Kajian Yuridis Terhadap Keberadaan Sertifikasi Halal Untuk Melindungi Produk Pengusaha Dalam Menghadapi Persaingan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
ASEAN sebagai kekuatan ekonomi ketiga terbesar setelah Jepang dan
Tiongkok, kini telah membangun komunitas ASEAN Economic Community (AEC)
atau yang dikenal juga sebagai Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun
2015 yang menjadi pasar tunggal dikawasan Asia Tenggara.
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dibentuk oleh para pemimpin
ASEAN dalam menghadapi perdagangan bebas antara negara-negara ASEAN dan
sebagai basis produksi tunggal. Visi dari ASEAN di dalam perdagangan bebas ini
adalah pada tahun 2015 akan dapat dilakukannya aliran bebas barang (free flow of
goods) secara bebas tanpa mengalami hambatan, baik tarif maupun non-tarif.
Pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dilakukan dalam
Konferensi Tingkat Tinggi di Bali pada 7 Oktober 2003, dimana Para Petinggi
ASEAN mendeklarasikan bahwa Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan
dibentuk pada tahun 2015 untuk meningkatkan daya saing ASEAN dalam
menyaingi Tiongkok dan India dalam menarik investasi asing. Penerapan
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 ini juga akan merubah ASEAN
menjadi sebuah pasar tunggal yang berbentuk basis produksi, kawasan ekonomi
yang berdaya saing tinggi, kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata,


Universitas Sumatera Utara

kawasan yang terintegrasi penuh dengan ekonomi global. 1
Dalam proses mewujudkan ASEAN Economic Community (AEC) atau
yang dikenal juga sebagai Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015
ini, negara-negara anggota ASEAN melakukan peningkatan daya saing produk
makanan, pertanian dan kehutanan di pasar internasional, dan pemanfaatan serta
pemberdayaan produk lokal yang telah menjadi prioritas regional.
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan membentuk sebuah kawasan
ekonomi dengan tingkat kompetisi yang tinggi sehingga memerlukan suatu
kebijakan yang meliputi competition policy, consumer protection, Intellectual
Property Rights (IPR), taxation, dan E-Commerce.
Tujuan dibuatnya kebijakan dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
agar dapat tercipta iklim persaingan yang adil, terdapat perlindungan konsumen,
mencegah terjadinya pelanggaran hak cipta, menciptakan jaringan transportasi
yang efisien, aman, dan terintegrasi, menghilangkan Double Taxation, dan
meningkatkan perdagangan dengan media elektronik berbasis online. Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) akan menjadi kawasan yang memiliki perkembangan
ekonomi yang merata, dengan memprioritaskan pada Usaha Kecil Menengah.

Dalam melakukan kerjasama negara negara anggota ASEAN menerapkan
prinsip-prinsip kerjasama sebagai berikut : 2
1. Menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, integritas wilayah
nasional, serta identitas nasional setiap negara. Aturan ini diterapkan untuk

1

ASEAN Economic Community Blueprint 2025 (Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN
2025), halaman 7
2
http://www.dosenpendidikan.com/5-macam-bentuk-kerja-sama-asean-aec-dasar-bisnisproduksi/ diakses pada 02 April 2016

Universitas Sumatera Utara

setiap anggota ASEAN agar tidak terganggu dalam urusan dalam negeri
negaranya dan tidak mencampur masalah di negara tersebut dengan
ASEAN.
2. Tidak ikut campur dalam urusan dalam negeri negara sesama anggota.
3. Apabila terdapat perdebatan dan perbedaan pendapat antara anggota, maka
diselesaikan masalah tersebut secara damai.

4. Apabila terdapat masalah dari negara-negara ASEAN, negara-negara
anggota menolak untuk menggunakan senjata atau kekuatan yang dapat
menyebabkan perang.
5. Kerjasama ASEAN diimplementasikan secara efektif. rasional, dan berguna.
Masyarakat Ekonomi ASEAN dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan
daya saing negara peserta ASEAN dalam menarik investasi asing agar semakin
bertambahnya

lapangan

pekerjaan

dalam

meningkatkan

kesejahteraan

masyarakat. 3 Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang dimulai pada tahun
2015 dirancang untuk mewujudkan WAWASAN ASEAN 2020.

Pembentukan pasar tunggal yang diistilahkan dengan Masyarakat Ekonomi
Asean (MEA) ini nantinya memungkinkan satu negara menjual barang, jasa,
investasi dan tenaga terampil dengan mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia
Tenggara sehingga kompetisi dalam negeri sendiri akan semakin ketat. Persaingan
akan semankin meningkat bagi Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN
lainnya dalam menyediakan barang, jasa, investasi dan tenaga terampil yang

3

http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/08/140826_pasar_tenaga_kerja_ae
c diakses pada 02 April 2016

