Analisis Yuridis Terhadap Mengangkut Barang Impor yang Tidak Tercantum Dalam Daftar Barang Niaga yang Dimuat Dalam Sarana Pengangkutan (Studi Kasus Putusan Nomor 2378 Pid.B 2011 PN.Mdn)

BAB II
PENGATURAN TENTANG BARANG-BARANG IMPOR YANG TIDAK
TERDAFTAR DALAM BARANG NIAGA

A. Perkembangan Peraturan Barang-Barang Impor yang Tidak Terdaftar
dalam Barang Niaga
Menteri Perdagangan mengeluarkan aturan baru terkait aktivitas impor
melalui

Peraturan

Menteri

Perdagangan

(Permendag)

DAG/PER/7/2015 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor.

Nomor
20


48/M-

Peraturan ini

mencabut ketentuan sebelumnya yaitu Permendag Nomor 54 tahun 2009.
Ketentuan umum di bidang impor ini mengatur setiap importir yang mengimpor
barang wajib memiliki Angka Pengenal Importir (API).
Menurut Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag)
Nomor 48/M-DAG/PER/7/2015 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor
disebutkan bahwa semua barang dapat diimpor, kecuali barang dibatasi impor,
barang dilarang diimpor atau ditentukan lain berdasaran peraturan perundangundangan. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka terdapat ketentuan baru yakni
barang impor dikelompokkan menjadi tiga yaitu barang bebas impor, barang
dibatasi impor, dan barang dilarang impor. Untuk barang impor yang dibatasi,
importir wajib memiliki izin impor sebelum barang tiba. Sebelum melakukan
impor, importir harus mengetahui peraturan perundang-undangan di bidang impor

20

http://bisniskeuangan.kompas.com, Aturan Baru Perdagangan Importir Tak Punya API

Kena Sanksi Reekspor, diakses tanggal 05 Mei 2017 Pukul 09.30 Wib.
22

Universitas Sumatera Utara

yang berlaku. Informasi mengenai peraturan di bidang impor ini dapat diakses
melalui portal Kementerian Perdagangan.
Pengaturan atas barang dibatas impor dilakukan melalui mekanisme
perizinan impor : 21
1. Pengankuan sebagai importer produsen.
2. Penetapan sebagai importer terdaftar
3. Persetujuan impor
4. Laporan surveyor
5. Mekanisme perizinan impor lain.
Menurut Pasal 7 Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor
48/M-DAG/PER/7/2015 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor disebutkan
bahwa : 22
1. Importir wajib memiliki perizinan impor atas barang yang dibatasi impornya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebelum barang masuk ke dalam daerah
pabean.

2. Importir yang tidak memiliki periinan impor sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) pada saat barang yang diimpor masuk ke dalam daerah pabean dikenai
sanksi pembekuan API dan sanksi lain sesai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
3. Terhadap barang yang diimpor tidak memiliki perizinan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib diekspor kembali oleh importir.

21

Pasal 5 Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 48/M-DAG/PER/7/2015
tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor
22
Pasal 7Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 48/M-DAG/PER/7/2015
tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor disebutkan bahwa

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan pasal di atas, maka ada dua sanksi bagi importir yang tidak
memiliki perizinan impor, yakni pertama pembekuan API dan sanksi lain sesuai
peraturan perundang-undangan atau kedua, diekspor kembali oleh importir.
Tujuan dari ketentuan yang baru ini adalah untuk menciptakan tertib administrasi

di bidang impor dan importir yang andal serta mengatasi permasalahan dwelling
time di pelabuhan.

B. Pengaturan Hukum Tentang Kepabeanan Menurut Undang-Undang
yang Berlaku di Indonesia
1. Undang-Undang yang Ada Sebelum Indonesia Merdeka
Sebelum merdeka, ada tiga undang-undang yang mengatur tentang
Kepabeanan di Indonesia. Setelah Indonesia merdeka undang-undang ini masih
tetap diberlakukan berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) sebelum amandemen bahwa
“segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama
belum diadakan yang baru menurut undang-undang Dasar ini.” Di bawah ini, tiga
undang-undang yang dimaksud.
a. Indische Tarief Staatblad Tahun 1873 Nomor 35.
b. Rechten Ordonantie Staatblad Tahun 1882 Nomor 240
c. Tarief Ordonantie Staatblad Tahun 1910 Nomor 682
Rechten Ordonantie adalah Undang-Undang Bea (UU Bea). 23 UndangUndang Bea ini mengatur antara lain tentang peraturan-peraturan tentang tempattempat di mana harus dipenuhi kewajiban ekspor impor, kewenangan pegawai

23


R. Wiyono, Pengantar Tindak Pidana Ekonomi, Alumni, Bandung, 1995, hlm. 5

Universitas Sumatera Utara

(dalam UU Bea tidak disebutkan secara jelas pegawai apa yang dimaksud) untuk
melakukan penyidikan, dokumen-dokumen yang harus dibuat, dan ketentuan
pidana. Namun pada UU Beatidak mencantumkan pidana penjara seperti pada
undang-undang masa kini yang selalu mencantumkan pidana penjara dan
maksmimal minimal lamanya pidana penjara.
Pelanggaran terhadap Rechten Ordonantie adalah salah satu tindak pidana
ekonomi, sebagaimana diatur pada Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1955
tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi (UU
Tindak Pidana Ekonomi atau UU TPE). Pada perubahan kedua UU TPE yaitu
dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1958 (Lembaran Negara No. 156 Tahun
1958) ditambahkan pelanggaran terhadap Rechten Ordonantie sebagai salah satu
tindak pidana ekonomi. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat ketentuan-ketentuan
UU TPE terutama pada poin h di bawah ini.
Pasal 1 : Yang disebut tindak pidana ekonomi ialah pelanggaran sesuatu
ketentuan dalam atau berdasarkan :
1) Ordonantie Gecontroleerder Goedaren 1948 (Staatblad Nomor 144

