Karakterisasi Sifat Perlindungan Keausan Pelumas SAE 10W-30 dengan Penambahan Nano Aditif MoS2 Sebagai Pemodifikasi Gesekan

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Minyak Lumas

Minyak lumas secara umum dapat dikelompokkan menjadi kelompok pelumas
mesin (engine lubricant) dan pelumas bukan mesin (non-engine lubricant).
Pelumas bukan mesin diperuntukkan antara lain pada fluida transmisi, power
steering, shock absorber, roda gigi (otomotif dan industri), gemuk, minyak
hidrolik, pelumas pengerjaan logam serta pelumas industri lainnya.
Minyak lumas yang dikenal dan digunakan masyarakat merupakan hasil
pencampuran base oil dan aditif dengan konsentrasi tertentu. Menurut Hepple
(1967), bahan dasar minyak lumas adalah fraksi minyak bumi dengan atau tanpa
aditif yang mempunyai kisaran titik didih antara 380 oC – 550oC dan digunakan
untuk maksud pelumasan. Fungsi dasar base oil dalam suatu formula minyak
lumas adalah untuk melumasi komponen-komponen bergerak pada mesin
kendaraan dan melindunginya dari keausan akibat gesekan. Komponen aditif
berfungsi untuk membuat minyak lumas mampu bekerja pada temperatur ekstrim

yang akan memberikan aspek perlindungan tambahan pada mesin kendaraan.
Fungsi utama minyak lumas adalah untuk mencegah terjadinya gesekan,
keausan dan kerusakan permukaan dalam suatu sistem yang terdiri atas berbagai
elemen mesin, seperti gigi dan bantalan. Fungsi lainnya adalah untuk mencegah
terjadinya korosi serta untuk mengumpulkan panas, kotoran dan partikel yang aus.
Minyak lumas juga berfungsi untuk menghantarkan gaya ataupun energi, seperti
pada sistem hidrolik.
Kualitas minyak lumas dapat diketahui dari mutunya, yang dinyatakan
dalam karakteristik unjuk kerja dan karakteristik fisika kimia. Karakteristik unjuk
kerja pelumas adalah batasan tingkat mutu pelumas yang ditetapkan oleh lembaga
berwenang seperti American Petroleum Institute (API) atau lembaga lain yang
diakui secara internasional. Selain itu, kualitas minyak lumas juga dapat diketahui
dari beberapa klasifikasi minyak lumas. Klasifikasi kekentalan pelumas adalah

Universitas Sumatera Utara

penggolongan tingkat kekentalan yang ditetapkan oleh lembaga berwenang seperti
Society of Automotive Engineers (SAE) atau Internal Organization for
Standardization (ISO).


2.1.1 Minyak Lumas Dasar (Base Oil)
Minyak lumas dasar (base oil)merupakan komponen utama dalam suatu pelumas.
Sebelum ditemukannya minyak bumi dan teknologi pengolahannya, bahan
pelumas berasal dari lemak hewan dan minyak tumbuhan, tetapi pada saat ini
yang umum dikenal sebagai minyak lumas adalah minyak lumas yang berasal dari
hasil pengolahan minyak bumi. Minyak lumas dasar adalah salah satu produk
minyak bumi yang termasuk pada fraksi destilat berat, yang mempunyai kisaran
titik didih di atas 300 oC (572oF).
Minyak mineral merupakan bahan yang paling banyak dipakai sebagai
bahan dasar minyak lumas, hal ini disebabkan minyak lumas mineral memiliki
kekuatan geser yang rendah, memberikan perlindungan terhadap korosi dan
beberapa keuntungan lain, seperti harganya yang relatif lebih murah dan mudah
bercampur dengan bahan aditif yang ditambahkan, yang berguna untuk
meningkatkan kualitas dan unjuk kerjanya. Berbeda dengan minyak nabati,
misalnya minyak kelapa yang bisa terhidrolisis menjadi asam-asam yang korosif
dalam penggunaannya.
Di pasaran tersedia berbagai macam jenis base oil dan oleh American
Petroleum Institute (API)dikategorikan menjadi lima kategori berdasarkan
kandungan sulfur, senyawa hidrokarbon jenuh dan indeks viskositasnya. Lima
kategori tersebut adalah grup I, grup II, grup III, grup IV, dan grup V.

Base oilgrup I sering disebut solvent refinering base oil, merupakan jenis
yang paling sedikit mengalami proses pengilangan jika dibandingkan dengan jenis
lain. Base oil jenis ini umumnya merupakan campuran beberapa rantai
hidrokarbon berbeda yang hanya memiliki sedikit kesamaan atau tanpa kesamaan
sama sekali yang didapat dari proses solvent refined.Base oil grup I kandungan
senyawa hidrokarbon jenuh kurang dari 90% (kandungan aromatiknya lebih besar
dari 10%) dan kandungan sulfurnya lebih dari 0,03%.

