PENERAPAN METODE PROBLEM SOLVING PADA PEMBELAJARAN IPA SEKOLAH DASAR | ANAS | NIZHAMIYAH 189 649 1 PB
NIZHAMIYAH
Jurnal Pendidikan Islam dan Teknologi Pendidikan
ISSN 2086-4205
Vol. VII, No 2, Juli – Desember 2017
PENERAPAN METODE PROBLEM SOLVING PADA PEMBELAJARAN IPA
SEKOLAH DASAR
Oleh:
Nirwana Anas, M.Pd1
Nurzakiah Simangunsong, S.Pd2
Dosen Tetap Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
[email protected]
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan metode Problem Solving
pada pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) dengan subjek penelitian di kelas IV yang terdiri dari 24 siswa.penelitian ini
dilakukan dengan 3 (tiga) siklus. Penelitian ini menghasilkan: (1) ketuntasan klasika hasil
belajar siswa sebelum menggunakan metode Problem Solving yaitu 12,5%. (2) ketuntasan
klasikal hasil belajar siswa setelah menggunakan metode Problem Solving pada siklus I
sebesar 58,3% selanjutnya pada siklus II siswa yang tuntas sebesar 91,7% pada siklus III
siswa yang sebesar 95,83%. Hasil belajar siswa pada siklus III telah mencapai tingkat
ketuntasan belajar secara klasikal yaitu sebesar 85%. (3) peningkatan hasil belajar siswa
dari sebelum adanya tindakan sampai pada siklus III yaitu 83,3%.berdasarkan hasil
penelitian disimpulkan bahwa penggunaan metode Problem Solving dapat meningkatkan
hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam materi Energi Panas dan Energi Bunyi di kelas IV.
Abstract: This research aims to determine the application of Problem Solving method on
science learning in elementary school. The type of this research is Classroom Action
Research (CAR) with research subjects in fourth class consisting of 24 students. This
research was conducted with 3 (three) cycles. This research resulted: (1) mastery classical
result learn student before use method of Solving Problem that is 12,5%. (2) classical
completeness of student learning outcomes after using Problem Solving method in the first
cycle of 58.3% and then on the second cycle of students who completed 91.7% in the third
cycle of students who amounted to 95.83%. Student learning outcomes in cycle III has
reached the level of mastery learning in classical that is equal to 85%. (3) improvement of
student learning outcomes from before the action until the third cycle is 83.3%. Based on the
results of research concluded that the use of Problem Solving method can improve the
learning outcomes of Natural Sciences of Heat Energy and Sound Energy in class IV.
A. Pendahuluan
Ilmu Pengetahuan Alam dipahami sebagi ilmu kealaman, yaitu tentang dunia baik
makhluk hidup maupun benda mati. Ilmu pengetahuan alam dipahami sebagai ilmu yang
lahir dan berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan
hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan
teori dan konsep. Hakikat ilmu pengetahuan alam adalah ilmu pengetahuan yang
1
Dosen pada Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan.
2
Mahasiswa pada Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan
126
NIZHAMIYAH
Jurnal Pendidikan Islam dan Teknologi Pendidikan
ISSN 2086-4205
Vol. VII, No 2, Juli – Desember 2017
mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah
yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang
tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku
secara universal.
Merujuk pada hakikat ilmu pengetahuan alam sebagaimana dijelaskan di atas,
maka nilai-nilai ilmu pengetahuan alam yang dapat ditanamkan dalam pembelajaran ilmu
pengetahuan alam yang dirumuskan oleh Prihantro Laksmi antara lain sebagi berikut: a)
Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut langkah-langkah
metode ilmiah; b) keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan,
mempergunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah; c) memiliki sikap ilmiah
yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik dalam kaitannya dengan pelajaran sains
maupun dalam kehidupan.
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan
mata pelajaran pokok dalam kurikulum
pendidikan di Indonesia, termasuk pada jenjang sekolah dasar. Melalui Ilmu pengetahuan
alam, usaha manusia dalam memahami alam semesta dapat dilakukan melalui pengamatan
yang tepat pada sasaran, menggunakan prosedur yang tepat, dan dijelaskan dengan
penalaran yang benar sehingga mendapatkan suatu kesimpulan yang sahih. Guru Ilmu
Pengetahuan Alam di sekolah dasar diharapkan menguasai hakikat pembelajaran Ilmu
pengetahuan alam, agar dalam pembelajaran ilmu pengetahuan alam guru tidak kesulitan
dalam
mengelola
pembelajarannya.
Siswa
yang
mengalami
pembelajaran
Ilmu
Pengetahuan Alam melalui melakukan akan memahami konsep ilmu pengetahuan alam
secara lebih baik.
Ilmu pengetahuan alamdianggap sulit bagi sebagian besar peserta didik. Hasil
Ujian Akhir Sekolah (UAS) yang dilaporkan oleh Depdiknas masih sangat jauh dari standar
yang diharapkan. Ironisnya, semakin tinggi jenjang pendidikan, maka perolehan rata-rata
nilai ujian akhir sekolah ilmu pengetahuan alam ini semakin rendah. Peran guru sebagai
fasilitator pembelajaran dianggap gagal karena guru belum mampu memfokuskan tidak
menghubungkan dengan kehidupan nyata siswa. Pada akhirnya, keadaan semacam ini
yang menyebabkan kegiatan pembelajaran dilakukan hanya terpusat pada penyampaian
materidalam buku teks saja. Keadaan seperti ini mendorong siswa untuk berusaha
menghafal materi yang berorientasi pada perolehan nilai pada tes. Kemampuan siswa yang
berkembang adalah menghafal informasi sebanyak-banyaknya. Otak siswa dipaksa hanya
untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami
informasi yang diperolehtanpa melihat manfaat dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini tidak
mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik.
127
NIZHAMIYAH
Jurnal Pendidikan Islam dan Teknologi Pendidikan
ISSN 2086-4205
Vol. VII, No 2, Juli – Desember 2017
Masalah yang ditemukan penulis
di MIS Elsusi Meldina Medan pada mata
pelajaran Ilmu pengetahuan alam adalah penyampaian materi secara teori oleh pendidik
lewat ceramah, latihan dan mengerjakan tugas-tugas. Hal ini menyebabkan hasil belajar
ilmu pengetahuan alam siswatidak maksimal. Hasil ujian akhir semester ganjil tahun
pelajaran 2015/2016 yang memperlihatkan
8,3% yang tuntas dengan nilai KKM 70.
Rendahnya hasil belajar ilmu pengetahuan alam siswa tersebut disebabkan oleh faktor yang
paling dominan adalah guru yang tidak mendorong siswa untuk menjadi aktif.
MetodeProblem Solving merupakan salah satu metode pembelajaran yang
mengarahkan dan merangsang siswa untuk berpikir secara tepat dalam memecahkan
masalah pembelajaran. Melalui model Problem Solving siswa dituntut untuk dapat belajar
aktif dalam memahami seluruh materi yang diajarkan guru. Aktivitas belajar tidak hanya
difokuskan pada upaya memperoleh pengetahuan sebanyak-banyaknya, melainkan juga
bagaimana menggunakan segenap pengetahuan yang diperoleh untuk menghadapi situasi
baru atau memecahkan masalah-masalah khusus yang ada kaitannya dengan bidang studi
ilmu pengetahuan alam.
Penelitian yang menggunakan model pembelajaran Problem Solving telah banyak
dilakukan. Syofyan dkk (2016) dengan judul “Penerapan Metode Problem Solving pada
pembelajaran IPA untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa” menemukan bahwa
metode problem solving dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Betari, dkk
(2016) dengan judul “Peningkatan Kemampuan literasi sains siswa melalui penerapan
model pembelajaran berbasis masalah pada pembelajaran IPA di SD" pada konsep daur air
dan peristiwa alam dapat meningkatkan kemampuan literasi siswa. Penelitian yang
dilakukan oleh Subekti (2017) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Problem
Solving untuk meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam siswa Kelas V” yang
dilakukan pada materi pengungkit memberikan hasil yang baik sekali.
