Karakterisasi Sifat Perlindungan Keausan Pelumas SAE 10W-30 dengan Penambahan Nano Aditif MoS2 Sebagai Pemodifikasi Gesekan Chapter III V
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di laboratorium pelumas, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (PPPTMGB “LEMIGAS”) yang
berlokasi di Jalan Ciledug Raya Kav.109, Daerah Khusus Ibukota Jakarta.Waktu
percobaan dilakukan pada tanggal 7 Maret hingga 20 Mei2016.
3.2
Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Hot Plate
Berfungsi untuk memanaskan sampel.
2. Magnetik Stirrer
Berfungsi untuk mengaduk sampel.
3. Timbangan Digital
Berfungsi untuk menimbang bahan yang akan digunakan.
4. Beakerglass
Berfungsi sebagai wadah sampel pada saat proses blending.
5. Fume Hood
Berfungsi sebagai tempat pada saat proses blending 1 sampel M-0,1
yang berfungsi sebagai penyedot gas H 2 O yang menguap.
6. Pipet Tetes
Berfungsi untuk memindahkan sejumlah base oil dan aquades dalam
sekala milliliter.
7. Spatula
Berfungsi sebagai alat pemindah bahan MoS 2 dan surfaktan SDS
kedalam beakerglass.
8. Botol Sampel
Berfungsi sebagai tempat sampel jadi yang telah diblending.
Universitas Sumatera Utara
9. Tissu/Majun
Berfungsi untuk melap peralatan yang kotor dan bahan yang tumpah.
3.2.2 Bahan
1. HVI 60(base oil group I)
Berfungsi sebagai minyak lumas dasar.
2. HVI 95 (base oil group I)
Berfungsi sebagai minyak lumas dasar.
3. Yubase 8 (base oil group III)
Berfungsi sebagai minyak lumas dasar.
4. LZ 7075 (aditif indeks viskositas improver)
Berfungsi sebagai pemodifikasi viskositas yaitu pembesaran polimer
sesuai dengan peningkatan temperature untuk mencegah pengenceran
oli.
5. LZ 19010(aditif paket)
Berfungsi sebagai aditif paket yaitu memiliki multifungsi.
6. Viscoplex PP(aditif penurun titik tuang)
Berfungsi sebagai pour point depressant yaitu membungkus krista lilin
sehingga mencegah pembekuan pelumas pada suhu rendah.
7. MoS 2 (aditif nano pemodifikasi gesekan)
Berfungsi sebagai aditif friction modifier yaitu membentuk lapisan
yang menempel dibidang yang dilumasi sehingga mengurangi
gesekan.
8. SDS(surfaktan Sodium Dodecyl Sulfate)
Berfungsi sebagai aditif polaritas yaitu membungkus partikel nano
MoS 2 sehingga mencegah pengendapan.
.
3.3
No
1
2
3
4
5
Penandaan Sampel Uji
Kode Sampel
Y8
H60
H95
1H60
1H95
Tabel 3.1 Penandaan sampel ujii
Keterangan
Yubase 8 (base oil grup III tanpa campuran)
HVI 60 (base oilgrup I tanpa campuran)
HVI 95 (base oilgrup I tanpa campuran)
HVI 60 + 0,1 % MoS 2 + 0,2 % SDS
HVI 95 + 0,05 % MoS 2 + 0,05 % SDS
Universitas Sumatera Utara
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
3.4
2H95
3H95
4H95
5H95
6H95
1Yu8
2Yu8
3Yu8
4Yu8
5Yu8
6Yu8
Y8-0,1(6Yu8)
H60-0,1(1H60)
H95-0,1(6H95)
M
M-0,1
HVI 95 + 0,01 % MoS 2 + 0,01 % SDS
HVI 95 + 0,5 % MoS 2 + 0,5 % SDS
HVI 95 + 0,05 % MoS 2 + 0,01 % SDS
HVI 95 + 0,5 % MoS 2 + 0,01 % SDS
HVI 95 + 0,1 % MoS 2 + 0,2 % SDS
Yubase 8 + 0,05 % MoS 2 + 0,05 % SDS
Yubase 8 + 0,01 % MoS 2 + 0,01 % SDS
Yubase 8 + 0,5 % MoS 2 + 0,5 % SDS
Yubase 8 + 0,05 % MoS 2 + 0,01 % SDS
Yubase 8 + 0,5 % MoS 2 + 0,01 % SDS
Yubase 8 + 0,1 % MoS 2 + 0,2 % SDS
Yubase 8 + 0,1 % MoS 2 + 0,2 % SDS
HVI 60 + 0,1 % MoS 2 + 0,2 % SDS
HVI 95 + 0,1 % MoS 2 + 0,2 % SDS
Pelumas SAE 10W-30
Pelumas SAE 10W-30+0,1% MoS 2 + 0,2 % SDS
Proses Formulasi
Untuk mendapatkan campuran tertentu antara minyak lumas dasar dengan aditif,
dilakukan proses formulasi. Formulasi mencakup spesifikasi sebagaimana
dipersyaratkan dalam standar SAE dan API Service.Formula minyak lumas
disusun dengan menggunakan kalkulasi teoritis.Walaupun sudah banyak teori
yang merumuskan persamaan perhitungannya, nilai yang dihasilkan masih
berbeda dengan hasil analisis laboratorium.Oleh karena itu, perhitungan secara
matematis
digunakan
sebagai
panduan
dalam
menentukan
konsentrasi
formula.Karakteristik físika kimia minyak lumas sendiri ditentukan dengan
analisis laboratorium.
