Analisa Tekanan Pada Bantalan Luncur Dengan Menggunakan Pelumas SAE 30, Minyak SAE 40, Dan Minyak SAE 50

(1)

ANALISA TEKANAN PADA BANTALAN LUNCUR

DENGAN MENGGUNAKAN MINYAK PELUMAS

SAE 30, MINYAK PELUMAS SAE 40, DAN MINYAK

PELUMAS SAE 50

SKRIPSI

Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

DAVID TANGKAS TAMBUNAN

N I M : 04 04 01 071

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

KATA PENGANTAR

Pujian dan rasasyukur penulis ucapkan kepada TUHAN yang punya sorga dan bumi karena atas berkat karunia-Nya, Skripsi ini dapat selesai dengan baik. Skripsi ini diajukan untuk melengkapi syarat dan melengkapi studi untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada jenjang pendidikan sarjana (S1) menurut kurikulum Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini membahas tentang teknik pelumasan pada bantalan luncur yang dilumasi dengan minyak pelumas monograde, dengan judul , “Analisa Tekanan pada Bantalan Luncur dengan Menggunakan Minyak Pelumas SAE 30, Minyak Pelumas SAE 40, dan Minyak Pelumas SAE 50”.

Dengan terselesainya Skripsi ini, pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima-kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Orang Tua penulis A.H. Tambunan dan seluruh keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan doa, moril maupun materil kepada penulis tanpa pamrih.

2. Kakak, abang dan adek yang kukasihi Santi, Yuliana, Eva, Conny, Elisabeth, Pesta, Manogari, Litter, Martin yang terus memberikan dukungan doa, semangat dan nasehat kepada penulis.

3. Bapak Ir. H. A Halim Nasution, M.Sc. selaku dosen pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.


(3)

4. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara .

5. Bapak Tulus Burhanuddin, ST, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara .

6. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai di Lingkungan Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

7. Kepada Syamsul Simanjuntak,Mangatas Manurung, Frans Edo, yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini.

8. Kepada teman-teman gereja dan KMK, Plorensi, Ruben, Syamsul, Satria, Erman, Sefri, Thesa, Vero, Elsa, Bella dan semua teman yang belum penulis sebutkan yang telah banyak memberikan dukungan doa dan semangat.

9. Ucapan terima-kasih kepada semua mahasiswa Teknik Mesin umumnya, dan khususnya sesama rekan-rekan stambuk 2004.

Dalam menyelesaikan Tugas ini penulis telah mencoba semaksimal mungkin guna tersusunnya Skripsi ini. Saya mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun. Akhir kata, Penulis mengharapkan semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Mei 2009 Penulis

DAVID .T. TAMBUNAN NIM 04 04 01 071


(4)

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK USU M E D A N

TUGAS SARJANA

N A M A : DAVID TANGKAS TAMBUNAN

N I M : 04 04 01 071

MATA PELAJARAN : TEKNIK PELUMASAN SPESIFIKASI :

DIBERIKAN TANGGAL : 12 / 03 / 2009 SELESAI TANGGAL : / 05 / 2009

MEDAN, 12 / 03 / 2009

KETUA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN, DOSEN PEMBIMBING,

DR.ING IR.IKHWANSYAH ISRANURI

NIP. 132 018 668 NIP. 130 900 682

IR.A.HALIM NASUTION, M.Sc

AGENDA : 862/TS/2008 DITERIMA TGL :

PARAF :

Buatlah analisa Tekanan pada Bantalan luncur Type TM 25 Journal Bearing yang ada di Laboratorium Teknik Pelumasan Jurusan Teknik Mesin FT USU. Dengan menggunakan minyak pelumas:

1. Meditran S SAE 30 2. Meditran S SAE 40 3. Meditran S SAE 50


(5)

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK U.S.U.

KARTU BIMBINGAN

MEDAN

No. : 862 / TS / 2008

TUGAS SARJANA MAHASISWA

Sub. Program Studi : Konversi Energi / Teknik Produksi Bidang Studi : Teknik Pelumasan

Judul Tugas : Analisa Tekanan pada Bantalan Luncur dengan

menggunakan Minyak Pelumas SAE 30, Minyak Pelumas SAE 40, dan Minyak Pelumas SAE 50.

Diberikan Tgl. : 12 Maret 2009 Selesai Tgl: Mei 2009 Dosen Pembimbing : Ir.A.Halim Nasution, M.Sc Nama Mhs: David T. T

N.I.M : 040401071

NO Tanggal KEGIATAN ASISTENSI BIMBINGAN

Tanda Tangan Dosen Pemb. 1. 12-03-2009 Konsultasi penetapan tugas

2. 14-03-2009 Survey

3. 19-03-2009 Spesifikasi tugas

4. 23-03-2009 Pengujian kekentalan minyak pelumas

5. 27-03-2009 Perbaiki Bab I dan Bab II / Lanjutkan analisa 6. 28-03-2009 Pengujian karakteristik bantalan luncur 7. 18-04-2009 Perbaiki gambar viskometer dan bantalan 8. 21-04-2009 Perbaiki gambar grafik dan lanjutkan analisa 9. 05-05-2009 Perbaiki grafik sommerfeld

10. 11-05-2009 Acc diseminarkan 11. 12. 13. 14. 15. 16.

CATATAN : Diketahui,

1. Kartu ini harus diperlihatkan kepada Dosen Ketua Jurusan Teknik Mesin

Pembimbing setiap Asistensi F.T U.S.U

2. Kartu ini harus dijaga bersih dan rapi. 3. Kartu ini harus dikembalikan ke Jurusan,

bila kegiatan Asistensi telah selesai. Dr.Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri NIP.132 018 668 .


(6)

TUGAS SARJANA

TEKNIK PELUMASAN

ANALISA TEKANAN PADA BANTALAN LUNCUR

DENGAN MENGGUNAKAN MINYAK PELUMAS

SAE 30, MINYAK PELUMAS SAE 40, DAN

MINYAK PELUMAS SAE 50

OLEH :

DAVID TANGKAS TAMBUNAN NIM : 040401071

Disetujui oleh : DOSEN PEMBIMBING

Ir.A.Halim Nasution,M.Sc NIP : 130900682


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

SPESIFIKASI TUGAS ... iii

KARTU BIMBINGAN ... iv

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR NOTASI ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Teknik Pelumasan ... 5

2.2 Fungsi Bahan Pelumas ... 6

2.3 Tipe-tipe Pelumasan ... 7

2.3.1 Pelumasan hidrodinamis ... 7

2.3.2 Pelumasan elastohidrodinamis ... 8

2.3.3 Pelumasan bidang batas... 9


(8)

2.3.5 Pelumasan padat ... 10

2.3.6 Pelumasan hidrostatis... 12

2.4 Kekentalan Minyak Pelumasan (Viscosity) ... 13

2.4.1 Kekentalan dinamik dan kekentalan kinematik ... 13

2.4.2 Klasifikasi kekentalan minyak pelumas ... 16

2.5 Pengukuran/Pengujian Kekentalan Minyak Pelumas ... 21

2.5.1 Viskometer bola jatuh (Falling Sphere Viscometers) ... 22

2.5.1.1 Viscometer Bola Jatuh Yang Memenuhi Hukum Stokes... 22

2.5.1.2 Viskometer Bola Jatuh Menurut Hoeppler ... 24

2.5.2 Viskometer rotasional ... 25

2.5.3 Viskometer pipa kapiler ... 27

2.5.4 Viskometer cone and plate ... 29

2.5.5 Viskometer Tipe lain... 30

2.6 Bantalan Luncur dan Pelumasan pada Bantalan Luncur ... 32

2.6.1 Bantalan Luncur ... 32

2.6.2 Pelumasan hidrodinamis pada bantalan luncur ... 34

2.6.2.1 Teori aliran hidrodinamis fluida diantara dua plat/ permukaan datar ... 34

2.6.2.2 Persamaan tekanan Sommerfeld untuk pelumasan Hidodinamis pada bantalan luncur ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 39


(9)

3.2 Variabel Pengujian ... 40

3.3 Pengujian Bahan ... 40

3.3.1 Pendataan Bahan... 40

3.3.2 Pengujian Kekentalan Minyak Pelumas... .... 41

3.4 Peralatan Pengujian ... 44

3.5 Pengisian Minyak Pelumas dan Pemanasan ... 48

3.6 Pengujian Karakteristik (Tekanan) Bantalan Luncur ... 48

BAB IV DATA PENGUJIAN DAN ANALISA ... 49

4.1 Data Pengujian Kekentalan Minyak Pelumas ... 49

4.2 Analisa Hasil Pengujian Kekentalan Minyak Pelumas ... 51

4.3 Data Pengujian Distribusi Tekanan ... 54

4.4 Analisa Pengujian Tekanan pada Bantalan Luncur ... 58

4.5 Analisa Tekanan pada Bantalan menggunakan Persamaan Sommerfeld ... 74

4.6 Analisa Beban Bantalan Luncur ... 89

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

5.1 Kesimpulan ... 93

5.2 Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 95


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pelumasan hidrodinamis untuk gerakan meluncur pada

bidang rata... 8

Gambar 2.2 Pelumasan hidrodinamis pada roller yang bergerak relatif pada bidang rata... 8

Gambar 2.3 Pendefenisian kekentalan dinamik menurut hukum Newton tentang aliran viskos... 14

Gambar 2.4 Pengaruh temperatur terhadap minyak pelumas SAE pada tekanan atmosfer... 18

Gambar 2.5 Viskometer bola jatuh yang memenuhi hukum Stokes... 23

Gambar 2.6 Viskometer bola jatuh menurut Hoeppler... 24

Gambar 2.7 Viskometer Rotasional... 26

Gambar 2.8 Beberapa jenis tipe viskometer pipa kapiler... 27

Gambar 2.9 Penampang pipa kapiler... 28

Gambar 2.10 Viskometer Ferranti – Cone and Plate Viscometer.. 30

Gambar 2.11 Prinsip kerja cone and plate viscometer... 30

Gambar 2.12 Viskometer Stormer... 31

Gambar 2.13 Viskometer Saybolt... 31

Gambar 2.14 Viskometer MacMichael... 32

Gambar 2.15 Bantalan luncur... 33

Gambar 2.16 Aliran hidrodinamis fluida di antara dua plat/permukaan datar... 34


(11)

Gambar 3.1 Diagram alir Pengujian... 39

Gambar 3.2 Viskometer Bola Jatuh Hoeppler... 41

Gambar 3.3 Alat Uji Bantalan Luncur TecQuipment TM25... 45

Gambar 3.4 Pandangan Asembling peralatan bantalan luncur TM25... 46

Gambar 4.1 Grafik distribusi tekanan lapisan minyak pelumas pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas meditran SAE 3... 63

Gambar 4.2 Grafik distribusi tekanan lapisan minyak pelumas pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas meditran SAE 40... 64

Gambar 4.3 Grafik distribusi tekanan lapisan minyak pelumas pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas meditran SAE 50... 65

Gambar 4.4 Grafik distribusi tekanan lapisan minyak pelumas pada arah aksial bantalan luncur menggunakan minyak pelumas SAE 30... 66

Gambar 4.5 Grafik distribusi tekanan lapisan minyak pelumas pada arah aksial bantalan luncur menggunakan minyak pelumas SAE 40... 67

Gambar 4.6 Grafik distribusi tekanan lapisan minyak pelumas pada arah aksial bantalan luncur menggunakan minyak pelumas SAE 50... 68