B. Pembahasan
1. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam sering disebut dengan singkat sebagai sains. Sains
(inggris: science) berasal dari kata latin “scientia” yang berarti (1) pengetahuan tentang,
atau tahu tentang; (2) pengetahuan, pengertian, faham yang benar dan mendalam.
Biasanya sains atau ilmu mempunyai makna yang merujuk pada pengetahuan yang
berada dalam sistem berpikir dan konsep teoritis dalam sistem tersebut, yang
mencakup segala macam pengetahuan, mengenai apa saja. Adapun sistem
pengetahuan ini dibangun dengan kesadaran kognisi yang meliputi semua kegiatan
pengamatan dan analisis ditambah dengan serangkaian percobaan di laboratorium
128
NIZHAMIYAH
Jurnal Pendidikan Islam dan Teknologi Pendidikan
ISSN 2086-4205
Vol. VII, No 2, Juli – Desember 2017
untuk memperkuat kerangka sistem dan pemahaman yang lebih komprehensif. Ilmu
pengetahuan alam sifatnya lebih pasti karena gejala yang diamati relatif nyata dan
terukur. Karenanya ilmu pengetahuan alam sering disebut ilmu pasti, atau eksakta.
Ilmu pengetahuan alam, yang sering disebut juga dengan istilah pendidikan
sains, disingkat menjadi IPA. Ilmu pengetahuan alam merupakan salah satu mata
pelajaran pokok dalam kurikulum pendidikan di Indonesia termasuk pada jenjang
sekolah dasar. Ilmu pengetahuan alam adalah usaha manusia dalam memahami alam
semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur,
dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan.
Hakikat pembelajaran sains yang didefinisikan sebagai ilmu tentang alam,
dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu: ilmu pengetahuan alam sebagi produk,
proses dan sikap. Dari ketiga komponen ilmu pengetahuan alam ini, Sutrisno
menambahkan bahwa ilmu pengetahuan alam juga sebagai prosedur dari proses,
sedangkan teknologi dari aplikasi konsep dan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan alam
sebagai produk. Sikap dalam pembelajaran ilmu pengetahuan alam yang dimaksud
ialah sikap ilmiah. Jadi, dengan pembelajaran ilmu pengetahuan alam di sekolah dasar
diharapkan dapat menumbuhkan sikap ilmiah seperti seorang ilmuan. Adapun jenisjenis sikap yang dimaksud, yaitu: sikap ingin tahu, percaya diri, jujur, tidak tergesa-gesa,
dan objektif terhadap fakta. a) Ilmu pengetahuan alam sebagai produk, yaigu kumpulan
hasil penelitian yang telah ilmuan lakukan dan sudah membentuk konsep yang telah
dikaji sebagai kegiatan empiris dan kegiatan analitis; b) Ilmu pengetahuan alam sebagi
proses, yaitu untuk menggali dan memahami pengetahuan tentang alam. Karena ilmu
pengetahuan alam merupakan kumpulan fakta dan konsep, maka ilmu pengetahuan
alam membutuhkan proses dalam menemukan fakta dan teori yang akan digeneralisasi
oleh ilmuan; c) Ilmu pengetahuan alam sebagai sikap. Sikap ilmiah harus
dikembangkan dalam pembelajaran sains. Hal ini sesuai dengan sikap yang harus
dimiliki oleh seorang ilmuan dalam melakukan penelitian dan mengkomunikasikan hasil
penelitiannya.
Dari uraian hakikat ilmu pengetahuan alam di atas, dapat dipahami bahwa
pembelajaran ilmu pengetahuan alam merupakan pembelajaran berdasarkan pada
prinsip-prinsip, proses yang mana dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa terhadap
konsep-konsep ilmu pengetahuan alam.Pembelajaran ilmu pengetahuan alam secara
khusus sebagaimana tujuan pendidikan secara umum sebagaimana termaktub dalam
taksonomi Bloom bahwa diharapkan dapat memberikan pengetahuan (kognitif), yang
merupakan tujuan utama dari pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dimaksud adalah
129
NIZHAMIYAH
Jurnal Pendidikan Islam dan Teknologi Pendidikan
ISSN 2086-4205
Vol. VII, No 2, Juli – Desember 2017
pengetahuan dasar dari prinsip-prinsip dan konsep yang bermanfaat untuk kehidupan
sehari-hari. Pengetahuan secara garis besar tentang fakta yang ada di alam untuk
dapat memahami dan memperdalam lebih lanjut, dan melihat adanya keterangan seta
keteraturannya. Di samping hal itu, pembelajaran ilmu pengetahuan alam diharapkan
pula memberikan keterampilan (psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif),
pemahaman, kebiasaan, dan apresiasi.
Dari uraian tersebut, maka hakikat dan tujuan pembelajaran ilmu pengetahuan
alam diharapkan dapat memberikan antara lain sebagai berikut: a) Kesadaran akan
keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa; b) Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep,
fakta yang ada di alam, hubungan saling ketergantungan, dan hubungan antara sains
dan teknologi; c) Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan,
memecahkan masalah dan melakukan observasi; d) Sikap ilmiah, antara lain skeptik,
kritis, sensitif, obyektif, jujur terbuka, benar, dan dapat bekerja sama; e) Kebiasaan
mengembangkan
kemampuan
berfikir
analitis
induktif
dan
deduktif
dengan
menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam; f)
Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan
perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi.
Dengan demikian, semakin jelas bahwa proses belajar mengajar ilmu
pengetahuan alam lebih ditekankan pada pendekatan keterampilan proses. Sehingga
siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap
ilmiah siswa itu sendiri. Akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses
pendidikan maupun produk pendidikan.
2. Metode Problem Solving
Secara etimologi kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu meta yang
berarti “yang dilalui” dan kata hodos yang berarti “jalan”, yakni jalan yang harus dlialui.
Jadi secara harfiah metode adalah cara yang tepat untuk melakukan sesuatu. Dalam
bahasa Arab, metode disebut dengan thariqah yang berarti jalan atau cara. Menurut
Mahmud Yunus, thariqah adalah perjalanan hidup, hal, mazhab dan metode. Sedangkan
menurut Surakhmad, bahwa metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan
alat untuk mencapai tujuan. Menurut Halimah, metode adalah cara atau teknik yang
digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan
kurikulum.
130
NIZHAMIYAH
Jurnal Pendidikan Islam dan Teknologi Pendidikan
ISSN 2086-4205
Vol. VII, No 2, Juli – Desember 2017
Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh para ahli mengenai metode dapat
disimpulkan bahwa metode merupakan suatu alat yang dipergunakan dalam melakukan
proses pembelajaran untuk mencapai suatu tujuan pendidikan.
Hakikatnya pembelajaran (belajar mengajar) merupakan proses komunikasi
antara guru dan siswa. Pembelajaran secara umum adalah kegiatan yang dilakukan
guru sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik. Pembelajaran adalah
upaya guru menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat,
bakat, dan kebutuhan siswa yang amat beragam agar terjadi interakis optimal antara
guru dan siswa serta antar siswa.
Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru untuk menyampaikan
pelajaran kepada siswa. Penyampaian berlangsung dalam interaksi edukatif. Metode
pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan oleh guru dalam
mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran.
