Peningkatan Sumber Daya Manusia Berbasis

Peningkatan Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi untuk
Mewujudkan Kinerja Personel TNI Yang Optimal

PENDAHULUAN
Dikaitkan dengan salah satu institusi pemerintah, dinamika organisasi TNI
sejalan dengan dinamika lembaga pemerintah RI lainnya. Salah satu dinamika nasional
yang turut berpengaruh pada organisasi TNI adalah gerakan reformasi nasional
sebagai dampak tumbangnya rezim Orde Baru tahun 1998. Dinamika ini telah
membawa TNI untuk melaksanakan program reformasi yang sama dalam rangka
memposisikan diri secara tepat dan mengoptimalkan perannya dalam tatanan
kehidupan nasional. Reformasi birokrasi yang dilaksanakan di lingkungan TNI meliputi
aspek doktrin, struktur dan kultur yang sejalan dengan kebijakan reformasi birokrasi
nasional guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
terjadi secara nasional, agar tercipta tata laksana yang efektif dan efisien. Sedangkan
aspek kultural diarahkan pada perubahan mindset Personel dan kepatuhan terhadap
hukum dan HAM serta disiplin Personel dalam melaksanakan tugas pokok
sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang Undang RI Nomor 34 Tahun 2004
tentang TNI.
Dengan keterbatasan anggaran dan prioritas pembangunan yang diadopsi oleh
pemerintah, Kementerian Pertahanan RI telah mengadopsi kebijakan pertahanan yang
pada dasarnya bertumpu pada konsep minimum essential force. Dalam konteks TNI

hal ini berarti pembentukan tingkat kekuatan minimum TNI

yang mampu menjamin

kepentingan strategis pertahanan aspek darat. Sebagai suatu organisasi yang dibentuk
dengan pemahaman “manusia yang dipersenjatai”, minimum essential force di TNI
pada dasarnya menuntut tersedianya personel yang kompeten, sebagai sumber
keunggulan kompetitif dari organisasi .

2

Dalam satu dekade terakhir ini, mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi di bidang pengelolaan personel, organisasi-organisasi sipil dan militer di
berbagai negara, termasuk di Indonesia, telah mengadopsi metoda pengelolaan
personel berbasis kompetensi dalam rangka untuk meningkatkan kinerja organisasi
mereka. Kementerian Pertahanan Republik Indonesia sendiri, sebagai bagian dari
Reformasi Birokrasi Pemerintahaan, telah mencanangkan konsep pengembangan
personel berbasis kompetensi khususnya di jajaran Pusdik TNI.
TNI


Dengan demikian,

tentunya perlu melakukan berbagai pembenahan di bidang pembinaan personel

agar dapat menerapkan metoda pengelolaan personel berbasis kompetensi secara
tepat. Melalui implementasi metoda pengelolaan personel berbasis kompetensi yang
tepat, diharapkan ke depan kinerja Personel TNI akan dapat menjadi lebih optimal.

PENGELOLAAN PERSONEL BERBASIS KOMPETENSI
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kinerja
Penelitian di bidang pengelolaan personel menunjukkan kinerja seorang individu
akan ditentukan oleh empat faktor yaitu, pengalaman, kompetensi teknis (hard skills),
kompetensi perilaku (soft skills) dan kepribadian (Pendit, 2007). Pengalaman terkait
dengan apa yang telah dikerjakan oleh seseorang, dan dapat diukur melalui analisa
riwayat pekerjaan, hasil penilaian kinerja , serta rekam jejak yang dimiliki. Di lain pihak,
kompetensi teknis mengacu pada apa yang telah diketahui oleh seseorang, dan dapat
diukur melalui kualifikasi profesional (misalnya dari serfitikat dan ijazah), maupun
melalui test kemampuan atau uji kompetensi.
Kompetensi perilaku dan kepribadian, yang lebih terkait dengan aspek psikologi,
berhubungan dengan apa yang dapat dilakukan oleh seseorang. Seorang yang memiliki

pengalaman dan kualifikasi teknis yang memadai, belum tentu memiliki kinerja yang
baik, jika yang bersangkutan tidak mampu menunjukkan perilaku yang mendukung
pelaksanaan tugas dan jabatannya. Kompetensi perilaku pada dasarnya dapat diukur
melalui apa yang disebut sebagai Assessment Center.