Tahun 1948) sebagaimana diuubah dan ditambah dengan Staatblad
Nomor 160 Tahun 1949;
2) Prijsbeheersing-ordonantie 1948 (Staatblad Nomor 295 Tahun 1948);
3) Undang-Undang Penimbunan Barang-Barang 1951 (Lembaran Negara
Nomor 4 Tahun 1933);
4) Rijsordonantie 1948 (Staatblad Nomor 253 Tahun 1948);
5) Undang-Undang Darurat tentang Kewajiban Penggilingan Padi
(Lembaran Negara Nomor 33 Tahun 1952);
6) Deviezen Ordonantie 1940 (Staatblad Nomor 205 Tahun 1940).

Universitas Sumatera Utara

Dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1958 (Lembaran Negara Nomor
156 Tahun 1958) telah ditambahkan pada daftar sebagai tindak pidana ekonomi
peraturan-peraturan perundang-undangan sebagai berikut : 24
1) Crisis uitvoerordonantie 1939 (Staatblad No.
sebagaimana kemudian diubah dan ditambah;
2) Rechtendordonantie (Staatblad Nomor 240 tahun
sebagaimana kemudian diubah dan ditambah;
3) Indische Scheepvaartwet (Staatblad Nomor 70

Scheepvaartverordening 1936 (Staatblad Nomor
sebagaimana kemudian diubah dan ditambah.

658 tahun 1939)
1882 Nomor 240)
Tahun 1936) dan
703 Tahun 1936)

Dengan demikian, pelanggaran terhadap Rechten Ordonantie dengan
sendirinya menjadi delik ekonomi, akibat yuridisnya, semua sanksi pidana dalam
Rechten Ordonantie menjadi tidak berlaku dan digantikan dengan sanksi pidana
dan tindakan tata tertib yang ada dalam UU TPE. 25
2. Undang-Undang yang ada setelah Indonesia Merdeka.
a. Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan adalah
suatu bentuk pembaharuan di bidang peraturan kepabeanan, bagaimana tidak 50
(lima puluh) tahun setelah Indonesia merdeka berulah Indonesia memiliki undangundang kepabeanannya sendiri. Sebelum adanya Undang-Undang RI Nomor 10
Tahun 1995 tentang Kepabeanan, produk hukum tentang kepabeanan di Indonesia
hanyalah perubahan-perubahan dan penambahan-penambahan terhadap undangundang peninggalan kolonial. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor RI 10
Tahun 1995 tentang Kepabeanan, peraturan peninggalan zaman kolonial tersebut

24

Ibid,hlm.7
Andi Hamzah, Delik Penyelundupan, Disesuaikan dengan INPRES No. 4 Tahun 1958,
Akademika Pressindo, Jakarta, 1998, hlm. 15-16
25

Universitas Sumatera Utara

di atas dinyatakan tidak berlaku lagi sebagaimana ditegaskan pada Ketentuan
Penutup Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan telah
mengakomodir kepentingan perdagangan internasional yang semakin berkembang
serta adanya penyesuaian-penyesuaian terkait dengan aturan-aturan internasional
yang ada misalnya ketentuan tentang bea masuk antidumping dan bea masuk
imbalan yang sebelumnya tidak diatur dalam ketiga peraturan perundangundangan sebelumnya di atas. Hal baru dalam Undang-Undang RI Nomor 10
Tahun 1995 tentang Kepabeanan yang tidak ada pada peraturan yang ada
sebelumnya adalah adanya aturan mengenai pengendalian impor atau ekspor
barang hasil pelanggaran hak atas kekayaan intelektual, pembukuan, sanksi
administrasi, penyidikan, dan lembaga banding. 26

b. Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
Sebelas tahun setelah disahkannya Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun
1995 tentang Kepabeanan, diadakan lagi pembaharuan terhadap undang-undang
ini dengan Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Hal ini dilakukan
untuk menyesuaikan undang-undang yang ada dengan kondisi masa kini. Dengan
berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1995 masih tetap berlaku. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 adalah
bentuk penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 dalam
bentuk pengubahan, penambahan, dan penghapusan pasal untuk mengakomodir
26