No
1
2
3
4
5
6
Tabel 3.2Formulasi pembuatan pelumas SAE 10W-30(Sampel M)
Blending 1
Blending 2
Komposisi
%wt Berat(gr)
%wt
Berat(gr)
Base oil HVI-60
50
100
71,4
142,8
Base oil HVI-95
21,4
42.8
0
0
Base oil Yu-8
10
20
10
20
Aditif LZ7075
10
20
10
20
Aditif LZ19010
8,5
17
8,5
17
Aditif Viscoplex PP
0,1
0,2
0,1
0,2
Total Berat Pelumas Jadi:
100
200
100
200
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.3 Formulasi pembuatan pelumas SAE 10W-30 + 0,1% MoS 2 + 0,2%
SDS(sampel M-0,1)
Blending 1
Blending 2
Konsentr
No
Komposisi
asi (%wt) %wt Berat(gr) %wt
Berat(gr)
1 Base oil HVI-60
71,1858
10
50
61,1858 305,929
2 Base oil HVI-95
3 Base oil Yu-8
9,97
9,97
49,85
4 Aditif LZ7075
9,97
9,97
49,85
5 Aditif LZ19010
8,4745
8,4745
42,3725
6 Aditif Viscoplex PP
0,0997
0,0997
0,4985
7 Aditif MoS 2
0,1
0,1
0,5
8 Surfaktan SDS
0,2
0,2
1
Total Blending I
10,3
51,5
10,3
51,5
Total Pelumas Jadi
100
500
3.5
Pengujian
Ada 2 jenis alat uji yang akan digunakan untuk karakterisasi sifat perlindungan
keausan pelumas dalam penelitian ini, yaitu mesin uji four-ball, dan HFRR.
3.5.1 Uji Four-Ball
Pengujian dilakukan di Laboratorium Pelumas, KP3 Teknologi Aplikasi
Produk PPPTMBG “Lemigas”. Mesin uji four-ball dapat digunakan untuk
pengujian sesuai dengan ketentuan ASTM D 4172 untuk karakteristik ketahanan
terhadap keausan dari minyak lumas. Minyak lumas hasil formulasi, diuji
karakteristik perlindungan keausannya menggunakan metode uji ASTM D 4172
“Standard Test Method for Wear Preventive Characteristics of Lubricating Fluid
(Four-Ball Method)”.
Bola uji yang dipakai adalah baja paduan kromium,sesuai standar material
AISI E-52100, diameter 12,7 mm (0,5 inci), grade 25 EP (Extra Polish).
Kekerasan Rockwell C antara 64-66. Hasil dari pengujian ini adalah ukuran
goresan dari bola uji. Semakin besar goresan yang ditimbulkan, berarti
perlindungan terhadap keausannya semakin kecil dan berlaku sebaliknya. Gambar
mesin uji four-ball disajikan pada Gambar 3.1.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.1 Mesin Uji Four-Ball Merk Stanhope Seta (kiri) dan skematis (kanan)
3.5.2 Uji HFRR
Pengujian dilakukan di Laboratorium Bahan Bakar Minyak dan Gas, KP3
Teknologi Aplikasi Produk PPPTMBG “Lemigas”. Mesin uji HFRR lebih tepat
digunakan untuk pengujian lubrisitas minyak diesel yang digunakan pada
kendaraan bermesin diesel. Uji HFRR dilakukan dalam penelitian ini yaitu untuk
mengukur koefisien friksi, diameter goresan benda uji dan sifat pelapisan film. Uji
HFRR sesuai dengan ketentuan ASTM D 6079.
Spesifikasi bola uji adalah terbuat dari baja AISI E-52100 Grade 24 per
ANSI B3.12, diameter of 6,00 mm, memiliki tingkat kekerasan Rockwellhardness
skala “C” (HRC) nomor 58 – 66 menurut Metode Uji E 18, dan kekasaran
permukaan kurang dari 0,05 μm Ra. Cakram uji berukuran 10 mm dari baja AISI
E-52100 memiliki tingkat kekerasan Vickers hardness “HV 30,” sesuai spesifikasi
E 92, nomor skala 190-210, dilapis dengan kekasaran permukaan kurang dari 0,02
μm Ra. Gambar mesin uji dan diagram skematis mesin uji HFRR disajikan pada
Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Mesin uji (kiri) dan diagram skematis mesin uji HFRR (kanan)
Universitas Sumatera Utara
3.5.3 Uji Viskositas kinematik 1000C
3.5.4 Uji CCS
3.6
Diagram Alir
3.6.1 Diagram Alir pembuatan pelumas SAE 10W-30(Sampel M)
Pengadaan Aditif: LZ 7075,
LZ 19010,
Viscoplex
Persiapan bahan dan
formulasi
Pengadaan Base Oil: HVI 60,
HVI 95, Yubase 8
Blending
±50oC, ±330rpm, ±60menit
Cold Cranking Simulator
(Viskositas pada suhu
rendah) untuk grade 10W
Viskositas kinematik pada
suhu 100oC untuk grade 30
Pengujian
Pengambilan Data
Analisa Data.
Memenuhi grade
SAE 10W-30?