Universitas Sumatera Utara

bebas serta aliran modal yang bebas. 4
Tujuan

dibentuknya

Masyarakat


Ekonomi

ASEAN

(MEA)

untuk

meningkatkan stabilitas perekonomian di kawasan ASEAN dalam menghadapi
masalah-masalah di bidang ekonomi antar negara-negara anggota ASEAN.
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) juga bertujuan untuk menghilangkan
hambatan-hambatan kegiatan ekonomi lintas kawasan yang diimplementasikan
melalui 4 pilar utama, yaitu : 5
1. ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi internasional (single
market and production base). Dengan terciptanya kesatuan pasar dan basis
produksi maka akan membuat arus barang, jasa, investasi, modal dalam
jumlah yang besar, dan skilled labour (tenaga kerja terdidik) menjadi tidak
ada hambatan dari satu negara ke negara lainnya di kawasan Asia Tenggara.
ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi memiliki lima elemen

utama, yaitu 6 :
a. Aliran bebas barang.
b. Aliran bebas jasa.
c. Aliran bebas investasi.
d. Aliran modal yang lebih bebas.
e. Aliran bebas tenaga kerja terampil.
2. ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi yang tinggi
(competitive economic region). Diperlukan suatu kebijakan yang meliputi
4

http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/150-artikel-keuangan-umum/20545masyarakat-ekonomi-asean-mea-dan-perekonomian-indonesia diakses pada 03 April 2016
5
ASEAN Economic Community Blueprint 2025 (Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN
2025), loc.cit.
6
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

peraturan


kompetisi

(competition

policy),

perlindungan

konsumen

(consumer protection), hak atas kekayaan intelektual (intellectual property
rights), pengembangan infrastruktur, perpajakan (taxation), dan ecommerce. Hal ini akan mengakibatkan :
a. Terciptanya iklim persaingan yang adil.
b. Terdapat perlindungan berupa sistem jaringan dari agen-agen
perlindungan consumen.
c. Mencegah terjadinya pelanggaran hak cipta.
d. Menciptakan jaringan transportasi yang efisien, aman, dan
terintegrasi.
e. Menghilangkan sistem Double Taxation.

f. Meningkatkan perdagangan dengan media elektronik berbasis
online.
3. ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata
(equitable economic development). Dengan memprioritaskan pada Usaha
Kecil Menengah (UKM), dan prakarsa integrasi ASEAN untuk negaranegara CMLV (Cambodia, Myanmar, Laos, dan Vietnam). Kemampuan
daya saing dan dinamisme UKM akan ditingkatkan dengan memfasilitasi
akses mereka terhadap informasi terkini, kondisi pasar, pengembangan
sumber daya manusia dalam hal peningkatan kemampuan, keuangan, serta
teknologi.
4. ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan
perekonomian global (integration into the global economy) dengan elemen

Universitas Sumatera Utara

pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan, dan
meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global. Dengan
membangun sebuah sistem untuk meningkatkan koordinasi terhadap negaranegara anggota. Selain itu, akan ditingkatkan partisipasi negara-negara di
kawasan

Asia


Tenggara

pada

jaringan

pasokan

global

melalui

pengembangkan paket bantuan teknis kepada negara-negara Anggota
ASEAN yang kurang berkembang. Hal tersebut dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan industri dan produktivitas sehingga tidak hanya
terjadi peningkatkan partisipasi mereka pada skala regional namun juga
memunculkan inisiatif untuk terintegrasi secara global.
Diadakannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ditujukan untuk
meningkatkan daya saing kawasan, mendorong pertumbuhan ekonomi, menekan

angka kemiskinan dan untuk meningkatkan standar hidup masyarakat ASEAN.
Dengan adanya pembangunan perekonomian ASEAN, diharapkan dapat
mengarahkan ASEAN sebagai tulang punggung perekonomian Asia.
Dengan dimulainya Mayarakat Ekonomi ASEAN (MEA) maka setiap
negara anggota ASEAN harus meleburkan batas teritori dalam sebuah pasar
bebas. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan menyatukan pasar setiap
negara menjadi pasar tunggal. Sebagai pasar tunggal, arus barang dan jasa yang
bebas merupakan sebuah keharusan. Selain itu negara dalam kawasan juga
diharuskan membebaskan arus investasi, modal dan tenaga terampil.
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) membentuk negara-negara anggota
ASEAN menjadi pasar dan basis dari produksi tunggal yang dapat membuat

Universitas Sumatera Utara

ASEAN terlihat dinamis dan dapat bersaing terhadap gerakan bisnis dengan
tenaga kerja yang memiliki bakat dan terampil sehingga dapat memperkuat
kelembagaan mekanisme di ASEAN. Adapun bentuk kerjasama dalam
Masyarakat Ekonomi ASEAN, yaitu :
1. Pengembangan pada sumber daya manusia.
2. Pengakuan terkait kualifikasi professional.

3. Konsultasi yang lebih dekat terhadap kebijakan makro keuangan dan
ekonomi.
4. Memiliki langkah-langkah dalam pembiayaan perdagangan.
5. Meningkatkan infrastruktur.
6. Melakukan pengembangan pada transaksi elektronik lewat e-ASEAN.
7. Memperpadukan segala industri yang ada diseluruh wilayah untuk dapat
mempromosikan sumber daerah.
8. Meningkatkan peran dari sektor swasta untuk dapat membangun MEA atau
Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Berdasarkan ASEAN Economic Blueprint, Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) sangat dibutuhkan dalam rangka memperkecil kesenjangan pada
pembangunan antara negara-negara ASEAN dengan cara meningkatkan
ketergantungan anggota-anggota didalamnya. Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) dapat mengembangkan konsep meta-nasional dalam rantai suplai
makanan, dan menghasilkan blok perdagangan tunggal yang dapat menangani dan
bernegosiasi dengan eksportir dan importir non-ASEAN.