Universitas Sumatera Utara

Base oilgrup II sering disebut sebagai modern conventional base oil,
kandungan pengotornya (kandungan aromatik kurang dari 10%, sulfur kurang dari
0,03%) lebih sedikit dibanding grup I, senyawa hidrokarbon jenuh lebih besar atau
sama dengan 90%, serta indeks viskositas 80 sampai dengan 120. Proses
pengilangannya menggunakan hydrotreating, yang lebih komplek dan rumit
dibanding pada base oil grup I. Base oil grup II memiliki ketahan oksidasi yang
lebih baik dibanding grup I karena senyawa hidrokarbon jenuhnya lebih tinggi.
Mereka memiliki warna yang terang hampir seperti kertas putih dan harga yang
mirip dengan grup I.
Base oil grup III kandungan sulfurnya kecil, di bawah 0,03% dan

kandungan senyawa hidrokarbon jenuhnya di atas 90%, serta indeks viskositas
minimal 120. Proses pengilangannya lebih komplek dibanding grup II, biasanya
menggunakan proses hydrocracking yang membutuhkan tekanan dan panas tinggi.
Proses yang lebih panjang ini dimaksudkan untuk memperoleh base oil yang lebih
murni, oleh karena itu terkadang disebut hidrokarbon sintetik. Minyak lumas jenis
ini merupakan jenis minyak mineral tingkat tertinggi yang dihasilkan dari proses
pengilangan. Walaupun base oil jenis ini tidak mengalami proses perekayasaan
kimia, namun mereka memiliki unjuk kerja yang baik dalam berbagai sifat
pelumas dan juga memiliki keseragaman dan stabilitas molekul yang baik.
Keunggulan base oil group IV banyak diakui oleh kalangan sebagai base
oil yang paling handal. Base oil jenis ini merupakan base stock sintetik yang telah
mengalami rekayasa kimia. PAO (poli-alfa olefin) merupakan contoh umum base
oil jenis ini.Base oil sintetik, jika dicampur dengan aditif, akan mempunyai unjuk
kerja yang baik sekali dalam berbagai sifat pelumasnya. Base oil jenis ini
memiliki koposisi kimia yang stabil dan rantai molekul seragam yang tinggi.Base
oil group IV menjadi umum digunakan dalam berbagai produk sintetik dan
campuran sintetik untuk penggunaan otomotif dan industri.Kendaraan yang
bekerja dengan kondisi ekstrim seperti mobil balap menuntut penggunaan
pelumas dengan base oil jenis ini.
Dengan banyaknya jenis base oil di dunia ini, maka API mengkategorikan

base oil yang tidak termasuk dalam 4 (empat) kategori di atas dimasukkan dalam
kategori grup V. Base oil jenis ini banyak digunakan digunakan sebagai pelarut

Universitas Sumatera Utara

dalam aditif minyak lumas. Ester dan poliester merupakan base oil paling umum
yang digunakan dalam pembuatan aditifminyak lumas. Minyak lumas dalam
grupV ini umumnya tidak digunakan sebagai base oil namun bisa memberikan
keuntungan pada sifat sifat base oil lain jika dikombinasikan penggunaannya.
Ringkasan jenis kategori base oil terdapat dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Ringkasan jenis kategori base oil(Lubrizol, 2002).
Kategori BO
Sulfur (%)
Kejenuhan (%)
Indeks Viskositas
Group I
> 0.03
< 90
80 sampai 120
Group II

80 sampai 120
≤ 0.03
≥ 90
Group III
≤ 0.03
≥ 90
≥ 120
Group IV
Semua jenis Poly Alpha Olefins (PAO)
Group V
Semua yang tidak termasuk dalam 4 kategori diatas
2.1.2 Aditif Minyak Lumas
Aditif adalah senyawa kimia yang ditambahkan ke dalam minyak lumas untuk
melindungi permukaan logam seperti cincin, bantalan dan gigi, memperluas
jangkauan pemakaian minyak lumas dan memperpanjang waktu pakai minyak
lumas.Beberapa aditif memberikan dampak baru dan berguna, beberapa
memperkuat sifat-sifat dasar yang telah ada dari minyak lumas, dan jenis aditif
lainnya mengurangi laju perubahan terhadap minyak lumas selama pemakaian.
Aditif minyak lumas dapat dikategorikan secara luas sebagai bahan kimia
aktif atau bahan kimia inert. Aditif bahan kimia aktif seperti dispersan, deterjen,

anti-wear, tekanan ekstrim, oksidasi inhibitor, dan rust and corrosion inhibitor,
dapat bereaksi dengan logam membentuk lapisan pelindung dan dengan oksidasi
polar dan produk turunannya. Aditif bahan kimia inert, yang mana dapat
meningkatkan sifat fisika lebih efektif untuk membentuk unjuk kerjaminyak
lumas, termasuk didalamnya emulsifier, demulsifier, pour point depressant, foam
inhibitor, dan viscosity improver.
Selain memberikan banyak keuntungan, aditif juga dapat memberikan efek
negatif terutama apabila konsentrasinya berlebih dan terjadi interaksi antar jenis
aditif yang berbeda.Hal tersebut menjadi tanggung jawab formulator untuk
menentukan konsentrasi yang tepat dan meyakinkan dengan beberapa pengujian
bahwa penambahan tersebut tidak memberi dampak negatif.

