Hubungan Self Regulated Learning Dengan Kecemasan Akademis Pada Siswa Kelas 3 SMA Negeri 1 Kabanjahe

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pendidikan menjadi suatu aspek yang sangat penting bagi perkembangan
suatu bangsa. Hal ini dikarenakan untuk menjadi suatu bangsa yang maju
dibutuhkan generasi yang berpendidikan dan unggul. Berdasarkan UU No. 20
tahun 2003 Bab II Pasal 3 tentang pendidikan nasional menyebutkan bahwa
“Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlaq

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Dalam mencapai tujuan
pendidikan nasional tersebut sistem pendidikan di Indonesia mengalami Sekolah
Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA)
sampai Perguruan Tinggi (PT) (Sisdiknas, 2003).
Jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan suatu
tahapan yang mana siswa memiliki banyak agenda penting yang harus dilalui
seperti Ujian Nasional (UN), tahap membuat keputusan karir, mempersiapkan

karir yang dimulai dengan menuntukan jurusan di perguruan tinggi dan salah satu
agenda yang sangat diminati oleh siswa SMA adalah Seleksi Masuk Perguruan
Tinggi Negeri seperti SNMPTN, SBMPTN, UMB dan seleksi-seleksi lainnya.
Adapun tahapan-tahapan ini tentu memiliki banyaknya tekanan yang membuat

1
Universitas Sumatera Utara

2

siswa harus bekerja lebih keras. Ditambah lagi setiap tahapannya memiliki
konsekuensi negatif dan positif (Sudijono, 2007).
Ujian Nasional adalah ujian atau evaluasi belajar yang diadakan oleh
Kemendiknas untuk menentukan kelulusan dari seorang siswa (Kemdikbud,
2016). Dalam pelaksanaan ujian nasional mengalami banyak perubahan, baik dari
aspek sistem maupun standar kelulusan. Ujian nasional memiliki nilai standar
kelulusan yang di tetapkan oleh pemerintah. Nilai kelulusan ini sangat
menentukan kelulusan para siswa agar dapat melanjutkan pendidikan kejenjang
perguruan tinggi. Nilai standar kelulusan ujian nasional setiap tahunnya
mengalami kenaikan. Kebijakan menaikan standar kelulusan ujian nasional

dilakukan dengan harapan peningkatan kualitas pendidikan. Berdasarkan hal
tersebut banyak siswa yang merasa tertekan, adanya perasaan was-was dan
khawatir terhadap ujian nasional. Ditambah lagi setiap tahunnya ujian nasional
selalu menyisakan cerita ada saja siswa yang dinyatakan tidak lulus. Seperti yang
tersebar disebuah surat kabar online tribunnews menyatakan bahwa 45 siswa
dinyatakan tidak lulus ujian nasional di Jakarta (Gunawan, 2016).
Selanjutnya yaitu seleksi masuk perguruan tinggi negeri. Salah satu
seleksi yang dipandang positif dan sangat diminati siswa SMA adalah Seleksi
Bersama Masuk Perguruan Tinggi (SBMPTN). SBMPTN merupakan seleksi
bersama masuk PTN dengan ujian tertulis. SBMPTN bertujuan untuk memberi
peluang bagi calon mahasiswa untuk memilih lebih dari satu PTN lintas wilayah.
SBMPTN sangat diminati oleh para pesertanya, baik itu siswa SMA yang sudah
lulus maupun peserta yang belum lulus masuk PTN. Data statistik menunjukkan

Universitas Sumatera Utara

3

jumlah peserta Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN)
tahun 2016 sebanyak 721.326 orang dan hanya 126.804 orang yang dinyatakan

lulus di 78 perguruan tinggi negeri di seluruh Indonesia. Jumlah tersebut hanya
17,5% dari total pendaftar SBMPTN dan sekitar 82,5% dinyatakan tidak lulus
seleksi (INFOSBMPTN, 2016).
Data statistik ini memperlihatkan bahwa kemungkinan seseorang untuk
memasuki Perguruan Tinggi Negeri (PTN) sangatlah kecil melihat banyaknya
peserta atau siswa yang mendaftar dibandingkan dengan jumlah peserta atau siswa
yang diterima, selain itu setiap tahunnya jumlah peserta SBMPTN mengalami
peningkatan, sehingga peluang untuk masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN)
semakin berkurang. Hal ini dinyatakan oleh Ketua Panitia SBMPTN 2016,
Rocmat Wahab, dalam konferensi pers hasil SBMPTN 2016, di Kemristekdikti,
pada tahun 2014 dengan 664.509 peserta, di tahun 2015 dengan 693.185 peserta,
sedangkan tahun 2016 dengan 721.326 peserta (INFOSBMPTN, 2016).
Hal ini juga pastinya membuat banyak siswa SMA kelas 3 merasakan
perasaan tertekan khawatir, gelisah dan was-was dan memberikan dampak psikis
siswa seperti kecemasan. Nevid (2005) menjelaskan bahwa kecemasan sebagai
salah satu keadaan emosional dengan adanya ciri-ciri seperti keterangsangan
fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan, serta perasaan aprehensif
bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi.
Kecemasan yang berhubungan dengan aktivitas akademis disebut
kecemasan akademis (Ottens, 1991). Kecemasan akademis dapat bernilai buruk