Gambar 4.7 Grafik perbandingan distribusi tekanan pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas meditran pada putaran 1000 rpm... 69

Gambar 4.8 Grafik perbandingan distribusi tekanan pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas meditran pada putaran 1500 rpm... 70


(12)

Gambar 4.9 Grafik perbandingan distribusi tekanan pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas meditran pada putaran 1750 rpm... 71

Gambar 4.10 Grafik perbandingan distribusi tekanan pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas meditran pada putaran 2000 rpm... 72

Gambar 4.11 Grafik perbandingan distribusi tekanan pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas meditran pada putaran 2500 rpm... 73

Gambar 4.12 Prosedur Penggambaran kurva teoritis Sommerfeld pada putaran 1000 rpm minyak pelumas meditran SAE 30... 76

Gambar 4.13 Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan pelumas meditran SAE 30 pada putaran 1000 rpm... 81

Gambar 4.14 Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan pelumas meditran SAE 30 pada putaran 1500 rpm... 82

Gambar 4.15 Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan pelumas meditran SAE 30 pada putaran 1750 rpm... 82

Gambar 4.16 Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan pelumas meditran SAE 30 pada putaran 2000 rpm... 83


(13)

dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan pelumas meditran SAE 30 pada putaran 2500 rpm... 83

Gambar 4.18 Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan pelumas meditran SAE 40 pada putaran 1000 rpm... 84

Gambar 4.19 Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan pelumas meditran SAE 40 pada putaran 1500 rpm... 84

Gambar 4.20 Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan pelumas meditran SAE 40 pada putaran 1750 rpm... 85

Gambar 4.21 Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan pelumas meditran SAE 40 pada putaran 2000 rpm... 85

Gambar 4.22 Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan pelumas meditran SAE 40 pada putaran 2500 rpm... 86

Gambar 4.23 Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan pelumas meditran SAE 50 pada putaran 1000 rpm... 86


(14)

dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan pelumas meditran SAE 50 pada putaran 1500 rpm... 87

Gambar 4.25 Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan pelumas meditran SAE 50 pada putaran 1750 rpm... 87

Gambar 4.26 Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan pelumas meditran SAE 50 pada putaran 2000 rpm... 88

Gambar 4.27 Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan pelumas meditran SAE 50 pada putaran 2500 rpm... 88


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Material yang digunakan sebagai bahan pelumas padat...12

Tabel 2.2 Klasifikasi kekentalan ISO minyak pelumas pada suhu 40 °C...19

Tabel 2.3 Derajat kekentalan SAE untuk minyak pelumas mesin

(SAE J300 Engine Oil Viscosity Clssification)...21

Tabel 4.1 Data pengujian rapat massa minyak pelumas SAE 30, SAE 40, dan SAE 50………49

Tabel 4.2 Datahasil pengujian kekentalan minyak pelumas SAE 30………50

Tabel 4.3 Datahasil pengujian kekentalan minyak pelumas SAE 40………50

Tabel 4.4 Datahasil pengujian kekentalan minyak pelumas SAE 50………51

Tabel 4.5 Data pembacaan Manometer Pengujian tekanan pada Bantalan Luncur dengan menggunakan minyak pelumas SAE 30………...55

Tabel 4.6 Data pembacaan Manometer Pengujian tekanan pada Bantalan Luncur dengan menggunakan minyak pelumas SAE 40………...56

Tabel 4.7 Data pembacaan Manometer Pengujian tekanan pada Bantalan Luncur dengan menggunakan minyak pelumas SAE 50………...57

Tabel 4.8 Data tekanan yang terjadi di sekeliling bantalan Minyak

Pelumas SAE 30………60

Tabel 4.9 Data tekanan yang terjadi di sekeliling bantalan Minyak

Pelumas SAE 40………61

Tabel 4.10 Data tekanan yang terjadi di sekeliling bantalan Minyak


(16)

Tabel 4.11 Nilai ε dan k terhadap Minyak Pelumas SAE 30...78

Tabel 4.12 Nilai ε dan k terhadap Minyak Pelumas SAE 40...78

Tabel 4.13 Nilai ε dan k terhadap Minyak Pelumas SAE 50...79

Tabel 4.14 Beban total pada Bantalan Luncur terhadap Minyak

Pelumas SAE 30...91

Tabel 4.15 Beban total pada Bantalan Luncur terhadap Minyak

Pelumas SAE 40...91

Tabel 4.16 Beban total pada Bantalan Luncur terhadap Minyak

Pelumas SAE 50...92


(17)

DAFTAR NOTASI

Notasi Arti Satuan

A Luas permukaan m2

D Diameter bantalan m

d Dimeter poros/journal m

e Eksentrisitas m

g gravitasi bumi m/s2

h Tebal lapisan minyak pelumas m hm Tebal minimum lapisan minyak pelumas m K Konstanta bola uji viskometer Hoeppler

k Angka Sommerfeld untuk bantalan luncur Pa

l Lebar efektif bantalan m

Ob Titik pusat bantalan -

Oj Titik pusat poros -

P Beban pada bantalan N

p Tekanan minyak pelumas Pa

po

t

Tekanan suplai Pa

R Jari-jari bantalan m

r jari-jari poros / journal m

t Waktu detik (s)

Waktu rata-rata detik (s)


(18)

ε Perbandingan Eksentrisitas -

τ Tegangan geser fluida N/m2

θ Sudut pengukuran radial/angular derajat ( ° )

θm

ρ

Sudut pengukuran radial/angular pada tekanan derajat ( ° ) maksimum

u Kecepatan relatif permukaan m/s

μ Kekentalan dinamik Poise (P)

ν Kekentalan kinematik Stokes (S) Rapat massa kg/m

ω

3 Kecepatan putaran poros / journal rpm


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di dalam dunia industri sekarang ini, misalnya pada industri otomotif, efisiensi dan efektifitas kinerja mesin kendaraan bermotor sangat dipengaruhi oleh kondisi minyak pelumas yang digunakan. Penggunaan minyak pelumas ditujukan untuk mencegah gesekan dan keausan antar komponen yang bergerak pada mesin. Pada mesin-mesin yang saling bergesekan hampir selalu dibubuhkan bahan pelumas untuk membuat gesekan dan keausan sekecil mungkin. Gesekan yang tidak dikendalikan tidak saja memberi kerugian langsung dalam energi dan material, juga karena kerja gesekan yang terjadi, dapat diubah menjadi kalor, yang menyebabkan temperatur bagian yang bergesekan menjadi lebih tinggi dari lingkungan sekitar dan akan semakin tinggi. Jika gesekan tersebut tidak dikendalikan, akan mengganggu operasi mesin dan dapat berakibat pada kegagalan mesin. Hal tersebut mengakibatkan berkurangnya umur mesin dan juga bertambahnya biaya yang diperlukan untuk mereparasi mesin.

Dengan mengendalikan gesekan dan keausan tersebut diharapkan dapat memperpanjang umur dari elemen mesin dan mencegah kegagalan dari elemen mesin tersebut. Oleh karena itu sistem pelumasan harus dipertimbangkan dalam setiap rancangan mesin khususnya yang memiliki bagian bergerak atau bergesekan.

Fenomena pelumasan dapat dilihat pada hampir semua jenis bantalan yang berfungsi menumpu poros. Tipe yang paling umum digunakan adalah bantalan


(20)

gelinding (roller bearing) dan bantalan luncur (journal bearing), sebab konstruksinya sederhana, mudah dalam pekerjaan bongkar-pasang, harga relatif murah dan mudah dalam pelumasannya.

Pada bantalan luncur, tipe pelumasan yang biasa dijumpai adalah pelumasan hidrodinamis. Bantalan luncur merupakan tipe bantalan hidrodinamis yang paling banyak digunakan dalam praktek.

Penelitian mengenai bantalan luncur telah banyak dilakukan, baik analitis dan experimental, untuk mempelajari dan mengetahui karakteristik bantalan luncur. Peneliti pertama yang tercatat dalam sejarah yang meneliti bantalan luncur adalah Beauchamp Tower, saat meneliti bantalan luncur roda kereta api di laboratoriumnya pada awal tahun 1880-an untuk mengetahui metode pelumasan terbaik pada bantalan tersebut. Bermula pada suatu kejadian error, saat melakukan penelitian tersebut Beauchamp Tower terkejut saat minyak pelumas pada bantalan menyembur keluar melalui lubang pada bagian atas yang dibuat sendiri pada peralatan bantalan uji miliknya. Diambil kesimpulan bahwa minyak pelumas diantara poros (journal) dan bantalan berada di bawah tekanan, dan distribusi tekanan tersebut dapat mengangkat/mendukung poros pada bantalan. Tercatat Tower melaporkan hasil penelitiannya empat kali, namun yang paling terkenal adalah pada tahun 1883 dan 1885.

Kemudian hasil eksperimen Beauchamp Tower dianalisa dan dijelaskan secara teoritis oleh Osborne Reynolds, yang kemudian melaporkan tulisannya pada tahun 1886. Didalam laporan tersebut juga dijelaskan mengenai adanya distribusi tekanan pada lapisan pelumas yang memisahkan poros dan bantalan.


(21)

Distribusi tekanan yang terjadi pada bantalan luncur juga telah dianalisa A.J.W Sommerfeld, dan solusinya diberikan dalam persamaan Sommerfeld. Persamaan tekanan Sommerfeld juga memberikan solusi dalam bentuk grafik, sehingga mudah dalam menganalisa fenomena tekanan pada bantalan luncur.

Namun untuk memperoleh prediksi yang akurat tentang performa dan karakteristik bantalan luncur di bawah berbagai kondisi operasi sangat sulit diperoleh, hal tersebut terjadi seiring dengan perkembangan teknologi bantalan, variasi kecepatan dan beban serta peningkatan kualitas bahan pelumas.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan nilai kinematik viscositas minyak pelumas. Disamping itu tujuan penelitian ini yang lebih dalam lagi adalah untuk mendapatkan distribusi tekanan pada journal bearing yang beroperasi dengan menggunakan jenis minyak pelumas monograde (Meditran S SAE 30, Meditran S SAE 40, dan Meditran S SAE 50). Perbandingan masing-masing distribusi tekanan pelumas tersebut akan disajikan dalam bentuk grafik. Selain itu distribusi tekanan ketiga minyak pelumas tersebut akan dibandingkan terhadap kurva tekanan teoritis Sommerfeld yang didapat dari hasil perhitungan.

1.3 Batasan Masalah

Pembahasan yang utama dari penelitian ini adalah untuk memperoleh karakteristik bantalan luncur terhadap perubahan kecepatan yang menggunakan minyak pelumas monograde. Karakteristik bantalan luncur yang dianalisa pada


(22)

penelitian ini adalah distribusi tekanan lapisan minyak pelumas pada bantalan luncur.

Minyak pelumas yang digunakan dalam percobaan ini adalah minyak pelumas monograde, yaitu:

1. Meditran S SAE 30 2. Meditran S SAE 40 3. Meditran S SAE 50

Sifat atau karakteristik minyak pelumas yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sifat fisika yaitu kekentalan minyak pelumas.

