Penerapan pendekatan problem solving dalam meningkatkan hasil belajar kimia siswa terhadap konsep mol dalam stoikiometri (PTK di kelas X SMAN 2 Cisauk-Tangerang

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk mendapatkan gelar Sarjana (S1) Pendidikan Kimia di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh : SITI ROHMAH

105016200558

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/ 2011 M


(2)

Nama : Siti Rohmah

NIM : 105016200558

Semester : XI

Jurusan : Pendidikan IPA – Kimia

Judul Skripsi : “Penerapan Pendekatan Problem Solving dalam Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa terhadap Konsep Mol dalam Stoikiometri”

Pembimbing : 1. Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd 2. Munasprianto Ramli, M.A

Dengan ini menyetakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana Strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan saya siap menerima sanksi apabila di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan merupakan karya ilmiah saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain.

Jakarta, 16 Maret 2011


(3)

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KIMIA SISWA

TERHADAP KONSEP MOL DALAM STOIKIOMETRI

(PTK di kelas X SMAN 2 Cisauk-Tangerang)

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh: Siti Rohmah 105016200558

Mengesahkan,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd Munasprianto Ramli, M.A

NIP. 19681228 20003 1004 NIP. 19791029 20064 001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/ 2010 M


(4)

Stoikiometri” oleh Siti Rohmah dengan NIM. 105016200558. Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 15 Desember 2010 dihadapan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Kimia.

Jakarta, 23 Februari 2011

Panitia Ujian Munaqasah

Tanggal Tanda Tangan Ketua Panitia (Ketua Prodi Pendidikan Biologi) Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd

NIP. 19681228 200003 1 004 Sekretaris (Sekjur Pendidikan IPA) Nengsih Juanengsih, M.Pd

NIP. 19790510 200604 2 001 Penguji I

Dedi Irwandi, M.Si

NIP. 19710528 200003 1 002 Penguji II

Tonih Feronika, M.Pd

NIP. 19760107 200501 1 007

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Prof. Dr. Dede Rosyada, MA NIP. 19571005 198703 1 003


(5)

i

ABSTRAK

Siti Rohmah. Penerapan Pendekatan Problem Solving dalam Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa terhadap Konsep Mol dalam Stoikiometri. Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1431 H/ 2010 M. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar kimia siswa dengan penerapan pendekatan pembelajaran problem solving. Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang secara umum terdiri dari II siklus. Masing-masing siklus terdapat empat tahapan yakni perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan di kelas X-3 SMAN 2 Cisauk yang berjumlah 32 siswa. Penelitian ini difokuskan pada konsep mol dalam stoikiometri yang mencakup konversi jumlah mol ke dalam jumlah partikel, jumlah massa, dan jumlah volum; hipotesis Avogadro; rumus molekul dan rumus empiris; serta reaksi pembatas. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes, lembar observasi, lembar angeket, dan dokumentasi. Dari hasil penelitian diperoleh 87,50% siswa telah mencapai SKBM (60) pada siklus II dengan nilai rata-rata 73,78. Dan dari hasil angket siswa serta hasil observasi terhadap pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem solving terdapat tanggapan yang baik dari siswa. Hal ini membuktikan bahwa pendekatan problem solving memberikan dampak yang positif bagi siswa dalam proses belajar mengajar.

Kata kunci : PTK, Konsep Mol, Stoikiometri, Hasil Belajar, Pendekatan Problem Solving.


(6)

ii

Department of science faculty Tarbiyah and and teaching of islam university syarif hidayatullah jakarta, 1431 H/2010 M. This research was intend to increase study result of student chemical study with persuasive application problem solving. The research methode that using is class action research(PTK) which generally consist OF II cycle. each part of cycle has 4 stages they are planning, application,observation and reflection. This research is implemented in class X-3 SMAN 2 Cisauk with 32 students. This research is focus on mol concept in stoikiometri which includes convertion ammount of mol into amount of particle, mass amount and amount of volum. Avogrado hypothesis; molecule formula and empirical formula along with limitting reaction. Data collecting technic is using test, observasion sheet, questionnaire sheet and documentation. The results gets from this research 87.50% students already reach SKBM(60) in cycle II witn average result point 78.78 and from student questionnaire results along with observation result of good responses from all students. it's proving that persuasive problem solving gives positive impact for student in teaching and learning proses.

Key word: PTK, Mol Concept, Stoikiometri, Learning Result, Persuasive Problem Solving


(7)

iii

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillah segala puji bagi Allah Rabb semesta alam atas limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dalam bentuk skripsi ini. Sholawat beserta salam tercurah kepada panglima jihad Rasulullah SAW, kepada keluarganya, sahabatnya, dan semoga tercurah juga kepada seluruh pengikutnya yang senantiasa istiqomah di jalannya.

Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk mencapai gelar kesarjanaan (S1) oleh mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan dapat terealisasi dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Dede Rosada, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc selaku ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Nengsih Juanengsih, M.Pd selaku sekretaris Jurusan Pendidikan

Ilmu Pengetahuan Alam.

4. Bapak DR. Sujiyo Miranto, M.Pd dan Bapak Munasprianto Ramli, M.A selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan masukan dan arahan yang berarti kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Dedi Irwandi, M.Si selaku dosen penasehat akademik yang telah memberikan pengarahan kepada penulis selama menjalani perkuliahan. 6. Para dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan pada umumnya dan

dosen Jurusan Pendidikan IPA pada khususnya yang telah memberikan ilmu dan pengalamannya kepada penulis selama perkuliahan.

7. Orang tua dan keluarga penulis yang tidak henti-hentinya memberikan do’a dan dukungan baik moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan skripsi ini.


(8)

8. Ibu Dra. Widayati Wardani selaku kepala SMAN 2 Cisauk yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.

9. Bapak Drs. Murdoyoko dan Ibu Bidari S.Si selaku guru bidang studi kimia SMAN 2 Cisauk yang telah berkenan menjadi partner dan membantu penulis selama melaksanakan penelitian.

10.Seluruh guru dan staf SMAN 2 Cisauk yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

11.Siswa-siswi kelas X-3 SMAN 2 Cisauk yang telah bekerjasama dengan baik dalam penelitian ini.

12.Teman-teman Pendidikan Kimia 2005 dan sahabat-sahabat penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang tidak henti-hentinya memberikan semangat dan dukungannya kepada penulis.

13.Seluruh pihak yang turut membantu dalam penelitian ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Hanya doa dan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya yang dapat penulis sampaikan kepada semua pihak yang turut membantu ataupun terlibat dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. Tidak ada manusia yang sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak guna perbaikan untuk masa yang akan datang. Akhir kata semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jakarta, Februari 2011


(9)

v

ABSTRAK. ... i

ABSTRACT. ... ii

KATA PENGANTAR. ... iii

DAFTAR ISI. ... v

DAFTAR TABEL. ... vii

DAFTAR GRAFIK ... viii

DAFTAR GAMBAR. ... ix

DAFTAR LAMPIRAN. ... x

BAB I. PENDAHULUAN. ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 7

E. Manfaat Penelitian. ... 7

BAB II. KAJIAN TEORETIK DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINDAKAN. ... 8

A. Kajian Teori ... 8

1. Pendekatan Problem Solving. ... 8

a) Tahap-tahapan dalam Pemecahan Masalah. ... 12

b) Langkah-langkah Penerapan Pembelajaran Problem Solving………...………...15

2. Hakikat Belajar. ... 18

3. Hakikat Hasil Belajar. ... 20

4. Hakikat Ilmu Kimia. ... 24

a) Karakteristik Ilmu Kimia. ... 24

b) Deskripsi teori tentang stoikiometri dan konsep mol. ... 27

5. Tinjauan Pembelajaran Kimia mengenai Konsep Mol. ... 29

a) Standar Kompetensi. ... 29

b) Kompetensi Dasar. ... 30


(10)

6. Pendekatan Problem Solving dalam Pembelajaran Kimia.. ... 30

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 33

C. Desain Alternatif Intervensi Tindakan yang Dipilih. ... 34

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 36

B. Tujuan Penelitian.. ... 36

C. Pihak yang Terkait dalam Penelitian ... 36

D. Metode dan Desain Rancangan Siklus Penelitian. ... 36

1. Metode Penelitian. ... 36

2. Siklus Penelitian. ... 37

E. Tahapan Intervensi Tindakan. ... 38

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan. ... 39

G. Jenis Data dan Sumber data. ... 39

H. Intsrumen-intrumen Pengumpul Data yang Digunakan. ... 40

I. Teknik Pengumpulan Data. ... 41

J. Teknik Keterpercayaan Studi. ... 41

K. Analisis Data. ... 43

L. Tindak Lanjut Perencanaan Tindakan... 44

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. ... 45

A. Hasil Intervensi Tindakan. ... 45

B. Pemeriksaan Keabsahan Data. ... 60

C. Analisis Data. ... 62

D. Pembahasan Temuan Penelitian. ... 70

E. Keterbatasan dalam Penelitian. ... 73

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

A. Kesimpulan. ... 75

B. Saran .. ... 75

DAFTAR PUSTAKA. ... 77


(11)

Tabel 2.1 Tahapan Penelitian dan Pemecahan Masalah. ... 14

Tabel 3.1 Data dan Sumber Data Penelitian. ... 39

Tabel 4.1 Aktivitas pra Penelitian. ... 46

Tabel 4.2 Aktivitas Penelitian Pertemuan Pertama. ... 47

Tabel 4.3 Aktivitas Penelitian Pertemuan Kedua. ... 48

Tabel 4.4 Aktvitas Penelitian Pertemuan Ketiga. ... 49

Tabel 4.5 Aktivitas Penelitian Pertemuan Keempat. ... 53

Tabel 4.6 Aktivitas Penelitian Pertemuan Kelima. ... 55

Tabel 4.7 Aktivitas penelitian Pertemuan Keenam. ... 57

Tabel 4.8 Persentase Ketercapaian SKBM. ... 60

Tabel 4.9 Nilai Rata-rata dan % Ketercapaian SKBM. ... 62

Tabel 4.10 Aktivitas Siswa. ... 63

Tabel 4.11 Aktivitas Guru Siklus I. ... 64


(12)

Grafik 4.1 Tingkat pemahaman siswa terhadap tahap-tahap pemecahan

Masalah………..66

Grafik 4.2 Respon siswa terhadap proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem solving. ... 67

Grafik 4.3 Respon siswa terhadap cara penyampaian materi oleh guru. ... 68

Grafik 4.4 Respon siswa terhadap pemahaman materi yang dipelajari. ... 69


(13)

