Evaluasi Pengelolaan Dana DesaBerdasarkan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Studi Kasus Desa Halaban Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Desa atau sebutan lain merupakan satu kesatuan masyarakat hukum yang
memliki luas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui
dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia 1
Pemerintahan desa sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas pengolahan
proses sosial dalam masyarakat memiliki tugas untuk bisa menciptakan keadaan
masyarakat yang demokratis, rukun, sejahtera serta tentram.
Dalam sistem pemerintahan yang berlaku di Indonesia, pemerintahan desa
memiliki sebuah otonomi khusus yang tidak dimiliki oleh pemerintahan di
tingkatan kota. Dengan kata lain dengan pengolahan otonomi ini desa diharapkan
untuk bisa memaksimalkan sumber daya yang ada di desa untuk kemajuan
kehidupan masyarakat desa. Sebab melalui kebijakan pengolahan otonomi khusus
ini, setiap pemerintahan desa diharapakan mampu memberikan kontribusi besar
bagi keberlangsungan kebutahan masyarakat.
Otonomi desa merupakan hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
berdasarkan hak asal-usul dan nilai-nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat
1


Undang-undang No. 6 tahun 2004 Tentang Desa , pasal 1 ayat 1

15
Universitas Sumatera Utara

untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan desa tersebut. Dalam
pelaksanaan hak, kewenangan dan kebebasan dalam penyelenggaraan otonomi
desa harus tetap menjunjung nilai-nilai tanggungjawab terhadap Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan menekankan bahwa desa adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari bangsa dan negara Indonesia.
Pelaksanaan hak, wewenang dan kebebasan otonomi desa menuntut
tanggungjawab untuk memelihara integritas, persatuan dan kesatuan bangsa
dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tanggungjawab untuk
mewujudkan kesejahteraan rakyat yang dilaksanakan dalam koridor peraturan
perundang-undangan yang berlaku. 2 Sehingga fungsi dan tanggung jawab desa
selain untuk bisa memenuhi kebutuhan masyrakat desa, desa juga harus menjadi
tulang punggung bagi ketersediaan kebutuhan pokok bagi masyarakat. Hal ini
dikarenakan desa merupakan tempat tersedianya lahan pertanian dan sumber daya
alam lainnya.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa desa memiliki peran
yang sangat krusial bagi keberlangsungan sebuah kehidupan masyarakat. Melalui
beberapa

regulasi-regulasi

pemerintahan

harus

memperhatikan

persoalan

kemiskinan yang mayoritas berada pada masyarakat desa. Persoalan perampasan
tanah, tingginya harga bahan kebutuhan pokok, rendahnya nilai jual hasil
pertanian, sistem tengkulak, sampai ketersediaan samprotan seharusnya menjadi
2

Widjaja, HAW. 2005. Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh. Jakarta :


PT. Raja Grafindo Persada.

16
Universitas Sumatera Utara

perhatian bagi pemerintahan yang selalu menghantui kehidupan masyarakat desa.
Pemberantasan

kemiskinan,

peningkatan angka

peserta

didik

di

desa,


pemberantasan buta huruf, penanganan wabah penyakit harus menjadi konsen
pembangunan.
Beberapa regulasi yang coba dikeluarkan oleh pemerintahan pusat tentang
sistem pemerintahan desa sebenarnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas
suatu desa seperti, Undang-undang No. 1 tahun 1957 tentang pokok-pokok
pemerintahan daerah, Undang-undang No. 5 tahun 1979 tentang pemerintahan
desa yang kemudian di amandemen dengan dilahirkannya UU No 32 yang
dikeluarkan pada tahun 2004.
Walaupun hasilnya semua kebijakan ini tidak memberikan hasil yang
maksimal bagi desa yang menjalankan kebijakan ini. Alasannya dikarenakan
keadaan desa yang sengaja dipertahankan sebagai sebuah wadah hegemoni
pandangan terbelakang bagi masyarakat. Antara lain menyangkut kedudukan
masyarakat hukum adat, mitos masyarakat, terhambatnya akses informasi, atau
bahkan trend gaya hidup yang ada pada masyarakat mayoritas telah
menghantarkan masyarakat desa kepada persoalan paceklik kemajuan.
Pada tahun 2014, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono kembali
mencoba mencari formula yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan yang
hampir dialami oleh hampir seluruh desa yang ada di Indonesia yaitu
terhambatnya pembangunan. Hasilnya pada tanggal 15 Januari 2014 hampir


17
Universitas Sumatera Utara

seluruh anggota fraksi setiap partai sepakat untuk dikeluarkannya UU No. 6 tahun
2014 tentang desa sebagai sebuah babak baru perjalanan penyelesaian
ketimpangan pembangunan. Sebab undang-undang desa yang lalu dianggap tidak
cukup ampuh menyelesaikan persoalan masyarakat.3 Dimana dalam undangundang ini mengatur tentang beberapa poin diantaranya tentang sistem
pemerintahan desa, alokasi dana desa hingga implementasi pembangunan dalam
bentuk peningkatan suprasturuktur dan infrastruktur.
Sejak awal regulasi ini dikeluarkan, angin segar tentang pembaharuan desa
mendorong sikap optimis masyarakat desa akan hari depan pembangunan desa.
Dilain kondisi, secara umum juga kebijakan ini menarik perhatian para penggiat
ilmu sosial dan ahli ilmu hukum mulai mengkaji tentang kebijakan ini secara
khusus tentang pengalokasian dana 1 Miliyar lebih yang akan digelontorkan
pemerintahan pusat kepada setiap desa. Tidak sampai selesai sampai disitu,
lahirnya UU No. 6 tahun 2014 dibarengi dengan kelahiran desa-desa otonomi baru
yang berharap mendapatkan bantuan logistik dari regulasi ini. Regulasi baru ini
menjadi koreksi atas kesalahan-kesalahan aturan yang lama sekaligus menjadi
antisipasi untuk perubahan dimasa mendatang.