Putaran poros yang dipilih pada penelitian ini adalah putaran 1000 rpm, 1500 rpm, 1750 rpm, 2000 rpm dan 2500 rpm. Pemilihan putaran ini didasarkan pada putaran operasi kerja mesin motor bakar ukuran besar dimana prinsip bantalan luncur ini digunakan.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teknik Pelumasan

Teknik Pelumasan adalah suatu cara untuk mengurangi dan memperkecil gesekan dan keausan dengan menempatkan suatu lapisan tipis (film) fluida diantara permukaan-permukaan yang bergerak atau bergesek yang selanjutnya disebut bahan pelumas. Bahan pelumas yang umum adalah berupa cairan (liquids) dan semi-liquid, tapi dapat juga berupa padat atau gas, atau kombinasi cair, padat dan gas. Bahan pelumas dalam wujud cair seperti minyak mineral mempunyai kekentalan bervariasi tergantung pada pemakaiannya, biasanya digunakan untuk bantalan pada motor bakar atau mesin-mesin industri. Bahan pelumas semi padat seperti minyak gemuk biasanya digunakan untuk bantalan putaran rendah dan yang padat seperti grafit dan molybdenum biasanya digunakan pada temperatur yang sangat tinggi.

Pemakaian bahan pelumas sangat luas pada bidang mekanisme mesin antara lain seperti gerakan berputar poros pada bantalan luncur, jurnal yang berputar pada bantalan, gabungan dari gerakan gelinding atau luncuran pada gigi-gigi roda gigi-gigi yang berpasangan, gerakan luncur pada piston terhadap silindernya. Semua mekanisme ini memerlukan pelumasan untuk mengurangi gesekan, keausan, dan panas.


(24)

2.2 Fungsi Bahan Pelumas

Fungsi utama dari bahan pelumas yang umum digunakan pada peralatan permesinan adalah sebagai berikut :

a. Mengurangi gesekan dan keausan

Mengurangi gesekan dan keausan adalah fungsi primer dari bahan pelumas. Bahan pelumas harus mampu mencegah persinggungan langsung antara permukaan yang bergesekan pada temperatur kerja, daerah pembebanan dan kondisi lainnya. Sifat ini didapat dari kekentalan yang dimiliki minyak pelumas (viscosity)

b. Memindahkan panas

Panas yang ditimbulkan oleh elemen mesin yang bergerak (misalnya: bantalan dan roda gigi) dipindahkan oleh minyak pelumas, asalkan terjadi aliran yang mencukupi.

c. Menjaga sistem tetap bersih

Bahan pelumas harus dapat menghindarkan kontaminasi sistem dari komponen-komponen bergerak yang bisa merusak sistem tersebut. Partikel-partikel logam akibat keausan, abu yang berasal dari luar dan sisa hasil pembakaran dapat memasuki sistem dan menghalangi operasi yang efisien. d. Melindungi sistem

Karat bisa disebabkan kehadiran udara dan air, serta keausan korosif dapat dikarenakan asam-asam mineral yang terbentuk secara kimiawi selama pembakaran bahan bakar. Karat dapat menyebabkan kerusakan komponen, sehingga komponen tersebut tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya.


(25)

Karena hal itulah bahan pelumas harus direncanakan untuk melindungi sistem terhadap serangan korosif.

2.3 Tipe-Tipe Pelumasan 2.3.1 Pelumasan Hidrodinamis

Pelumasan ini adalah bahwa permukaan penerima beban dari bantalan dipisahkan oleh lapisan pelumas yang agak tebal, sedemikian rupa untuk menjaga persinggungan antara dua logam. Pada pelumasan hidrodinamis ini tidak tergantung pada pemberian pelumas dengan tekanan, walaupun hal itu mungkin terjadi, tetapi yang jelas ia memerlukan adanya penyediaan pelumas yang cukup setiap waktu. Tekanan pada lapisan tipis pelumas biasanya dibangkitkan oleh gerakan relatif dari kedua permukaan itu sendiri.

Pada gerakan menggelinding, penggelinding bergerak di atas lapisan tipis minyak dengan kadar terlalu tinggi untuk membiarkan sambungan atau kontak langsung melalui lapisan tipis minyak pelumas tersebut. Gerakan rotasi misalnya pada poros dengan menggunakan bantalan luncur (jurnal). Dengan gerakan ini bahan pelumas ditarik dari celah yang lebar pada bagian atas ke bagian yang sempit di sebelah bawah, sehingga membentuk oil wedge yang memisahkan kedua permukaan. Berikut adalah gambar pelumasan hidrodinamis.


(26)

Gambar 2.1 Pelumasan hidrodinamis untuk gerakan meluncur pada bidang rata

Gambar 2.2 Pelumasan hidrodinamis pada roller yang bergerak relatif pada bidang rata

2.3.2 Pelumasan Elastohidrodinamis

Pelumasan elastohidrodinamis (Elastohydrodynamic Lubrication) juga merupakan bentuk dari pelumasan hidrodinamis, tetapi pada pelumasan elastohidrodinamis deformasi elastis dari permukaan yang dilumasi menjadi sangat besar. Artinya terjadi kontak bidang permukaan yang bergesekan sangat kecil, sehingga timbul tekanan yang demikian besar pada lapisan tipis minyak pelumas yang membatasi kedua permukaan itu. Misalnya pada bantalan gelinding (roller bearing), mimis (ball/roller) akan menekan cincin sehingga terjadi deformasi elastis biarpun gaya yang diberikan demikian kecilnya.


(27)

2.3.3 Pelumasan Bidang Batas

Pelumasan bidang batas (Boundary Lubrication) mengacu pada situasi kombinasi geometri kontak, beban relatif besar, kecepatan rendah , kuantitas pelumas yang tidak cukup sehingga tidak dimungkinkan untuk membangkitkan lapisan tipis minyak pelumas yang sempurna pada bagian yang bersinggungan. Pada beberapa kasus pelumasan bidang batas masih terjadi kontak asperity

(permukaan kasar pada suatu permukaan yang dilihat di bawah mikroskop). Pada situasi normal, asperity setiap logam dilapisi oleh lapisan oksida, misalnya besi oksida pada besi atau baja, aluminium oksida (alumina) pada aluminium dan sebagainya. Ketika asperities tersebut saling bergesekan, kecenderungan

asperities tersebut untuk melekat relatif lembut. Namun, bila lapisan oksida tersebut aus/habis akibat gesekan yang berat maka permukaan-permukaan yang bersinggungan memiliki kecenderungan untuk melakukan kontak langsung. Maka sangat penting untuk mempertahankan lapisan oksida tersebut, agar terjadi gesekan yang relatif lembut. Dan jika permukaan logam tersebut kehilangan lapisan oksidanya maka akan terjadi gesekan dan keausan yang parah. Dan pada kasus tersebut diatas pelumasan bidang batas dapat mengurangi gesekan dan keausan yang terjadi. Mekanisme dari pelumasan bidang batas sendiri adalah misalnya dengan physical adsorption, chemical adsorption, maupun chemical reaction.

2.3.4 Pelumasan Tekanan Ekstrim

Pelumasan tekanan ekstrim mengacu pada kondisi apabila kontak yang terjadi di bawah pengaruh kerja paling hebat/ekstrim, seperti pada pemotongan


(28)

logam atau roda gigi yang mengalami beban kejut, sehingga aditif tekanan ekstrim (EP additive) digunakan untuk melumasi. EP (Extreem Pressure) additive ini merupakan senyawa minyak yang dapat larut dan biasanya mengandung zat belerang, chlorin atau fosfor yang bereaksi dengan permukaan bantalan pada temperatur tinggi yang timbul dimana lapisan tipis minyak pelumas pecah, membentuk zat lapisan tipis yang titik cairnya tinggi antara permukaan-permukaan yang berkontak.

2.3.5 Pelumasan Padat

Pelumasan padat (Solid Lubrication) adalah sistem pelumasan dimana diantara permukaan kontak saling melumasi sendiri oleh bahan padat yang dilapisi dan kadang menyatu pada elemen tersebut.

Pelumasan padat dapat dipahami misalnya pada sebuah contoh, misalnya debu pasir dan kerikil pada permukaan jalan dapat menyebabkan kendaraan tergelincir karena debu, pasir dan kerikil mengurangi gesekan antara ban dan permukaan jalan. Teknisnya, debu, pasir dan kerikil tersebut bertindak sebagai pelumas, namun tentu saja tidak ada yang merekomendasikan debu, pasir dan kerikil sebagai pelumas padat pada elemen mesin.

Walaupun telah banyak dikembangkan bahan inorganik untuk pelumasan padat, seperti misalnya mica, talc, dan chalk namun sangat sedikit yang digunakan secara umum untuk permesinan. Bahan-bahan yang umum dan paling banyak digunakan sebagai pelumas padat adalah grafit dan molybdenum disulfida dan PTFE (Polytetrafluoroethylene) / teflon.


(29)

Adapun karakterisitik bahan yang baik digunakan sebagai pelumas padat adalah sebagai berikut :

• Mempunyai koefisien gesek rendah namun konstan dan terkendali

• Memiliki stabilitas kimia yang baik sepanjang temperatur yang diperlukan • Tidak memiliki kecenderungan untuk merusak permukaan bantalan

• Lebih diutamakan yang memiliki daya adhesi yang kuat terhadap permukaan bantalan, sehingga tidak mudah hilang/aus dari permukaan bantalan.

• Memiliki daya tahan terhadap keausan dan umur yang relatif panjang • Mudah diaplikasikan pada permukaan yang bergesekan terutama bantalan • Tidak beracun dan ekonomis

Bahan inorganik seperti grafit dan molybdenum disulfida memiliki sifat mampu membentuk lapisan tipis pada permukaan logam yang bergeser dengan mudah dan menahan penetrasi oleh permukaan-permukaan yang bergesek. Senyawa-senyawa demikian dapat digunakan sendiri-sendiri atau disuspensikan dalam tempat cairan atau minyak gemuk. Jenis plastik/polimer seperti PTFE dapat digunakan sebagai permukaan bantalan yang dalam penggunaan tidak menggunakan atau membutuhkan pelumasan lanjutan ataupun lainnya.

Beberapa bahan yang digunakan sebagai pelumas padat dapat dilihat pada tabel 2.1.


(30)

Tabel 2.1 Beberapa material yang digunakan sebagai bahan pelumas padat

Kelompok Bahan

Nama Bahan

Layer-lattice compounds

Molybdenum disulphide Graphite

Tungsten diselenide Tungsten disulphide Niobium diselenide Tantalum disulphide Calcium fluoride Graphite fluoride

Polymers

PTFE Nylon PTFCE Acetal PVF2 Polyimide

FEP Polyphenylene sulphide PEEK

Metals Lead Tin

Gold Silver Indium

Other Inorganics Molybdic oxide Boron trioxide Lead monoxide Boron nitride

(sumber : Lubrication and Lubricant Selection :A Practical Guide, Third Edition by A.R. Lansdown)

2.3.6 Pelumasan Hidrostatis

Pada pelumasan hidrodinamis, seperti pada penjelasan di atas, permukaan yang bergesekan dipisahkan secara sempurna oleh lapisan tipis pelumas. Lapisan tipis pelumas tersebut dicapai dengan akibat gerakan luncuran lapisan minyak pelumas (oil-wedge) untuk membangkitkan tekanan minyak pelumas di dalam bantalan. Namun pada mesin-mesin yang mempunyai beban besar dan kecepatan putaran rendah tidak dimungkinkan lagi terjadi pelumasan hirodinamis pada saat start. Untuk itu diperlukan tekanan yang lebih besar agar terjadi lapisan tipis minyak pelumas diantara poros dan bantalan. Tekanan demikian diperoleh dengan menggunakan pompa tekanan tinggi yang akan menekan minyak pelumas ke bagian-bagian yang bergesek, bukan sekedar pompa tekanan rendah yang berfungsi hanya sebagai pendistribusi atau pensirkulasi minyak pelumas. Pelumasan sedemikian disebut pelumasan hidrostatis (Hidrostatic Lubrication).