Penjelasan Umum Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan

Universitas Sumatera Utara

perkembangan kegaiatan kepabeanan masa kini dan memperjelas ketentuan yang
kurang jelas pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995. Oleh karena itu,
Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dengan UndangUndang Nomor 17 Tahun 2006 masih merupakan satu kesatuan.
Adapun yang menjadi perbaikan pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2006 terhadap Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 di antaranya :
1) ketentuan Pasal 102 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 yang disebut
delik penyelundupan yang hanya menyatakan “barang siapa yang mengimpor
atau mengekspor barang tanpa mengindahkan ketentuan Undang-undang ini
dipidana karena melakukan penyelundupan....”. Pada Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2006 ketentuan Pasal 102 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
tersebut diubah agar lebih jelas tentang perbuatan-perbuatan apa saja yang
merupakan tindak pidana penyelundupan dan dibagi atas penyelundupan di
bidang impor yang diatur pada Pasal 102 dan ditampahkan Pasal 102A tentang
penyelundupan di bidang ekspor;
2) Bab yang baru ada pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 dan tidak ada
pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 adalah tentang Pembinaan
Pegawai. Pembinaan pegawai ini mengatur tentang kode etik pegawai dan
komisi kode etik, adanya sanksi bagi pegawai yang tidak teliti, pemeriksaan
internal dalam hal terdapat indikasi tindak pidana kepabeanan yang
menyangkut pegawai DJBC, penghargaan bagi pegawai dan orang lain yang
berjasa menangani pelanggaran kepabeanan.
C. Sanksi Pidana Terhadap Pelanggaran Kepabeanan

Universitas Sumatera Utara


Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang kepabeanan mengatur dan
menetapkan tata cara atau kewajiban yang harus dipenuhi apabila seseorang
mengimpor atau mengekspor barang. Dalam hal seseorang mengimpor atau
mengekspor barang tampa megindahkan ketentuan atau prosedur yang telah
ditetapkan Undang-undang dapat diancam dengan pidana dengan berupa hukuman
penjara dan denda. Sanksi pidana berupa hukuman penjara dan denda dalam
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 diatur dalam Pasal 102, yang berbunyi:
Barang siapa yang mengimpor atau mengekspor atau mencoba mengimpor atau
mengekspor barang tanpa mengindahkan ketentuan Undang-undang ini dipidana
kerena melakukan penyeludupan dengan pidana penjara paling lama delapan
tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Mengindahkan dalam pasal di atas adalah samamsekali tidak memenuhi
ketentuan prosedur sebagaimana telah Undang-undang ini. Dengan demikian
apabila seseorang mengimpor atau mengekspor barang yang telah mengindahkan
ketentuan Undang-undang ini, walupun tidak sepenuhnya, tidak termasuk
perbuatan yang dapat dipidana berdasarkan pasal tersebut.
Pasal 103 menyebutkan bahwa: Barangsiapa yang:
a. Menyerahkan Pemberitahuan Pabean dan/atau dokumen pelengkap
pabean dan atau memberikan keterangan lisan atau tertulis yang palsu
atau dipalsukan yang digunakan untuk pemenuhan kewajiban Pabean.
b. Mengeluarkan barang impor dari Kawasan Pabean atau dari Tempat
Penimbunan Berikat, tanpa persetujuan Pejabat Bea dan Cukai dengan
maksud untuk mengelakkan pembayaran Bea Masuk dan/atau
pungutan negara lainnya dalam rangka impor.
c. Membuat, menyetujui, atau serta dalam penambahan palsu ke dalam
buku atau catatan.
d. Menimbun, menyimpan, memiliki, membeli, menjual, menukar,
memperoleh, atau memberikan barang impor yang berasal dari tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102, dipidana dengan

Universitas Sumatera Utara

pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak
Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Seseorang yang menimbun, menyimpan, memiliki, membeli, menjual,
menukar, memperoleh, atau memberikan barang impor yang berasal dari tindak
pidana akan dikenai sanksi pidana, dalam hal ini secara spesifik dikaitkan dengan
importir pakaian bekas secara ilegal.
Keempat jenis tindak pidana kepabeanan ini secara jelas dapat terlihat
mengatur khusus pelanggaran atas kewajiban kepabeanan berbeda dengan Pasalpasal pelanggaran. Misalnya, butir a menegaskan adanya kesengajaan
menyerahkan dokumen palsu yang secara umum sebenarnya juga di atur dalam
pasal-pasal pemalsuan yang ada dalam hukum pidana.
Ketentuan Pasal 103 huruf d Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 yang
berhubungan dengan keadaan dimana seseorang ditemukan menimbun, memiliki,
menyimpan, membeli, menjual, menukar, memperoleh atau memberikan barang
impor yang berasal dari Tindak Pidana Penyeludupan dimana barang tersebut
dapat menyita barang dengan wewenang yang miliki. Orang yang melakukan hal
tersebut di atas dapat dikenakan hukuman pidana penjara paling lama lima tahun
atau denda paling bayak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Akan tetapi jika yang bersangkutan memperoleh barang tersebut dengan itikad
baik, maka yang bersangkutan tidak dapat dituntut. Namun, kemungkinan lain
bisa terjadi bila pelaku kejahatan dapat diketahui, sehingga kedua-duanya dapat
dihukum.
Seseorang atau kelompok yang melakukan pelanggaran atas peraturan
yang telah ditentukan dalam Undang-undang ini dapat berikan sanksi bagi