Tidak
Ya
Four-Ball(sifat ketahanan
terhadap keausan)
Pengujian
HFRR(koefisien friksi,
diameter goresan benda uji,
film)
Pengambilan Data
Selesai
Gambar 3.3 Diagram Alir pembuatan pelumas SAE 10W-30(Sampel M)
Universitas Sumatera Utara
3.6.2 Diagram Alir pembuatan Pelumas SAE 10W-30+0,1% MoS 2 + 0,2 %
SDS (Sampel M-0,1)
Pengadaan Aditif: LZ 7075,
LZ 19010, Viscoplex,
MoS2, SDS
Persiapan Alat, Bahan
Pengadaan Base Oil:
HVI 60
Yubase 8
Formulasi:
HVI 60 + MoS2 + SDS +
aquades
Blending 1
103±2oC, ±330rpm,
±180menit di fume hood
Formulasi:
Blending 1 + HVI 60 + Yubase
8 + LZ 7075 + LZ 19010 +
Viscoplex
Blending 2
±50oC, ±330rpm, ±60menit
Four Ball
HFRR
Korosi Bilah Tembaga
Pengujian
Pengambilan Data
Selesai
Gambar 3.4 Diagram Alir pembuatan Pelumas SAE 10W-30+0,1% MoS 2 + 0,2 %
SDS (Sampel M-0,1)
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Karakteristik perlindungan keausan dari uji four-ball
Sebagai dasar analisa, pengujian dilakukan terhadap ketiga base oil tanpa aditif
MoS 2 .Untuk menentukan konsentrasi optimum aditif MoS 2 dan surfaktan SDS
digunakan 2 jenis base oil yaitu HVI 95 dan Yubase 8.Nano aditif MoS 2
divariasikan dengan 6 konsentrasi yang berbeda.Kemudian konsentrasi yang
paling optimum, selanjutnya di uji coba menggunakan base oil HVI 60. Setelah
dilakukan perhitungan, besar rata-rata diameter luka dari masing-masing base
oildengan dan tanpa aditif MoS 2 disajikan pada Gambar 4.1
Scar Diameter (mm)
Hasil Uji Fourball Scar Diameter Penentuan
Konsentrasi Optimum MoS2 dan SDS
0,9 0,72
0,7
0,5
0,73
0,46
0,58
0,48 0,52
0,6
0,68
0,48 0,47
0,36
0,43
0,49 0,51
0,35
0,34
0,3
0,1
-0,1
Sampel
Gambar 4.1 Diagram batang hasil uji four-ball scar diameter penentuan
konsentrasi optimum MoS 2 dan SDS(warna hitam mewakili base oil HVI 60,
warna biru mewakili base oil HVI 95, warna merah mewakili base oil Yubase8).
Dari gambar diatas terlihat bahwa penambahan nano aditif MoS 2 ke dalam
masing-masing base oil memberikan pengaruh yang baik yaitu dengan
menurunkan diameter luka bola uji. Sampel 1H60 menunjukkan hasil yang terbaik
menggunakan base oil HVI 60 dengan konsentrasi 0,1% berat MoS 2 + 0,2% berat
SDS. Menggunakan base oil HVI 95 dan Yubase8, secara berurut pada sampel
6H95 dan 6Yu8 menunjukkan hasil terbaik dengan konsentrasi MoS 2 dan SDS
Universitas Sumatera Utara
yang sama. Tetapi ada 2 sampel dengan base oil Yubase8 menghasilkan diameter
luka bola uji yang lebih tinggi dibandingkan tanpa penambahan aditif MoS 2 yaitu
pada sampel 4Yu8 dan 5Yu8.Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan aditif
MoS 2 adalah temperature kerja, kondisi lingkungan terutama kelembaban, ukuran
dan tingkat kemurnian.
Jika konsentrasi aditif MoS 2 terlalu tinggi, maka partikel nano cenderung
teraglomerasi membentuk agregat dengan ukuran partikel lebih besar dan
pengendapan secara kimia terjadi.Karena kecilnya ukuran partikel nano aditif
MoS 2, maka semakin mudah teroksidasi menjadi MoO 3 yang bersifat abrasive,
terutama jika pada kondisi lingkungan dengan kelembaban tinggi dan temperature
tinggi. Semakin tinggi tingkat oksidasi semakin banyak produk MoO 3 yang
terbentuk yang akan meningkatkan kemungkinan keausan abrasive dan
meningkatnya koefisien gesek dari pelumas. Ini terlihat dari sampel 5H95 dan
5Yu8 dengan penambahan konsentrasi nano aditif MoS 2 sebanyak 0,5%, terlihat
indikasi adanya produk abrasive MoO 3 yang mengakibatkan diameter luka bola
uji justru lebih besar jika dibandingkan base oil tanpa aditif MoS 2 . Sedangkan jika
konsentrasi terlalu kecil, jumlahnya tidak mencukupi untuk membentuk gesekan
menggelinding tetapi gesekan menggelincir, sehingga gesekan yang ditimbulkan
menjadi lebih besar.
Dari Gambar 4.1 dapat disimpulkan karakteristik perlindungan keausan
base oil grup III (Yubase8) lebih baik dari pada grup I (HVI 60 dan HVI 95). Hal
ini
disebabkan
molekul
penyusun
base
oil
grup
III
lebih
seragam
dibandingkangrup I sehingga base oil grup III memiliki koefisien gesekan yang
lebih rendah yang berpengaruh terhadap semakin baik perlindungan keausanya.