Gambar 2.1 Tingkat Kompleksitas Keterampilan Intelektual ... 11 Gambar 2.2 Pereaksi Pembatas. ... 28 Gambar 2.3 Hubungan jumlah mol dengan jumlah partikel, massa, dan

volum zat. ... 29 Gambar 3.1 Riset Aksi Model Jhon Elliot. ... 37


(14)

Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I. ... 84

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II. ... 93

Lampiran 3. Soal Validasi. ... 101

Lampiran 4. Soal Posttest I. ... 105

Lampiran 5. Soal Posttest II. ... 106

Lampiran 6. Kisi-kisi Instrumen Penelitian. ... 107

Lampiran 7. Kisi-kisi Soal Posttest I. ... 127

Lampiran 8. Kisi-kisi Soal Posttest II. ... 131

Lampiran 9. Lembar Jawaban Postest I. ... 135

Lampiran 10. Lembar Jawaban Posttest II. ... 137

Lampiran 11. LKS Siklus I. ... 138

Lampiran 12. LKS Siklus II. ... 149

Lampiran 13. Latihan Stoikiometri. ... 162

Lampiran 14. Jawaban Latihan Stoikiometri. ... 165

Lampiran 15. Soal Kuis Kelompok... 166

Lampiran 16. Jawaban Soal Kuis Kelompok. ... 167

Lampiran 17. Soal dan Jawaban Kuis Individu. ... 170

Lampiran 18. Lembar Observasi. ... 172

Lampiran 19. Lembar Angket Penelitian. ... 173

Lampiran 20. Hasil Observasi. ... 174

Lampiran 21. Analisis Hasil Angket Penelitian Siklus I. ... 178

Lampiran 22. Analisis Hasil Angket Penelitian Siklus II. ... 179

Lampiran 23. Kriteria Penilaian. ... 180

Lampiran 24. Perhitungan Hasil Posttest I. ... 182

Lampiran 25. Perhitungan Hasil posttest II. ... 185

Lampiran 26. Lembar Wawancara Siswa (Prapenelitian). ... 188

Lampirab 27. Lembara Wawancara Guru (Prapenelitian). ... 189

Lampiran 28. ANATEST. ... 200

Lampiran 29. Surat Bimbingan Skripsi. ... 208


(15)

Lampiran 32. Surat Keterangan Penelitian. ... 211 Lampiran 33. Lembar Uji Referensi. ... 212


(16)

1

Perkembangan teknologi yang terus maju dan ditemukannya teori-teori baru serta alat-alat canggih untuk mengatasi tantangan zaman, tidak lepas dari perkembangan ilmu pengertahuan. Dan wadah berkembangnya pengetahuan adalah dunia pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan menjadi suatu hal yang penting untuk dikembangkan. Pendidikan pada hakikatnya harus mampu menyediakan lingkungan yang memungkinkan setiap peserta didik untuk mengembangkan bakat, minat, dan kemampuannya secara optimal dan utuh (mencakup matra kognitif, afektif, dan psikomotor).

Islam telah mewajibkan bagi setiap pengikutnya untuk menuntut ilmu seperti yang disampaikan oleh Rasulullah Muhammad SAW:

ﺖﺍﻤﻠﺴﻤﻠﺍﻭﻦﻴﻤﻠﺴﻤ ﻰﻠ ﺔﻀﺮﻔﻢﻠ ﻠﺇﺐﻠﻂ

”Menuntut ilmu merupakan kewajiban atas setiap orang muslim

laki-laki maupun muslim perempuan.” (HR. Abdul Bar)

Adapun tujuan dari pendidikan nasional adalah untuk membangun bangsa dan negara Indonesia menjadi lebih baik sebagaimana yang tertulis dalam UU pendidikan no. 20 tahun 2003 Bab II pasal 3 yang berbunyi:1

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

1

Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Th. 2003. SISDIKNAS ( Sistem Pendidikan Nasional). (Bandung :Fokus Media, 2006). Hal. 5.


(17)

Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tujuan utama yang ingin dicapai pada mata pelajaran Kimia di SMA/MA yaitu pada kurikulum 2004 adalah:2

1. Menyadari keteraturan dan keindahan alam untuk mengagungkan

kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.

2. Memupuk sikap ilmiah yang mencakup: sikap jujur dan obyektif

terhadap data; sikap terbuka, yaitu bersedia menerima pendapat orang lain serta mau mengubah pandangannya, jika ada bukti bahwa pandangannya tidak benar; ulet dan tidak cepat putus asa; kritis terhadap pernyataan ilmiah, yaitu tidak mudah percaya tanpa ada dukungan hasil observasi empiris; dan dapat bekerjasama dengan orang lain.

3. Memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah

melalui percobaan atau eksperimen, dimana siswa melakukan pengujian hipotesis dengan merancang eksperimen melalui pemasangan instrumen, pengambilan, pengolahan dan interpretasi data, serta mengkomunikasikan hasil eksperimen secara lisan dan tertulis.

4. Meningkatkan kesadaran tentang aplikasi sains yang dapat

bermanfaat dan juga merugikan bagi individu, masyarakat, dan

lingkungan serta menyadari pentingnya mengelola dan

melestarikan lingkungan demi kesejahteraan masyarakat.

5. Memahami konsep-konsep kimia dan saling keterkaitannya dan

penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi.

6. Membentuk sikap yang positif terhadap kimia, yaitu merasa

tertarik untuk mempelajari kimia lebih lanjut karena merasakan keindahan dalam keteraturan perilaku alam serta kemampuan kimia dalam menjelaskan berbagai peristiwa alam dan penerapannya dalam teknologi.

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) khususnya Kimia, mempunyai potensi besar dalam menyiapkan sumber daya manusia karena semua kehidupan pada dasarnya adalah hasil reaksi-reaksi kimia. Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang materi yang meliputi susunan, struktur, sifat, dan perubahannya serta energi yang menyertai perubahannya menyertai perubahan materi tersebut.3 Ilmu Kimia juga

2

Departemen Pendidikan Nasional, Kurikulum 2004 Standar Kkompetensi Mata pelajaran Kimia Sekolah Menengah Atas dan Madrasah aliyah . (Jakarta: 2003). Hal. 7-8.

3

Michael Purba. KIMIA 2000 Untuk SMU kelas 1. (Jakarta: Erlangga, 2000). Cet. Ke-1, hal. 3.


(18)

memiliki keterkaitan dengan ilmu biologi, fisika, dan ilmu pengetahuan yang lain.

Sekolah Menengah Atas (SMA/MA) merupakan jenjang pendidikan menengah yang akan dimasuki siswa setelah ia menamatkan tingkat SD dan SMP. Di SMA/MA dipelajari berbagai macam pelajaran yang pastinya lebih tinggi dan lebih sulit pembahasannya dibandingkan dengan konsep pelajaran di tingkat sebelumnya. Terkadang para siswa mengalami banyak kesulitan dalam mengikuti palajaran mereka di tingkat tersebut, tak terkecuali pelajaran kimia.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa kelas X di SMAN 2 Cisauk, peneliti mendapatkan informasi bahwa materi kimia masih dirasa sulit oleh siswa karena banyak mengandung rumus-rumus kimia yang masih terasa asing bagi mereka. Namun meskipun begitu sebagian dari mereka tetap menyukai pelajaran kimia walaupun hasil mereka tidak begitu baik. Cara pengajaran yang dilakukan oleh guru cukup baik walau tidak semua siswa terperhatikan. Saat melakukan observasi kelas peneliti masih melihat separuh siswa tidak memperhatikan pelajaran karena kurangnya pengawasan dari guru.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kimia yang mengajar khusus untuk kelas X di sekolah tersebut di dapat informasi bahwa masih terdapat kesulitan pada siswa dalam memahami pelajaran kimia dan mengerjakan soal-soal kimia khususnya pada pokok bahasan stoikiometri, yakni dalam hal perhitungan karena kurangnya kemampuan analisis dan pemahaman soal yang baik. Rata-rata hasil belajar kimia siswa pada tahun ajaran sebelumnya khususnya pada pokok bahasan stoikiometri masih tergolong rendah yakni 41,80. Hasil tersebut berada pada tingkat paling rendah dibandingkan dengan hasil belajar kimia pada pokok bahasan lainnya. Guru bidang studi tersebut menyarankan agar penelitian yang dilakukan dapat meningkatkan hasil belajar kimia siswa tak terkecuali pada pokok bahasan stoikiometri.


(19)

Stoikiometri merupakan materi dasar dalam kimia yang harus bisa di fahami oleh siswa. Siswa harus mempunyai kemampuan analisa dan matematika yang baik agar dapat menyelesaikan soal-soal perhitungan dengan benar. Dalam stoikiometri terdapat konsep mol yang merupakan materi atau konsep dasar dalam perhitungan kimia itu sendiri sehingga menjadi salah satu materi kimia yang esensial secara umum. Isi materi yang terkandung di dalamnya merupakan aspek kimia yang sifatnya abstrak yang juga membutuhkan pemahaman dan hafalan yaitu hukum-hukum dasar kimia, menghitung volum reaksi dan hasil reaksi, menentukan rumus empiris dan rumus molekul, serta menentukan reaksi pembatas. Materi-materi tersebut harus bisa dijelaskan dengan baik agar siswa mengerti dan menguasai konsep dasar yang akan terus dipergunakan hingga tingkat selanjutnya. Siswa akan mengalami kesulitan dalam mengikuti materi selanjutnya jika materi dasarnya belum berhasil mereka kuasai.

Selain itu, penyelesaian soal-soal stoikiometri juga membutuhkan pemahaman yang tepat, apa yang disajikan dan ditanyakan terkadang cukup membingungkan. Hal ini menyebabkan pelajaran kimia khususnya stoikimometri dianggap sulit oleh siswa sehingga menjadi masalah bagi mereka. Begitupun yang terjadi di sekolah yang hendak dijadikan target penelitian ini. Salah satu pendekatan yang dapat memfasilitasi hal tersebut adalah pendekatan problem solving (pemecahan masalah)

Dalam pemecahan masalah, yang terpenting harus difahami adalah masalah itu sendiri. Menurut John Dewey dalam buku Mulyati Arifin: Masalah adalah suatu yang diragukan atau sesuatu yang belum pasti.4 Individu menyadari masalah bila ia dihadapkan langsung kepada situasi keraguan dan kekaburan sehingga merasakan adanya semacam kesulitan. Dimanapun dan kapanpun seseorang akan bertemu dengan masalah. Sedangkan menurut Wordnet seperti yang dikutip oleh Arief dalam artikelnya “masalah adalah

keadaan kesulitan yang perlu dipecahkan”. Adapun definisi lain dari masalah

4

Mulyati Arifin, Strategi Belajar Mengajar Kimia: Prinsip dan Aplikasinya, (Bandung: UPI, 2000), hal. 95


(20)

yaitu suatu pertanyaan yang diajukan untuk dicarikan penyelesaiannya,

(Webster’s Revised Unabridged Dictionary).