3

Dari keempat faktor ini, kepribadian dianggap sebagai pusat dari sumber kinerja
yang optimal, dan mempengaruhi seluruh faktor-faktor yang lain. Selain keempat faktor
ini, sebenarnya masih ada satu faktor lagi, yaitu kompetensi institutional, yang
mencakup nilai-nilai organisasi khas, sehingga dapat ikut mempengaruhi kinerja
seseorang. Namun demikian, sampai pada hari ini, belum ada alat ukur yang sahih dan
diterima secara ilmiah, yang dapat digunakan untuk mengukur seberapa jauh
seseorang sudah menjadikan nilai-nilai tertentu sebagai pegangan hidupnya.

Pengembangan Kompetensi
Dari sisi pengembangan kompetensi, pada dasarnya pengalaman dapat
ditingkatkan

dengan


pemberian

kesempatan

di

berbagai

jabatan, sedangkan

kompetensi teknis dapat dikembangkan melalui pendidikan dan latihan yang bertujuan
untuk meningkatkan ilmu dan keterampilan. Untuk kompetensi perilaku, program
pengembangan yang dapat dilakukan adalah melalui berbagai program pelatihan dan
pengembangan individu yang bertujuan untuk merubah perilaku, sedangkan nilai-nilai
organisasi

yang

membentuk


kompetensi

institusi,

dapat

ditanamkan

melalui

indoktrinasi. Namun demikian, kepribadian manusia, baik yang berasal dari sifat
bawaan (kepribadian atau IQ), maupun yang dibentuk dari masa lalu, adalah sesuatu
hal yang relatif menetap dan sulit untuk dirubah (Costa Mcrae, 2004).

Pendekatan Berbasis Keunggulan
Dari pemahaman tentang kepribadian tersebut, maka para ahli ilmu perilaku telah
memformulasikan

konsep


strengths-based

approach

(pendekatan

berbasis

keunggulan), yang bertujuan untuk menempatkan seorang individu sesuai dengan
kepribadiannya, dan kemudian mengembangkan kompetensi dan pengalamannya.
Menurut pemikiran ini, adalah lebih bermanfaat untuk mencari kepribadian yang dapat
menjadi keunggulan (strength) seseorang, dan kemudian mengembangkan kompetensi

4

yang dapat didukung oleh kepribadian tersebut (Rath & Conchie, 2009). Sebagai
contoh, sifat bawaan yang ekstrovert diketahui dapat mendukung kompetensi
interpersonal, sehingga individu yang ekstrovert akan lebih mudah untuk dikembangkan
dalam jabatan yang membutuhkan interaksi dengan manusia lain.

Dalam konteks kompetensi perilaku, maka tujuan utama dalam pengembangan
perilaku yang mendukung kinerja yang optimal adalah pemetaan hubungan antara
kepribadian yang dapat mendukung kompetensi perilaku yang diharapkan ada di dalam
organisasi. Mengingat kepribadian sulit untuk dirubah, maka setelah dilakukan
pengukuran kepribadian melalui pemeriksaan psikologi secara klasikal dan didapatkan
data psikologi seseorang, selanjutnya dapat dilakukan pengukuran kompetensi perilaku.
Kemudian, untuk individu yang memiliki kompetensi perilaku yang kurang memadai,
dapat diikutkan dalam program pengembangan sehingga di masa depan yang
bersangkutan akan dapat menunjukkan kinerja yang optimal.
Sebagai contoh, berdasarkan penelitian, diketahui kompetensi yang terkait dengan
fleksibilitas interpersonal sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat bawaan ektroversi dan
adaptabilitas, sedangkan kompetensi yang terkait dengan kemampuan berpikir inovatif,
dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan (IQ) yang dimiliki serta sifat bawaan yang terbuka
terhadap pengalaman baru. Oleh karena itu, jika sudah didapatkan individu dengan
kepribadian yang mendukung, maka individu tersebut dapat diikutkan dalam program
pengembangan

kompetensi

perilaku


yang

berhubungan

dengan

fleksibilitas

interpersonal dan berpikir inovatif, sehingga pada akhirnya dapat dihasilkan seorang
individu yang luwes bergaul dan inovatif.

