Perkembangan Administrasi Negara Di Indo (1)

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Permasalahan

Salah satu muatan paling penting dari suatu undang-undang dasar (konstitusi) adalah bagaimana
penyelenggaraan kekuasaan negara itu dijalankan oleh organ-organ negara. Organ atau lembaga
negara merupakan subsistem dari keseluruhan sistem penyelenggaraan kekuasaan negara. Sistem
penyelenggaraan kekuasaan negara menyangkut mekanisme dan tata kerja antar organ-organ
negara itu sebagai satu kesatuan yang utuh dalam menjalankan kekuasaan negara. Sistem
penyelenggaraan kekuasaan negara menggambarkan secara utuh mekanisme kerja lembagalembaga negara yang diberi kekuasaan untuk mencapai tujuan negara.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum dan setelah perubahan
mengandung beberapa prinsip yang memiliki perbedaan-perbedaan mendasar. Perubahan atas
sistem penyelenggaraan kekuasaan yang dilakukan melalui perubahan UUD 1945, adalah upaya
untuk menutupi berbagai kelemahan yang terkandung dalam UUD 1945 sebelum perubahan
yang dirasakan dalam praktek ketatanegaraan selama ini. Karena itu arah perubahan yang
dilakukan adalah antara lain mempertegas beberapa prinsip penyelenggaraan kekuasaan negara
sebelum perubahan yaitu prinsip negara hukum (rechtsstaat) dan prinsip sistem konstitusional
(constitutional system), menata kembali lembaga-lembaga negara yang ada dan membentuk
beberapa lembaga negara yang baru agar sesuai dengan sistem konstitusional dan prinsip-prinsip

negara berdasar atas hukum. Perubahan ini tidak merubah sistematika UUD 1945 sebelumnya
untuk menjaga aspek kesejarahan dan orisinalitas dari UUD 1945. Perubahan terutama ditujukan
pada penyempurnaan pada sisi kedudukan dan kewenangan masing-masing lembaga negara
disesuaikan dengan perkembangan negara demokrasi modern.

Pada 1957 dibentuk Lembaga Administrasi Negara (LAN) sebagai lembaga yang hingga kini
punya peran yang menentukan terhadap penampilan birokrasi Indonesia, pada 1962 dibentuk
Panitian Retooling Aparatur Negara (PARAN) dan pada 1964 Komando Tertinggi Retooling
Aparatur Revolusi (KOTRAR). Retooling atau "pembersihan" dalam dua kepanitian terakhir
bernuansa politis: menyingkirkan pegawai yang tak sehaluan dengan partai yang sedang

memerintah (the ruling party). Dengan kata lain birokrasi di Indonesia pada dua dasawarsa
pertama ini bersifat spoil system --situasi yang juga sangat dominan selama tahun tahun pertama
pemerintahan Amerika Serikat abad-18. Sementara itu pada 1958, sebagai imbas dari politik luar
negeri Indonesia yang berusaha untuk membangun solidaritas regional Asia Tenggara, Indonesia
mengikuti sebuah konferensi di Manila yang kemudian membentuk organisasi Eastern Regional
Organisation for Public Administration (EROPA). Kecuali itu Indonesia juga menjalin hubungan
dengan International Institute for Administrative Science (IIAS) di Brussel. Ide tentang
penyempurnaan administrasi dan administrative reform itu berkembang sebagai bagian dari
konsep administrasi pembangunan. Yang ke-tiga sebagai.


Pentingnya studi administrasi Negara dikaitkan dengan kenyataan bahwa kehidupan menjadi tak
bermakna, kecuali dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat public. Segala hal yang berkenaan
dengan penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat public telah dicakup dalam pengertian
administrasi Negara, khususnya dalam mengkaji kebijaksanaan publik. Dalam proses
pembangunan sebagai konsekuensi dari pandangan bahwa administrasi Negara merupakan motor
penggerak pembangunan, maka administrasi Negara membantu untuk meningkatkan
kemampuan administrasi. Artinya, di samping memberikan ketrampilan dalam bidang prosedur,
teknik, dan mekanik, studi administrasi akan memberikan bekal ilmiah mengenai bagaimana
mengorganisasikan segala energi social dan melakukan evaluasi terhadap kegiatan. Dengan
demikian, determinasi kebijaksanaan public, baik dalam tahapan formulasi, implementasi,
evaluasi, amupun terminasi, selalu dikaitkan dengan aspek produktifitas, kepraktisan, kearifan,
ekonomi dan apresiasi terhadap system nilai yang berlaku. Peranan Administrasi Negara makin
dibutuhkan dalam alam globalisasi yang amat menekankan prinsip persainagn bebas. Secara
politis, peranan Administrasi Negara adalah memelihara stabilitas Negara, baik dalam pengertian
keutuhan wilayah maupun keutuhan politik. Secara ekonomi, peranan Administrasi Negara
adalah menjamin adanya kemampuan ekonomi nasional untuk menghadapi dan mengatasi
persaingan global.

Perkembangan Ilmu Administrasi Negara di suatu negara banyak dipengaruhi oleh dinamika

masyarakatnya, dimana keinginan masyarakat tersalur melalui sistem politik sehingga
administrasi negara dapat merasakan tantangan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
masyarakat yang selalui berubah. Administrasi Negara akan selalu berinteraksi dengan
lingkungannya, sehingga akan mempengaruhi lingkungan, dan sebaliknya dapat di pengaruhi
konfigurasinya[1]. Dalam khusus perkembangan Administrasi Negara di Indonesia tercermin
adanya interaksi tersebut, khususnya saling berpengaruh antara administrasi negara dengan
perkembangan ideologi kelompok politik yang dominan yang menginginkan perubahan dan
penyempurnaan administrasi negara agar lebih sesuai bagi kepentingan pencapaian tujuan politik
mereka.

I.2. Pokok Permasalahan

Ada beberapa hal yang akan dibahas oleh penulis terkait perkembangan Administrasi Negara
Indonesia, yaitu:

1.

Bagaimana Perkembangan Administrasi Negara Indonesia?

2.


Sistem Administrasi Negara yang bagaimanakah yang diterapkan di Indonesia?

3.

Bagaimana Administrasi Negara Indonesia pada masa Pemerintahan Belanda?

4.

Bagaimana Administrasi Negara Indonesia pada masa Pemerintahan Orde Lama?

5.

Bagaimana Administrasi Negara Indonesia pada masa Pemerintahan Orde Baru?

6.

Bagaimana Administrasi Negara Indonesia pada masa Reformasi?

I.3. Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah Perkembangan Administrasi Negara Indonesia ini adalah:

1.

Mengetahui Perkembangan Administrasi Negara di Indonesia.

2.

Mengetahui Sistem Administrasi Negara yang bagaimanakah yang diterapkan di Indonesia.

3.
Mengetahui bagaimana kondisi Aministrasi Negara di Indonesia pada masa Pemerintahan
Belanda.
4.
Mengetahui bagaimana kondisi Administrasi Negara di Indonesia pada masa Pemerintahan
Orde Lama.
5.
Mengetahui bagaimana kondisi Administrasi Negara di Indonesia pada masa Pemerintahan
Orde Baru.

