yeast pada Pilosocereus arabidae,
Opuntia vulgaris dan Drosophila serido memiliki diversitas paling rendah. Hampir semua
spesies pada komunitas ini memiliki isolat sensitif. Di dalam komunitas ini, Candida
guilliermondii hanya dapat dibunuh (sensitif) oleh Pichia kluyveri var. kluyveri.
Secara umum, killer yeast lebih bersifat lethal terhadap sensitive yeast yang berasal
dari komunitas berbeda. Salah satu bukti yang mendukung teori tersebut yaitu hasil studi
yang menunjukkan Pichia ohmeri memiliki spektrum killer activity yang luas. Hal tersebut

mungkin berhubungan dengan kenyataan bahwa yeast tersebut diisolasi dari kaktus O.
vulgaris dan diuji aktivitas killer-nya terhadap sensitive yeast dari komunitas lain (Pilocereus
arabidae). Selain itu, bukti lainnya adalah fenomena M. mucilagina yang dibunuh oleh Pichia
ohmeri yang berasal dari kaktus tetapi tidak dapat dibunuh oleh Pichia kluyveri var. kluyveri
dari kaktus yang sama.

3.3 Aktivitas Proteolitik
Dalam studi yang dibahas dalam sub bab 3.3, semua yeast yang diisolasi dan
diidentifikasi, diuji aktivitas proteolitiknya di dalam dua jenis medium, yaitu medium yang
kaya protein (kasein) dan kaya karbohidrat (gelatin). Uji aktivitas proteolitik iini dilakukan
dengan maksud untuk mengetahui apakah ada hubugan antara resistensi sensitive yeast
terhadap killer toxin. Aktivitas proteolitik (produksi protease) tersebar di dalam komunitas
yeast. Berdasarkan uji protease pada komunitas yeast Amapa, 67% spesies positif di dalam
malt-gelatin pada pH 4,2; sebanyak 62% spesies positif di dalam malt-gelatin pada pH 7; dan
50% spesies mampu menghidrolisais kasein pada pH 7. Isolat killer lebih banyak dapat
menghidrolisis kasein daripada gelatin dan hanya Pichia kluyveri var. kluyveri yang
dinyatakan proteolitik dari 3 uji tersebut.
Kelompok yeast yang diisolasi dari bunga Ipomea dan kantung N. cruenta menunjukkan
frekuensi strain proteolitik yang tinggi (64% spesies positif terhadap sedikitnya terhadap satu
jenis uji protease). Dari hasil uji yang positif dari komunitas yeast pada Ipomea, kebanyakan
spesies dapat menghidrolisis kasein (67% spesies positif dalam medium kasein; 52% spesies
positif dalam medium malt-gelatin pH 4,2; 46% spesies positif dalam medium malt-gelatin
pH 7). Sementara itu, pada kantung air bromelia N. cruenta, 58% positif dalam medium
kasein, 42% spesies positif dalam medium malt-gelatin pH 4,2; dan 27% spesies positif
dalam medium malt-gelatin pH 7.
Sementara itu, 62% isolat dari komunitas yeast pada Drosophila-associated hutan hujan
Atlantis, memproduksi protease sedikitnya satu dari tiga jenis uji (44% spesies positif dalam
medium kasein; 19% spesies positif dalam medium malt-gelatin pH 4,2; 30% spesies positif
dalam medium malt-gelatin pH 7). Komunitas yeast pada Cactophilic menunjukkan jumlah
isolat positif yang paling sedikit (0% spesies positif dalam medium kasein; 25% spesies

positif dalam medium malt-gelatin pH 4,2; 36% spesies positif dalam medium malt-gelatin
pH 7).
Tabel 2. Jumlah Yeast yang melakukan Aktivitas Proteolitik di Berbagai Habitat