(31)

Pelumasan hidrostatis disebut juga pelumasan tekanan luar (externally pressurized) karena tekanan yang timbul diakibatkan pengaruh kerja dari luar sistem. Dalam beberapa kasus, setelah poros berputar dengan kecepatan tinggi biasanya pompa tekanan tinggi yang digunakan dapat dihentikan, sementara pompa tekanan rendah sebagai pensuplai minyak pelumas tetap difungsikan. Dalam kasus ini, pada operasi normal yang terjadi bukan pelumasan hidrostatis lagi, melainkan pelumasan hidrodinamis.

2.4 Kekentalan Minyak Pelumas(Viscosity)

2.4.1 Kekentalan Dinamik dan Kekentalan Kinematik

Dalam industri perminyakan khususnya minyak pelumas dikenal istilah kekentalan, karena kekentalan merupakan sifat paling penting bagi minyak pelumas khususnya dan bahan pelumas umumnya, karena sifat ini menunjukkan kemampuan untuk melumasi sesuatu dan kemampuan suatu fluida untuk mengalir. Pada gambar 2.3 menunjukkan pendefenisian kekentalan dinamik menurut Hukum Newton tentang aliran viskos. Suatu permukaan bergerak relatif dengan kecepatan u terhadap permukaan lain dimana diantara kedua permukaan ditempatkan suatu lapisan tipis fluida. Kekentalan didefenisikan sebagai besarnya tahanan fluida untuk mengalir di bawah pengaruh tekanan yang dikenakan dan besarnya harga kekentalan merupakan perbandingan antara tegangan geser yang bekerja dengan kadar geseran (rate of shear).


(32)

diam

y

u

h u

Gambar 2.3 Pendefenisian kekentalan dinamik menurut hukum Newton

tentang aliran viskos

Dari gambar 2.3 secara matematis dapat ditulis:

h u dy du µ µ

τ= = (2.1)

dimana: τ = tegangan geser fluida (N/m2 µ

) = kekentalan dinamik (Poise, P)

u = kecepatan relatif permukaan (m/det) h = tebal lapisan pelumasan (m)

Sehingga kekentalan dinamik dapat ditulis:

dy du

τ

µ = (2.2)

Kekentalan dinamik disebut juga dengan kekentalan absolut, sementara kadar geseran adalah du/dy. Jika kekentalan dinamik dibagi dengan rapat massa pada


(33)

temperatur yang sama hasilnya disebut kekentalan kinematik. Secara matematis ditulis:

ρ µ

ν= (2.3)

dimana: ν = kekentalan kinematik (Stokes, S) ρ = rapat massa (gram/cm3)

Dalam satuan cgs, tegangan geser adalah dalam dyne/cm2 dan kadar geseran dalam det-1, maka satuan kekentalan dinamik adalah poise disingkat P. Sedangkan satuan rapat massa gram/cm3 sehingga satuan kekentalan kinematik adalah stokes disingkat St.

Satuan yang paling umum dalam industri perminyakan adalah centipoise disingkat cP dan centistoke disingkat cSt, dimana 1 P = 100 cP dan 1 St =100 cSt. Dalam satuan SI, untuk kekentalan dinamis adalah N det/m2 atau kg/m det dan satuan kekentalan kinematik adalah m2/det. Dengan demikian diperoleh hubungan satuan-satuan:

1 P = 10-1 N det/m2 1 cP = 10-3 N det/m2 1 St = 10-4 m2/det 1cSt = 10-6 m2/det

Dalam satuan British untuk kekentalan dinamik dikenal satuan lbf.s/in2 ( pound-force second per square inch) yang disebut juga dengan reyn, yang diberikan untuk penghormatan terhadap Sir Osborne Reynolds.


(34)

1 reyn = 1 lbf.s/in2 = 7,03 kgf.s/m2 1 reyn = 6,9 . 106

• Kekentalan Redwood (Redwood viscosity) cP

Kekentalan juga dapat/pernah dinyatakan dengan unit sebagai berikut:

Secara teknis Redwood viscosity bukanlah satuan untuk kekentalan melainkan waktu alir. Itu adalah jumlah waktu yang diperlukan 50 ml minyak untuk mengalir melalui cerobong saluran berbentuk mangkuk (cup-shaped funnel) akibat gaya beratnya sendiri.

• Kekentalan Saybolt (Saybolt viscosity)

Saybolt viscosity secara teknis adalah waktu alir dan hal tersebut juga bukan satuan kekentalan, karena memiliki cara yang sama dalam pengukurannya dengan Redwood viscosity. Metode ini pernah menjadi metode standar pada ASTM.

• Kekentalan Engler (Engler viscosity)

Engler viscosity juga merupakan waktu alir dengan metode hampir sama dengan Redwood viscosity, tetapi hasilnya dinyatakan dengan derajat, waktu alir sampel minyak terhadap yang diukur air pada temperatur yang sama. Hal ini diterapkan hanya di hampir seluruh Eropa, tetapi secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan.

2.4.2 Klasifikasi Kekentalan Minyak Pelumas

Kekentalan minyak pelumas perlu distandarkan dan diklasifikasikan agar penggunaannya sesuai dengan kebutuhan. Kekentalan minyak pelumas untuk


(35)

keperluan teknik dan industri telah diklasifikasikan oleh beberapa organisasi standarisasi seperti ISO, SAE, ASTM, DIN, AGMA, dan lain sebagainya. Klasifikasi yang paling banyak digunakan dalam dunia industri adalah klasifikasi menurut ISO dan SAE.

1.Klasifikasi Kekentalan Menurut ISO

Sistem klasifikasi kekentalan minyak pelumas menurut ISO (International Standard Organization) adalah berdasarkan kekentalan kinematik, dalam satuan centistokes (cSt), pada daerah (range) kekentalan pada temperatur 40°C. Setiap daerah kekentalan diidentifikasi dengan angka ISO VG (Viscosity Grade) atau derajat kekentalan ISO, dimana kekentalan tersebut merupakan kekentalan kinematik rata-rata pada daerah tersebut (midpoint kinematic viscosity). Untuk mendapatkan nilai kekentalannya , harus dihitung 10% dari nilai rata-rata kekentalan kinematiknya. Misalnya ISO VG 100 mempunyai kekentalan rata-rata 100 cSt, dimana batas kekentalannya adalah 90 cSt untuk minimum dan 110 cSt untuk maksimum.

Nilai kekentalan menurut ISO untuk minyak pelumas dapat dilihat pada gambar grafik dan tabel berikut, yang dikutip dari dokumen ISO 3448 ”Industrial Liquid Lubricants – ISO Viscosity Classification”.


(36)

Gambar 2.4 Kekentalan minyak pelumas menurut dokumen ISO 3448 pada tekanan atmosfer. (sumber: Lubrication and Reliability Handbook, by M.J.Neale)


(37)

Nilai kekentalan pada gambar diatas dapat dilihat pada tabel di bawah, untuk nilai kekentalan pada suhu 40 °C. Nilai untuk harga kekentalan kinematik minyak pelumas pada 40 °C menurut dokumen ISO 3448.

Tabel 2.2 Klasifikasi kekentalan ISO minyak pelumas pada suhu 40 °C

Angka derajat kekentalan ISO

Harga tengah kekentalan, cSt

pada 40 °C

Batas kekentalan kinematik, cSt pada 40 °C

Minimum Maksimum

ISO VG2 ISO VG3 ISO VG5 ISO VG7 ISO VG10 ISO VG15 ISO VG22 ISO VG32 ISO VG46 ISO VG68 ISO VG100 ISO VG150 ISO VG220 ISO VG320 ISO VG460 ISO VG680 ISO VG1000 ISO VG1500 2,2 3,2 4,6 6,8 10 15 22 32 46 68 100 150 220 320 460 680 1000 1500 1,98 2,88 4,14 6,12 9 13,5 19,8 28,8 41,4 61,2 90 135 198 288 4174 612 900 1350 2,42 3,52 5,06 7,48 11 16,5 24,2 35,2 50,6 74,8 110 165 242 352 506 748 1100 1650 (sumber: Prinsip pelumasan dan minyak pelumas mineral, A.Halim Nasution)


(38)

2.Klasifikasi Kekentalan Menurut SAE

Sistem klasifikasi ini disusun oleh SAE (Society of Automotive Engineers), dalam SAE J300 SEP80 pertama kali dilaporkan Divisi Anekaragam (Miscellaneous Division), disetujui pada Juni 1911, dan direvisi kembali oleh suatu komite pada September 1980. Walaupun sistem kekentalan ini disusun oleh SAE, klasifikasi kekentalan minyak pelumas bukan hanya untuk otomotif, melainkan semua tipe penggunaan minyak pelumas termasuk industri, kapal laut dan pesawat udara. Klasifikasi SAE merupakan klasifikasi untuk minyak pelumas mesin-mesin secara rheologi saja. Karakteristik lain dari minyak pelumas tidak termasuk. Praktek yang dianjurkan ini ditujukan untuk penggunaan oleh pabrik pembuat mesin-mesin dalam menentukan derajat kekentalan minyak pelumas yang akan direkomendasikan untuk penggunaan mesin-mesin yang diproduksi, dan oleh perusahaan minyak dalam merumuskan dan memberi label produksi mereka.

Dua seri derajat kekentalan diberikan pada tabel 2.2, dimana salah satu mengandung letter W dan lainnya tidak. Derajat kekentalan dengan letter W didasarkan atas kekentalan maksimum pada temperatur rendah dan temperatur pemompaan batas maksimum, sebagaimana kekentalan minimum pada 100 °C. Minyak pelumas tanpa letter W didasarkan atas kekentalan pada 100 °C. Minyak yang diklasifikasikan kekentalannya pada temperatur rendah dan temperatur pemompaan memenuhi persyaratan untuk derajat W, dan yang mana kekentalannya pada 100 °C berada dalam daerah yang telah ditentukan dari salah satu klasifikasi derajat non-W. Kekentalan pada temperatur rendah diukur sesuai dengan prosedur tertentu. Prosedur ini merupakan versi multi-temperatur dari


(39)

ASTM D 2602, yaitu dengan cara Metode Pengujian Kekentalan Nyata Minyak Pelumas Mesin pada Temperatur Rendah dengan menggunakan Simulator Pengengkolan Dingin (Method of Test for Apparent Viscosity of Motor Oils at Low Temperature Usingthe Cold Crancing Simulator), dan hasilnya dilaporkan dalam centipoise (cP). Kekentalan diukur dengan metode ini dan telah ditemui hubungannya dengan kecepatan putaran yang diberikan selama pengengkolan temperatur rendah.

Tabel 2.3 Derajat kekentalan SAE untuk minyak pelumas mesin (SAE J300 Engine Oil Visccosity Classification)

(sumber: Prinsip pelumasan dan minyak pelumas mineral, A.Halim Nasution)

2.5 Pengukuran/Pengujian Kekentalan Minyak Pelumas

Kekentalan fluida/minyak pelumas dapat diukur dengan berbagai metode dengan prinsip-prinsip yang berbeda. Pengujian minyak pelumas biasanya dilakukan pada temperatur yang konstan, misalnya -18 °C, 10°C, 28°C, 40°C,

SAE Viscosity

Grade

Viscosity (cP) a C ° at temp ( ) max.

