Analisis Yuridis Atas Perbuatan Notaris Yang Menimbulkan Delik-Delik Pidana (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan NO. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn)

(1)

ANALISIS YURIDIS ATAS PERBUATAN NOTARIS YANG MENIMBULKAN DELIK-DELIK PIDANA

(Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan NO. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn)

TESIS

Oleh

SERLI DWI WARMI 077011063/MKn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS YURIDIS ATAS PERBUATAN NOTARIS YANG MENIMBULKAN DELIK-DELIK PIDANA

(Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan NO. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn)

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Dalam Program Studi Kenotariatan pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SERLI DWI WARMI 077011063/MKn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS ATAS PERBUATAN NOTARIS

YANG MENIMBULKAN DELIK-DELIK PIDANA

(Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn)

Nama Mahasiswa : Serli Dwi Warmi Nomor Pokok : 077011063 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) Ketua

(Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH.CN.M.Hum) (Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn)

Anggota Anggota

Ketua Program Dekan

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum)


(4)

Telah Diuji

Pada tanggal : 26 Oktober 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH.CN.M.Hum Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn

Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum


(5)

ABSTRAK

Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam mengurus proses peralihan/balik nama sertipikat adalah pembayaran pajak PPh dan BPHTB. Pembayaran pajak PPh dan BPHTB ini merupakan kewajiban dari wajib pajak untuk membayarnya, namun pembayaran tersebut juga bisa dilakukan oleh notaris jika para pihak meminta bantuan kepada notaris untuk membayarnya. Akan tetapi kepercayaan yang diberikan klien kepada notaris itu justru disalah gunakan dengan cara membuat bukti setoran PPh dan BPHTB serta SPPT PBB Tahun 2002 secara fiktif. Berdasarkan uraian diatas, akan dikaji bagaimana keabsahan sebuah akta yang dibuat oleh notaris yang menimbulkan delik pidana dan bagaimana faktor penyebab timbulnya perbuatan notaris yang menimbulkan delik-delik pidana serta bagaimana kebijakan hukum pidana dalam upaya mengatasi tentang perbuatan notaris yang menimbulkan delik-delik pidana.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan cara meneliti bahan hukum pustaka, dilengkapi dengan pendekatan deskriptif analisis dan disamping itu untuk mendukung hasil penelitian ini maka dilakukan penelitian lapangan dengan cara wawancara kepada narasumber.

Dengan demikian, maka dapat diambil kesimpulan bahwa perbuatan notaris yang menimbulkan delik pidana, tidak menyebabkan akta yang dibuatnya menjadi batal, baik itu akta Pengikatan Jual Beli maupun Akta Jual Beli yang dibuat dihadapan PPAT. Karena syarat-syarat formil untuk proses peralihan hak atas tanah sudah terpenuhi, sedangkan perbuatan notaris yang menggelapkan PPh dan BPHTB serta SPPT PBB Tahun 2002 secara fiktif merupakan perbuatan pidana murni yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan Akte Jual Beli. Dalam hal ini yang menjadi faktor penyebabnya dapat terdiri dari faktor intern dan extern. Selain dari faktor itu ada lagi faktor penyebab lainya yaitu faktor penyimpangan prilaku hukum, faktor disintegrasi dari peraturan hukum serta faktor politik, ekonomi dan sosial budaya dan kantib. Untuk menanggulangi perbuatan notaris tersebut maka diambil suatu langkah kebijakan berupa penal dan non penal. Dari uraian tersebut, maka disarankan agar sebaiknya didalam Undang-Undang Jabatan Notaris dimasukkan salah satu pasal yang berbunyi kepada penitera pengadilan negeri agar mengirimkan salinan isi putusan yang dijatuhkan majelis hakim apabila terdapat adanya tindak pidana yang dilakukan oleh notaris dalam jabatannya, agar seorang notaris harus menambah pengetahuan/ pemahaman ilmu hukum yang kuat serta keterampilan dalam melayani masyarakat yang berpaku pada kode etik notaris guna menjunjung tinggi etika profesional, serta sebaiknya didalam hukum pidana sudah mengatur delik-delik khusus secara tersendiri mengenai penyimpangan yang dilakukan notaris dalam jabatannya sebagai pejabat umum.


(6)

ABSTRACT

One of the conditions that must be met in managing the transition process / certificate under the name of the payment of income tax and Customs Acquisition Rights Land and Building. Payment of Income Tax and Customs Acquisition of Land Rights and the building was an obligation of taxpayers to pay, but payment can also be done by the notary if the parties to the notary public for help to pay for it. But the trust given to the notary client that just misused a way to deposit proof of Income Tax and Customs Acquisition Rights Land and Building Tax and Annual Pemberitahunan of Land and Building Tax Year 2002 are fictitious. Based on the above, will study how the validity of a deed made by a notary who led a criminal offense and how the factors causing the notary deed-led offense of criminal offenses and how the criminal law policy in an effort to overcome the notarial deed which led to the offense-criminal offenses.

This is a normative jurisdiction research by surveying the legal bibliographical materials, and completed by deductive approach and field analysis with an interview to the informants, and the facts are analysed, represented as to the actual datas and facts.

Thus, it can be concluded that the notarial acts that cause a criminal offense, not cause he made deed is void, whether it is binding Sale and Purchase Deed and the Deed of Sale and Purchase is made before Land Officials Certificate Maker. Because the formal requirements for the transition process of land rights are met, while embezzling the notary deed Income Tax and Customs Acquisition Rights and the Land and Building Tax Notice of Land and Building of 2002 in the fictional is purely a criminal act that had nothing to do the deed of Sale and Purchase. In this case the factors can consist of internal and extern factors. Apart from these factors there is another factor that causes other legal behavior deviation factor, the factor of disintegration of the rule of law and political factors, economic and socio-cultural and kantib. To overcome the notarial deed is then taken a step in the form of penal policy and non-penal. From the description, it is recommended that should in the Law Office Notary included one article that said the courts penitera to send a copy of the contents of the decision of the judges imposed if there is any criminal act committed by a notary in the office, so that a notary must be add knowledge / understanding of the strong legal knowledge and skills in serving the public who spiked the notarial ethics to uphold professional ethics, as well as in criminal law should have set the offense-specific offense in isolation of the irregularities committed in the office as a notary public officer.


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan rasa syukur kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat dan hidayah-Nya, tesis ini telah selesai penulis susun dengan baik.

Penulis menyadari bahwa mulai dari persiapan sampai penulisan tesis ini penulis sangat berhutang budi kepada semua pihak yang telah membimbing, mengarahkan, memberi dorongan semangat dan sumbangan pemikiran lain yang sangat berharga kepada penulis. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada yang amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, Ibu Dr. T. Kezeirina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, dan Bapak Syahril Sofyan, SH, MKn, selaku komisi pembimbing yang dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

Ucapan terima kasih ditujukan juga kepada yang terhormat dan terpelajar Bapak Syafnil Gani, SH, M.Hum, dan Ibu Chairani Bustami, SH, SpN, MKn, yang telah berkenan memberi masukan dan arahan yang konstruktif dalam penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai tahap ujian tertutup sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan yang sebar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Chairuddin P.Lubis, DTM&H, Sp.A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada


(8)

kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, selaku Direktris sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dan para asisten Direktris serta seluruh staf atas bantuan, kesempatan dan fasilitas yang diberikan, sehingga dapat diselesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan (MKn) sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Magister Kenotariatan (MKn) sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 4. Pada bapak dan Ibu Guru Besar juga Dosen Pengajar pada Program Magister

Kenotariatan sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis sampai kepada tingkat Magister Kenotariatan. 5. Para pegawai/karyawan pada program studi Magister Kenotariatan sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

6. Para sahabat yang berbaik hati, yaitu Debora, Bang Bangun, Bang Cory, Kak Ema, Kak Vina, Natal, Kak Tina, Era, Lia dan rekan-rekan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan support kepada penulis selama masa pendidikan.

Suatu rasa kebanggaan tersendiri dalam kesempatan ini penulis juga turut menghaturkan sembah sujud dan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Prof.Dr.Ediwarman, SH, M.Hum dan Ibunda Jasmi Rivai, SH, serta abang dan adik-adik penulis yakni DR. Rauffen Rissyamdani, Wessy Trisna, SH dan


(9)

Ahmad Fadli, Tek Ema, Tek Rat, dan adikku Devi, yang telah memberikan doa dan perhatian yang cukup besar selama ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Teristimewa penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada Aldi Subhan Lubis, SH yang selama ini telah memberikan semangat dan doa serta dorongan agar penulis dapat menyelesaikan pendidikan yang sangat berharga ini dengan baik.

Akhirnya penulis dengan segala kerendahan hati menyadari bahwa tesis ini tidak luput dari ketidak sempurnaan, karena kesempurnaan hanyalah milik ALLAH SWT semata. Namun demikian besar harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca umumnya. Amin ya Robbal Alamin.

Medan, September 2009 Penulis,


(10)

RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama Lengkap : Serli Dwiwarmi

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 18 Nopember 1984

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. Kota Baru II No. 44 Medan

II. KELUARGA

Nama Ayah : Prof. Dr. Ediwarman, SH, M.Hum

Nama Ibu : Jasmi Riva’I, SH

Nama Saudara Kandung : 1. DR. Rauffen Rissyamdani 2. Wessy Trisna, SH

3. Ahmad Fadly

III. PENDIDIKAN

- SD : Tahun 1991 s/d 1997

SD Perguruan Nasional Khalsa – Medan

- SLTP : Tahun 1997 s/d 2000

SLTP Negeri 11 – Medan

- SMU : Tahun 2000 s/d 2003

SMU Negeri 3 – Medan - Perguruan Tinggi/S1 : Tahun 2003 s/d 2007

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara – Medan


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah... 9

C. Tujuan Penelitian... 10

D. Manfaat Penelitian... 10

E. Keaslian Penelitian... 11

F. Kerangka Teori dan Konsep... 12

1. Kerangka Teori... 12

2. Kerangka Konsep... 26

G. Metode Penelitian ... 27

1. Spesifikasi Penelitian ... 27

2. Metode Pendekatan ... 29

3. Alat Pengumpulan Data ... 30

4. Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data ... 30

5. Analisis Data ... 31

BAB II KEABSAHAN SEBUAH AKTA YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG MENIMBULKAN DELIK-DELIK PIDANA A. Kode Etik Jabatan Notaris... 32

B. Penerapan Kode Etik Profesi... 43

C. Sanksi Hukum Terhadap Notaris Yang Membuat Akta Yang Menimbulkan Delik-Delik Pidana... 63


(12)

