Pertanggungjawaban Pidana Anak Terhadap Tindak Pidana Turut Sertadengan Sengaja Membujuk Anak Melakukan Persetubuhan (Analisis Nomor 14 Pid.Sus-Anak 2015 PN-Pdg) Chapter III V

BAB III
BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK PELAKU
TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL

F. Kompensasi
Sistem peradilan pidana merupakan unsur-unsur kelembagaan peradilan
pidana yang saling berinteraksi dan bekerjasama dalam melaksanakan proses
peradilan terhadap seorang terdakwa yang didakwa melakukan tindak pidana
untuk menemukan kebenaran materiil mengenai perbuatan yang didakwakan
tersebut guna menentukan apakah terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak
pidana sehinggadijatuhi pidana atau tindakan, atau sebaliknya. 46
81 dan Pasal 82. Korban tindak pidana yang pada dasarnya merupakan
pihak yang paling menderita dalam suatu tindak pidana, justru tidak memperoleh
perlindungan sebanyak yang diberikan oleh Undang-Undang kepada pelaku
kejahatan sebagaimana dikemukakan oleh Andi Hamzah, 18 “Dalam membahas
hukum acara pidana khususnya yang berkaitan dengan hak-hak asasi manusia, ada
kecenderungan untuk mengupas hal-hal yang berkaitan dengan hak-hak tersangka
tanpa memperhatikan pula hak-hak korban.” Rendahnya kedudukan korban dalam
penanganan perkara pidana juga dikemukakan oleh Prassell yang menyatakan:
“Victim was a forgotten figure in study of crime. Victims of assault, robbery, theft
and other offences were ignored while police, courts, and academicians


46

http://www.pandawacare.or.id/2016/02/24/kompensasi-dan-restitusi-bagi-anakkorban-tindak-pidana-umum-dan-tindak-pidana-pelanggaran-hak-asasi-manusia-berat/diakses
tanggal 1 Juli 2017.

Universitas Sumatera Utara

concentrated on known violators.”

47

Perlindungan hukum korban kejahatan

sebagai bagian dari perlindungan masyarakat, dapat diwujudkan dalam berbagai
bentuk, seperti melalui pemberian restitusi dan kompensasi

48

Ganti rugi adalah sesuatu yang diberikan kepada pihak yang menderita

kerugian sepadan dengan memperhitungkan kerusakan yang dideritanya21.
Perbedaan antara kompensasi dan restitusi adalah “kompensasi timbul dari
permintaan korban, dan dibayar oleh masyarakat atau merupakan bentuk
pertanggungjawaban masyarakat atau negara (The responsible of the society),
sedangkan restitusi lebih bersifat pidana, yang timbul dari putusan pengadilan
pidana dan dibayar oleh terpidana atau merupakan wujud pertanggungjawaban
terpidana 49 . Perlindungan korban dapat mencakup bentuk perlindungan yang
bersifat abstrak (tidak langsung) maupun yang konkret (langsung). Perlindungan
yang abstrak pada dasarnya merupakan bentuk perlindungan yang hanya bisa
dinikmati atau dirasakan secara emosional (psikis), seperti rasa puas (kepuasan).
Perlindungan yang kongkret pada dasarnya merupakan bentuk perlindungan yang
dapat dinikmati secara nyata, seperti pemberian yang berupa atau bersifat materi
maupun non-materi
Berkaitan dengan keseimbangan korban akibat dari perbuatan jahat
merupakan indikasi pertanggungjawaban masyarakat atas tuntutan pembayaran
kompensasi yang berkarakter perdata. Kompensasi diminta oleh korban dalam

47

Frank. R. Prassell, Criminal Law, Justice, and Society, (Santa Monica-California:

Goodyear Publishing Company Inc.,1979), h 65.
48
Dikdik. M. Arief Mansur, Urgensi Perlidungan Korban Kejahatan Antara Norma dan
Realita, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), h. 31
49
Tjutjun Sunarti R, Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Banyumas Tinggi, 25 Oktober
2009,tersedia di website http://www.lintasberita.com/v2/index.php, diakses tanggal 3 Juni 2017

Universitas Sumatera Utara

bentuk

permohonan

dan

apabila

dikabulkan


dibayar

oleh

masyarakat

(negara).Kebijakan terhadap perlindungan kepentingan korban merupakan bagian
yang integral dari usaha meningkatkan kesejahteraan sosial yang tidak dapat
dilepaskan dari tujuan negara, yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Atas dasar ini, negara harus ikut
campur tangan secara aktif dalam upaya memberikan perlindungan terhadap nasib
korban

secara

kongkrit

dan

individual,


salah

satunya

adalah

dalam bentuk kompensasi. 50
Kompensasi adalah ganti kerugian yang diberikan oleh negara karena
pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi
tanggung jawabnya. 51
1. Pemberian Kompensasi Beberapa pokok penting mekanisme menurut PP No.
44 Tahun 2008, Pasal 2:
(1) Korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat berhak memperoleh
Kompensasi.
(2) Permohonan untuk memperoleh Kompensasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diajukan oleh Korban, Keluarga, atau kuasanya dengan surat
kuasa khusus.

50


Barda Nawawi Arif, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 1996), h. 2
51
https://media.neliti.com/media/publications/3142-ID-mekanisme-pemberiankompensasi-dan-restitusi-bagi-korban-tindak-pidana.pdf . Alvianto R.V. Ransun. Mekanisme
Pemberian Kompensasi Dan Restitusi Bagi Korban Tindak Pidana, Fakultas Hukum Universitas
Sam Ratulangi. Lex Crimen Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2012, h 62.

Universitas Sumatera Utara

(3) Permohonan untuk memperoleh Kompensasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas
bermeterai cukup kepada pengadilan melalui LPSK.
Pasal 3: Pengajuan permohonan Kompensasi dapat dilakukan pada saat dilakukan
penyelidikan pelanggaran hak asasi manusia yang berat atau sebelum dibacakan
tuntutan oleh penuntut umum.
Pasal 5:
(1) LPSK memeriksa kelengkapan permohonan Kompensasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari
terhitung sejak tanggal permohonan Kompensasi diterima.

(2) Dalam hal terdapat kekuranglengkapan permohonan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), LPSK memberitahukan secara tertulis kepada pemohon untuk
melengkapi permohonan.
(3) Pemohon dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
pemohon menerima pemberitahuan dari LPSK, wajib melengkapi berkas
permohonan.
(4) Dalam hal permohonan tidak dilengkapi dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), pemohon dianggap mencabut permohonannya. 52
Pasal 6:
Dalam hal berkas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dinyatakan
lengkap, LPSK segera melakukan pemeriksaan substantif.