Universitas Sumatera Utara

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) juga memunculkan tantangan baru
bagi

Indonesia

berupa

permasalahan

homogenitas

komoditas

yang

diperjualbelikan, contohnya untuk komoditas pertanian, karet, produk kayu,
tekstil, dan barang elektronik. Dalam hal ini competition risk akan muncul dengan
banyaknya barang impor yang akan mengalir dalam jumlah banyak ke Indonesia
yang akan mengancam industri lokal dalam bersaing dengan produk-produk luar
negri yang jauh lebih berkualitas. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan defisit
neraca perdagangan bagi Negara Indonesia sendiri. 7
Pada sisi investasi, kondisi ini dapat menciptakan iklim yang mendukung
masuknya Foreign Direct Investment (FDI) yang dapat membantu pertumbuhan
ekonomi

melalui

perkembangan

teknologi,

penciptaan

lapangan

kerja,

pengembangan sumber daya manusia, dan akses yang lebih mudah kepada pasar
dunia. Meskipun begitu, kondisi tersebut dapat memunculkan exploitation risk.
Tindakan eksploitasi dalam skala besar terhadap ketersediaan sumber daya
alam oleh perusahaan asing yang masuk ke Indonesia sebagai negara yang
memiliki jumlah sumber daya alam melimpah dibandingkan negara-negara
lainnya. Tidak tertutup kemungkinan juga eksploitasi yang dilakukan perusahaan
asing dapat merusak ekosistem di Indonesia, sedangkan peraturan investasi yang
ada di Indonesia belum cukup kuat untuk menjaga kondisi alam termasuk
ketersediaan sumber daya alam yang terkandung.
Dari aspek ketenagakerjaan, terdapat kesempatan yang sangat besar bagi
para pencari kerja karena banya tersedia lapangan kerja dengan berbagai
7

http://crmsindonesia.org/knowledge/crms-articles/peluang-tantangan-dan-risiko-bagiindonesia-dengan-adanya-masyarakat-ekonomi diakses pada 20 September 2016

Universitas Sumatera Utara

kebutuhan akan keahlian yang beraneka ragam. Selain itu, akses untuk pergi
keluar negeri dalam rangka mencari pekerjaan menjadi lebih mudah bahkan bisa
jadi tanpa ada hambatan tertentu.
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi kesempatan yang bagus
bagi para pencari kerja untuk mencari pekerja terbaik sesuai dengan kriteria yang
diinginkan. Namun hal ini dapat memunculkan risiko ketenagakarejaan bagi
Indonesia. Dilihat dari sisi pendidikan dan produktivitas Indonesia masih kalah
bersaing dengan tenaga kerja yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan Thailand
serta fondasi industri yang bagi Indonesia sendiri membuat Indonesia berada pada
peringkat keempat di ASEAN. 8
Dengan hadirnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), Indonesia
memiliki peluang untuk memanfaatkan keunggulan skala ekonomi dalam negeri
sebagai basis dalam memperoleh keuntungan. Namun demikian, Indonesia masih
memiliki banyak tantangan dan risiko-risiko yang akan muncul bila Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) telah diimplementasikan.
Dengan diterapkannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sejak awal
2016, perhatian sudah mulai dialihkan pada pencapaian visi Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) 2025. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) harus dapat
memberikan dukungan penuh terhadap pembangunan ekonomi nasional. Maka,
Pemerintah Indonesia berusaha meningkatkan perdagangannya baik di dalam
ASEAN maupun di luar ASEAN, agar tercipta perekonomian Indonesia yang
berintegrasi secara global.
8

http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/13/05/24/mnadgu-indonesia-hanyamenduduki-peringkat-empat-di-asean diakses pada 20 Mei 2016

Universitas Sumatera Utara

Indonesia mempunyai berbagai potensi dan sumber daya yang tidak
dimanfaatkan yang menyebabkan negara-negara ASEAN yang memanfaatkan
untuk kepentingan ekonomi nasional, sehingga hubungan Indonesia pada bidang
ekonomi dan perdagangan bersama ASEAN kurang mampu bersaing.
Bagi Indonesia, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) diharapkan menjadi
kesempatan yang baik agar mengurangi hambatan perdagangan. Hal ini akan
berdampak pada peningkatan eskpor yang pada akhirnya akan meningkatkan GDP
Indonesia.
Menyadari Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) juga memiliki pengaruh
yang besar terhadap perekonomian kawasan, Indonesia berupaya memanfaatkan
momentum Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sebagai pendorong peningkatan
perekonomian nasional dengan menguatkan kerjasama ekonomi regional dengan
negara-negara ASEAN lainnya.
Vietnam, Thailand dan Singapura adalah bagian dari ASEAN yang
diperhitungkan oleh Indonesia sebagai mitra potensial yang dapat mendorong
perekonomian kawasan. Indonesia sebagai ekonomi terbesar di kawasan
memfokuskan pada ketiga negara tersebut dalam pelaksanaan Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) agar kerjasamanya dalam kerangka Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) dapat mendukung kepentingan ekonomi Indonesia. 9
Kerjasama negara-negara anggota ASEAN dalam Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) walaupun dapat membantu meningkatkan perdagangan dan
menghapuskan hambatan perdagangan bebas antara negara-negara anggota
9

http://www.kemlu.go.id/id/berita/siaran-pers/Pages/MEA-Peluang-dan-Tantangan-bagiSektor-Ekonomi-RI.aspx diakses pada 15 April 2016

Universitas Sumatera Utara

ASEAN, tetapi diperlukan juga perlindungan produk dalam negeri dalam
menghadapi pasar bebas ASEAN.
Salah satu cara untuk melindungi produk dalam negeri adalah dengan
memberikan sertifikasi halal terhadap produk tersebut agar kualitas produk
tersebut terjamin dan dapat bersaing dalam pasar bebas. Sertifikasi halal ini
merupakan instrument perlindungan terhadp produk dalam negeri dalam
mengahadpi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan
mengenai perlindungan produk dalam negeri dalam menghadapi Masayarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) dengan mengangkat judul : KAJIAN YURIDIS
TERHADAP
MELINDUNGI