Metode pembelajaran pemecahan masalah adalah suatu
cara menyajikan
pelajaran dengan mendorong siswa untuk mencari dan memecahkan suatu masalah
atau persoalan dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran. Metode pemecahan
masalah (problem solving) merupakan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan
jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah, baik masalah pribadi maupun
masalah
kelompok
untuk
dipecahkan
sendiri
atau
bersama-sama.
Orientasi
pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah
pemecahan masalah. Peserta didik belajar merumuskan dan memecahkan masalah,
memberi respon terhadap rangsangan yang menggambarkan atau membangkitkan
situasi problematik, yang mempergunakan berbagai kaidah yang telah dikuasainya.
Adakalanya manusia memecahkan masalah secara instiktif (naluri) maupun dengan
kebiasaan, yang mana pemecahan tersebut biasanya juga dilakukan oleh binatang.
Menghadapi masalah yang lebih pelik, manusia dapat menggunakan cara
ilmiah, cara-cara pemecahan masalah secara ilmiah inilah yang disebut dengan metode
problem solving. Cara belajar dengan menggunakan metode problem solving sangat
terkait dengan cara belajar rasional, yaitu cara belajar dengan menggunakan
kemampuan berpikir logis dan rasional (sesuai akal sehat). Cara belajar dengan metode
problem solving sangat terkait dengan cara belajar rasional, yaitu cara belajar dengan
menggunakan cara berpikir logis, ilmiah dan sesuai dengan akal sehat.
Pembelajaran dengan metode problem solving ini dimaksud agar siswa dapat
menggunakan pemikiran (rasio) seluas-luasnya sampai titik maksimal dari gaya
tangkapnya.Siswa terlatih untuk terus berpikir dengan menggunakan kemampuan
131
NIZHAMIYAH
Jurnal Pendidikan Islam dan Teknologi Pendidikan
ISSN 2086-4205
Vol. VII, No 2, Juli – Desember 2017
berpikirnya. Memecahkan suatu masalah, John Dewey mengemukakan sebagai berikut:
a) Mengemukakan persoalan atau masalah; b) Memperjelas persoalan atau masalah; c)
Siswa bersama guru mencari kemungkinan-kemungkinan yang akan dilaksanakan
dalam pecahan persoalan; d) Mencobakan kemungkinan yang diangap menguntungkan;
e) Penilaian cara yang ditempuh dinilai.Metode Problem Solving (metode pemecahan
masalah) bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode
berpikir, sebab dalam Problem Solving dapat menggunakan metode-metode lainnya
yang dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.
Penggunaan metode ini dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: 1)
Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa
sesuai dengan taraf kemampuannya; 2) Mencari data atau keterangan yang dapat
dipergunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca
buku-buku, meneliti, bertanya, berdiskusi, dan lain-lain; 3) Menetapkan jawaban
sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada
data yang telah diperoleh, pada langkah kedua di atas; 4) Menguji kebenaran jawaban
sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa harus berusaha memecahkan masalah
sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut betul-betul cocok. Apakah sesuai
dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran
jawaban ini tentu saja diperlukan metode-metode lainnya seperti demonstrasi, tugas
diskusi, dan lain-lain; dan 5) Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada
kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.
Kelebihan Metode Problem Solving adalah: 1) metode ini dapat membuat
pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dengan
dunia kerja; b) Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah bdapat
membiasakan para siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil,
apabila menghadapi permasalahan di dalam kehidupan dalam keluarga, bermasyarakat,
dan bekerja kelak, suatu kemampuan yang sangat bermakna bagi kehidupan manusia;
c) Metode ini merangsang pengembangan kemampuan berpikir siswa secara kreatif dan
menyeluruh, karena dalam proses belajarnya, siswa banyak melakukan mental dengan
menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahan.
Kekurangan Metode Problem Solving yaitu: a) Menentukan masalah yang
tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir siswa, tingkat sekolah dan kelasnya
serta pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa, sangat memerlukan
kemampuan dan keterampilan guru; b) Proses belajar mengajar dengan menggunakan
metode ini sering memerlukan waktu yang cukup banyak dan sering terpaksa
132
NIZHAMIYAH
Jurnal Pendidikan Islam dan Teknologi Pendidikan
ISSN 2086-4205
Vol. VII, No 2, Juli – Desember 2017
mengambil waktu pelajaran lain; c) Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan
mendengarkan dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak
berpikir memecahkan permasalahan sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang
memerlukan berbagai sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa.
3. Pendekatan dan Metode Penelitian
Pendekatan dan Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
tindakan kelas. Pemilihan pendekatan ini didasarkan sebagi upaya meningkatkan hasil
belajar yang berlangsung pada tahapan siklus. Dimulai dari penetapan fokus masalah,
perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan/observasi dan pengumpulan
data, refleksi (analisis, dan interpretasi) serta perencanaan tindak lanjut. Penelitian
tindakan kelas berkembang dari penelitian tindakan. Menurut Kemmis dalam Sanjaya
penelitian tindakan adalah suatu bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh peneliti
dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran praktik sosial mereka. Prosedur
penelitian ini dilakukan melalui 3 siklus terdiri dari tindakan perencanaan, pelaksanaan,
observasi, dan refleksi.
Subjek dalam penelitian ini adalah kelas IV MIS Elsusi Meldina Medan T.P 20162017 yang berjumlah 24 orang siswa yang terdiri dari 13 orang siswa laki-laki dan 11
orang siswa perempuan. Dalam proses pelaksanaan penelitian ini, peneliti juga
mendapatkan bantuan dari guru bidang studi ilmu pengetahuan alam sebagi staf
pengajar, sedangkan peneliti sendiri bertindak sebagai observer (orang yang
mengamati).
Penelitian ini dilakukan di Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Elsusi Meldina
Medan untuk mata pelajaran ilmu pengetahuan alam materi Energi Panas dan Energi
Bunyi kelas IV tahun ajaran 2016-2017. Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester
ke II pada bulan Februari sampai Maret.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes, observasi, dan
wawancara. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu:
reduksi data dan penyajian data.
4. Hasil
Dari hasil penelitian diperoleh data seperti terlihat pada tabel berikut ini:
KATEGORI
Jumlah siswa yang
tuntas
Jumlah siswa yang tidak
tuntas
Siklus I
Angka
Persen
Siklus II
Angka
Persen
14
58,3%
22
91,7%
10
41,7%
2
8,3
133
Siklus III
Angka
Persen
95,83
23
1
4,17
NIZHAMIYAH
Jurnal Pendidikan Islam dan Teknologi Pendidikan
ISSN 2086-4205
Vol. VII, No 2, Juli – Desember 2017
Nilai rata-rata
Ketuntasan klasikal
74,16
58,3%
85,83
91,7%
90,20
95,83
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa ada peningkatan hasil belajar siswa
antara tindakan siklus I, siklus II, dan siklus III. Pada hasil belajar pra tindakan jumlah siswa
yang tuntas sebanyak 3 orang siswa dan tidak tuntas sebanyak 21 orang, pada hasil belajar
siklus I jumlah siswa yang tuntas sebanyak 14 orang siswa dan tidak tuntas sebanyak 10
orang siswa, pada siklus II jumlah siswa yang tuntas sebanyak 22 orang siswa dan yang
tidak tuntas sebanyak 2 orang siswa dan pada siklus III jumlah siswa yang tuntas sebanyak
23 orang siswa dan tidak tuntas sebanyak 1 orang siswa. Dengan demikian terjadi
peningkatan jumlah siswa yang tuntas pada pra tindakan dan siklus I sebanyak 11 orang,
pada siklus I dan II terjadi peningkatan jumlah siswa yang tuntas sebanyak 8 orang,
kemudian pada siklus II dan III terjadi peningkatan jumlah siswa yang tuntas sebanyak 1
orang.