52

Ibid, h. 66

Universitas Sumatera Utara

Pasal 7: Untuk keperluan pemeriksaan permohonan Kompensasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6, LPSK dapat meminta keterangan dari Korban, Keluarga,

atau kuasanya dan pihak lain yang terkait.
Pasal 9 ayat (1): Hasil pemeriksaan permohonan Kompensasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 ditetapkan dengan keputusan LPSK, disertai
dengan pertimbangannya; ayat (2): Dalam pertimbangan LPSK sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disertai rekomendasi untuk mengabulkan permohonan
atau menolak permohonan Kompensasi.
Pasal 10:
(1) LPSK menyampaikan permohonan Kompensasi beserta keputusan dan
pertimbangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 kepada pengadilan
hak asasi manusia.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi
permohonan Kompensasi yang dilakukan setelah putusan pengadilan hak
asasi manusia yang berat telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(3) Dalam hal LPSK berpendapat bahwa pemeriksaan permohonan Kompensasi
perlu dilakukan bersama-sama dengan pokok perkara pelanggaran hak asasi
manusia yang berat, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Jaksa Agung.
(4) Salinan surat pengantar penyampaian berkas permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), atau ayat (3) disampaikan kepada Korban,
Keluarga, atau kuasanya dan kepada instansi pemerintah terkait.

Pasal 11:

Universitas Sumatera Utara

(1) Dalam hal LPSK mengajukan permohonan Kompensasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2), pengadilan hak asasi manusia
memeriksa dan menetapkan permohonan Kompensasi dalam jangka waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan
diterima.
(2) Penetapan pengadilan hak asasi manusia sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disampaikan kepada LPSK dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh)
hari terhitung sejak tanggal penetapan.
(3) LPSK menyampaikan salinan penetapan pengadilan hak asasi manusia
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Korban, Keluarga, atau
kuasanya dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak
tanggal menerima penetapan.
Pasal 15:
(1) LPSK melaksanakan penetapan pengadilan hak asasi manusia mengenai
pemberian Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, dengan
membuat berita acara pelaksanaan penetapan pengadilan hak asasi manusia

kepada instansi pemerintah terkait.
(2) Instansi pemerintah terkait melaksanakan pemberian Kompensasi dalam
jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berita
acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima.
(3) Dalam hal Kompensasi menyangkut pembiayaan dan perhitungan keuangan
negara, pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan setelah
berkoordinasi dengan instansi pemerintah terkait lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Pasal 16:
(1) Pelaksanaan pemberian Kompensasi, dilaporkan oleh instansi pemerintah
terkait dan/atau Departemen Keuangan kepada ketua pengadilan hak asasi
manusia yang menetapkan permohonan Kompensasi.
(2) Salinan tanda bukti pelaksanaan pemberian Kompensasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Korban, Keluarga, atau
kuasanya, dengan tembusan kepada LPSK dan penuntut umum.
(3) Pengadilan hak asasi manusia setelah menerima tanda bukti sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) tersebut mengumumkan pelaksanaan pemberian
Kompensasi pada papan pengumuman pengadilan yang bersangkutan.

G. Restitusi
Dalam konteks hubungannya dengan pelaku, restitusi merupakan suatu
perwujudan dari resosialisasi tanggung jawab sosial dalam diri pelaku. 53 Dalam
hal ini, restitusi bukan terletak pada kemanjurannya membantu korban, melainkan
berfungsi sebagai alat untuk lebih menyadarkan pelaku atas perbuatan pidana
akubat perbuatannya kepada korban.
Restitusi merupakan bagian dari bentuk pemulihan hak atas korban atau
yang biasa disebut dengan istilah reparasi. Hal ini telah berkembang sejak lama,
bahkan ketika hukum belum dikenal adanya hukum HAM internasional. Hak atas
pemulihan ini biasanya diterapkan pada kasus perang antar negara lazimnya
bersifat bilateral di mana negara sebagai pelaku diharuskan membayar kerugian

53

Marlina dan Azmiati, Restitusi terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang,
(Bandung: Aditama, 2015), h.39

Universitas Sumatera Utara

perang bagi negara yang diserang. Contoh kasusnya ialah Traktak Versailles
(1919) setelah Perang Dunia I yang membuat Jerman dan negara porosnya harus
membayar kepada negara-negara lawannya.” 54
Reparasi

berasal

dari

bahasa

Inggris

reparation.Reparasi

telah

berkembang sebagai kata yang cukup produktif sejak ratusan tahun yang lalu.
Kata reparation(Inggris) berasal dari bahasa latin reparare yang masuk melalui
bahasa Prancis kuno repareryang memiliki arti suatu tindakan ganti rugi atau
kompensasi. Bahasa Inggris modern, kata reparation memiliki padanan kata kerja
to repair yang artinya memperbaiki dan Memiliki etimologi agak berbeda dengan
kata reparationdi atas. Padanan lainnya ialah kata repatriation yang artinya
merupakan suatu tindakan mengembalikan .seseorang ke tempatnya sendiri,
terlepas tempat tersebut merupakan tanah kelahirannya atau bukan. Pada
prinsipnya, kata reparation mengacu pada upaya pemulihan atau pengembalian
suatu kondisi atau keadaan semula, sebelum terjadinya suatu kerusakan. 55
Hukum HAM internasional mengakui, bahwa Kejahatan kemanusiaan
masuk dalam kategori kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Terjadinya
Kejahatan ini memunculkan kewajiban negara untuk memberikan pemulihan
terhadap korban. Kewajiban untuk memberikan pemulihan kepada korban
Merupakan tanggung jawab negara yang telah terangkai dalam berbagai
instrumen hak asasi dan ditegaskan dalam putusan-putusan (yurisprudensi)
komite-komite hak asasi manusia internasional ataupun regional. Kewajiban yang
diakibatkan oleh pertanggungjawaban negara atas pelanggaran hukum hak asasi
54

http://www.kontras.org/buku/bagian%20II%20priok.pdf, diakses pada tanggal 1 Juli

2017. `
55

Ibid

Universitas Sumatera Utara

manusia internasional memberikan hak kepada individu atau kelompok yang
menjadi korban dalam wilayah negara itu untuk mendapatkan penanganan hukum
yang relatif dan pemulihan yang adil sesuai dengan hukum internasional. 56
Kewajiban untuk memberikan reparasi kepada korban merupakan
kewajiban yang tidak perlu dikaitkan dengan ada atau tidaknya proses yudisial
(pengadilan). Artinya, bahwa reparasi terhadap korban pelanggaran HAM berhak
mendapatkan pemulihan, baik ada pelaku yang dibawa ke pengadilan maupun
tidak. Hal ini sejalan dengan definisikorban pelanggaran HAM, bahwa seseorang
itu dapat dianggap sebagai korban, tanpa peduli apakah pelakunya itu berhasil
diidentifikasi atau tidak, ditangkap atau tidak, dituntut atau tidak, dan tanpa
mempedulikan hubungan persaudaraan antara si korban dan si pelaku.
Berdasarkan hukum internasional, korban itu menjadi korban apabila haknya
dilanggar. Ketika kejahatan atau kekerasan tersebut dilakukan maka pada saat
itulah orang tersebut memperoleh status sebagai korban.
Sub Commission on Prevention of Discrimination and Protection of
Minoritas, dalam sidangnya ke-41 dan atas dasar resolusinya Nomor 1989,
mempercayakan Theo Van Boven untuk bertugas melakukan studi atau kajian
tentang hak-hak korban pelanggaran HAM berat (gross violation of human rights)
menyangkut hak atas restitusi, kompensasi, dan rehabilitasi. Kemudian, studi Van
Boven ini berujung pada sebuah prinsip dasar hak korban atas pemulihan Basic
principles and Guidelines on the right to a remedy and reparation for victims of