6.

Mengetahui bagaimana kondisi Administrasi Negara di Indonesia pada masa Reformasi.

BAB II
LANDASAN TEORI

II.1. Pengertian Ilmu Administrasi

Administrasi adalah sebuah istilah yang bersifat generik, yang mencakup semua bidang
kehidupan. Karena itu, banyak sekali definisi mengenai administrasi. Sekalipundemikian, ada
tiga unsur pokok dari administrasi. Tiga unsur ini pula yang merupakan pembeda apakah sesuatu
kegiatan merupakan kegiatan administrasi atau tidak. Daridefinisi administrasi yang ada, kita
dapat mengelompokkan administrasi dalam pengertian proses, tata usaha dan pemerintahan atau
adminsitrasi negara. Sebagai ilmu,administrasi mempunyai berbagai cabang, yang salah satu di
antaranya adalahadministrasi Negara

Ilmu Administrasi adalah cabang kesatuan atau disiplin ilmu sosial yang secara khas mempelajari
Administrasi sebagai salah satu fenomena masyarakat modern[2]. Administrasi sendiri
mempunyai arti sesuatu yang terdapat dalam suatu organisasi modern, yang memberi hajat hidup

orang banyak kepada organisasi tersebut, sehingga organisasi itu dapat berkembang, tumbuh dan
bergerak dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi.

Asal kata Administrasi dari kata latin : “ad” yang berarti intensiv dan “ministrate” yang berarti
melayani, membantu, memenuhi. Secara etimologis administrasi berarti melayani yang
intensiv[3]. Dari kata kerja tersebt lahir kata sifat administrativus dan kata benda administrator
yang merupakan human yang mengelola administrasi.

Administrasi menganut dua pengertian dalam bahasa Indonesia sehari-har, yakni:

Dalam arti sempit : yang mencakum pekerjaan tata usaha warkat, tulis-menulis, clrical work.
Pengertian ini dari kata bahasa Belanda “administratie”.

Dalam arti luas : Segala kegiatan sekelompok orang yang bekerja sama secara rasional untuk
mencapai tujuan bersama. Kegiatan administrasi sebagai proses, fungsional dan intitusional
(kepranataan).

II.1.1. Pengertian Administrasi dari beberapa sarjana:

a. Luther Gulik : Administration has to do with getting things done, with the accomplishment

of defined objectives. (Administrasi bertalian dengan pelaksanaan penyelesaian pekerjaan untuk
mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan).
b. Jhon M. Pfiffner : Administrasi dapat didefinisikan sebgai pengorganisasian dan pengarahan
sumber-sumber tenaga kerja dan materi untuk mencapai tujuan akhir yang dikehendaki.
c. Leonard D. White : Administrasi adalah proses umum dari semua usaha manusia, baik
public atau privat, sipil atau militer, besar atau kecil.
d. Wiliam H. Newman : Administrasi adalah membimbing, memimpin dan mengontrol usahausaha sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama.
e. Dwight Waldo : Administrasi adalah bentuk daya upaya manusia yang kooperativ, yang
mempunyai tingkat rationalitate yang tinggi.

Prof. S.P. Siagian : Administrasi adalah keseluruhan proses kerja sama dua orang atau lebih yang
didasarkan atas rasionalitas yang telaj ditentukan.

Dari definisi – definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Administrasi adalah suatu pengaturan
kerja sama, dari kegiatan sekelompok orang, untuk mencapai tujuan tertentu dengan tingkat
rationalitate yang tinggi. Hakekat Administrasi berdasarkan definisi-definisi tersebut diatas
adalah:

1)


Adanya tujuan tertentu;

2)

Adanya sekelompok orang;

3)

Adanya kerjasama;

4)

Adanya pembagian tugas;

5)

Dilakukan secara rationalitas;

6)


Adanya pelayanan yang baik;

7)

Adanya komunikasi yang baik;

8)

Adanya pengurusan/ Pengelolaan yang baik.

II.1.2. Pengelompokan Ilmu Administrasi

Pengelompokan Ilmu Administrasi terdiri atas:
a)

Pengelompokan yang bersifat administrasi umum;

b)

Pengelompokan di bidang pembangunan;


c)

Pengelompokan yang bersifat sektoral; dan

d)

Pengelompokan atas dasar Pelayanan administratif (administrative services).

Pengelompokan yang terakhir yaitu pelayanan administratif dilakukan oleh satuan kerja yang
disebut dengan Kantor (Perkantoran) atau Manajemen Kantor (Perkantoran). Administrasi
Perkantoran bertugas membantu pelaksanaan tugas pokok/tujuan Organisasi/Badan Usaha.
Administrasi Kantor/Perkantoran biasanya disebut “Sekretariat” atau “Tata Usaha” yang bertugas
melakukan pelayanan administratif, berupa urusan: Kerumahtanggaan, Ketatausahaan,
Kepegawaian, Keuangan, dan sebagainya yang bersifat pelayanan intern (internal services).

Perkembangan Administrasi Sebagai Ilmu Pengalaman dan Penelitian Hennry Fayol dalam
Mengembangkan lmu Administrasi 1. Upaya yang dilakukan oleh Henry Fayol dalam usaha
menyelamatkan industri pertambangan yang mengalami kemunduran. 2. Alasan diperlukan
latihan dan teori Administrasi, serta upaya yang dilakukan oleh Henry Fayol untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. 3. Alasan diperlukan pengajaran Administrasi yang bersitat umum, menurut
Henry Fayol. 4. Alasan Henry Fayol menganjurkan latihan Administrasi bagi jabatan pimpinan.

5. Upaya yang dianjurkan oleh Henry Fayol untuk mengembangkan teori administrasi. Hasil
Penelitian Henry Fayol 1.

II.2. Pengertian Ilmu Administrasi Negara

Ilmu Administrasi Negara adalah ilmu pengetahuan (cabang ilmu administrasi) yangs ecara khas
melakukan studi (kajian) terhadap fungsi intern dan ekstern daripada stuktur-struktur dan prosesproses yang terdapat di dalam bagian yang sangat penting daripada sistem dan Aparatur
Pemerintah, yang secara singkat disebut dengan Administrasi Negara, yang dalam bahasa Inggris
Amerika disebut Public Administration, dan dalam bahasa Belanda disebut Openbaar Bestuur[4].

Administrasi Negara adalah fungsi bantuan penyelenggaraan daripada pemerintah, artinya
(pejabat) pemerintah tidak dapat menunaikan tugas-tugas kewajibannya tanpa Administrasi
Negara. Administrasi Negara mengandung 2 (dua) pengertian, yaitu:

1) Administrasi daripada negara sebagai organisasi, maka Administrasi Negara (sebagai
fungsi) dijalankan oleh presiden sebagai pemerintah, merangkap sebagai administrator negara,
dengan memimpin dan mengepalai suatu aparatur negara yang besar sekali, yang juga disebut
Administrasi Negara. Tata cara aparatur negara tersebuut menjalankan tugas pekerjaannya
merupakan suatu proses yang juga disebut Administrasi Negara.