Pembahasan mengenai pemecahan masalah tidak bisa lepas dari tokoh utamanya yaitu G. Polya. Menurut Polya, dalam pemecahan suatu masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan yaitu: (1) memahami masalah, (2) merencanakan pemecahannya, (3) menyelesaikan masalah sesuai dengan rencana, dan (4) memeriksa kembali hasil yang diperoleh. Empat tahap pemecahan masalah dari Polya tersebut merupakan satu kesatuan yang sangat penting untuk dikembangkan.

Pemecahan masalah merupakan tahapan yang paling tinggi karena masalah selalu datang dalam proses pembelajaran dan membutuhkan pemecahan dari berbagai sudut pandang. Siswa tidak akan mampu memecahkan suatu masalah apabila tidak mempunyai banyak konsep, kaidah atau aturan tertentu dari berbagai aspeknya. “The best way for the students to learn science was by giving them challenge problems and forcing their mind, stimulating habituation to think and doing action related to problem

solving.”5

Tahap-tahap pemecahan masalah yang akan peneliti terapkan dalam penelitian adalah 4 tahap pemecahan Polya karena tahap-tahap tersebut dirasa efektif dan efesian untuk diberikan kepada siswa. Dengan 4 tahap pemecahan masalah tersebut siswa dilatih untuk dapat memahami atau menganalisa suatu masalah, kemudian merencanakan suatu pemecahan masalahnya lalu melaksanakan rencana pemecahan masalah atau melakukan perhitungan jika terdapat soal yang memerlukan perhitungan dalam penyelesaiannya. Setelah itu memeriksa atau mengecek kembali hasil pemecahan masalah.

Maka melalui pendekatan problem solving pada pembelajaran kimia diharapkan terjadi peningkatan hasil belajar pada siswa kelas X khususnya pada pokok bahasan stoikiometri. Oleh karena itu, peneliti mengambil judul penelitian:

5

Munir Tanrere, Environmental Problem Solving in Learning Chemistry for High School Students, (Jurnal of Applied Sciences in Environmental Sanitation Volume 3 No.1, 2008), h. 47


(21)

“PENERAPAN PENDEKATAN PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KIMIA SISWA TERHADAP KONSEP MOL DALAM STOIKIOMETRI”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, ada beberapa masalah yang dapat di identifikasi.

1. Siswa masih merasa kesulitan dalam mempelajari ilmu kimia khususnya dalam hal perhitungan kimia.

2. Rendahnya kemampuan siswa dalam menganalisa soal sehingga siswa sulit untuk memecahkan masalah yang diberikan oleh soal.

3. Rendahnya rata-rata hasil belajar siswa khususnya pada pokok bahasan stoikiometri.

C. Pembatasan Masalah

Dari uraian identifikasi masalah yang telah disebutkan, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda sebagai berikut:

1. Penelitian dilakukan pada siswa kelas X-3 SMAN 2 Cisauk semester 2 tahun ajaran 2009/2010.

2. Pokok bahasan yang diambil adalah stoikiometri karena pada pokok bahasan inilah siswa banyak mengalami permasalahan.

3. Pendekatan problem solving yang dimaksud adalah bagaimana siswa berpikir cara memecahkan masalah pada soal-soal perhitungan kimia dengan baik sehingga siswa tidak lagi merasa kesulitan dan mendapatkan hasil yang memuaskan.

4. Bahasan stoikiometri yang diambil adalah penggunaan konsep mol dalam mengkonversi jumlah mol ke dalam jumlah partikel, massa, dan volum zat, serta menentukan rumus empiris, rumus molekul, dan reaksi pembatas.


(22)

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

“Bagaimana penerapan pendekatan problem solving dalam meningkatkan hasil belajar kimia siswa terhadap konsep mol dalam stoikiometri di kelas X SMAN 2 Cisauk?”

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terlibat baik guru, siswa, peneliti, maupun peneliti lain.

1. Manfaat bagi siswa

Melatih siswa agar lebih aktif dalam belajar, antusias, dan mampu menghubungkan antar konsep dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi sehingga masalah dapat terselesaikan dengan baik, bukan hanya dalam pelajaran di sekolah saja, namun juga dalam kehidupan sehari-hari. 2. Manfaat bagi guru

Sebagai bahan pertimbangan bagi guru dan calon guru yang lain untuk bisa menggunakan pendekatan-pendekatan lain dalam pembelajaran serta mengembangkan metode-metode pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa untuk kemudian diterapkan di sekolah agar tercapai hasil yang diharapkan.

3. Manfaat bagi sekolah

Dapat memberikan sumbangan dalam rangka perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan, khusunya mata pelajaran kimia.

4. Manfaat bagi peneliti.

Peneliti akan mengetahui bagaimana efektivitas pendekatan problem solving dalam meningkatkan hasil belajar kimia siswa terhadap konsep mol dalam stoikiometri pada kelas X di SMAN 2 Cisauk. Selain itu sebagai bahan informasi dan masukan bagi peneliti selanjutnya yang akan mengkaji masalah yang relevan dengan penelitian ini.


(23)

8

1. Pendekatan Problem Solving

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, didalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).

Pendekatan pemecahan masalah (problem solving approach) dalam dunia pendidikan dikenalkan pertama kali oleh John Dewey. Menurut John Dewey: Masalah adalah suatu yang diragukan atau sesuatu yang belum pasti.1 Teori ini timbul karena kurikulum pembelajaran dibuat sedemikian rupa yang tujuan sebenarnya adalah untuk memecahkan masalah yang ada

dan berkaitan dengan “keperluan serta interest” yang berkembang pada suatu waktu tertentu. Menurut pendapatnya masalah yang perlu dikemukakan memiliki dua kriteria, yaitu:2

1) Masalah yang dipelajari harus sesuatu yang penting untuk masyarakat dan perkembangan kebudayaan.

2) Masalah yang dipelajari adalah sesuatu yang penting dan relevan dengan permasalahan yang dihadapi siswa.

Problem solving adalah belajar memecahkan masalah. Pada tingkat ini para anak didik belajar merumuskan memecahkan masalah,

1

Mulyati Arifin, Strategi Belajar Mengajar Kimia: Prinsip dan Aplikasinya, (Bandung: UPI, 2000), h. 96

2

Mulyati Arifin, Strategi Belajar Mengajar Kimia: Prinsip dan Aplikasinya, (Bandung: UPI, 2000), h. 96


(24)

memberikan respons terhadap rangsangan yang menggambarkan atau membangkitkan situasi problematik, yang menggunakan berbagai kaidah yang telah dikuasainya. Menurut Jhon Dewey, individu menyadari masalah bila ia dihadapkan kepada situasi keraguan dan kekaburan sehingga merasakan adanya semacam kesulitan.3 Pada saat itulah individu belajar memecahkan masalah.

Problem solving is generally regarded as the most important cognitive activity in everyday and professional contexts. Most people are required to and rewarded for solving problems. Gagne

believed that, “the central point of education is to teach people to think, to use their rational powers, to become better problems solvers”.4

Dari pernyataan di atas dapat diartikan bahwa pemecahan masalah secara umum adalah aktivitas kognitif yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari dan dalam konteks profesional. Konteks profesional disini adalah konteks pada masing-masing bidang keahlian. Semua manusia dalam kehidupannya dituntut untuk bisa memecahkan masalah yang ditemui dalam kehidupannya. Begitu juga seorang siswa yang dituntut untuk bisa memecahkan masalah-masalah yang terkait dengan pelajarannya. Dalam hal ini, Gagne percaya bahwa tujuan utama dari pendidikan adalah bagaimana mengajarkan siswa untuk berpikir, untuk menggunakan kekuatan akal mereka, untuk dapat memecahkan masalah dengan baik.

Krulick and Rudnick (1980) also define problem solving as “ the

means by which an individual uses previously acquired knowledge, skills, and understanding to satisfy the demands of unfamiliar situation. The student must synthesize what he or she has learned and apply it to a new and different situation.5

3

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006, cetakan ke-3), h. 18

4

David H. Jonassen, Toward Design Theory of Problem Solving, (Paper, ETR&D, Vol. 48, No. 4, 2000), p. 63

5

Jamin Carson, A Problem with Problem Solving: Teaching Thinking Without Teaching Knowledge. (The Mathemathic Educator 2007 Vol. 17, no. 2), h. 7-14.


(25)

Krulick dan Rudnick juga mendefinikan pemecahan masalah dengan memaknai bahwa setiap individu menggunakan pengalaman pengetahuan terdahulu, keterampilan, dan sebuah pembuktian untuk memenuhi permintaan pada situasi yang tidak familiar. Siswa harus memahami apa yang mereka pelajari dan mengaplikasikannya pada situasi yang baru dan berbeda.

Problem solving is usually defined as formulating new answer, going beyond the simple application of previously learned rules to create

a solution.”.6 Problem solving biasanya didefinisikan sebagai formula baru dalam menjawab, berangkat dari aplikasi sederhana dari pembelajaran yang terdahulu untuk menciptakan sebuah solusi. Pendekatan problem solving menekankan agar pembelajaran memberikan kemampuan bagaimana cara memecahkan masalah-masalah secara objektif dan tahu benar apa yang dihadapi.

Pemecahan masalah merupakan tahapan yang paling tinggi karena masalah selalu datang dalam proses pembelajaran dan membutuhkan pemecahan dari berbagai sudut pandang. Siswa tidak akan mampu memecahkan suatu masalah apabila tidak mempunyai banyak konsep, kaidah atau aturan tertentu dari berbagai aspeknya.7 Dalam hal ini masalah yang dihadapi siswa adalah masalah-masalah yang ada pada soal-soal pelajaran yang siswa temui selama proses belajar mengajar berlangsung. Pada saat siswa menghadapi soal yang belum bisa ia pecahkan, pada saat itulah siswa tersebut sedang menghadapi masalah. Dan untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut, ia harus menguasai konsep-konsep dan aturan-aturan yang berhubungan dengan masalah itu.

Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Gagne. Menurut Gagne, pemecahan masalah merupakan kegiatan yang melibatkan

6

Gamze Sezgin Selcuk. The Effects of Problem Solving Intstruction of Physics

Achievement, Problem Solving Performance and Strategi Use.(Jurnal of physics education vol. 2 no.3. September 2008)

7


(26)

pembentukan aturan-aturan tingkat tinggi.8 Aturan-aturan tingkat tinggi tersebut digambarkan oleh Gagne sebagai tingkat-tingkat kompleksitas dalam keterampilan intelektual.

Gambar 2.1 Tingkat Kompleksitas keterampilan Intelektual (Gagne, 1988)9 1) Aturan-aturan tingkat tinggi, merupakan gabungan yang kompleks

tentang aturan-aturan yang lebih sederhana.

2) Aturan-aturan merupakan prinsip-prinsip yang masih bersifat umum. 3) Konsep-konsep terdefinisi merupakan suatu bentuk khusus dari aturan

yang bertujuan untuk mengelompokkan objek-objek dan kejadian-kejadian dengan kata lain, konsep terdefinisi adalah suatu aturan pengklasifikasian.

8

Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar, (Jakarta: Erlangga, 1996), h. 136 9

Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar, (Jakarta: Erlangga, 1996), h. 136

PEMECAHAN MASALAH

ATURAN-ATURAN TINGKAT TINGGI

DISKRIMINASI-DISKRIMINASI melibatkan pembentukan

KONSEP-KONSEP KONKRIT KONSEP-KONSEP TERDEFINISI

ATURAN-ATURAN


(27)

4) Diskriminasi-diskriminasi merupakan suatu kemampuan untuk mengadakan respons yang berbeda terhadap stimulus yang berbeda. Dengan demikian, siswa dalam memecahkan suatu masalah harus memiliki prasyarat-prasyarat sebagaimana yang disebutkan pada gambar 2.1. Selain itu siswa harus mampu mengidentifikasi masalah tersebut, yaitu apa masalahnya, dari mana masalah itu, bagaimana memecahkan masalah itu, dan untuk apa masalah itu dipecahkan.

a) Tahapan-tahapan dalam Pemecahan Masalah

Dalam Jurnal of physics education vol. 2 no.3. September 2008

10

, dinyatakan bahwa dasar dari pemecahan masalah adalah sebuah proses yang sistematis. Setiap tahap adalah hasil dari tahap yang sebelumnya dan berlanjut hingga tahap berikutnya. Metode yang terkenal adalah pemecahan masalah dalam pengajaran yang mengunakan model bertahap. Pembahasan mengenai pemecahan masalah ini tidak bisa lepas dari tokoh utamanya yaitu G. Polya. Pemikiran Polya mengenai pemecahan masalah terdiri dari 4 tahap, yakni:

(1) Memahami masalah.

Contoh tindakan yang kita lakukan adalah seperti “apa yang kita

lihat?” atau “informasi apa yang diberikan dari suatu

permasalahan tersebut?”

(2) Merencanakan pemecahan masalah.

“Apa saja cara penyelesaian yang saya tau?”

(3) Menerapkan rencana pemecahan masalah. (4) Memeriksa kembali hasil pemecahan masalah.

10

Gamze Sezgin Selcuk. The Effects of Problem Solving Intstruction of Physics Achievement, Problem Solving Performance and Strategi Use.(Jurnal of physics education vol. 2 no.3. September 2008)


(28)

Dalam buku Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain yang

berjudul Strategi Belajar Mengajar, langkah-langkah dalam memecahkan masalah adalah sebagai berikut:11

1) Merumuskan dan menegaskan masalah

Individu melokalisasi letak sumber kesulitan untuk memungkinkan mencari jalan pemecahannya. Ia menandai aspek mana yang mungkin dipecahkan menggunakan prinsip atau dalil serta kaidah yang diketahuinya.

2) Mencari fakta pendukung dan merumuskan hipotesis.

Individu menghimpun berbagai informasi yang relevan termasuk pengalaman orang lain dalam menghadapi pemecahan masalah yang serupa. Kemudian mengidentifikasi berbagai alternatif kemungkinan pemecahannya yang dapat dirumuskan sebagai pertanyaan jawaban sementara yang memerlukan pembuktian (hipotesis)

3) Mengevaluasi alternatif pemecahan yang dikembangkan.

Setiap alternatif pemecahan masalah ditimbang dari segi untung ruginya. Selanjutnya dilakukan pengambilan keputusan memilih alternatif yang dipandang paling mungkin dan menguntungkan.

4) Mengadakan pengujian atau verifikasi.

Mengadakan pengujian atau verifikasi secara eksperimental alternatif pemecahan yang dipilih, dipraktikan, atau dilaksanakan. Dari hasil pelaksanaan itu diperoleh informasi untuk membuktikan benar atau tidaknya yang telah dirumuskan.

Sedangkan dalam buku Strategi Belajar Mengajar Kimia karangan Mulyati Arifin, dituliskan bahwa langkah-langkah dalam memecahkan masalah adalah sama halnya dengan memecahkan masalah dalam penelitian, untuk memecahkan masalah tertentu

11

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006, cetakan ke-3), h. 18


(29)

seseorang perlu menggunakan tahap seperti yang dilakukan peneliti yaitu melewati 6 tahap seperti yang tertera pada tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1 Tahapan Penelitian dan Pemecahan Masalah12

Tahapan Penelitian Tahapan Pemecahan Masalah

1. Perumusan masalah. 2. Membuat hipotesis. 3. Studi pustaka.

4. Melakukan penelitian untuk mendapatkan data.

5. Menganalisis data. 6 Kesimpulan.

1.Apa yang ditanyakan.

2.Menuliskan alternatif cara menjawab. 3.Mencari teori, rumus-rumus aturan

yang berkaitan dengan yang ditanyakan.

4.Menganalisa soal untuk mendapat data yang diketahui.

5.Menjelaskan soal berdasarkan data. 6.Menyimpulkan jawaban.

Namun tahapan-tahapan pemecahan masalah di sekolah oleh pelajar dalam hal ini yang dimaksud adalah pemecahan soal. Menurut Melters tahap-tahap pemecahan masalah tersebut adalah:

1) Tahap analisis masalah untuk mendapatkan rumusan masalah dan menyimpulkan data yang ada.

2) Tahap perencanaan pemecahan masalah. Dari data-data yang ada, siswa mencoba merencanakan suatu pemecahan masalah dengan tahapan sebagai berikut:

a) Memecahkan rumus standar b) Meneliti hubungan antar konsep.

c) Membuat transformasi atau membuat suatu pengubahan bentuk yang dapat mendukung proses pemecahan masalah.

3) Tahap melakukan perhitungan. 4) Tahap pengecekan.

12

Mulyati Arifin, Strategi Belajar Mengajar Kimia: Prinsip dan Aplikasinya, (Bandung: UPI, 2000), h.97.


(30)

b) Langkah-langkah Penerapan Pembelajaran Problem Solving

Terdapat beberapa saran dan tips yang mungkin berguna bagi guru mengimplementasi pembelajaran problem solving. Untuk melengkapi tips-tips dalam melakukan fasilitasi pembelajaran, di bawah ini disajikan beberapa daftar mengenai saran atau tips dalam pembelajaran pemecahan masalah.

Nancy Plooster tahun 1997 yang peneliti ambil dari catatan Sumardyono, M.Pd. menulis “Teaching Tips for TAs: 10 Suggestions for Teaching Problem Solving” yang berisi saran-saran dalam pembelajaran problem solving. Berikut ini saran-saran yang berguna tersebut:13

1) Cobalah untuk memulai setiap bagian pelajaran dengan mengutarakan sebuah masalah dan menjelaskan mengapa masalah tersebut menarik dan penting.

2) Dari pada menyuruh siswa menghafalkan rumus, lebih baik ajari mereka bagaimana menurunkan rumus tersebut dan mengidentifikasi bagian-bagiannya.

3) Cobalah melakukan pendekatan langkah demi langkah untuk menyelesaikan masalah. Tanyakan beberapa pertanyaan sepanjang kegiatan agar siswa dapatmemahami bagaimana solusi diperoleh, dan dapat menghadapi pertanyaan yang serupa dengan strategi yang sama.

4) Giatkan siswa untuk membayangkan atau memikirkan cara menyelesaikan masalah sebelum kita bersama-sama siswa menyelesaikan masalah. Hal ini untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan siswa secara aktif.

13

Sumardyono, M.Pd, Beberapa Saran dan Tips dalam Penerapan pembelajaran Problem Solving. http://p4tkmatematika.org/file/problemsolving/TipsPenerapanProblemSolving-smd.pdf.


(31)

5) Saat bertanya kepada siswa, cobalah meminta siswa untuk mengusulkan apa yang harus dilakukan, bukan menanyakan hasil akhir/jawaban masalah.

6) Aktif meminta pertanyaan dari kelas dan menghindari untuk menjawabnya secara langsung. Pastikan setiap siswa mendengar dan memahami pertanyaanpertanyaan tersebut dan kemudian mulailah bekerja menyelesaikannya secara bersama-sama.

7) Cobalah sedini mungkin menggiatkan siswa untuk berbicara, agar mereka secara bertahap aktif untuk berpartisipasi dalam kelas. 8) Cobalah untuk menyelesaikan masalah dengan cara berbeda-beda.

Hal ini dapat membantu siswa memahami cara terbaik menyelesaikan masalah tersebut, dan mungkin dapat mencegah kesalahan. Teknik ini juga menarik perhatian/attensi siswa karena mereka ingin melihat apakah cara-cara tersebut berakhir pada jawaban yang sama.

9) Bantulah siswa belajar merumuskan masalah sekeras upaya kita membantu mereka menemukan jawabannya, dan giatkan mereka mengemukakan pertanyaan-pertanyaan untuk mereka sendiri. 10)Sebelum bergerak ke konsep yang baru, cobalah bertanya kepada

siswa dengan pertanyaan yang spesifik tentang masalah yang relevan. Siswa biasanya merespon untuk masalah-masalah yang spesifik.

Dalam buku “What Successful Math Teachers Do, Grade 6-12” (2005) karya Posamentier & Jaye yang masih peneliti ambil dari sumber yang sama, diulas mengenai berbagai tips dalam pembelajaran yang salah satunya pembelajaan problem solving berdasarkan 79 penelitian yang relevan. Berikut ini saran-saran mengenai pembelajaran problem solving.14

14

Sumardyono, M.P. Beberapa Saran dan Tips dalam Penerapan Pembelajaran Problem Solving.


(32)

1) Upayakan agar siswa “berpikir keras” saat berusaha memecahkan masalah.

2) Upayakan agar siswa menulis model penyelesaian saat belajar memecahkan masalah.