Universitas Sumatera Utara

seseorang yang mengangkut barang yang tampa memiliki dokumen yang sah yang
menurut Undang-undang ini diharuskan disimpan, hal ini dilihat dalam Pasal 104
Undang-Undang Nomor 104 Tahun 1995 yang berbunyi: Mengangkut barang
yang berasal dari tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 yang
berbunyi:
a. Memusnakan, mengubah, memotong, menyembunyikan, atau
membuang buku atau catatan yang menurut Undang-undang ini harus
disimpan.
b. Menghilangkan, menyetujui, atau turut serta dalam penghilangan
keterangan dari Pemberitahuan Pabean, dokumen pelengkapan
pabean, atau catatan.
c. Menyimpan dan/atau menyediakan blangko faktur dagang dari
perusahaan yang berdomosili diluar negeri yang diketahui dapat
digunakan sebagai kelengkapan Pemberitahuan Pabean menurut
Undang-undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua
tahun dan/atau denda pling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
d. Dalam pasal ini disebutkan bahwa semua bukti transaksi perdagangan
harus disimpan dengan baik dan dijaga, hal ini menjadi suatu
keharusan menurut Undang-undang. Dan apabila ada dokumen yang
seharusnya diserahkan kepada kepabeanan sebagai administrasi
kenegaran yang berhubungan dengan tansaksi antar negara.
Pasal 106 menyebutkan bahwa:
Importir, eksportir, pengusaha Tempat Penimbunan Sementara, pengusaha
Tempat Penimbunan pengusaha Pengurusan Kepabeanan, atau pengusaha
pengangkutan yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 49, Pasal 50, atau Pasal 51 dan perbuatan tersebut
menyebabkan kerugian keuangan negara dipidana dengan pidana penjara
paling lama dua tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 125.000.000,00
(seratus dua puluh lima juta rupiah).
Menelaah kepada isi pasal tersebut di atas maka dapat diketahui jika ada
importir yang melakukan impor pakaian bekas merupakan suatu perbuatan yang
merugikan keuangan Negara, dimana impor pakaian bekas selain melanggar

Universitas Sumatera Utara

ketentuan perundang-undangan jaga telah melangkahi kewenanan kepabeanan
dalam menjaga dan menjalankan tugas mengawasi perdangan disuatu wilayah.
Pasal 107 juga menyatakan bahwa: Pengusaha pengurusan jasa
kepabeanan yang melakukan pengurusan Pemberitahuan kuasa yang diterimanya
dari importir atau eksportir, apabila melakukan perbuatan yang diancam dengan
pidana

berdasarkan

Undang-undang

ancaman

pidana

tersebut

berlaku

terhadapnya.
Pengusaha pengurusan jasa kepabeanan yang melakukan pelanggaran
pidana perihal pekerjaannya dan perbuatan yang terancam pidana, maka petigas
itu akan dikenai ancaman pidana yang sesuai, begitu juga petus yang membantu
importir pekaian bekas dan terkait dalam modus tansaksinya secara langsung akan
dikenai saksi yang berlaku.
Pasal 108 menyebutkan bahwa:
a. Dalam hal suatu tindak pidana yang dapat dipidana menurut Undangundang ini dilakukan oleh atau atas nama suatu badanhukum,
perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasan ataukoperasi,
tuntutan pidana ditujukan dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:
1) Badan hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan,yayasan
atau koperasi tersebut.
2) Mereka yang memberikan perintah untuk melakukan tindakpidana
tersebut atau yang bertindak sebagai pimpinan ataumelalaikan
pencegahannya.
b. Tindak pidana menurut Undang-undang ini dilakukan juga oleh atas
nama badan hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasan
atau koperasi, apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orangorang yang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan
hubungan lain bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseroan
atau perusahaan, perkumpulan, yayasan atau koperasi tersebut tanpa
memperhatikan apakah orang tersebut masing-masing telah
melakukan tindak secara sendiri-sendiri atau bersama-sama.
c. Dalam hal suatu tuntutan pidana dilakukan terhadap badan hukum,
perseroan atau perkumpulan, yayasan atau yang dipidana dengan
pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini, pidana

Universitas Sumatera Utara

pokok yang dijatuhkan senantiasa berupa pidana denda paling banyak
Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) jika atas tindak pidana
tersebut diancam dengan pidana penjara, dengan tidak menghapuskan
pidana denda apabila atas tindak pidana tersebut diancam dengan
pidana penjara dan pidana denda.

Pasal 109 menyatakan bahwa:
Barang impor atau ekspor yang berasal dari tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 102, 103 huruf b atau huruf d, Pasal 104 huruf a
atau Pasal 105 huruf a dirampas untuk negara:
a. Sarana pengangkut yang digunakan untuk melakukan tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 dapat dirampas untuk negara.
b. Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan berdasarkan
ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 73.
Pasal 109 ini disebutkan dengan jelas segala jenis barang yang merupakan
barang yang dilarang dalam kegiatan ekspor-impor akan disita oleh Negara dan
ditindak secara hukum, serta mendapat penyelesaian hukum pula dengan tidak ada
suatu pengecualian. Dengan kata lain impor-ekspor pakain bekas yang dilarang
oleh perundang-undangan akan mendapat perlakuan yang sama seperti halnya
Undang-undang mengaturnya.
Perihal sanksi pidana yang diberikan kepada suatu badan hukum yang
melakukan suatu Tindak Pidana Penyeludupan dapat dilihat pada Pasal 108
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang kepabeanan. Dalam pasal ini
dimungkinkan dapat dipidananya suatu badan hukum, perseroan atau perusahaan,
termasuk badan usaha milik Negara atau daerah dengan mana dan dalam bentuk
apapun, bentuk usaha tetap atau bentuk usaha lainnya, perkumpulan, termasuk
persekutuan, firman atau kongsi, yayasan atau organisasi sejenis, atau koperasi
yang kadang-kadang orang melakukan tindak pidana tersebut tersembunyi