Universitas Sumatera Utara

Jenis aditif yang tersedia dan digunakan di pasaran terdiri dari aditif paket
dan aditif komponen. Agar dapat diterima oleh pembuat dan pemakai pelumas,
aditif harus dapat diperlakukan dengan peralatan proses sederhana, stabil dalam
penyimpanan, tidak berbau menyengat, dan non-toksik sesuai dengan standar
industri. Karena kebanyakan aditif merupakan bahan yang sangat kental atau
bahkan berbentuk padatan, maka umumnya aditif dipasarkan dalam bentuk larutan

dalam minyak lumas dasar dengan VI tinggi yang netral atau sejenisnya.Beberapa
jenis aditif digolongkan berdasarkan fungsinya di dalam formula, yaitu:
1) Aditif Detergensi
Deterjen merupakan aditif yang memberikan kemampuan mengurangi
timbulnya deposit atau endapan karbon dan kotoran lainnya yang berasal dari
ruang pembakaran maupun bagian mesin lainnya yang beroperasi pada suhu
tinggi. Minyak lumas akan mengikat kotoran dan mendispersikannya sehingga
partikel kotoran tidak berkumpul dalam jumlah yang besar, karena akan
menghambat aliran minyak.
2) Aditif Dispersan
Aditif dispersan adalah aditif yang mampu mendispersikan lumpur yang
terbentuk dalam karter pada temperatur rendah dalam mesin bensin.Lumpur yang
terbentuk itu merupakan campuran karbon, air dan kumpulan hasil pembakaran
serta residu Pb yang ditambahkan sebagai anti letupan (anti knocking).Apabila
lumpur berada dalam bentuk suspensi yang halus maka lumpur tersebut dapat
menyebabkan gangguan jalannya mesin.
3) Aditif Anti Oksidan
Bahan aditif ini ditambahkan pada pelumas untuk mencegah terjadinya
oksidasi. Dalam pemakaiannya, minyak lumas sering kontak langsung dengan
udara, logam dan bahan kimia lain yang bersifat katalisator, sehingga pada

temperatur tinggi memungkinkan terjadinya oksidasi. Hasil oksidasi yang akan
terbentuk seperti: peroksida-peroksida, asam-asam hidroksi, ester, keton, dan
aldehid. Senyawa-senyawa tersebut akan bereaksi dengan logam mengakibatkan
terjadinya korosi dan keausan pada mesin. Sedangkan asam-asam hidroksida
dapat membentuk senyawaan yang tak dapat larut, yang menyebabkan terjadinya
lumpur sehingga menghalangi aliran minyak.

Universitas Sumatera Utara

4) Aditif Anti Korosi
Aditif anti korosi ini sangat diperlukan untuk menghindari terjadinya
proses korosi pada bagian-bagian mesin, terutama pada bantalan mesin otomotif.
Aditif anti korosi atau inhibitor ini biasanya bersifat polar, dan bekerja melindungi
logam dari korosi dengan membentuk lapisan film yang tipis pada permukaan
logam tersebut.Lapisan pelindung yang terbentuk harus dapat melekat kuat pada
permukaan logam, sehingga tidak mudah dilepaskan oleh deterjen atau dispersan
yang terdapat dalam minyak lumas.
5) Aditif Indeks Viskositas Improver
Indeks viskositas improver adalah suatu aditif yang ditambahkan secara
kimia pada minyak lumas, sehingga memiliki indeks viskositas (VI) yang lebih

tinggi dari sebelumnya.Keuntungan suatu pelumas mesin dengan VI yang tinggi
adalah dapat menghindari terjadinya perubahan viskositas karena perubahan
temperatur dalam operasi mesin.Bahan yang digunakan sebagai indeks viskositas
improver diantaranya adalah bahan nonpolimer dan bahan polimer.Bahan
nonpolimer yang biasa digunakan adalah sabun-sabun logam yang dapat
memberikan sifat improver, sedangkan bahan polimer yang digunakan adalah
polimer-polimer organik yang dapat larut dalam pelumas dan juga harus memiliki
sifat pengental di dalam pelumas pada saat suhu berubah naik sehingga penurunan
viskositas yang tinggi dapat dikurangi.
6) Aditif tekanan ekstrim
Aditif tekanan ekstrim (aditif TE) adalah bahan kimia yang ditambahkan
pada pelumas dengan tujuan untuk menghindari timbulnya kerusakan atau
keausan akibat kontak antar permukaan logam yang bergerak di dalam
mesin.Aditif TE ini dapat bekerja karena bereaksi dengan permukaan logam yang
bergerak, sehingga membentuk suatu lapisan selaput garam logam atau sabun
yang dapat melekat kuat pada permukaan logam tersebut. Lapisan yang terbentuk
tersebut bersifat sebagai peredam (shock absorber), sehingga pada saat terjadi
kontak antar logam, maka proses keausan dapat dihindari.
7) Aditif Penurun Titik Tuang