KEBIJAKAN
PRODUK

SERTIFIKASI

PENGUSAHA

HALAL

DALAM

UNTUK

MENGHADAPI

PERSAINGAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan

latar

belakang

yang

telah

disampaikan

sebelumnya,

permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini , yaitu :
1. Bagaimanakah kebijakan perlindungan produk dalam negeri dalam
kerangka pasar tunggal ASEAN berdasarkan Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA)?
2. Bagaimanakah pengaturan sertifikasi halal dalam perundang-undangan
nasional di bidang perdagangan?

Universitas Sumatera Utara

3. Bagaimanakah keberadaan sertifikasi halal sebagai instrument perlindungan
terhadap produk dalam negeri dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA)?
C. Tujuan & Manfaat Penulisan
Berdasarkan rumusan permasalahan diatas, tujuan yang ingin dicapai dalam
penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui kebijakan perlindungan produk dalam negeri dalam
kerangka pasar tunggal ASEAN berdasarkan Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA).
2. Untuk mengetahui pengaturan sertifikasi halal dalam perundang-undangan
nasional di bidang perdagangan.
3. Untuk mengetahui keberadaan sertifikasi halal sebagai instrument
perlindungan terhadap produk dalam negeri dalam menghadapi Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA).
Dalam setiap penulisan skripsi diharapkan terdapat manfaat yang dapat
diambil di dalam penulisannya. Manfaat secara umum yang dapat diambil dalam
penulisan skripsi ini terdiri dari manfaat yang bersifat teoritis dan manfaat yang
bersifat praktis.
1. Manfaat Teoritis
Tulisan ini memberikan pengetahuan mengenai perdagangan bebas di Era
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan juga mengenai pemberian
jaminan produk halal terhadap keberadaan sertifikasi halal untuk

Universitas Sumatera Utara

melindungi produk pengusaha yang ditinjau dari Undang – Undang Nomor
33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
2. Manfaat Praktis
Uraian dalam skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran, dan menambah wawasan masyarakat untuk dapat mengetahui
tentang perlindungan hukum terhadap produk pengusaha pada era pasar
tunggal ASEAN yang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014
tentan Jaminan Produk halal. Uraian ini juga sebagai bahan kajian untuk
para akademisi dan para peneliti lainnya yang ingin mengadakan penelitian
yang lebih dalam mengenai pemberian jaminan produk halal.

D. Keaslian Penulis
Berdasarkan

pemeriksaan

yang

telah

dilakukan

di

perpustakaan

Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa skripsi yang berjudul: “Kajian
Yuridis Terhadap Keberadaan Sertifikasi Halal Untuk Melindungi Produk
Pengusaha Dalam Menghadapi Persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA)” belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Namun penulis menemukan bahwa ada karya tulis yang memiliki
kemiripan dengan skripsi ini, yaitu skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum
Terhadap Produsen Farmasi Pada Era Pasar Tunggal ASEAN Ditinjau Dari
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal” yang
ditulis oleh mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang bernama
Maria Kristina Simanjuntak yang membahas perlindungan hukum terhadap

Universitas Sumatera Utara

produsen farmasi ditinjau Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang
Jaminan Produk Halal dengan permasalahan :
1. Bagaimana pengaturan perdagangan produk farmasi dalam sistem hukum
Indonesia ?
2. Bagaimana kehalalan suatu produk menurut Undang – Undang Nomor 33
Tahun 2014 ?
3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap produsen farmasi pada era pasar
tunggal ASEAN ?
Penelitian yang dilakukan pada skripsi yang berjudul “Kajian Yuridis
Terhadap Keberadaan Sertifikasi Halal Untuk Melindungi Produk Pengusaha
Dalam Menghadapi Persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ” secara
khusus membahas tentang perlindungan produk dalam negeri dalam menghadapi
Masyarakat Ekonomi ASEAN dengan menggunakan sertifikasi halal.
Penelitian skripsi ini berbeda dengan penelitianan skripsi dan tersebut
yang juga membahas tentang perdagangan luar negeri, karena terdapat perbedaan
yang signifikan mengenai substansi pembahasan. Oleh karena itu, penulisan
skripsi ini merupakan hasil pemikiran sendiri tanpa ada meniru hasil karya orang
lain yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu. Dengan demikian keaslian
penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan akademik.

Universitas Sumatera Utara

E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Perdagangan Bebas
Perdagangan bebas sebagai suatu kebijakan yang dikeluarkan
pemerintah untuk tidak melakukan diskriminasi terhadap impor atau ekspor
atas perdagangan yang terjadi di negaranya. 10 Perdagangan bebas sebagai suatu
sistem terhadap barang, arus modal, dan tenaga kerja secara bebas antara
negara-negara, tanpa hambatan yang bisa menghambat proses perdagangan.
Hambatan perdagangan (trade barriers) adalah regulasi atau peraturan
pemerintah yang dilakukan pemerintah yang membatasi perdagangan bebas
(free trade) 11, yang menghambat arus barang dan/atau jasa dalam perdagangan
internasional atau menghambat arus barang, jasa, orang dan modal antar
negara. Bentuk-bentuk hambatan perdangangan antara lain: 12
a. Tarif atau bea cukai.
Tarif adalah pajak atau cukai yang dibebankan pemerintah untuk suatu
produk yang diperdagangkan secara internasional sehingga harga barang
impor menjadi lebih tinggi. 13 Tujuan penggunaan tarif untuk melindungi
ekonomi dalam negeri dari kompetisi luar negeri. Tarif dapat digolongkan
menjadi beberapa bagian, antara lain :
1) Bea ekspor (export duties), yaitu pajak atau bea yang dikenakan
terhadap barang yang diangkut menuju negara lain.