Dalam studi ini, tidak semua uji mendeteksi semua proteolityc yeast sehingga diperlukan
adanya uji lanjutan. Studi sebelumnya menyatakan bahwa produksi protease ekstraseluler
merupakan salah satu faktor dimana killer yeast dapat hidup berdampingan dengan sensitive
yeast (coexist). Protease ekstraseluler diklaim mampu melindungi isolat sensitif dengan cara
memotong atau memecah toksin. Walaupun begitu, data statistik tidak menunjukkan adanya
korelasi yang signifikan antara resistensi terhadap killer toxin dengan produksi protease
ekstraseluler.
Studi ini menunjukkan produksi protease ekstraseluler memiliki peran penting bagi yeast
untuk mendapatkan nutrisi tambahan. Data yang ditampilkan pada tabel 2 menunjukkan
perbedaan aktivitas proteolitik dari komunitas yeast pada habitat berbeda. Komunitas yeast
pada buah Amapa dan Ipomea menunjukkan aktivitas proteolitik yeast yang lebih tinggi
dibandingkan pada habitat Cactophilic. Jenis sumber nutrien pada buah dan bunga lebih
bervariasi daripada tumbuhan kaktus, sehingga yeast yang hidup di buah dan bunga
kebanyakan memiliki kemampuan proteolitik yang tinggi dan dapat memanfaatkan beragam
jenis sumber karbon. Hampir semua yeast pada kantung bromelia dan bunga Ipomea
merupakan polytrophic yeast (dapat menggunakan beragam sumber karbon) dan hampir
semua merupakan jenis basidiomycetes. Sedangkan, kebanyakan yeast yang nonproteolitik
merupakan jenis ascomycetes yang banyak ditemukan pada fenomena nonproteolitik
terbesar, yaitu kaktus busuk dan Drosophila hutan hujan Atlantik. Sementara itu, komunitas

yeast pada Drosophila memiliki diversitas yang tinggi tetapi frekuensinya rendah karena
Drosophila mendatangi substrat yang berbeda-beda.
3.5 Dinamika Populasi Killer Yeast dan Perannya di dalam Habitat
Keberadaan killer yeast berbeda pada masing-masing jenis habitat (baik di alam maupun
makanan). Di alam, diversitas killer yeast terbanyak ditemukan pada buah. Studi ini sejalan
dengan J. Pintar dan Starmer (2003) yang menyatakan bahwa pada buah yang membusuk,
killer yeast dapat lebih unggul karena memiliki kondisi yang optimal untuk aktivitas killer
toxin. Di lain sisi, studi tersebut juga menunjukkan bahwa aktivitas produksi dari faktor killer
menjadi indikator dari kompetisi dan suksesi yeast dalam suatu fermentasi alami. Oleh
karena itu, killer yeast dinyatakan sebagai salah satu faktor yang bertanggungjawab terhadap
hilangnya strain sensitive selama suksesi yang terjadi pada buah. Selain itu, diversitas yang
tinggi juga berhubungan dengan peran serangga (lalat). Serangga memiliki kebiasaan
berpindah-pindah substrat dan membawa berbagai yeast dari satu substrat ke substrat lain.
Produksi killer toxin secara langsung dapat memengaruhi distribusi sensitive yeast dan
secara tidak langsung memengaruhi dengan apa sensitive yeast akan berinteraksi. Hal itu
menjadi mekanisme pembentukan struktur komunitas. Pemisahan spasial atau temporal
antara sensitive dan killer yeast atau juga berhubungan dengan faktor kondisi fisik dan kimia
yang tidak mendukung ekspresi fenotip killer dapat menjadi bukti bahwa aktivitas killer
dapat membunuh sensitive yeast dalam jumlah banyak tetapi tidak mengeliminasi semuanya.

Tabel 3. Beberapa Killer Yeast yang memiliki Daya Anti-Candida(*)

*Keterangan : Data diolah dari Tan, H.W. & Tay, S.T (2010 dan 2011) dan Abranches, J. et al. (1997)

Kehadiran killer yeast pada sampel makanan fermentasi menggambarkan reaksi
antagonisme yang terjadi selama interaksi mikrobial, dimana yeast memproduksi killer toxin
dan subtansi toksik lain dalam kompetisi perebutan nutrient dan tempat yang terbatas. Dalam
makanan fermentasi, diversitas killer yeast berbeda antara satu jenis makanan dengan
makanan yang lain. Hal tersebut berhubungan dengan jenis substrat dan kesesuaian kondisi
lingkungan yang masing-masing berbeda. Sementara itu, kehadiran killer yeast pada
makanan fermentasi memiliki efek yang penting dalam pertumbuhan dan komposisi flora
lain di dalamnya. Kehadiran killer yeast seringkali merugikan karena dapat membunuh yeast
yang menjadi pelaku utama fermentasi makanan. Sebuah studi menyatakan kehadiran killer