BAB III FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA PERBUATAN NOTARIS YANG MENIMBULKAN DELIK-DELIK

PIDANA

A. Faktor Penyimpangan Prilaku Hukum... 66 B. Faktor Disintegrasi Dari Peraturan Hukum... 79 C. Faktor Politik, Ekonomi dan Sosial Budaya dan Kantib... 82

BAB IV KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA

MENGATASI PERBUATAN NOTARIS

A. Kebijakan Hukum Pidana... 84 B. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Mengatasi Perbuatan

Notaris... 92 1. Kebijakan Penal (Pidana) Terhadap Notaris Yang

Melakukan Penyalahgunaan Wewenang dalam Pembayaran BPHTB dan PPh... 92 2. Kebijakan Sanksi Administrasi (Non-Penal)... 98

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... 102 B. Saran... 103


(13)

ABSTRAK

Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam mengurus proses peralihan/balik nama sertipikat adalah pembayaran pajak PPh dan BPHTB. Pembayaran pajak PPh dan BPHTB ini merupakan kewajiban dari wajib pajak untuk membayarnya, namun pembayaran tersebut juga bisa dilakukan oleh notaris jika para pihak meminta bantuan kepada notaris untuk membayarnya. Akan tetapi kepercayaan yang diberikan klien kepada notaris itu justru disalah gunakan dengan cara membuat bukti setoran PPh dan BPHTB serta SPPT PBB Tahun 2002 secara fiktif. Berdasarkan uraian diatas, akan dikaji bagaimana keabsahan sebuah akta yang dibuat oleh notaris yang menimbulkan delik pidana dan bagaimana faktor penyebab timbulnya perbuatan notaris yang menimbulkan delik-delik pidana serta bagaimana kebijakan hukum pidana dalam upaya mengatasi tentang perbuatan notaris yang menimbulkan delik-delik pidana.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan cara meneliti bahan hukum pustaka, dilengkapi dengan pendekatan deskriptif analisis dan disamping itu untuk mendukung hasil penelitian ini maka dilakukan penelitian lapangan dengan cara wawancara kepada narasumber.

Dengan demikian, maka dapat diambil kesimpulan bahwa perbuatan notaris yang menimbulkan delik pidana, tidak menyebabkan akta yang dibuatnya menjadi batal, baik itu akta Pengikatan Jual Beli maupun Akta Jual Beli yang dibuat dihadapan PPAT. Karena syarat-syarat formil untuk proses peralihan hak atas tanah sudah terpenuhi, sedangkan perbuatan notaris yang menggelapkan PPh dan BPHTB serta SPPT PBB Tahun 2002 secara fiktif merupakan perbuatan pidana murni yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan Akte Jual Beli. Dalam hal ini yang menjadi faktor penyebabnya dapat terdiri dari faktor intern dan extern. Selain dari faktor itu ada lagi faktor penyebab lainya yaitu faktor penyimpangan prilaku hukum, faktor disintegrasi dari peraturan hukum serta faktor politik, ekonomi dan sosial budaya dan kantib. Untuk menanggulangi perbuatan notaris tersebut maka diambil suatu langkah kebijakan berupa penal dan non penal. Dari uraian tersebut, maka disarankan agar sebaiknya didalam Undang-Undang Jabatan Notaris dimasukkan salah satu pasal yang berbunyi kepada penitera pengadilan negeri agar mengirimkan salinan isi putusan yang dijatuhkan majelis hakim apabila terdapat adanya tindak pidana yang dilakukan oleh notaris dalam jabatannya, agar seorang notaris harus menambah pengetahuan/ pemahaman ilmu hukum yang kuat serta keterampilan dalam melayani masyarakat yang berpaku pada kode etik notaris guna menjunjung tinggi etika profesional, serta sebaiknya didalam hukum pidana sudah mengatur delik-delik khusus secara tersendiri mengenai penyimpangan yang dilakukan notaris dalam jabatannya sebagai pejabat umum.


(14)

ABSTRACT

One of the conditions that must be met in managing the transition process / certificate under the name of the payment of income tax and Customs Acquisition Rights Land and Building. Payment of Income Tax and Customs Acquisition of Land Rights and the building was an obligation of taxpayers to pay, but payment can also be done by the notary if the parties to the notary public for help to pay for it. But the trust given to the notary client that just misused a way to deposit proof of Income Tax and Customs Acquisition Rights Land and Building Tax and Annual Pemberitahunan of Land and Building Tax Year 2002 are fictitious. Based on the above, will study how the validity of a deed made by a notary who led a criminal offense and how the factors causing the notary deed-led offense of criminal offenses and how the criminal law policy in an effort to overcome the notarial deed which led to the offense-criminal offenses.

This is a normative jurisdiction research by surveying the legal bibliographical materials, and completed by deductive approach and field analysis with an interview to the informants, and the facts are analysed, represented as to the actual datas and facts.

Thus, it can be concluded that the notarial acts that cause a criminal offense, not cause he made deed is void, whether it is binding Sale and Purchase Deed and the Deed of Sale and Purchase is made before Land Officials Certificate Maker. Because the formal requirements for the transition process of land rights are met, while embezzling the notary deed Income Tax and Customs Acquisition Rights and the Land and Building Tax Notice of Land and Building of 2002 in the fictional is purely a criminal act that had nothing to do the deed of Sale and Purchase. In this case the factors can consist of internal and extern factors. Apart from these factors there is another factor that causes other legal behavior deviation factor, the factor of disintegration of the rule of law and political factors, economic and socio-cultural and kantib. To overcome the notarial deed is then taken a step in the form of penal policy and non-penal. From the description, it is recommended that should in the Law Office Notary included one article that said the courts penitera to send a copy of the contents of the decision of the judges imposed if there is any criminal act committed by a notary in the office, so that a notary must be add knowledge / understanding of the strong legal knowledge and skills in serving the public who spiked the notarial ethics to uphold professional ethics, as well as in criminal law should have set the offense-specific offense in isolation of the irregularities committed in the office as a notary public officer.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Globalisasi di bidang ekonomi dan perdagangan serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa perkembangan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat menjadikan hukum yang seharusnya sebagai kaidah yang mengatur dinamika masyarakat tidak dapat memainkan perannya sebagai alat rekayasa sosial yang memberi dasar dan sekaligus arah perkembangan agar tetap sesuai dengan nilai-nilai luhur kepribadian bangsa Indonesia.

Hukum terbentuk dan berkembang sebagai produk yang sekaligus mempengaruhi, karena itu mencerminkan dinamika proses interaksi yang berlangsung terus menerus antara berbagai kenyataan kemasyarakatan (aspirasi manusia, keyakinan agama, sosial, ekonomi, politik, moral, kondisi kebudayaan dan peradaban dalam batas-batas alamiah) satu dengan lainnya yang berkonfrontrasi dengan kesadaran dan penghayatan manusia terhadap kenyataan kemasyarakatan itu, yang berakar dalam pandangan hidup yang dianut serta kepentingan kebutuhan nyata manusia, sehingga hukum dan tatanan hukumnya bersifat dinamis.1

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (untuk selanjutnya disebut UUJN) dan Kode Etik Profesi Notaris dalam menjalankan jabatannya diminta selalu berpedoman pada kode etik profesi. Hal ini disebabkan karena jabatan notaris dinilai mudah tergelincir pada hal-hal yang merugikan dan melanggar kode etik profesi. Notaris dalam melakukan tugas jabatannya harus dengan penuh tanggung jawab dengan menghayati keseluruhan martabat jabatannya dan dengan keterampilannya melayani kepentingan masyarakat yang meminta jasanya dengan selalu mengindahkan ketentuan undang-undang, etika, ketertiban umum dan berbahasa Indonesia yang baik.

1


(16)

Jabatan notaris adalah jabatan publik namun lingkup kerja mereka berada dalam konstruksi hukum privat. Sebagai pejabat umum dalam menjalankan jabatannya untuk membuat akta otentik diawasi oleh Komisi Majelis Pengawas yang terdiri dari Majelis Pengawas Daerah, Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Pusat dengan tujuan agar peraturan jabatan notaris dan kode etik notaris dapat dilaksanakan dengan baik dan notaris dalam menjalankan tugasnya sebagai aparat penegak hukum selalu memperhatikan syarat-syarat atau ketentuan-ketentuan yang diterapkan oleh undang-undang demi terjaminnya kepastian hukum bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian.

Pasal 17 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris mengatur tentang larangan. Larangan tersebut meliputi :

1. Menjalankan jabatan diluar wilayah jabatannya.

2. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah.

3. Merangkap sebagai pegawai negeri.

4. Merangkap jabatan sebagai pejabat negara. 5. Merangkap jabatan sebagai advokat.

6. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah atau Badan Usaha Swasta.

7. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar wilayah jabatan notaris.


(17)

9. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan notaris.

Notaris dalam menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum sekaligus sebagai penegak hukum ada juga yang tidak berpegang pada peraturan jabatan notaris dan kode etik profesi, hal ini disebabkan karena para pejabat kurang menyadari akan kewajiban untuk memelihara hukum dan kurangnya pengertian akan tujuan serta fungsinya dalam pembangunan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penegakan hukum yang seyogyanya menegakkan hukum justru melanggar hukum yaitu:2

1. Faktor hukumnya sendiri.

2. Faktor penegakkan hukum yaitu pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakkan hukum.

4. Faktor masyarakat yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

5. Faktor kebudayaan yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.

Secara praktis segala sesuatu yang ada dan hidup di dalam masyarakat memiliki keterkaitan satu sama lain. Hukum dalam kenyataannya bukan merupakan subjek materi yang terpisah karena dilaksanakan dalam realitas sehari-hari. Tidak hanya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki profesi khusus pada bidang hukum seperti hakim, jaksa, polisi dan sebagainya, tetapi juga akan melibatkan orang-orang

2

Soerjono Soekanto, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada), halaman 5.


(18)

yang berasal dari kelompok-kelompok profesi lain seperti guru, pekerja-pekerja sosial, manajer pejabat-pejabat serikat, buruh, dan sebagainya.

Satjipto Rahardjo menegaskan :

Hukum adalah karya manusia yang berupa norma-norma berisikan petunjuk-petunjuk tingkah laku. Hukum merupakan pencerminan dari kehendak manusia tentang bagaimana seharusnya masyarakat itu dibina dan kemana harus diarahkan. Oleh karena itu, pertama-tama hukum mengandung rekaman dari ide-ide yang dipilih oleh mayarakat tempat hukum itu diciptakan. Ide-ide ini adalah ide mengenai keadilan.2

Masyarakat tidak hanya ingin melihat keadilan diciptakan dalam masyarakat dan kepentingan-kepentingannya dilayani oleh hukum, melainkan ia juga menginginkan agar dalam masyarakat terdapat peraturan-peraturan yang menjamin kepastian dalam hubungan mereka satu sama lain. Oleh karena itu, proses konstruksi tersebut mengandung tuntutan akan tiga hal yang oleh Radbruch disebut dengan nilai-nilai dasar dari hukum yaitu terdiri keadilan, kegunaan dan kepastian hukum.3 Pada saat ini banyaknya ditemukan kasus-kasus yang menjerat notaris ke pengadilan mulai dari pelanggaran Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang jabatan notaris, penggelapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan selanjutnya disingkat dengan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan selanjutnya disingkat dengan (PPh) yang dipercayakan kliennya untuk disetor ke Bank, hingga membuat akta.