Akan tetapi setelah ditambah nano aditif MoS 2, sampel dengan base oil grup I
memiliki rata-rata persen perbaikan yang lebih tinggi dibandingkan sampel
dengan base oil grup III. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya base oil grup
III sudah memiliki perlindungan keausan yang lebih baik sehingga ketika
ditambahkan nano aditif MoS 2 hanya berpengaruh sedikit, berbeda dengan grup I
yang sangat terbantu dengan penambahan aditif.
Pada Gambar 4.2 terlihat peningkatan unjuk kerja terbaik sebesar 36 %
pada sampel 1H60, sebesar 34 % pada sampel 1H95 dan 6H95 dan sebesar 27%
Universitas Sumatera Utara
pada sampel 6Yu8. Hasil dari ketiga sampel diatas diperoleh dengan penambahan
0,1% aditif MoS 2 + 0,2% SDS. Sedangkan beberapa sampel memberikan
pengaruh buruk yaitu pada sampel 4Yu8 dan 5Yu8 dengan penurunan unjuk kerja
sehingga memberikan nilai persen perbaikan yang negatif. Dari Gambar 4.1 dan
Gambar 4.2 disimpulkan bahwa konsentrasi aditif MoS 2 optimum sebesar 0,1%
dan 0,2% untuk surfaktan SDS.
Gambar 4.2 Diagram batang perbaikan scar diameter penentuan konsentrasi
optimum nano aditif MoS 2 dan surfaktan SDS(dalam satuan %)
Membutuhkan 2 kali formulasi untuk menghasilkan pelumas SAE 10W30, karena hasil uji viskositas kinematik 1000C hasil formulasi pertama tidak
memenuhi standart SAE J300 Jan 2015(Tabel 2.2) untuk multigrade SAE 10W30. Percobaan dilanjutkan pengujian scar diameterdilakukan terhadap sampel M.
Dari hasil pengujian, nilai scar diameter sampel M sebesar 0,31 mm(Tabel 4.3).
Hasil pengujian viskositas 1000Cdan CCS dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil pengujian viskositas 1000Cdan CCS Pelumas SAE 10W30(Sampel M)
No
Karakteristik
Blending 1 Blending 2
o
1
Viskositas100 C(cSt)
14,63
12,30
2
CCS (cP)
6713
4733
Pada sampel M-0,1, membutuhkan 2 kali proses blending dalam
formulasinya. Pada blendingI, terlihat bahwa base oil yang digunakan hanya HVI60, nano aditif MoS 2 dan surfaktan SDS. Pada Tabel 3.3(formulasi pembuatan
Universitas Sumatera Utara
sampel M-0,1) tidak dicantumkan aquades yang digunakan sebagai pelarut SDS,
karena aquades yang digunakan akan hilang setelah blending I selesai. Proses
blending I menggunakan suhu dan waktu yang berbeda dengan blending II, karena
tujuan utama blending I adalah menghilangkan aquades yang digunakan untuk
melarutkan surfaktan SDS.Blending I menggunakan suhu 103±2oC selama 180
menit dan putaran ±330 rpm yang dilakukan di fume hood sedangkan blending II
dengan suhu dan waktu yang berbeda yaitu ±50oC selama 60 menit.
Untuk menjaga kualitas pelumas tidak turun saat proses blending I dengan
suhu 103±2oC, maka hanya sedikit base oil HVI 60 yang digunakan pada blending
I karena konsentrasi HVI 60 merupakan yang terbanyak sekitar 71,2% berat total
pelumas jadi. Maka dari itu total berat blendingan I hanya sekitar 10,3 % berat
dari total berat pelumas jadi dengan penambahan HVI 60 sekitar 10% berat dari
total konsentrasi pelumas jadi.
Tadinya dihawatirkan kandungan aquades yang belum hilang akan
menyebabkan reaksi kimia yang tidak diinginkan pada mesin, maka dilakukan
pengujian korosi bilah tembaga metode uji ASTM D 130. Hasil pengujian
menunjukan bahwa tidak terjadi korosi sama sekali pada bilah tembaga ini terlihat
dari lempeng tembaga masuk klasifikasi 1a. Hasil ini menunjukan bahwa aquades
yang terdapat pada pelumas jadi telah hilang dan tidak menyebabkan korosi.
Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan mesin uji four-ball scar
diameter ASTM D 4172 yaitu beban 40 kgf, putaran mesin 1200 rpm selama 60
menit pengujian. Dari hasil pengujian, nilai scar diameter untuk sampel M-0,1
menghasilkan 0,26 mm. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil pengujian four-ballscar diameter, viscosity, CCS, dan korosi bilah
tembaga pada sampel M dan M-0,1
No
KARAKTERISTIK
M
M-0,1
Scar Diameter(mm)
0,31
0,26
1
Four-Ball
o
100 C(cSt)
12,30
12,47
2
Viscosity
4733
4716
CCS (cP)
1a
Korosi Bilah Tembaga
Terlihat bahwa perubahan nilai scar diameter dari sampel M-0,1
menunjukan hasil yang positif yaitu menurunkan nilai scar diameternya sekitar
16% (Gambar 4.4). Hasil ujiscar diameter dan % perubahan nilai scar diameter
ditampilkan dalam bentuk diagram batangpada Gambar 4.3 dan Gambar 4.4.