Rencana undang-undang desa sebenarnya sudah lama lahir sejak periode
yang lampau di masa periode 2004-2009. Hasilnya UU No. 32 tahun 2004 yang
lama dipecah menjadi 3 undang-undang yaitu, UU Tentang Pemerintahan Daerah,
3

Muhammad Yasin, dkk. 2015. Anotasi Undang-Undang No. 6 tahun 2016. Jakarta. PATTIRO.

Hal 9

18
Universitas Sumatera Utara

UU Tentang Pemilihan Kepala Daerah Dan UU Tentang Desa. Untuk
menjalankan teknisnya menteri dalam negeri menerbitkan Surat Keputusan
N0.180.05458 pertanggal 1 September 2006 tentang penyusunan Undang-Undang
dilingkungan Depertemen Dalam Negeri, termaksud didalamnya UU tentang
Desa. 4 Walaupun sudah sejak lama undang-undang tentang desa sudah beberapa
kali direvisi. Tarik ulur regulasi UU No. 6 tahun 2014 sebenarnya sudah dimulai
sejak tahun 1999-2004, wacana tentang pengajuan UU tentang desa diajukan oleh
pihak pemerintah, namun pihak legislatif menolak. Lalu pada periode 2004-2009

DPR mengajukan RUU tentang Pembangunan Desa namun ditolak oleh
pemeritah. Hingga akhirnya usulan ketiga datang dari usulan pemerintahan
tentang UU Desa. 5
Jika dibandingkan dengan UU No. 32 tahun 2004, Secara politik UU No. 6
tahun 2014 ini memberikan pelimpahan wewenang dari pemerintahan pusat
kepada pemerintahan Desa untuk menyelenggarakan pembangunan desa,
perbaikan administrasi dan kebutuhan operasional pemerintahan desa. Sehingga
diharapkan program pemerintahan pusat ini dapat disambut dengan baik oleh para
pemerintahan desa. Berbeda halnya dengan regulasi undang-undang desa yang
lama, dijelaskan bahwa desa masih bergantung kepada intervensi pemerintahan
diatasannya baik tingkat Kecamatan maupu Kabupaten.

4

Ibidhal. 10

5

Ibid hal. 14


19
Universitas Sumatera Utara

Sedangkan secara ekonomi, berbeda dengan undang-undang yang lama.
UU tentang Desa No 6 Tahun 2014 telah memberikan keluasaan bagi
pemerintahan desa untuk mengolah keuangan sendiri dan mencari sumber-sumber
pendapatan desa yang sah. Kondisi ini memaksa pemerintahan desa untuk bisa
secara efektif menggunakan dana turunan dan berusaha untuk mencari sumbersumber pendapatan lain. Hal ini tentu berimplikasi pada kemampuan
pemerintahan desa sebagai lembaga kewenangan otonom dan sumber keuangan
potensial yang harus ditemukan. Penyelenggaraan pemerintahan memerlukan
sumber daya manusia yang cukup antisipatif dan inisiatif. 6
Secara
pemerintahan

kebudayaan,
dapat

melalui

memenuhi


undang-undang

kebutuhan

penyaluran

tentang

desa

kebudayaan

ini
bagi

masyarakat desa. Dengan membangun infrastruktur sekolah, rumah ibadah, sarana
dan prasarana kearifan lokal dan sarana olahraga. Karena desa diarahkan untuk
mampu berdiri sendiri untuk memenuhi kebutuhannya. Karena perlu diingat untuk
memajukan suatu daerah, kita membutuhkan pembangunan kebudayaan. Kondisi

konkreatnya juga menjelaskan bahwa desa-desa yang ada di Indonesia masih
berkebudayaan tradisionil dan terkesan terbelakang jika dibandingkan dengan
kebudayaan kota.

6

Hantono Harry P.A. 2015. Kesiapan Desa Menghidupi Implementasi UU Tentang Desa:

Peninjauan Desentralisasi Fiskal dan Peningkatan Potensi Daerah. Jurnal Ilmiah CIVIS. Vol. 5
Nomor 1 tahun 2015. Hal. 742

20
Universitas Sumatera Utara

peranan pemerintahan desa dalam pengolahan sumber dana untuk
memajukan desa harus diseriusi dengan penganggaran yang jelas. Pembangunan
yang berorientasi untuk memperlancar roda perekonomian di desa harus menjadi
prioritas. Desa harus berdaulat atas kekayaan alamnya. Potensi alam yang ada
harus di manfaatkan sebaik mungkin. Sebab Indonesia merupakan negara yang
kaya akan sumber daya alam. Kekayaan yang menyebar di hampir seluruh desadesa di Indonesia sebenarnya menjadi potensi tersendiri bagi pembangunan desa.

Penyebaran desa terbesar salah satunya ada di Provinsi Sumatera Utara, daerah
yang dengan jumlah penduduk terbanyak diluar Pulau Jawa ini mayoritas
bertempat tinggal didesa. Ada sekitar 6.671.102 jiwa penduduk Sumatera Utara
yang bertempat tinggal di desa atau lebih 50% dari jumlah penduduk di Sumatera
Utara.7
Salah satunya kabupaten yang ada di Sumatera Utara adalah Kabupaten
Langkat. Kabupaten Langkat merupakan kabupaten terluas nomor dua yang ada di
Provinsi Sumatera Utara setelah Kabupaten Deli Serdang, dilain sisi kabupaten ini
mempunyai potensi kekayaan yang luas juga. Secara statistika Kabupaten Langkat
merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk terbanyak yang masyarakatnya
tinggal di pedesaan. Kabupaten yang terletak di ujung dan berbatasan langsung
dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam tersebar dengan jumlah penduduk

7

BPS Provinsi Sumatera Utara

21
Universitas Sumatera Utara

649.718 jiwa yang berdomisili dipedesaan dan berbanding dengan 327.167 jiwa
dengan penduduk yang berdomisili di kota. 8
Sehingga dominan masyarakat Kabupaten Langkat akan mendapatkan
pengaruh langsung dari kebijakan undang-undang tentang desa. Sebagai salah
satunya adalah Desa Halaban, sebuah desa yang memiliki kekayaan alam bahari
maupun nabati karena dekat dengan laut dan memiliki sumber daya pertanian
yang subur ditambah Desa Halaban merupakan desa penghubung Provinsi
Sumatera Utara dengan Provinsi NAD.Hingga seharusnya desa ini mampu
memenuhi kebutuhan masyarakat Desa Halaban jika dilihat dari potensi alamnya.
Desa Halaban merupakan desa terpencil diujung Sumatera Utara yang berada di
Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera.
Masyarakat