3) Giatkan siswa untuk membuat gambaran mental saat menerapkan aturan untuk memecahkan masalah.

4) Berikan petunjuk atau pertanyaan yang mengarah saat siswa membutuhkan bantuan. Beri bantuan secara bertahap untuk menjaga agar penyelesaian diperoleh siswa secara mandiri.

5) Ajari siswa untuk bertanya pada diri sendiri apa yang mereka pahami dari masalah dan apa yang mereka (harus) lakukan dalam usaha memecahkan masalah tersebut.

6) Tekankan prinsip-prinsip umum yang menjadi dasar penyelesaian suatu masalah.

7) Ujilah pengetahuan siswa dan gunakan informasi tersebut untuk membuat masalah yang menantang sehingga membuat mereka enjoy.

8) Susun pengajaran konsep dan keterampilan matematika dengan menggunakan masalah (problem-centerd or problem-based approach to teaching).

9) Bantu siswa untuk belajar tanpa harus menerapkan pendekatan terpusat guru (teacher-centered approachs). Beri mereka secara hati-hati serangkaian contoh dan masalah untuk dipecahkan.

10)Beri waktu pada siswa untuk menemukan dan menerapkan rencana penyelesaian yang mereka buat.

Dengan adanya tips-tips di atas diharapkan guru yang menerapkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah dapat terlaksana secara baik.


(33)

2. Hakikat Belajar

James O. Wittaker mengemukakan bahwa “belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan dan pengalaman.”15 Belajar atau yang disebut juga dengan learning adalah perubahan yang secara relatif berlangsung lama pada perilaku yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman.16

Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the modification or strengthening of behavior through experiencing). Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan . Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami.17

Belajar adalah proses perubahan dari belum mampu menjadi sudah mampu, terjadi dalam jangka waktu tertentu. Perubahan yang terjadi harus secara relatif menetap (permanen) dan tidak hanya terjadi pada perilaku yang saat ini nampak, tetapi perilaku yang mungkin terjadi di masa mendatang. Oleh karena itu, perubahan-perubahan terjadi karena pengalaman.18 Menurut Gagne (1984), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisma berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.19

Dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan sebuah perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu usaha dari hasil latihan dan pengalaman. Oleh sebab itu, belajar merupakan proses perubahan dari tidak tahu menjadi tidak tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti dan dari tidak paham menjadi paham.

15

Muhibbin Syah. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. (Bandung: Rosda Karya. 2005). Cet. Ke-11, hal. 104

16

Zikri Neni Iska. Diktat Psikologi Umum. Hal.65 17

Oemar Hamalik. Proses Belajar Mengajar. (Jakarta: PT Bumi aksara.2005). cet. Ke-4 h. 27

18

Zikri Neni Iska. Diktat Psikologi Umum. Hal.65 19


(34)

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.20 Faktor internal meliputi kematangan atau pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi dan faktor pribadi. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar diri siswa itu sendiri atau disebut juga sebagai faktor sosial. Faktor ini meliputi lingkungan keluarga, guru dan cara mengajar, alat-alat yang digunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang ada, serta motivasi sosial.

Menurut Muhibbin Syah, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa selain faktor internal dan faktor eksternal adalah faktor pendekatan belajar.21 Faktor pendekatan belajar yaitu jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.

Keinginan belajar untuk setiap orang berbeda bergantung pada ada atau tidaknya dorongan pada diri setiap individu. Jadi, antara faktor internal dengan faktor eksternal, faktor yang paling berperan adalah faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri. Bagaimanapun kuatnya dorongan dari luar seperti dukungan keluarga, teman, guru, dan pihak-pihak lain jika dalam diri siswa tersebut tidak ada motivasi, maka faktor eksternal tersebut tidak akan berpengaruh.

Seperti dalam berlatih mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru, jika siswa tidak ada semangat untuk mengerjakan soal tersebut, maka ia tidak akan mengerjakan. Namun pada hakikatnya, pendirian atau motivasi dalam diri seseorang itu dapat berubah dari tidak ada menjadi ada, dari tidak semangat menjadi semangat, atau dari tidak adanya keoptimisan menjadi optimis. Faktor eksternal tersebut bisa menjadi stimulus tumbuhnya motivasi dalam diri.

20

M. Ngalim Purwanto. Psikologi Pendidikan. (Bandung: Remaja Rosdakarya. 2004). h. 102-105

21

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT.Logos Wacana Ilmu, 2001), cet.ke-3, h.130


(35)

3. Hakikat Hasil Belajar

Hasil belajar pada hakikatnya adalah perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktivitas belajar. Hasil belajar sebagaimana yang dituliskan dalam kamus besar Bahasa

Indonesia Kontemporer, yaitu “peningkatan penguasaan pengetahuan keterampilan terhadap mata pelajaran.”22

Hasil belajar merupakan produk dari suatu proses belajar yang dapat dilihat dari perubahan kondisi pribadi pelaku pembelajar dari yang semula tidak tahu menjadi tahu. Indikator hasil belajar merupakan target pencapaian kompetensi secara operasional dari kompetensi dasar dan standar kompetensi. Ada tiga ranah hasil belajar yang harus dinilai untuk mengetahui seberapa besar pencapaian kompetensi tersebut, yakni hasil belajar pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.23

Menurut Ralph Tyler, evaluasi hasil belajar merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai. Jika belum, bagian

mana yang belum dan apa sebabnya.”24

Definisi yang lebih luas dikemukakan oleh dua orang ahli lain, yakni Cronbach dan Stufflebeam.

Tambahan definisi tersebut adalah bahwa “proses bukan sekedar

mengukur sejauh mana tujuan tercapai, tetapi digunakan untuk membuat

keputusan.”25

Hasil pengalaman yang didapat dari usaha seseorang dalam belajar dapat menyebabkan perubahan tingkah laku yang diperoleh setelah proses belajar. Menurut Benyamin Bloom, hasil belajar meliputi 3 ranah, yakni ranah kognitf (pemahaman), ranah afektif (sikap), dan ranah psikomotoris

22

Peter Salim dan Yeni Salim. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. (Jakarta: Modern English. 1991). H. 359

23

Oemar Hamalik. Proses Belajar Mengajar. (Jakarta: PT Bumi aksara.2005). cet. Ke-4 h. 27

24

Suharsimi Arikunto. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara.2001). Cet ke-2. h.3

25

Suharsimi Arikunto. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara.2001). Cet ke-2.h. 3


(36)

(keterampilan).26 Ketiga ranah tersebut merupakan suatu objek penilaian hasil belajar dan diantara ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai karena berkaitan dengan kemampuan siswa alam menguasai bahan pelajaran. Indikator hasil belajar merupakan target pencapaian kompetensi secara operasional dar kompetensi dasar dan standar kompetensi.

Ada 3 aspek kompetensi yang harus dinilai untuk mengetahui seberapa besar pencapaian kompetensi tersebut, yakni penilaian terhadap: a. Penguasaan materi akademik (kognitif).

Hasil belajar pada ranah kognitif meliputi kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip yang telah dipelajari, dan kemampuan-kemampuan intelektual lainnya. Kemampuan-kemampuan intelektual tersebut dikategorikan oleh Bloom dkk, menjadi enam jenjang kemampuan. Enam jenjang tersebut adalah:27 1) Hafalan (C1).

Jenjang hafalan (ingatan) meliputi kemampuan menyatakan kembali fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang telah dipelajarinya.

2) Pemahaman (C2).

Jenjang pemahaman meliputi kemampuan menangkap arti dari informasi yang diterima, seperti menafsirkan bagan, atau grafik, menerjemahkan suatu pernyataan verbal ke dalam rumusan matematis atau sebaliknya, serta mengungkapkan suatu konsep atau prinsip dengan kata-kata sendiri.

3) Penerapan (C3).

Jenjang penerapan meliputi kemampuan menggunakan prinsip, aturan, metode yang dipelajari pada situasi baru atau pada situasi konkrit.

26

Nana sudjana. Penilaian Hasil Proses Belajar. (Bandung: remaja Rosda Karya. 1995), h. 22

27

Ahmad Sofyan, dkk., Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi , (Jakarta: UIN Press, 2006), h. 13-17


(37)

4) Analisis (C4).

Jenjang analisis meliputi kemampuan menguraikan suatu informasi yang dihadapi menjadi komponen-komponennya sehingga struktur informasi serta hubungan antar komponen informasi tersebut menjadi jelas

5) Sintesis (C5).

Jenjang sintesis meliputi kemampuan untuk mengintegrasikan bagian-bagian yang terpisah-pisah menjadi suatu keseluruhan yang terpadu. Termasuk ke dalamnya kemampuan merencanakan eksperimen, menyusun karangan (laporan praktikum, artikel, rangkuman), menyusun cara baru untuk mengklasifikasikan objek-objek, peristiwa, dan informasi lainnya.

6) Evaluasi (C6).

Jenjang evaluasi meliputi kemampuan untuk mempertimbangkan nilai suatu pernyataan, uraian, pekerjaan, berdasarkan kriteria tertentu yang ditetapkan.

b. Hasil belajar yang bersifat normatif (afektif).

Hasil belajar proses berkaitan dengan sikap dan nilai, berorientasi pada penguasaan dan pemilikan kecakapan proses atau metode. Ciri-ciri hasil belajar ini akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku, seperti: perhatian terhadap pelajaran, kedisiplinan, motivasi belajar, rasa hormat kepada guru, dan sebagainya. Hasil belajar afektif juga termasuk watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, atau nilai. Ranah afektif ini dirinci oleh Krathwohl dkk. menjadi lima jenjang, yakni:28

1) Perhatian/penerimaan (receiving) 2) Tanggapan (responding)

3) Penilaian/penghargaan (valuing) 4) Pengorganisasian (organizing)

28

Ahmad Sofyan, dkk., Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi , (Jakarta: UIN Press, 2006), hal. 7


(38)

5) Karakterisasi terhadap suatu atau beberapa nilai (characterization by a value or vale complex).

c. Hasil belajar aplikatif produktif (psikomotor).

Hasil belajar ini merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar psikomotor merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan afektif, hasil belajar ini akan tampak setelah siswa menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung pada kedua ranah tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Klasifikasi hasil belajar psikomotor yang erat kaitannya dengan ilmu sains (kimia) dalam kegiatan laboratorium ialah klasifikasi menurut Trowbidge, diantaranya yaitu:29

1) Moving (bergerak).

Kategori ini merujuk pada sejumlah gerakan tubuh yang melibatkan koordinasi gerakan-gerakan fisik. Kata kerja operasional yang dapat digunakan adalah membawa, membersihkan, menempatkan atau menyimpan.