Borderline b

C ° pumping temp ( ) max.

Viscosityc C ° (cSt) at 100 .

min max

0 W 5 W 10 W 15 W 20 W 25 W 20 W 30 W 40 W 50 W 60 W

3250 at -30 3250 at -30 3250 at -30 3250 at -30 3250 at -30

- - - - - -35 -30 -25 -20 -15 -10 - - - - - 3,8 3,8 4,1 5,6 5,6 9,3 5,6 9,3 12,5 16,3 21,9 - - - - - - 9,3 12,5 16,3 21,9 26,1


(40)

50 °C atau 100°C. Alat untuk mengukur kekentalan minyak pelumas disebut dengan viskometer (viscometers).

2.5.1 Viskometer Bola Jatuh (Falling Sphere Viscometer) 2.5.1.1 Viskometer Bola Jatuh Yang Memenuhi Hukum Stokes

Menurut hukum Stokes, sebuah bola dengan jari-jari r yang bergerak dengan kecepatan rendah v di dalam fluida akan mengalami gaya gesekan yang melawan arah gerakannya akibat kekentalan fluida, dengan suhu dan tekanan konstan yang besarnya dirumuskan sebagai berikut:

Fv = 6.π.r.v.µ (2.4) dimana:

Fv = gaya yang melawan gerakan (kg m/det) r = jari-jari bola (m)

v = kecepatan bola relatif (m/det) µ = kekentalan fluida (N det/m2)


(41)

Gambar 2.5 Viskometer bola jatuh yang memenuhi hukum Stokes

Dalam metode bola jatuh sebuah bola jatuh dijatuhkan ke dalam tabung transparan yang berisi fluida. Kecepatan bola jatuh mula-mula rendah, tetapi percepatan gravitasi menyebabkan kecepatan bertambah sehingga gaya Fv semakin besar. Gaya yang dialami bola adalah gaya gravitasi Fg (arahnya ke bawah), gaya apung Fb (arahnya ke atas), dan gaya gesekan Fv (arahnya ke atas). Pada suatu kecepatan terentu akan terjadi keseimbangan:

ΣF = 0

Fg = Fb + Fv (2.5)

Maka kecepatan bola tidak berubah lagi melainkan tetap pada nilai maksimum atau nilai akhir yang ditulis dengan kecepatan v. Gaya Fg dan Fb dapat ditulis sebagai fungsi jari-jari bola r, rapat massa bola

b

ρ dan rapat massa fluida ρf : Fg = 4/3. π. r3

b

ρ

. . g (2.6) Fb = 4/3. π. r3

f

ρ


(42)

Fg = Fb + Fv 4/3. π. r3.

b

ρ . g = 4/3. π. r3. ρf . g + 6.π.r.v.µ 6.π.r.v.µ = 4/3. π. r3. (

b

ρ -ρf

g v

r

f

b ).

( 9

2 2 ρ ρ

µ= −

).g (2.8)

Maka diperoleh kekentalan dinamik (μ) minyak pelumas (fluida) yang diuji: (2.9)

dimana: µ = kekentalan dinamik (N det/m2

v r2

)

= perbandingan kuadrat jari-jari bola baja dengan kecepatan rata-rata (m/det)

ρb = rapat massa bola baja (kg/m3

b

ρ

) = rapat massa fluida (kg/m3

g

) = gaya gravitasi = 9,81 (m/det2)

2.5.1.2 Viskometer Bola Jatuh Menurut Hoeppler


(43)

Viskometer bola jatuh menurut Hoeppler dapat dilihat pada gambar diatas. Salah satu keuntungan viskometer bola jatuh menurut Hoeppler dibandingkan dengan menurut hukum Stokes adalah peralatan yang relatif lebih kecil dan adanya kontrol temperatur, artinya pengukuran dapat dilakukan dengan temperatur yang bervariasi.

Formula untuk pengukuran viskositas menurut Hoeppler adalah :

µ =K(ρ1−ρ2).t (2.10) Dimana: µ= kekentalan dinamik (cP)

ρ1 = massa jenis bola uji (gram/cm3) ρ1 = massa jenis fluida (gram/cm3) K = Konstanta bola uji (mPa.s. cm3

i

r

/gr.s)

2.5.2 Viskometer Rotasional

Viskometer rotasional (Rotational Cylindrical Viscometer) seperti pada gambar 2.2 terdiri dari dua silinder konsentris dengan fluida yang terdapat diantara keduanya. Silinder terluar diputar dan torsi diukur pada silinder yang terdapat di dalam.

Jika: = jari-jari silinder bagian dalam ro = jari-jari silinder bagian luar la = panjang tabung/silinder c = radial clearence


(44)

Maka berdasarkan postulat Newton:

c u A

fo (2.11) Catatan: ηomerupakan konstanta proporsional, disebut juga kekentalan absolut(µ) dimana: A = luas area, 2πrola

u = kecepatan, ro

c r l r

f o o a o

ω π

η (2 )

=

∴ (2.12)

Maka torsi yang terjadi pada silinder bagian dalam adalah: c l r r fr

t o o i a

i q

2 2πη ω =

=

Didapat kekentalan dinamik/absolut: a i o q o l r r c t 2 2πω

µ = (2.13)


(45)

2.5.3 Viskometer Pipa Kapiler

Pengukuran kekentalan pada viskometer pipa kapiler (Capillary Viscometers) didasarkan pada pengukuran rata-rata aliran fluida melalui tabung berdiameter kecil/pipa kapiler.

Ada banyak tipe/varian viskometer yang menggunakan prinsip aliran fluida melalui pipa kapiler, dan viskometer pipa kapiler merupakan viskometer yang memiliki varian paling banyak dibandingkan dengan tipe viskometer yang lain. Beberapa diantaranya dapat dilihat seperti pada gambar di bawah.

Gambar 2.8 Beberapa jenis tipe viskometer pipa kapiler


(46)

Gambar 2.9 Penampang pipa kapiler

Secara umum perhitungan viskositas pada viskometer pipa kapiler: Berdasarkan aliran fluida pada pipa bundar:

4 4 8 a q dx

dp µo

= (2.14)

Jika pi adalah tekanan masuk dari fluida dan lt

_

adalah panjang pipa kapiler, maka: t i l p dx dp _ = − 4 _ 8 a l q pi o t

π µ =

∴ (2.15)

Dimana pio ght dan ht adalah tinggi pipa kapiler dan ρo adalah rapat massa pada p=0 dan temperatur konstan. Maka dapat dituliskan:

4 _ 8 a l q h

g o t

t π µ ρ = ∴ = = g a l q h o t o

t π ρ

µ 4

_ 8


(47)

Dimana o o o k ρ µ

µ =, adalah kekentalan kinematik pada p=0 dan temperatur

tetap, serta A*

4 _ 8 a g lt π

= , dan mengingat qα t 1 , maka: B t q A ht o k * * , = =

µ (2.17)

Dimana B* adalah konstanta dari fungsi alat uji tersebut.

2.5.4 Viskometer Cone and Plate

Gambar 2.6 menunjukkan prinsip kerja viskometer Cone-and-Plate Viscometer. Sudut α sangat kecil. Kecepatan permukaan pada kerucut (cone) pada jari-jari r adalah u =ω.r. Ketebalan lapisan fluida adalah

α

α r

r

h= tan ≈ .

Berdasarkan postulat Newton :

= =

=

R R

o o

o rdr

r r dr r h u A f 0 0 2 2 α ω πµ α ω π µ η ,

maka torsi yang terjadi:

=

= R o o q R dr r t 0 3 2 3 2 2 α ω πµ α ω πµ Sehingga: 3 2 3 R tq

o πω

α


(48)

Gambar 2.10 Viskometer Ferranti - Cone and Plate Viscometers

Gambar 2.11. Prinsip kerja cone-and-plate viscometer

2.5.5 Viskometer tipe lain

Selain dari viscometer diatas, masih banyak lagi viscometer tipe lain, beberapa diantaranya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.


(49)

Gambar 2.12 Stormer Viscometers


(50)

Gambar 2.14 MacMichael Viscometers

2.6 Bantalan Luncur dan Pelumasan pada Bantalan Luncur 2.6.1 Bantalan Luncur

Jenis bantalan luncur (journal bearings) sangat luas penggunaannya pada mesin-mesin yang memiliki elemen berputar (rotating machines), seperti turbin uap, generator, blower, kompresor, motor bakar, poros kapal laut, bahkan sebagai bantalan pada elemen yang seharusnya menggunakan bantalan gelinding (rolling elements bearing). Hal tersebut karena bantalan luncur lebih baik dari bantalan gelinding (pada parameter yang dapat dianggap sama) dalam hal penyerapan getaran, tahanan terhadap gaya kejut, relatif tidak bising, dan umurnya lebih panjang. Semua karakteristik ini disebabkan oleh prinsip pelumasan bantalan luncur yang menggunakan lapisan tipis minyak pelumas saat menumpu poros,misalnya. Tentu saja hal tersebut tidak lepas dari teknik desain dan pemilihan material yang terus dikembangkan.


(51)

Bantalan luncur termasuk dari jenis bantalan yang arah pembebanan normalnya pada arah radial atau lebih banyak mengarah tegak lurus pada garis sumbu poros. Maka bantalan luncur termasuk ke dalam jenis plain bearing atau kadang disebut dengan sliding bearing.

Disebut bantalan luncur (dalam bahasa Indonesia) adalah karena adanya gesekan luncur dan gerakan luncuran (sliding) yang terjadi pada bantalan, akibat adanya lapisan fluida tipis diantara bantalan dan poros tersebut. Dapat juga dibandingkan seperti atlit selancar air yang berselancar/meluncur bebas diatas air, demikian juga dengan poros yang dapat meluncur dengan mudah pada bantalan dengan bantuan lapisan tipis minyak pelumas.

Dalam bahasa Inggris disebut journal bearings karena poros ditumpu oleh bantalan pada tempat/daerah yang dinamakan tap-poros atau leher-poros (neck), dan daerah leher-poros tersebut dinamakan journal.


(52)

2.6.2 Pelumasan hidrodinamis pada bantalan luncur

Ada berbagai jenis bantalan luncur, dan bantalan-bantalan tersebut dapat dilumasi dengan minyak pelumas, gas bahkan dengan minyak gemuk. Namun tipe pelumasan yang paling efektif dan paling banyak digunakan adalah dengan minyak pelumas dengan tipe pelumasan hidrodinamis.

Seperti yang telah dijelaskan diatas, teori pelumasan hidrodinamis ini berasal dari penelitian Beauchamp Tower, yang dianalisa oleh Osborne Reynolds.

2.6.2.1 Teori aliran hidrodinamis fluida diantara dua plat / permukaan datar

Gambar 2.16 Aliran hidrodinamis fluida diantara dua plat / permukaan datar

Lihat lapisan minyak pelumas diantara dua plat AB dan CD, salah satu permukaan bergerak dengan kecepatan V, dan permukaan yang satunya (CD) diam, seperti pada gambar 2.16. Kecepatan minyak saat kontak dengan CD adalah nol saat CD diam. Gaya pada minyak yang digambarkan dalam elemen kubus dx,dy,dz pada


(53)

setiap titik (xyz) seperti pada diagram, dimana F adalah gaya yang terjadi pada gesekan internal dan p adalah tekanan pada titik tersebut (xyz).