Desa

Halaban

mayoritas

berpenghasilan

dari

hasil

perkebunan, pertanian serta hasil sumber daya laut. Sehinga mayoritas masyarakat
Desa Halaban menggantungkan hidupnya dengan bertani ataupun berlayar untuk
menangkap ikan. Kehidupan masyarakat Desa Halaban yang demikian tentu akan
sangat bergantung dari ketersediaan sumber daya alam yang ada di Desa Halaban.
Kondisi ini berdampak kepada rendahnya tingkat perekonomian yang dialami
oleh penduduk desa karena belum mampu mengolah hasil alam secara moderen.
Hal ini dikarenakan masyarakat yang masih bergelut dengan pemenuhan
kebutuhan hidup harian tentu akan menomorduakan persoalan pendidikan bagi

8

Ibid

22
Universitas Sumatera Utara

anak. Otomatis kondisi yang demikian akan berdampak kepada rendahnya
kualitas sumber daya manusia di Desa Halaban. Persoalan pemenuhan kebutuhan
harian telah menghambat kemajuan sumber daya manusia di Desa Halaban.
Sehingga pengolahan sumber daya alam dan sumber daya manusia perlu
diperhatikan dengan serius bagi peningkatan kesejahteraan di Desa Halaban.
Desa yang terbentang dengan luas mencapai 10.592 kilometer ini
tergolong dalam desa dengan masyarakat yang heterogen. Mayoritas masyarakat
berasal dari suku Melayu, suku Aceh, suku Jawa, dan beberapa masyarakat suku
Batak. Selain itu, Desa Halaban merupakan desa dengan wilayah regional yang
luas, akan tetapi 20 dusun yang tersebar mengalami persoalan tingkat
pembangunan yang tidak merata, Wilayah yang luas menjadi tantangan tersendiri
bagi Kepala Desa Halaban untuk dapat mengolah kekayaan alam dan potensi yang
ada. Kemakmuran masyarakat desa akan sangat berpegaruh dengan keadaan
eksternal dan internal masyarakatnya.
Permasalahan lain tentang kebijakan pembangunan Desa Halaban yang
kurang

memprioritaskan

pembangunan

infrastruktur

telah

menghambat

keberlangsungan perekonomian masyarakat. Kondisi jalanan yang rusak menjadi
persoalan yang dialami oleh masyarakat Desa Halaban ditambah dengan tingkat
pendidikan yang rendah dikarenakan kurangnya sarana dan prasaranan pendidikan
seperti sekolah formal maupun non formal dan tingkat perokonomian yang masih
mengandalkan keadaan alam atau musim serta ketergantungan masyarakat
terhadap tengkulak kelapa sawit untuk menjual hasil sumber daya alam desa,

23
Universitas Sumatera Utara

dengan mayoritas masyarakat. Keadaannya masyarakat Desa Halaban yang tidak
segaris sejajar dengan potensi kekayaan dan daerah yang luas harus diperparah
dengan persoalan kemiskinan. Polemik masyarakat Desa Halaban, tentu terlihat
hampir sama di seluruh desa yang ada di Indonesia.
Melalui kebijakan UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa, telah membawa
angin segar bagi masyarakat desa pada umumnya yang mempersoalkan tentang
pembangunan yang tidak merata. Secara khususnya adalah masyarakat Desa
Halaban. Desa ini sudah mendapatkan dana serapan yang diperoleh dari
pemerintahan pusat. Dengan rincian alokasi dana sebesar 700 Juta Rupiah yang
dibagi menjadi dua tahapan pembagian masing-masing 300 Juta Rupiah dan 400
Juta Rupiah.
Penyaluran dana tersebut dilakukan dengan cara pemindah bukuan dari
rekening kas umum negara kepada rekening kas desa. Setelah dialokasikannya
dana desa tersebut terlihat sejumlah pembangunan di Desa Halaban. Diantaranya
pembangunan rumah ibadah, pembuatan gorong-gorong baru, perbaikan jalan
yang rusak, pembangunan sekolah-sekolah agama. Sehingga secara bertahap
pembangunan infrastruktur akan dibarengi dengan tujuan untuk peningkatan
sumber daya manusia.
Berangkat dari situasi keadaan masyarkat Desa Halaban dan kebijkan UU
No. 6 tahun 2014 tentang Desa, maka penulis tertarik untuk meneliti evaluasi
pengolahan dana desa yang dijalankan oleh pemerintahan Desa Halaban. Untuk

24
Universitas Sumatera Utara

melihat evaluasi pengelolaan dana, penulis menggunakan

studi evaluasi

kebijakan. Dalam pengkajian penelitian ini, sajian akan diawali dengan eksplorasi
regulasi tentang undang-undang desa yang akan membahas persoalan dana desa.
Kemudian penulis akan melakukan eksplorasi terhadap pengalokasian dana desa
terhadap pembangunan Desa Halaban. Eksplorasi tersebut kemudian dihubungkan
dengan berbagai evaluasi yang harus dinilai dari capaian dan hambatan
pengolahan dana desa. Kemudian pengkajian diakhiri dengan analisis dampaknya
bagi masyarakat Desa Halaban.

1.2. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini ialah :
Apa yang menjadi evaluasi pengelolaan dana desa di Desa Halaban Kecamatan
Besitang Kabupaten Langkat berdasarkan UU. No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa?

1.3. Batasan Masalah
Dalam pembatasan masalah di penelitian ini, penulis akan membatasi
beberapa masalah yang nantinya akan diteliti. Sehingga nantinya hasil penelitian
mampu mengurai beberapa masalah tersebut secara sistematis dan mendasar.
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini, yaitu antara lain :

25
Universitas Sumatera Utara

1. Apa kendala dari pengelolaan dana desa di Desa Halaban Kecamatan
Besitang Kabupaten Langkat ?
2. Apa capaian dari pengelolaan dana desa di Desa Halaban Kecamatan
Besitang Kabupaten Langkat ?