Universitas Sumatera Utara

dibelakang atau mengatas namakan badan-badan tersebut di atas. Oleh sebab itu
selain badan- badan tersebut di atas harus dipidana juga mereka yang telah
memberikan perintah untuk melakukan tindak pidana atau yang sesungguhnya
melakukan tindak pidana tersebut. Dengan demikian orang yang bertindak
tersebut tidak untuk diri sendiri tetapi wakil dari badan tersebut, harus juga
mengindahkan peraturan dan larangan yang diancam dengan hukuman pidana,
seolah-olah mereka sendiri yang melakukan tindak pidana tersebut. Atas dasar
hasil penyidikan, dapat ditetapkan tuntutan pidana yang akan dikenakan kepada
badan-badan yang bersangkutan dan atau pemimpinnya.
Badan-badan tersebut di atas dapat dipidana berupa pidana denda paling
banyak RP. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah), jika atas tindak pidana
tersebut diancam dengan pidana penjara, dengan tidak menghapuskan pidana
denda apabila atas tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara atau
denda.

D. Mekanisme Pengangkutan Barang
Kepabeanan berfungsi dalam pengawasan atas lalu lintas barang, baik
yang dibawa atau yang dimasukkan ke/dari luar negeri yang biasa disebut dengan
ekspor-impor. Dalam pelaksanaan pengawasan lalu lintas barang, terkait dengan
sistem dan prosedur yang berlaku dalam perdagangan internasional. Sistem dan
prosedur tersebut dikenal secara umum dalam teknik perdagangan internasional.
Selain itu, juga diatur mengenai teknik-teknik yang harus diterapkan dalam
hubungan dagang antara pembeli dan penjual. Semua tata cara tersebut
dimaksudkan untuk diketahui dan dilaksanakan oleh orang atau badan hukum

Universitas Sumatera Utara

yang terlibat dalam transaksi perdagangan global terutama mengenai pemenuhan
hak dan kewajiban para pihak yang terkait.
Secara umum, dokumen-dokumen yang diperlukan dalam pengangkuta
barang dapat terbagi menjadi : 27
1. Dokumen komersial (commercial documents)
a. Perjanjian Jual-Beli (Sales Contract)
Merupakan dokumen berupa kontrak atau perjanjian mengenai perikatan
jual beli yang dibuat oleh kedua belah pihak yaitu penjual dan pembeli
dengan persyaratan yang telah disepakati, seperti pihak-pihak yang
mengadakan perjanjian atau kuasa yang ditunjuk, cara pembayaran, cara
penyerahan barang, nilai pabean/harga (customs value), cara penyelesaian
jika timbul sengketa, dimuat dalam surat kontrak perjanjian jual beli.
b. Data Pesanan (Purchase Order/PO)
Merupakan dokumen yang dapat membuktikan bahwa pembeli telah
memberikan order untuk membeli barang-barang yang disebut dalam PO.
PO merupakan dokumen komersial yang diterbitkan oleh pembeli,
ditujukan kepada penjual berisi tipe, kuantitas, dan harga yang telah
disetujui untuk produk yang akan dipasok oleh penjual. Dalam PO
biasanya disertakan kondisi tertentu serta cara pembayaran, cara
penyerahan barang, penanggung biaya pengangkutan, dan tanggal
penyerahan barang.
c. Konfirmasi Pemesanan (Order Confirmation)
27

Ali Purwito M., Kepabeanan dan Cukai (Pajak Lalu Lintas Barang), Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2008, hlm. 17-27

Universitas Sumatera Utara

Kesepakatan pembeli untuk membeli barang-barang sesuai dengan
pesanan, dapat dilakukan dengan mengirimkan Order Confirmation, yaitu
konfirmasi mengenai pemesanan atau pembelian yang dilakukan, sehingga
surat tersebut mengikat kedua belah pihak sebagai telah terjadi transaksi
jual beli. Dokumen ini diterbitkan oleh pembeli. Order Confirmation dapat
dianggap sebagai “tanda jadi” yang sebelumnya telah dilakukan
korespondensi (Memory of Understanding).
d. Faktur Dagang (Commercial Invoice)
Dokumen yang penting dalam penyelesaian pemenuhan kewajiban pabean
adalah Invoice, dalam hal ini yang dimaksudkan adalah Commercial
Invoice atau Shipper‟s Export Declaration, yaitu dokumen kunci untuk
pengangkutan barang yang melintasi perbatasan antar negara. Commercial
invoice digunakan saat sudah ada transaksi jual beli. Dokumen ini
merupakan bagian dari transaksi komersial yang dilakukan oleh penjual
dan pembeli. Pihak pabean akan menerima Commercial Invoice sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Invoice akan dilengkapi dengan nama
perusahaan pelayaran, alamat lengkap, nomor telepon, dan ditandatangani
oleh pengirim atau agennya. Deskripsi barang yang akurat dan lengkap
diperlukan untuk penelitian yang akan dilakukan oleh bea dan cukai.
Apabila penerima barang bukan importir sendiri, atau dalam hal ini ada
notify party atau orang atau pihak ketiga yang ditunjuk untuk menerima
dan mengurus penerimaan barang, harus dituliskan dalam Invoice. Asli
dari dokumen ini digunakan untuk lampiran dari dokumen yang