2) Manipulating (memanipulasi)

Kategori ini merujuk pada aktivitas yang mencakup pola-pola yang terkoordinasi dari gerakan-gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh, misalnya tangan-jari, tangan-mata. Kata kerja operasional yang dapat digunakan adalah merangkai, menimbang, mengaduk, mencampurkan.

3) Communicating (berkomunikasi).

Kategori ini merujuk pada pengertian aktivitas yang menyajikan gagasan dan perasaan untuk diketahui oleh orang lain.

4) Creating (menciptakan).

Kategori ini merujuk pada proses dari hasil gagasan-gagasan baru.

29

Ahmad Sofyan, dkk., Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi , (Jakarta: UIN Press, 2006), h. 23-24


(39)

Dapat dikatakan bahwa hasil belajar adalah setiap macam kegiatan belajar yang menghasilkan suatu perubahan yang khas. Hasil belajar tampak dalam suatu prestasi yang ditunjukkan oleh siswa yang dapat menentukan berhasil atau tidaknya suatu proses pembelajaran. Hasil belajar itu sendiri dapat diketahui dari proses penilaian baik secara penilaian secara kualitatif maupun penilaian secara kuantitatif.

4. Hakikat Ilmu Kimia

Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang materi yang meliputi susunan, struktur, sifat, dan perubahannya serta energi yang menyertai perubahannya.30 Ilmu kimia tidak hanya mempelajari sifat zat tetapi berusaha mencari prinsip yang mengatur sifat-sifat materi tersebut serta merumuskan teori untuk menerangkan mengapa hal itu terjadi.

a. Karakterisrik Ilmu Kimia

Kesulitan mempelajari ilmu kimia oleh para siswa terkait dengan ciri-ciri ilmu kimia itu sendiri yaitu:

1) Sebagian besar ilmu kimia bersifat abstrak.

Atom, molekul, dan ion merupakan materi dasar kimia yang tidak nampak, yang menuntut siswa dan mahasiswa membayangkan keberadaan materi tersebut tanpa pernah menemui, melihat, atau mengalaminya secara langsung. Karena atom merupakan pusat kegiatan kimia, maka walaupun kita tidak melihat atom secara langsung, tetapi dalam angan-angan kita dapat membentuk suatu gambar untuk mewakili sebuah atom, misalnya sebuah atom oksigen kita gambarkan sebagai bulatan.

2) Ilmu kimia merupakan penyederhanaan dari yang sebenarnya. Kebanyakan objek yang ada di dunia ini merupakan campuran zat-zat kimia yang kompleks dan rumit. Agar segala

30

Michael Purba. KIMIA 2000 Untuk SMU kelas 1. (Jakarta: Erlangga, 2000). Cet. Ke-1, h. 3


(40)

sesuatunya mudah dipelajari, maka pelajaran kimia dimulai dari gambaran yang disederhanakan, di mana zat-zat yang dianggap murni atau hanya mengandung dua atau tiga zat saja. Dalam penyederhanaannya diperlukan pemikiran dan pendekatan tertentu agar siswa atau mahasiswa tidak mengalami salah konsep dalam menerima materi yang diajarkan tersebut.

3) Sifat ilmu kimia berurutan dan berkembang dengan cepat.

Sering kali topik-topik ilmu kimia harus dipelajari dengan urutan tertentu. Misalnya kita tidak dapat menggabungkan atom-atom untuk membentuk molekul jika atom-atom dan karakteristiknya tidak dipelajari terlebih dahulu. Disamping itu, perkembangan ilmu kimia itu sangat cepat, seperti pada bidang biokimia yang menyelidiki tentang rekayasa genetika, kloning, dan sebagainya. Hal ini menuntut kita semua untuk lebih cepat tanggap dan selektif dalam menerima semua kemajuan tersebut.

4) Ilmu kimia tidak hanya sekedar memecahkan soal-soal.

Memecahkan soal-soal yang terdiri dari angka-angka (soal-soal numerik) merupakan bagian yang penting dalam mempelajari kimia. Namun, kita juga harus mempelajari deskripsi seperti fakta kimia, aturan-aturan kimia, peristilahan kimia, dan lain-lain. 5) Bahan/materi yang dipelajari dalam ilmu kimia sangat banyak.

Dengan banyaknya bahan yang harus dipelajari , siswa ataupun mahasiswa dituntut untuk dapat merencanakan belajarnya dengan baik, sehingga waktu yang tersedia dapat digunakan seefisien mungkin.

Menurut Arifin dalam artikelnya, kesulitan siswa dalam mempelajari ilmu kimia dapat bersumber pada:

1) Kesulitan dalam memahami istilah.

Kesulitan ini timbul karena kebanyakan siswa hanya hafal akan istilah dan tidak memahami dengan benar maksud dari istilah yang sering digunakan dalam pengajaran kimia.


(41)

2) Kesulitan dalam memahami konsep kimia.

Kebanyakan konsep-konsep dalam ilmu kimia maupun materi kimia secara keseluruhan merupakan konsep atau materi yang bersifat abstrak dan kompleks, sehingga siswa dituntut untuk memahami konsep-konsep tersebut dengan benar dan mendalam. 3) Kesulitan angka.

Dalam pengajaran kimia, kita tidak terlepas dari perhitungan matematis, dimana siswa dituntut untuk terampil dalam rumusan/ operasi matematis. Namun sering dijumpai siswa kurang memahami rumusan tersebut. Hal ini disebabkan karena siswa tidak mengetahui dasar-dasar matematika dengan baik, siswa tidak hafal rumusan matematika yang banyak digunakan dalam perhitungan-perhitungan kimia, sehingga siswa tidak terampil dalam menggunakan operasi-operasi dasar matematika.

b. Deskripsi teori tentang stoikiometri dan konsep mol

Istilah stoikiometri berasal dar bahasa Yunani, yaitu dari kata

stoicheion” yang berarti unsur dan “metron” yang berarti mengukur.31 Dasar dari semua hitungan stoikiometri adalah pengetahuan tentang massa atom dan massa molekul. Pengetahuan stoikiometri sangat penting dalam merencanakan suatu eksperimen maupun dalam industri, dimana kita dapat mencampurkan zat pereaksi dalam jumlah yang sesuai serta dapat memperkirakan jumlah produknya. Pembahasan stoikiometri meliputi; penentuan rumus kimia, penetapan massa atom dan massa molekul relatif; konsep mol; dan hubungan kuantitatif antar zat dalam reaksi.

Massa atom relatif adalah perbandingan massa 1 atom unsur dengan suatu perbandingan tetap. Massa atom relaif dinyatakan dengan lambang Ar.

31

Michael Purba. KIMIA 2000 Untuk SMU kelas 1. (Jakarta: Erlangga, 2000). Cet. Ke-1, h. 64


(42)

Sedang massa molekul relatif yang dinyatakan dengan lambang Mr adalah perbandingan antara massa rata-rata satu molekul unsur atau senyawa terhadap 1/n massa satu atom Xn.

Konsep mol yaitu konsep yang menghubungkan massa zat dengan jumlah pertikel yang terkandung didalamnya. Sedangkan pengertian mol itu sendiri adalah satuan jumlah sama seperti lusin atau gross tetapi jauh lebih besar. Satu mol didefinisikan sebagai jumlah zat yang mengandung partikel zat itu sebanyak atom yang terdapat dalam 12,000 gram atom C-12. Ditentukan bahwa jumlah 1 mol adalah sama dengan bilangan Avogadro yaitu 6,02 x 1023 partikel.

Atom atau molekul terlalu kecil untuk dihitung secara langsung. Oleh karena itu kita harus mengambil satuan jumlah yang lebih besar dari lusin maupun gross. Satuan Internasional (SI) mendefinisikan satuan dasar untuk jumlah zat kimia disebut mol.32

Mol dinyatakan dengan lambang n. Massa 1 mol zat di sebut juga massa molar yang dinyatakan dengan lambang mm atau Mr dengan satuannya adalah gram/mol. Sedang volum 1 mol zat yang berbentuk gas di sebut volum molar gas, diberi lambang Vm. Oleh

karena volum gas sangat dipengaruhi suhu dan tekanan, maka setiap menyatakan volum gas harus diikuti keterangan tentang suhu (T) dan tekanan (P) pengukurannya. Dalam ilmu kimia, kondisi suhu 0 0C dan tekanan 1 atm disebut keadaan standar dan dinyatakan dengan STP (Standar Temperature and Preasure).33 Dan pada keadaan tersebut volume 1 mol zat sebanding dengan 22,4 liter.

Setelah kita mengetahui jumlah mol suatu zat dan perbandingannya dalam suatu senyawa, kita bisa menentukan rumus

32

http://kimia.upi.edu/kimia-old/ht/Sri/main/global2c.htm#Tetapan%20Avogadro 33

Michael Purba. KIMIA 2000 Untuk SMU kelas 1. (Jakarta: Erlangga, 2000). Cet. Ke-1, h. 70


(43)

kimia senyawa tersebut. Rumus kimia menunjukkan jenis atom unsur dan jumlah relatif masing-masing unsur yang terdapat dalam zat. Banyaknya unsur yang terdapat dalam zat ditunjukkan dengan angka indeks. Rumus kimia dapat berupa rumus empiris dan molekul. Rumus empiris adalah rumus yang menyatakan perbandingan terkecil atom-atom dari unsur-unsur yang menyusun senyawa. Sedangkan rumus molekul adalah rumus yang menyatakan jumlah atom-atom dari unsur-unsur yang menyusun satu molekul senyawa.34

Stoikiometri sendiri mencakup reaksi pembatas. Reaksi pembatas adalah reaksi yang mempunyai kemungkinan tersisanya mol salah satu pereaksi. Salah satu pereaksi habis dan pereaksi yang lain bersisa. Pereaksi yang habis akan membatasi hasil reaksi yang didapatkan. Perhatikan gambar berikut:

Gambar 2.2 Pereaksi Pembatas 35

Reaksi di atas memperlihatkan bahwa menurut koefisien reaksi, 1 mol zat X membutuhkan 2 mol zat Y. Gambar di atas menunjukkan bahwa 3 molekul zat X direaksikan dengan 4 molekul zat Y. Setelah reaksi berlangsung, banyaknya molekul zat X yang bereaksi hanya 2 molekul dan 1 molekul yang tersisa, sedangkan 4 molekul zat Y habis bereaksi. Maka zat Y ini disebut pereaksi pembatas.