2) Administrasi yang mengejar tercapainya tujuan-tujuan yang bersifat kenegaraan, maka
Administrasi Negara (sebagai fungsi) dijalankan oleh setiap pejabat negara yang diserahi
pimpinan dan tanggung jawab atas suatu kesatuan organisasi negara. Misalnya Departemen,
Dirjen, Direktorat, Dinas, Kantor, Biro, Bagian, Lembaga, Propinsi, Kabupaten, Kecamatan,
Dese, BUMN, Rumah Sakit Negeri, dan lain sebgainya. Bahkan ketua Mahkamah Agung (MA)
sebgai pejabat negara harus menjalankan Administrasi Negara, demikian juga ketua DPR, DPD,
BPK, MPR, harus menjalankan Administrasi Negara. Jadi setiap pejabat pemerintah secara
otomatis berfungsi sekaligus sebagai Administrasi Negara.

II.2.1. Pengertian Administrasi Negara Menurut Para Ahli dan Sarjana

a. Edward H. Lithfiled : Suatu studi mengenai bagaimana bermacam-macam badan
pemerintahan di organisir, dilengkapi tenaga-tenaganya, dibiayai, digerakkan dan dipimpin.
b. Dwight Waldo : Administrasi Negara Mengandung 2 (dua) pengertian, yakni : (1)
Administrasi Negara adalah organisasi dan manajemen dari manusia dan benda guna mencapai
tujuan-tujuan pemerintah. (2) Administrasi Negara adalah suatu seni dan ilmu yang dipergunakan
untuk mengatur urusan-urusan negara.
c. Lembaga Administrasi Negara (LAN-RI) : Administrasi Negara adlah keseluruhan
penyelenggaraan kekuasan negara dengan memanfaatkan segala kemampuan aparatur negara
serta segenap dana dan daya untuk terlaksananya tugas-tugas pemerintah dan tercapainya tujuan
negar.
d. M. E. Dimoc & G. O. Dimoc : Administrasi Negara merupakan kegiatan pemerintah di
dalam melaksanaan kekuasaan politiknya.
e.
Leonard D. White : Administrasi Negara adalah keseluruhan operasi (aktivitas-aktivitas
kerja) yang bertujuan menyelenggarakan atau menegakkan kebijaksanaan kenegaraan.
f.
Prof. Dr. Prajudi Admosudirdjo : Adinistrasi Negara mengandung 3 (tiga arti), yakni: (1)
Administrasi Negara sebgai fungsi pemerintah untuk mengurus atau menangani urusan-urusan
kenegaraan (publik servicess) secara tertentu. (2) Administrasi Negara sebagai aparatur dan
aparat pemerintah sebagai suatu organisasi untuk mengendalikan keadaan pemerintahan negara.
(3) Administrasi Negara sebagai proses penyelenggaraan berbagai macam tugas dan urusan
pemerintah secara terorganisasi, sistematika, metodis, dan teknis.
g. Arifin Abdulrachman : Administrasi Negara merupakan ilmu yang mempelajari
pelaksanaan dari politik negara.
h. J. Wajong : Tugas utama Administrasi Negara ialah pada dasarnya merencanakan dan
merumuskan kebijaksanaan politik, kemudian melaksanakannya dan menyelenggarakannya
i.
F. A. Nigro : Administrasi Negara mempunyai peranan penting dalam merumuskan
kebijaksanaan pemerintah dan merupakan bagian dari proses politik.

Kesimpulan dari definis-definisi tersebut adalah bahwa Administrasi Negara merupakan segala
kegiatan aparatur negara/pemerintah, untuk mencapai tujuan negara

II.3. Perkembangan Ilmu Administrasi Negara

II.3.1. Latar Belakang Sejarah Perkembangan Ilmu Administrasi Negara

Administrasi Negara sebenarnya sudah ada semenjak dahulu kala, asal mula Administrasi Negara
yakni di Eropa dan Amerika Serikat. Administrasi negara akan timbul dalam suatu masyarakat
yang terorganisir. Dalam catatan sejarah peradaban manusia di Asia Selatan termasuk di
Indonesia, Cina dan Mesir Kuno, dahulu sudah didapatkan suatu sistem penataan pemerintahan.
Sistem penataan tersebut pada saat ini dikenal dengan sebutan Administrasi Negara.

Apa yang dicapai dan diberikan oleh administrasi negara sekarang, tidak lepas dari upaya-upaya
yang tidak kenal lelah yang telah dilakukan oleh para peletak dasar dan pembentuk administrasi
yang dahulu. Administrasi modern penuh dengan usaha untuk lebih menekan jabatan publik agar
mempersembahkan segala kegiatannya untuk mewujudkan kemak-muran dan melayani
kepentingan umum. Karena itu, administrasi negara tidak dipandang sebagai administrasi “of the
public”, tetapi sebaliknya adalah administrasi “for the public”.

Ide ini sebenarnya bukanlah baru. Orientasi semacam ini telah dicanangkan dengan jelas dalam
ajaran Confusius dan dalam “Pidato Pemakaman” Pericles, bahkan dalam kehidupan bangsa
Mesir kuno. Bukti – bukti sejarah dengan jelas membuktikan upaya-upaya yang sistematis, yang
dikobarkan oleh tokoh-tokoh seperti Cicero dan Casiodorus. Selama abad ke-16 – 18 tonggak
kemapanan admi-nistrasi negara Jerman dan Austria telah dipancangkan oleh kaum Kameralis
yang memandang administrasi sebagai teknologi. Administrasi negara juga memperoleh
perhatian penting di Amerika, terutama setelah negara ini merdeka. Apa yang dikemukakan oleh
Cicero dalam De Officiis misalnya, dapat ditemukan dalam kode etik publik dari kerajaankerajaan lama. Hal yang umum muncul di antara mereka adalah adanya harapan agar
administrasi negara melakukan kegiatan demi kepentingan umum dan selalu mengembangkan
kemakmuran rakyat. Dengan kata lain, administrasi negara tidak seharusnya mengeruk kantong
kantornya (korupsi) demi kepentingan dirinya sendiri.

Administrasi Negara modern yang dikenal saat ini merupakan produk dari suatu masyarakat
feodal yang tumbuh subur di negara-negara Eropa. Negara-negara di daratan Eropa yang
semuanya dikuasai oleh kaum feodal, bangsawan dan kaum ningrat kerajaan berusaha untuk
mengkokohkan pemerintahannya. Dengan semakin tumbuhnya perkembangan masyarakat,
sentralisasi kekuasaan dan pertanggungjawaban dalam pemerintahan monarki menimbulkan
suatu kebutuhan untuk mendapatkan korps administrator yang cakap, penuh dedikasi, stabil, dan
integritas. Korps administrator ini pada gilirannya nanti akan menjadi tenaga spesialis pada

masing-masing bidang dan jabatan yang beraneka pada tataran pemerintahan nasional.
Kebutuhan akan suatu sistem mulai dirasakan, yakni suatu sistem untuk menata sentralisasi
kekuasaan dan pertanggungjawaban pemerintahan.