Konsep Pengelolaan Personel Berbasis Kompetensi Di Lingkungan Militer
Konsep

pengelolaan

personel

berbasis


kompetensi

adalah

merupakan

pengintegrasian pengelolaan personel dengan strategi organisasi secara keseluruhan.
Seiring

dengan

Reformasi

Birokrasi Nasional,

Reformasi Birokrasi TNI juga

dilaksanakan secara konseptual, gradual dan konstitusional dengan berpegang pada


5

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
nomor PER/15/M.PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi. Mabes
TNI telah melengkapi berbagai dokumen yang diperlukan untuk diusulkan secara
terpadu kepada Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (Kempan dan RB), selanjutnya bersama Tim RB TNI berkoordinasi dengan
Tim Kempan dan RB serta Badan Kepegawaian Nasional (BKN) secara terus menerus
untuk penyelarasan job grading (kelas jabatan personel TNI) per satuan kerja (satker)
secara riil sesuai dengan DPP Gaji. Hal ini dapat dicapai melalui penyediaan sarana
bagi organisasi untuk menilai dan mengembangkan kapasitas sumber daya manusia
(human capital) yang dimiliki, dibandingkan dengan kebutuhan untuk mencapai visi,
misi dan sasaran organisasi. Konsep ini muncul dari kebutuhan untuk menyelaraskan
kemampuan sumber daya manusia dengan tuntutan organisasi di era informasi yang
kompleks dan serba cepat, mengingat konsep pengelolaan personel sebelumnya
dianggap tidak memadai dan tidak dapat menjawab tantangan perubahan jaman.
Konsep ini pada dasarnya mengikuti suatu siklus, yang dimulai dari pemetaan
kompetensi, dilanjutkan dengan pengukuran, perencanaan dan pengembangan
kompetensi.
Implementasi konsep pengelolaan personel berbasis kompetensi di lingkungan

militer, dimulai dari diterbitkannya Field Manual 22-100 “Be-Know-Do” oleh AD AS di
tahun 1999, yang kemudian diadopsi oleh AL, AU dan Marinir AS. Selanjutnya konsep
ini diikuti antara lain oleh AD Portugis (2001), AB Australia (2002), AB Kanada (2003),
AB Inggris (2004), AB Singapura (2004) dan AB lainnya di berbagai negara. Satu
contoh implementasi penerapan di lingkungan militer yang pernah dibahas secara
terbuka adalah paparan yang dilakukan oleh AB New Zealand di pertemuan
International Military Leadership Association (IMLA) tahun 2007 di Australia. Di mulai
dari pemetaaan kompetensi yang terdiri dari kompetensi teknis (Professional Expertise),
kompetensi perilaku (Cognitive, Social dan Change Capacities), dan kompetensi
institusional (Profesional Ideology), kemudian dilakukan pengukuran kompetensi yang
hasilnya diunggah ke sistem informasi personel mereka. Dengan demikian, dapat

6

segera dilihat, kompetensi apa saja yang lemah, dan saran-saran pengembangan apa
saja yang dapat diberikan untuk meningkatkan kompetensi seorang perwira tertentu.
Selanjutnya, untuk pengembangan kompetensi
oleh

suatu

pusat

pengembangan

kompetensi,

perilaku biasanya dilaksanakan
atau

pusat

pengembangan

kepemimpinan. Dapat dikatakan bahwa dalam 10 tahun terakhir ini, AB berbagai negara
telah mendirikan pusat pengembangan kepemimpinan berbasis kompetensi, seperti di
Singapura, Australia, AS, Inggris, Swiss, dimana satuan-satuan tersebut kemudian di
tahun 2005 mendirikan International Military Leadership Association (IMLA). Tugas
pokok dari pusat pengembangan kepemimpinan antara lain adalah merumuskan doktrin
kepemimpinan berdasarkan peta kompetensi perilaku, menyusun program perubahan
perilaku, memberi umpan balik atas hasil pengukuran kompetensi yang dilakukan, serta
implementasi program pengembangan kompetensi.
Untuk program pengembangan kompetensi itu sendiri pada dasarnya dapat
dilakukan dengan dua cara. Untuk kompetensi yang secara umum lemah, dapat
dilakukan dalam bentuk pelatihan secara klasikal (class room intervention), sedangkan
untuk kompetensi individual, dapat dilakukan pengembangan melalui metoda coaching
dan counseling, dengan cara pembuatan rencana pengembangan individu (Individual
Development Plan - IDP). Sebagai contoh, para pasis lokal Sekolah Staf dan Komando
AB Singapura (Singapore Command And Staff College) harus menyusun IDP sesuai
dengan hasil pengukuran kompetensi perilaku mereka, dibandingkan dengan model
kompetensi kepemimpinan AB Singapura (SCSC Student Handbook, 2005).