Universitas Sumatera Utara
Scar Diameter (mm)
Hasil Uji Fourball Scar Diameter sampel
0,9
0,7
0,5
0,3
0,1
-0,1
0,73
0,72
0,48
0,46
0,47
0,34
0,31
0,26
Sampel
Gambar 4.3 Diagram batang hasil uji scar diameter
Perubahan scar
diameter
(%)
% Perubahan Scar Diameter Hasil Uji Four Ball
Sampel
40
30
20
10
0
36
34
27
16
0
0
0
0
Sampel
Gambar 4.4 Diagram batang perubahan scar diameter (dalam satuan %)
4.2
Karakteristik Koefisien Gesek Dari Uji HFRR(High-Frequency
Reciprocating Rig)
Selain karakterisasi sifat perlindungan keausan, karakteristik gesekan diuji juga
menggunakan metode HFRR.Pada uji HFRR, koefisien friksi berbanding lurus
dengan wear scar dan berbanding terbalik dengan pelapisan film.Berikut disajikan
hasil uji HFRR pada Gambar 4.5, Gambar 4.6, Gambar 4.7.
Universitas Sumatera Utara
wear scar (µm)
Hasil Uji wear scar HFRR
500
400
300
200
100
0
371
400,5
224
167
96
H60-0,1 H95-0,1
Y8-0,1
M
M-0,1
Sampel
Gambar 4.5 Diagram batang hasil pengujian wear scar uji HFRR
Dari Gambar 4.5 terlihat nilai wear scar masing-masing base oil dan pelumas
setelah ditambah nano aditif MoS 2 .Dengan penambahan nano aditif MoS 2 ke
dalam pelumas memberikan hasil yang positif dengan menurunkan nilai wear
scarnya ini terlihat dari sampel M(pelumas tanpa nano aditif MoS 2 ) dan sampel
M-0,1(pelumas ditambah nano aditif MoS 2 ).
koefisien friksi
Hasil Uji Koefisien Friksi HFRR
200
150
100
50
0
177
175
H60-0,1 H95-0,1
125
124
122
Y8-0,1
M
M-0,1
Sampel
Gambar 4.6 Diagram batang hasil pengujian koefisien friksi uji HFRR
Sama hal nya uji HFRR, Gambar 4.6 juga menunjukan hasil yang positif dengan
menurunkan nilai koefisien friksi pelumas SAE 10W-30 setelah ditambah nano
aditif MoS 2 ini terlihat dari sampel M(pelumas tanpa nano aditif MoS 2 ) dan
sampel M-0,1(pelumas ditambah nano aditif MoS 2 ).
Universitas Sumatera Utara
Hasil Uji film HFRR
film (%)
150
85
100
50
12
100
100
M
M-0,1
8
0
H60-0,1 H95-0,1
Y8-0,1
Sampel
Gambar 4.7 Diagram batang hasil pengujian film uji HFRR
Beda halnya dengan dengan uji pelapisan film HFRR, semakin kecil koefisien
friksi maka semakin kecil juga nilai wear scarnya yang mengindikasikan semakin
bagus pelumas melapisi logam dalam satuan persen (%). Untuk sampel H60-0,1
dan H95-0,1 nilai persen (%) pelapisan film sampel cukup kecil secara berurut
12% dan 8%(Gambar 4.7). Sedangkan sampel M dan sampel M-0,1 memberikan
hasil yang terbaik dengan nilai pelapisan film 100%. Berikut hasil uji HFRR
ditampilkan dalam bentuk Tabel(Tabel 4.3).
Tabel 4.3. Hasil pengujian HFRR
KARAKTERISTIK
HFRR
Film(%)
Wear scar
(µm)
Coefficient
Friction
Y8-0,1
H60-0,1
H95-0,1 M
M-0,1
85
12
8
100
100
224,0
371,0
400,5
167,5
96,0
0,125
0,177
0,175
0,124
0,122
Pelapisan film terlihat pada Gambar 4.8, dengan stabil berada pada bagian
atas terdapat 2 sampel yang menunjukan grafik sedemikian yang menunjukan
pelapisan film sebesar 100% yaitu terlihat pada sampel M dan M-0,1. Sedangkan
untuk sampel Y8-0,1 membutuhkan waktu sekitar 40 menit agar terjadi pelapisan
yang konstan 100%, tetapi besar pelapisan rata-rata dari awal hingga akhir
pengujian sampel Y8-0,1 sebesar 85%(Tabel 4.3). Untuk sampel H60-0,1 dan
H95-0,1 sifat pelapisan film pada pelumas masih tergolong kecil hal ini dilihat
dari grafik warna hijau dan ungu yang berada dibagian bawah dan tidak stabil.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.8 Gabungan grafik pelapisan film uji HFRR
Pada Gambar 4.9 terlihat di akhir pengujian sampel Y8-0,1 berada di bagian
terbawah lebih rendah dari sampel M dan M-0,1. Hal ini menunjukan koefisien
gesek sampel Y8-0,1 menurun walaupun di awal pengujian koefisien gesekanya
lebih tinggi dibandingkan sampel M dan M-0,1. Untuk sampel M dan M-0,1
memiliki koefisien gesek cukup stabil dari awal pengujian hingga akhir.
Sedangkan untuk sampel H60-0,1 dan H95-0,1 menunjukkan koefisien gesek
yang tidak stabil dan paling besar dari ke tiga sampel lainya. Profil uji HFRR
sampel H60-0,1(Lampiran 5), H95-0,1(Lampiran 6), Y8-0,1(Lampiran 7),
M(Lampiran 8), M-0,1(Lampiran 9).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.9 Gabungan grafik koefisien gesekan uji HFRR
Universitas Sumatera Utara
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan data dan analisa percobaan karakterisasi sifat perlindungan keausan
pelumas SAE 10W-30 dengan penambahan nano aditif MoS 2 sebagai pemodifikasi
gesekan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Penambahan aditif MoS 2 ke dalam pelumas SAE 10W-30 berpengaruh
terhadap karakteristik dan koefisien gesekan dan perlindungan keausanya.