bagi prestasi siswa. Siswa yang mengalami kecemasan akademis menunjukkan

Universitas Sumatera Utara

4

adanya kesulitan khusus dalam menerima dan mengolah

informasi sehingga

kehilangan proses pengaturannya, yang mana melibatkan memori jangka pendek
dan jangka sedang (Matthew, 2000).
Salah satu sekolah yang siswanya mengalami kecemasan akademis
adalah SMA Negeri 1 Kabanjahe. SMA Negeri 1 Kabanjahe merupakan salah satu
sekolah yang sudah beberapa tahun terakhir meluluskan seluruh siswa dalam ujian
nasional. SMA Negeri 1 Kabanjahe adalah sekolah yang terletak di Kabupaten
Karo. Sekolah ini menjadi favorit di kalangan siswa SMA di tanah Karo, karena
selain memiliki prestasi yang cukup banyak di berbagai olimpiade yang diikuti,
sekolah ini juga adalah sekolah yang setiap tahunnya memiliki lebih dari setengah
siswanya lulus di perguruan tinggi negeri. Berdasarkan data yang diperoleh dari

data SMA Negeri 1 Kabanjahe, pada tahun 2014 diterima di PTN sebanyak 121
orang dengan jalur bebas tes 23 orang, seleksi PTN 98 orang, tahun 2015 diterima
di PTN 128 Orang dengan jalur bebas tes 22 orang, seleksi PTN 106 orang
sedangkan pada tahun 2016 diterima di PTN sebanyak 176 orang dengan jalur
bebas tes 26 orang dan seleksi PTN 150 orang atau 65 % dari siswa kelas 3.
Peneliti melakukan survei awal untuk melihat gambaran secara umum
kondisi siswa SMA dalam menghadapi UN dan SBMPTN. Survei ini diberikan
kepada 50 siswa kelas 3 SMA negeri 1 Kabanjahe. Hasilnya didapatkan ada rasa
khawatir, ketakutan, dan rasa tertekan yang dialami oleh siswa terkait UN dan
SBMPTN. Dari 50 siswa yang berkontribusi dalam survei ini, sebanyak 26%
mengatakan rasa kekhawatirannya jika soalnya sulit, 24% mengatakan takut tidak
lulus, 22% mengatakan takut pelajaran yang dipelajari tidak sesuai, 21% tertekan

Universitas Sumatera Utara

5

dengan banyaknya saingan, dan 7 % takut tidak mendapatkan hasil yang
memuaskan.


Pandangan Siswa kelas 3 SMA terhadap
UN dan SBMPTN
7%

Khawatir soalnya akan sulit

26%
21%

Takut pelajaran yang
dipelajari tidak sesuai
Takut tidak lulus

24%

22%

Tertekan dengan banyaknya
saingan
Takut tidak mendapatkan hasil

yang memuaskan

Gambar 1. Pandangan Siswa kelas 3 SMA terhadap UN dan SBMPTN
Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti dapat disimpulkan
bahwa siswa kelas 3 SMA Negeri 1 Kabanjahe merasakan kecemasan akademis.
Onem (2010) menyatakan bahwa kecemasan akademik muncul karena adanya
kekhawatiran yang timbul dalam diri siswa yang menghalangi siswa dalam
mencapai potensi akademiknya baik sebelum atau saat melaksanakan ujian.
Penelitian yang dilakukan oleh Putwain, Connors, dan Symes (2010)
mengungkapkan bahwa kecemasan akademik akan memengaruhi 3 aspek dalam
diri siswa, yaitu: kognitif, fisiologis-afektif dan perilaku. Yang mana ketiga aspek
tersebut sangat diperlukan siswa untuk mengatur aktivitas akademik siswa.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Rana dan Mahmood (2010) menunjukkan
hasil bahwa kecemasan akademik dinilai memiliki hubungan negatif dengan