Universitas Sumatera Utara

Dalam fraksi berat minyak bumi terutama fraksi minyak lumas dasar,
mengandung senyawa parafin dalam jumlah yang cukup besar, sehingga dalam
pengolahan minyak lumas dasar perlu dilakukan proses yang dikenal dengan
namadewaxing.

Kandungan parafin dalam pelumas dapat

menyebabkan

terbentuknya kristal pada suhu rendah. Pada kenyataannya, proses dewaxing tidak
dapat mengeliminasi parafin secara total dalam minyak lumas. Oleh karena itu,
perlu dicari dan dikembangkan jalan lain untuk mengatasinya. Salah satu cara
yang dianggap memuaskan untuk memecahkan masalah ini adalah dengan
menambahkan aditif penurun titik tuang atau pour pointdepressant pada minyak
lumas.
8) Aditif Anti Busa
Pada umumnya sirkulasi minyak lumas di dalam mesin sering terjadi
proses pembusaan (foaming) yang disebabkan oleh adanya udara yang masuk ke
dalam minyak lumas dalam jumlah besar. Minyak lumas yang mudah mengalami
pembusaan dapat mengganggu aliran minyak lumas ke dalam mesin sehingga
proses pelumasan tidak maksimal, yang dapat menyebabkan terjadinya keausan
pada mesin. Untuk mengurangi terjadinya pembusaan pada minyak lumas, perlu
ditambahkan suatu aditif anti busa atau aditif antifoam.
9) Surfaktan
Surfaktan (surface active agent) adalah salah satu jenis senyawa kimia, di
mana molekulnya memiliki dua ujung yang berbeda kepolarannya.Salah satu
ujungnya biasa disebut kepala (hidrofilik) dan ujung yang lainnya disebut ekor
(hidrofobik).Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan surfaktan telah begitu
meluas. Di antaranya adalah untuk washing application, emulsifying application,
wetting application, dispersant application, dan polymerization application.
Surfaktan memiliki karakter yang unik karena dapat berinteraksi dengan
senyawa yang polar dan juga non polar.Hal ini dikarenakan struktur surfaktan
yang memiliki gugus polar dan non polar sekaligus.Surfaktan merupakan suatu
molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga
dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak.Surfaktan juga
dapat menurunkan tegangan permukaan dari cairan, sehingga lebih mudah
menyebar, dan menurunkan tegangan antar muka antara dua cairan, atau antara

Universitas Sumatera Utara

cair dan padat.Bahan ini digunakan untuk memberikan efek penyebaran atau anti
penggumpalan pada nanopartikel yang tersuspensi di dalam fluida.
Klasifikasi surfaktan berdasarkan muatannya dibagi menjadi empat
golongan yaitu:
1) Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu
anion. Contohnya adalah Sodium dodecyl sulfate(SDS,) garam alkana
sulfonat, garam olefin sulfonat, garam sulfonat asam lemak rantai panjang.
2) Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu
kation. Contohnya garam alkil trimethil ammonium, garam dialkil-dimethil
ammonium dan garam alkil dimethil benzil ammonium.
3) Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan.
Contohnya ester gliserin asam lemak, ester sorbitan asam lemak, ester
sukrosa

asam

lemak,

polietilena

alkil

amina,

glukamina,

alkil

poliglukosida, mono alkanol amina, dialkanol amina dan alkil amina
oksida.
4) Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai
muatan positif dan negatif. Contohnya surfaktan yang mengandung asam
amino, betain, fosfobetain.
Pemilihan surfaktan sebagai aditif pendispersi partikel nano sangat penting
dalam memberikan efek kestabilan penyebaran partikel nano dan daya tahan
terhadap suhu. Akan tetapi ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
pemilihan surfaktan, yaitu:
a. Tidak meningkatkan viskositas
b. Tidak meningkatkan pembusaan
c. Tidak bereaksi secara kimia dengan aditif lain
d. Tidak memiliki tahanan perpindahan panas
e. Tidak menurunkan titik didih ataupun menaikkan
Pada penelitian ini, surfaktan yang digunakan adalah Sodium dodecyl
sulfate(SDS) yang berfungsi untuk mendispersikan aditif nano MoS 2 . Sodium
Dodecyl Sulfate (SDS) adalah salah satu surfaktan anionik yang banyak
digunakan dalam pembuatan deterjen.