yeast pada wine memengaruhi populasi Saccharomyces yang menjadi yeast utama dalam
proses fermentasi. Namun begitu, killer yeast dalam proporsi tertentu dapat menambah
citarasa pada wine karena killer yeast ternyata juga memengaruhi komposisi senyawa yang
ada di dalam wine(13).
Berbagai killer yeast pada berbagai habitat di daerah tropis memiliki aktivitas antiCandida. Candida dikenal sebagai organisme patogen yang dapat menyebabkan infeksi pada
tubuh manusia. Diduga, anti-Candida yang dimiliki killer yeast dapat menghambat
pertumbuhan Candida dengan menurunkan pembentukan biofilm meskipun ada banyak
faktor lain yang menjadi penyebab fenomena tersebut. Killer yeast tertentu memiliki
glikolipid khusus dan mycocin (killer toxin) yang dapat menghambat pertumbuhan bahkan
membunuh berbagai jenis Candida sensitif, sehingga killer yeast memiliki potensi untuk
diaplikasikan untuk pengobatan alternatif terhadap penyakit yang disebabkan oleh Candida
(Candidiasis).

KESIMPULAN

Killer yeast di daerah tropis dapat ditemukan buah, bunga, daun, kaktus, bromelia,
Drosophila, serta pada makanan fermentasi (tape, tempe, kecap, rice wine, yogurt, cuka,
fermentasi kacang dan miso, seta fermentasi buah dan sayuran). Killer yeast yang sering
ditemukan, antara lain genus Aureobasidium pullulans, Cryptococcus infirmo-miniatus,
Cryptococcus macerans, Issatchenkia occidentalis, Issatchenkia orientalis, Kloeckera apis,
Kluyveromices marxianus, Pichia anomala, Pichia fermentans, Pichia kluyveri, Pichia
membranaefaciens, Pichia norvegensis, Pichia ohmeri, Pseudozyma spp., Trichosporon asahii,
Ustilago sparsa, Ustilago tragana, Ustilago trichophora. Diduga mereka berperan dalam
pembentukan strukur komunitas yeast serta pertumbuhan dan komposisi flora, termasuk
beberapa strain yang diketahui mampu menghambat aktivitas metabolisme biofilm Candida.
Diperlukan penelitian lebih lanjut bagi pengembangan dan pemanfaatan strain tersebut untuk
mengurangi penyebab yeast pathogen seperti Candida.

DAFTAR PUSTAKA

1. Schmitt, J.M., Breinig, F. (2006). Yeast viral killer toxin: lethality and self protection. Nature
Publishing Group. 4:212-220
2. Daecon, Jim. The microbial world: yeast-like fungi
http://archive.bio.ed.ac.uk/jdeacon/microbes/yeast.htm. Institute of Cell and
Molecular Biology, The University of Edinburgh. Diakses pada 26 November
2013]
3. Northrop, J.H., (1917). The role of yeast in the nutrition of an insect (Drosophila). J. Biol.
Chem. 1917, 30:181-187
4. Marquina, D., Santos, A., Peinado, J.M. (2002). Biology of killer yeast. Int Microbiol 5: 65
71
5. Sugisaki, Y., Gunge, N., Kenji, S., Yamasaki, M., Tamura, G. (1985). Transfer of DNA killer
plasmids from Kluyveromyces lactis to Kluyveromyces fragilis and Candida
pseudotropicalis. Journal of Bacteriology, Dec. 1985, p. 1373-1375.
6. Vondrej.V., Janderova B., Valasek L., (1996).Yeast killer toxin k1 and exploitation in
genetic manipulations. Folia Microbiol. 41(5), 379-394.
7. Pintar, J., Starmer, T., (2003). The cost and benefits of killer toxin production by the yeast
Pichia kluyvery. Antonie van Leeuwenhoek 83: 89–98, 2003.
8. Honigberg, Saul M., (2011). Cell signals, cellcontacts, amd the organization of yeast
communities. Eukaryot Cell. 2011 April; 10(4): 466–473.
9. K.A.,

Hamby, Hernández A, Boundy-Mills K, Zalom FG. (2012). Associations of yeasts with
spotted-wing Drosophila (Drosophila suzukii; Diptera: Drosophilidae) in cherries
and raspberries. Appl Environ Microbiol. 78(14):4869-73.

10. Heard, G.M., Fleet, G.H., (1987). Occurrence and growth of killer yeast during wine
fermentation. Applied and Environmental Microbiology. 53(9):2171-2174
11. K.A., Hamby, Hernandez A, Boundy-Mills K, Zalom FG, (2012). Association of yeast with
spotted wing Drosophila (Drosophila suzukii; Diptera; Drosophilidae) in cherries
and raspberries. Appl Environ Microbiol. 78(14):4869-73.