1.4. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu antara lain :
1. Untuk mengetahui apacapaian dan kendala dari pengelolaan dana desa di
Desa Halaban Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat.
2. Untuk menganalisis apa dampak yang dirasakan oleh masyarakat Desa
Halaban Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat atas pengelolaan dana
desa.

1.5. Manfaat Penelitian
1.

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu menerapkan teori
yang digunakan penulis sebagai pisau analisisnya yaitu teori
kebijakan publik.

2.

Secara kelembagaan, penelitian ini diharapkan dapat menambah
perbendaharaan referensi penelitian sosial bagi Departemen Ilmu
Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, serta Universitas
Sumatera Utara.

26
Universitas Sumatera Utara

3.

Secara masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah
khasanah

pengetahuan

masyarakat

luastentang

evaluasi

pengelolaan dana desa di Desa Halaban Kecamatan Besitang
Kabupaten Langkat.

1.6. Kerangka Teori dan Konsep
1.6.1. Teori Kebijakan Publik
1.6.1.1. Pengertian Kebijakan Publik
Kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh negara, khususnya
pemerintah,

sebagai strategi untuk

merealisasikan tujuan

negara

yang

bersangkutan. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantarkan masyarakat
pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju pada
masyarakat yang dicita–citakan 9.
Carl Frederich memandang kebijakan publik adalah suatu arah
tindakan yang diusulkan oleh seseorang kelompok atau pemerintah dalam
suatu lingkungan tertentu, yang memberikan hambatan – hambatan dan
kesempatan–kesempatan

terhadap

kebijakan

yang

diusulkan

untuk

menggunakan dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan atau
suatu maksud tertentu10. Secara umum, saat ini kebijakan lebih dikenal sebagai

9

Riant Nugroho. 2008. Public Policy.Jakarta: Elex Media Komputindo. Hal.55

10

Budi Winarno. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik.Jogjakarta: Media Presindo. Hal.16

27
Universitas Sumatera Utara

keputusan yang dibuat oleh lembaga pemerintah, yang bertujuan untuk
menyelesaikan permasalahan–permasalahan yang terjadi di masyarakat dalam
sebuah negara.
Maka dalam kaitannya, istilah kebijakan atau policydipergunakan
untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu
kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam
suatu bidang kegiatan tertentu, keterlibatan aktor-aktor dalam perumusan
kebijakan kemudian inilah menjadi ciri khusus dari kebijakan publik dalam
suatu sistem politik. Namun demikian, satu hal yang harus diingat dalam
mendefenisikan kebijakan adalah bahwa pendefenisian kebijakan tetap harus
mempunyai pengertian mengenai apa yang sebenarnya dilakukan daripada apa
yang diusulkan dalam tindakan mengenai suatu persoalan tertentu, dan
mencakup pula arah atau apa yang dilakukan dan tidak semata-mata
menyangkut usulan tindakan, hal ini dilakukan karena kebijakan merupakan
suatu proses yang mencakup pula tahap implementasi dan evaluasi 11.
Proses pembuatan kebijakan dimulai dengan menganalisis masalah yang
harusdiselesaikan melalui pembuatan kebijakan. Mengamati sebuah masalah yang
menjadipokok pembahasan dalam kebijakan menjadikan sebuah kebijakan
menjadi tepatsasaran ataupun tidak menyimpang dari pemecahan permasalahan
yang diinginkan padaawalnya. Kegiatan dalam proses pembuatan kebijakan

11

Ibid. Hal. 20.

28
Universitas Sumatera Utara

biasanya berkaitan denganbagian politik dikarenakan lembaga – lembaga politik
sangat sering bersinggungandengan proses ini. Proses pembuatan kebijakan
ditunjukkan melalui serangkaian tahapyang saling bergantung satu dengan yang
lain yang diatur menurut sesuai dengan urutan waktu, antara lain 12 :
1. Penyusunan agenda
2. Penyusunan formulasi kebijakan
3. Pengadopsian kebijakan
4. Implementasi kebijakan
5. Penilaian/Evaluasi kebijakan.
Proses-proses tersebut diataslah yang kemudian menjadi rangkaian
kritisyang mengantarkan pembuatan kebijakan menjadi bisa diterima dan
dilaksanakanoleh semua kalangan dalam jangka waktu yang sesuai dengan
kondisi serta dalamlingkungan yang berbeda.

1.6.1.2. Evaluasi Kebijakan
Evaluasi biasanya ditujukan untuk menilai sejauh mana keefektivan
kebijakan publik guna dipertanggungjawabkan kepada konstituennya. Sejauh
mana tujuan dicapai serta untuk melihat sejauhmana kesenjangan antara harapan
dengan kenyataan. Menurut Anderson secara umum evaluasi kebijakan dapat
12

Solichin Abdul Wahab. 2008. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Malang : UMM Press. Hal

55

29
Universitas Sumatera Utara

dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan
yang mencakup substansi, implementasi dan dampak pelaksanaan kebijakan
tersebut 13.
Menurut Lester dan Stewart evaluasi kebijakan dapat dibedakan ke dalam
dua tugas yang berbeda, tugas pertama adalah untuk menentukan konsekuensikonsekuensi yang ditimbulkan oleh suatu kebijakan dengan cara menggambarkan
dampaknya. Sedangkan tugas kedua adalah untuk menilai keberhasilan atau
kegagalan dari suatu kebijakan berdasarkan standar atau kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya. Evaluasi kebijakan merupakan persoalan fakta yang
berupa pengukuran serta penilaian baik terhadap tahap implementasi kebijakannya
maupun terhadap hasil (outcome) atau dampak (impact) dari bekerjanya suatu
kebijakan atau program tertentu, sehingga menentukan langkah yang dapat
diambil dimasa yang akan datang 14.
Dampak dari kebijakan mempunyai beberapa dimensi dan semuanya harus
diperhatikan dalam membicarakan evaluasi. Setidaknya ada lima dimensi yang
harus dibahas dalam meperhitungkan dampak dari sebuah kebijakan. Dimensidimensi tersebut meliputi:
a. Dampak kebijakan pada masalah-masalah publik dan dampak
kebijakan pada orang-orang yang terlibat.