Universitas Sumatera Utara

Ada jenis aditif yang memiliki fungsi yang miripyaitu aditif anti
aus/tekanan ekstrim (AW/EP) dan aditif pemodifikasi gesekan (FM). Aditif
AW/EP adalah senyawa yang bekerja pada tipe pelumasan boundary lubrication,
membentuk lapisan yang berikatan kuat dengan material yang dilapisinya
sehingga mampu menahan beban tinggi, dan hampir sebagian besar jenis aditif
AW/EP ini hanya sedikit mempengaruhi karakteristik gesekan. Perbedaan yang
krusial antara aditif AW/EP dan aditif FM adalah sifat mekanisnya. Lapisan
AW/EP adalah deposit semiplastis yang sulit untuk terlepas, sehingga memiliki
koefisien gesekan sedang sampai tinggi sedangkan lapisan FM adalah lapisan
multi-layer yang berikatan lemah antar lapisannya dengan lapisan terbawah
berikatan polar pada permukaan logamnya. Pada saat terjadi gesekan, lapisan
teratas dari FM akan lepas, sehingga menyebabkan koefisien gesekannya rendah.
Material yang sering digunakan sebagai aditif pemodifikasi gesekan
berbentuk padatan dan sering disebut dengan istilah solid lubricant.Pelumas padat
ini berfungsi seperti selayaknya pelumas cair saat ada gaya geser antar
permukaan. Dia dapat bergeser dengan mudah karena koefisien geseknya rendah
dan sekaligus dapat melindungi antar permukaan yang bergesekan dari keausan.
Penggunaan solid lubricant ini digunakan jika pelumas cair tidak menunjukkan
unjuk kerja yang baik saat digunakan, misalnya pada aplikasi temperatur tinggi
yang akan membuat pelumas cair teroksidasi dan terdekomposisi sehingga umur
pakainya menjadi pendek. Contoh lain adalah pada aplikasi di titik sentuh
komponen bantalan dengan tekanan dan beban tinggi yang akan menyebabkan
pelumas cair tersapu keluar sehingga keefektifan pelumasannya jauh berkurang.
Hal ini tidak akan terjadi jika menggunakan solid lubricant, yang akan terus
berada disekitar permukaan titik sentuh. Ada lima sifat penting yang harus
dipenuhi agar material bisa digunakan sebagai solid lubricant. Sifat-sifat tersebut
adalah:
1) Yield strength yang tinggi jika dikenakan gaya tegak lurus terhadap lapisan
pelindungnya terutama berguna pada jenis boundary lubrication tetapi
memiliki yield strength rendah jika dikenakan beban sejajar lapisan pelindung
yang berhubungan dengan karakteristik gesekannya;

Universitas Sumatera Utara

2) Adesi ke substrat, pelumas harus memiliki sifat adesi yang baik terhadap
substrat sehingga dapat membentuk lapisan yang kuat dalam jangka waktu
yang lama. Gaya adesi ini harus lebih kuat daripada gaya geser yang
dikenakan pada lapisannya. Jika terjadi kerusakan pada lapisan ini, maka
fungsi perlindungannya akan mengalami kegagalan;
3) Kohesi, masing-masing partikel harus membentuk lapisan yang cukup tebal
untuk melindungi asperitis pada permukaan dan menyediakan “sumber”
pelumas jika terjadi konsumsi pelumas;
4) Orientasi, pelumas harus memiliki orientasi yang sejajar dengan aliran gaya
tekan dan mampu menyediakan pengurangan koefisien gesekan;
5) Aliran plastik, pelumas harus tidak mengalami deformasi plastik jika
dikenakan gaya tegak lurus terhadap arah gerakan. Padatan harus mampu tetap
berdiri supaya tidak terjadi kontak antar permukaan serta lapisan pelumas
tersedia secara kontinyu.
Beberapa material inorganik (seperti molibdenum disulfida, grafit, boron
nitrida heksagonal dan asam borida) dapat memberikan fungsi pelumasan yang
baik. Sebagian besar material tersebut memiliki sifat pelumasan sendiri karena
struktur kristallamellar atau struktur kristal bertingkat. Sebagian kecil lainnya
seperti logam lunak, polytetrafluoroethylene, polyimide, oksida tertentu dan rareearth fluorides, diamond dan diamond-like carbons, fullerenes dapat juga
memberikan fungsi pelumasan yang baik walaupun tidak memiliki struktur kristal
lamellar. Pelumas padat dengan struktur kristallamellar diantaranya adalah grafit,
boron nitrida hexagonal, asam boridadan transition-metal dichalcogenides MX2
(M adalah molibdenum, tungsten, atau niobium dan X adalah sulfur, selenium,
atau telurium). Ada 2 jenis solid lubricant yang paling umum digunakan, yaitu:
a. Grafit
Grafit adalah contoh padatan lamellar yang menyediakan gesekan rendah
dan ketahanan aus pada sliding surface, sehingga banyak digunakan pada sektor
industri selain harganya relatif murah dan ketersediaannya cukup banyak.Grafit
seperti intan tersusun atas polymorf carbon, tersedia di alam atau bisa juga dibuat
secara sintesis. Secara komposisi kimia mereka sama tetapi berbeda total struktur
dan sifat-sifatnya. Sebagai contoh, grafit termasuk material terlunak sementara