Universitas Sumatera Utara

diserahkan kepada importir dan satu salinan dilampirkan pada dokumen
pengapalan, kalau diminta.
e. Daftar Kemasan (Packing List)
Merupakan suatu daftar kemasan yang menyertai dan harus ada setelah
Commercial Invoice. Di dalam Packing List yang merupakan suatu
pernyataan tentang isi dari peti kemas, seperti jumlah barang, jenis barang,
ukuran, masing-masing kemasan diberikan nomor atau inisial untuk
mempermudah pengenalan pemesan barang. Dalam hal satu peti kemas
terdapat beberapa shippers dan beberapa consignee, dan ditandatangani
oleh pengirim barang atau manufakturer.
f. Sertifikat Hasil Analisis (Certificate of Analysis)
Beberapa negara memerlukan selain C/O atau SKA juga beberapa
sertifikat seperti Certificate of Analysis yang merupakan hasil analisis
mengenai barang yang di ekspor, misalnya mengenai campuran barang
kimia. Ketentuan membuat sertifikasi negara asal barang dapat dilakukan
dengan menuliskan pada Commercial Invoice. Dokumen-dokumen
tersebut penting bagi petugas bea dan cukai untuk menentukan apakah
akan dikenakan tambahan bea masuk atau apakah terdapat larangan dan
pembatasan. Dokumen-dokumen lain yang diperlukan untuk barangbarang tertentu seperti Certificate of Quarantine, Certificate of Surveyor,
dan lainnya, harus dapat dilampirkan untuk kelengkapan dokumen.
2. Dokumen finansial (financial documents)
a. Wesel Insako (Collection Draft)

Universitas Sumatera Utara

Disebut sebagai wesel insako berarti pembayaran baru dilakukan setelah
wesel tersebut diaksep (ditandatangani di belakang wesel). Selama belum
diaksep, eksportir masih berhak atas barang-barang yang akan diterimakan
kepada importir. Hal ini dilakukan oleh eksportir yang belum mengenal
atau memahami pembeli barang-barangnya atau dapat juga terjadi kalau
importansinya dilakukan oleh indentor. 28 Cara pembayaran dengan
Collection Draft ini disebut juga sebagai Document Againts Payments,
dapat diartikan dokumen-dokumen baru diserahkan apabila pembayaran
sudah dilaksanakan sesuai dengan perjanjian. Hal ini juga dapat disebut
Document of Acceptance, yaitu dokumen diserahkan jika importir sudah
mengakseptasi wesel.
b. Konsinyasi (Consignment)
Cara pembayaran konsinyasi, hak 41 indentor adalah Pengusaha yang
dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya menyuruh importir
mengimpor Barang Kena Pajak untuk dan atas kepentingannya. (Lihat
Pasal 1 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1985 tentang
Pelaksanaan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984) atas barang
yang diekspor tetap dipegang oleh eksportir, barang yang diserahkan
kepada penerima dapat dijual lebih dahulu, sedangkan pembayarannya
kemudian. Cara pembayaran ini biasanya dilakukan antarperusahaan yang
bergerak dalam multilevel marketing atau MLM, sehingga kerugian bagi
penerima/importir kecil. Sebaliknya perputaran uang (turn over) modal
28

Indentor adalah pengusaha yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan nya
menyuruh importir mengimpor barang kena pajak untuk dan atas kepentingannya (Pasal 1 huruf b
Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 1985 tentang Pelaksanaan Undang-undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984 )

Universitas Sumatera Utara

eksportir berlangsung lama dan kepastian pembayaran dari importir tidak
ada.
3. Dokumen Kredit (Letter of Credit (L/C)
Dokumen-dokumen yang berkaitan dengan sistem transaksi pembayaran
dalam perdagangan internasional seperti UCP–ICC 29 (Uniform Customs and
Practice for Documentary Credits). UCP adalah kodifikasi kebiasaan yang
sudah diidentifikasikan seragam dalam penanganan L/C, yaitu keseragaman
transaksi kredit secara internasional dengan maksud meminimalkan perbedaan
penafsiran di antara para pihak yang mengikatkan diri pada UCP dan dapat
dijadikan penyelesaian konflik atau sengketa. Kredit merupakan transaksi
terpisah dari underlying contracts dan harus dinyatakan dengan bank mana
kredit tersedia atau tersedia untuk setiap waktu (by sight payment atau by
deffered payment atau by negotiation atau by acceptance). Tanggal jatuh
tempo penyerahan dokumen harus dinyatakan secara tegas dalam kredit dan
presentasi harus dilakukan pada atau sebelum tanggal jatuh tempo. Dokumen
kredit berbentuk L/C tunduk kepada peraturan yang mengatur mengenai cara
pembayaran dalam perdagangan internasional. UCP diperlukan mengingat
bahwa hukum atau aturan mengenai L/C berbeda di setiap negara, padahal
kredit merupakan instrumen perdagangan internasional yang lazim diterapkan.
UCP meskipun bukan Undang-Undang, tapi dapat menjadi sumber hukum
29

ICC adalah kependekan dari International Chamber Of Commerce. ICC pertama kali
menerbitkan UCP pada tahun 1933 dan secara rutin mengadakan Up-date terhadap standard
praktek perdagangan tersebut