Hubungan antara jumlah mol dengan jumlah partikel, massa zat, dan volum zat dapat digambarkan sebagai berikut:

34

PUSTEKOM,2005.(http://www.edukasi.net/mol/mo_full.php?moid=101&fname=kb2_ 2.htm)

35

PUSTEKOM,2005.(http://www.edukasi.net/mol/mo_full.php?moid=101&fname=kb2_ 2.htm)


(44)

MOL

(n)

Jumlah volum

Gambar 2.3 .Hubungan jumlah mol dengan jumlah partikel,massa, dan volum zat.

5. Tinjauan Pembelajaran Kimia mengenai Konsep Mol.

a. Standar Kompetensi

2. Mendeskripsikan hukum-hukum dasar kimia dan penerapannya dalam perhitungan kimia (stoikhiometri)

b. Kompetensi Dasar

2.2Membuktikan dan mengkomunikasikan berlakunya hukum-hukum dasar kimia melalui percobaan serta menerapkan konsep mol dalam menyelesaikan perhitungan kimia.

c. Indikator

1) Mengkonversikan jumlah mol dengan jumlah partikel, massa, dan volum zat.

2) Menghitung volum gas ideal dan menghitung volum gas berdasarkan hipotesis avogadro.

3) Menentukan rumus empiris dan rumus molekul.

4) Menentukan rumus air kristal serta kadar zat dalam suatu suatu senyawa.

5) Menentukan pereaksi pembatas dalam suatu reaksi.

6) Menentukan banyak zat pereaksi dan hasil reaksi dalam reaksi.

d. Materi pokok

Perhitungan kimia

X = n x 6,02.1023 m = n x Mr

n = X . 6,02.1023

n = m. Mr


(45)

6. Pendekatan Problem Solving dalam Pembelajaran Kimia

Di dalam pembelajaran kimia banyak materi-materi yang membutuhkan suatu pemecahan masalah, baik yang bersifat eksperimen, perhitungan, maupun yang bersifat teori. Untuk dapat memecahkan masalah tersebut, siswa harus menguasai konsep-konsep yang berhubungan dengan soal yang akan dipecahkan.

Dengan pendekatan problem solving dalam pembelajaran kimia, diharapkan siswa menjadi terlatih untuk bisa memecahkan soal-soal kimia secara sistematis dan mampu mengaitkan konsep yang satu dengan yang lain. Hal ini sesuai dengan tujuan dan fungsi ilmu kimia menurut Depdiknas yaitu, memahami konsep-konsep kimia dan saling keterkaitannya dan juga penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi. Sebagai contoh untuk dapat memecahkan soal molaritas, siswa harus lebih dahulu menguasai konsep mol.

Contoh penerapan pendekatan problem solving dalam stoikiometri: Jika 7 gram batu kapur (CaCO3) direaksikan dengan 500 ml HCl 0,2 M,

tentukan volum CO2 maksimum pada keadaan STP. (Ar Ca= 40, C= 12,

O= 16).

Berdasarkan pendekatan problem solving, maka pemecahan soal di atas dapat dilakukan dengan tahap-tahap berikut:36

1) Tahap analisis

Setelah membaca soal dengan seksama, siswa membuat skema yang menunjukkan gambaran dari yang diketahui dan ditanyakan dalam suatu sistem. Sistem tersebut dilengkapi dengan semua data yang ada dengan satuan yang tepat, masalah yang ditanyakan dan estimasi jawaban. Dalam soal tersebut terdapat beberapa konsep antara lain:

36

Mulyati Arifin, Strategi Belajar Mengajar Kimia: Prinsip dan Aplikasinya, (Bandung: UPI, 2000), h. 100


(46)

(a) Persamaan reaksi. A + B → AB

(b) Mol, yang didefinisikan sebagai jumlah zat yang mengandung sebanyak kesatuan.

dimana, n= jumlah mol m= massa zat

Mr= massa molekul relatif (c) Molaritas, yaitu jumlah mol per liter larutan.

dimana M = molaritas

n = jumlah mol salut

V = volum larutan dalam liter (d) VSTP didefinisikan sebagai jumlah volum pada keadaan standar,

yakni 22,4 L/mol. (e) Data lain:

Massa batu kapur = 7 gram Volum HCl = 500 ml

Massa atom relatif (Ar) Ca= 40, C= 12, O= 16 Yang ditanyakan:

Volum maksimum CO2 pada keadaan STP. Perkiraan mol yang digunakan sebagai perbandingan dalam mencari volum maksimum. CO2 adalah antara mol CaCO3 atau HCl, tergantung zat mana yang menjadi reaksi pembatas.

2) Tahap perencanaan

Pada tahap ini, siswa berpikir ke arah:

(a) Membuat persamaan reaksi dan menyetarakannya.. CaCO3 + 2HCl → CaCl + H2O + CO2

Satuan yang digunakan adalah mol, maka konversikan dahulu CaCO3 jumlah massa menjadi mol, dan HCl dari jumlah volum menjadi mol.


(47)

(b) Menentukan reaksi pembatas dari hasil bagi jumlah mol dengan koefisien masing-masing zat. Zat yang hasil baginya lebih kecil yang menjadi reaksi pembatas.

(c) Menentukan jumlah mol CO2 bergantung pada zat yang menjadi reaksi pembatas.

Mol CO2 = koefisien CO2 x jumlah mol CaCO3 atau HCl Koefisien CaCO3 atau HCl

(d)CO2 = jumlah mol CO2 x V STP

Mencari hubungan dari rumus yang dipilih Yang

ditanyakan Volum Hubungan (rumus)

Yang tak diketahui

V CO2 V CO2= n CO2 x VSTP n CO2

n CO2

n Reaksi pembatas

Jadi, sebelum menentukan volum maksimum CO2, harus ditentukan dahulu zat yang menjadi reaksi pembatas. Dan sebelum menentukan reaksi pembatas, harus ditentukan terlebih dahulu jumlah mol tiap-tiap pereaksi.

3) Tahap perhitungan

(a) Mencari mol CaCO3 = g/ mr = 7g/100 g/mol = 0,07 mol (b) Mencari mol HCl = volum HCl x kemolaran HCl= 0,10 mol (c) Menentukan reaksi pembatas

CaCO3 + 2HCl CaCl + H2O + CO2 Mol awal: 0,07 mol 0,10 mol

Rx pembatas 0,07/ 1 0,10/ 2

Yang menjadi reaksi pembatas adalah HCl (d) MenghitungMol CO2

Mol CO2 = koefisien CO2 x jumlah mol HCl Koefisien HCl

= 1/ 2 x 0,10 mol = 0,05 mol


(48)

(e) Menghitung volum CO2 = jumlah mol CO2 x V STP

= 0,05 mol x 22,4 L/ mol = 1,12 L

4) Tahap pengecekan

Satuan volum gas pada keadaan STP adalah L, jadi hasil akhir yang didapat adalah 1,12 L

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Yahya, mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam, Program Studi Pendidikan Kimia yang mengananlisis dan mengatasi kesulitan belajar kimia siswa pada pokok bahasan stoikiometri. Di dalam penelitiannya, ia mengumpulkan dua hasil temuan yaitu analisis tingkat kesulitan siswa sebelum menggunakan teknik pemecahan Polya dan analisis tingkat kesulitan siswa setelah menggunakan teknik pemecahan masalah Polya.

Berdasarkana data yang diperolehnya, kesulitan siswa sebelum mereka mendapatkan teknik pemecahan Polya pada indikator menentukan reaksi pembatas adalah sebesar 80,7%. Sedangkan setelah siswa mendapatkan teknik pemecahan Polya, tingkat kesulitan siswa pada indikator tersebut menurun menjadi 29,5%. Pada indikator mengkonversi jumlah mol ke dalam jumlah partikel; jumlah massa; dan jumlah volum; sebelum mendapatkan teknik pemecahan Polya, tingkat kesulitan siswa mencapai 79,5%. Sedangkan setelah siswa mendapatkan teknik pemecahan masalah Polya kesu;itan siswa menurun menjadi 33,0%.

Begitupun pada indikator menemukan rumus empiris; rumus molekul; air kristal; dan kadar senyawa, sebelum diberikan teknik pemecahan Polya kesulitan siswa mencapai 54,5% dan setelah diterapkan teknik pemecahan masalah Polya kesulitan siswa menurun menjadi 18,2%. Adapun temuan lain dari penelitian tersebut adalah terdapat 22 siswa yang mendapatkan nilai


(49)

dibawah SKBM yang ditentukan oleh sekolah yakni 60,0. Dan berdasarkan hasil tes siswa setelah diberikan teknik pemecaha Polya di dapat hasil yang signifikan.

Dari hasil penelitian tersebut, dapat dilihat bahwa teknik pemecahan masalah Polya dapat digunakan untuk mengurangi kesulitan siswa dan meningkatkan hasil belajar pada pokok bahasan stoikiometri.37

C. Desain Alternatif Intervensi Tindakan Yang Dipilih

Pembelajaran kimia erat kaitannya dengan proses pemecahan masalah. Hampir semua aspek dalam pembelajaran kimia membutuhkan kemampuan dalam memecahkan masalah, baik yang bersifat praktik maupun teori. Untuk menciptakan siswa-siswa yang dapat memecahkan masalah dengan sistematis, maka diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang memang mendukung akan hal itu. Pendekatan tersebut adalah pendekatan problem solving.

Pendekatan problem solving menekankan agar pembelajaran memberikan kemampuan bagaimana cara memecahkan masalah-masalah secara objektif dan tahu benar apa yang dihadapi. Disadari atau tidak setiap hari kita harus menyelesaikan berbagai masalah. Dalam penyelesaian suatu masalah, kita sering kali dihadapkan pada suatu hal yang pelik dan kadang-kadang pemecahannya tidak dapat diperoleh dengan segera. Tidak bisa dipungkiri masalah yang biasa dihadapai sehari-hari itu tidak selamanya bersifat matematis. Dengan demikian tugas utama guru adalah untuk membantu siswa menyelesaikan berbagai masalah dengan spektrum yang luas yakni membantu mereka untuk dapat memahami makna kata-kata atau istilah yang muncul dalam suatu masalah sehingga kemampuannya dalam memahami konteks masalah bisa terus berkembang.

Guru menghadapi kesulitan dalam mengajarkan bagaimana cara menyelesaiakan masalah dengan baik, di lain pihak siswa menghadapi

37Yahya, Skripsi “

Analisis Kesulitan Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Stoikiometri dengan Menggunakan Tahapan Pemecahan Masalah Polya” (Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)


(50)

kesulitan bagaimana menyelesaikan masalah yang diberikan guru. Berbagai kesulitan ini muncul antara lain karena mencari jawaban dipandang sebagai satu-satunya tujuan yang ingin dicapai. Karena hanya berfokus pada jawaban, anak seringkali salah dalam memilih teknik penyelesaian yang sesuai. Suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya. Jika suatu masalah diberikan kepada seorang anak dan anak itu langsung mengetahui secara sara penyelesaiannya dengan benar maka soal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai masalah.