Salah satu perwujudan kebutuhan suatu sistem penataan pemerintahan yang sistematis tersebut di
Prusia dan Austri dikenal dengan sistem kameralisma (cameralism). Sistem ini dapat dikatakan
sebagai awal mulanya administrasi negara. Kameralisame ini dirancang untuk mencapai efisiensi
manajemen yang tersentralisasi dan paternalistik, yang ditandai oleh corak perekonomian yang
merkantilistik. Gejala diperlukannya sistem penataan administrasi pemerintahan seperti di Prusia
dan Austria tersebut, kemudian diperkuat di prancis sekitar abad ke-18 dengan usaha-usaha
untuk mengembangkan teknologi dan enjinering .

Walaupun unsur-unsur kameralisme dan teknologi Prancis telah memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap administrasi negara di berbagai negara Eropa pada waktu itu. Akan tetapi,
esensi dari unsur-unsur tersebut tampaknya mulaimemudar ketika terjadi Revolusi Prancis dan
juga ketika zaman Napoleon. Titik berat perhatian mulai beralih diberikan kepada hak-hak
individu dan kewajiban-kewajiban negara untuk melindungi hak-hak tersebut. Sistem
perekonomian laisezz-faire mulai dimanjakan. Kondifikasi hukum dan perkembanganperkembangan di bidang lain yang memimpin kearah terciptanya suatu kemerdekaan untuk
berbeda pendapat dalam negara danadministrasi mulai mewarnai admnistrasi pemerintahan
waktu itu. Esensi ini pada kemudian hari menimbulkan suatu rasa kewajiban dan loyalitas
kepada negara melalui suatu usaha penafsiran dan aplikasi hukum yang adil (fair-handed), dan
kebutuhan untuk menetapkan keabsahan dalam mengungkapkan keinginan-keinginan kepada
pemerintah. Suatu ungkapan pendapat yang menyarankan agar pejabat-pejabat tinggi yang
permanen (senior permanent officer) seharusnua dididik terlebih dahuli di bidang hukum,
merupakan suatu kenyataan atas esensi tersebut. Timbullah waktu itu suatu ungkapan yang
menyatakan sebgaia berikut:

“Negara adalah berkuasa, sentralisasi dan abasi (durable), Adapun birokrasi yang berorientasi
legalistik haruslah mengabdikan kepada fungsi yang menjamin adanya stabilitas yang langgeng
dan mampu menyatakan untuk melindungi keinginan-keinginannya”

Pandangan yang legalistik dari sistem negara dan birokrasinya ini terdapat pada hampir sebagian
besar negara-negara Eropa Barat, dan dalam kadar derajatnya yang lebih kecil terdapat pula pada

negara-negara Eropa Timur demikian pula pada negara-negara baru bekas jajahan dari negaranegara Eropa tersebut.

Inggris Raya dan Amerika Serikat pada gilirannya mengembangkan sistem administrasi
negaranya yang sangat berbeda satu sama lain dengan sistem di daratan Eropa tersebut. Kedua
negara ini tidak maumengadopsi pandangan mistik Eropa mengenai negara dan meninggalkan
tradisi kodifikasi tata hukumnya. Inggris telah lama mempercayakan tanggungjawab administrasi
pemerintahannya pada cara perwakilan dari para bangsawan dan orang-orang yang berpindidikan
tinggi. Sampai dengan akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 sebagian besar kaum bangsawan
berasal dari tuan tanah di pedesaan (rural-estate). Baru pada waktu diadakan perombakan
pegawai-pegawai pemerintahan di abad ke-19, maka kemudian hampir sebagian besar
administrator berasal dari kaum pedagang (mercantile) dan klas-klas usahawan di kota-kota.
Selanjutnya pada akhir abad ke-19, mereka telah mulai menerapkan proses seleksi yang
berlandaskan pada ujian yang bersifat kompetitif yang keras darilulusan-lulusan universitas,
terutama dai Oxford dan Cambridge.

Dalam ujian-ujian ini diajukanbeberapa materi di antaranya hukum administrasi seperti yang
terjadi di daratan Eropa, dan spesialisasi-spesialisasi lainnya yang bertalian secara langsung
dengan administrasi negara yang masih terpusat pada sifat-sifat klasik dan kemanusiaan. Cara
rekruitment untuk memasuki dinas-dinas administrasi pemerintahan di Inggris ini masih
berlangsung dengan perubahan disana-sini, sampai akhir tahun 1060-an. Sistem ini dirancang
untuk memperoleh administrator-administrator yang generalis, cerdas dan mempunyai prespektif
profesional. Mereka mempelajari administrasi dan segala kegiatan untuk mengadministrasikan
pekerjaan.

Administrasi telah lebih banyak dipelajari sebagai suatu hal yang bisa meberikan pelayanan
terhadap pemberian saran dan kebijaksanaan kepada menteri, dan sedikti dopelajari sebagai
proses manajemen ke dalam (internal management) dibandingkan dengan sebagian besar negaranegara lainnya. Pada umumnya administrasi negara di Inggris lebih bersifat sentralisasi dengan
sistem pengawasan yang terpusatkan dalam Departemen Keuangan.

Administrasi negara di negara-negara jajahan di Amerika, baik dalam pemerintahan negara
bagian, maupun pemerintahan nasional mulai dengan suatu model yang dikembangkan dari
negara induknya. Administrasi dilakukan oleh para bangsawan yang berada di Selatan dan
dijalankan oleh para bangsawan pedagang dan industriwan di daerah Utara. Administrasi tidak

dipahami sebagai suat jenis aktivitas atau jabatan yangberbeda dan dapat dipisahkan, dan istilah
ini tidak digunakan atau dicantumkan dalam konstitusi Amerika.

Ada tiga struktur dasar yang membedakan dengan sistem administrasi di Inggris. Pertama, sistem
federal dari khususnya sistem kekuasaan yang terbatas pada pemerintahan nasional. Kedua,
pemisahan kekuasaan eksekutif dari kekuasaan legislatif di tingkat pemerintahan nasional,
negara bagian dan tingkat kota. Ketiga, besarnya rasa takut dan tidak percaya atas memusatnya
kekuasaan eksekutif.perasaan ini sebenarnya merupakan salah satu penyebab Revolusi Amerika.

Perkembangan evolusioner administrasi negara diuraikan melalui pendekatan tradisional,
pendekatan perilaku, pendekatan pembuatan keputusan (desisional) dan pendekatan ekologis.
Secara khusus, pendekatan tradisional mengungkapkan tentang pengaruh ilmu politik, sebagai
induk administrasi negara, pendekatan rasional dalam administrasi dan pengaruh Gerakan
Manajemen Ilmiah terhadap perkembangan administrasi negara.

Di antara empat pendekatan yang diajukan, tidak ada satu pun pendekatan yang lebih unggul
daripada pendekatan-pendekatan yang lain, karena setiap pendekatan berjaya pada sesuatu masa,
di samping kesadaran bahwa setiap pendekatan mempunyai kelebihan dan kekurangan. Karena
administrasi mengandung berbagai macam disiplin, sehingga cara pendekatan dan metodologi
dalam administrasi juga beraneka ragam, maka administrasi negara merupakan bidang kajian
yang dinamis. Selanjutnya sukar untuk secara khusus menerapkan satu-satunya pendekatan
terbaik terhadap aspek administrasi tertentu. Kiranya lebih bermanfaat untuk mempergunakan
keempat cara pendekatan tersebut sesuai dengan aksentuasi dari sesuatu gejala yang diamati.