PENGELOLAAN PERSONEL BERBASIS KOMPETENSI DI TNI
Pemilihan Jabatan Sasaran
Konsepsi pengelolaan PERSONEL berbasis kompetensi di

TNI

dapat dimulai

dari peta kompetensi suatu jabatan tertentu di lingkungan TNI yang dijadikan sebagai

7

jabatan sasaran (target job), karena dianggap strategis dan menentukan di masa
depan. Beberapa dasar pelaksanaan Reformasi Birokrasi TNI adalah sebagai berikut:
1.

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

2.

Peraturan Presiden RI Nomor 10 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi TNI.

3.

Permenpan nomor Per/15/M.Pan/7/2008 tanggal 10 Juli 2008 tentang Buku
Panduan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi.

4.

Permenpan nomor Per/4/M.pan/4/2009 tanggal 7 April 2009 tentang Pedoman
Pengajuan

Dokumen

Usulan

Reformasi

Birokrasi

di

Lingkungan

Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah.
5.

Surat Panglima TNI nomor B/3038-03/02/66/Sru tanggal 17 September 2009
tentang Laporan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi TNI.

6.

Keputusan

Panglima

TNI

nomor

Kep/692/IX/2011

tentang

Organisasi

Pelaksana Reformasi Birokrasi TNI.
Sebagai contoh dapat dipilih jabatan Komandan Batalyon, mengingat di jabatan ini,
seorang perwira TNI sudah memiliki rekam jejak yang cukup, sehingga sudah dapat
dinilai secara lebih obyektif, dan di lain pihak masih relatif cukup muda, sehingga masih
lebih mudah dikembangkan kompetensi perilakunya.
Kompetensi menuntut metoda yang khas yang tidak dapat disamakan dengan
kompetensi lainnya. Sebagai contoh, untuk kompetensi teknis berada dalam Lapangan
Kekuasaan

Teknis

(LKT)

Puscabfung

dari

masing-masing

Korps,

sedangkan

kompetensi perilaku adalah merupakan LKT Dispsiad. Di lain pihak, bagi kompetensi
institusional, untuk yang terkait dengan nilai-nilai TNI

merupakan tanggung jawab

Disbintalad, dan yang terkait dengan kesegaran jasmani, merupakan LKT Disjasad.
Untuk kompetensi perilaku itu sendiri, setiap sub kompetensi perilaku juga menuntut
program pengembangan yang berbeda, sehingga melalui perumusan matriks tersebut,

8

akan dapat terlihat dengan jelas, program pengembangan yang seperti apa yang
sebaiknya dilakukan untuk setiap kompetensi perilaku yang lemah.

Program Penilaian Kompetensi Jabatan (PPKJ)
Pada saat ini di lingkungan TNI telah dilakukan program pengukuran kompetensi
perilaku melalui apa yang disebut dengan Program Penilaian Kompetensi Jabatan
(PPKJ). Metoda pengukuran berbasis kompetensi perilaku, atau Assessment Center
(AC) itu sendiri, mulai dikenal di dunia psikologi pada tahun 1930-an dengan ciri alat
ukur dan penilai yang beragam (multi exercise and multi rater). Pertama kali
dimanfaatkan untuk seleksi calon perwira intellijen oleh tentara Jerman dan Inggris
selama PD II. Setelah PD II, British Civil Service menjadi instansi sipil pertama yang
menggunakan metoda AC untuk merekrut PNS.
Simulasi lapangan yang diwariskan oleh Leger Psychologiesche Dienst tentara
KNIL. Simulasi ini adalah cikal bakal AC yang dikembangkan tentara Jerman di PD II,
dan pada awalnya hanya dipakai untuk seleksi calon taruna Akmil. Selanjutnya AC ini
juga digunakan untuk seleksi casis Susdanyon. Pada tahun 2004, Dispsiad kemudian
merancang konsep pengelolaan personel berbasis kompetensi dengan mempelajari
profil kompetensi organisasi sipil dan militer, baik dari dalam dan luar negeri, yang
kemudian digunakan untuk menyelenggarakan PPKJ di

TNI , terutama untuk seleksi

Susdanrem, dan dalam kadar tertentu juga untuk seleksi Susdandim, dan secara
terbatas seleksi Susdanyon dan Seskoad.