Universitas Sumatera Utara

bagi para pihak yang mengikatkan diri pada UCP dan dapat dijadikan dasar
penyelesaian sengketa.
4. Dokumen transportasi (transportation documents)
a. Dokumen Rincian Barang (Manifest)
Merupakan dokumen sarana pengangkutan yang berupa suatu daftar
muatan barang-barang yang diangkut, dengan rincian: nomor daftar
nama/inisial penerima, tujuan (nama pelabuhan), nama negara dan nomor
kode harmonized system (HS) yang menunjukkan jenis barang yang ada
dalam kemasan.
b. Dokumen Bukti Tanda Terima Barang (Bill of Lading (B/L atau BOL) dan
Airway Bill)
B/I dan AWB merupakan suatu dokumen kontrak antara pengangkut dan
pengirim barang, terdiri atas 3 (tiga) original dan lainnya merupakan copy,
memuat nama pengirim (shipper), penerima (consignee), notify party
(orang atau badan hukum yang diberikan kuasa untuk menerima,
mengurus, dan membayar kepengurusan barang yang diimpor), nama
sarana pengangkut, pelabuhan muat dan tujuan, jumlah barang/container
dan berat barang. Dokumen transportasi ini sebenarnya merupakan
perjanjian tertulis, tentang penyerahan barang dari pengirim kepada sarana
pengangkut dengan tujuan untuk diangkut ke pelabuhan tujuan dan
memuat mengenai :
1)

Nama pengirim barang dan penerima barang atau notify party, yaitu
orang atau badan hukum yang diberi kuasa oleh penerima barang dan

Universitas Sumatera Utara

untuk kepentingannya menerima dan mengurus barang yang
dikirimkan oleh eksportir atau supplier. Nama ini dinotifikasikan oleh
perusahaan pengangkutan pada saat barang tiba di pelabuhan.
2)

Nama pengangkut (carrier), selain untuk kepentingan pemenuhan
prosedural kepabeanan, juga asuransi dan pembayaran/perbankan
(pelabuhan muat harus sesuai dengan yang tertulis dalam L/C).

3)

B/L ditandatangani oleh carrier, master atau agen yang ditunjuk oleh
perusahaan sarana pengangkut. Dalam hal ditandatangani oleh agen,
secara khusus harus dinyatakan penandatanganan atas nama carrier
atau master.

4)

Tanggal pemuatan barang (selesai dimuat) dan tanggal penerbitannya
harus sama dengan barang selesai dimuat (date of shipment).

5)

B/L boleh mengindikasikan bahwa barang akan atau mungkin
dilakukan transhipment sepanjang pelayaran dilindungi dengan B/L,
jika barang dikapalkan dengan peti kemas, trailer atau LASH barge.
B/L

yang

diterbitkan

oleh

perusahaan

sarana

pengangkut

diindikasikan tunduk pada satu charter party, ditandatangani oleh
master; pemilik sarana pengangkut, orang yang mencarter atau agen
yang ditunjuk (secara khusus dinyatakan atas nama master, pemilik
atau orang yang mencarter). Nama pelabuhan bongkar menunjuk
sebagai rangkaian pelabuhan atau wilayah geografis sebagaimana
dinyatakan dalam L/C. Selain itu juga memuat mengenai apakah biaya
pengangkut sudah dibayar di pelabuhan muat (freight prepaid) atau

Universitas Sumatera Utara

belum dibayar, sehingga harus dibayar di pelabuhan bongkar (freight
collect). Perlu diperhatikan oleh importir adalah persyaratan atau
perjanjian yang diterakan dalam B/L atau AWB dan keabsahan
dokumen dengan penandatanganan oleh pegawai perusahaan sarana
pengangkut di bawah kolom tempat dan tanggal diterbitkannya. Selain
itu diperhatikan juga adalah mengenai kondisi barang, ukuran berat,
marks, jumlah, kualitas, isi, dan harga harus sesuai dengan
Commercial Invoice. Terakhir, keabsahan B/L dapat dibuktikan
dengan tanda tangan pengangkut.
5. Dokumen Penyerahan Barang (Delivery Order).
Dokumen-dokumen yang diperlukan sebagai tanda kepemilikan atas barang
yang dipertukarkan dapat diurus oleh international freight forwarder yang
merupakan perorangan atau perusahaan/badan hukum. Perusahaan ini akan
membukukan atau mempersiapkan ruang (space) untuk pengangkutan barang
serta tidak hanya menyediakan kapal kargo, tetapi juga pengatur angkutan
baik dengan pengangkut yang telah menjadi langganan maupun dengan
pengangkut yang lain, memproses dokumen, dan kegiatan lain yang terkait
dengan kepentingan perusahaan sarana pengangkut, seperti penagihan biaya
angkutan (freight collect) atau yang bersifat keagenan. D/O adalah dokumen
yang dimiliki oleh penerima, pengirim atau pemilik dari perusahaan sarana
pengangkut yang berisi perintah untuk menyerahkan barang-barang yang
diangkut kepada pihak lain atau yang tertera dalam dokumen tersebut. D/O
dapat diterimakan dengan menunjukkan atau menyerahkan Bill of Lading.