Pengaruh politik terhadap administrasi negara selalu besar, tidak peduli kapan pun masanya. Hal
ini disebabkan oleh adanya gejala di semua negara yang menunjukkan bahwa setiap pemerintah
disusun di atas tiga cabang pemerintahan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif). Hubungan terus
menerus administrasi dengan politik mencerminkan keberlanjutan hubungan antara lembaga
eksekutif dengan lembaga legislatif, sebagaimana dicerminkan dalam dua tahap pemerintahan,
yakni tahap politik dan tahap administrasi. Jika tahap pertama merupakan tahap perumusan
kebijakan, maka tahap kedua merupakan tahap implementasi kebijakan yang telah ditetapkan
dalam tahap pertama.

II.3.2. Paradigma Administrasi Negara

Menurut Nicholas Henry, Administrasi negara telah dikembangkan sebagai suatu kajian
akademis melalui lima paradigma yang saling tumpang tindih[5]. Lima Paradigma tersebut
yakni:

·

Paradigma 1 : Dikotomi politik-administrasi (1900-1926).

·

Paradigma 2 : Prinsip – prinsip administrasi negara (1927-1937).

·

Paradigma 3 : Administrasi negara sebagai ilmu politik (1950-1970)

·

Paradigma 4 : Administrasi Negara sebagai ilmu administrasi (1956-1970).

·

Paradigma 5 : Administrasi negara sebagai administrasi negara (1970 – sampai sekarang).

Setiap fase dari paradigma tersebut mempunyai ciri-ciri tertentu sesua dengan locus dan
focusnya. Locus menunjukan di mana bidang ini secara institusional berada. Locus menunjukan
tempat dari bidang studi tersebut. Adapun focus menunjuan sasaran spesialisasi daribidang studi.
Paradigma dalam Administrasi menurut Robert T. Golembiewski hanya dapat dimengerti dalam
hubungannyadengan istila-istilah locus dan focus tersebut[6]. Paradigma 1 lebih mementingkan
“locus”, paradigma 2 menonjolkan “focus”, paradigma 3 kembali lebih mementingkan “locus”,
sedang paradigma 4 mementingkan “focus”, dan paradigma 5 berusaha untuk mengaitkan antara
“focus” dan “locus” dari administrasi negara.

Masalah Focus dan Locus dari Administrasi Negara

1. Menurut pendapat Maurice Spiers pendekatan-pendekatan dalam administrasi negara adalah
pendekatan matematik, sumber daya manusia dan sumber daya umum. Sedang menurut Robert
Presthus adalah pendekatan institusional, struktural, perilaku, dan pasca perilaku. Bagi Thomas J.
Davy pendekatan yang dimaksud terdiri dari manajerial, psikologis, politis, dan sosiologis.
2. Pendekatan proses administrasi memandang administrasi sebagai satu proses kerja yang
dipergunakan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. Pendekatan ini juga seringkali disebut
dengan pendekatan operasional.
3. Pendekatan empiris hendak melakukan generalisasi atas kasus-kasus yang telah terjadi
secara sukses. Pendekatan ini seringkali disebut juga sebagai pendekatan pengalaman.

4. Pendekatan perilaku manusia memandang bahwa pencapaian tujuan-tujuan organisasi
tergantung pada penerapan prinsip-prinsip psikologis. Pendekatan ini telah menampilkan aspek
manusia sebagai elemen utama administrasi.
5. Pendekatan sistem sosial memandang administrasi sebagai satu sistem sosial. Kesadaran
akan berbagai keterbatasan organisasi dapat menumbuhkan semangat kerjasama di antara
anggota-anggota organisasi.
6. Pendekatan matematik memandang model-model matematik dapat diterapkan pada
administrasi, dengan tujuan untuk melakukan peramalan.
7. Pendekatan teori keputusan memandang pembuatan keputusan sebagai fungsi utama
administrasi. Semula pendekatan ini hanya membahas dan melakukan evaluasi terhadap
alternatif-alternatif dalam memilih tindakan yang akan diambil, tetapi kemudian pendekatan ini
juga mengkaji semua aktivitas organisasi.

II.3.3. Pandangan Neo-Ortodoksi Administrasi Negara

Pandangan modern terhadap administrasi negara atau yang dapat disebut dengan neo-ortodoksi
adalah dilandasi oleh kenyataan bahwa berdasarkan pendekatan perilaku, banyak hal yang terjadi
dan sulit terkendalikan. Bahwa meskipun pendekatan kemanusiaan ataupun perilaku individu
diterapkan dalam birokrasi pemerintahan, banyak hal yang bisa dilakukan melalui struktur
hirarki, prosedur kerja maupun nilai-nilai normatif administrasi. Yang diperlukan untuk
menghindarkan segala ekses dampak yang terjadi adalah dengan melakukan peninjauan kembali
terhadap sistem dan struktur yang selama ini dikembangkan. Dengan perkataan lain diperlukan
suatu perubahan yang bersifat restrukturisasi sistem birokrasi.

Tantangan yang dihadapi berdasarkan pemikiran para pakar neo ortodoksi administrasi negara ini
(Fredericson, 1984; Nigro dan Nigro, 1980; Shafritz, 1997) antara lain berkaitan dengan
kemampuan birokrasi menghadapi kompleksitas masyarakat. Termasuk dalam hal ini adalah
kemampuan birokrasi pusat untuk mengakomodasi tuntutan kompleksitas permasalahan yang
dihadapi oleh birokrasi regionel maupun lokal dalam hubungannya dengan klien atau masyarakat
yang dilayani.

Dengan demikian, permasalahan yang sebenarnya dihadapi adalah bagaimana melakukan
perubahan sistem birokrasi agar memiliki daya tanggap yang lebih baik dan lebih efektif. Lebih
daripada itu, dalam rangka tetap mengakomodasikan pendekatan kemanusiaan dalam praktek

birokrasi penyelenggaraan pemerintahan, permasalahannya adalah bagaimana merancang suatu
sistem birokrasi yang mampu memfasilitasi peran-serta setiap individu birokrat maupun
masyarakat untuk tercapainya tujuan bersama secara efektif.

Menurut pandangan noe-otokrasi ini, sistem administrasi negara baik pada tingkat nasional
maupun pada tingkat daerah pada periode tahun 1980-an dan 1990-an, dihadapkan pada berbagai
krisis baik yang datang dari luar maupun dari dalam lingkungan sistem itu sendiri. Krisis yang
datangnya dari luar antara lain berupa krisis ekonomi yang berkepanjangan, bukan saja di
negara-negara dunia ketiga tetapi juga dinegara-negara maju.