Berdasarkan hukum Newton: y v F δ µδ

= (2.19)

Dimana µ= koefisien kekentalan dan v = kecepatan pada arah x

Anggap elemen dx.dy.dz berada dalam gerakan seragam pada arah x dan =0

y p δ δ

(p adalah independent terhadap y), sehingga solusi gaya:

( ) . + −( + ) . =0

     −

+ dx dydz

x p p p dz dx F dy y F F δ δ δ δ (2.20) Sehingga hasilnya: x p y F δ δ δ δ = Substitusi nilai F:

y F y y v δ δ δ δ µδ δ = Maka: y F δ δ

= 2 2 y v δ µδ 2 2 y v x p y F δ µδ δ δ δ δ =

= (2.21)

Kemudian kita Integralkan persamaan (2.21) sehingga kita mendapatkan persamaan (2.22):

2 1 2

2 1 C y C y x p

v= + +

µδ δ


(54)

hy h y x p h y V v       − −       − = 1 2 1 1 µδ δ (2.23)

catatan: Kondisi yang diterapkan untuk menentukan konstanta C1 dan C2

      − dy y F F δ δ adalah karena y diukur berlawanan dengan arah yang diindikasikan.

Dari sini fungsi internal pada persamaan (2.20) harus bernilai pengganti 

     + dy y F F δ δ

, sehingga :

x p y F δ δ δ

δ =

Atau tanda

y F δ δ

dibuat negatif dan persamaan kecepatan menjadi:

hy h y x p h y V v       − +       − = 1 2 1 1 µδ δ (2.24)

2.6.2.2 Persamaan Tekanan Sommerfeld untuk Pelumasan Hidrodinamis pada Bantalan Luncur

Gambar 2.17 Bantalan luncur dan tata namanya


(55)

Pada tahun 1904, A. J. W. Sommerfeld (1869-1951) menemukan suatu persamaan yang dapat menganalisa tekanan pada lapisan tipis minyak pelumas pada bantalan luncur, yang dikenal dengan persamaan Sommerfeld, yaitu:

0 2 2 2 2 ) cos 1 )( 2 ( ) cos 2 ( sin 6 p r

p +

     + + + = θ ε ε θ ε θ ε δ ω µ (2.25)

Dapat juga ditulis:

     + + + =

− 0 22 2 2

) cos 1 )( 2 ( ) cos 2 ( sin 6 θ ε ε θ ε θ ε δ ω µr p

p (2.26)

Dimana:

p = tekanan pada minyak pelumas (Pa) 0

p = tekanan suplai (Pa)

ω = kecepatan putaran poros / journal (rpm) R = radius bantalan (m)

r = radius poros (m)

δ = kelonggaran radial (R-r) e = eksentrisitas

ε = perbandingan eksentrisitas =

δ

e

µ= viskositas minyak pelumas h = tebal lapisan minyak pelumas θ = posisi angular (°)


(56)

dimana lapisan film minyak pelumas minimum adalah: h = δ(1-ε.cosθ)

Sommerfeld juga memberikan solusi untuk beban total di sepanjang bantalan , yaitu sebagai berikut:

) 1 ( ) 2 ( . . . 12 2 2 2 3 ε ε δ ε π ω µ − +

= r l

P ) 1 ( . . 2 2 ε π − =k lr

P (2.27)

Dimana:

P = Beban total di sepanjang bantalan (N) k = angka sommerfeld (Pa)

l = panjang bantalan (m) r = jari-jari poros (m)


(57)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Pengujian

Gambar 3.1 Diagram Alir Pengujian Putaran

1750 rpm

Putaran 2000 rpm

Putaran 2500 rpm Putaran

1500 rpm Putaran

1000 rpm

Pengujian kekentalan minyak

pelumas

Pengujian Karakteristik Bantalan Luncur

Pencatatan Data

Analisa Hasil Pengujian Minyak Pelumas

Pengisian Minyak dan Pemanasan (Warm Up)


(58)

3.2 Variabel Pengujian

Yang menjadi variabel pengujian pada distribusi tekanan minyak pelumas adalah kekentalan minyak pelumas dan kecepatan putaran poros jurnal karena kedua hal ini yang mempengaruhi distribusi tekanan pada minyak pelumas.

3.3 Pengujian Bahan

Pengujian yang pertama dilakukan adalah pengujian viscositas yang dilakukan di Laboratorium Fisika Lanjutan FMIPA USU, kemudian dilakukan pengujian distribusi tekanan minyak pelumas di Laboratorium Teknik Pelumasan Departemen Teknik Mesin FT USU. Namun sebelum pengujian terlebih dahulu dilakukan pendataan bahan-bahan yang akan diuji.

3.3.1 Pendataan Bahan

Spesimen yang diuji adalah tiga jenis minyak pelumas produk pertamina, yaitu:

Minyak Pelumas SAE 30, Minyak Pelumas SAE 40, dan Minyak Pelumas SAE 50 dimana diuji pada beberapa variasi putaran yaitu: 1000 rpm, 1500 rpm, 1750 rpm, 2000 rpm, dan 2500 rpm. Dimana setiap putaran lamanya 10 menit.

Tabel 3.1 Pengujian Minyak Pelumas pada Bantalan Luncur Variasi Putaran Waktu Putaran (menit)

(rpm) SAE 30 SAE 40 SAE 50

1000 10 10 10

1500 10 10 10

1750 10 10 10

2000 10 10 10


(59)

Ketiga jenis minyak pelumas ini dipilih karena kekentalannya masih memungkinkan untuk dipakai pada pengujian kekentalan (viskositas) minyak pelumas dengan menggunakan Viskometer Bola Jatuh menurut Hoeppler dan pada pengujian distribusi tekanan minyak pelumas dengan menggunakan alat TM 25 Journal Bearing.

3.3.2 Pengujian Kekentalan Minyak Pelumas

Bila suatu cairan mengalir, maka dalam zat cair ada suatu tahanan yang menghambat aliran tersebut. Besarnya tahanan zat cair tersebut dikatakan zat tersebut mempunyai viskositas. Untuk mengukur besarnya viskositas suatu zat cair digunakan viskometer. Banyak tipe dari viskometer untuk mengukur viskositas larutan, salah satu contohnya menggunakan tipe Viskometer Bola Jatuh menurut Hoeppler. Viskometer ini umumnya digunakan untuk mengukur viskositas minyak pelumas. Bentuk viskometer bola jatuh dapat dilihat pada gambar 3.2 di bawah ini. Pengujian kekentalan ini dilakukan pada suhu kamar yaitu 29°C.


(60)

Menurut buku Penuntun Praktikum Fisika Dasar FMIPA langkah penggunaan rumus untuk mencari viskositas kinematik sesuai dengan pengujian yang dilakukan adalah:

K s b t(ρ ρ ).

µ = − ...(3.1) µ = viskositas kinematik ( Nm2/s

t

) atau ( cP ) = waktu rata-rata ( s )

b

ρ = massa jenis bola baja ( gr/cm3 ) = 8,1 gr/cm

s

ρ

3

= massa jenis fluida ( gr/cm3 K

) = konstanta ( mPa.s.cm3/gr.s ) = 3,38 mPa.s.cm3/gr.s

Adapun alat-alat dan bahan yang dipergunakan pada pengujian ini adalah: 1. Tabung viskometer, berfungsi sebagai wadah percobaan.

2. Termometer, berfungsi sebagai pengukur suhu air.

3. Neraca analitik, berfungsi untuk mengukur massa sampel dan beaker glass 4. Beaker glass, berfungsi untuk mengukur volume fluida yang menjadi

sampel

5. Stop wacth, berfungsi untuk mengukur waktu jatuhnya bola dalam tabung. 6. Bola besi kecil (ruji), berfungsi sebagai indikator dalam menghitung

waktu.

7. Tangki pemanas, berfungsi sebagai tempat pemanas agar dapat mencari suhu yang ditentukan.


(61)

8. Pipa kapiler, berfungsi untuk menghubungkan tabung viskositas dan tangki pemanas dan sebagai aliran airnya.

9. Tissue gulung dan rinso, berfungsi untuk membersihkan alat yang dipergunakan.

Adapun cara kerja pengujian viskositas dengan menggunakan viscometer bola jatuh adalah:

1. Ditimbang massa beaker glass.

2. Dimasukkan sampel ke dalam beaker glass sebanyak 100 ml. 3. Ditimbang massa sampel dalam beaker glass.

4. Dimasukkan sampel ke dalam tabung viskositas sampai hampir penuh. 5. Dimasukkan ruji ke dalam tabung viskositas tersebut kemudian ditutup

dengan penutup tabung.

6. Diisi tangki pemanas dengan air sampai penuh.

7. Dihubungkan tabung viskositas ke tangki air dengan pipa kapiler sehingga air dalam tabung penuh.

8. Dihidupkan kontrol temperatur dan dilihat penunjukan skala termometer sebesar suhu kamar.

9. Diputar tabung viskositas dan dihitung waktu jatuh bola mulai dari garis pertama sampai garis ketiga kemudian dicatat hasilnya, dilakukan hal tersebut sebanyak lima kali.


(62)

3.4 Peralatan Pengujian

Pengujian dilakukan di Laboratorium Mesin Fluida Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara. Alat yang digunakan adalah Alat Uji Bantalan Luncur TM25 buatan TecQuipment Ltd, Inggris.

Spesifikasi Alat Uji Bantalan Luncur adalah sebagai berikut: •Dimensi Alat Uji:

 990 mm x 970 mm x 2850 mm dan 68 kg •Kondisi operasi:

 Pada temperatur +5 °C sampai +40 °C

 Pada jangkauan kelembaban relatif setidaknya 80% pada temperatur < 31 °C dan 50% pada temperatur 40°C.

•Suplai energi listrik:

Single-phase 230 VAC 50 Hz atau 110 VAC 60 Hz. •Spesifikasi Bantalan Luncur:

 Diameter poros : 50 mm

 Diameter luar bantalan : 55 mm

 Panjang efektif bantalan : 70 mm

 Massa tiap bantalan : 100 gram


(63)

(64)

Gambar.3.4 Pandangan asembling peralatan bantalan luncur TM25

Keterangan gambar 3.4 : A : Poros / journal

B : Poros motor penggerak C : Bantalan luncur


(65)

D : Karet diafragma (Flexible rubber diaphragm) E : Piringan penutup bantalan

F : Penunjuk kesimbangan bantalan G : Fixed frame

H : Beban

I : Batang beban

Peralatan pengujian TM25 memiliki bantalan acrylic dan papan manometer yang besar, sehingga tekanan minyak pelumas pada bantalan dapat diobservasi dengan jelas. Poros motor penggerak dan journal memiliki putaran yang sama. Peralatan ini juga dilengkapi dengan variabel kecepatan putaran pada unit kontrol dan sensor kecepatan pada motor untuk melakukan percobaan pada kecepatan yang bervariasi.

Observasi tekanan pada bantalan dilakukan pada arah radial dan aksial bantalan yaitu pada enam belas titik pengukuran. Pengukuran arah radial berjumlah dua belas titik pengukuran yang segaris dan sudut yang dibentuk masing-masing titik adalah 30°, dan pengukuran arah aksial (sepanjang lebar bantalan) berjumlah 4 titik pengukuran yang juga segaris. Titik pengukuran pada arah aksial terdapat pada bagian atas bantalan. Semua titik pengukuran dihubungkan dengan tabung plastik fleksibel ke panel manometer.