Nilai rata-rata tes hasil belajar pada pra tindakan adalah 52, pada siklus I nilai
rata-rata tes hasil belajar adalah 74,16, pada siklus II adalah 85,83, kemudian pada
siklus III adalah 90,20. Dengan demikian terjadi peningkatan nilai rata-rata pada pra
tindakan dan siklus I sebesar 22,16, dan pada siklus I dan siklus II terjadi peningkatan
nilai rata-rata sebesar 11,67, kemudian pada siklus II dan siklus III terjadi peningkatan
nilai rata-rata sebesar 4,37.
Pada tes hasil pra tindakan persentase ketuntasan klasikal sebesar 12,5%,
pada siklus I persentase ketuntasan klasikal sebesar 58,3%, pada siklus II persentase
ketuntasan klasikal sebesar 91,7%, kemudian pada siklus III persentase ketuntasan
klasikal sebesar 95,83. Dengan demikian terjadi peningkatan persentase ketuntasan
klasikal pada pra tindakan dan siklus I sebesar 45,8, pada siklus I dan siklus II terjadi
peningkatan persentase ketuntasan klasikal sebesar 33,4, kemudian siklus II dan siklus
III terjadi peningkatan persentase ketuntasan klasikal sebesar 4,13.
Berikut disajikan grafik peningkatan hasil belajar siswa.
134
NIZHAMIYAH
Jurnal Pendidikan Islam dan Teknologi Pendidikan
ISSN 2086-4205
Vol. VII, No 2, Juli – Desember 2017
120.00%
100.00%
80.00%
60.00%
40.00%
20.00%
0.00%
Pre Test
Post Test I
Post Test II
Post Test III
Grafik Peningkatan Hasil Belajar
Grafik di atas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa.
Pada pre test frekuensi ketuntasan sebesar 12,5% meningkat ke post test I menjadi
58,3% atau dengan kata lain dari pre test ke post test I mengalami peningkatan
sebesar 45,8%, sedangkan dari post test I frekuensi ketuntasan sebesar 58,3%
meningkat ke post test II menjadi 91,7%, atau dengan kata lain dari post test I ke
post test II mengalami peningkatan sebesar 33,4%, kemudian dari post test II
frekuensi ketuntasan sebesar 91,7% meningkat ke post test III menjadi 95,83%, atau
dengan kata lain dari post test II ke post test III mengalami peningkatan sebesar
4,13% . Dengan demikian terjadi peningkatan hasil belajar siswa mulai dari pre test,
post test I, Post Test II hingga post test III dapat disimpulkan bahwa dengan
menggunakan Metode Problem Solving dapat meningkatkan hasil belajar siswa
khusunya pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi Energi Panas dan
Energi Bunyi di kelas IV A MIS Elsusi Meldina Medan.
C. Penutup
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka terjadi peningkatan hasil belajar
IPA siswa melalui Metode Problem Solving, simpulan yang diperoleh yakni :Hasil belajar
siswa kelas IV MIS Elsusi Meldina pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi
Energi Panas dan Energi Bunyi sebelum diterapkan metode Problem Solving, masih rendah.
Penerapan Metode Problem Solving dalam kegiatan pembelajaran dapat meningkatkan
hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam materi Energi Panas dan Energi Bunyi hal ini dapat
135
NIZHAMIYAH
Jurnal Pendidikan Islam dan Teknologi Pendidikan
ISSN 2086-4205
Vol. VII, No 2, Juli – Desember 2017
dilihat dari proses pembelajaran yang telah dilakukan bahwa siswa aktif dan antusias,
keberanian siswa mulai terlihat saat menyajikan hasil pengamatan dan siswa dapat
memahami pelajaran yang telah diajarkan. Hasil belajar siswa kelas IV MIS Elsusi Meldina
pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi Energi Panas dan Energi Bunyi setelah
diterapkan metode Problem Solving, yaitu pada siklus I (Post Test I) siswa yang tuntas
berjumlah 14 orang dengan persentase 58,13% da siswa yang tidak tuntas berjumlah 10
orang atau dengan persentase 41,7 dengan nilai rata-rata 74,16. Selanjutnya pada siklus II
(Post Test II) siswa yang tuntas berjumlah 22 orang atau dengan persentase ketuntasan
klasikal sebesar 91,7% dengan nilai rata-rata 85,83. Kemudian pada siklus III (Post Test III)
siswa yang tuntas berjumlah 23 orang atau dengan persentase ketuntasan klasikal sebesar
95,83 dan siswa yang yang tidak tuntas berjumlah 1 orang atau dengan persentase sebesar
4,17 dengan nilai rata-rata yaitu 90,20. Maka diperoleh kesimpulan bahwa penelitian ke
siklus selanjutnya tidak perlu dilakukan karena sudan tercapainya ketuntasan klasikal
sebesar 95,83 yang telah melampaui batas ketuntasan klasikal yang ditetapkan yaitu 85%.
Oleh sebab itu, terjadi peningkatan persentase ketuntasan klasikal pada pra tindakan dan
siklus I sebesar 45,8, pada siklus I dan siklus II terjadi peningkatan persentase ketuntasan
klasikal sebesar 33,4, kemudian siklus II dan siklus III terjadi peningkatan persentase
ketuntasan klasikal sebesar 4,13. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa semakin
meningkat dan tergolong pada kategori sangat tinggi.
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi (2009), Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Bahri Djamarah, Syaiful (2010), Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT Rineka Cipta
Betari M. E., 2016, Peningkatan Kemampuan Literasi Sains Siswa Melalui Penerapan Model
Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Pembelajaran IPA SD, Antropologi UPI.
Danim, Sudarwan, (2011), Pengantar Kependidikan , Bandung: Alfabeta
Halimah, Siti (2010), Telaah Kurikulum, Medan: Perdana Publishing
Hamalik, Oemar (2010), Proses Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara
Hamdani, (2011), Strategi Belajar Mengajar, Bandung: CV Pustaka Setia
Jahja, Yudrik (2013), Psikologi Perkembangan, Jakarta: Kencana
Mardianto, (2012), Psikolog Pendidikan Landasan untuk Pengembangan Strategi
Pembelajaran, Medan: Perdana Publishing
Muhibbinsyah, (2010), Psikologi Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Nata Abudin, (2010), Tafsir Ayat-ayat Pendidikan (Tafsir Al-Ayat Al-Tarbawiy), Jakarta:
PT. Raja Grafindo
136
NIZHAMIYAH
Jurnal Pendidikan Islam dan Teknologi Pendidikan
ISSN 2086-4205
Vol. VII, No 2, Juli – Desember 2017
Nurmawati, (2014), Evaluasi Pendidikan Islam, Bandung: Citapustaka Media
Purwanto, M Ngalim (2009), Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung:
PT Remaja Rosdakarya
Saleh Daulay, Anwar, (2007), Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Bandung: Cipta pustaka
Media
Salim dkk, (2012), Metodologi Penelitian, Bandung: Citapustaka Media
Sanjaya, Wina, (2013),
Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group
Slameto, (2010), Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Subekti P., 2017, Penerapan Model Problem Solving untuk Meningkatkan Hasil Belajar
IPA Siswa Kelas V, Sejarah Artikel: http://www.jurnal.unublitar.ac.id/index.php/briliant.
p 130-139.
Susanto, Ahmad, (2013), Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group Syofyan H. Dkk., 2016, Penerapan Metode Problem
Solving pada Pembelajaran IPA untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
Siswa, Prosiding Seminar Nasional Multi Disiplin Ilmu. P. 966-976.