56

Marlina, Op.Cit, h.40

Universitas Sumatera Utara

gross vio/ations of international human rights law and serious vio/ations of
international humanitarian law, (Human Rights Resolution, 2005/35).57
Ketentuan dalam Basisland Guidelines on the Right to a Remedy and
Reparatioan for Victims of Violations of International Human Rights and
Humanitarian Law dinyatakan, bahwa para korban diberi lima hak reparasi,
yaitu: 58
a. Restitusi;
b. Kompensasi;
c. Rehabilitasi;
d. Kepuasan (Satisfaction); dan
e. Jaminan
f. Ketidakberulangan (nonreccurence).
Menurut Van Boven, hak-hak para korban tersebut menunjukkan kepada
semua tipe pemulihan, baik materiil maupun nonmaterial bagi para korban
pelanggaran hak asasi manusia. Hak-hak tersebut telah terdapat dalam berbagai
instrument hak asasi manusia yang berlaku juga terdapat dalam yurisprudensi
komite-komite hak asasi manusia internasional ataupun pengadilan regional hak
asasi manusia.
Bentuk-bentuk reparasi tersebut dirinci secara detaii dan jelas tentang apa
yang dimaksud dengan restitusi, kompensasi, rehabilitasi, kepuasan, dan jaminan
ketidakberulangan. Misalnya, ganti rugi atas hak milik atau nama baik dari si
korban. Kompensasi merujuk pada bentuk uang bagi kerugian-kerugian.
57
58

Kontras, Negara Wajib Pulihkan Korban, Bagian ll, l. 54.
Marlina, Op.Cit, h.41

Universitas Sumatera Utara

Rehabilitasi di dalamnya termasuk jasa medis juga jasa psikologis. Tindakantindakan untuk memuaskan (Satisfaction) termasuk di dalamnya adalah
pengakuan oleh publik, bahwa ini memang merupakan tanggung jawab negara
juga permintaan maaf secara umum yang dilakukan oleh pejabat dalam jabatan
yang cukup tinggi. Jaminan bahwa ini tidak akan terulang lagi atau nonrepetisi
dengan adanya reformasi tertentu dalam hukum dan regulasi.
Deklarasi PBB telah menganjurkan agar paling sedikit diperhatikan empat
hal menyangkut korban kejahatan sebagai berikut.”
1. Jalan masuk untuk memperoleh keadilan dan diperlakukan secara adil (Access
to justice and fair treatment).
2. Pembayaran ganti rugi (restitution) oleh pelaku tindak pidana kepada korban,
keluarganya, atau orang lain yang kehidupannya dirumuskan dalam bentuk
sanksi pidana dalam perundang-undangan yang berlaku.
3. Apabila terpidana tidak mampu, Negara Diharapkan membayar santunan
(Compensation) financial kepada korban, keluarganya, atau mereka yang
menjadi tanggungan korban.
4. Bantuan materiil, medis, psikologis, dan social kepada korban, baik melalui
negara, sukarelawan, maupun masyarakat (assistance). 59

59

Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, (Semarang: Universitas Diponegoro,
1995),h 172-176

Universitas Sumatera Utara

Beberapa pokok penting mekanisme pemberian restitusi,

60

Pasal 21:
Pengajuan permohonan Restitusi dapat dilakukan sebelum atau setelah pelaku
dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
Pasal 24:
Dalam hal berkas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dinyatakan
lengkap, LPSK segera melakukan pemeriksaan substantif.
Pasal 25,
(1) Untuk keperluan pemeriksaan permohonan Restitusi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24, LPSK dapat memanggil Korban, Keluarga, atau kuasanya,
dan pelaku tindak pidana untuk member keterangan.
(2) Dalam hal pembayaran Restitusi dilakukan oleh pihak ketiga, pelaku tindak
pidana dalam memberikan keterangan kepada LPSK sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib menghadirkan pihak ketiga tersebut.
Pasal 27
(1) Hasil pemeriksaan permohonan Restitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 dan Pasal 25 ditetapkan dengan keputusan LPSK, disertai dengan
pertimbangannya;
(2) Dalam pertimbangan LPSK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai
rekomendasi untuk mengabulkan permohonan atau menolak permohonan
Restitusi.

60

Alvianto R.V. Ransun, Op.Cit, h. 68

Universitas Sumatera Utara

Pasal 28:
(1) Dalam hal permohonan Restitusi diajukan berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan pelaku tindak pidana
dinyatakan bersalah, LPSK menyampaikan permohonan tersebut beserta
keputusan dan pertimbangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
kepada pengadilan yang berwenang.
(2) Dalam hal permohonan Restitusi diajukan sebelum tuntutan dibacakan, LPSK
menyampaikan permohonan tersebut beserta keputusan dan pertimbangannya
kepada penuntut umum.
(3) Penuntut umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam tuntutannya
mencantumkan permohonan Restitusi beserta Keputusan LPSK dan
pertimbangannya.
(4) Salinan surat pengantar penyampaian berkas permohonan dan pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), disampaikan kepada
Korban, Keluarga atau kuasanya, dan kepada pelaku tindak pidana dan/atau
pihak ketiga.
Pasal 29:
(1) Dalam hal LPSK mengajukan permohonan Restitusi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (1), pengadilan memeriksa dan menetapkan permohonan
Restitusi dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak tanggal permohonan diterima

Universitas Sumatera Utara

(2) Penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
kepada LPSK dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak
tanggal penetapan.
(3) LPSK menyampaikan salinan penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) kepada Korban, Keluarga, atau kuasanya dan kepada pelaku
tindak pidana dan/atau pihak ketiga dalam jangka waktu paling lambat 7
(tujuh) hari terhitung sejak tanggal menerima penetapan.
Pasal 30:
(1) Dalam hal LPSK mengajukan permohonan Restitusi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (2), putusan pengadilan disampaikan kepada LPSK dalam
jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal putusan.
(2) LPSK menyampaikan salinan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kepada Korban, Keluarga, atau kuasanya dan kepada pelaku
tindak pidana dan/atau pihak ketiga dalam jangka waktu paling lambat 7
(tujuh) hari terhitung sejak tanggal menerima putusan.
Pasal 31:
(1) Pelaku tindak pidana dan/atau pihak ketiga melaksanakan penetapan atau
putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 30
dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
salinan penetapan pengadilan diterima.
(2) Pelaku tindak pidana dan/atau pihak ketiga melaporkan pelaksanaan Restitusi
kepada pengadilan dan LPSK.