Menurut G. Polya, dalam pemecahan suatu masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan yaitu: (1) memahami masalah, (2) merencanakan pemecahannya, (3) menyelesaikan masalah sesuai dengan rencana dan (4) memeriksa kembali hasil yang diperoleh. Empat tahap pemecahan malsalah dari Polya tersebut merupakan satu kesatuan yang sangat penting untuk dikembangkan.

Dalam penerapannya, siswa diharapkan dapat memiliki kebiasaan dalam memecahkan setiap permasalahan yang dihadapinya dengan baik dan benar serta mampu menghubungkan antar konsep yang dimiliki.


(51)

36

Penelitian dilaksanakan di SMAN 2 Cisauk, yang berlokasi di jl. Raya LAPAN-Cisauk, Cisauk-Tangerang 15314 pada kelas X-3 semester genap tahun ajaran 2009/2010. Adapun waktu pelaksanaannya yaitu pada tanggal 15 Januari s.d 1 Maret 2010.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar kimia siswa pada pokok bahasan konsep mol dalam stoikhiometri pada kelas X SMAN 2 Cisauk melalui penerapan pendekatan problem solving serta memberikan informasi tambahan kepada pihak sekolah ataupun pihak lain yang terkait dengan penelitian ini.

C. Pihak yang Terkait dalam Penelitian

Pihak yang terkait dalam penelitian ini adalah dua orang guru kimia yang berperan sebagai kolaborator yang mengamati dan mencatat sikap detail aktifitas guru dan siswa di kelas, dan peneliti yang berperan sebagai guru di kelas yang melaksanakan rancangan penelitian tindakan kelas. Selain itu, peneliti juga bertindak sebagai perencana kegiatan bersama-sama dengan observer merancang setiap kegiatan pembelajaran. Peneliti bekerja melakukan pengamatan, merencanakan tindakan, melaksanakan kegiatan, mengumpulkan dan menganalisis data, serta melaporkan hasil penelitian. Sedangkan siswa kelas X-3 SMAN 2 Cisauk berperan sebagai objek dalam penelitian ini.

D. Metode dan Desain Rancangan Siklus Penelitian 1. Metode Penelitian

Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas atau PTK (Classroom Action Reseach). Karena metode


(52)

penelitian ini memiliki peranan yang sangat penting dan strategis untuk meningkatkan mutu pembelajaran apabila diimplementasikan dengan baik dan benar. Diimplementasikan dengan benar artinya pihak yang terlibat dalam PTK yang dalam hal ini adalah guru mencoba dengan sadar mengembangkan kemampuan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam pembelajaran di kelas melalui tindakan bermakna yang diperhitungkan dapat memecahkan masalah atau memperbaiki situasi dan kemudian secara cermat mengamati pelaksanaannya untuk mengukur tingkat keberhasilannya. Diimplementasikan dengan benar artinya sesuai dengan kaidah-kaidah PTK.1

Menurut John Elliot (1991), penelitian tindakan kelas sebagai kajian dari sebuah situasi sosial dengan kemungkinan tindakan untuk memperbaiki kualitas situasi sosial tersebut.2

2. Siklus Penelitian

Gambar 3.1 Riset Aksi Model John Elliot

1

Kunandar. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas. (Jakarta: Rajawali Press. 2008), cet. Ke-1, h. 41

2

Kunandar, Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas. (Jakarta: Rajawali Press. 2008), cet. Ke-1 h. 43


(1)

5 Arief, Artikel: Problem Solving.http://ariefbudi.wordpress.com/2007/04/11/p roblem-solving/ [diakses tanggal 11 April 2007] 6 Depdiknas, Kurikulu 2004 Sta dar……….. hal.

7

7 Lalu Muhammad Fauzi. Artikel: pendekatan problem solving matematika pada kurikulum tingkat

satuan pendidikan (ktsp).

http://ulfiyahanin.blogspot.com/2009/01/pendekatan-problem-solving-matematika.html. (diakses Rabu, 21 Januari 2009).

8 Thoifuri, Menjadi Guru Inisiator, (Semarang: Rasail, 2008), hal. 112.

9 Munir Tanrere, Environmental Problem Solving in Learning Chemistry for High School Students, (Jurnal of Applied Sciences in Environmental Sanitation Volume 3 No.1, 2008), hal. 47.

BAB II

No Sumber

Paraf Dosen pembimbing

I

Dosen pembimbing

II 1

Ahmad Sudrajat. Artikel: Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran..http://akhmadsudrajat.wordpre ss.com/2008/09/12/pengertian-pendekatan-strategi-metode-teknik-taktik-dan-model-pembelajaran/. [Diterbitkan tanggal 12 September 2008]


(2)

2 Mulyati Arifin, Strategi Belajar Mengajar Kimia: Prinsip dan Aplikasinya, (Bandung: UPI, 2000), h. 96

3 Arifin , Startegi belajar…., h. 96.

4 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006, cetakan ke-3), h. 18

5 David H. Jonassen, Toward Design Theory of Problem Solving, (Paper, ETR&D, Vol. 48, No. 4, 2000), p. 63

6 Jamin Carson, A Problem with Problem Solving: Teaching Thinking Without Teaching Knowledge. (The Mathemathic Educator 2007 Vol. 17, no. 2), h. 7-14.

7 Gamze Sezgin Selcuk. The Effects of Problem Solving Intstruction of Physics Achievement, Problem Solving Performance and Strategi Use.(Jurnal of physics education vol. 2 no.3. September 2008)

8 Thoifuri, Menjadi Guru Inisiator, (Semarang: Rasail, 2008), h. 112

9 Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar, (Jakarta: Erlangga, 1996), h. 136

10 Wilis Dahar, teori-teori….., h.136

11 Gamze Sezgin Selcuk. The Effects of Problem Solving Intstruction of Physics Achievement, Problem Solving Performance and Strategi Use.(Jurnal of physics education vol. 2 no.3. September 2008)


(3)

12 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar……. h. 18

13 Arifin , Startegi belajar…., h. 97.

14 Sumardyono, M.Pd, Beberapa Saran dan Tips dalam Penerapan pembelajaran Problem Solving. http://p4tkmatematika.org/file/problemsolving/TipsP enerapanProblemSolving-smd.pdf.

15 Sumardyono, M.Pd, Beberapa Saran dan Tips dalam Penerapan pembelajaran Problem Solving. http://p4tkmatematika.org/file/problemsolving/TipsP enerapanProblemSolving-smd.pdf.

16 Muhibbin Syah. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. (Bandung: Rosda Karya. 2005). Cet. Ke-11, h. 104

17 Oemar Hamalik. Proses Belajar Mengajar. (Jakarta: PT Bumi aksara.2005). cet. Ke-4 h. 27

18 Zikri Neni Iska. Diktat Psikologi Umum. Hal.65 19 Neni Iska, Diktat Psikologi……., h. 65.

20 Ratna Wilis Dahar. Teori-Teori Belajar. (Jakarta: Erlangga, 1996), cet. Ke-2, h. 11

21 M. Ngalim Purwanto. Psikologi Pendidikan. (Bandung: Remaja Rosdakarya. 2004). h. 102-105 22 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta:

PT.Logos Wacana Ilmu, 2001), cet.ke-3, h.130 23 Peter Salim dan Yeni Salim. Kamus Bahasa Indonesia

Kontemporer. (Jakarta: Modern English. 1991). H. 359


(4)

25 Suharsimi Arikunto. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara.2001). Cet ke-2. h.3

26 Arikunto, Dasar-dasar... h. 3

27 Nana sudjana. Penilaian Hasil Proses Belajar. (Bandung: remaja Rosda Karya. 1995), h. 22

28 Ahmad Sofyan, dkk., Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi , (Jakarta: UIN Press, 2006), h. 13-17

29 Sofyan dkk. Evaluasi Pembelejaran…… hal. 7 30 Sofyan dkk. Evaluasi Pembelejaran…… h. 23-24 31 Michael Purba. KIMIA 2000 Untuk SMU kelas 1.

(Jakarta: Erlangga, 2000). Cet. Ke-1, h. 3

32 http://aliciakomputer.wordpress.com/2008/01/10/kar akteristik-ilmu-kimia

33 Michael Purba. KIMIA 2000 Untuk SMU kelas 1. (Jakarta: Erlangga, 2000). Cet. Ke-1, h. 64 34

http://kimia.upi.edu/kimia-old/ht/Sri/main/global2c.htm#Tetapan%20Avogadro 35 Purba. KIMIA 2000 ... , h. 70

36 Purba. KIMIA 2000 ..., h. 97. 37 Purba. KIMIA 2000 ..., h. 94 38 Purba. KIMIA 2000 ..., h. 9 39 Arifin. Strategi Belajar……….. , h. 100

40 Kunandar, Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas sebagai Pengembangan Profesi Guru, (Jakarta: Rajawali Press, 2008), h. 45.

41 Suharsimi Arikunto, dkk., Penelitian Tindkaan Kelas, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h.2-3.


(5)

42 Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h.211-212.

43 Basrowi dan Suwandi. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008), hal. 52-55.

44 Kunandar, Langkah mudah…., h. 45 Kunandar, langkah mudah………h. 68 46 Kunandar, langkah mudah……… h. 69 47 Kunandar, langkah mudah……… h.71-76

BAB III

No Sumber

Paraf Dosen pembimbing

I

Dosen pembimbing

II 1 Kunandar. Langkah Mudah Penelitian Tindakan

Kelas. (Jakarta: Rajawali Press. 2008), cet. Ke-1, h. 41

2 Kunandar, Langkah mudah….., h. 43

3 Suharsimi arikunto, prosedur penelitian suatu pendekatan praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h.157

4 Kunandar, Langkah mudah Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Rajawali Pres, 2008), h.176

5 Suharsimi arikunto, Dasar-dasar evaluasi pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 218 6 Arikunto, dasar-dasar…. .h.65


(6)

BAB IV

No Sumber

Paraf Dosen pembimbing

I

Dosen pembimbing

II

1 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hal. 276

Jakarta, Agustus 2010

Mengesahkan

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Drs. Sujiyo Miranto, M.Pd Munasprianto Ramli, M.A NIP. 19681228 200303 1004 NIP. 19791029 200604 1001