2. Konsentrasi nano aditif MoS 2 paling optimum sebesar 0,1%wtdan
surfaktan SDS sebesar 0,2%wt.
3. Hasil ujiscar diameterpelumas SAE 10W-30 dengan penambahan aditif
MoS 2 sebesar 0,26 mm, hasil uji HFRR wearscarsebesar 96 µm danbesar
koefisien gesekn pelumas sebesar 0,122.
4. Hasil
uji
four-ballscar
MoS 2 memberikan
diameter
perbaikan
sekitar
memperlihatkan
16%
terhadap
bahwa
aditif
karakteristik
perlindungan keausan pelumas SAE 10W-30.
5.1
Saran
1. Sebaiknya peneliti selanjutnya memakai surfaktan berbeda berdasarkan
teori yang tepat yang dapat membuat nano aditif MoS 2 stabil parmanen.
2. Sebaiknya penelitian selanjutnya melakukan perhitungan secara teori
untuk menentukan berat konsentrasi (%wt) yang optimum penambahan
nano aditif MoS 2 dan surfaktan SDS sesuai dengan besar dan bentuk
materialnya.
Universitas Sumatera Utara
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di laboratorium pelumas, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (PPPTMGB “LEMIGAS”) yang
berlokasi di Jalan Ciledug Raya Kav.109, Daerah Khusus Ibukota Jakarta.Waktu
percobaan dilakukan pada tanggal 7 Maret hingga 20 Mei2016.
3.2
Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Hot Plate
Berfungsi untuk memanaskan sampel.
2. Magnetik Stirrer
Berfungsi untuk mengaduk sampel.
3. Timbangan Digital
Berfungsi untuk menimbang bahan yang akan digunakan.
4. Beakerglass
Berfungsi sebagai wadah sampel pada saat proses blending.
5. Fume Hood
Berfungsi sebagai tempat pada saat proses blending 1 sampel M-0,1
yang berfungsi sebagai penyedot gas H 2 O yang menguap.
6. Pipet Tetes
Berfungsi untuk memindahkan sejumlah base oil dan aquades dalam
sekala milliliter.
7. Spatula
Berfungsi sebagai alat pemindah bahan MoS 2 dan surfaktan SDS
kedalam beakerglass.
8. Botol Sampel
Berfungsi sebagai tempat sampel jadi yang telah diblending.
Universitas Sumatera Utara
9. Tissu/Majun
Berfungsi untuk melap peralatan yang kotor dan bahan yang tumpah.
3.2.2 Bahan
1. HVI 60(base oil group I)
Berfungsi sebagai minyak lumas dasar.
2. HVI 95 (base oil group I)
Berfungsi sebagai minyak lumas dasar.
3. Yubase 8 (base oil group III)
Berfungsi sebagai minyak lumas dasar.
4. LZ 7075 (aditif indeks viskositas improver)
Berfungsi sebagai pemodifikasi viskositas yaitu pembesaran polimer
sesuai dengan peningkatan temperature untuk mencegah pengenceran
oli.
5. LZ 19010(aditif paket)
Berfungsi sebagai aditif paket yaitu memiliki multifungsi.
6. Viscoplex PP(aditif penurun titik tuang)
Berfungsi sebagai pour point depressant yaitu membungkus krista lilin
sehingga mencegah pembekuan pelumas pada suhu rendah.
7. MoS 2 (aditif nano pemodifikasi gesekan)
Berfungsi sebagai aditif friction modifier yaitu membentuk lapisan
yang menempel dibidang yang dilumasi sehingga mengurangi
gesekan.
8. SDS(surfaktan Sodium Dodecyl Sulfate)
Berfungsi sebagai aditif polaritas yaitu membungkus partikel nano
MoS 2 sehingga mencegah pengendapan.
.
3.3
No
1
2
3
4
5
Penandaan Sampel Uji
Kode Sampel
Y8
H60
H95
1H60
1H95
Tabel 3.1 Penandaan sampel ujii
Keterangan
Yubase 8 (base oil grup III tanpa campuran)
HVI 60 (base oilgrup I tanpa campuran)
HVI 95 (base oilgrup I tanpa campuran)
HVI 60 + 0,1 % MoS 2 + 0,2 % SDS
HVI 95 + 0,05 % MoS 2 + 0,05 % SDS
Universitas Sumatera Utara
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
3.4
2H95
3H95
4H95
5H95
6H95
1Yu8
2Yu8
3Yu8
4Yu8
5Yu8
6Yu8
Y8-0,1(6Yu8)
H60-0,1(1H60)
H95-0,1(6H95)
M
M-0,1
HVI 95 + 0,01 % MoS 2 + 0,01 % SDS
HVI 95 + 0,5 % MoS 2 + 0,5 % SDS
HVI 95 + 0,05 % MoS 2 + 0,01 % SDS
HVI 95 + 0,5 % MoS 2 + 0,01 % SDS
HVI 95 + 0,1 % MoS 2 + 0,2 % SDS
Yubase 8 + 0,05 % MoS 2 + 0,05 % SDS
Yubase 8 + 0,01 % MoS 2 + 0,01 % SDS
Yubase 8 + 0,5 % MoS 2 + 0,5 % SDS
Yubase 8 + 0,05 % MoS 2 + 0,01 % SDS
Yubase 8 + 0,5 % MoS 2 + 0,01 % SDS
Yubase 8 + 0,1 % MoS 2 + 0,2 % SDS
Yubase 8 + 0,1 % MoS 2 + 0,2 % SDS
HVI 60 + 0,1 % MoS 2 + 0,2 % SDS
HVI 95 + 0,1 % MoS 2 + 0,2 % SDS
Pelumas SAE 10W-30
Pelumas SAE 10W-30+0,1% MoS 2 + 0,2 % SDS
Proses Formulasi
Untuk mendapatkan campuran tertentu antara minyak lumas dasar dengan aditif,
dilakukan proses formulasi. Formulasi mencakup spesifikasi sebagaimana
dipersyaratkan dalam standar SAE dan API Service.Formula minyak lumas
disusun dengan menggunakan kalkulasi teoritis.Walaupun sudah banyak teori
yang merumuskan persamaan perhitungannya, nilai yang dihasilkan masih
berbeda dengan hasil analisis laboratorium.Oleh karena itu, perhitungan secara
matematis
digunakan
sebagai
panduan
dalam
menentukan
konsentrasi
formula.Karakteristik físika kimia minyak lumas sendiri ditentukan dengan
analisis laboratorium.