Universitas Sumatera Utara

(3) LPSK membuat berita acara pelaksanaan penetapan pengadilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(4) Pengadilan mengumumkan pelaksanaan Restitusi pada papan pengumuman
pengadilan.
Pasal 32
(1) Dalam hal pelaksanaan pemberian Restitusi kepada Korban melampaui jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1),
Korban, Keluarga, atau kuasanya melaporkan hal tersebut kepada Pengadilan
yang menetapkan permohonan Restitusi dan LPSK;
(2) Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) segera memerintahkan
kepada pelaku tindak pidana dan/atau pihak ketiga untuk melaksanakan
pemberian Restitusi, dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari
terhitung sejak tanggal perintah diterima. 61

H. Konseling
Perkembangan sekarang

ini,

masyarakat

lebih

mengenal dengan

bimbingan konseling sebagai cara untuk memberi bantuan. Arti dari bimbingan
adalah sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan
secara berkesinambungan supaya individu tersebut dapat memahami diri sendiri,
sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar,
sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat
serta kehidupan pada umumnya.

62

Dengan demikian dia dapat menikmati

61

Ibid, h. 69
Sukardi, D. K, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling, (Rineka:
Cipta Jakarta, 2000), h.21
62

Universitas Sumatera Utara

kebahagaiaan hidupnya dan dapat memberikan sumbangan yang berarti dalam
kehidupan masyarakat pada umunya. Bimbingan membantu individu mencapai
perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk sosial. Dan konseling adalah
upaya bantuan yang diberikan kepada konseli supaya memperoleh konsep diri dan
kepercayaan diri sendiri, untuk dimanfaatkan olehnya dalam memperbaiki tingkah
lakunya pada masa yang akan datang. Pembentukan konsep yang sewajarnya
mengenai: diri sendiri, orang lain, pendapat orang lain tentang dirinya, tujuantujuan yang hendak dicapai dan kepercayaan.
Awalnya,

pelayanan

konseling

hanya

dilakukan

pada

setting

pendidikanlsekolah semata, namun pada akhir-akhir ini, pelayanan konseling juga
menyentuh ranah non pendidikan, seperti instansi pemerintah, dunia usaha dunia
industri, organisasi kemasyarakatan dan masyarakat yang lebih luas. Pada setting
non sekolah, pelayanan konseling juga mengacu kepada pola Bimbingan
Konseling 17 Plus. 63
Secara etimologis, istilah konseling berasal dari bahasa latin, yaitu
consiliumî yang berarti ìdenganî atau ìbersamaî yang dirangkai ìmenerimaî atau
ìmemahamiî. Sedangkan dalam bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling berasal
dari ìsellanî yang berarti menyerahkan atau menyampaikan. 64
Konseling adalah suaru proses yang terjadi dalam hubungan seseorang
dengan seseorang yaitu individu yang mengalami masalah yang tak dapat

63

repository.unp.ac.id/706/1/AFDAL_42_10.pdf. Afdal. Pelayanan Konseling Pada Anak
Yang Berhadapan Dengan Hukum. Makalah Jurusan Bimblngan dan Konseling (Fakultas Lmu
Pendidikan Unlversitas Negeri Padang 2010), h5
64
Prayitno, & Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2004), h. 99

Universitas Sumatera Utara

diatasinya, dengan seorang petugas profesional yang telah memperoleh latihan
dan pengalaman untuk membantu agar klien memecahkan kesulitanya. 65
Syamsu Yusuf dan Juntika Nurhisan mengartikan konseling adalah semua
bentuk hubungan dua orang, dimana seorang, yaitu konseli di bantu untuk lebih
mampu untuk menyesuaikan diri secara efektif terhadap dirinya sendiri dan
lingkungannya. 66
Berdasarkan pendapat para ahli yang dijelaskan di atas, nampak saling
melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Sehingga dari penjelasan di atas
dapat diambil kesimpulan bahwa konseling adalah proses bantuan yang diberikan
oleh konselor kepada klien agar klien tersebut dapat memahami dan mengarahkan
hidupnya sesuai dengan tujuannya.
Konseling pada dasarnya adalah sebuah wawancara namun mempunyai
karakteristik tertentu, yakni:
1) memiliki konteks mencari solusi;
2) bersifat terarah dan terkendali;
3) bersifat terbatas dan
4) ada kontraknya. 67
Perlindungan terhadap anak sebagai korban tindak pidana dalam hal ini
dapat dilakukan dengan berbagai upaya yaitu dengan memberikan rasa aman bagi
anak sebagai korban dengan pemberian akses anak korban untuk mendapatkan

65

Willis S. Sofyan, Konseling Individual Teori dan Praktek, (Bandung: Alfabeta, 2007),

h.18
66

Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling. I,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 7
67
Elly Nurhayati, Panduan Untuk Pendamping Perempuan Korban Kekerasan,
Yogyakarta: Rifka Annisa, 2002), h. 1-3

Universitas Sumatera Utara

keadilan atas kejahatan yang menimpanya yaitu melalui adanya ketentuan pidana
dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Di Indonesia ketentuan pidana bagi
kejahatan terhadap anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 jo
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 jo Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang
Perlindungan Anak dan perlindungan identitas anak dari pemberitaan media
massa untuk melindungi anak dari labelisasi masyarakat. Selain itu pemberian
rehabilitasi untuk anak korban tindak pidana juga merupakan upaya perlindungan
terhadap anak korban misalnya dengan pemberian konseling terhadap anak
korban yang mengalami trauma sebagai upaya mengembalikan kondisi psikologis
anak seperti semula.
Konseling pada umumnya perlindungan ini diberikan kepada korban
sebagai akibat munculnya dampak negatif yang sifanya psikis dari suatu tindak
pidana. Pemberian bantuan dalam bentuk konseling sangat cocok diberikan pada
korban kejahatan yang menyisakan trrauma berkepanjangan seperti kasus yang
menyangkut kesusilaan. 68
Tujuan konseling adalah pemecahan masalah yang dihadapi klien proses
konseling pada dasarnya dilakukan secara individual yaitu antara konselor dan
klient walaupun dalam perkembangannya kemudia ada konseling kelompok dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwan konseling adalah bantuan yang diberikan
kepada individu dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan wawancara
dan dengan cara yang sesuai dengan keadaan yang dihadapi individu untuk

68

Dikdik M. Arif Mansyur dan Elisataris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban
Kejahatan antara Norma dan Realita, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 50