Universitas Sumatera Utara

6

prestasi belajar siswa. Siswa memiliki berbagai macam sikap atas kegiatan

akademik yang dijalaninya, salah satunya adalah respon cemas yang
menimbulkan pengaruh terhadap berbagai hal.
Kecemasan merupakan salah satu emosi negatif yang dimunculkan siswa
saat berada dalam kegiatan atau lingkungan akademik. Oleh sebab itu untuk dapat
terhindar dari perasaan cemas atau emosi negatif tersebut siswa harus dapat
mempersiapkan dirinya dengan baik dalam menghadapi situasi akademik. Hal ini
sesuai dengan yang diungkapkan oleh Roberts & Hai-Jew (2009) bahwa siswa
memerlukan sebuah pengendalian diri serta persiapan diri untuk menghadapi
munculnya emosi negatif atas lingkungan akademiknya.
Selain kecemasan akademis ini berdampak negatif, ternyata ada juga
dampak positif yang ditimbulkan dari kecemasan akademis itu sendiri. Seperti
yang dikemukakan oleh Weinberg dan Gould (dalam Satiadarma, 2000)
kecemasan memiliki nilai positif jika intensitasnya tidak begitu kuat. Hal ini
sejalan dengan Otten (1991) yang menyatakan bahwa siswa-siswa yang memiliki
kecemasan akademik yang rendah atau sedang memiliki manfaat sebagai
pembangkit (aruosal) dalam membantu siswa dalam kegiatan akademik dan dapat
memotivasi siswa dalam aktivitas akademik.
Pengendalian diri dan persiapan diri dapat ditemukan pada self regulated
learning. Pengendalian diri dan persiapan diri masih berhubungan dengan 3
aspek dari self regulated learning yaitu, kognisi, perilaku dan perasaan. Oleh

karena itu apabila seorang peserta didik memiliki self-regulated learning maka
mereka akan mengaktifkan dan menopang kognisi, perilaku, dan perasaannya

Universitas Sumatera Utara

7

yang secara sistematis berorientasi pada pencapaian suatu tujuan, yang mana
tujuan tersebut meliputi pengetahuan (Zimmerman, dalam Woolfolk, 2004).
Selain pengendalian diri dan penyesuain diri, motivasi juga menjadi hal
yang sangat penting dalam aktivitas akademik. Hal ini dikarenkan motivasi dapat
dipandang sebagai pendorong dalam belajar, yaitu sebuah energi yang membuat
peserta didik berusaha secara persisten dengan menggunakan berbagai strategi
belajar untuk meregulasi dirinya mencapai tujuan yang ditetapkan (Wahyono,
2008). Ada tiga faktor yang mempengaruhi self regulated learning salah satunya
adalah motivasi. Jika motivasi positif berasal dari dalam diri individu cenderung
akan memberikan hasil yang positif dalam proses belajar dan individu dapat
meraih prestasi yang baik (Cobb, 2003). Oleh sebab itulah peserta didik (siswa)
diharapkan memiliki self regulated learning.
Menurut Zimmerman (2008) self-regulated learning merupakan proses

proaktif yang digunakan siswa untuk memperoleh keterampilan akademis, seperti
menetapkan tujuan, strategi memilah dan menggerakkan, dan efektivitas selfmonitoring seseorang, bukan sebagai proses reaktif yang terjadi pada siswa karena
kekuatan impersonal. Artinya self-regulated learning tidak sekedar bagaimana
melakukan pengelolaan terhadap dirinya secara menyeluruh (afeksi, kognitif, dan
tingkah laku), namun juga terkait dengan bagaimana seseorang menyesuaikan diri
dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan belajar agar sesuai dengan
kebutuhan dirinya.
Siswa kelas 3 SMA pastinya memiliki keinginan untuk sukses dan
berhasil dalam akademisnya. Untuk mencapai kesuksesan tersebut, siswa harus