Putusan Nomor 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn, terdapat adanya kesengajaan atau niat dari notaris untuk melakukan tindak pidana penggelapan pajak BPHTB dan PPh,

2

Anthon F.Susanto, Wajah Peradilan Kita, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2004), halaman 46.

3


(19)

serta membuat Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi Bangunan Tahun 2002 selanjutnya disingkat dengan (SPPT PBB) secara fiktif. Akibat perbuatan yang dilakukan oleh Pejabat Umum tersebut, Majelis Hakim menjatuhkan pidana penjara selama 3 tahun. Dengan hukuman pidana penjara selama 3 tahun, notaris tersebut dapat diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya sebagai pejabat umum. Arti kata dapat disini mengandung 2 pengertian yaitu bisa diberhentikan dengan tidak hormat dan tidak bisa diberhentikan dengan tidak hormat. Pasal 12 huruf D Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyebutkan Notaris dapat diberhentikan dengan tidak hormat, jika melakukan pelanggaran berat terhadap kewajiban dan larangan jabatan. Maksud dari pelanggaran berat tersebut adalah pelanggaran yang tidak memenuhi kewajiban dan melanggar larangan jabatan notaris yang dihukum penjara selama 5 tahun atau lebih, sebagaimana tercantum Pasal 13 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang menyebutkan :

Notaris diberhentikan dengan tidak hormat oleh Menteri karena dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih.

Akan tetapi perbuatan yang dilakukan notaris dengan cara melakukan penggelapan pajak BPHTB dan PPH serta membuat SPPT PBB Tahun 2002 secara fiktif itu bisa dikatakan pelanggaran berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf D Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Dari uraian di atas jika dikaitkan dengan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn, tindakan yang dilakukan notaris tersebut jelas sangat bertentangan dengan norma agama, kesusilaan atau kepatutan yang tercantum


(20)

dalam Pasal 17 huruf I Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Sebagaimana diketahui bahwa notaris dalam menjalankan profesinya sebagai penegak hukum diwajibkan selalu bertindak jujur, seksama, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum, sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi para pihak dalam pembayaran pajak BPHTB dan PPh.

Jika dicermati lebih lanjut, notaris sebagai pejabat umum tidak mempunyai wewenang untuk menyetorkan pajak BPHTB dan PPh. Yang menjadi kewenangan notaris dalam menjalankan profesinya, tercantum dalam Pasal 15 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yaitu :

1. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.


(21)

2. Notaris berwenang pula :

a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.

b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.

c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan.

d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya. e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta. f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan.

g. Membuat akta risalah lelang

Sedangkan untuk penyetoran pajak BPHTB dan PPh itu merupakan kewenangan dari wajib pajak bukan Notaris, karena status notaris adalah sebagai orang yang dipercaya oleh nasabahnya. Jika seorang nasabah memberikan kepercayaan kepada notaris untuk membayar pajak BPHTB dan PPh seharusnya kepercayaan itu dilaksanakan dengan baik agar terhindar dari ancaman pidana penjara. Untuk menghindari agar tidak terjadi yang demikian, maka diperlukan adanya pengawasan atau kontrol dalam organisasi birokrasi. Pengawasan ini terdiri dari dua kategori yaitu :

1. Mekanisme internal, pengawasan dilakukan oleh perangkat-perangkat dalam organisasi yang berfungsi pengawasan. Dalam hal ini, pengawasan dilakukan seorang atasan kepada bawahan (pengawasan melekat) dikategorikan sebagai pengawasan melalui mekanisme internal.


(22)

2. Mekanisme eksternal, pengawasan dilakukan oleh organ-organ dengan fungsi pengawasan yang kedudukannya terlepas dari anggota atau organisasi yang diawasi.4

Makna kontrol ditekankan pada konsep birokrasi dan organisasi dengan menunjuk kepada pengawasan kelembagaan formal yang bertujuan membentuk lembaga (birokrasi atau organisasi) agar lebih kondusif dalam melaksanakan tugasnya.

Untuk menindak notaris nakal seharusnya Undang-undang Jabatan Notaris memuat ketentuan pidana khusus buat notaris kalau melanggar jabatan. Baik itu pidananya berupa denda, kurungan atau penjara sebab notaris bertugas membuat akta. Dalam menyususn suatu perundang-undangan, agar aturan hukum itu dapat berlaku efektif dalam arti mempunyai dampak positif, menurut Soerjono Soekanto haruslah memperhatikan empat hal, satu di antaranya yaitu hukum positif tertulis yang ada harus mempunyai taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal yang selaras.5 Artinya dalam menyususn peraturan perundang-undangan harus memperhatikan ketentuan yang lebih tinggi dan jangan bertabrakan antar sesama peraturan yang setingkat, apalagi yang kedudukannya lebih tinggi. Maka dari itu perlu diusahakan supaya kebijakan legislatif yang berupa undang-undang itu merupakan produk politik yang berkualitas, dalam arti dapat dipertanggung jawabkan kepada publik, baik dalam proses pembuatannya maupun pada bentuk dan substansinya. Sedangkan untuk pembinaan, seharusnya dilakukan oleh Mahkamah Agung, karena produk notaris adalah akta otentik yang bisa menjadi bukti yang sempurna di pengadilan.

4

Anthon F. Susanto, Op. cit, halaman 52.

5

Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan


(23)

Masyarakat juga bisa ikut berperan yaitu dengan membuat komisi pengawas notaris khusus yang independent. Komisi itu sifatnya hanya melihat dan melaporkan, tidak bisa melakukan penindakan, seperti komisi perlindungan anak Indonesia. Dimana masyarakat boleh dilibatkan tapi bentuknya tidak dalam bentuk majelis.

Dari uraian tersebut di atas yang menggugah motivasi penulis untuk melakukan penelitian ini, agar kedepannya dampak negatif terhadap citra notaris dapat dihilangkan sehingga yang muncul adalah dampak positif karena notaris adalah seorang pejabat negara yang diberikan kewenangan serta kepercayaan penuh dalam melaksanakan tugasnya membuat suatu akta otentik dalam masyarakat. Sehingga kepercayaan yang diberikan pemerintah tersebut tidak dirusak oleh oknum notaris akibat kelalaiannya di dalam pekerjaannya.

Oleh karena itu tujuan fungsional dalam penelitian ini, peneliti ingin menyumbangkan pemikiran-pemikiran dalam bidang hukum khususnya mengenai Perbuatan notaris dalam jabatannya serta sumbangan-sumbangan ilmiah yang hasilnya dapat mengungkapkan teori-teori baru atau mengembangkan teori-teori yang sudah ada sehubungan dengan Perbuatan notaris yang dapat menimbulkan delik pidana.

B. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam proposal ini adalah :

1. Bagaimana keabsahan sebuah akta yang dibuat oleh notaris yang menimbulkan delik-delik pidana?

2. Bagaimana faktor penyebab timbulnya perbuatan notaris yang menimbulkan delik-delik pidana?


(24)

3. Bagaimana kebijakan hukum pidana dalam upaya mengatasi perbuatan notaris yang menimbulkan delik-delik pidana dalam jabatannya.

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengkaji keabsahan sebuah akta yang dibuat oleh notaris yang menimbulkan delik-delik pidana.

2. Untuk mengkaji faktor penyebab timbulnya perbuatan notaris yang menimbulkan delik-delik pidana.

3. Untuk mengkaji kebijakan hukum pidana dalam upaya mengatasi perbuatan notaris yang menimbulkan delik-delik pidana dalam jabatannya.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran di bidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum, khususnya mengenai Perbuatan notaris dalam jabatannya.

2. Secara Praktis

Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan jalan keluar yang akurat terhadap permasalahan yang diteliti dan disamping itu hasil penelitian ini dapat mengungkapkan teori-teori baru serta pengembangan teori-teori yang sudah ada.


(25)

Berdasarkan penelusuran kepustakaan baik Perpustakaan Pusat maupun yang ada di sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, ternyata belum ditemukan judul mengenai Analisis Yuridis Atas Perbuatan Notaris Yang Menimbulkan Delik-Delik Pidana (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn), memang pernah ada penelitian yang pernah dilakukan oleh :

1. Ismantoyo Adi (027011029), Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Sengketa pajak dan upaya penyelesaiannya (studi pada kantor pelayanan pajak medan timur). Adapun permasalahan yang diteliti adalah :

a. Bagaimana bentuk-bentuk sengketa pajak yang terjadi pada kantor pelayanan pajak medan timur?

b. Kendala apa saja yang terjadi dalam upaya penyelesaian sengketa pajak pada KPP medan timur?

c. Bagaimana upaya penyelesaian sengketa pajak yang terjadi pada KPP medan timur?

2. Nadia (027011048), Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul ”Peranan PPAT Dalam Pembayaran Pajak Atas Transaksi Jual Beli Tanah Dan/Atau Bangunan di Kota Banda Aceh”. Adapun permasalahan yang diteliti adalah :

a. Bagaimana peranan yang dilakukan oleh PPAT dalam pemungutan pajak terkait dengan jual beli hak atas tanah dan/atau bangunan?


(26)

b. Bagaimanakah upaya yang dilakukan oleh PPAT untuk mengefektifkan pembayaran pajak sesuai dengan Undang-undang dalam pelaksanaan jual beli hak atas tanah dan/atau bangunan?

c. Bagaimanakah bentuk kendala yang dihadapi oleh PPAT dalam mengefektifkan pemasukan ke kas negara dari sektor pajak melalui jual beli hak atas tanah dan/atau bangunan dan bagaimanakah PPAT mengatasi kendala yang ada?

Dengan demikian jika diperhadapkan permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Oleh karena itu, penulis berkeyakinan bahwa judul tesis ini dan permasalahan yang diajukan belum pernah diteliti dan dibahas, sehingga dapat dikatakan asli.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,6 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.7 Kerangka teori adalah

6

J.J.J M. Wuisman, dalam M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-asas, (Jakarta: FE UI, 1996), halaman 203. M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: CV. Mandar Maju, 1994), halaman 27, menyebutkan, bahwa teori yang dimaksud disiniadalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual di mana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.