10

https://global.britannica.com/topic/free-trade diakses pada 19 September 2016
Pandika, Rusli. Sanksi Dagang Unilateral di bawah Sistem Hukum WTO, (Bandung:
PT Alumni, 2010), halaman 139
12
Ibid., halaman 140
13
Sunandar, Taryana. Perdagangan Hukum Perdagangan Internasional dari GATT 1947
Sampai Terbentuknya WTO, (Jakarta: BPHN, Departemen Kehakiman, 1996), halaman 1
11

Universitas Sumatera Utara

2) Bea transit (transit duties), yaitu pajak yang dikenakan terhadap
barang-barang yang melalui wilayah negara lain dengan ketentuan
bahwa negara tersebut bukan merupakan tujuan akhir dari
pengiriman.
3) Bea impor (import duties), yaitu pajak yang dikenakan terhadap
barang-barang yang masuk dalam suatu negara dengan ketentuan
pemungutan pajak tersebut adalah merupakan tujuan akhir dari
pengiriman barang.
4) Uang jaminan impor, yaitu persyaratan bagi importir suatu produk
untuk membayar kepada pemerintah sejumlah uang tertentu pada
saat kedatangan produk di pasar domestik sebelum penjualan
dilakukan.
b. Kuota.
Kuota adalah suatu kebijakan yang membatasi jumlah produk impor agar
jumlah produk impor yang ditawarkan di dalam negeri berkurang sehingga
harga jualnya naik yang dapat memengaruhi daya beli konsumen terhadap
produk impor. Kuota juga di bagi menjadi beberapa bagian, antara lain :
1) Absolute atau Unilateral Kuota, yaitu pembatasan yang hanya di
lakukan untuk negara sepihak, tidak melalui persetujuan dengan
negara lain.
2) Negotiated atau Bilateral Kuota, yaitu kuota yang besar kecilnya
ditentukan berdasarkan persetujuan dengan 2 negara atau lebih.

Universitas Sumatera Utara

3) Tarif Kuota, yaitu gabungan antara tarif dan Kuota. Suatu barang
yang dimasukkan ke dalam negeri melebihi jumlah yang telah
ditargetkan, maka tarifnya akan menjadi lebih mahal.
4) Mixing Kuota, yaitu pembatasan penggunaan bahan mentah yang
diimpit pada proporsi tertentu dalam memproduksi barang.
c. Subsidi.
Subsidi adalah bantuan pemerintah yang dihasilkan dari pajak untuk
produsen lokal dengan cara meringankan pajak, pemberian fasilitas,
pemberian kredit bank yang murah ataupun pemberian hadiah atau insentif
dari pemerintah. Adanya subsidi, harga barang dalam negeri menjadi
murah, sehingga barang-barang hasil produksi dalam negeri mampu
bersaing dengan barang-barang impor.
d. Muatan lokal.
e. Peraturan administrasi.
Setiap negara mempunyai ketentuan dan peraturan sendiri dalam mengatur
perdagangan dengan negara lain. Hal inilah yang dapat menghambat
perdagangan internasional, karena negara pengekspor harus mematuhi
ketentuan yang berlaku di Negara pengimpor, begitu juga sebaliknya.
Seperti perizinan ekspor-impor, aturan-aturan prosedur ekspor-impor,
masalah pajak, masalah penentuan harga, dan system pembayaran. Saat ini
pemerintah mewajibkan penggunaan L/C Letter Of Credit sebagai alat
pembayaran kegiatan ekspor untuk sejumlah industri. Ini untuk
meningkatkan devisa bagi Negara. Karena dengan kewajiban membuka

Universitas Sumatera Utara

L/C di dalam negeri setiap pembayaran terhadap produk ekspor diatur
dalam peraturan tersebut.
f. Peraturan antidumping.
Adanya hambatan perdangan dapat mengurangi efisiensi ekonomi,
karena masyarakat tidak dapat mengambil keuntungan dari produktivitas
negara lain. Pihak yang diuntungkan dari adanya hambatan perdangan adalah
produsen dan pemerintah.
Produsen mendapatkan proteksi dari hambatan perdagangan, sementara
pemerintah mendapatkan penghasilan dari bea-bea. Dengan tidak adanya
hambatan perdangan, harga produk dan jasa dari luar negeri akan menurun dan
permintaan untuk produk dan jasa lokal akan berkurang. Hal ini dapat
menyebabkan matinya industri lokal perlahan-lahan.
Banyak negara memiliki perjanjian perdagangan bebas, dan beberapa
organisasi internasional mendorong perdagangan bebas antara anggota mereka.
Perdagangan bebas dicontohkan oleh Area Ekonomi Eropa/Uni Eropa dan
Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara, yang telah mendirikan pasar
terbuka dengan sangat sedikit pembatasan perdagangan. 14
Tujuan dilakukannya perdagangan bebas adalah untuk menurunkan
harga barang dan jasa dengan mendorong kompetisi. Produsen dalam negeri
tidak akan lagi dapat mengandalkan subsidi pemerintah dan bentuk bantuan
lainnya, termasuk kuota yang pada dasarnya memaksa warga untuk membeli