Peralatan TM25 dilengkapi dengan dua lubang sebagai saluran minyak pelumas. Arah putaran poros dapat diatur searah jarum jam atau berlawanan jarum jam. Selain itu juga dapat ditambahkan stroboskop tanpa merubah keakuratan fungsi.


(66)

Pengisian Minyak Pelumas dan Pemanasan

Peralatan pengujian bantalan luncur TecQuipment TM25 memiliki reservoir sebagai penampung minyak pelumas. Reservoir dihubungkan dengan dua saluran sebagai pintu masuk minyak pelumas ke dalam bantalan. Reservoir juga dilengkapi dengan keran untuk membuka dan menutup aliran minyak pelumas ke bantalan.

Sebelum melakukan pengujian tekanan pada enam belas titik pengujian harus sama agar terjadi keseimbangan tekanan. Caranya dengan membuka keran masuk minyak pelumas.

Saat pengujian gelembung-gelembung udara harus dikeluarkan agar tidak terjadi kesalahan pembacaan tekanan. Salah satu caranya adalah dengan cara melakukan pemanasan atau warm up. Pemanasan dilakukan dengan menghidupkan motor dan meningkatkan kecepatan putaran secara bertahap sampai 1500 rpm, kemudian dibiarkan sampai satu jam. Setelah satu jam kecepatan putaran dikurangi hingga stabil pada 1000 rpm selama kira-kira 10 menit.

Pengujian Karakteristik (Distribusi Tekanan) Bantalan Luncur

Pengujian untuk mendapatkan karakteristik bantalan luncur ini menggunakan minyak pelumas Meditran S SAE 30, Meditran S SAE 40, dan Meditran S SAE 50. Pada pengujian ini dilakukan lima variasi kecepatan putaran, yaitu: 1000 rpm, 1500 rpm, 1750 rpm, 2000 rpm, 2500 rpm. Lamanya waktu pengujian pada setiap variasi kecepatan putaran adalah sepuluh menit. Setelah itu dapat dilakukan pembacaan tekanan pada panel manometer.


(67)

BAB IV

DATA PENGUJIAN DAN ANALISA

4.1 Data Pengujian Kekentalan Minyak Pelumas

Berikut ini adalah data-data hasil pengujian kekentalan minyak pelumas yang dilakukan di Laboratorium Fisika Lanjutan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, pengujian kekentalan pada penelitian ini menggunakan viskometer bola jatuh (falling-sphere viscometer) menurut Hoeppler.

Tabel 4.1 Data pengujian rapat massa Minyak Pelumas

Bahan Volume

Pengukuran (cm3

Massa Pengukuran (gram) )

Minyak Pelumas SAE 30 100 88,08

Minyak Pelumas SAE 40 100 88,27


(68)

Tabel 4.2 Data-data hasil pengujian minyak pelumas SAE 30

T ( °C )

t

1

t

(detik)

2

t

(detik)

3

t

(detik)

4

t

(detik)

5 (detik)

_

t

29 6,2 5,9 6,2 5,9 6,2 6,08

32 4,8 4,9 5,1 4,7 5 4,9

40 3,5 3,7 3,7 3,5 3,4 3,56

50 2 2,2 2,1 2,2 2,1 2,12

60 1,4 1,3 1,4 1,5 1,4 1,4

70 1 1,1 1,1 1 1,1 1,06

Tabel 4.3 Data-data hasil pengujian minyak pelumas SAE 40

T ( °C )

t

1

t

(detik)

2

t

(detik)

3

t

(detik)

4

t

(detik)

5 (detik)

_

t

29 6,3 6,5 6,6 6,6 6,5 6,5

32 6,2 6,0 6,2 5,9 6,5 6,16

40 4,7 4,6 4,9 4,7 4,5 4,68

50 3,6 3,7 3,7 3,6 3,8 3,68

60 2 1,9 1,9 1,8 1,8 1,88


(69)

Tabel 4.4 Data-data hasil pengujian minyak pelumas SAE 50

T ( °C )

t

1

t

(detik)

2

t

(detik)

3

t

(detik)

4

t

(detik)

5 (detik)

_

t

29 8,9 9,3 9,5 10 10 9,54

32 9,5 9,0 9,0 9,0 9,2 9,14

40 7,0 6,9 7,0 6,8 7,1 6,96

50 3,9 3,8 3,9 3,8 3,8 3,84

60 2,8 2,7 2,6 2,7 2,5 2,66

70 2,0 1,8 1,7 1,5 1,8 1,76

4.2 Analisa Hasil Pengujian Kekentalan Minyak Pelumas

Analisa pengujian kekentalan minyak pelumas dilakukan pada data hasil pengujian dengan temperatur 40 °C.

1. Minyak Pelumas SAE 30

Massa jenis (rapat massa) dari minyak pelumas SAE 30 adalah:

ρ = 0,8808 gram/cm3

_

t

.

Berdasarkan data pengujian menggunakan viskometer Hoeppler didapat = 3,56 detik, sehingga :

K s b t(ρ ρ ).

µ = − ...(3.1) µ = viskositas dinamik ( Nm2/s ) atau ( cP )


(70)

_

t = waktu rata-rata ( s )

b

ρ = massa jenis bola baja ( gr/cm3 ) = 8,1 gr/cm

s

ρ

3

= massa jenis fluida ( gr/cm3 K

) = konstanta ( mPa.s.cm3/g.s ) = 3,3 mPa.s.cm3

µ

/gr.s

= 3,56 ( 8,1-0,8808 ) 3,3 cP µ = 84,81 cP

Sehingga viskositas kinematiknya adalah sebesar: ν = 96,28 cSt

2. Minyak Pelumas SAE 40

Massa jenis (rapat massa) dari minyak pelumas SAE 40 adalah:

ρ = 0,8827 gram/cm3

_

t

.

Berdasarkan data pengujian menggunakan viskometer Hoeppler didapat = 4,68 detik, sehingga :

K s b t(ρ ρ ).

µ = − ...(3.1) µ = viskositas dinamik ( Nm2/s

_

t

) atau ( cP )

= waktu rata-rata ( s )

b

ρ = massa jenis bola baja ( gr/cm3 ) = 8,1 gr/cm

s

ρ

3

= massa jenis fluida ( gr/cm3 K

) = konstanta ( mPa.s.cm3 = 3,3 mPa.s.cm

/g.s ) 3


(71)

µ = 4,68 ( 8,1-0,8827 ) 3,3 cP µ = 111,46 cP

Sehingga viskositas kinematiknya adalah sebesar: ν = 126,27 cSt

3. Minyak Pelumas SAE 50

Massa jenis (rapat massa) dari minyak pelumas SAE 50 adalah:

ρ = 0,8917 gram/cm3

_

t

.

Berdasarkan data pengujian menggunakan viskometer Hoeppler didapat = 6,96 detik, sehingga :

K s b t(ρ ρ ).

µ = − ...(3.1) µ = viskositas dinamik ( Nm2/s

_

t

) atau ( cP )

= waktu rata-rata ( s )

b

ρ = massa jenis bola baja ( gr/cm3 ) = 8,1 gr/cm

s

ρ

3

= massa jenis fluida ( gr/cm3 K

) = konstanta ( mPa.s.cm3/g.s ) = 3,3 mPa.s.cm3

µ

/gr.s

= 6,96 ( 8,1-0,8917 ) 3,3 cP µ = 165,5 cP

Sehingga viskositas kinematiknya adalah sebesar: ν = 185,66 cSt


(72)

4.3 Data Pengujian Distribusi Tekanan

Pengujian distribusi tekanan pada bantalan luncur dilakukan di laboratorium Mesin Fluida / Teknik Pelumasan Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Data-data hasil pembacaan tekanan pada papan manometer peralatan bantalan luncur TecQuipment TM25 menggunakan minyak pelumas Meditran S SAE 30, Meditran S SAE 40, dan Meditran S SAE 50.

Perlu diketahui bahwa titik 1, 2, 3, 4 dan 5 berada pada arah aksial (lebar bantalan), sedangkan distribusi tekanan di sekeliling lingkaran (objek utama penelitian ini) ditunjukkan oleh titik pengujian 3, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15 dan 16. Masing-masing titik pada keliling bantalan berjarak atau membentuk sudut 30°.


(73)

Tabel 4.5 Data Pembacaan Manometer Pengujian distribusi tekanan pada bantalan luncur dengan menggunakan minyak pelumas SAE 30

No.

Kecepatan Poros (rpm)

Titik Awal Pengujian

(mm oil)

Pembacaan Manometer pada Setiap Nomor Pipa

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

1 1000 590 800 860 875 865 805 965 825 400 140 190 280 390 485 560 660 760 2 1500 590 840 895 910 905 850 985 850 445 165 185 290 400 495 590 690 800 3 1750 590 865 920 940 935 880 1015 870 440 165 215 335 440 530 610 710 820 4 2000 590 885 940 965 955 895 1025 890 445 170 235 365 465 545 620 735 835 5 2500 590 930 955 965 960 930 985 885 580 255 185 340 500 605 705 810 895


(74)

Tabel 4.6 Data Pembacaan Manometer Pengujian distribusi tekanan pada bantalan luncur dengan menggunakan minyak pelumas SAE 40

No.

Kecepatan Poros (rpm)

Titik Awal Pengujian

(mm oil)

Pembacaan Manometer pada Setiap Nomor Pipa

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

1 1000 500 680 760 775 760 685 780 620 340 155 145 215 295 380 470 560 665 2 1500 500 740 795 815 805 750 850 710 375 120 105 190 295 395 495 595 705 3 1750 500 760 810 830 820 770 870 730 380 115 110 205 310 410 510 610 720 4 2000 500 780 835 860 845 790 900 750 370 110 135 250 350 440 550 635 760 5 2500 500 805 845 865 855 810 880 765 465 175 115 235 380 490 600 695 785


(75)

Tabel 4.7 Data Pembacaan Manometer Pengujian distribusi tekanan pada bantalan luncur dengan menggunakan minyak pelumas SAE 50

No.

Kecepatan Poros (rpm)

Titik Awal Pengujian

(mm oil)

Pembacaan Manometer pada Setiap Nomor Pipa

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

1 1000 515 665 710 720 715 670 735 625 420 255 185 230 320 395 495 580 670 2 1500 515 715 765 775 770 720 795 670 415 210 130 185 290 385 500 600 700 3 1750 515 740 790 810 800 750 825 695 420 185 115 180 280 395 505 615 720 4 2000 515 760 810 830 820 770 850 715 415 170 120 200 310 410 520 625 735 5 2500 515 770 820 835 830 780 855 725 440 195 125 195 320 440 550 650 750


(76)

4.4 Analisa Pengujian Distribusi Tekanan Pada Bantalan

Enam belas titik pengujian pada peralatan bantalan luncur TecQuipment TM25 menunjukkan distribusi tekanan yang terjadi di sekeliling bantalan luncur. Observasi pada manometer adalah perubahan tinggi permukaan minyak pelumas pada papan manometer akibat adanya tekanan di sekeliling bantalan luncur, sehingga data yang didapat adalah kenaikan permukaan minyak dalam satuan mm oil, oleh karena itu perlu didapat nilai dari tekanan dalam satuan Pascal (Pa) yang terjadi di sekeliling bantalan. Menurut Sears Zemansky (1991), secara matematis persamaannya dapat ditulis sebagai berikut:

P = ρ . g. (h1- h2) Dimana: P = tekanan (Pa)

ρ = massa jenis minyak pelumas (kg/m3) g = gaya gravitasi (9,81 m/det2)

h1= tinggi permukaan minyak hasil pengamatan (m)

h2= tinggi mula-mula permukaan minyak pada manometer (m) Sehingga Pada titik 1, pada pengujian minyak pelumas SAE 30 pada putaran 1000 rpm, analisa tekanannya adalah sebagai berikut:

P = 880,8 . 9,81 . (0,800-0,590) = 1814,5 Pa

Pada titik 1, pada pengujian minyak pelumas SAE 40 pada putaran 1000 rpm, analisa tekanannya adalah sebagai berikut:

P = 882,7 . 9,81 . (0,680-0,500) = 1558,7 Pa


(77)

Pada titik 1, pada pengujian minyak pelumas SAE 50 pada putaran 1000 rpm, analisa tekanannya adalah sebagai berikut:

P = 891,7 . 9,81 . (0,665-0,515) P = 1312,1 Pa

Dengan cara yang sama, maka nilai tekanan untuk setiap putaran poros pada masing-masing titik pengujian dalam satuan Pascal akan didapat. Hasilnya diberikan dalam tabel 4.8, table 4.9 dan tabel 4.10 berikut.