Universitas Sumatera Utara

mencapai kesejahteraan hidupnya. Menurut Bimo mengemukakan Macam-macam
bimbingan konseling :
a. Bimbingan dan konseling segi pekerjaan
b. Bimbingan dalam segi pendidikan
c. Bimbingan dan konseling dari segi kepribadian 69
I. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah proses atau program-program penugasan kesehatan
mental atau kemampuan yang hilang yang dipolakan untuk membetulkan hasilhasil dari masalah-masalah emosional dan mengembalikan kemampuan yang
hilang. 70
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa rehabiliasi
merupakan salah satu upaya pemulihan dan pengembalian kondisi bagi
penyalahguna maupun korban penyalahguna narkotika agar dapat kembali
melaksanakan fungsionalitas sosialnya yaitu dapat melaksanakan kegiatan dalam
masyarakat secara normal dan wajar
Rehabilitasi diberikan agar tercapainya pemulihan yang sempurna bagi diri
korban yang mengalami kekerasan seksual dan menurut pasal 35 ayat (2)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2011 tentang
Pembinaan, Pendampingan, dan Pemulihan Terhadap Anak yang menjadi Korban
atau Pelaku Pornografi, Rehabilitasi Sosial diberikan dalam bentuk :
1. Motivasi dan diagnosis psikososial
2. Perawatan dan pengasuhan
69
70

Bimo Walgito, Bimbingan Konseling, (Yogyakarta: Andi, 2007), h.16
Sudarsono, Kamus Konseling. (Jakarta:Rineka Cipta, 1997), h. 203

Universitas Sumatera Utara

3. Pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan
4. Bimbingan mental spiritual
5. Bimbingan fisik
6. Bimbingan sosial dan konseling psikososial
7. Pelayanan aksesibilitas
8. Bantuan dan asistensi sosial
9. Bimbingan resosialisasi
10. Bimbingan lanjut
11. Rujukan. 71
Rehabilitasi korban pemerkosaan adalah tindakan fisik dan psikososial
sebagai usaha untuk memperoleh fungsi dan penyesuaian diri secara maksimal
dan untuk mempersiapkan korban secara fisik, mental dan sosial dalam
kehidupannya di masa mendatang. Dalam hal korban kejahatan secara globlal,
rehabilitasi diartikan dengan pemulihan kedudukan semula, misalnya kehormatan,
nama baik dan jabatan. 72
Tujuan rehabilitasi meliputi aspek medik, psikologik dan sosial. Aspek
medik bertujuan mengurangi invaliditas, dan aspek psikologik serta sosial
bertujuan kearah tercapainya penyesuaian diri, harga diri dan juga tercapainya
pandangan dan sikap yang sehat dari keluarga dan masyarakat terhadap para
korban tindak pidana perkosaan. Untuk mencapai tujuan tersebut maka para

71

Maja
http://e-journal.uajy.ac.id/4929/1/JURNAL%20MAJA%20SIMARMATA.pdf.
Simarmata, Proses Rehabilitasi Terhadap Anak Sebagai Korban Kekerasan Seksual, Jurnal.
(Yogyakarta:Fakultas Hukum. Universitas Atma Jaya 2013), hal 5
72
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dalam UndangUndang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak

Universitas Sumatera Utara

korban tindak pidana perkosaan selalu mendapatkan pelayanan medik psikiatrik
yang intensif.
J. Pendampingan
Pendampingan merupakan suatu aktivitas yang bermakna pembinaan,
pengajaran, pengarahan yang lebih berkonotasi pada menguasai, mengendalikan,
dan mengontrol. Istilah pendampingan berasal dari kata ”damping” yang berarti
memberikan pembinaan dengan menganggap posisi yang didampingi sejajar
dengan pendamping (tidak ada kata atasan atau bawahan). 73
Pendampingan pada dasarnya merupakan upaya untuk menyertakan
masyarakat dalam mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki sehingga
mampu mencapai kualitas kehidupan yang lebih baik. Kegiatan ini dilaksanakan
untuk memfasilitasi pada proses pengambilan keputusan berbagai kegiatan yang
terkait

dengan

kebutuhan

masyarakat,

membangun

kemampuan

dalam

meningkatkan pendapatan, melaksanakan usaha yang berskala bisnis serta
mengembangkan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan yang partisipatif. Tujuan
pendampingan

adalah

pemberdayaan

atau

penguatan

(empowerment).

Pemberdayaan berarti mengembangkan kekuatan atau kemampuan (daya),
potensi, sumber daya rakyat agar mampu membela dirinya sendiri. Hal yang
paling inti dalam pemberdayaan adalah peningkatan kesadaran (consciousness).
Rakyat yang sadar adalah rakyat yang memahami hak-hak dan tanggung
jawabnya secara politik, ekonomi, dan budaya, sehingga sanggup membela
dirinya dan menentang ketidakadilan yang terjadi pada dirinya.
73

Departemen Sosial RI, Panduan Pendampingan Anak Nakal, (Jakarta: Direktorat
Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Direktorat Pelayanan Sosial Anak, 2007), h.10.

Universitas Sumatera Utara

Keberadaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 sebagaimana telah
diubah dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan
Anak merupakan alat hukum yang mampu melindungi anak dalam berbagai
tindak pidana khususnya pelecehan seksual terhadap anak. Undang-undang ini
menyatakan bahwa kekerasan seksual terhadap anak merupakan tindak pidana
sehingga pelaku dapat diajukan ke kepolisian atas pendampingan pihak terkait.
Secara khusus perlindungan anak sebagai korban pelecehan seksual telah diatur
dalam undang-undng nomor 23 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dalam
Undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, berarti anak
sebagai korban tindak pidana pelecehan seksual berhak mendapatkan bantuan
hukum dan disembunyikan identitiasnya. 74 Selain dua hal yang disebutkan, ada
pasal yang lain menjelaskan bukan hanya bantuan hukum dna identitas
disembunyikan teatapi ada upaya edukasi tentang nilai kesusilaan, rehabilitasi
sosial, pendamipingan psiko sosial pada saat pengobatan serta pendampingan
sampai ditingkat pengadilan, agar kondisi anak tersebut tidak mengalami trauma
psikis yang berkepanjangan. Kebanyakan masyarakat tidak memperdulikan
pemulihan kembali masalah fisik dan mental anak, biasanya yang masyarakt sorot
permasalahnnya adalah seberapa lama pelaku tersebut memperoleh hukuman.
Sebetulnya pendampingan, merupakan suatu aktivitas yang dilakukan dan
dapat bermakna pembinaan, pengajaran, pengarahan dalam kelompok yang lebih
berkonotasi pada

menguasai,

mengendalikan,

dan

mengontrol.

Bantuan

74

http://eprints.ums.ac.id/47666/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf. Dewi Handayani,
Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Pelecehan Seksual (Studi
Kasus di Polres Ngawi). Naskah Publikasi, (Surakarta:Fakultas Hukum Universitas
Muhammdiyah Surakarta 2016), h. 12-13.