Efek globalisasi ekonomi yang melanda dunia internasional antara lain berkaitan dengan resesi
ekonomi global dan krisis moneter yang dalam banyak hal telah menghambat laju pertumbuhan
ekonomi berbagai negara, bahkan menimbulkan efek kontraksi yang sangat tajam sebagaimana
terjadi di Indonesia pada tahun 1997/1998. Kondisi yang demikian dalam skala mikro telah
berdampak menurunkan kapasitas keuangan pemerintah baik yang diperoleh dari pajak dalam
negeri maupun berbagai retribusi dan sumber-sumber penrimaan lainnya; akibat menurunnya
kemampuan penerimaan masyarakat sejalan dengan menurunnya laju pertumbuhan ekonomi.

Pemerintah dibanyak negara kemudian terdorong untuk melakukan efisiensi dengan
memperketat pengeluaran anggaran di satu sisi, tetapi disisi lain pemerintah dituntut untuk
meningkatkan efektivitas penyelenggaraan program-program social safety net untuk
mempertahankan tingkat kesejahteraan masyarakat. Kondisi ini kemudian mendorong
pemerintah, termasuk pemerintah daerah dimanapun untuk melakukan rasionalisasi dan
retrukturisasi kelembagaan agar mampu mengatasi krisis yang dihadapi.

Di lain pihak, permasalahan internal yang dihadapi pemerintah sebagaimana telah diuraikan
adalah kenyataan bahwa di berbagai negara dirasakan adanya penurunan kualitas, bahkan
kualitas pelayanan kepada masyarakat. Hal ini terjadi dalam banyak hal bukan karena rendahnya
tingkat kemampuan aparatur, akan tetapi justru terjadi sebagai akibat telah semakin
meningkatnya orde kebutuhan serta tuntutan jati diri masyarakat atas layanan pemerintah.

Sementara kapasitas pelayanan umum oleh pemerintah terlalu lamban untuk mampu beradaptasi
dengan berbagai ragam kebutuhan tersebut. Apalagi dalam rejim pemerintahan yang sentralistik,
bahkan dalam sistem pemerintahan yang desentralistik, sekalipun ternyata kemampuan pacu

peningkatan kualitas pelayanan publik oleh pemerintah dirasakan masih rendah. Akibatnya, di
banyak negara mulai muncuk berbagai prakarsa masyarakat untuk keluar dari atau berhenti
sebagai pengguna jasa pemerintah dan beralih ke jasa-jasa publik yang ditawarkan oleh swasta
maupun lembaga-lembaga masyarakat ataupun komunitas sendiri.

Masyarakat misalnya telah mulai beralih dari orientasi menggantungkan perlindungan keamanan
kepada polisi pemerintah dengan membentuk satuan-satuan pengamanan swakarsa 9satpam) atau
pengawal-pengawal pribadi. Mereka juga keluar dari lingkungan pemukiman masyarakat di
perkampungan kota yang kumuh dengan kualitas infrastruktur sosial yang tidak lagi sesuai
dengan selera mereka, kemudian pindah bermukim di kompleks-kompleks perumahan eksklusif
dengan infrastruktur lingkungan yang jauh lebih baik, dalam lingkungan tertutup yang dijaga
ketat oleh Satpam sendiri.

Mereka memilih untuk menambah pengeluaran ekstra agar mendapatkan layanan publik yang
lebih baik daripada yang bisa diberikan oleh pemerintah. Mereka memilih membayar sendiri
layanan pengamanan, pengangkutan sampah, pertamanan, fasilitas jalan dan penerangan umum,
drainase dan sanitasi lingkungan, dan berbagai jasa lainnya dalam satu paket dengan keberadaan
mereka dilingkungan perumahan tersebut. Mereka bahkan memilih untuk menyekolahkan anakanak mereka tidak kesekolah negeri bahkan kalau perlu keluar negeri, termasuk penggunaan
layanan kesehatan yang dikelola oleh swasta.

Fenomena masyarakat yang disebut oleh Shafritz (1997) sebagai fenomena kemunculan
feodalisme modern tersebut pada hakekatnya merupakan kecenderungan perkembangan pilihanpilihan masyarakat (people’s choices) terhadap berbagai jenis layanan publik yang mampu
memenuhi tuntutan aspirasi mereka. Jadi yang terjadi disini sebenarnya bukan merupakan akibat
dari ketidakmampuan atau rendahnya kualitas aparatur, yang tidak mampu menciptakan kualitas
pelayanan yang diharapkan; melainkan adalah sistem penyelenggaraan administrasi publik itu
sendiri yang rancangannya tidak memungkinkan aparatur untuk secara tanggap melakukan
adaptasi terhadap perubahan lingkungan strategisnya.

Mengingat hal tersebut para pemikir neo-ortodoksi administrasi negara menilai perlunya
penataan ulang sistem-sistem dan struktur kelembagaan yang berlaku dalam pemerintahan.
Diperlukan pemikiran kembali mengenai fungsi-fungsi serta peranan pemerintah dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Rethinking Government), bahkan
diperlukan invensi-invensi baru dalam sistem dan praktek penyelenggaraan pelayanan publik

oleh pemerintahan (Reinventing Government) (Frederickson, 1984; Gaebler dan Osborne, 1992;
Gray, 1994; Shafritz, 1997; World Bank, 1999/2000).

Bahkan sebagian mengarahkan agar pemerintah sama sekali keluar sama sekali dari “bisnis”
penyelenggaraan publik tertentu dan menyerahkannya kepada sektor swasta untuk
menyelenggarakannya (Savas, 1987). Disisi lain, para pakar juga mempertimbangkan agar dalam
penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan publik, terdapat keseimbangan dan
kesetaraan peran antara pemerintah, swasta, dan masyarakat (Civil Society) berdasarkan
paradigma Governance (bukan government) sehingga terdapat sinergi dan harmonisasi dalam
pencapaian tujuan bersama meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat (UNDP,
1995 dan 1999, Kooiman, 1993).

Dari berbagai rekomendasi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tesis yang mendasarinya
adalah perubahan organisasi melalui perubahan struktur-struktur organisasi termasuk sistemsistem yang melandasi beroperasinya administrasi negara. Hal ini menurut Frederickson (1984 :
121) didasari oleh anggapan bahwa : “Adalah lebih gampang mengubah kerangka organisasi, dan
karenanya juga aturan permainan organisasi, ketimbang mengubah orang-orangnya; dan dengan
mengubah kerangkadan aturan-aturannya kita bisa meningkatkan potensi untuk mengubah
orang-orang itu”. Anggapan dasar yang sama juga dikemukakan oleh Ted Gaebler dan David
Osborne (1992) bahwa salah satu dari lima keyakinan dasar yang melandasi analisis mereka
adalah : “keyakinan bahwa para pegawai pemerintah (birokrat) bukanlah sumber permasalahan,
tetapi sistem-sistem kerja dimana mereka harus bekerja itulah sumber permasalahan yang
sebenarnya”.