13

Budi Winarno. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogjakarta: Media Presindo. Hal. 16

14

Ibid. Hal 25.

30
Universitas Sumatera Utara

b. Kebijakan mungkin mempunyai dampak pada keadaan-keadaan atau
kelompok-kelompok diluar sasaran atau tujuan kebijakan.
c. Kebijakan mungkin akan mempunyai dampak pada keadaan-keadaan
sekarang dan yang akan datang.
d. Evaluasi juga menyangkut unsur yang lain yakni biaya langsung yang
dikeluarkan untuk membiayai program-program kebijakan publik.
e. Biaya-biaya tidak langsung yang ditanggung oleh masyarakat atau
beberapa anggota masyarakat akibat adanya kebijakan publik.
Evaluasi kebijakan sebagai aktivitas fungsional, sama tuanya dengan
kebijakan itu sendiri. Pada dasarnya ketika seseorang hendak melakukan evaluasi
dampak kebijakan, ada tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu:
a. Evaluasi kebijakan berusaha untuk memberikan informasi yang valid
tentang kinerja kebijakan. Evaluasi dalam hal ini berfungsi untuk
menilai aspek instrumen (cara pelaksanaan) kebijakan dan menilai hasil
dari penggunaan instrumen tersebut.
b. Evaluasi kebijakan berusaha untuk menilai kepastian tujuan atau target
dengan masalah dihadapi. Pada fungsi ini evaluasi kebijakan
memfokuskan diri pada substansi dari kebijakan publik yang ada. Dasar
asumsi yang digunakan adalah bahwa kebijakan publik dibuat untuk

31
Universitas Sumatera Utara

menyelesaikan masalah-masalah yang ada. Hal yang seringkali terjadi
adalah tujuan tercapai tapi masalah tidak terselesaikan.
c. Evaluasi kebijakan berusaha untuk memberi sumbangan pada evaluasi
kebijakan lain terutama dari segi metodologi. Artinya, evaluasi
kebijakan diupayakan untuk menghasilkan rekomendasi dari penilaianpenilaian yang dilakukan atas kebijakan yang dievaluasi.

I.6.2. Konsep Evaluasi
Evaluasi

pada

dasarnya

adalah

suatu

proses

pengukuran

dan

pembandingan hasil-hasil kegiatan operasional yang nyatanya dicapai dengan
hasil-hasil yang seharusnya dicapai menurut target dan standar yang telah
ditetapkan. Evaluasi dimaksudkan untuk memberikan penilaian tentang kinerja
ataupun manfaat suatu kegiatan tertentu. Istilah evaluasi mempunyai arti yang
berhubungan, masing-masing menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai
terhadap hasil kebijakan dan program. Secara umum, istilah evaluasi dapat
disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (ratting) dan penilaian
(assessment) kata-kata yang menyatakan usaha untuk menganalisis hasil
kebijakan dalam arti satuan nilainya.
Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi
informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan. Ketika hasil kebijakan

32
Universitas Sumatera Utara

pada kenyataan mempunyai nilai, hal ini karena hasil tersebut memberi
sumbangan pada tujuan atau sasaran, dalam hal ini dikatakan bahwa kebijakan
atau program telah mencapai tingkat kinerja yang bermakna, yang berarti bahwa
masalah-masalah kebijakan dibuat jelas atau diatasi. 15 Sedangkan menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, kata evaluasi berarti penilaian hasil. 16 Patton dan
Sawicki mengklasifikasikan metode pendekatan yang dapat dilakukan dalam
penelitian evaluasi menjadi enam yaitu 17 :
a. Before and after comparisons, metode ini mengkaji suatu objek penelitian
dengan membandingkan antara kondisi sebelum dan kondisi sesudahnya
suatu kebijakan atau program diimplementasikan.
b. With and without comparisons, metode ini mengkaji suatu objek penelitian
dengan menggunakan pembandingan kondisi antara yang tidak mendapat dan
yang mendapat kebijakan atau program, yang telah di modifikasi dengan
memasukan perbandingan kriteria-kriteria yang relevan di tempat kejadian
peristiwa (TKP) dengan program terhadap suatu TKP tanpa program.

15

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/130314-D%2000627-Evaluasi%20kebijakan-Literatur.pdf diakses pada

tanggal 10 September 2014 pukul 08 : 49
16

Dikutip dari Kamus Bahasa Indonesia yang disusun oleh M.K. Abdullah, S.Pd, Jakarta :

Sandro Jaya . 2009. Hlm. 157
17

http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-273-743446780-bab%20ii..pdf diakses pada

tanggal 10 September 2014 pukul 08 : 49

33
Universitas Sumatera Utara

c. Actual versus planed performance comparisons, metode ini mengkaji suatu
objek penelitian dengan membandingkan kondisi yang ada (actual) dengan
ketetapan-ketetapan perencanaan yang ada (planned).
d. Experimental (controlled) models, metode ini mengkaji suatu objek penelitian
dengan melakukan percobaan yang terkontrol/dikendalikan untuk mengetahui
kondisi yang diteliti.
e. Quasi experimental models, metode ini mengkaji suatu objek penelitian dengan
melakukan percobaan tanpa melakukan pengontrolan/pengendalian terhadap
kondisi yang diteliti.
f. Cost oriented models, metode ini mengkaji suatu objek penelitian yang hanya
didasarkan pada penelitian biaya terhadap suatu rencana.
Fungsi utama evaluasi, pertama memberi informasi yang valid dan dapat
dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan
kesempatan yang telah dicapai melalui tindakan publik. Kedua, evaluasi memberi
sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari
pemilihan tujuan dan target, nilai diperjelas dengan mendefinisikan dan
mengoperasikan tujuan dan target. Ada beberapa pendekatan dalam evaluasi
diantaranya 18:

18

http://eprints.uny.ac.id/7772/3/BAB%25202%2520-%252010511247003.pdf

diakses pada

tanggal 11 September 2014 24 : 10

34
Universitas Sumatera Utara

1. Pendekatan Eksperimental
Yang dimaksud pendekatan eksperimental yaitu evaluasi yang berorientasi pada
penggunaan eksperimental science dalam program evaluasi. Pendekatan ini
berasal dari control eksperimen yang biasanya dilakukan dalam penelitian
akademik. Tujuan evaluator adalah untuk memperoleh kesimpulan yang berifat
umum tentang dampak suatu program tertentu yang mengontrol sebanyakbanyaknya factor dan mengisolasi pengaruh program.
2. Pendekatan yang berorientasi pada tujuan
Pendekatan ini memakai tujuan program sebagai kriteria untuk menentukan
keberhasilan. Evaluator mencoba mengukur sampai mana pencapaian tujuan
dicapai.
3. Pendekatan yang berfokus pada keputusan
Pendekatan evaluasi yang berfokus pada keputusan, meneknkan pada peranan
informasi yang sistematis untuk pengelolaan program dalam menjalankan
tugasnya. Sesuai dengan pandangan ini , informasi dapat berguna jika mampu
membantu dalam membuat keputusan, oleh karena itu kegiatan evaluasi harus
direncanakan sesuai dengan kebutuhan untuk keputusan program.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan yang berorientasi kepada
keputusan sebagai landasan dalam melihat implementasi alokasi dana desa di
Desa Halaban. Sebab dalam pembahasan penulis melihat bagaimana perangkat

35
Universitas Sumatera Utara

desa sebagai kelompok pemerintahan dalam menjalankan program alokasi dana
desa.
4. Pendekatan yang berorientasi pada pemakai
Pada pendekatan ini, pemakai informasi potensial adalah yang menjadi tujuan
utama. Evaluator dalam hal ini menyadari sejumlah elemen yang cenderung akan
mempengaruhi kegunaan evaluasi. Hal ini termasuk elemen-elemen seperti caracara pendekatan pada klien , kepekaan , faktor kondisi , situasi seperti kondisi
yang sudah

ada, keadaan organisasi dan pengaruh masyarakat, dan situasi

diamana evaluasi

dilakukan dan dilaporkan. Elemen yang paling penting

mungkin adalah keterlibatan pemakai potensial selama evaluasi berlangsung.
5. Pendekatan yang responsive
Pendekatan ini adalah pendekatan yang mencari pengertian suatu isu dari berbagai
sudut pandang dari semua orang yang terlibat, yang berminat dan yang
berkepentingan dengan program. Evaluator tak percaya ada satu jawaban untuk
suatu evaluasi program yang dapat ditemukan dengan memakai tes , kuesioner
atau analisis statisitika. Tapi setiap orang yang dipengaruhi oleh program
merasakannya secara unik dan evaluator mencoba menolong menjawab
pertanyaan yang berhubungan dengan melukiskan atau menguraikan kenyataan
melalui pandangan-pandangan orang tersebut. Tujuan evaluator adalah berusaha
mengerti urusan program melalui berbagai sudut pandang yang berbeda.
Evaluator

juga

mengadopsi

pendekatan

yang

bermacam-macam

dalam

36
Universitas Sumatera Utara

penelitiannya dan dalam masalah mencari tahu dinamika organisasi. Evaluasi
responsive ditandai oleh cirri-ciri penelitian kualitatif, naturalistic dan bukan
kuantitatif, mengumpulkan data dengan melakukan observasi yang langsung
maupun tidak langsung.

I.7. Tinjauan Pustaka
Adapun yang menjadi tinjauan pustaka dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Perspektif Pemerintahan Desa Terhadap Implementasi Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Desa, ditulis oleh Devi Retnowati, yang
didalamnya terdapat penelitan dan penjabaran tentang bagaimana perubahan
struktur pemerintahan yang ada di desa. Pemerintahan desa dapat mengolah
sendiri administrasi desa secara otonom, termaksud pengolahan alokasi dana desa.
Dalam penelitiannya penulis lebih menekankan kepada pengolahan dana desa
yang dilakukan oleh kepala desa atas pengawasan BPD dan mengikutsertakan
masyarakat desa. Harapannya dari implementasi dana desa adalah diakuinya
eksisteninya desa, pengasilan kepala desa dan perangkat desa diatur dengan jelas.
Dalam kesimpulannya Undang-undang No.6 tahun 2014 Tentang Desa adalah
diakuinya eksistensi desa, penghasilan kepala desa dan perangkat desa melalui
anggaran miliaran yang diperoleh dari APBD, penguatan fungsi BDP, dana desa
berperan untuk mewujudkan swasembada pangan dan perlibatan masyarakat

37
Universitas Sumatera Utara

dalam pemantauan dan pengawasan pembangunan desa. Keberadaan UU No.6
tahun 2014 tentang desa membawa perubahan dalam sistem pemerintahan desa,
dan telah dirasakan oleh seluruh perangkat desa. Penelitian ini juga dipertajam
oleh sebuah studi kasus di Desa Sribhawono. Dalam kajiannya penulis melihat
implementasi dari UU Desa dengan keterhubungannya dalam pembangunan desa.
Hal ini dapat dilihat dari pembangunan yang dilaksanakan melalui peningkatan
kesejahteraan desa, dan kualitas hidup manusia dan penanggulangan prasarana
desa, pengembangan potensi lokal dan peningkatan SDA yang berkelanjutan
dengan acuan UU No. 6 Tahun 2014. Dalam pembangunan infrastruktur, dana
desa yang dikucurkan di Desa Sribhawono telah memberikan hasil positif seperti
pembangunan jalan onderlah dan pembuatan gorong-gorong baru. Dampaknya
pembangunan desa berefek kepada peningkatan perekonomian masyarakat desa.
Seperti akses jalan yang diperbaiki semakin mempercepat akses hasil bumi dari
desa untuk dijual ke kota. Dilain sisi ini merupakan dampak dari pembagunan
yang berasaskan kepada UU No. 6 tahun 2014.