Universitas Sumatera Utara

intan material terkeras.Grafit memiliki koefisien perpindahan panas rendah
sementara intan sebaliknya.Akan tetapi grafit merupakan konduktor listrik yang
baik sementara intan isolator listrik yang sempurna.
Grafit merupakan jenis yang paling cocok digunakan pada aplikasi
temperatur dan kondisi pembebanan tinggi seperti pada proses forging. Solid
lubricant seperti molibdenum disulfidaakan teroksidasi dengan cepat pada suhu
forging 760oC s/d 1200oC, walaupun mempunyai kapabilitas pelumasan yang
lebih baik dibanding grafit.Grafit mempunyai struktur lamellar dengan susunan
atom karbon polisiklik dengan orientasi heksagonal.Ikatan antar karbon atom
dalam satu lapis dengan jarak antar atom C sebesar 1,415 Å, merupakan ikatan
kovalen dan jarak antar atomnya pendek sehingga terbentuk ikatan yang kuat.
Sementara ikatan van der walls yang lemah menahan antar beberapa lapisan
membentuk struktur lattice dengan jarak antar lapisan sebesar 3,354Å.
Pada udara lembab, koefisien gesek grafit bervariasi antara 0,07 s/d 0,15
tergantung kondisi pengujian, konfigurasi sliding contact, bentuk dari grafit
(serbuk, bongkahan, lapisan tipis, kemurnian, orientasi kristalit)dan mesin ujinya.
Koefisien gesek terendah didapat ketika percobaan nano tribologi sebesar 0,01
yaitu ketika ujung tungsten (W) diluncurkan di atas cleaved grafit flakes,
dilakukan oleh Mate pada tahun 1987. Grafit yang padat dan highly oriented
pyrolitic graphite (HOPG) memiliki performa sangat baik di udara lembab,
memiliki koefisien gesek 0,01. Pada kondisi udara kering atau vakum, lubrisitas
grafit turun drastis, koefisien friksinya meningkat sampai 0,5 dan keausan terjadi
dengan cepat.
Grafit mampu memiliki lubrisitas yang baik sampai suhu 500 oC pada
udara terbuka, meskipun koefisien gesekan cenderung naik dengan naiknya suhu.
Pada temperatur tinggi, grafit akan teroksidasi dan kemampuan pelumasannya
akan turun drastis. Pada kondisi vakum, koefisien geseknya cukup tinggi awalnya
0,4 tetapi menurun menjadi 0,2 pada saat 1300oC. Hampir pada semua percobaan
sliding, lapisan transfer tipis terbentuk berlawanan dengan arah sliding.
Terbentuknya lapisan transfer penting agar umur pakai lebih lama dan koefisien
gesekan yang rendah. Saat sejumlah kecil sodium tiosulfat (Na 2 S 2 O 3 ) atau

Universitas Sumatera Utara

sodium molibdat (Na 2 MoO 4 ) ditambahkan ke grafit, akan memperbaiki
karakteristik pembentukan lapisan transfer.
b. Molibdenum
Molibdenum dapat ditemui di alam bebas. Sebaliknya, walaupun ia masih menjadi
bagian dari suatu senyawa. Selain molybdenite, biasanya Molibdenum terjadi
sebagai mineral wulfenite (PbMo0

4)