II.4. Sistem Administrasi Negara Indonesia

II.4.1. Pemikiran Sistem

1. Teori sistem merupakan kerangka konseptual atau satu cara pendekatan yang dipergunakan
untuk menganalisis lingkungan atau gejala yang bersifat kompleks dan dinamis.
2. Pendekatan sistem, pertama melihat sesuatu secara keseluruhan. Baru kemudian mengamati
bagian-bagiannya (sub-subsistem); di mana bagian-bagian (sub-subsistem) itu saling melakukan
interaksi dan interrelasi.

3. Karakteristik sistem menurut Schoderbek terdiri dari: interrelasi, interdependensi, holisme,
sasaran, masukan dan keluaran, transformasi, entropi, regulasi, hierarki, diferensiasi, dan
ekuifinaliti. Sedang sarjana lain, menunjukkan bahwa karakteristik sistem terdiri dari masukan,
proses, keluaran dan umpan balik.
4. Yang dimaksud dengan sistem administrasi negara adalah “struktur untuk mengalokasikan
barang dan jasa dalam satu pemerintahan”. Karakteristik sistem administrasi negara terdiri dari
masukan, proses/konversi, keluaran, dan umpan balik.

5. Studi ekologi dalam administrasi negara dimaksudkan untuk memperoleh gambaran
mengenai administrasi negara yang sesuai dengan lingkungan penerimanya. Studi ekologi harus
diterjemahkan sebagai satu cara pandang untuk mendekati hubungan sistem administrasi dengan
faktor-faktor non-administrasi.

II.4.2. Sistem Administrasi Negara Indonesia
1. Sistem administrasi negara Indonesia haruslah diterjemahkan sebagai bagian integral dari
sistem nasional.
2. Landasan, tujuan, dan asas sistem administrasi negara adalah sama dengan landasan, tujuan,
dan asas sistem nasional, yang tertera dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan GarisGaris Besar Haluan Negara.
3. Penyempurnaan dan perbaikan terhadap sistem administrasi negara diarahkan untuk
memperkuat kapasitas administrasi. Kegiatan ini merupakan satu proses rasionalisasi terhadap
sistem administrasi, agar dapat memenuhi fungsinya sebagai instrumen pembangunan dan
sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan.
4. Selama Orde Baru telah dilakukan usaha-usaha yang konsisten untuk memperbaiki sistem
administrasi negara.

BAB III
ANALISIS PERKEMBANGAN ADMINISTRASI NEGARA DI INDONESIA

Studi ilmu administrasi merupakan kombinasi dari ilmu (science) dan praktek (art) yang
keduanya tidak bisa terpisahkan. Dinamika praktek penyelenggaraan pemerintahan berpengaruh
langsung terhadap perkembangan dan penggunaan konsep administrasi publik. Di Indonesia,
perkembangan dinamika dalam sistem pemerintahan berpengaruh terhadap paradigma
administrasi publik. Secara garis besar model penyelenggaraan administrasi di Indonesia dapat
dibedakan menjadi dua yaitu periode 1945-1998 dan 1999 sampai saat ini. Periode yang pertama
didominasi dengan model state-centered public administration, dimana administrasi publik
merupakan sarana bagi penguasa untuk menjawab apa yang disebut oleh Lucian Pye (1968)
sebagai crises of penetration. Krisis ini muncul dari proses formasi negara (state formation)
dimana negara negara yang baru merdeka dihadapkan pada masalah dalam membangun
kemampuan untuk mengendalikan wilayah dan kelompok sosio kultural dan politik yang hidup
dalam wilayah negara. Administrasi merupakan sarana untuk memperkuat kekuasaan negara.
Karena cara pandang demikian ini maka istilah administrasi negara lebih banyak digunakan
ketimbang istilah administrasi publik. Implikasi yang lain adalah mengedepannya model
birokrasi monocratique yang diperkenalkan oleh Max Weber yang berciri sentralistik, hirarkis
dan berorientasi pada peraturan (rule-driven) sebagai model ideal organisasi pemerintahan.
Model ini dianggap mampu menciptakan efisiensi dan efektifitas dalam rangka melayani
kepentingan penguasa untuk mempertahankan kekuasaannya berhadapan dengan kelompok
kelompok politik, etnis dan geografis yang secara potensial melakukan penolakan (resistance)
atau pemisahan (seccessionism) dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pendekatan state-centered dimulai sejak pembentukan pemerintahan pertama tahun 1945. Namun
karena revolusi kemerdekaan, maka upaya pengembangan administrasi modern belum dapat
dilaksanakan. Baru pada masa pemerintahan demokrasi parlementer tahun 1950, administrasi
negara mulai ditata. Sejak Pemerintahan Natsir agenda utama pemerintahan adalah membangun
sistem administrasi yang mampu menjamin terselenggaranya sistem pemerintahan hingga ke
daerah. Sebagaimana kita ketahui Indonesia jaman 1950an mewarisi sistem administrasi eksnegara negara federal yang terkotak kotak. Sayangnya upaya tersebut terganjal tidak saja oleh
konflik elit di tingkat pusat tetapi juga konflik antara pusat dan daerah. Pada masa Ali
Sastroamidjojo agenda pembangunan sistem administrasi terhambat dengan pemberontakan
PRRI/PERMESTA di daerah.

Dalam perkembangan sistem pemerintahan presidensial di negara Indonesia (terutama setelah
amandemen UUD 1945) terdapat perubahan-perubahan sesuai dengan dinamika sistem
pemerintahan di Indonesia. Hal itu diperuntukkan dalam memperbaiki sistem presidensial yang
lama. Perubahan baru tersebut antara lain, adanya pemilihan presiden langsung, sistem
bikameral, mekanisme cheks and balance dan pemberian kekuasaan yang lebih besar pada
parlemen untuk melakukan pengawasan dan fungsi anggaran.

Secara umum dengan dilaksanakannya amandemen Undang-Undang Dasar 1945 pada era
reformasi, telah banyak membawa perubahan yang mendasar baik terhadap ketatanegaraan
(kedudukan lembaga-lembaga negara), sistem politik, hukum, hak asasi manusia, pertahanan
keamanan dan sebagainya. Berikut ini dapat dilihat perbandingan model sistem pemerintahan
negara republik Indonesia pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Orde Lama (Soekarno),
Orde Baru (Soeharto) dan pada masa Reformasi.

III.1. Administrasi Negara di Indonesia Pada Masa Pemerintahan Belanda

Pada masa pemerintahan kolonial Belanda peranan administrasi negara masih sangat terbatas,
terutama sebagai alat untuk menjaga keamanan dan ketertiban hkum bagi usaha pengumpulan
sumber daya dari bumi Indonesia (saat itu disebut sebagai Hindia Belanda) untuk kepentingan
pemerintah dan rakyat Belanda. Mulai tahun 1920an ruang lingkup administrasi negara
pemerintahan kolonial mengalami sedikti perubahan karena pengaruh kebijaksanaan etika oleh
pemerintah Belanda yang merasa mempunyai kewajiban moril untuk memberi pelayanan warga
pribumi sebagai imbalan terhadap ekpolitasi sumber daya Indonesia oleh Belanda selama lebih
dar 300 tahun. Pelayanan masyarakat oleh pemerintah kolonial ini sangat terbatas jenisnya dan
penduduk pribumi yang memperoleh akses adalah sangat terbatas jumlahnya terutama pada
kelompok elit seperti keluarga bangsawan dan pengawal pemerintah kolonial Belanda.
Kebijaksanaan ini didorong oleh kepentingan Ekonomi Negeri Belanda yang memerlukan tenaga
kerja bagi perusahaan-perusahaan di Hindia Belanda, serta dengan perhitungan bahwa perbaikan
tingkat hidup penduduk pribumi berarti perluasan pasar hasil ekspor hasil industri Belanda.