2. Pengesahan RUU Tentang Desa Dalam Mewujudkan Kemandirian
Pemerintahan Desa Melalui Penguatan Demokrasi Partisipatif Masyarakat
Desa (Analisis Normatif Bab XI UU No.32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah Serta RUU Tentang Desa), di tulis oleh Zam Dio,
dalam jurnal ilmiah di tuliskan oleh penulis, penelitian ini lebih menekankan pada
tujuan dari pembuatan RUU Desa yang hakekatnya untuk pengutan pembangunan

38
Universitas Sumatera Utara

politik bagi masyarakat desa. Dewasa ini, kebijakan tentang desa tujuannya adalah
memandirikan desa dengan kucuran dana yang berasal dari pusat. Menurut
penulis keterlibatan masyarakat dalam pembangunan desa adalah sebuah
keharusan. Partisipasi seluruh perangkat desa dalam menjalankan tugas dan fungsi
harus sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sebelum disahkannya UU Tentang
Desa, ada UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Hubungan dari
kedua regulasi ini terletak pada tujuan awal kebijakan ini. Seluruhnya untuk
mempercepat pembangunan politik dalam aspek penguatan demokrasi partisipasi
masyarakat. Akan tetapi terjadi hubungan yang paradoks ketika kita melihat
demokasi dalam bentuk desentaralisasi yang mengacu pada UU No. 32 Tahun
2004. Secara umum nilai demokrasi yang dibangun adalah nilai demokrasi dalam
perspektif yang prosedural. Pemerintahan desa hanya memiliki 6 aspek dalam
mengeluarkan kebijakan. Diluar dari 6 aspek itu kebijakan diambil oleh
pemerintahan atasan yaitu Kabpuaten. Keadaan sangat berbeda bahkan di
tunjukan dari dikeluarkannya UU No. 6 tahun 2014 yang secara umum
memberikan kebebasan bagi pemerintahan desa untuk mengalokasi dana desa
untuk kemajuan desa.

3. Implementasi Undang-Undang No.6 Tahun 2014 Tentang Desa (Studi
Kasus: Pelaksanaan Tugas Kepala Desa Di Desa Gemar Baru Kecamatan
Muara Ancalong Kabupaten Kutai Timur), ditulis oleh Anthonius Welly,
Dalam hasil penelitiannya di Desa Gemar Baru, penulis menemukan sebuah

39
Universitas Sumatera Utara

hubungan antara aparatur pemerintahan desa dalam hal ini adalah pelaksana tugas
kepala desa dalam menjalankan tugas dan fungsi pembangunan sesuai dengan
pelakasaan UU tentang desa. Penulis menemukan keberhasilan pelaksana tugas
kepala desa dalam memimpin pelaksanaan pemerintahan dapat dilihat dari
keberhasilan membuat Rencana Kegiatan Anggaran (RKA), adminsitrasi desa
seperti pembuatan surat pengantar pembuatan KTP, SKCK, SKTM, dan jenis
administrasi lain yang berhubungan dengan desa. Pelaksana tugas kepala desa
dalam melaksanakan pembangunan dapat dilihat dalam kegiatan penyelegaraan
tugas kepala desa dalam urusan pembangunan seperti adanya proses
pembangunan infrastuktur jalan, peningkatan sarana olahraga, pembuatan goronggorong, sumur bor balai desa dan pengadaan tiang dan kabel listrik ke balai desa.
PLT kepala desa dalam pembinaan kemasyarakat adanya pengadaan TK
Cempaka, melaksanakan gotong royong dan binaan secara lisan. Kepala desa
dalam menjalankan tugas sebagai upaya pemberdayaan masyarakat desa seperti
adanya peringatan hari besar Islam, melaksanakan hari besar Kristen, melakukan
penggalian gagasan dan ususlan masyarakat desa terhadap rencana pembangunan
desa. Keterlibatan pemuda desa juga menjadi prioritas dalam keterlibatan
pembangunan. Semua keberhasilan pelaksana tugas kepala desa dalam
membangun Desa Gemar Baru adalah keterlibatan masyarakat dan didukung oleh
dana yang berasal kucuran dana desa. Faktor pendukung pelaksana tugas kepala
desa di Desa Gema Baru antara lain adanya bimbingan, dan pengarahan kepada
kepala desa serta bantuan dana dari pemerintahan kabupaten Kutai Timur. Adanya

40
Universitas Sumatera Utara

pelatihan kepada kepala desa dalam menyusun peraturan desa, dan kemauan
aparat desa serta perlengkapan fasilitas yang tersedia, adanaya pelatihan untuk
pembinaan dan peningkatan perekonomi masyarakat desa.

1.8. Metode Penelitian
Berangkat dari uraian serta penjelasan tujuan penelitian maupun kerangka
teori di atas, penelitian ini memiliki metode deskriptif (melukiskan), dimana
penelitian deskriptif merupakan suatu cara yang digunakan untuk memecahkan
masalah yang ada pada masa sekarang berdasarkan fakta dan data-data yang ada.
Penelitian ini memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau
fenomena 19. Tujuan dasar penelitian deskriptif ini adalah membuat deskripsi,
gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta,
sifat-sifat, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Jenis penelitian ini
tidak sampai mempersoalkan jalinan hubungan antar variabel yang ada, tidak
dimaksudkan untuk menarik generalisasi yang menjelaskan variabel-variabel yang
menyebabkan suatu gejala atau kenyataan social, karenanya pada penelitian
deskriptif tidak menggunakan atau tidak melakukan pengujian hipotesa seperti

19

Bambang Prasetyo dkk. 2005.Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Raja

Grafindo Persada.Hal 42.

41
Universitas Sumatera Utara

yang dilakukan pada penelitian eksplanatif berarti tidak dimaksudkan untuk
membangun dan mengembangkan perbendaharaan teori20.

1.8.1. Jenis Penelitian
Menurut Hadari Nawawi 21, metode penelitian deskriptif dapat diartikan
sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan
atau melukiskan subjek atau objek penelitian seseorang, lembaga, masyrakat
dan lain-lain pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau
sebagai mana adanya. Penelitian deskriptif melakukan analisis dan menyajikan
data-data dan fakta-fakta secara sistematis sehingga dapat dipahami dan
disimpulkan
Tujuan penelitian deskriptif analisis adalah untuk membuat penggambaran
secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi
atau daerah tertentu. Penelitian ini bermaksud untuk mengungkapkan bagaimana
evaluasi dari pengelolaan dana desa di Desa Halaban Kecamatan Besitang
Kabupaten Langkat. Disamping itu juga penelitian ini menggunakan teori-teori,
data-data dan konsep-konsep sebagai sebuah kerangka acuan dari pengamatan
langsung yang diperoleh di lapangan untuk menjelaskan hasil penelitian,
20

Sanafiah Faisal. 1995.Format Penulisan Sosial Dasa-Dasar Aplikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada. Hal. 20.
21

Hadari Nawawi. 1987.Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press.Hal. 63.