Universitas Sumatera Utara

Peraturan yang mengatur mengenai D/O secara internasional adalah UCC atau
Uniform Commercial Code. apa yang perlu diperhatikan importir atas D/O,
yaitu tanggal dan masa berlakunya. Hal ini menunjukkan bahwa jika waktu
pengurusan barang melewati masa berlaku yang telah ditentukan, akan
dikenakan sewa gudang ditambah dengan denda yang dihitung harian.
6. Dokumen Asuransi (Cargo Policy)
Fungsinya hampir sama dengan Certificate of Insurance, yaitu kesepakatan
antara dua belah pihak, dimana satu pihak menjamin terhadap kejadian
(occurance) yang terjadi atas barang-barang yang diangkut oleh suatu sarana
pengangkut. Di dalam dokumen tersebut dijelaskan mengenai hak dan
kewajiban kedua belah pihak dan mekanisme tuntutan ganti rugi yang harus
dilaksanakan. Seperti halnya untuk pengangkutan melalui laut, udara,
dokumen ini juga menyatakan nama sarana pengangkut, ditandatangani oleh
pengangkut atau agennya dan tanggal penerbitan barang untuk dikirim.
7. Dokumen resmi (official documents)
a. Perizinan
Dokumen resmi atau official adalah dokumen-dokumen yang diterbitkan
oleh departemen teknik, yang mempunyai otoritas untuk lisensi yang harus
dimiliki oleh importir maupun eksportir dalam kegiatan kepabeanannya.
Dokumen tersebut misalnya, lisensi atau izin-izin yang diperlukan atau
diharuskan oleh departemen tersebut. Selain itu, izin untuk importasi
barang-barang bekas, meskipun pada prinsipnya dilarang, namun jika
departemen

perdagangan

menganggap

dalam

batas-batas

tertentu

Universitas Sumatera Utara

dibutuhkan, masih diizinkan untuk diimpor. Izin-izin lain, seperti untuk
impor hewan atau tanaman, masing-masing harus mendapatkan izin
Departemen Pertanian.
b. Surat Keterangan Asal (SKA)
Dalam perdagangan internasional dikenal beberapa jenis upaya untuk
membatasi ekspor suatu negara, misalnya melalui sistem kuota. Untuk
mengetahui kepastian bahwa negara pengekspor adalah yang mendapatkan
jatah/kuota,

diperlukan

C/O.

Selanjutnya

C/O

digunakan

untuk

kepentingan bea cukai dalam menetapkan nilai pabean atau harga barang.
Surat Keterangan Asal (SKA) atau Certificate of Origin merupakan
pernyataan yang ditandatangani dan menyatakan bahwa barang yang
diproduksi seperti yang tersebut dalam dokumen tersebut. Namun, SKA
bukan merupakan pernyataan darimana barang dimaksud dikapalkan.
Sebenarnya negara asal barang ini sudah termuat di dalam commercial
invoice. Tetapi beberapa negara SKA dipisahkan dari invoice. Dengan
mengetahui negara asal barang, akan dapat diketahui mengenai kualitas
barang dan akan berpengaruhatas harga yang diberitahukan dalam
pemberitahuan pabean.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Kompetensi Pengadilan Niaga Dalam Perkara Kepailitan (Studi Kasus Terhadap Putusan Nomor 65/PAILIT/2010/PN.NIAGA.JKT.PST)

1 81 151

Analisis Yuridis Atas Perbuatan Notaris Yang Menimbulkan Delik-Delik Pidana (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan NO. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn)

0 60 119

Analisis Kriminologi Dan Yuridis Terhadap Penyalahgunaan Narkoba Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Putusan No. 1203 / Pid.B / 2006 / PN.MDN)

4 83 81

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM YANG TIDAK DIDAKWAKAN DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA (PUTUSAN NOMOR 232/PID.B/2011/PN. Kdi)

0 3 17

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN YANG TIDAK MEMENUHI SYARAT SAHNYA PUTUSAN PEMIDANAAN (Studi Kasus Nomor : 520/Pid.B/2005/PN.Psp.Py)

0 4 62

Analisis Yuridis Terhadap Mengangkut Barang Impor yang Tidak Tercantum Dalam Daftar Barang Niaga yang Dimuat Dalam Sarana Pengangkutan (Studi Kasus Putusan Nomor 2378 Pid.B 2011 PN.Mdn)

0 0 9

Analisis Yuridis Terhadap Mengangkut Barang Impor yang Tidak Tercantum Dalam Daftar Barang Niaga yang Dimuat Dalam Sarana Pengangkutan (Studi Kasus Putusan Nomor 2378 Pid.B 2011 PN.Mdn)

0 0 1

Analisis Yuridis Terhadap Mengangkut Barang Impor yang Tidak Tercantum Dalam Daftar Barang Niaga yang Dimuat Dalam Sarana Pengangkutan (Studi Kasus Putusan Nomor 2378 Pid.B 2011 PN.Mdn)

0 0 21

Analisis Yuridis Terhadap Mengangkut Barang Impor yang Tidak Tercantum Dalam Daftar Barang Niaga yang Dimuat Dalam Sarana Pengangkutan (Studi Kasus Putusan Nomor 2378 Pid.B 2011 PN.Mdn) Chapter III V

0 1 38

Analisis Yuridis Terhadap Mengangkut Barang Impor yang Tidak Tercantum Dalam Daftar Barang Niaga yang Dimuat Dalam Sarana Pengangkutan (Studi Kasus Putusan Nomor 2378 Pid.B 2011 PN.Mdn)

0 0 3