7


(27)

kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.8

Dengan lahirnya beberapa peraturan hukum positif di luar KUHPerdata sebagai konsekuensi dari asas-asas hukum yang terdapat lapangan hukum kekayaan dan hukum perikatan inilah diperlukan kerangka teori yang akan dibahas dalam penelitian ini dengan aliran hukum positif yang analitis dari Jhon Austin, yang mengartikan :

Hukum itu sebagai a command of the lawgiver (perintah dari pembentuk undang-undang atau penguasa), yaitu suatu perintah mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau yang memegang kedaulatan, hukum dianggap sebagai suatu sistem yang logis, tetap, dan bersifat tertutup (closed logical

system). Hukum secara tegas dipisahkan dari moral dan keadilan tidak

didasarkan pada penilaian baik-buruk.9

Hukum adalah suatu tata perbuatan manusia. Tata perbuatan mengandung arti suatu sistem aturan. Hukum bukan satu peraturan semata, tetapi hukum adalah seperangkat peraturan yang kita pahami dalam satu kesatuan yang sistematik. Pernyatan bahwa hukum adalah tata perbuatan manusia, tidak berarti tata hukum hanya berkenaan dengan perbuatan manusia saja, bahwa tidak ada hal lain kecuali perbuatan manusia yang membentuk isi peraturan hukum. Masyarakat Indonesia pada khususnya mempunyai pendapat-pendapat tertentu mengenai hukum yaitu :

1. Hukum diartikan sebagai ilmu pengetahuan.

2. Hukum diartikan sebagai disiplin, yakni sistem ajaran tentang kenyataan.

8

M. Solly Lubis, Op.cit, halaman 80

9

Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 2002), halaman 55.


(28)

3. Hukum diartikan sebagai norma atau kaidah, yakni patokan perilaku pantas yang diharapkan.

4. Hukum diartikan sebagai tata hukum (yakni hukum positif tertulis). 5. Hukum diartikan sebagai petugas ataupun pejabat.

6. Hukum diartikan sebagai keputusan pejabat atau penguasa. 7. Hukum diartikan sebagai proses pemerintahan.

8. Hukum diartikan sebagai perilaku teratur dan unik. 9. Hukum diartikan sebagai jalinan nilai.

10. Hukum diartikan sebagai seni.10

Hukum tidak dapat dipisahkan dari kultur, selanjutnya M. Solly Lubis menyatakan bahwa melalui pendekatan kultur, pembinaan hukum dilihat bukan sekedar pergeseran waktu dari zaman kolonial ke zaman kemerdekaan lalu perlunya perubahan hukum, tetapi adalah juga pergeseran nilai yang ingin menjabarkan sistem nilai yang dianut ke dalam konstruksi hukum nasional.11

Wiener mendefinisikan hukum sebagai suatu sistem pengawasan perilaku

(ethical control) yang diterapkan terhadap sistem komunikasi. Wujud hukum adalah norma dan norma itu merupakan produk dari suatu pusat kekuasaan yang memiliki kewenangan untuk menciptakan dan menerapkan hukum.12

Menurut Kelsen antara norma hukum dan norma kesusilaan adalah sama dengan asas-asas pokok dari mazhab analitis Austin. Perbedaan terpenting antara dua norma tersebut ialah bahwa pada norma hukum ada sanksi, ancaman hukuman yang diberikan jika sesuatu dilakukan atau tidak dilakukan merupakan ciri khas dari hubungan hukum. yang mana norma hukum tidak membentuk satu perintah akan tetapi merupakan satu hubungan syarat dan akibat.13

Selama ini orang memandang hukum itu identik dengan peraturan perundang-undangan, padahal peraturan perundang-undangan itu merupakan salah satu unsur dari keseluruhan sistem hukum. Sistem adalah keseluruhan bangunan hukum yang didukung oleh sejumlah asas. Asas-asas tersebut bertigkat-tingkat mulai dari

grundnorm yaitu pancasila sebagai asas filosofis kemudian Undang-Undang Dasar

1945 sebagai asas konstitusional, dan akhirnya Undang-Undang sebagai asas

10

Soerjono Soekanto, Op.cit, halaman 33.

11

M. Solly Lubis, Serba serbi Politik dan Hukum, Mandar maju, Bandung, halaman 49.

12

Lili Rasjidi, Hukum Sebagai Suatu Sistem, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, halaman 94.

13


(29)

operasional.14 Berbicara tentang sistem hukum, maka sistem hukum itu terdiri dari 7 (tujuh) unsur yaitu:15

1. Asas-asas hukum.

2. Peraturan perundang-undangan yang terdiri dari : a. Undang-undang.

b. Peraturan-peraturan pelaksanaan undang-undang. c. Yurisprudensi tetap (Case Law).

d. Hukum kebiasaan.

e. Konvensi-konvensi internasional. f. Asas-asas hukum internasional.

3. Sumber Daya Manusia yang profesional, bertanggungjawab dan sadar hukum. 4. Pranata-pranata hukum (petunjuk-petunjuk hukum) seperti contoh dilarang

berhenti dilampu merah, yang apabila dilanggar akan menimbulkan akibat hukum.

5. Lembaga-lembaga hukum (legislatif, yudikatif, eksekutif), termasuk : a. Struktur organisasinya.

b. Kewenangannya. c. Proses dan prosedur. d. Mekanis kerja.

6. Sarana dan prasarana hukum, seperti :

a. Furnitur dan lain-lain alat perkantoran, termasuk komputer dan sistem manajemen perkantoran.

b. Senjata dan lain-lain peralatan terutama untuk polisi. c. Kendaraan.

d. Gaji.

e. Kesejahteraan pegawai/karyawan. f. Anggaran pembangunan dan lain-lain.

7. Budaya hukum yang tercermin oleh perilaku pejabat (eksekutif, legislatif, maupun

yudikatif), tetapi juga prilaku masyarakat yang di Indonesia cenderung

menghakimi sendiri sebelum benar-benar dibuktikan seorang tersangka atau tergugat benar-benar bersalah, melakukan suatu kejahatan atau perbuatan tercela.

Hukum sebagai suatu sistem sebagaimana yang dikemukakan oleh Sunaryati

Hartono tersebut diatas harus berjalan seimbang dari ke tujuh unsur tersebut dan

14

Bismar Nasution, dkk, Perilaku Hukum Dan Moral Di Indonesia, USU Pers, Medan, 2004, halaman 29.

15

Sunarti Hartono, Upaya Menyusun Hukum Ekonomi Indonesia Pasca Tahun 2003, Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII, BPHN Departemen Kehakiman dan Ham RI, 2003, halaman 227.


(30)

tidak bisa dijalankan secara parsial, karena jika dijalankan secara parsial maka sistem tidak jalan dengan baik. Sistem dapat berjalan dengan baik jika ketujuh unsur itu berjalan secara seimbang.

Hukum perikatan adalah keseluruhan aturan-aturan tentang perikatan yang bersumber dari perjanjian/persetujuan dan undang-undang.16 Menurut Pasal 1234 Kitab Undang-undang Hukum Perdata selanjutnya disingkat dengan (KUHPerdata) suatu perikatan bertujuan untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu.

Suatu perikatan untuk memberikan sesuatu hendaknya diperhatikan bahwa debitur bukan saja berkewajiban untuk menyerahkan benda yang bersangkutan, akan tetapi juga untuk merawatnya sebaik mungkin sampai pada saat penyerahan benda itu. Perikatan terdiri dari :17

1. Perikatan bersyarat ialah suatu perikatan yang pemenuhan janjinya tergantung pada suatu peristiwa yang akan datang dan belum tentu, hal mana dapat kita bedakan :

a. bahwa perikatan itu ditangguhkan sampai peristiwa itu terjadi.

b. bahwa perikatan itu dengan sendirinya menjadi batal/putus dan tidak berlaku jika peristiwa yang bersangkutan terjadi atau tidak terjadi.

2. Perikatan dengan ketetapan waktu (een verbintenis met tijdsbepaling) tidak menangguhkan pelaksanaannya. Jika para pihak menetapkan waktu pembayaran, utang yang bersangkutan tidak dapat ditagih sebelum waktu itu tiba, akan tetapi jika debitur telah membayar sebelumnya, ia tidak dapat memintanya kembali, demikian menurut Pasal 1269 KUHPerdata.

3. Perikatan alternatif (alternatieve verbintenis) adalah suatu perikatan dalam mana terdapat dua benda (zaken) atau perbuatan (handelingen), yang pemberian/

16

R. Soetojo Prawirohamidjojo, Hukum Perikatan, (Surabaya, PT. Bina Ilmu, 1979), halaman 9.

17

Komar Andasasmita,Notaris II Contoh Akta Otentik Dan Penjelasannya, (Bandung: Ikatan Notaris Indonesia, 1990), halaman 427.


(31)

penyerahan atau pelaksanaannya terserah kepada pilihan debitur, jika hak pilih ini tidak secara tegas diserahkan kepada kreditur.

4. Perikatan tanggung menanggung atau perikatan tanggung renteng (hoofdelijke of

solidaire verbintenis) menurut Pasal 1278 KUHPerdata ialah suatu perikatan

dalam mana pada masing-masing dari beberapa orang kreditur secara tegas diberikan hak untuk menuntut pemenuhan semua utang atau jika salah seorang dari beberapa debitur melunasi seluruh utang yang bersangkutan, maka perikatan itu berarti telah terpenuhi seluruhnya.

5. Perikatan dapat dibagi (deelbaar) atau tidak dapat dibagi (ondeelbaar) sekedar perikatan itu mengenai suatu benda (zaak) yang penyerahannya atau suatu perbuatan (daad) yang pelaksanaannya dapat atau tak dapat dibagi-bagi, baik secara nyata (lichamelijk) atau secara perhitungan (onlichamelijk).

6. Perikatan tambahan (bijkomende verbintenis/accessoir) merupakan perikatan yang diadakan sebagai jaminan agar perikatan pokok dapat dipenuhi, seperti penetapan hukuman tersebut, gadai, hipotik, crediet verband dan jaminan pribadi (borgtocht).

Menurut ketentuan Pasal 1381 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, ada sepuluh cara hapusnya perikatan yaitu:

a. Karena pembayaran.

b. Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan. c. Karena adanya pembaharuan hutang.

d. Karena percampuran hutang. e. Karena adanya pertemuan hutang. f. Karena adanya pembebasan hutang. g. Karena musnahnya barang yang terhutang. h. Karena kebatalan atau pembatalan.

i. Karena berlakunya syarat batal. j. Karena lampau waktu.