42
Universitas Sumatera Utara

menganalisis dan sekaligus menjawab persoalan yang diteliti. Oleh karenanya
jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif.

1.8.2. Lokasi Penelitian
Pada penelitian ini, lokasi yang dijadikan sebagai sumber penelitian yaitu
di Desa Halaban Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera
Utara.

1.8.3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan maka penulis
melakukan teknik pengumpulan data dengan menggunakan teknik pengumpulan
data primer dan data sekunder. 22 Teknik pengumpulan data tersebut yakni sebagai
berikut:
1. Data primer
Pengumpulan data primer dalam penelitian ini yakni melalui metode
wawancara (interview). Teknik pengumpulan data melalui wawancara ialah
dengan bertanya langsung kepada informan ataupun narasumber yang dianggap
sesuai dengan objek penelitian serta melakukan tanya jawab secara langsung
22

Muhammad Idrus. 2009.Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif.

Yogyakarta: Erlangga. Hal. 105..

43
Universitas Sumatera Utara

kepada informan yang terkait dengan penelitian ini. Dalam hal ini peneliti
mengambil informan yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan dana desa.
Sebagai key informan dalam penyusunan skripsi di Desa Halaban Kecamatan
Besitang Kabupaten Langkatyaitu antara lain :
a. Pihak Pemerintahan Desa Halaban yang diwakilikan oleh Bapak
Tamaruddin, S.Ag selaku kepala desa Halaban.
b. Sekretaris Desa Halaban Bapak Amien Pinem.
c.

Pihak Badan Permusyawaratan Desa yang diwakilkan oleh Bapak Samsir
Muis selaku ketua Badan Permusyawaratan Desa Halaban.

d. Pihak masyarakat yang diwakilkan oleh Bapak Saiful Amri selaku kepala
dusun sembilan belas.
e. Tokoh masyarakat desa halaban oleh Bapak Supriadi
f. Masyarakat dusun tiga Bapak Muhammad Fahmi
g. Masyarakat dusun lima Bapak Sugi Yusman

2. Data sekunder
Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini adalah mencari data dan
informasi melalui buku-buku, internet, jurnal, dan lainnya yang berkaitan dengan
penelitian ini. Selain itu penulis juga mencari informasi dan referensi tambahan
melalui

perundang-undangan,

artikel-artikel

dalam

majalah,

koran

dan

44
Universitas Sumatera Utara

sebagainya. Nantinya teori-teori dan referensi dari sumber-sumber data sekunder
tersebut dapat dijadikan panduan dalam melakukan penelitian ini.

1.8.4. Teknik Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan tidak akan berarti apa-apa kalau tidak
dianalisa. Tujuan dari analisa data adalah untuk memperoleh keluaran (output)
dari hasil yang ingin dicapai dari proses penelitian. Dalam analisa data ini, data
yang sudah terkumpul akan diolah dan kemudian di analisis untuk dapat diambil
kesimpulan sebagai hasil dari penelitian. Penelitian ini mencoba menganalisis
pengelolaan dana desa di Desa Halaban Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat.
Metode analisa dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode analisis
deskriptif yaitu suatu metode dimana data yang diperoleh disusun dan kemudian
diinterpretasikan.

Sehingga

memberikan

keterangan-keterangan

terhadap

masalah-masalah yang aktual berdasarkan data-data yang terkumpul dari
penelitian.

45
Universitas Sumatera Utara

1.9. Sistematika Penulisan
BAB I

PENDAHULUAN
Bab ini akan menguraikan latar belakang masalah, perumusan
masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
kerangka teori,metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II

PROFIL DESA HALABAN
Bab ini menguraikan tentang gambaran umum dan profil dari
lokasi penelitian di Desa Halaban secara umum baik profil
pemerintahannya maupun kondisi geografis dan penduduk.

BAB III

ANALISIS

PENGELOLAAN

DANA

DESA

DI

DESA

HALABAN
Bab ini akan menguraikan hasil penelitian bagaimana pengelolaan
dana desa di Desa Halaban secara implementatif dan evaluatif.
BAB IV

PENUTUP
Bab ini akan berisi kesimpulan dan saran – saran yang diperoleh
dari penelitian yang telah dilakukan.

46
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA BERDASARKAN UNDANG- UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA

0 4 17

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA MENGENAI PENGELOLAAN SUMBER DANA DESA DALAM RANGKA MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN DESA BERKELANJUTAN (STUDI DESA SUKOSARI KECAMATAN JUMANTONO KABUPATEN KARANGANYAR).

0 0 15

KEBIJAKAN PEMERINTAH DESA DALAM PENGELOLAAN DANA DESA PASCA UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA UNTUK MENCIPTAKAN GOOD GOVERNMENT (Studi Kasus Desa Bogem Kecamatan Japah Kabupaten Blora).

0 0 14

Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa

0 0 103

Evaluasi Pengelolaan Dana DesaBerdasarkan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Studi Kasus Desa Halaban Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat)

0 0 15

Evaluasi Pengelolaan Dana DesaBerdasarkan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Studi Kasus Desa Halaban Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat)

0 0 2

Evaluasi Pengelolaan Dana DesaBerdasarkan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Studi Kasus Desa Halaban Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat)

0 0 26

Evaluasi Pengelolaan Dana DesaBerdasarkan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Studi Kasus Desa Halaban Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat) Cover III IV

0 1 33

Evaluasi Pengelolaan Dana DesaBerdasarkan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Studi Kasus Desa Halaban Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat)

0 0 2

Evaluasi Pengelolaan Dana DesaBerdasarkan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Studi Kasus Desa Halaban Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat)

0 0 5