Universitas Sumatera Utara

8

mampu mengatur diri agar prestasi akademisnya sesuai dengan yang diharapkan.
Oleh sebab itulah siswa harus memiliki self-regulated learning. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Zimmerman dan Martinez-Pons (1990)
menemukan bahwa ada hubungan yang erat antara strategi self-regulated learning
dengan prestasi akademik. Individu yang menggunakan strategi self-regulated
learning akan memiliki prestasi akademik yang lebih tinggi dibandingkan dengan

individu yang tidak menggunakan strategi self-regulated learning.
Siswa yang memiliki self regulated learning menyadari kemampuan dan
keterbatasan mereka melalui strategi dan tujuan yang mereka buat secara personal
dan merefleksikan diri berdasarkan keefektifan perkembangan belajar mereka.
Self-regulated learners secara tipikal memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar,
dan mereka juga secara metakognitif dan behavioral terlibat aktif dalam proses
pembelajaran (Zimmerman, 2002).
Penelitian sebelumnya terkait self regulated learning dilakukan oleh
Spitzer (2000) menunjukkan bahwa self regulated learning berkaitan erat dengan
performansi akademik pada mahasiswa dimana mahasiswa yang menerapkan
strategi self regulated learning mengambil alih afeksi, pikiran dan tingkah
lakunya sehingga menunjang prestasi belajar yang baik. Penelitian oleh Pratiwi
(2009) melihat hubungan antara self regulated learning dan kecemasan akademik
pada siswa rintisan sekolah bertaraf internasional menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara kecemasan akademis dan self regulated learning.
Hubungan ini berkorelasi negatif yang artinya semakin tinggi self regulated

Universitas Sumatera Utara

9

learning maka semakin rendah kecemasan akademisnya, meskipun nilai
korelasinya cukup rendah.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, disimpulkan bahwa salah satu
hal yang terpenting dalam pencapaian prestasi akademik adalah bagaimana
seorang peserta didik dapat menerapkan strategi self-regulated learning.
Sehubungan dengan hal tersebut, dapat dikatakan secara langsung maupun tidak
langsung self-regulated learning berpengaruh terhadap kecemasan akademis
individu. Bergerak dari fenomena dan teori diatas, maka peneliti tertarik untuk
melihat bagaimana sebenarnya Hubungan Self Regulated Learning dengan
Kecemasan Akademis pada siswa kelas 3 SMA Negeri 1 Kabanjahe.
B. RUMUSAN MASALAH
Apakah terdapat Hubungan Self Regulated Learning dengan Kecemasan
Akademis pada siswa kelas 3 SMA Negeri 1 Kabanjahe?
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Self Regulated
Learning dengan Kecemasan Akademis pada siswa kelas 3 SMA Negeri 1
Kabanjahe.
D. MANFAAT PENELETIAN
Manfaat yang diharapkan dapat dicapai dari dilakukannya penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1.

Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian diharapkan dapat memperkaya temuan psikologi
pendidikan tentang self regulated learning dan kecemasan akademis.

Universitas Sumatera Utara

10

b. Penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai tambahan informasi
bagi peneliti selanjutnya dalam bidang psikologi pendidikan mengenai
self regulated lerning dan kecemasan akademis.
2.

Manfaat praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam mengatasi
kecemasan akademis terutama bagi siswa kelas 3 SMA Negeri 1
Kabanjahe yang memiliki kecemasan akademis yang tinggi.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi staff pengajar
dalam rangka melakukan pembinaan bagi siswa terutama dalam
mengatasi kecemasan akademis.

E. SISTEMATIKA PENULISAN
Bab I

: Pendahuluan
Pendahuluan

berisi

latar

belakang

masalah

dalam

penelitian, apa rumusan masalah penelitian, tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian, manfaat yang diharapkan
dari hasil penelitian, dan juga bagaimana sistematika
penulisan penelitiannya.
Bab II

: Landasan Teori
Bab ini berisi teori-teori yang berkaitan dalam penelitian,
apa faktor-faktor dan aspeknya, dan apa hipotesis yang
ditarik oleh peneliti.

Universitas Sumatera Utara

11

Bab III

: Metodologi Penelitian
Bab ini menjelaskan mengenai metode yang digunakan
yang mencakup metode penelitian kuantitatif, yaitu:
identifikasi
populasi

variabel,

dan

pengumpulan

teknik
data,

defenisi

operasional

pengambilan
uji

coba

alat

variabel,

sampel,

metode

ukur,

prosedur

pelaksanaan penelitian, dan metode analisis data.
Bab IV

: Hasil Analisa Data dan Pembahasan
Berisikan uraian data mengenai hasil analisa hubungan
self regulated learning dengan kecemasan akademis, hasil
penelitian meliputi hasil uji asumsi, hasil utama penelitian,
hasil tembahan penelitian, serta pembahasan.

Bab V

: Kesimpulan dan Saran
Berisikan pemaparan dari kesimpulan dari penelitian yang
telah dilakukan dan saran yang dapat diberikan peneliti
terkait dengan pelaksanaan penelitian dan hasil yang
didapatkan dalam penelitian.

Universitas Sumatera Utara