danPowellite (CaMoO 4 ) . Dapat ditemukan di

kerak bumi yang diperkirakan sekitar 1 hingga 1,5 bagian per juta. Sekitar duapertiga dari semua Molibdenum di dunia berasal dari Kanada, Chili, Cina, dan
Amerika Serikat. Di Amerika Serikat, bijih Molibdenum ditemukan terutama di
Alaska, Colorado, Idaho, Nevada, New Mexico, dan Utah.
Molibdenum disulfida merupakan senyawa anorganik dengan rumus
MoS 2 .Kristal hitam sulfida dari molibdenum ini terdapat sebagai mineral
molibdenit.Ini adalah bijih utama logam molibdenum yang diekstrak.MoS 2 tidak
larut dalam panas sulfat atau asam nitrat, Logam ini tidak bereaksi
dengan oksigen pada suhu kamar dan juga tidak bereaksi dengan oksigen pada
temperatur tinggi.Dalam penampilan dan nuansa, molibdenum disulfida mirip
dengan grafit.Memang, seperti grafit, itu secara luas digunakan sebagai pelumas
padat karena sifat gesekan rendah dan ketahanan.
Molibdenum disulfida merupakan material solid lubricant ke-dua yang
paling banyak digunakan pada industri pelumas, terutama setelah abad ke19.Penggunaan yang paling umum adalah pada pelumas otomotif sebagai aditif
pemodifikasi gesekan.
Untuk mendapatkan MoS 2 grade pelumas, dilakukan berbagai macam
proses sampai dicapai kemurnian lebih dari 98%. MoS 2 banyak tersedia di
pasaran dengan berbagai macam variasi ukuran partikel.Sifat gesekan rendah yang
dimiliki MoS 2 berhubungan dengan struktur kristalnya. Sementara grafit
menyerap air untuk berfungsi sebagai pelumas yang efektif, MoS 2 membuat
dirinya sendiri berfungsi sebagai pelumas dengan mekanisme seperti grafit dengan
struktur kristallamellar. Seperti grafit, molibdenum disulfida memiliki hexagonal
crystal lattice structure. Ikatan kuat terjadi antar bidang heksagonal, sementara
ikatan lemahvan der waals terjadi antar atom sulfurnya.

Universitas Sumatera Utara

Pada saat ada gaya geser (shear force) paralel dengan bidang heksagonal,
maka ikatan lemah antar bidang tersebut akan lepas sehingga memberi efek
koefisien gesekan rendah. Apabila ada gaya tekan yang tegak lurus dengan bidang
diagonal, maka ikatan kuat antar bidang akan menahannya. Hal ini diperlukan
supaya tidak terjadi metal-to metal kontak pada aplikasi beban tinggi seperti pada
gearbox.
Performa molibdenum disulfida kadang melebihi grafit, terutama jika
dipakai pada temperatur kerja kurang dari 400°C.Kelebihan lainnya adalah bisa
bekerja pada kondisi pelumasan kering, kondisi vakum, sementara grafit tidak
bisa digunakan. Kemampuan pelumasan molibdenum disulfida akan menurun
dengan adanya kelembaban, yang akan menyebabkan MoS 2 terkosidasi
membentuk MoO 3 yang bersifat abrasif sehingga akan menurunkan fungsi
pelumasannya. Keefektifan MoS 2 akan meningkat jika gaya kontak semakin besar
terhadap komponen yang dilumasi. Hal ini bisa diperoleh dengan cara
meningkatkan luas permukaan dari MoS 2 .
Berdasarkan teori ini, pada penelitian akan dicoba penggunaan partikel
nano MoS 2 .Ukuran partikel dan ketebalan lapisan film MoS 2 akan mempengaruhi
terhadap keefektifan pelumasannya. Secara umum, ukuran partikel sebaiknya
sesuai dengan kekasaran permukaan material yang dilumasi dan mode
pelumasannya. Terlalu besar ukuran partikel akan menyebabkan keausan berlebih
dan abrasi pada lapisan filmnya. Terlalu kecil ukuran partikelnya akan
mempercepat terjadinya oksidasi pada kondisi atmosferik yang disebabkan
luasnya permukaan partikel.

2.2

Karakteristik Fisika Kimia Minyak Lumas

Minyak lumas yang dihasilkan dari destilasi fraksi berat minyak bumi, merupakan
campuran senyawa-senyawa hidrokarbon yang kompleks dan mempunyai sifatsifat yang bervariasi baik sifat fisika maupun kimianya.Karakteristik fisika kimia
yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas suatu minyak lumas adalah
sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