Program Pengembangan Kompetensi Jabatan
Seperti telah dibahas sebelumnya, langkah selanjutnya dalam program pengelolaan
personel berbasis kompetensi adalah penyelenggaraan program pengembangan
kompetensi, baik kompetensi teknis, perilaku, maupun institusional. Dalam konteks

9

kompetensi perilaku, maka setelah dilaksanakan PPKJ, maka tentunya diharapkan
dapat diselenggarakan program pengembangan kompetensi untuk meningkatkan
kompetensi perilaku yang lemah. Dalam konteks TNI , berdasarkan hasil PPKJ, bagi
perwira yang memenuhi syarat (MS) dan masih memenuhi syarat (MMS), dapat
diselenggarakan

berbagai

program

pengembangan

kompetensi.

Mereka

yang

mengikuti program ini kemudian dapat menjadi kader yang setiap saat siap ditempatkan
di jabatan yang menjadi sasaran. Di lain pihak bagi yang kurang memenuhi syarat
(KMS), dapat dikembalikan ke satuan asal, atau dikembangkan untuk karir kedua di luar
bidang kemiliteran, misalnya disalurkan ke BUMN atau menjadi wiraswastawan. Namun
demikian, sampai dengan saat ini

TNI belum memiliki program perencanaan dan

pengembangan kompetensi perilaku.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Metoda pengelolaan personel berbasis kompetensi adalah suatu metoda terkini di
bidang ilmu perilaku, yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia (human capital)

TNI

dalam rangka mendukung terwujudnya minimum

essential force. Mengingat sebagai bagian dari program reformasi birokrasi pemerintah,
Kementerian Pertahanan RI telah mengadopsi sistem pengelolaan personel berbasis
kompetensi, maka mau tidak mau

TNI

harus mengintegrasikannya ke dalam sistem

pembinaan personel TNI .
Saran
Penerapan kembali metoda PPKJ secara lebih utuh dan integratif, sebagai bagian dari
sistem pengelolaan personel TNI , termasuk program pengembangannya. Dalam hal
ini, agar

TNI

memiliki sistem pengkaderan (Succession Planning) yang terukur,

pelaksanaan tidak hanya saat dibutuhkan, tetapi setiap tahun dilakukan pengukuran
dan pengembangan terhadap para perwira terpilih untuk berbagai jabatan sasaran,

10

sehingga Spertopad dapat memiliki bank data kader-kader pimpinan

TNI

masa

depan, yang dapat digunakan setiap saat.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Kepegawaian Negara (2003). Sistem Operasional Assessment Center bagi
Pegawai Negeri Sipil.

Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan

Kepegawaian Negara.
Brundrett, M. (2000). The question of competence: The origins, strengths and
inadequacies of a leadership training paradigm. School Leadership & Management,
20(3), 353-369.
Costa, P.T., and R.R. McCrae (2004). A Contemplated Revision of the NEO Five-Factor
Inventory. Personality and Individual Differences, 36, 587-596.
Garwood, L. (2005). Competency based assessment centre approach for RAF
selection. Makalah yang dipresentasikan di konferensi International Military Testing
Association (IMTA), Oktober 2005, di Singapura.
Kementerian Pertahanan RI (2012). Reformasi Birokrasi: Peningkatan Manajemen
SDM. Diunduh dari http://ropeg.kemhan.go.id/rebiro.php pada tanggal 22 April 2012.

11

PENINGKATAN SDM BERBASIS KOMPETENSI UNTUK
MEWUJUDKAN KINERJA PERSONEL TNI YANG OPTIMAL
Makalah
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Konsep & Teori Ilmu Administrasi
Pada Program Studi Pasca Sarjana

Oleh :
Amirullah Idris

13.11.55.2.027

12

SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
BANDUNG
2013