Trianto, (2009), Model-model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group
Trianto, (2010), Model Pembelajaran Terpadu, Jakarta: PT Bumi Aksara
Wiriaatmadja, Rochiati (2008), Metode Penelitian Tindakan Kelas, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Wonorahardjo, Sujani, (2011), Dasar-dasar Sains Menciptakan Masyarakat Sadar Sains,
Jakarta: PT Indeks
137
Jurnal Pendidikan Islam dan Teknologi Pendidikan
ISSN 2086-4205
Vol. VII, No 2, Juli – Desember 2017
PENERAPAN METODE PROBLEM SOLVING PADA PEMBELAJARAN IPA
SEKOLAH DASAR
Oleh:
Nirwana Anas, M.Pd1
Nurzakiah Simangunsong, S.Pd2
Dosen Tetap Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
[email protected]
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan metode Problem Solving
pada pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) dengan subjek penelitian di kelas IV yang terdiri dari 24 siswa.penelitian ini
dilakukan dengan 3 (tiga) siklus. Penelitian ini menghasilkan: (1) ketuntasan klasika hasil
belajar siswa sebelum menggunakan metode Problem Solving yaitu 12,5%. (2) ketuntasan
klasikal hasil belajar siswa setelah menggunakan metode Problem Solving pada siklus I
sebesar 58,3% selanjutnya pada siklus II siswa yang tuntas sebesar 91,7% pada siklus III
siswa yang sebesar 95,83%. Hasil belajar siswa pada siklus III telah mencapai tingkat
ketuntasan belajar secara klasikal yaitu sebesar 85%. (3) peningkatan hasil belajar siswa
dari sebelum adanya tindakan sampai pada siklus III yaitu 83,3%.berdasarkan hasil
penelitian disimpulkan bahwa penggunaan metode Problem Solving dapat meningkatkan
hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam materi Energi Panas dan Energi Bunyi di kelas IV.
Abstract: This research aims to determine the application of Problem Solving method on
science learning in elementary school. The type of this research is Classroom Action
Research (CAR) with research subjects in fourth class consisting of 24 students. This
research was conducted with 3 (three) cycles. This research resulted: (1) mastery classical
result learn student before use method of Solving Problem that is 12,5%. (2) classical
completeness of student learning outcomes after using Problem Solving method in the first
cycle of 58.3% and then on the second cycle of students who completed 91.7% in the third
cycle of students who amounted to 95.83%. Student learning outcomes in cycle III has
reached the level of mastery learning in classical that is equal to 85%. (3) improvement of
student learning outcomes from before the action until the third cycle is 83.3%. Based on the
results of research concluded that the use of Problem Solving method can improve the
learning outcomes of Natural Sciences of Heat Energy and Sound Energy in class IV.
A. Pendahuluan
Ilmu Pengetahuan Alam dipahami sebagi ilmu kealaman, yaitu tentang dunia baik
makhluk hidup maupun benda mati. Ilmu pengetahuan alam dipahami sebagai ilmu yang
lahir dan berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan
hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan
teori dan konsep. Hakikat ilmu pengetahuan alam adalah ilmu pengetahuan yang
1
Dosen pada Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan.
2
Mahasiswa pada Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan
126
NIZHAMIYAH
Jurnal Pendidikan Islam dan Teknologi Pendidikan
ISSN 2086-4205
Vol. VII, No 2, Juli – Desember 2017
mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah
yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang
tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku
secara universal.
Merujuk pada hakikat ilmu pengetahuan alam sebagaimana dijelaskan di atas,
maka nilai-nilai ilmu pengetahuan alam yang dapat ditanamkan dalam pembelajaran ilmu
pengetahuan alam yang dirumuskan oleh Prihantro Laksmi antara lain sebagi berikut: a)
Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut langkah-langkah
metode ilmiah; b) keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan,
mempergunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah; c) memiliki sikap ilmiah
yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik dalam kaitannya dengan pelajaran sains
maupun dalam kehidupan.
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan
mata pelajaran pokok dalam kurikulum
pendidikan di Indonesia, termasuk pada jenjang sekolah dasar. Melalui Ilmu pengetahuan
alam, usaha manusia dalam memahami alam semesta dapat dilakukan melalui pengamatan
yang tepat pada sasaran, menggunakan prosedur yang tepat, dan dijelaskan dengan
penalaran yang benar sehingga mendapatkan suatu kesimpulan yang sahih. Guru Ilmu
Pengetahuan Alam di sekolah dasar diharapkan menguasai hakikat pembelajaran Ilmu
pengetahuan alam, agar dalam pembelajaran ilmu pengetahuan alam guru tidak kesulitan
dalam
mengelola
pembelajarannya.
Siswa
yang
mengalami
pembelajaran
Ilmu
Pengetahuan Alam melalui melakukan akan memahami konsep ilmu pengetahuan alam
secara lebih baik.
Ilmu pengetahuan alamdianggap sulit bagi sebagian besar peserta didik. Hasil
Ujian Akhir Sekolah (UAS) yang dilaporkan oleh Depdiknas masih sangat jauh dari standar
yang diharapkan. Ironisnya, semakin tinggi jenjang pendidikan, maka perolehan rata-rata
nilai ujian akhir sekolah ilmu pengetahuan alam ini semakin rendah. Peran guru sebagai
fasilitator pembelajaran dianggap gagal karena guru belum mampu memfokuskan tidak
menghubungkan dengan kehidupan nyata siswa. Pada akhirnya, keadaan semacam ini
yang menyebabkan kegiatan pembelajaran dilakukan hanya terpusat pada penyampaian
materidalam buku teks saja. Keadaan seperti ini mendorong siswa untuk berusaha
menghafal materi yang berorientasi pada perolehan nilai pada tes. Kemampuan siswa yang
berkembang adalah menghafal informasi sebanyak-banyaknya. Otak siswa dipaksa hanya
untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami
informasi yang diperolehtanpa melihat manfaat dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini tidak
mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik.
127
NIZHAMIYAH
Jurnal Pendidikan Islam dan Teknologi Pendidikan
ISSN 2086-4205
Vol. VII, No 2, Juli – Desember 2017
Masalah yang ditemukan penulis
di MIS Elsusi Meldina Medan pada mata
pelajaran Ilmu pengetahuan alam adalah penyampaian materi secara teori oleh pendidik
lewat ceramah, latihan dan mengerjakan tugas-tugas. Hal ini menyebabkan hasil belajar
ilmu pengetahuan alam siswatidak maksimal. Hasil ujian akhir semester ganjil tahun
pelajaran 2015/2016 yang memperlihatkan
8,3% yang tuntas dengan nilai KKM 70.
Rendahnya hasil belajar ilmu pengetahuan alam siswa tersebut disebabkan oleh faktor yang
paling dominan adalah guru yang tidak mendorong siswa untuk menjadi aktif.
MetodeProblem Solving merupakan salah satu metode pembelajaran yang
mengarahkan dan merangsang siswa untuk berpikir secara tepat dalam memecahkan
masalah pembelajaran. Melalui model Problem Solving siswa dituntut untuk dapat belajar
aktif dalam memahami seluruh materi yang diajarkan guru. Aktivitas belajar tidak hanya
difokuskan pada upaya memperoleh pengetahuan sebanyak-banyaknya, melainkan juga
bagaimana menggunakan segenap pengetahuan yang diperoleh untuk menghadapi situasi
baru atau memecahkan masalah-masalah khusus yang ada kaitannya dengan bidang studi
ilmu pengetahuan alam.
Penelitian yang menggunakan model pembelajaran Problem Solving telah banyak
dilakukan. Syofyan dkk (2016) dengan judul “Penerapan Metode Problem Solving pada
pembelajaran IPA untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa” menemukan bahwa
metode problem solving dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Betari, dkk
(2016) dengan judul “Peningkatan Kemampuan literasi sains siswa melalui penerapan
model pembelajaran berbasis masalah pada pembelajaran IPA di SD" pada konsep daur air
dan peristiwa alam dapat meningkatkan kemampuan literasi siswa. Penelitian yang
dilakukan oleh Subekti (2017) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Problem
Solving untuk meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam siswa Kelas V” yang
dilakukan pada materi pengungkit memberikan hasil yang baik sekali.