14

https://www.academia.edu/18636100/Kerugian_Pasar_Perdagangan_Bebas diakses
pada 20 September 2016

Universitas Sumatera Utara

dari produsen dalam negeri, sementara perusahaan asing dapat membuat
terobosan di pasar baru ketika hambatan perdagangan diangkat.
Selain mengurangi harga, perdagangan bebas juga seharusnya
mendorong inovasi, karena persaingan antar perusahaan memicu kebutuhan
untuk datang dengan produk inovatif dan solusi untuk merebut pangsa pasar.
Adapun prinsip hukum perdagangan internasional yang diatur daalm
GATT/WTO, meliputi:
a. Prinsip Non-Diksriminasi (Non-Discrimination Principle), meliputi :
1) Prinsip most favoured Nation
Semua negara anggota terikat untuk memberikan negara –
negara yang lainnya perlakuan yang sama dalam pelaksanaan dan
kebijakan impor dan ekspor serta menyangkut biaya – biaya
lainnya. Perlakuan yang sama tersebut harus dijalankan dengan
segera dan tanpa syarat terhadap produk yang berasal atau yang
ditujukan
2) Prinsip National Treatment
b. Prinsip Resiprositas 15
Prinsip yang mensyaratkan adanya perlakuan timbal balik diantara
sesama negara anggota WTO dalam kebijaksanaan perdagangan
internasional. Artinya, apabila suatu negara dalam kebijaksanaan
perdagangan internasionalnya menurunkan tarif masuk atas produk impor
dari suatu negara, maka negara yang mengekspor produk tersebut wajib
15

Sood, Muhammad. Hukum Perdagangan Internasional. (Jakarta: Rajawali Pers, 2012),
halaman 45.

Universitas Sumatera Utara

juga menurunkan tarif masuk untuk produk dari negara pertama tadi.
Prinsip ini diterapkan terutama dalam hal terjadinya pertukaran
barang antara dua negara secara timbal balik, dan menghendaki adanya
kebijaksanaan atau konsesi yang seimbang dan saling menguntungkan
antara negara yang satu dengan yang lainnya dalam perdagangan
internasional.
c. Prinsip penghapusan hambatan kuantitatif (prohibition of quantitative
rectriction) 16
Hambatan kuantitatif dalam GATT/WTO adalah hambatan
perdagangan yang bukan merupakan tarif atau bea masuk. Termasuk
dalam katagori hambatan ini adalah kuota dan pembatasan ekspor secara
sukarela. Menyadari bahwa pembatasan kuota cenderung tidak adil dan
dalam prakteknya justru dikriminasi. Oleh karena itu, hukum perdagangan
internasional melalui WTO, menetapkan menghendaki transparansi dan
menghilangkan jenis hambatan kuantitatif. Jadi, jika ingin melakukan
proteksi perdagangan internasional, tidak boleh menggunakan kouta
sebagai penghambat, melainkan hanya tarif yang hanya boleh diterapkan.
d. Prinsip perdagangan yang adil (fairness principles)
Dalam perdagangan internasional, prinsip fairness ini diarahkan
untuk menghilangkan praktik – praktik persaingan curang, dalam kegiatan
ekonomi yang disebut dengan praktik dumping dan subsidi dalam
perdagangan internasional.

16

Ibid., halaman 46

Universitas Sumatera Utara

Maka, apabila hal diatas terjadi negara pengimpor yang dirugikan
mempunyai hak untuk menjatuhkan sanksi balasan. Sanksi balasan itu
adalah berupa pengenaan bea masuk tambahan yang disebut dengan bea
masuk dumping yang dijatuhkan terhadap produk – produk yang di ekspor
secara dumping dan countervailing duties atau bea masuk untuk barang –
barang yang terbukti telah diekspor dengan fasilitas subsidi.
e. Prinsip tarif mengikat (binding tariff principles)
Setiap negara anggota WTO harus memenuhi berapapun besarnya
tarif yang telah disepakatinya atau disebut dengan tarif mengikat.
Pembatasan perdagangan bebas dengan prinsip tarif yang masih
ditoleransi, misalnya melakukan tindakan proteksi terhadap industri
domestik melalui kenaikan tarif (bea masuk).
Sebagian besar negara-negara saat ini adalah anggota dari perjanjian
perdagangan multilateral Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Namun,
sebagian besar pemerintah masih memberlakukan beberapa kebijakan
proteksionis yang dimaksudkan untuk mendukung kerja lokal, seperti
penerapan tarif impor atau subsidi untuk ekspor. Pemerintah juga dapat
membatasi perdagangan bebas untuk membatasi ekspor sumber daya alam. 17
2. Pengertian Perlindungan Pelaku Usaha
Pengertian pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan
usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang
didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum
17

https://www.academia.edu/18636100/Kerugian_Pasar_Perdagangan_Bebas
pada 20 September 2016