Universitas Sumatera Utara

pendampingan dapat berupa konsultatif dan dilakukan melalui proses konseling.
Proses konseling bukan merupakan sebuah interaksi sederhana, melainkan
berorientasi pada problem solving atau pemecahan masalah. Selama ada
kehidupan tentu ada permasalahan, namun kadang seseorang tidak dapat
memecahkan masalahnya sendiri sehingga ia memerlukan orang lain untuk
membantunya. Konseling diberikan kepada individu bermasalah yang relatif
masih normal (mampu merespon realitas secara memadai), sehingga klien yang
ditangani adalah mereka yang relatif masih dapat bereaksi secara adekuat terhadap
realitas. Konseling ini sebaiknya dilakukan oleh seorang konselor yang sudah
terlatih, mengingat konseling adalah merupakan merupakan perpaduan teknik dari
teknik komunikasi dan mewawancarai dan teknik pemecahan masalah.
Undang-Undang No. 11 tahun 2012 turut mengatur adanya keterlibatan
pendamping Anak yang berhadapan dengan hukum. pendamping tersebut adalah:
a. Pembimbing kemasyarakatan, yaitu Pembimbing Kemasyarakatan adalah
pejabat

fungsional

penegak

hukum

yang

melaksanakan

penelitian

kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan terhadap
Anak di dalam dan di luar proses peradilan pidana.
b. Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di lembaga
pemerintah maupun swasta, yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan
sosial serta kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui
pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktik pekerjaan sosial untuk
melaksanakan tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial Anak.

Universitas Sumatera Utara

c. Tenaga Kesejahteraan Sosial adalah seseorang yang dididik dan dilatih secara
profesional untuk melaksanakan tugas pelayanan dan penanganan masalah
sosial dan/atau seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun
swasta, yang ruang lingkup kegiatannya di bidang kesejahteraan sosial Anak.
d. Keluarga adalah orang tua yang terdiri atas ayah, ibu, dan/atau anggota
keluarga lain yang dipercaya oleh Anak.
e. Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan
kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak.
f. Pendamping adalah orang yang dipercaya oleh Anak untuk mendampinginya
selama proses peradilan pidana berlangsung.
g. Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya adalah orang yang berprofesi
memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan, yang
memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
h. Lembaga Pembinaan Khusus Anak yang selanjutnya disingkat LPKA adalah
lembaga atau tempat Anak menjalani masa pidananya.
i.

Lembaga Penempatan Anak Sementara yang selanjutnya disingkat LPAS
adalah tempat sementara bagi Anak selama proses peradilan berlangsung.

j.

Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang selanjutnya disingkat
LPKS adalah lembaga atau tempat pelayanan sosial yang melaksanakan
penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi Anak.

k. Klien Anak adalah Anak yang berada di dalam pelayanan, pembimbingan,
pengawasan, dan pendampingan Pembimbing Kemasyarakatan.

Universitas Sumatera Utara

l.

Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Bapas adalah unit pelaksana
teknis pemasyarakatan yang melaksanakan tugas dan fungsi penelitian
kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan. 75
Peranan pendamping sangatlah dibutuhkan. Peran yang dimiliki harus

mencerminkan prinsip metode pekerjaan sosial. Adapun berbagai peranan yang
dapat ditampilkan oleh para pendamping antara lain :
1) Pembela (advocator) Pendamping melakukan pembelaan pada penerima
manfaat yang mendapatkan perlakuan tidak adil. Pendamping sebagai
pembela pada dasarnya berfokus pada anak, mendampingi penerima manfaat,
mengembangkan peranan, tugas dan sistem yang berlaku, serta melakukan
advokasi kebijakan yang berpihak pada kepentingan terbaik anak.
2) Mediator (mediator) Pendamping berperan sebagai penghubung penerima
manfaat dengan sistem sumber yang ada baik formal maupun informal.
3) Pemungkin (enaber) Pendamping berperan memberikan kemudahan kepada
penerima manfaat untuk memahami masalah, kebutuhan, potensi yang
dimilikinya, dan mengembangkan upaya penyelesaian masalah. 4) Pemberi
motivasi (motivator) Pendamping berperan memberikan rangsangan dan
dorongan semangat kepada penerima manfaat untuk bersikap positif, sehingga
dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya 76

75

http://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/equality/article/download/779/609. Analiansyah
dan Syarifah Rahmatillah, Perlindungan Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum (Studi
Terhadap Undang-undang Peradilan Anak Indonesia dan Peradilan Adat Aceh). (Banda Aceh:
Fakultas Syariah & Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh), Jurnal. Vol. 1, No. 1, Maret 2015, h. 5960
76
Departemen Sosial RI, Op.Cit, h. 13

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
PENERAPAN HUKUM TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA
TURUT SERTA DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK
MELAKUKAN PERSETUBUHAN
(Analisis Nomor 14/Pid.SUS-Anak/2015/PN-Pdg)
1. Kasus Posisi
Bahwa ia Anak (Terdakwa) bersama-sama dengan saksi IV dan saksi V
(dilakukan penuntutan terpisah) pada hari Jum’at tanggal 21 November 2014
sekira pukul 19,00 Wib, pada hari Sabtu tanggal 22 November 2014 sekira pukul
16.00 Wib dan pada hari Minggu tanggal 7 Desember 2014 sekira pukul 22.00
Wib atau setidak-tidaknya selama kurun waktu dalam tahun 2014, bertempat 2
(dua) kali pertama di dalam rumah Anak yaitu di Kota Padang dan 1 (satu) kali
terakhir di sebuah Kedai dalam Komplek suatu Institut di Kecamatan Nanggalo
Kota Padang, atau setidak tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk
dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Padang yang berwenang memeriksa dan
mengadili perkara ini, yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut
melakukan perbuatan itu, melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain yaitu terhadap
saksi korban yang berumur + 17 ( tujuh belas) tahun, perbuatan Anak dilakukan
dengan cara-cara sebagai berikut :
Kejadianberawalpada
awalbulanNovember
2014
Anak
berkenalandengansaksikorban
danberlanjuthubunganpacarandengan
salingberkomunikasiviahandphone,kemudianpadabulanyang
sama
Anakmembawa saksikorban kerumahnyadan menginapdirumah Anak selama
2 (dua) malam kemudian Anak mengantarkan saksi korban pulangke
rumahnyakembali,laluAnak
melakukanpersetubuhan
yang
pertama
kaliyaitupada hariJum’attanggal21 November2014 sekira pukul 19.00
Wibsaksi korban datang ke Warnet diSimpangTinju Nanggalo Padang
tempatdimana Anak bekerja, lalu Anak membawa saksi korban makan
malam dan dilanjutkan dengan jalan-jalan, dan sekirapukul01.30
WibAnakmembawasaksikorban
kerumahnya,ketika
sampaidirumah
Anakmengajaksaksi korban melakukanpersetubuhan dengan cara
menyuruh saksi korban untuk membuka celana dalamnyanamun saksi
korban tidak mau membuka celana dalamnyatersebutlaluAnakdengan
memaksamenarikkerascelana dalam saksi korban hinggacelanadalam saksi
korban
terlepasdari
badan
saksi
korban,
jikasaksi
korban
tidakmaumelakukanyamaka Anak akan memukul saksi korban, lalu Anak
meremas-remas payudara saksi korban dan menyuruh saksi korban
menghisap kemaluannya danmemegang-megangnyasetelah kemaluan
Anak menegang kemudian Anak memasukkan kemaluannya ke dalam
kemaluan saksi korban sambil Anak menggoyang-goyang turun naik
selamalebihkurang 30(tiga puluh)menitsampai Anakmengeluarkan air
spermanyakekemaluansaksi korban, setelahitusaksi korban memakai
pakaiannya kembali kemudian sekira pukul 05.00 Wib Anak