B. Pembahasan
1. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam sering disebut dengan singkat sebagai sains. Sains
(inggris: science) berasal dari kata latin “scientia” yang berarti (1) pengetahuan tentang,
atau tahu tentang; (2) pengetahuan, pengertian, faham yang benar dan mendalam.
Biasanya sains atau ilmu mempunyai makna yang merujuk pada pengetahuan yang
berada dalam sistem berpikir dan konsep teoritis dalam sistem tersebut, yang
mencakup segala macam pengetahuan, mengenai apa saja. Adapun sistem
pengetahuan ini dibangun dengan kesadaran kognisi yang meliputi semua kegiatan
pengamatan dan analisis ditambah dengan serangkaian percobaan di laboratorium
128
NIZHAMIYAH
Jurnal Pendidikan Islam dan Teknologi Pendidikan
ISSN 2086-4205
Vol. VII, No 2, Juli – Desember 2017
untuk memperkuat kerangka sistem dan pemahaman yang lebih komprehensif. Ilmu
pengetahuan alam sifatnya lebih pasti karena gejala yang diamati relatif nyata dan
terukur. Karenanya ilmu pengetahuan alam sering disebut ilmu pasti, atau eksakta.
Ilmu pengetahuan alam, yang sering disebut juga dengan istilah pendidikan
sains, disingkat menjadi IPA. Ilmu pengetahuan alam merupakan salah satu mata
pelajaran pokok dalam kurikulum pendidikan di Indonesia termasuk pada jenjang
sekolah dasar. Ilmu pengetahuan alam adalah usaha manusia dalam memahami alam
semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur,
dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan.
Hakikat pembelajaran sains yang didefinisikan sebagai ilmu tentang alam,
dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu: ilmu pengetahuan alam sebagi produk,
proses dan sikap. Dari ketiga komponen ilmu pengetahuan alam ini, Sutrisno
menambahkan bahwa ilmu pengetahuan alam juga sebagai prosedur dari proses,
sedangkan teknologi dari aplikasi konsep dan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan alam
sebagai produk. Sikap dalam pembelajaran ilmu pengetahuan alam yang dimaksud
ialah sikap ilmiah. Jadi, dengan pembelajaran ilmu pengetahuan alam di sekolah dasar
diharapkan dapat menumbuhkan sikap ilmiah seperti seorang ilmuan. Adapun jenisjenis sikap yang dimaksud, yaitu: sikap ingin tahu, percaya diri, jujur, tidak tergesa-gesa,
dan objektif terhadap fakta. a) Ilmu pengetahuan alam sebagai produk, yaigu kumpulan
hasil penelitian yang telah ilmuan lakukan dan sudah membentuk konsep yang telah
dikaji sebagai kegiatan empiris dan kegiatan analitis; b) Ilmu pengetahuan alam sebagi
proses, yaitu untuk menggali dan memahami pengetahuan tentang alam. Karena ilmu
pengetahuan alam merupakan kumpulan fakta dan konsep, maka ilmu pengetahuan
alam membutuhkan proses dalam menemukan fakta dan teori yang akan digeneralisasi
oleh ilmuan; c) Ilmu pengetahuan alam sebagai sikap. Sikap ilmiah harus
dikembangkan dalam pembelajaran sains. Hal ini sesuai dengan sikap yang harus
dimiliki oleh seorang ilmuan dalam melakukan penelitian dan mengkomunikasikan hasil
penelitiannya.
Dari uraian hakikat ilmu pengetahuan alam di atas, dapat dipahami bahwa
pembelajaran ilmu pengetahuan alam merupakan pembelajaran berdasarkan pada
prinsip-prinsip, proses yang mana dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa terhadap
konsep-konsep ilmu pengetahuan alam.Pembelajaran ilmu pengetahuan alam secara
khusus sebagaimana tujuan pendidikan secara umum sebagaimana termaktub dalam
taksonomi Bloom bahwa diharapkan dapat memberikan pengetahuan (kognitif), yang
merupakan tujuan utama dari pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dimaksud adalah
129
NIZHAMIYAH
Jurnal Pendidikan Islam dan Teknologi Pendidikan
ISSN 2086-4205
Vol. VII, No 2, Juli – Desember 2017
pengetahuan dasar dari prinsip-prinsip dan konsep yang bermanfaat untuk kehidupan
sehari-hari. Pengetahuan secara garis besar tentang fakta yang ada di alam untuk
dapat memahami dan memperdalam lebih lanjut, dan melihat adanya keterangan seta
keteraturannya. Di samping hal itu, pembelajaran ilmu pengetahuan alam diharapkan
pula memberikan keterampilan (psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif),
pemahaman, kebiasaan, dan apresiasi.
Dari uraian tersebut, maka hakikat dan tujuan pembelajaran ilmu pengetahuan
alam diharapkan dapat memberikan antara lain sebagai berikut: a) Kesadaran akan
keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa; b) Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep,
fakta yang ada di alam, hubungan saling ketergantungan, dan hubungan antara sains
dan teknologi; c) Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan,
memecahkan masalah dan melakukan observasi; d) Sikap ilmiah, antara lain skeptik,
kritis, sensitif, obyektif, jujur terbuka, benar, dan dapat bekerja sama; e) Kebiasaan
mengembangkan
kemampuan
berfikir
analitis
induktif
dan
deduktif
dengan
menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam; f)
Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan
perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi.
Dengan demikian, semakin jelas bahwa proses belajar mengajar ilmu
pengetahuan alam lebih ditekankan pada pendekatan keterampilan proses. Sehingga
siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap
ilmiah siswa itu sendiri. Akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses
pendidikan maupun produk pendidikan.
2. Metode Problem Solving
Secara etimologi kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu meta yang
berarti “yang dilalui” dan kata hodos yang berarti “jalan”, yakni jalan yang harus dlialui.
Jadi secara harfiah metode adalah cara yang tepat untuk melakukan sesuatu. Dalam
bahasa Arab, metode disebut dengan thariqah yang berarti jalan atau cara. Menurut
Mahmud Yunus, thariqah adalah perjalanan hidup, hal, mazhab dan metode. Sedangkan
menurut Surakhmad, bahwa metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan
alat untuk mencapai tujuan. Menurut Halimah, metode adalah cara atau teknik yang
digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan
kurikulum.
130
NIZHAMIYAH
Jurnal Pendidikan Islam dan Teknologi Pendidikan
ISSN 2086-4205
Vol. VII, No 2, Juli – Desember 2017
Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh para ahli mengenai metode dapat
disimpulkan bahwa metode merupakan suatu alat yang dipergunakan dalam melakukan
proses pembelajaran untuk mencapai suatu tujuan pendidikan.
Hakikatnya pembelajaran (belajar mengajar) merupakan proses komunikasi
antara guru dan siswa. Pembelajaran secara umum adalah kegiatan yang dilakukan
guru sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik. Pembelajaran adalah
upaya guru menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat,
bakat, dan kebutuhan siswa yang amat beragam agar terjadi interakis optimal antara
guru dan siswa serta antar siswa.
Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru untuk menyampaikan
pelajaran kepada siswa. Penyampaian berlangsung dalam interaksi edukatif. Metode
pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan oleh guru dalam
mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran.
Metode pembelajaran pemecahan masalah adalah suatu
cara menyajikan
pelajaran dengan mendorong siswa untuk mencari dan memecahkan suatu masalah
atau persoalan dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran. Metode pemecahan
masalah (problem solving) merupakan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan
jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah, baik masalah pribadi maupun
masalah
kelompok
untuk
dipecahkan
sendiri
atau
bersama-sama.