Perikatan jual beli adalah perikatan yang terjadi antara pihak yang satu dengan pihak yang lain, mewajibkan pihak yang satu untuk berprestasi dan memberi hak


(32)

kepada pihak lain untuk menerima prestasi. Perikatan jual beli dilaksanakan mengingat syarat-syarat untuk balik nama sulit didapat seperti belum di cek keabsahan sertipikat di kantor Badan Pertanahan Nasional, belum diterbitkannya SPPT PBB pada awal tahun, pajak yang belum disetor, sehingga tidak bisa langsung dibuat Akte Jual Beli.

Dalam perikatan jual beli terdapat satu pasal mengenai kuasa yang diberikan kepada pembeli. Pengertian kuasa menurut Pasal 1792 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Kuasa ini gunanya dalam perikatan jual beli adalah untuk mewakili si penjual dalam tindakan hukum mengalihkan haknya untuk membuat akte jual beli (PPAT) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Sebelum dilakukan proses balik nama sertipikat ke atas nama pembeli, terlebih dahulu pihak pertama dan kedua menyelesaikan kewajibannya membayar pajak atas tanah dan atau bangunan jika dikenakan PPh atau BPHTB atas tanah tersebut. Sebagai contoh untuk wilayah kota Medan, apabila Nilai Jual Objek pajak (NJOP) atau Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) kurang dari Rp. 30.000.000.- (tiga puluh juta rupiah), maka pembeli tidak dibebankan membayar pajak BPHTB. Sedangkan NJOP atau NPOP kurang dari Rp. 60.000.000.- (enam puluh juta), maka penjual tidak dibebankan membayar pajak PPh.

Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata ada mengatur tentang perbuatan melawan hukum dengan mengemukakan unsur-unsur sebagai berikut :


(33)

Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut.

Unsur-unsur perbuatan melawan hukum menurut hukum perdata adalah sebagai berikut :

1. Perbuatan melawan hukum, yang mencakup berbuat atau tidak berbuat. 2. Menimbulkan kerugian pada pihak lain.

3. Bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku.

4. Ada hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian. 5. Ada kesalahan pada pelaku.

Apabila seorang notaris dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat umum mengakibatkan timbulnya kerugian pada orang lain, maka ia harus bertanggung jawab bukan hanya atas kerugian akibat perbuatannya, melainkan atas kerugian yang disebabkan kelalaian atas kesembronoannya.

Menciptakan dan menerapkan hukum, notaris haruslah senantiasa berpedoman pada nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila. Nilai-nilai ini merupakan sumber dari norma bagi penegak hukum dalam menjalankan fungsinya sebagai aparatur negara. Yang dimaksudkan disini adalah norma-norma atau kaidah-kaidah yang wajib ditaati oleh para penegak hukum atau pemelihara hukum, norma-norma tersebut perlu ditaati terutama dalam menegakkan hukum, menyusun serta


(34)

memelihara hukum. Menurut O. Notohamidjojo, ada empat norma yang penting dalam penegakan hukum yaitu :18

1. Kemanusiaan.

Norma kemanusiaan menuntut supaya dalam penegakan hukum, manusia senantiasa diperlakukan sebagai manusia, sebab ia memiliki keluhuran pribadi. 2. Keadilan.

Keadilan adalah kehendak yang kekal untuk memberikan kepada orang lain apa saja yang menjadi haknya.

3. Kepatutan.

Kepatutan adalah hal yang wajib dipelihara dalam pemberlakuan undang-undang dengan maksud untuk menghilangkan ketajamannya. Kepatutan ini perlu diperhatikan terutama dalam pergaulan hidup manusia dalam masyarakat.

4. Kejujuran.

Pemeliharaan hukum atau penegak hukum harus bersikap jujur dalam mengurus atau menangani hukum, serta dalam melayani justitiable yang berupaya untuk mencari hukum dan keadilan. Atau dengan kata lain, setiap yurist diharapkan sedapat mungkin memelihara kejujuran dalam dirinya dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang curang dalam mengurus perkara.

Berbicara tentang hukum pidana tidak akan terlepas dari masalah pokok yang menjadi titik perhatiannya, masalah pokok dalam hukum pidana tersebut meliputi masalah tindak pidana (perbuatan jahat), kesalahan dan pidana serta korban. Hukum pidana adalah keseluruhan aturan-aturan ketentuan hukum mengenai perbuatan-perbuatan yang dapat di hukum dan aturan pidananya19. Yang menjadi masalah pokok dalam hukum pidana adalah20 :

1. Perumusan perbuatan yang dilarang (kriminalisasi). 2. Pertanggung jawaban pidana (kesalahan).

3. Sanksi yang diancam, baik pidana maupun tindakan.

18

E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum (Norma-norma Bagi Penegak Hukum), (Yogyakarta: Kanisius, 1995), halaman 115.

19

Martin Prodjohamidjojo, Memahami Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita), halaman 5.

20


(35)

Adapun yang menjadi unsur tindak pidana dibedakan atas unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur Subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku, termasuk didalamnya adalah segala sesuatu yang terkandung didalam hatinya. Unsur subjektif dari tindak pidana meliputi :21

1. Kesengajaan atau ketidak sengajaan (dolus atau culpa).

2. Maksud pada suatu percobaan (seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP).

3. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti misalnya yang terdapat dalam tindak pidana pencurian.

4. Merencanakan terlebih dahulu, seperti misalnya yang terdapat dalam Pasal 340 KUHP.

Sedangkan unsur objektifnya adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan yaitu didalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan. Unsur objektif dari tindak pidana meliputi :22

1. Sifat melanggar (melawan hukum).

2. Kualitas dari si pelaku, misalnya keadaan sebagai seorang pegawai negeri dalam kejahatan menurut Pasal 415 KUHP.

3. Kasualitas, yaitu hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan kenyataan sebagai akibat.

Didalam hukum pidana, untuk menentukan seseorang telah melakukan tindak pidana terlebih dahulu harus memenuhi unsur-unsur perbuatan pidana yaitu 23:

Daftar Bagan Unsur-unsur Perbuatan Pidana

Terbukti Perumusan Sifat Melawan Sifat Tercela Dipidana Delik Hukum

Sumber : D. Schafmeister, N. Kijzer, E.PH. Sitorus (1995)

21

A. Fuad Usfa dan Tongat, Pengantar Hukum Pidana, (Malang: Universitas Muhammadiyah malang, 2004), halaman 33.

22

Ibid, halaman 33.

23

D. Schafmeister, N. Kijzer, E.PH. Sitorus, Editor J.E.Sahetapy, Hukum Pidana, (Yogyakarta: Libert, 1995), halaman 27.


(36)

1. Perumusan delik tersebut harus terpenuhi unsur-unsur : a. Delik formil.

Delik formil kalau perbuatan sebagai yang dirumuskan dalam peraturan pidana telah dilakukan (yang dilarang) adalah perbuatannya atau kelakuannya. b. Delik materiil.

Mengenai unsur delik materil yang dilarang oleh undang-undang ialah akibatnya.

2. Sifat melawan hukum dapat dibedakan juga kedalam :24 a. Sifat melawan hukum formil.

Suatu perbuatan hanya dapat dipandang sebagai bersifat melawan hukum apabila perbuatan memenuhi semua unsur yang terdapat didalam rumusan delik dalam Undang-undang. Perbuatan (pidana) yang tidak memenuhi salah satu unsur delik dalam rumusan Undang-undang tidak dapat dikatakan bersifat melawan hukum.

b. Sifat melawan hukum materil.

Suatu perbuatan bersifat melwan hukum atau tidak, ukurannya bukan hanya didasarkan pada ketentuan-ketentuan hukum yang tertulis saja, tetapi juga harus ditinjau menurut asas-asas umum dari hukum yang tidak tertulis, seperti nilai-nilai dalam masyarakat (hukum masyarakat).

3. Sifat Tercela

Suatu perbuatan yang memenuhi semua unsur delik yang tertulis dan juga bersifat melawan hukum, namun tidak dapat dipidana kalau tidak dapat dicela pelakunya. Misalnya kalau dia berada dalam kesesatan yang dapat dimaafkan (ingat putusan terkenal tahun 1916 tentang Air dan Susu).Sifat melawan hukum dan sifat tercela itu merupakan syarat umum untuk dapat dipidananya perbuatan, sekalipun tidak disebut dalam rumusan delik. Inilah yang yang dinamakan unsur di luar undang-undang, jadi yang tidak tertulis.25

24

Ibid, halaman 70.

25


(37)

Dengan terpenuhinya semua unsur perbuatan pidana tersebut diatas, barulah dapat dikatakan seseorang itu telah melanggar hukum dan dapat dipidana. Jika dikaitkan unsur-unsur perbuatan pidana tersebut diatas dengan kasus perkara Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn terdapat adanya perbuatan notaris yang bertentangan dengan hukum, yaitu telah terpenuhinya seluruh unsur-unsur dari Pasal 372 KUHPidana yaitu dengan adanya :

1. Unsur barang siapa.

Yang dimaksud dengan unsur barang siapa oleh Undang-undang adalah orang sebagai subjek hukum yang dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya, dan dalam perkara ini dimuka persidangan telah dihadapkan terdakwa notaris, yang selama persidangan dapat/sanggup mengikuti jalannya persidangan dan dapat memberikan tanggapan terhadap keterangan saksi-saksi, serta memberikan jawaban-jawaban atas pertanyaan Hakim dan Jaksa Penuntut umum dengan baik dan lancar, sehingga tidak terdapat hal-hal yang dapat dijadikan pertimbangan untuk menghapuskan pidana, dan oleh karena itu maka unsur barang siapa telah terpenuhi secara sah dan meyakinkan menurut hukum.

2. Unsur dengan sengaja.

Bahwa menurut ilmu hukum, kesengajaan (opzettelijk) dibagi menjadi 3 (tiga) tingkatan yaitu kesengajaan sebagai maksud atau tujuan, kesengajaan sebagai kepastian atau kesadaran mengenai perbuatan yang disadari sebagai pasti menimbulkan suatu akibat, dan kesengajaan sebagai kemungkinan atau suatu kesadaran mengenai suatu perbuatan terhadap kemungkinan timbulnya suatu


(38)

akibat dari suatu perbuatan. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa niat notaris untuk

menggelapkan uang yang telah dicairkan dari saksi korban sebesar Rp. 660.000.000.- (enamratus enampuluh juta rupiah) timbul setelah adanya

kesempatan atau peluang dari saksi korban yang menyatakan bahwa saksi korban tidak mau tahu menahu tentang proses balik nama, dan yang penting sertifikat selesai, sehingga peluang inilah yang digunakan oleh notaris dengan cara tidak menyetorkan uang Rp. 660.000.000.- (enamratus enampuluh juta rupiah) tersebut ke bank untuk pembayaran pajak, dan kemudian terdakwa justru menyuruh anak buahnya untuk memalsukan atau membuat surat setoran pajak fiktif, padahal notaris sadar dan insyaf bahwa dengan perbuatan tersebut, kemungkinan dapat timbul suatu akibat lain, dan dalam fakta persidangan akibat dibuatnya surat setoran fiktif, maka timbul kerugian pada saksi korban karena harus membayar kembali pajak-pajaknya, dan juga akibat perbuatan notaris tersebut negara mengalami kerugian.