diakses

Universitas Sumatera Utara

negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian

menyelenggarakan

kegiatan

usaha

dalam

berbagai

bidang

ekonomi. 18 Pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian tersebut meliputi
perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor dan
lain-lain.
Perlindungan pelaku usaha dalam melakukan kegiatan usaha dalam
berbagai bidang ekonomi berupa hak untuk menerima pembayaran yang sesuai
dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa
yang diperdagangkan. Pelaku usaha juga mendapat perlindungan hukum dari
tindakan konsumen yang beritikad tidak baik dan mendapat pembelaan diri
yang seharusnya ketika menyelesaikan sengketa dengan konsumen serta
merehabilitasi nama baiknya. 19
Selain itu pelaku usaha juga mendapat perlindungan hak atas merk
dari produk yang dia keluarkan selama dalam jangka waktu perlindungan
merk. 20Pemerintah juga dapat memberikan fasilitas dan/atau kemudahan untuk
pelaksanaan kegiatan pameran dagang yang dilakukan oleh Pelaku Usaha
untuk mengembangkan Ekspor komoditas unggulan nasional dalam rangka
memberikan perlindungan kepada pelaku usaha. 21
World Trade Organization (WTO) sendiri memberikan perlindungan
terhadap pelaku usaha melalui tindakan :

18

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka

3
19

Ibid., Pasal 6
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek Pasal 28
21
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan Pasal 78

20

Universitas Sumatera Utara

1. Anti Dumping
Dalam perdagangan internasional, dumping dilarang karena dianggap
dapat merugikan perekonomian negara lain yang

menimbulkan kerugian

material karena adanya diskriminasi harga sehingga dikenakannya bea masuk
anti-dumping (BMAD) untuk menutup kerugian industri dalam negeri.
Pemungutan dilakukan terhadap semua yang melakukan impor dumping yang
menyebabkan kerugian. Jumlah bea masuk anti-dumping tidak akan melebihi
selisih harga dumping dengan harga normal.
2. Anti Subsidi
World Trade Organization (WTO) menyediakan tindakan-tindakan
yang boleh diambil oleh anggotanya untuk melindungi industri domestik
yang menghasilkan barang-barang sejenis melawan akibat dampak negatif
dari impor atas barang-barang bersubsidi dengan menerapkan bea masuk
(Countervailing Duties) untuk mengimbangi efek dari subsidi yang diberikan
oleh negara pengekspor untuk perusahaan eksportir.
3. Tindakan Pengamanan (Safeguard)
Negara-negara anggota WTO dapat melakukan tindakan pengamanan
(safeguard) untuk melindungi industri dalam negeri dan bersifat non
diskriminatif. Maka, negara-negara pengekspor dibatasi aksesnya di pasar negara
pengimpor karena banjirnya produk impor di negaranya dengan mengendalikan
perdagangan luar negeri meliputi, perizinan, standar, pelarangan dan pembatasan
ekspor barang yang dilakukan oleh pelaku usaha yang telah terdaftar dan telah

Universitas Sumatera Utara

ditetapkan sebagai eksportir sehingga eksportir tersebut yang akan bertanggung
jawab sepenuhnya terhadap barang yang diekspor.
3. Pengertian Sertifikasi Halal
Sertifikasi Halal adalah suatu proses untuk memperoleh sertifikat halal
melalui beberapa tahap untuk membuktikan bahwa bahan, dan proses produksi
untuk memenuhi standar LPPOM MUI. Sertifikat halal adalah fatwa tertulis MUI
yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syari'at Islam. 22 Dasar
hukum yang terkait sertifikasi, yaitu : 23
1. Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
2. UU No 8 tahun 1999 Perlindungan Konsumen.
3. Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

No.

924/Menkes/SK/VIII/ 1996 tentang perubahan atas Keputusan Menteri
Kesehatan RI No.82/Menkes/SK/I/1996 tentang Pecantuman Tulisan Halal
pada Label Makanan.
4. Fatwa MUI.
5. Peraturan dan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan
Pangan.
6. Keputusan Menag No. 518 Tanggal 30 November 2001 tentang Pedoman
dan Tata cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal dan Keputusan
Menag No. 519 tanggal 30 November 2001 tentang Lembaga Pelaksana
Pemeriksaan Pangan Halal.

22

http://www.suduthukum.com/2015/12/pengertian-sertifikasi-halal.html diakses pada 21
September 2016
23
http://www.suduthukum.com/2016/05/hukum-sertifikasi-halal.html diakses pada 21
September 2016

Universitas Sumatera Utara

7. Piagam Kerjasama Departemen KEsehatan, Departemen Agama dan MUI
tentang Pelaksanaan Pencantuman Label "halal" pada Makanan tertanggal
21 Juni 1996.
Tujuan pemberian Sertifikasi Halal pada produk pangan, obat-obat,
kosmetika dan produk lainnya dilakukan untuk memberikan kepastian status
kehalalan suatu produk, sehingga dapat menenteramkan hati para konsumen.
Kesinambungan proses produksi halal dijamin oleh produsen dengan cara
menerapkan Sistem Jaminan Halal.
Sertifikat halal sebagai persyaratan untuk pengurusan perijinan label halal
yang mengikuti peraturan dari Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM).
Pemegang Sertifkat halal bertanggung jawab memelihara kehalalan produk yang
diproduksinya dan sertifikat tersebut tidak dapat dipindahtangankan. 24
Sertifikat halal ini merupakan syarat untuk mencantumkan label halal pada
kemasan produk, dengan tujuan memberikan kepastian kehalalan suatu produk
pangan, obat-obatan dan kosmetika, sehingga dapat menenteramkan batin yang
mengkonsumsinya. Sertifikat halal suatu produk dikeluarkan setelah diputuskan
dalam sidang Komisi Fatwa MUI yang sebelumnya berdasarkan proses audit yang
dilakukan oleh LPPOM MUI.