Universitas Sumatera Utara

mengantarkankembalisaksikorban ke Gurun Laweh AurDuriPadang Timur.
Padahari Sabtutanggal22 November2014 sekirapukul16.00 Wib
untuk kedua kalinya Anak kembali menyetubuhi saksi korban dengancara
yang sama denganperbuatanyang pertamayaitu saksi korban datangke
Warnet
tempatAnak
bekerjadan
sekirapukul19.00
WibAnakmembawasaksikorban jalan-jalandan sekirapukul02.00 Wibdini hari
Anak membawa saksi korban ke rumahnya dan kembali mengajak Anak
melakukan persetubuhan dengan cara yang sama denganyang
perbuatanpertamakalinya,lalu padapagi harinya yaitu sekira pukul 05.00
Anak
kembali
mengantarkan
saksi
korban
ke
Wib
GurunLawehPadangTimur.
Bahwa padahari Minggu tanggal7 Desember2014 sekirapukul22.00
Wib ketika Anak sedang duduk-dudukdi depan Institut di Nanggalo
Padangbersama-samadengan2(dua) orang temanAnakyaitusaksi IV dan
saksi V (dilakukanpenuntutan terpisah) kemudiansaksi korbandatangdan
menghampiriAnakdan 2(dua) orang temannya,tidakberapa lama kemudian
Anak mengajak saksikorban
makandi daerahSiteba setelahituAnak
kembalimengajaksaksikorban ke sebuahKedaiyang beradadalam Komplek
Institut di Nanggalo Padanguntuk melakukan persetubuhanyang ketiga
kalinya dengancara yang sama dengan persetubuhan pertama dan kedua
kalinya,
setelah
Anak
selesai
melakukanpersetubuhantersebutkemudianAnak
mengatakankepada
saksikorban bahwa2(dua) orang temannyayaitusaksiIVdan saksiV (dilakukan
penuntutan terpisah) juga mau melakukan persetubuhan dengansaksi
korban,
kemudiansaksiIV(dilakukanpenuntutanterpisah)
masuk
kedalamkedaitersebutsetelahitusaksiIV(dilakukanpenuntutan
terpisah)langsungmembukacelananyasetengah lututdan memasukkan
korban
sambilmenggoyangkemaluannyakedalamkemaluansaksi
goyangkanpanggulnyaselamalebihkurang 3(tiga) menitsetelahselesai saksi
IV (dilakukan penuntutan terpisah) segera keluar dari Kedai tersebut dan
kemudian
saksi
V
(dilakukan
penuntutan
terpisah)
juga
masukkedalamKedaitersebutuntuk melakukanpersetubuhandengan saksi
korban dengan cara yang sama dengan saksi IV (dilakukan
setelahselesaimelakukanpersetubuhankemudian
penuntutanterpisah),
saksiIV
dan
saksiV(dilakukanpenuntutanterpisah)langsung
meninggalkanlokasikejadian, kemudianAnak langsungmengantarkan saksi
korban pulangkeGurunLawehPadangTimurKotaPadang.
KemudianpadabulanDesember2014 padaharidan tanggalyang tidak
dapatdiingatlagisekirapukul17.00 WibketikaAnak menjemputsaksi korban
kerumah dan membawasaksikorban kerumah orang tua Anak, dan
padasaatitusaksikorban mengatakankepadaAnak bahwasaksi korban
telahhamilnamunpadasaat ituAnak hanyatertawasajadan tidak ada
tanggapan dari Anak, kemudian saksikorban menceritakan kejadiantersebut
kepadaibunya,setelahituorang tuasaksi korban mendatangi orang tua Anak
untuk memintapertanggung jawabannya namuntidak ada solusi yang
diberikan oleh orang tua Anak terhadap saksikorban, atas kejadian tersebut

Universitas Sumatera Utara

akhirnya
orang
tua
saksikorban
melaporkanAnakkePolrestaPadanguntukproseshukumselanjutnya.
Bahwa akibat perbuatanAnak(TERDAKWA),masadepansaksikorban
menjadihancur karenasaksikorban hamilsesuaidenganVisumet Repertum
dari
Rumah
Sakit
BhayangkaraPadang
Nomor:
VER/47/
I/2015/RUMKITTanggal 19
Januari2015 yang ditandatanganiolehdr.
HARIADI,Sp.OG denganhasilpemeriksaan:
a. Korbandatangdalamkeadaansadardengankeadaanumumbaik.
b. Kepalatidakada tanda-tanda kekerasan.
c. Leher tidakada tanda-tanda kekerasan.
d. Perut tidakada tanda-tanda kekerasan.
e. Kemaluanselaputdara robek padajamsatu,enam,sembilansampaike
dasarliangvagina,dapat dilewatiduajari.
f. Padapemeriksaantubuhkorban :
g. Selaputdara robek padajamsatu,enam,dan sembilansampaike dasar.
h. USGsesuaikehamilanduabelasminggu
2. Dakwaan
Dakwaan Kesatu
Perbuatan Anak sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 76D Jo
Pasal 81 ayat (1) UU RI No.35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU RI
No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP Jo Undang-Undang R.I No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak.
Dakwaan Kedua
PerbuatanAnaksebagaimanadiaturdan diancampidanadalam Pasal76D Jo
Pasal81 ayat (2)UURINo.35 Tahun 2014TentangPerubahanAtas UURINo.23
Tahun 2002 TentangPerlindunganAnakJo Pasal55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo
Undang-Undang R.I No.11 Tahun 2012 TentangSistemPeradilanPidana Anak
3. Tuntutan Jaksa PenututUmum
Setelah mendengar keterangan saksi-saksi, dan Anak di persidangan;
Setelah mendengar pembacaan tuntutan pidana yang diajukan oleh Penuntut
Umum yang pada pokoknya sebagai berikut:
a. Menyatakan Anak (Terdakwa)terbukti bersalah melakukan tindak
pidana
“dengan
sengaja
membujuk
diaturdan
anakmelakukanpersetubuhandengannya”sebagaimana
diancampidanadalamdakwaanKedua Pasal76D jo Pasal 81 ayat (2)
UU RI No. 35 Tahun 2014 Tentang PerubahanAtas UURINo.23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo
Undang-UndangR.INo.11Tahun
2012Tentang
Sistem
PeradilanPidanaAnak.
b. MenjatuhkanpidanaterhadapAnak (Terdakwa) dengan pidana
pembinaan selama 1 (satu) dan 6 (enam) bulan dalam Lembaga
Unit Pelatihan Tekhnis Daerah (UPTD) PantiSosialAsuh Anak dan