3. Unsur memiliki dengan melawan hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan.

Yang dimaksud dengan memiliki barang itu dengan melawan hak adalah niat dari notaris untuk memiliki barang milik orang lain tanpa ada haknya atau tanpa seijin dari pemilik barang tersebut ataupun memperlakukan barang tersebut seolah-olah sebagai barang miliknya. Hal ini dapat dilihat dengan diserahkannya cek oleh saksi korban kepada notaris untuk mengurus proses balik nama sertifikat beserta


(39)

pembayaran pajak, namun notaris tidak menggunakan uang tersebut untuk membayar pajak sebagai syarat balik nama, akan tetapi justru untuk keperluan diluar yang diperuntukkan diantaranya untuk menyelenggarakan kejuaraan daerah taekwondo, membangun pos polisi, dan membeli sejumlah barang-barang untuk keperluan kantor, sehingga terbukti notaris memiliki uang itu dengan melawan hak atau keperluan uang tersebut seolah-olah sebagai miliknya, sehingga pihak lain dirugikan. Dengan kata lain perbuatan yang dilakukan notaris tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan penggelapan dalam penggelapan.

Undang-undang pidana kadang-kadang menentukan bahwa perbuatan atau kelalaian orang baru dapat dihukum kalau dilakukan dalam keadaan tertentu, umpama melawan tindakan pegawai negeri itu dapat dihukum kalau perlawanan itu dilakukan dengan ancaman kekerasan atau dengan kekerasan dan jika pegawai negeri itu sedang melakukan kewajibannya. Ataupun pelanggaran terhadap kehormatan orang lain dapat dihukum kalau dilakukan ditempat umum, tempat umum itu ialah keadaan. Syarat yang perlu untuk pengertian umum tentang delik ialah sifatnya yang bertentangan dengan keharusan atau larangan yang ditentukan oleh undang-undang.

Bahwa notaris tersebut dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat umum tidak berpegang pada kode etik notaris dalam Undang-undang Jabatan Notaris serta kurangnya moralitas.26 Moralitas akan tercapai apabila kita menaati hukum lahiriah bukan lantaran hal itu membawa akibat yang menguntungkan kita atau lantaran takut

26

Moralitas adalah kesesuaian sikap dan perbuatan kita dengan norma atau hukum batiniah kita, yakni apa yang kita pandang sebagai kewajiban kita.


(40)

pada kuasa sang pemberi hukum melainkan kita sendiri menyadari bahwa hukum itu merupakan kewajiban kita.27

Dengan demikian notaris harus memiliki perilaku profesional yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut :28

a. Harus menunjuk pada keahlian yang didukung oleh pengetahuan dan pengalaman yang tinggi.

b. Memiliki integritas moral, dalam arti segala pertimbangan moral harus melandasi tugas-tugas professional. Pertimbangan moral profesional ini harus diselaraskan dengan nilai-nilai kemasyarakatan, nilai-nilai sopan santun dan agama.

c. Menunjuk pada kejujuran, tidak saja pada pihak kedua atau ketiga, tetapi juga pada dirinya sendiri.

d. Dalam melakukan tugas jabatannya, notaris tidak boleh semata-mata didorong oleh pertimbangan uang, tidak boleh diskriminatif.

e. Notaris profesional harus memegang teguh kode etik profesi.

2. Kerangka Konsepsi

Kerangka konsepsi sehubungan penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang29.

b. Akta adalah otentik, bukan karena penetapan undang-undang, akan tetapi karena dibuat dihadapan seorang pejabat umum.

c. Pidana adalah aturan-aturan yang sifatnya memaksa, apabila dilanggar akan mendapat sanksi hukuman.

27

S.P. Lili Tjahjadi, Hukum Moral, (Yogyakarta: Kanisius, 1991), halaman 47.

28

E. Sumaryono, Op.cit, halaman 159.

29


(41)

d. Delik adalah kelakuan yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan dan dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab.30

e. Hukum adalah semua peraturan yang mengatur perhubungan antara orang-orang dalam masyarakat sehingga tercapai susunan masyarakat yang teratur dan adil.31 f. Jabatan adalah kedudukan seseorang didalam menjalankan suatu profesi yang

sesuai dengan keahliannya.

g. Penerapan hukum adalah penempatan hukum yang dijalankan dengan memperhatikan nilai-niai dasar hukum yaitu kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan.

h. Pengaturan hukum adalah cara (perbuatan) mengatur tentang sesuatu hal yang berhubungan dengan hukum.

i. Kebijakan adalah seperangkat keputusan yang diambil oleh pelaku-pelaku politik dalam rangka memilih tujuan dan bagaimana cara untuk pencapaian tujuan.32

G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian mengenai Analisis Yuridis atas Perbuatan Notaris yang Menimbulkan Delik-delik Pidana merupakan penelitian hukum normatif yang juga

30

Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana (edisi revisi 2008), (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008), halaman 88.

31

Samidjo, Ringkasan & Tanya jawab Hukum Pidana, (Bandung: CV. Armico), halaman 1.

32


(42)

disebut sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen, karena lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada diperpustakaan. Pelaksanaan penelitian normatif secara garis besar ditujukan kepada :

1. Penelitian terhadap asas-asas hukum. 2. Penelitian terhadap sistematika hukum. 3. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum. 4. Perbandingan Hukum.

5. Sejarah Hukum. 33

Dari unsur-unsur penelitian hukum normatif tersebut diatas dikaitkan dengan judul penelitian tersebut diatas, peneliti lebih memberatkan terhadap menemukan asas-asas hukum dalam jabatan notaris mengenai kapan seorang notaris dapat dikatakan telah melakukan tindak pidana dalam menjalankan tugasnya serta sinkronisasi aturan-aturan hukum mengenai perbuatan notaris ke dalam sistem hukum pidana nasional di Indonesia.

Penelitian ini dititik beratkan pada studi kepustakaan, sehingga data sekunder atau bahan pustaka lebih diutamakan dari data primer. Data sekunder yang diteliti terdiri atas :

a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat, antara lain berupa : 1. Pancasilan.

2. Undang-Undang dasar 1945. 3. Ketetapan MPR.

4. Peraturan perundang-undangan. 5. Yurisprudensi.

6. Traktat.34

33

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1985), halaman 14.

34

Ediwarman, Monograf (Metodologi Penelitian Hukum), Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, 2009, halaman 113.


(43)

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang berhubungan dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum primer, antara lain :

1. Rancangan peraturan-peraturan perundang-undangan. 2. Hasil karya ilmiah para sarjana.

3. Hasil-hasil penelitian.

c. Bahan hukum tertier yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan primer dan sekunder antara lain :

1. Kamus besar bahasa Indonesia. 2. Ensiklopedi Indonesia.

3. Berbagai majalah hukum yang berkaitan dengan jabatan notaris.35

2. Metode Pendekatan

Penelitian ini mempergunakan metode pendekatan deskriptif analisis dengan pendekatan yuridis normatif, dimulai analisis terhadap pasal-pasal yang mengatur hal-hal yang menjadi permasalahan diatas, dengan mengingat permasalahan yang diteliti berdasarkan pada peraturan-peraturan perundang-undangan yaitu hubungan peraturan satu dengan peraturan lain serta kaitannya dengan penerapannya dalam praktek.

35


(44)

3. Alat Pengumpulan Data

Pada umumnya para peneliti mempergunakan alat pengumpulan data berupa: 1. Studi kepustakaan/studi dokumen (Documentary Study).

2. Wawancara (Interview).

3. Daftar pertanyaan (Kuesioner angket).

Pada prakteknya ketiga jenis alat pengumpul data tersebut dapat dipergunakan secara bersama-sama, karena disamping studi kepustakaan, juga peneliti melakukan wawancara kepada penegak hukum lain dalam kaitannya dengan penelitian ini.

4. Prosedur Pengambil Data dan Pengumpul Data

Untuk memperoleh data yang relevan dengan permasalahan yang diteliti, dilaksanakan dua tahap penelitian :

a. Studi Kepustakaan.

Studi kepustakaan ini untuk mencari konsep-konsep, teori-teori, pendapat-pendapat atau penemuan-penemuan yang berhubungan erat dengan pokok permasalahan. Kepustakaan tersebut dapat berupa peraturan perundang-undangan, karya ilmiah para sarjana dan lain-lain.

b. Studi Lapangan.

Studi lapangan adalah cara memperoleh data yang bersifat primer. Hal ini akan diusahakan untuk memperoleh data-data dengan mengadakan tanya jawab (wawancara) dengan penegak hukum.


(45)

5. Analisis Data

Setelah pengumpulan data dilakukan, maka data tersebut dianalisa secara

kualitatif36 yakni dengan mengadakan pengamatan data-data yang diperoleh dan

menghubungkan tiap-tiap data yang diperoleh tersebut dengan ketentuan-ketentuan maupun asas-asas hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. Karena penelitian ini normatif , dilakukan interpretasi dan konstruksi hukum dengan menarik kesimpulan menggunakan cara deduktif menjawab dari permasalahan dan tujuan penelitian yang ditetapkan.

36

Bambang Sunggono, Metodelogi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), halaman 10.