F. Metode Penelitian
Untuk mencari dan menemukan kebenaran secara ilmiah serta
memperoleh hasil yang optimal dalam melengkapi bahan-bahan bagi penulisan

24

http://halalmuijatim.org/sertifikasi/tentang-sertifikat-halal/ diakses pada 03 April 2016

Universitas Sumatera Utara

skripsi, Metode yang digunakan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah :
1. Jenis penelitian
Penelitian

ini

menggunakan

pendekatan

yuridis

normatif.

Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang melakukan analisa
hukum atas peraturan perundang-undangan dan keputusan hakim. Dalam
penulisan ini pendekatan yuridis normatif digunakan untuk meneliti normanorma hukum yang mengatur tentang keberadaan sertifikasi halal untuk
melindungi produk pengusaha dalam menghadapi persaingan Masayrakat
Ekonomi ASEAN (MEA).
Penelitian ini bersifat deskriptif, yang mengungkapkan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang
menjadi objek penelitian. Penelitian yang bersifat deskriptif merupakan
metode yang dipakai untuk menggambarkan suatu kondisi atau keadaan
yang sedang terjadi atau berlangsung yang tujuan agar dapat memberikan
data seteliti mungkin mengenai objek penelitian sehingga mampu menggali
hal-hal yang bersifat ideal, kemudian dianalisis berdasarkan teori hukum
atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan
hukum primer, sekunder dan tersier.
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan huku yang mengikat yang
merupakan landasan utama yang digunakan dalam penelitian ini. Bahan
hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah Undang

Universitas Sumatera Utara

Undang nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal,
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan, UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang menunjang dan
memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku,
jurnal ilmiah dan pendapat para ahli hukum ekonomi.
3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukumyang memberikan penjelasan
dari bahan hukum primer dan badan hukum sekunder, berupa kamus
hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.
3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian
kepustakaan (library research), yaitu penelitan yang dilakukan dengan cara
meneliti bahan pustaka atau disebut dengan data sekunder. Adapun data
sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari
buku-buku, artikel, peraturan perundang-undangan dan bahan bacaan lain
yang terkait dengan penulisan skripsi ini.
4. Analisis data
Data yang diperoleh dari studi kepustakaan, dianalisis dengan
metode kualitatif. Metode kualitatif yaitu data penelitian diolah dan
dianalisis berdasarkan kualitas dan kebenarannya lalu dideskripsikan
dengan menggunakan kata-kata sehingga diperoleh bahasan atau paparan
dalam bentuk kalimat yang sistematis dan dapat dimengerti yang kemudian
dapat ditarik sebuah kesimpulan. Alasan penggunaan metode kualitatif

Universitas Sumatera Utara

karena landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar focus penelitian
sesuai dengan fakta lapangan.

G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pemahaman untuk mendapatkan jawaban atas
rumusan permasalahan, maka pembahasan akan diuraikan secara garis besar
melalui sistematika penulisan. Tujuannya agar tidak terjadi kesimpangsiuran
dalam menguraikannya lebih lanjut mengenai inti permasalahan yang akan dicari
jawabannya. Pada bagian ini terdapat ringkasan garis besar dari lima bab yang
terdapat dalam skripsi. Setiap bab terdiri dari beberapa sub-bab yang akan
mendukung keutuhan pembahasan setiap bab. Sistematikannya adalah sebagai
berikut :
Bab I, merupakan bab pendahuluan, dalam Bab I ini dibahas mengenai
latar belakang yang menjelaskan alasan pemilihan judul yang kemudian akan
dilanjutkan dengan perumusan masalah dan diikuti dengan tujuan dan manfaat
dari penelitian. Bab ini juga membahas mengenai keaslian penulisan, tinjauan
kepustakaan serta metodelogi penelitian yang digunakan dan diakhiri dengan
sistematika penulisan.
Bab II, berjudul Kebijakan Perlindungan Produk Dalam Negeri Dalam
Kerangka Pasar Tunggal ASEAN Berdasarakan Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA). Dalam bab ini berisi mengenai perdagangan bebas dalam Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) serta perlindungan terhadap industry dalam negeri baik

Universitas Sumatera Utara

dalam perdagangan bebas di ASEAN maupun dalam perundang-undangan di
Indonesia.
Bab III, berjudul Pengaturan Sertifikasi Halal Dalam Perundang-undangan
Nasional di Bidang Perdagangan. Dalam bab ini berisi mengenai Undang-Undang
Nomor

33

Tahun

2014

Tentang

Jaminan

Produk

Halal,

bagaimana

penyelenggaraannya terhadap produk yang diperdagangkan, kepastian hukum
terhadap produk yang bersertifikasi halal serta peranan masyarakat dalam
penyelenggaraan jaminan produk halal.
Bab IV, berjudul Keberadaan Sertifikasi Halal Sebagai Instrumen
Perlindungan Terhadap Produk Dalam Negeri Dalam Menghadapi Masyrakata
Ekonomi ASEAN (MEA). Dalam bab ini berisi mengenai sertifikasi halal sebagai
bentuk perlindungan konsumen, peningkatan daya saing produk yang telah
bersertifikasi halal dan penggunaan sertifikasi halal terhadap produk luar negeri
yang masuk ke Indonesia berdasarkan undang-undang yang berlaku.
Bab V, merupakan bab penutup dari keseluruhan rangkaian bab-bab
sebelumnya yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini
dan dilengkapi dengan saran-saran.

Universitas Sumatera Utara