Orientasi
pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah
pemecahan masalah. Peserta didik belajar merumuskan dan memecahkan masalah,
memberi respon terhadap rangsangan yang menggambarkan atau membangkitkan
situasi problematik, yang mempergunakan berbagai kaidah yang telah dikuasainya.
Adakalanya manusia memecahkan masalah secara instiktif (naluri) maupun dengan
kebiasaan, yang mana pemecahan tersebut biasanya juga dilakukan oleh binatang.
Menghadapi masalah yang lebih pelik, manusia dapat menggunakan cara
ilmiah, cara-cara pemecahan masalah secara ilmiah inilah yang disebut dengan metode
problem solving. Cara belajar dengan menggunakan metode problem solving sangat
terkait dengan cara belajar rasional, yaitu cara belajar dengan menggunakan
kemampuan berpikir logis dan rasional (sesuai akal sehat). Cara belajar dengan metode
problem solving sangat terkait dengan cara belajar rasional, yaitu cara belajar dengan
menggunakan cara berpikir logis, ilmiah dan sesuai dengan akal sehat.
Pembelajaran dengan metode problem solving ini dimaksud agar siswa dapat
menggunakan pemikiran (rasio) seluas-luasnya sampai titik maksimal dari gaya
tangkapnya.Siswa terlatih untuk terus berpikir dengan menggunakan kemampuan
131
NIZHAMIYAH
Jurnal Pendidikan Islam dan Teknologi Pendidikan
ISSN 2086-4205
Vol. VII, No 2, Juli – Desember 2017
berpikirnya. Memecahkan suatu masalah, John Dewey mengemukakan sebagai berikut:
a) Mengemukakan persoalan atau masalah; b) Memperjelas persoalan atau masalah; c)
Siswa bersama guru mencari kemungkinan-kemungkinan yang akan dilaksanakan
dalam pecahan persoalan; d) Mencobakan kemungkinan yang diangap menguntungkan;
e) Penilaian cara yang ditempuh dinilai.Metode Problem Solving (metode pemecahan
masalah) bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode
berpikir, sebab dalam Problem Solving dapat menggunakan metode-metode lainnya
yang dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.
Penggunaan metode ini dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: 1)
Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa
sesuai dengan taraf kemampuannya; 2) Mencari data atau keterangan yang dapat
dipergunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca
buku-buku, meneliti, bertanya, berdiskusi, dan lain-lain; 3) Menetapkan jawaban
sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada
data yang telah diperoleh, pada langkah kedua di atas; 4) Menguji kebenaran jawaban
sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa harus berusaha memecahkan masalah
sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut betul-betul cocok. Apakah sesuai
dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran
jawaban ini tentu saja diperlukan metode-metode lainnya seperti demonstrasi, tugas
diskusi, dan lain-lain; dan 5) Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada
kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.
Kelebihan Metode Problem Solving adalah: 1) metode ini dapat membuat
pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dengan
dunia kerja; b) Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah bdapat
membiasakan para siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil,
apabila menghadapi permasalahan di dalam kehidupan dalam keluarga, bermasyarakat,
dan bekerja kelak, suatu kemampuan yang sangat bermakna bagi kehidupan manusia;
c) Metode ini merangsang pengembangan kemampuan berpikir siswa secara kreatif dan
menyeluruh, karena dalam proses belajarnya, siswa banyak melakukan mental dengan
menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahan.
Kekurangan Metode Problem Solving yaitu: a) Menentukan masalah yang
tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir siswa, tingkat sekolah dan kelasnya
serta pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa, sangat memerlukan
kemampuan dan keterampilan guru; b) Proses belajar mengajar dengan menggunakan
metode ini sering memerlukan waktu yang cukup banyak dan sering terpaksa
132
NIZHAMIYAH
Jurnal Pendidikan Islam dan Teknologi Pendidikan
ISSN 2086-4205
Vol. VII, No 2, Juli – Desember 2017
mengambil waktu pelajaran lain; c) Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan
mendengarkan dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak
berpikir memecahkan permasalahan sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang
memerlukan berbagai sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa.
3. Pendekatan dan Metode Penelitian
Pendekatan dan Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
tindakan kelas. Pemilihan pendekatan ini didasarkan sebagi upaya meningkatkan hasil
belajar yang berlangsung pada tahapan siklus. Dimulai dari penetapan fokus masalah,
perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan/observasi dan pengumpulan
data, refleksi (analisis, dan interpretasi) serta perencanaan tindak lanjut. Penelitian
tindakan kelas berkembang dari penelitian tindakan. Menurut Kemmis dalam Sanjaya
penelitian tindakan adalah suatu bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh peneliti
dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran praktik sosial mereka. Prosedur
penelitian ini dilakukan melalui 3 siklus terdiri dari tindakan perencanaan, pelaksanaan,
observasi, dan refleksi.
Subjek dalam penelitian ini adalah kelas IV MIS Elsusi Meldina Medan T.P 20162017 yang berjumlah 24 orang siswa yang terdiri dari 13 orang siswa laki-laki dan 11
orang siswa perempuan. Dalam proses pelaksanaan penelitian ini, peneliti juga
mendapatkan bantuan dari guru bidang studi ilmu pengetahuan alam sebagi staf
pengajar, sedangkan peneliti sendiri bertindak sebagai observer (orang yang
mengamati).
Penelitian ini dilakukan di Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Elsusi Meldina
Medan untuk mata pelajaran ilmu pengetahuan alam materi Energi Panas dan Energi
Bunyi kelas IV tahun ajaran 2016-2017. Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester
ke II pada bulan Februari sampai Maret.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes, observasi, dan
wawancara. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu:
reduksi data dan penyajian data.
4. Hasil
Dari hasil penelitian diperoleh data seperti terlihat pada tabel berikut ini:
KATEGORI
Jumlah siswa yang
tuntas
Jumlah siswa yang tidak
tuntas
Siklus I
Angka
Persen
Siklus II
Angka
Persen
14
58,3%
22
91,7%
10
41,7%
2
8,3
133
Siklus III
Angka
Persen
95,83
23
1
4,17
NIZHAMIYAH
Jurnal Pendidikan Islam dan Teknologi Pendidikan
ISSN 2086-4205
Vol. VII, No 2, Juli – Desember 2017
Nilai rata-rata
Ketuntasan klasikal
74,16
58,3%
85,83
91,7%
90,20
95,83
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa ada peningkatan hasil belajar siswa
antara tindakan siklus I, siklus II, dan siklus III. Pada hasil belajar pra tindakan jumlah siswa
yang tuntas sebanyak 3 orang siswa dan tidak tuntas sebanyak 21 orang, pada hasil belajar
siklus I jumlah siswa yang tuntas sebanyak 14 orang siswa dan tidak tuntas sebanyak 10
orang siswa, pada siklus II jumlah siswa yang tuntas sebanyak 22 orang siswa dan yang
tidak tuntas sebanyak 2 orang siswa dan pada siklus III jumlah siswa yang tuntas sebanyak
23 orang siswa dan tidak tuntas sebanyak 1 orang siswa. Dengan demikian terjadi
peningkatan jumlah siswa yang tuntas pada pra tindakan dan siklus I sebanyak 11 orang,
pada siklus I dan II terjadi peningkatan jumlah siswa yang tuntas sebanyak 8 orang,
kemudian pada siklus II dan III terjadi peningkatan jumlah siswa yang tuntas sebanyak 1
orang.