Sistem pemerintahan kolonial Belanda tidak langsung berhubungan dengan penduduk pribumi,
tetapi melalui kolaborasi dengan para penguasa pribumi, dan pada akhir abadke-19 pemerintah
kolonial mulai membuat aparatur di bawah sistem dan pengawasan para pejabat pemerintah
kolonial yang terdiri dari orang Belanda, aparatur pribumi ini desebut sebagai angreh praja[7].
Pada masa pendudukan Jepang selama tiga setengah tahun administrasi negara di Indonesia
mengalami kehancuran karena para birokrat bangsa Belanda di singkirkan, pegawai bangsa
Indonesia belum siap dan tidak diberi kesempatan mengisi posisi yang ditingktkan oleh orang
Belanda, sedangkan orang Jepang yang mengisi posisi orang Belanda mempunyai misi lain yaitu
untuk membantu memenangkan Jepang dalam Perang Dunia ke II. Dengan kata lain Jepang tidak
berminat untuk menggunakan administrasi negara yang ada untuk pelayanan masyarakat
Indonesia.

Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda Administrasi Negara di Indonesia terdapat Pengaruh
Administrasi Militer, yakni:

1.
Penggunaan istilah administrasi di bidang pemerintahan pada pemerintahan Hindia
Belanda.
2.

Pembagian wilayah administrasi.

3.

Lembaga-lembaga pemerintah Hindia Belanda.

4.

Susunan organisasi pemerintah Hindia Belanda.

5.

Daerah-daerah Otonom.

6.

Istilah administrasi di bidang hukum dan di bidang perekonomian.

7.

Pengaruh Administrasi Militair pada waktu Perang Dunia II.

Perkembangan Administrasi sesudah Kemerdekaan Praktik-praktik administrasi yang dilakukan
oleh pemerintah Hindia Belanda, baik di bidang Pemerintahan, Hukum dan Perekonomian.
Namun praktik-praktik administrasi tersebut, dimonopoli oleh orang-orang Belanda. Sehingga
ilmu Administrasi kenyataannya menjadi milik bangsa penjajah. Orang-orang Indonesia hanya
sekedar sebagai pelaksana saja. Mereka pada umumnya hanya memiliki pangkat sebagai
Mandor/Krani, Juru Tulis (Klerk), sehingga mereka hanya mengenal arti administrasi dalam arti
sempit. Pengaruh keberhasilan Administrasi Militer pada Perang Dunia II, menyebabkan bangsabangsa di dunia banyak mempelajari ilmu administrasi. Menyadari atas kekurangannya di bidang
administrasi, pemerintah Indonesia mendatangkan Misi Ahli dari Amerika Serikat untuk
memperbaiki kekurangan tersebut. Akhirnya Misi Ahli memberikan rekomendasinya, yaitu:
Perlunya “Pendidikan dan Latihan Administrasi di Indonesia” (Training for Administration in
Indonesia).

III.2. Administrasi Negara di Indonesia Pada Masa Orde Lama

Setelah selesai perang kemerdekaan, yaitu pada tahun 1951, dimulailah usaha-usaha
pengembangan-pengembangan administrasi negara karena dipengaruhi oleh semakin besarnya
peranan pemerintah dalam kehidupan masyarakat Indonesia seiring dengan timbulnya

permintaan bagi perbaikan disegala sektor kehidupan sesuai dengan harapan terhadap negara
Indonesia yang sudah merdeka.
Rekruitmen pegawai negeri banyak dipengaruhi oleh pertimbangan spoils system seperti faktor
nepotisme dan patronage seperti hubungan keluarga, suku, daerah dan sebagainya. Dilain pihak,
mulai disadari perlunya peningkatan efisiensi administrasi pemerintah, kemudian berkembang
usaha-usaha perencanaan program di sektor tertentu dan akhirnya menjurus kearah perencanaan
pembangunan ekonomi dan sosial. Administrasi negara yang ada pada waktu itu dirasakan sudah
tidak mampu memenuhi kebutuhan pembangunan nasional karena terkait oleh berbagai
ketentuan perundangan yang berlaku , yang mendisain administrasi negara hanya untuk kegiatan
rutin pelayanan masyarakat[8].
Perkembangan administrasi negara Indonesia selanjutnya mengarah kepada pembedaan antara
administrasi negara yang mengurus kegiatan rutin pelayanan masyarakat dengan administrasi
pembangunan yang mengurus proyek-proyek pembangunan terutama pembangunan fisik.
Prioritas pembiayaan ditekankan pada administrasi pembangunan. Sedangkan kegiatan
administrasi negara yang bersifat rutin kurang mendapat perhatian.
Pada masa Orde Lama (Sukarno), penataan sistem administrasi berdasarkan model birokrasi
monocratique dilakukan dalam rangka membangun persatuan dan kesatuan yang berdasarkan
pada ideologi demokrasi terpimpin. Sukarno melakukan kebijakan apa yang disebut dengan
retoolling kabinet, dimana ia mengganti para pejabat yang dianggap tidak loyal. Dengan Dekrit
Presiden no 6 tahun 1960, Sukarno melakukan perombakan sistem pemerintahan daerah yang
lebih menekankan pada aspek efisiensi dan kapasitas kontrol pusat terhadap daerah.

III.3. Administrasi Negara di Indonesia Pada Masa Rezim Orde Baru

Orde baru lahir dengan diawali berhasilnya penumpasan terhadap G.30.S/PKI pada tanggal 1
Oktober 1965. Orde baru sendiri adalah suatu tatanan perikehidupan yang mempunyai sikap
mental positif untuk mengabdi kepada kepentingan rakyat, dalam rangka mewujudkan cita-cita
bangsa Indonesia untuk mencapai suatu masyarakat adil dan makmur baik material maupun
spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 melalui pembangunan di segala bidang
kehidupan. Orde Baru bertekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Orde Baru ingin mengadakan ‘koreksi total’ terhadap sistem pemerintahan Orde
Lama.

Pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah kepada Letjen
Soeharto atas nama presiden untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu guna

mengamankan pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, untuk menegakkan RI
berdasarkan hukum dan konstitusi. Maka tanggal 12 Maret 1966, dikeluarkanlah Kepres No.
1/3/1966 yang berisi pembubaran PKI, ormas-ormasnya dan PKI sebagai organisasi terlarang di
Indonesia serta mengamankan beberapa menteri yang terindikasi terkait kasus PKI. (Erman
Muchjidin, 1986:58-59).

Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru
menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru
berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Pada tahun 1968, MPR secara resmi melantik
Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara
berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.

Model birokrasi monocratique dalam administrasi diter