No
1
2
3
4
5
6
Tabel 3.2Formulasi pembuatan pelumas SAE 10W-30(Sampel M)
Blending 1
Blending 2
Komposisi
%wt Berat(gr)
%wt
Berat(gr)
Base oil HVI-60
50
100
71,4
142,8
Base oil HVI-95
21,4
42.8
0
0
Base oil Yu-8
10
20
10
20
Aditif LZ7075
10
20
10
20
Aditif LZ19010
8,5
17
8,5
17
Aditif Viscoplex PP
0,1
0,2
0,1
0,2
Total Berat Pelumas Jadi:
100
200
100
200
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.3 Formulasi pembuatan pelumas SAE 10W-30 + 0,1% MoS 2 + 0,2%
SDS(sampel M-0,1)
Blending 1
Blending 2
Konsentr
No
Komposisi
asi (%wt) %wt Berat(gr) %wt
Berat(gr)
1 Base oil HVI-60
71,1858
10
50
61,1858 305,929
2 Base oil HVI-95
3 Base oil Yu-8
9,97
9,97
49,85
4 Aditif LZ7075
9,97
9,97
49,85
5 Aditif LZ19010
8,4745
8,4745
42,3725
6 Aditif Viscoplex PP
0,0997
0,0997
0,4985
7 Aditif MoS 2
0,1
0,1
0,5
8 Surfaktan SDS
0,2
0,2
1
Total Blending I
10,3
51,5
10,3
51,5
Total Pelumas Jadi
100
500
3.5
Pengujian
Ada 2 jenis alat uji yang akan digunakan untuk karakterisasi sifat perlindungan
keausan pelumas dalam penelitian ini, yaitu mesin uji four-ball, dan HFRR.
3.5.1 Uji Four-Ball
Pengujian dilakukan di Laboratorium Pelumas, KP3 Teknologi Aplikasi
Produk PPPTMBG “Lemigas”. Mesin uji four-ball dapat digunakan untuk
pengujian sesuai dengan ketentuan ASTM D 4172 untuk karakteristik ketahanan
terhadap keausan dari minyak lumas. Minyak lumas hasil formulasi, diuji
karakteristik perlindungan keausannya menggunakan metode uji ASTM D 4172
“Standard Test Method for Wear Preventive Characteristics of Lubricating Fluid
(Four-Ball Method)”.
Bola uji yang dipakai adalah baja paduan kromium,sesuai standar material
AISI E-52100, diameter 12,7 mm (0,5 inci), grade 25 EP (Extra Polish).
Kekerasan Rockwell C antara 64-66. Hasil dari pengujian ini adalah ukuran
goresan dari bola uji. Semakin besar goresan yang ditimbulkan, berarti
perlindungan terhadap keausannya semakin kecil dan berlaku sebaliknya. Gambar
mesin uji four-ball disajikan pada Gambar 3.1.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.1 Mesin Uji Four-Ball Merk Stanhope Seta (kiri) dan skematis (kanan)
3.5.2 Uji HFRR
Pengujian dilakukan di Laboratorium Bahan Bakar Minyak dan Gas, KP3
Teknologi Aplikasi Produk PPPTMBG “Lemigas”. Mesin uji HFRR lebih tepat
digunakan untuk pengujian lubrisitas minyak diesel yang digunakan pada
kendaraan bermesin diesel. Uji HFRR dilakukan dalam penelitian ini yaitu untuk
mengukur koefisien friksi, diameter goresan benda uji dan sifat pelapisan film. Uji
HFRR sesuai dengan ketentuan ASTM D 6079.