Nilai rata-rata tes hasil belajar pada pra tindakan adalah 52, pada siklus I nilai
rata-rata tes hasil belajar adalah 74,16, pada siklus II adalah 85,83, kemudian pada
siklus III adalah 90,20. Dengan demikian terjadi peningkatan nilai rata-rata pada pra
tindakan dan siklus I sebesar 22,16, dan pada siklus I dan siklus II terjadi peningkatan
nilai rata-rata sebesar 11,67, kemudian pada siklus II dan siklus III terjadi peningkatan
nilai rata-rata sebesar 4,37.
Pada tes hasil pra tindakan persentase ketuntasan klasikal sebesar 12,5%,
pada siklus I persentase ketuntasan klasikal sebesar 58,3%, pada siklus II persentase
ketuntasan klasikal sebesar 91,7%, kemudian pada siklus III persentase ketuntasan
klasikal sebesar 95,83. Dengan demikian terjadi peningkatan persentase ketuntasan
klasikal pada pra tindakan dan siklus I sebesar 45,8, pada siklus I dan siklus II terjadi
peningkatan persentase ketuntasan klasikal sebesar 33,4, kemudian siklus II dan siklus
III terjadi peningkatan persentase ketuntasan klasikal sebesar 4,13.
Berikut disajikan grafik peningkatan hasil belajar siswa.
134
NIZHAMIYAH
Jurnal Pendidikan Islam dan Teknologi Pendidikan
ISSN 2086-4205
Vol. VII, No 2, Juli – Desember 2017
120.00%
100.00%
80.00%
60.00%
40.00%
20.00%
0.00%
Pre Test
Post Test I
Post Test II
Post Test III
Grafik Peningkatan Hasil Belajar
Grafik di atas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa.
Pada pre test frekuensi ketuntasan sebesar 12,5% meningkat ke post test I menjadi
58,3% atau dengan kata lain dari pre test ke post test I mengalami peningkatan
sebesar 45,8%, sedangkan dari post test I frekuensi ketuntasan sebesar 58,3%
meningkat ke post test II menjadi 91,7%, atau dengan kata lain dari post test I ke
post test II mengalami peningkatan sebesar 33,4%, kemudian dari post test II
frekuensi ketuntasan sebesar 91,7% meningkat ke post test III menjadi 95,83%, atau
dengan kata lain dari post test II ke post test III mengalami peningkatan sebesar
4,13% . Dengan demikian terjadi peningkatan hasil belajar siswa mulai dari pre test,
post test I, Post Test II hingga post test III dapat disimpulkan bahwa dengan
menggunakan Metode Problem Solving dapat meningkatkan hasil belajar siswa
khusunya pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi Energi Panas dan
Energi Bunyi di kelas IV A MIS Elsusi Meldina Medan.
C. Penutup
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka terjadi peningkatan hasil belajar
IPA siswa melalui Metode Problem Solving, simpulan yang diperoleh yakni :Hasil belajar
siswa kelas IV MIS Elsusi Meldina pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi
Energi Panas dan Energi Bunyi sebelum diterapkan metode Problem Solving, masih rendah.
Penerapan Metode Problem Solving dalam kegiatan pembelajaran dapat meningkatkan
hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam materi Energi Panas dan Energi Bunyi hal ini dapat
135
NIZHAMIYAH
Jurnal Pendidikan Islam dan Teknologi Pendidikan
ISSN 2086-4205
Vol. VII, No 2, Juli – Desember 2017
dilihat dari proses pembelajaran yang telah dilakukan bahwa siswa aktif dan antusias,
keberanian siswa mulai terlihat saat menyajikan hasil pengamatan dan siswa dapat
memahami pelajaran yang telah diajarkan. Hasil belajar siswa kelas IV MIS Elsusi Meldina
pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi Energi Panas dan Energi Bunyi setelah
diterapkan metode Problem Solving, yaitu pada siklus I (Post Test I) siswa yang tuntas
berjumlah 14 orang dengan persentase 58,13% da siswa yang tidak tuntas berjumlah 10
orang atau dengan persentase 41,7 dengan nilai rata-rata 74,16. Selanjutnya pada siklus II
(Post Test II) siswa yang tuntas berjumlah 22 orang atau dengan persentase ketuntasan
klasikal sebesar 91,7% dengan nilai rata-rata 85,83. Kemudian pada siklus III (Post Test III)
siswa yang tuntas berjumlah 23 orang atau dengan persentase ketuntasan klasikal sebesar
95,83 dan siswa yang yang tidak tuntas berjumlah 1 orang atau dengan persentase sebesar
4,17 dengan nilai rata-rata yaitu 90,20. Maka diperoleh kesimpulan bahwa penelitian ke
siklus selanjutnya tidak perlu dilakukan karena sudan tercapainya ketuntasan klasikal
sebesar 95,83 yang telah melampaui batas ketuntasan klasikal yang ditetapkan yaitu 85%.
Oleh sebab itu, terjadi peningkatan persentase ketuntasan klasikal pada pra tindakan dan
siklus I sebesar 45,8, pada siklus I dan siklus II terjadi peningkatan persentase ketuntasan
klasikal sebesar 33,4, kemudian siklus II dan siklus III terjadi peningkatan persentase
ketuntasan klasikal sebesar 4,13. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa semakin
meningkat dan tergolong pada kategori sangat tinggi.
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi (2009), Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Bahri Djamarah, Syaiful (2010), Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT Rineka Cipta
Betari M. E., 2016, Peningkatan Kemampuan Literasi Sains Siswa Melalui Penerapan Model
Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Pembelajaran IPA SD, Antropologi UPI.
Danim, Sudarwan, (2011), Pengantar Kependidikan , Bandung: Alfabeta
Halimah, Siti (2010), Telaah Kurikulum, Medan: Perdana Publishing
Hamalik, Oemar (2010), Proses Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara
Hamdani, (2011), Strategi Belajar Mengajar, Bandung: CV Pustaka Setia
Jahja, Yudrik (2013), Psikologi Perkembangan, Jakarta: Kencana
Mardianto, (2012), Psikolog Pendidikan Landasan untuk Pengembangan Strategi
Pembelajaran, Medan: Perdana Publishing
Muhibbinsyah, (2010), Psikologi Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Nata Abudin, (2010), Tafsir Ayat-ayat Pendidikan (Tafsir Al-Ayat Al-Tarbawiy), Jakarta:
PT. Raja Grafindo
136
NIZHAMIYAH
Jurnal Pendidikan Islam dan Teknologi Pendidikan
ISSN 2086-4205
Vol. VII, No 2, Juli – Desember 2017
Nurmawati, (2014), Evaluasi Pendidikan Islam, Bandung: Citapustaka Media
Purwanto, M Ngalim (2009), Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung:
PT Remaja Rosdakarya
Saleh Daulay, Anwar, (2007), Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Bandung: Cipta pustaka
Media
Salim dkk, (2012), Metodologi Penelitian, Bandung: Citapustaka Media
Sanjaya, Wina, (2013),
Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group
Slameto, (2010), Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Subekti P., 2017, Penerapan Model Problem Solving untuk Meningkatkan Hasil Belajar
IPA Siswa Kelas V, Sejarah Artikel: http://www.jurnal.unublitar.ac.id/index.php/briliant.
p 130-139.
Susanto, Ahmad, (2013), Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group Syofyan H. Dkk., 2016, Penerapan Metode Problem
Solving pada Pembelajaran IPA untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
Siswa, Prosiding Seminar Nasional Multi Disiplin Ilmu. P. 966-976.
Trianto, (2009), Model-model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group
Trianto, (2010), Model Pembelajaran Terpadu, Jakarta: PT Bumi Aksara
Wiriaatmadja, Rochiati (2008), Metode Penelitian Tindakan Kelas, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Wonorahardjo, Sujani, (2011), Dasar-dasar Sains Menciptakan Masyarakat Sadar Sains,
Jakarta: PT Indeks
137