(46)

BAB II

KEABSAHAN SEBUAH AKTA YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG MENIMBULKAN DELIK-DELIK PIDANA

Kode Etik Jabatan Notaris

Dalam menjalankan sebuah profesi hukum, terutama dalam profesi notaris, terdapat beberapa hal yang harus ditaati oleh para professional tersebut. Berkaitan dengan kegiatan profesi hukum, maka kebutuhan manusia untuk memperoleh layanan hukum juga termasuk dalam lingkup dimensi budaya perilaku manusiawi yang dilandasi oleh nilai moral dan nilai kebenaran. Atas dasar ini, maka beralasan bagi pengemban profesi hukum untuk memberikan layanan bantuan hukum yang sebaik-baiknya kepada klien yang membutuhkannya. Namun dalam kenyataannya, manusia menyimpang dari dimensi budaya tersebut sehingga perilaku yang ditunjukkannya justru melanggar nilai moral dan nilai kebenaran yang seharusnya dijunjung tinggi. Manusia sebagai makhluk budaya selalu melakukan penilaian terhadap keadaan yang dialaminya, dengan arti memberikan pertimbangan untuk menentukan sesuatu itu benar atau salah.37 Hasil penilaian yang diberikan (nilai) yang hidup dalam pikiran anggota masyarakat membentuk sistem nilai yang berfungsi sebagai pedoman.38

37

Muhammad Abdulkadir, Etika Profesi Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997), halaman 8

38


(47)

Sistem nilai yang dianut oleh masyarakat itu menjadi tolak ukur kebenaran dan kebaikan cita-cita dan tujuan yang hendak dicapai dalam kehidupan. Sistem nilai tersebut berfungsi sebagai kerangka acuan untuk menata kehidupan pribadi dan menata hubungan antara manusia dan manusia serta alam sekitarnya.39 Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan manusia lainnya. Sebagai dasar penataan hubungan dengan manusia lain itu diperlukan aturan yang merupakan cerminan dari sistem nilai. Aturan dalam bentuk konkret yang bersumber pada sistem nilai disebut norma hukum. Sistem nilai menjadi dasar kesadaran masyarakat untuk mematuhi norma hukum yang diciptakan.40

Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan hubungan dengan manusia lain. Dalam hubungan tersebut, setiap manusia berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma moral sebagai acuan perilakunya. Nilai-nilai dan norma-norma moral ini merupakan sistem Nilai-nilai yang kemudian dijelmakan ke dalam norma-norma sosial yang menjadi cermin setiap perbuatan bermasyarakat, yang disebut hukum kebiasaan. Dalam hubungan dengan manusia lain itu, manusia memenuhi apa yang seharusnya dilakukan (kewajiban) dan memperoleh apa yang seharusnya didapati (hak) sesuai dengan hukum kebiasaan. Setiap manusia mempunyai hak-hak yang diperolehnya sejak lahir (hak asasi), dan hak-hak yang diperoleh karena diberikan oleh undang-undang. Namun karena manusia mempunyai kelemahan, seperti berbuat khilaf, keliru maka tidak mustahil suatu ketika terjadi penyimpangan atau pelanggaran norma-norma sosial yang menimbulkan keadaan tidak tertib, tidak stabil yang perlu dipulihkan kembali.

Untuk memulihkan ketertiban dan menciptakan kestabilan diperlukan sarana pendukung, yaitu organisasi masyarakat. Dalam bidang hukum organisasi masyarakat

39

Supriadi, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), halaman 4.

40


(48)

itu dapat berupa organisasi profesi hukum yang berpedoman pada kode etik. Dalam bidang masyarakat, organisasi masyarakat itu berupa negara yang berpedoman pada hukum positif. Hukum positif merupakan bentuk konkret dari sistem nilai yang hidup dalam masyarakat.41 Hukum positif adalah bagian dari hukum manusia yang dibentuk oleh penguasa Negara atau kelompok masyarakat untuk menjamin keberlakuan hukum kodrat dan hukum wahyu dalam kehidupan manusia.42

Masalah etika akhir-akhir ini banyak dipersoalkan, tidak hanya di Indonesia saja. Akan tetapi mengenai etika ini dan permasalahannya telah lama dan selalu diusahakan agar etika ini betul-betul dapat berkembang dan melekat pada setiap profesi. Bahkan pada zaman dulu Hippocrates telah menyatakan ilmu kedokteran hanya boleh diajarkan kepada orang-orang yang betul-betul sacred person (orang-orang yang suci). Karena itu dalam riwayat perjalanan hidup Hippocrates, maka ia hanya mau menerima dan mengajar seorang murid jika murid itu betul-betul sacred

person.

Hubungan antara ilmu, orang dan sacred person ini merupakan suatu aturan dan norma yang diharapkan oleh profesi, ilmu dan etiknya, guna dapat menjalankan profesi dan disebut sebagai seorang yang profesional. Hal mana disebabkan karena kode etik dari suatu profesi adalah tuntutan dan tuntutan untuk menjalankan profesi secara profesional atas nilai-nilai manusia yang luhur.43

41

Abdulkadir, Op. cit, halaman 11.

42

Ibid, halaman 11-12.

43

Ignatius Ridwan Widyadharma, Etika Profesi Hukum, (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1996), halaman 7.


(49)

Bertens menjelaskan, etika berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu ethos dalam bentuk tunggal yang berarti adat kebiasaan, adat istiadat, akhlak yang baik. Bentuk jamak dari ethos adalah ta etha artinya adat kebiasaan.44 Dari bentuk jamak ini terbentuklah istilah etika yang oleh filsuf yunani Aristoteles sesudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. berdasarkan asal usul kata ini, maka etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.45

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1988), Etika dirumuskan dalam tiga arti, yaitu :

1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).

2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.

3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Dari beberapa pengertian etika tersebut, menurut A. Sonny Keraf, etika dipahami dalam pengertian moralitas sebagai refleksi kritis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak dalam sistem situasi konkret, situasi khusus tertentu. Etika adalah filsafat moral, atau ilmu yang membahas dan mengkaji secara kritis persoalan benar dan salah secara moral, tentang bagaimana harus bertindak dalam situasi konkret.46

Disini kita dihadapkan kepada fakta, sehingga etika disini merupakan etika deskriptif. Apabila diharapkan adanya pola perilaku yang ideal yang wajib dipenuhi

44

Supriadi, Op. cit, halaman 7.

45

Abdulkadir, Op. cit halaman 13.

46


(50)

manusia maka disini etika menampakkan diri sebagai tuntunan hidup dan hal mana lazim disebut etika normatif.47

Menurut Franz Magnis Suseno, etika bukan sumber tambahan moralitas melainkan merupakan filsafat yang merefleksikan ajaran-ajaran moral. Pemikiran filsafat mempunyai lima ciri khas yaitu bersifat rasional, kritis, mendasar, sistematis, dan normatif.48

Secara lengkap dapat dipahami dengan terkaitnya etika dengan filsafat juga menguasai etika. Pada bagian inilah maka sikap rasional yang mendasarkan diri pada nalar, sikap kritis yang ingin mengerti suatu masalah sampai ke akar-akarnya dan sikap sistematis yang merupakan ciri pemikiran ilmiah, sikap yang mendasar adalah memiliki alasan yang bersumber pada pemikiran ilmiah, serta sikap normatif yang menempatkan bagaimana pandangan moral harus diterapkan dan dijalankan berdasarkan aturan yang ada, merupakan satu kesatuan bulat yang ada pada etika termasuk kode etik. Jadi etika adalah merupakan filsafat moral yaitu pemikiran yang dilandasi oleh rasional. Kritis, mendasar, sistematis, dan normatif. Kemudian memberikan jawaban dan pertanggung jawaban tentang ajaran moral yaitu bagaimana seorang yang berprofesi harus bersikap, bertanggung jawab.

Dapat dirasakan sekarang bahwa etika termasuk kode etik itu dimaksudkan untuk membawa suatu profesi dalam menjalankan profesinya supaya betul-betul

47

Ignatius Ridwan Widyadharma, Op. cit, halaman 12.

48


(51)

mencerminkan pekerjaan profesional yang bermoral dengan motivasi dan orientasi pada keterampilan intelektual serta beragumentasi secara rasional dan kritis.

Menurut Darji Darmodiharjo, etika berfungsi sebagai pembimbing tingkah laku manusia agar dalam mengelola kehidupan ini tidak sampai bersifat tragis.49 Sedangkan menurut Magnis Suseno, fungsi utama etika yaitu untuk membantu kita mencari orientasi secara kritis dalam berhadapan dengan moralitas yang membingungkan. Di sini terlihat bahwa etika adalah pemikiran sistematis tentang moralitas, dan yang dihasilkannya secara langsung bukan kebaikan, melainkan suatu pengertian yang lebih mendasar dan kritis.50

Adapun empat alasan yang melatar belakanginya yaitu51 :

1. Etika dapat membantu dalam menggali rasionalitas dari moral agama, seperti mengapa Tuhan memerintahkan ini, bukan itu.

2. Etika membantu dalam menginterprestasikan ajaran agama yang saling bertentangan.

3. Etika dapat membantu menerapkan ajaran moral agama terhadap masalah-masalah baru dalam kehidupan manusia, seperti soal bayi tabung dan euthanasia, yaitu tindakan mengakhiri hidup dengan sengaja kehidupan makhluk.

4. Etika dapat membantu mengadakan dialog antar agama karena etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional belaka, bukan pada wahyu.

Peranan etika termasuk kode etik bagi seorang yang berprofesi, oleh Talcot Parson dijelaskan sebagai berikut52 :

49

Darji Darmodiharjo dan Sidharta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Cetakan I, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995), halaman 237.

50

C.S.T. Kansil dan Christine T. Kansil, Pokok-pokok Profesi Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1995), halaman 2.

51

Ibid

52


(52)

“Manusia adalah sosialisasi animal, artinya binatang yang tersosialisasi atau juga bisa diartikan secara bebas binatang yang bermasyarakat. Masyarakat adalah suatu sistem yang dibangun di atas sekumpulan nilai-nilai umum yang dilindungi oleh anggota-anggotanya dalam suatu proses sosialisasi. Melalui proses sosialisasi inilah, maka seorang individu belajar tentang bagaimana dia harus bertindak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan sosialnya, bagaimana dia harus memberikan aksi dan reaksi terhadap aturan-aturan dan nilai-nilai yang berlaku dalam lingkungannya, dan semua itu merupakan bagian dari pada proses pembentukan mentalnya. Jadi individu selalu membentuk suatu interaksi tertentu dengan tata aturan sosial yang menjadi lingkungannya. Aturan-aturan sosial tidak hanya dibentuk oleh faktor-faktor internal melalui tindakan atau perilaku-perilaku dari anggota-anggota masyarakatnya. Selain itu aturan-aturan sosial tidak bersifat individual, tetapi ditujukan kepada seluruh individu yang ada dalam masyarakat di mana aturan-aturan sosial itu berlaku, hal itu dibuktikan dengan terbentuknya aturan-aturan sosial itu menjadi sekumpulan konsep-konsep tentang peran, norma, dan status yang memberikan arah tertentu terhadap kehidupan sosial dalam masyarakat”.

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari semua itu adalah bahwa etika termasuk kode etik menjadikan landasan akan perlunya kesadaran akan tanggung jawab. Disinilah kemudian dilahirkan suatu dimensi bahwa menjalankan suatu profesi dalam masyarakat bukan ditentukan oleh pertimbangan untung rugi akan tetapi justru dengan pertimbangan untuk demi masyarakat.53 Kode etik adalah suatu profesi yang bertujuan kepada pengabdian bagi sesama manusia, sehingga etika profesi menegaskan agar seorang profesional menjalankan profesinya dengan selalu memiliki idealisme, agar tuntutan etika profesi dijalankan dengan tekad semangat berkepribadian dan bertanggung jawab. Kemampuan sedemikian itu membawa pribadi si profesional untuk bersikap kritis dan rasional baik dalam melahirkan

53


(53)

pendapatnya sendiri maupun bertindak sesuai dengan apa yang dipertanggung jawabkan54.