Universitas Sumatera Utara

Bina Remaja(PS.AABR) Budi Utomo Lubuk Alung KabupatenPadang
PariamanPropinsi
Sumatera
Baratdanlatihankerjaselama3(tiga)
bulan.
c. Membayar biayaperkarasebesar Rp. 2.000,- (Dua RibuRupiah).
4. Fakta Hukum
Menimbang,bahwa atasdakwaan Penuntut UmumtersebutAnak
menyatakantelahmengertiakan isidakwaantersebut,PenasihatHukum Anak
tidakmengajukanbantahan;
Menimbang,bahwauntuk membuktikandakwaannyaPenuntutUmum
telahmengajukansaksi-saksisebagaiberikut:
Saksikorban (Anak Korban), dibawahSumpahpadapokoknya
menerangkansebagaiberikut:
a. Bahwa anaksaksidihadapkankepersidanganini karenasebagai Anak
korban atasperbuatanAnakyangtelahmenyetubuhisaksi;
b. Bahwa kejadiannyapadahari dan tanggalyang tidak dapatdiingat lagi
yaitubulanAgustustahun 2014 Anakkorban kenaldengan Anakmelalui
BBMdanmulaipacaransemenjak21Agustus2014;
c. Bahwa pertemuanpertamapadaawalbulan Oktober 2014 sekirapukul
12.00 Wib dengancara Anak datangke rumah Anak korban untuk
menjemputAnakkorbanpergi jalan-jalan kepantai danjembatan Siti
NurbayadenganmengendaraiSepedaMotorhinggajam10malam;
d. Bahwa kemudian Anak korban dan Anak pergi ke rumah Anak untuk
bermalamdirumah Anak dan Anak korban tidurdenganibu kandung
Anak;
e. Bahwa kemudianpadapagiharinya Anakkorban pulangkerumah untuk
menjemputbajulalumenginaplagidirumah Anak selama3 (tiga) hari
lamanya;
f. Bahwa kemudianpadapertengahanOktober 2014 sekirajam24.00 Wib
Anakkorban dan Anakmasukkerumah Anaksecaradiam-diamtanpa
sepengetahuan Ibu kandung Anak, kemudian saksi Anak korban ke
Anak,
laluAnakmengajaksaksiuntuk
melakukan
dalamkamar
persetubuhan dengan berkata“Maya wak lah....” dan saksimenjawab
“Iyalah....”;
g. Bahwa kemudianAnak korban sendiriyang membukacelanapanjang
dancelanadalamAnakkorban;
h. BahwasetiapmelakukanpersetubuhanselalumasukkemaluanAnak ke
kemaluan Anak korban danmengeluarkanair spermanyadi kemaluan
Anak korban ;
i. Bahwa Anak ketikamelakukanpersetubuhan dengan terlebihdahulu
menciumi Anakkorban;
j. Bahwa Anakkorban keluardarirumah Anaksekitarpukul4pagi,diantar
olehanak kerumahAnakkorban;
k. Bahwa dengan tenggang waktu empat hari dan seminggu kemudian
Anakkorban
masukkerumah
Anaksekitarpukul12malamtanpa
sepengetahuanorang
tuaAnak,

Universitas Sumatera Utara

l.
m.

n.

o.

p.

q.

r.

i.

setelahmelakukanpersetubuhanseperti yang pertama,Anakkorban
keluarrumah Anaksekitarpukul 4pagidan pulangkerumahAnakkorban
dengandiantarolehAnak,
peristiwayang
ketigaAnakkorban
pulangketempatkosnya;
Bahwa antara Anak korban dengan Anak pernah putus komunikasi
selamasebulan;
Bahwa sekitartanggal 7Desember2015 sekitarpukul16.00 Wibteman
Anak korban yang bernamaSatria mengajakAnak korban ngumpuldi
InstitutdiPadang,Anakkorban datangpukul18.00 Wib,ternyatadisana
sudahada Anak, saksiIV, saksiV dan semuanya 8 orang, 2 orang
perempuandenganAnakkorban;
Bahwa kemudiansekitarpukul22.30 WibAnak mengajak Anak korban
jalan-jalandengan,mengendaraimotor Anak, kembalike depanInstitut
sekitarpukul 12 malam,lauAnak mengajakAnak korban melakukan
maya(persetubuhan) di warung belakangInstitut,setelah melakukan
persetubuhan di Kedai belakang Institut tersebut Anak mengatakan
bahwa 2 (dua) orang temannyayaitusaksiIV dan saksiVjugamau
melakukan persetubuhan dengan saksinamunketika itu saksihanya
diamsaja;
Bahwa saat saksi IV masuk kekedai Anak korban telahmemasang
celana, lalu mengatakan samo abang lai dek, lalu anak korban
kemudian
mengatakantidakmau,
saksiIVmengatakancapekselah,oleh karenatakut laluanak korban
membukacelananya,saksiIVmelakukan persetubuhan dengan anak
korban
dimanaposisi
anak
korban
tidur
tertelentangdi
atasmeja,kemaluansaksi-saksi IV masuk kedalam kemaluan
anakkorban;
Bahwa setelahsaksisaksiIVselesaimelakukanpersetubuhaniakeluar,
sewaktu saksi akan memasang celana masuk saksi V dengan
mengatakansamoabanglai dek, lalu anak korban menjawabindak do
bang anak korban lahlatiah(tidak mau bang,anak korban sudahletih),
lalu oleh karena takut anak korban membuka kembali celananya,
kemudiansaksiV memasukkankemaluannyakedalamkemaluananak
korban, yang posisi Anakkorban tidurdibangku,setelahselesaisaksi V
keluardarikedaitersebut;
Bahwa sekiratanggal13Desember2014 Anakkorban baru mengetahui
bahwaAnak korban telahhamilkarenasejakbulanNovembersampai
bulanDesemberMenstruasisaksitidaklagikeluar;
Bahwa setelahmengetahuihamiltersebut kemudian Anak korban
memberitahukankepadaAnaknamunketikaituAnakhanyatertawa saja
dantidakada tanggapandarinya;
Bahwa kemudiansaksimemberitahukanhaltersebutkepadaorang tua
Anak korban, kemudian Ibu Anak korban dan tante Anak korban
mendatangiorang tuaAnakuntukmeminta pertanggungjawabannamun
tidakada titiktemu penyelesaiannyasampaiakhirnyaibuAnak korban
melaporkanAnakkePolrestaPadanguntukproseshukumselanjutnya;

Universitas Sumatera Utara

j.

Bahwa setelahmelakukanpersetubuhan yang ke-2, Anak pernah
yaitujikasaksihamilnantiAnakakan
menjanjikankepadaAnakkor