(78)

Tabel 4.8 Data tekanan yang terjadi di sekeliling bantalan minyak pelumas SAE 30

Kecepatan Poros (rpm)

Distribusi Tekanan Pada Setiap Titik Pengujian pada Bantalan (Pa)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

1000 1814,5 2332,9 2462,6 2376,2 1857,7 3240,2 2030,5 -1641,7 -3888,3 -3456,2 -2679 -1728,1 -907,3 -259,2 604,8 1468,9

1500 2160,2 2635,4 2764,9 2721,8 2246,6 3413,0 2246,6 -1252,4 -3672,3 -3499,4 -2592,2 -1641,7 -820,9 0,0 864,1 1814,5

1750 2376,2 2851,4 3024,2 2981,0 2505,8 3672,3 2419,4 -1296,1 -3672,3 -3240,2 -2203,4 -1296,1 -518,4 172,8 1036,9 1987,3

2000 2548,9 3024,2 3240,2 3153,8 2635,4 3758,7 2592,2 -1252,9 -3629,1 -3067,4 -1944,1 -1080,1 -388,8 259,2 1252,9 2116,9


(79)

Tabel 4.9 Data tekanan yang terjadi di sekeliling bantalan minyak pelumas SAE 40

Kecepatan Poros (rpm)

Distribusi Tekanan Pada Setiap Titik Pengujian pada Bantalan (Pa)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

1000 1558,7 2251,4 2381,3 2251,4 1602,0 2424,6 1039,1 -1385,5 -2987,5 -3074,1 -2468 -1775,2 -1039,1 -259,8 519,6 1428,8

1500 2078,2 2554,5 2727,7 2641,1 2164,8 3030,8 1818,5 -1082,4 -3290,5 -3420,4 -2684,4 -1775,2 -909,2 -43,3 822,6 1775,2

1750 2251,4 2684,4 2857,6 2771,0 2338,0 3203,9 1991,6 -1039,1 -3333,8 -3377,1 -2554,5 -1645,3 -779,3 86,6 952,5 1905,0

2000 2424,6 2900,9 3117,3 2987,5 2511,2 3463,7 2164,8 -1125,7 -3377,1 -3160,6 -2164,8 -1298,9 -519,6 433,0 1169,0 2251,4


(80)

Tabel 4.10 Data tekanan yang terjadi di sekeliling bantalan minyak pelumas SAE 50

Kecepatan Poros (rpm)

Distribusi Tekanan Pada Setiap Titik Pengujian pada Bantalan (Pa)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

1000 1312,1 1705,8 1793,3 1749,5 1355,9 1924,5 962,2 -831,0 -2274,4 -2886,7 -2493,1 -1705,8 -1049,7 -174,9 568,6 1355,9

1500 1749,5 2186,9 2274,4 2230,6 1793,3 2449,3 1355,9 -874,8 -2668,0 -3367,8 -2886,7 -1968,2 -1137,2 -131,2 743,5 1618,3

1750 1968,2 2405,6 2580,5 2493,1 2055,7 2711,7 1574,6 -831,0 -2886,7 -3499,0 -2930,4 -2055,7 -1049,7 -87,5 874,8 1793,3

2000 2143,2 2580,5 2755,5 2668,0 2230,6 2930,4 1749,5 -874,8 -3018,0 -3455,3 -2755,5 -1793,3 -918,5 43,73 962,2 1924,5


(81)

-5000

-4000

-3000

-2000

-1000

0

1000

2000

3000

4000

5000

30°

60°

90° 120° 150° 180° 210° 240° 270° 300° 330° 360°

Posisi Angular

T

ekan

an

(

P

a)

1000 rpm

1500 rpm

1750 rpm

2000 rpm

2500 rpm

Gambar 4.1 Grafik distribusi tekanan lapisan minyak pelumas pada bantalan luncur dengan menggunakan minyak pelumas SAE 30


(1)

2. Perlu dilakukan pembungkusan terhadap alat uji bantalan luncur agar dapat mencegah masuknya minyak pelumas kedalam peralatan uji ini pada penggantian minyak pelumas saat pengujian berlangsung. Tujuannya adalah mencegah kerusakan pada alat uji bantalan luncur ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hamrock, Bernard. J., ”Fundamentals of Fluid Film Lubrication”, 2nd edition, Marcel Dekker, Inc., New York, 2004.

2. Harnoy, Avraham, ”Bearing Design in Machinery : Engineering Tribology and Lubrication”, Marcel Dekker, Inc., New York, 2003.

3. …”Penuntun Praktikum Fisika Dasar”, Laboratorium Fisika Lanjutan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

4. Lansdown, A.R, “Lubrication and Lubricant Selection – A Practical Guide”, 3rd edition, Professional Engineering Publishing, London and Bury St Edmunds, 2004

5. Ludema, K.C., “Friction, Wear, Lubrication : A Texbook in Tribology”, CRC Press LLC., Michigan, 1996.

6. Nasution, A. Halim, ”Pengaruh Temperatur Mesin Terhadap Kekentalan Minyak Pelumas”, Fakultas Teknik USU

7. Nasution, A. Halim., ”Prinsip Pelumasan dan Minyak Pelumas Mineral - Diktat Kuliah”, Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU, Medan, 1989.

8. Neale, M.J, “Lubrication and Reliability Handbook”, Butterworth-Heinemann, Oxford, 2001


(2)

9. NN, ”TM25 Journal Bearing Demonstration”, Manual Book, TQ Education and Training Ltd., Nottingham, 2000.

10. Shigley, Joseph E, “ Mechanical Engineering Design”, 7th edition, McGraw-Hill, New York, 2004.

11. Stolarski, T.A, “Tribology in Machine Design”, Butterworth-Heinemann, Oxford, 2000.

12. Sularso, Kiyatsu Suga, “Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin”, Pradnya Paramita, Jakarta, 1987.

13. Smith, D.M., ”Journal Bearings in Turbomachinery”, Chapman and Hall Ltd., London, 1969.

14. Totten, George E., ”Handbook of Lubrication and Tribology : Volume I Application and Maintenance”, 2 nd edition, CRC Press Taylor and Francis Group

15. Zemansky, Sears, “Fisika Untuk Universitas”, edisi ke-7, jilid 1, Binacipta, Bandung, 1991.

16. Hori, Yukio, “Hydrodynamic Lubrication”, Springer-Verlag Tokyo, Tokyo, 2006.


(3)

(4)

LAMPIRAN 1

KEKENTALAN STANDARD ISO

Angka derajat

kekentalan ISO

Harga tengah kekentalan, cSt

pada 40 °C

Batas kekentalan kinematik, cSt pada 40 °C

Minimum Maksimum

ISO VG2 ISO VG3 ISO VG5 ISO VG7 ISO VG10 ISO VG15 ISO VG22 ISO VG32 ISO VG46 ISO VG68 ISO VG100 ISO VG150 ISO VG220 ISO VG320 ISO VG460 ISO VG680 ISO VG1000 ISO VG1500 2,2 3,2 4,6 6,8 10 15 22 32 46 68 100 150 220 320 460 680 1000 1500 1,98 2,88 4,14 6,12 9 13,5 19,8 28,8 41,4 61,2 90 135 198 288 4174 612 900 1350 2,42 3,52 5,06 7,48 11 16,5 24,2 35,2 50,6 74,8 110 165 242 352 506 748 1100 1650


(5)

LAMPIRAN 2

KEKENTALAN STANDARD SAE

SAE Viscosity Grade

Viscosity (cP) a C

°

at temp ( )

max.

Borderline b C

°

pumping temp ( ) max.

Viscosityc C

° (cSt)

at 100 .

min max 0 W 5 W 10 W 15 W 20 W 25 W 20 30 40 50 60

3250 at 30 3500 at 25 3500 at 20 3500 at 15 4500 at 10 6000 at 5

- - - - - -35 -30 -25 -20 -15 -10 - - - - - 3,8 3,8 4,1 5,6 5,6 9,3 5,6 9,3 12,5 16,3 21,9 - - - - - - 9,3 12,5 16,3 21,9 26,1


(6)

LAMPIRAN 3


Dokumen yang terkait

Analisa Distribusi Tekanan Minyak Pelumas Pada Bantalan Luncur Menggunakan Minyak Pelumas SAE 15W/40 dan SAE 20W/50

4 61 89

kemasan pada kendaraan Mobil Automatic dan Mobil Manual, yang berjudul, &quot;Analisa Distribusi Tekanan Minyak Pelumas Pada Bantalan Luncur Menggunakan Minyak Pelumas SAE 15W/40 dan SAE 20W/50

4 50 89

Analisa Tekanan Pada Bantalan Luncur yang menggunakan Minyak pelumas Enduro SAE 20W/50 dan Federal SAE 20W/50 dengan Variasi Putaran

3 81 98

Analisa Distribusi Tekanan Pada Bantalan Luncur Dengan Menggunakan Minyak Pelumas Monograde Sae 30 Dan Sae 40 Dengan Dan Tanpa Zat Aditif Dengan Variasi Putaran

0 30 106

Analisa Tekanan Pada Bantalan Luncur Yang Menggunakan Minyak Pelumas Multigrade Dengan Dan Tanpa Aditif Dengan Variasi Putaran

0 36 115

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gesekan dan Keausan - Analisa Distribusi Tekanan Minyak Pelumas Pada Bantalan Luncur Menggunakan Minyak Pelumas SAE 15W/40 dan SAE 20W/50

0 0 39

Analisa Distribusi Tekanan Minyak Pelumas Pada Bantalan Luncur Menggunakan Minyak Pelumas SAE 15W/40 dan SAE 20W/50

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Teknik Pelumasan - Analisa Tekanan Pada Bantalan Luncur yang menggunakan Minyak pelumas Enduro SAE 20W/50 dan Federal SAE 20W/50 dengan Variasi Putaran

0 0 32

ANALISA TEKANAN PADA BANTALAN LUNCUR YANG MENGGUNAKAN MINYAK PELUMAS ENDURO SAE 20W50 DAN FEDERAL SAE 20W50 DENGAN VARIASI PUTARAN

0 0 14

ANALISA TEKANAN MINYAK PELUMAS PADA BANTALAN LUNCUR YANG MENGGUNAKAN MINYAK PELUMAS OLI KEMASAN DAN MINYAK PELUMAS OLI DRUM DENGAN VARIASI PUTARAN

0 0 17