Notaris merupakan suatu pekerjaan yang memiliki keahlian khusus yang menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani kepentingan umum. Menurut Ismail Saleh, notaris perlu memperhatikan apa yang disebut sebagai perilaku profesi yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut 55:

1. Mempunyai integritas moral yang mantap.

2. Harus jujur terhadap klien maupun diri sendiri (kejujuran intelektual). 4. Sadar akan batas-batas kewenangannya.

5. Tidak semata-mata berdasarkan uang.

Lebih lanjut, beliau mengatakan bahwa empat pokok yang harus diperhatikan para notaris adalah sebagai berikut :56

1. Dalam menjalankan tugas profesinya, seorang notaris harus mempunyai integritas moral yang mantap. Dalam hal ini, segala pertimbangan moral harus melandasi pelaksanaan tugas profesinya. Walaupun akan memperoleh imbalan jasa yang tinggi, namun sesuatu yang bertentangan dengan moral yang baik harus dihindarkan.

2. Seorang notaris harus jujur, tidak hanya pada kliennya, juga pada dirinya sendiri. Ia harus mengetahui akan batas-batas kemampuannya, tidak memberi janji-janji sekedar untuk menyenangkan kliennya, atau agar si klien tetap mau memakai jasanya. Kesemuanya itu merupakan suatu ukuran tersendiri tentang kadar kejujuran intelektual seorang notaris.

3. Seorang notaris harus menyadari akan batas-batas kewenangannya. Ia harus menaati ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku tentang seberapa jauh ia dapat bertindak dan apa yang boleh serta apa yang tidak boleh dilakukan. Adalah bertentangan dengan perilaku profesional apabila seorang notaris ternyata berdomisili dan bertempat tinggal tidak di tempat kedudukannya sebagai notaris.

54

Ibid, halaman 11.

55

Lilian Tedjosaputro, Op.cit., halaman 86.

56


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan sebelumnya maka penulis menyimpulkan sebagai berikut :

1. Keabsahan sebuah akta yang dibuat oleh notaris yang menimbulkan delik-delik pidana tidak membuat akta itu menjadi cacat hukum atau batal demi hukum, karena yang salah hanyalah prosedur dalam pembayaran pajak BPHTB dan PPh yang tidak disetor oleh notaris ke kas negara, yang mengakibatkan notaris tersebut dijatuhkan hukuman pidana penjara selama 3 Tahun.

2. Faktor-faktor penyebab timbulnya perbuatan notaris yang menimbulkan delik pidana dapat dilihat antara lain faktor penyimpangan perilaku hukum; faktor disintegrasi dari peraturan hukum; faktor politik, ekonomi, dan sosial budaya dan kantib.

3. Kebijakan hukum pidana dalam upaya mengatasi perbuatan notaris terdiri dari kebijakan penal dan non-penal. kebijakan penal merupakan sanksi/hukuman pidana yang lebih menekankan pada hukuman sanksi badan. Sedangkan kebijakan non-penal ini dapat dilakukan dengan upaya pencegahan kejahatan berupa sanksi administratif seperti pemberhentian dengan hormat dan pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatan notaris, yang pada dasarnya merupakan tujuan utama dari kebijakan kriminal.


(2)

B. Saran

Sesuai dengan kesimpulan-kesimpulan tersebut, maka penulis mengajukan saran-saran sebagai berikut :

1. Sebaiknya dalam UUJN perlu dicantumkan salah satu pasal yang berbunyi kepada penitera pengadilan negeri agar mengirimkan salinan isi putusan yang dijatuhkan majelis hakim apabila terdapat adanya tindak pidana yang dilakukan oleh notaris dalam jabatannya.

2. Agar notaris harus menambah pengetahuan/pemahaman ilmu hukum yang kuat serta keterampilan dalam melayanani masyarakat sebagai misi utama dalam hidupnya, yang mana pelayanan itu harus berpaku pada kode etik notaris yang telah disahkan dan disepakati guna menjunjung tinggi etika profesional. Sehingga tidak mengorbankan keluhuran dan martabat notaris sebagai pejabat umum. Untuk itu Ikatan Notaris Indonesia harus berusaha menjalankan peran pembinaan untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan para notaris agar tidak tersesat.

3. Sebaiknya di dalam hukum pidana dicantumkan mengenai delik-delik khusus yang mengatur secara tersendiri mengenai penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan notaris dalam jabatannya sebagai pejabat umum.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdulkadir, Muhammad, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997. Adjie, Habib, Hukum Notaris Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, 2008.

Andasasmita, Komar, Notaris II Contoh Akta Otentik Dan Penjelasannya, Ikatan Notaris Indonesia, Bandung, 1990.

Arief, Barda Nawawi, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan

Dengan Pidana Penjara, CV. Ananta, Semarang, 1994.

_________, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum

Pidana, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005.

_________, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005.

Bosu, B, Sendi-sendi Kriminologi, Usaha Nasional, Surabaya, 1982. Donald Black, The Behavior of law, Academic press, New York, 1976.

Darmodiharjo, Darji dan Sidharta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Cetakan I, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1995.

Ediwarman, Monograf Metodologi Penelitian Hukum (Panduan Penulisan Tesis dan

Disertasi), Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera

Utara, 2009.

Hamzah, Andi, Asas-asas Hukum Pidana (Edisi Revisi 2008), PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2008.

Hartono, Sunarti, Upaya Menyusun Hukum Ekonomi Indonesia Pasca Tahun 2003, Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII, BPHN Departemen Kehakiman dan Ham Ri, 2003.

Hardjana, Agus M., Landasan Etika Profesi, Cetakan ke-5, Kanisius, Jakarta, 2004. Hisyam, M., Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-asas, FE UI, Jakarta, 1996.


(4)

Kansil, C.S.T. dan Christine T. Kansil, Pokok-pokok Profesi Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1995.

Keraf, Sonny, Etika Lingkungan, Kompas, Jakarta, 2002.

Kusnadi, Moh. dan Harmaili Ibrahim, Hukum dan Tata Negara Indonesia, Cetakan II, Fakultas Hukum UI, Jakarta, 1983.

Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994. _________, Serba-serbi Politik dan Hukum, Mandar Maju, Bandung.

_________, Kebijakan Publik, CV. Mandar Maju, Bandung, 2007. _________, Sistem Nasional, USU Pres, 1988.

Mardalis, Metode Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta, 1995.

Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, UNDIP Semarang, 1995.

Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan kebijakan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1992.

_________, Bunga Rampai Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1992.

Nasution, Bismar, dkk, Perilaku Hukum Dan Moral Di Indonesia, USU Pers, Medan, 2004.

Nawawi, Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University Perss, Yogyakarta, 2003.

Nico, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Center for Documentation and Studies of Business Law (CDSBL), Yogyakarta, 2003.

Prawirohamidjojo, R. Soetojo, Hukum Perikatan, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1979.

Prodjohamidjojo, Martin, Memahami Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Purbacaraka, Purnadi dan Soerjono Soekanto, Perihal Kaedah-kaedah Hukum, Alumni, Bandung, 1978.


(5)

Sahetapy, J.E., Teori Kriminologi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992. Samidjo, Ringkasan & Tanya jawab Hukum Pidana, CV. Armico, Bandung.

Schafmeister, D, N. Kijzer, E.PH. Sitorus, Editor J.E.Sahetapy, Hukum Pidana, Libert, Yogyakarta, 1995.

S.P. Lili Tjahjadi, Hukum Moral, Kanisius, Kanisius, Yogyakarta, 1991.

Soekanto, Soerjono, Penelitian Hukum Normatif, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1985.

_________, Pengantar Penelitian Hukum, UI. Press, 1984.

_________, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Soetiksno, Filsafah Hukum, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1997. Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1977.

_________, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat, Sinar Baru, Bandung, 1983.

Sumaryono, E, Etika Profesi Hukum (Norma-norma Bagi Penegak Hukum), Kanisius, Yogyakarta, 1995.

Sunggono, Bambang, Metodelogi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997.

Supriadi, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006.

Susanto, Anthon F, Wajah Peradilan Kita, PT. Refika Aditama, Bandung, 2004. Suseno, Franz Magnis, Etika Umum, Kanisius, Yogyakarta, 1983.

Syahrin, Alvi,Beberapa Masalah Hukum, PT. Sofmedia, Medan, 2009.

Syahrani, Riduan, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999.


(6)

Usfa, A. Fuad dan Tongat, Pengantar Hukum Pidana, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, 2004.

Rasjidi, Lili, Hukum Sebagai Suatu Sistem, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993. Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju, Bandung,

2002.

Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.

Tedjosaputro, Liliana, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Aneka Ilmu, Semarang, 2003.

Tjahjadi, S.P. Lili, Hukum Moral, Kanisius, Yogyakarta, 1991.

Widyadharma, Ignatius Ridwan, Etika Profesi Hukum, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1996.

B. Internet

http://bardanawawi.blogspot.com/2007/10/bung-rampai-kebijakan-hukum pidana.html.

http://cetak.bangkapos.com/opini/read/69.html.

http://perpustakaan.uns.ac.id/jurnal/upload_file/53-fullteks.pdf.

C. Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHPidana).


Dokumen yang terkait

Analisis Hukum Atas Perbuatan Oknum Notaris yang Menerima Penitipan Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn)

9 111 123

Analisa Yuridis Putusan Pengadila Terhadap Akta Notaris Yang Batal Demi Hukum (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)

10 200 88

Penerapan Sanksi Pidana Pada Kasus Kelalaian Pengemudi Yang Menimbulkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No.854 /Pid.B/2012/Pn.Mdn )

2 81 84

Analisis Hukum Atas Perbuatan Oknum Notaris Yang Menerima Penitipan Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (Bphtb) (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/Pn.Mdn)

4 50 123

Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Surat Kuasa Yang Dibuat Notaris (Study Kasus Putusan MA NO. 303 K/PID/2004)

9 140 135

Analisis Yuridis Terhadap Pembatalan Akta Notaris (Studi Kasus Pada Pengadilan Negeri Medan)

24 189 131

Analisis Yuridis Atas Perbuatan Notaris Yang Menimbulkan Delik-Delik Pidana (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan NO. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn)

0 60 119

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum Atas Perbuatan Oknum Notaris yang Menerima Penitipan Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn)

0 0 24

Analisis Hukum Atas Perbuatan Oknum Notaris yang Menerima Penitipan Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn)

0 0 14

Analisis Hukum Atas Perbuatan Oknum Notaris Yang Menerima Penitipan Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (Bphtb) (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/Pn.Mdn)

0 0 14