2.2.1 Viskositas
Viskositas minyak lumas adalah suatu ukuran kekentalan minyak lumas tersebut,
atau besarnya gaya gesek yang terjadi dari cairan yang mengalir sesamanya, atau
besar tahanan yang diberikan minyak lumas untuk mengalir. Makin besar
viskositas minyak lumas, makin besar pula tahanannya untuk mengalir, ini berarti
makin kental minyak lumas tersebut.
Untuk mesin-mesin yang bekerja dalam kondisi berat, minyak lumas yang
digunakan hendaknya harus mempunyai viskositas tinggi dan untuk mesin yang
bekerja pada kondisi ringan, biasanya digunakan minyak lumas yang lebih
encer.Viskositas suatu minyak lumas yang baik tidak boleh mengalami perubahan
yang besar terhadap perubahan temperatur.Sehingga perlu dilakukan pengujian
viskositas minyak lumas pada suhu rendah dan suhu tinggi.Pengujian viskositas
minyak lumas tersebut disebut sebagai pengujian viskositas dinamis.
 Viskositas pada Suhu Tinggi
Pada suhu tinggi (+150oC), suatu minyak lumas harus tetap dapat
berfungsi untuk pelumasan, sehingga viskositasnya tidak boleh terlalu rendah,
karena lapisan pelumas yang berada diantara dua komponen mesin yang bergerak
akan sobek dan akan terjadi kontak antar komponen tersebut yang akhirnya dapat
menimbulkan keausan. Metode pengujian viskositas pada suhu tinggi ini
merupakan simulasi pelumasan di dalam mesin pada kondisi suhu dan putaran
tinggi.Viskositas yang diukur merupakan viskositas dinamis.Viskositas dinamis
pada suhu 150oC diklasifikasikan dan dibatasi minimum dan maksimumnya untuk
tiap kelasnya sehingga dapat memudahkan konsumen untuk memilih viskositas
atau SAE yang cocok untuk mesin kendaraannya.Pengujian viskositas dinamis
pada suhu tinggi dilakukan dengan menggunakan alat uji TBS (Tapered Bearing
Simulator) berdasarkan metode ASTM D 4683, nilainya dibatasi sampai nilai
minimum dengan satuan centiPoise (cP).
 Viskositas pada suhu rendah
Pada suhu yang sangat rendah, minyak lumas tidak boleh membeku agar
tetap dapat dipompa ke seluruh bagian sistem pelumasan sehingga mesin masih
dapat dihidupkan. Apabila dalam suhu rendah minyak lumas mengalami
pembekuan maka kerja pelumasan akan gagal. Pengujian viskositas pada suhu

Universitas Sumatera Utara

rendah ini dilakukan dengan menggunakan alat uji CCS (Cold Cranking
Simulator) berdasarkan metode ASTM D 5293, dimana metode pengujian ini
hanya untuk minyak lumas jenis multigrade dan dibatasi dengan nilai maksimum
dengan satuan centiPoise (cP).
 Viskositas Kinematik
Viskositas kinematik adalah ukuran besarnya tahanan terhadap aliran
fluida dibawah gaya gravitasi. Fluida yang lebih kental akan mengalir lebih lama
dibanding fluida yang lebih encer dan sebaliknya. Pengujian viskositas kinematik
menurut ASTMD 445.Pengujian viskositas suatu percontoh minyak lumas
dilakukan pada suhu 400C dan suhu 1000C untuk mengetahui perbedaan viskositas
yang dihasilkan oleh kedua suhu uji tersebut. Satuan SI yang dipakai adalah mm2 /
detik atau lebih dikenal sebagai centistoke (cSt).
 Indeks Viskositas (VI)
Indeks viskositas (VI) adalah suatu bilangan yang menunjukkan nilai
empiris dari besarnya rentang perbedaan viskositas suatu minyak lumas terhadap
perubahan suhu. Viskositas akan berubah oleh perubahan temperatur, bila
temperatur naik maka viskositas akan turun, demikian pula sebaliknya. Ada
minyak lumas yang kadang-kadang berubah dengan drastis pada perubahan
temperatur tertentu. Apabila dalam perubahan suhu yang sama, suatu minyak
lumas memiliki rentang perbedaan viskositas relatif besar maka indeks viskositas
minyak lumas tersebut rendah. Sebaliknya apabila rentang perbedaan viskositas
kecil maka indeks viskositasnya tinggi. Indeks viskositas suatu minyak lumas
telah dibatasi nilainya dengan batasan minimum, baik minyak lumas monograde
seperti SAE 30, 40 dan lain-lain maupun yang multigrade seperti SAE 20W50,
15W40 dan lain-lain. Perhitungan indeks viskositas dilakukan dengan metode
kalkulasi ASTM D 2270 berdasarkan hasil uji viskositas kinematik pada suhu
40oC dan 100oC dengan metode ASTM D 445. Viskositas kinematik pada
temperatur 100oC diklasifikasikan dan dibatasi nilai minimum dan maksimumnya
untuk tiap jenis pelumas dengan satuan centiStoke (cSt), sehingga memudahkan
konsumen untuk memilih jenis viskositas (SAE atau Society of Automotive
Engineers) berapa yang sesuai dengan mesin kendaraannya.

Universitas Sumatera Utara

SAE
Vis.
Grade
0W
5W
10W
15W
20W
25W
8
12
16
20
30
40
40
50
60

Tabel 2.2 SAE J300 Jan 2015(Infineum, 2015).
Viskositas pada suhu rendah
Viskositas pada suhu tinggi
Visk. Kinematik Viskositas
Visk. CCS
Visk. Pemompaan
pd 100oC (cSt)
maks. (cP)
maks. (cP) tanpa
HTHS min. (cP)
o
o
pada suhu C tegangan pd suhu C
Min.
Maks. pada suhu 150oC
6200 at -35
60000 at -40
3.8
----6600 at -30
60000 at -35
3.8
----7000 at -25
60000 at -30
4.1
----7000 at -20
60000 at -25
5.6
----9500 at -15
60000 at -20
5.6
----13000 at -10
60000 at -15
9.3
--------4