Spesifikasi bola uji adalah terbuat dari baja AISI E-52100 Grade 24 per
ANSI B3.12, diameter of 6,00 mm, memiliki tingkat kekerasan Rockwellhardness
skala “C” (HRC) nomor 58 – 66 menurut Metode Uji E 18, dan kekasaran
permukaan kurang dari 0,05 μm Ra. Cakram uji berukuran 10 mm dari baja AISI
E-52100 memiliki tingkat kekerasan Vickers hardness “HV 30,” sesuai spesifikasi
E 92, nomor skala 190-210, dilapis dengan kekasaran permukaan kurang dari 0,02
μm Ra. Gambar mesin uji dan diagram skematis mesin uji HFRR disajikan pada
Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Mesin uji (kiri) dan diagram skematis mesin uji HFRR (kanan)
Universitas Sumatera Utara
3.5.3 Uji Viskositas kinematik 1000C
3.5.4 Uji CCS
3.6
Diagram Alir
3.6.1 Diagram Alir pembuatan pelumas SAE 10W-30(Sampel M)
Pengadaan Aditif: LZ 7075,
LZ 19010,
Viscoplex
Persiapan bahan dan
formulasi
Pengadaan Base Oil: HVI 60,
HVI 95, Yubase 8
Blending
±50oC, ±330rpm, ±60menit
Cold Cranking Simulator
(Viskositas pada suhu
rendah) untuk grade 10W
Viskositas kinematik pada
suhu 100oC untuk grade 30
Pengujian
Pengambilan Data
Analisa Data.
Memenuhi grade
SAE 10W-30?
Tidak
Ya
Four-Ball(sifat ketahanan
terhadap keausan)
Pengujian
HFRR(koefisien friksi,
diameter goresan benda uji,
film)
Pengambilan Data
Selesai
Gambar 3.3 Diagram Alir pembuatan pelumas SAE 10W-30(Sampel M)
Universitas Sumatera Utara
3.6.2 Diagram Alir pembuatan Pelumas SAE 10W-30+0,1% MoS 2 + 0,2 %
SDS (Sampel M-0,1)
Pengadaan Aditif: LZ 7075,
LZ 19010, Viscoplex,
MoS2, SDS
Persiapan Alat, Bahan
Pengadaan Base Oil:
HVI 60
Yubase 8
Formulasi:
HVI 60 + MoS2 + SDS +
aquades
Blending 1
103±2oC, ±330rpm,
±180menit di fume hood
Formulasi:
Blending 1 + HVI 60 + Yubase
8 + LZ 7075 + LZ 19010 +
Viscoplex
Blending 2
±50oC, ±330rpm, ±60menit
Four Ball
HFRR
Korosi Bilah Tembaga
Pengujian
Pengambilan Data
Selesai
Gambar 3.4 Diagram Alir pembuatan Pelumas SAE 10W-30+0,1% MoS 2 + 0,2 %
SDS (Sampel M-0,1)
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Karakteristik perlindungan keausan dari uji four-ball
Sebagai dasar analisa, pengujian dilakukan terhadap ketiga base oil tanpa aditif
MoS 2 .Untuk menentukan konsentrasi optimum aditif MoS 2 dan surfaktan SDS
digunakan 2 jenis base oil yaitu HVI 95 dan Yubase 8.Nano aditif MoS 2
divariasikan dengan 6 konsentrasi yang berbeda.Kemudian konsentrasi yang
paling optimum, selanjutnya di uji coba menggunakan base oil HVI 60. Setelah
dilakukan perhitungan, besar rata-rata diameter luka dari masing-masing base
oildengan dan tanpa aditif MoS 2 disajikan pada Gambar 4.1
Scar Diameter (mm)
Hasil Uji Fourball Scar Diameter Penentuan
Konsentrasi Optimum MoS2 dan SDS
0,9 0,72
0,7
0,5
0,73
0,46
0,58
0,48 0,52
0,6
0,68
0,48 0,47
0,36
0,43
0,49 0,51
0,35
0,34
0,3
0,1
-0,1
Sampel
Gambar 4.1 Diagram batang hasil uji four-ball scar diameter penentuan
konsentrasi optimum MoS 2 dan SDS(warna hitam mewakili base oil HVI 60,
warna biru mewakili base oil HVI 95, warna merah mewakili base oil Yubase8).
Dari gambar diatas terlihat bahwa penambahan nano aditif MoS 2 ke dalam
masing-masing base oil memberikan pengaruh yang baik yaitu dengan
menurunkan diameter luka bola uji. Sampel 1H60 menunjukkan hasil yang terbaik
menggunakan base oil HVI 60 dengan konsentrasi 0,1% berat MoS 2 + 0,2% berat
SDS. Menggunakan base oil HVI 95 dan Yubase8, secara berurut pada sampel
6H95 dan 6Yu8 menunjukkan hasil terbaik dengan konsentrasi MoS 2 dan SDS
Universitas Sumatera Utara
yang sama. Tetapi ada 2 sampel dengan base oil Yubase8 menghasilkan diameter
luka bola uji yang lebih tinggi dibandingkan tanpa penambahan aditif MoS 2 yaitu
pada sampel 4Yu8 dan 5Yu8.Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan aditif
MoS 2 adalah temperature kerja, kondisi lingkungan terutama kelembaban, ukuran
dan tingkat kemurnian.
Jika konsentrasi aditif MoS 2 terlalu tinggi, maka partikel nano cenderung
teraglomerasi membentuk agregat dengan ukuran partikel lebih besar dan
pengendapan secara kimia terjadi.Karena kecilnya ukuran partikel nano aditif
MoS 2, maka semakin mudah teroksidasi menjadi MoO 3 yang bersifat abrasive,
terutama jika pada kondisi lingkungan dengan kelembaban tinggi dan temperature
tinggi. Semakin tinggi tingkat oksidasi semakin banyak produk MoO 3 yang
terbentuk yang akan meningkatkan kemungkinan keausan abrasive dan
meningkatnya koefisien gesek dari pelumas. Ini terlihat dari sampel 5H95 dan
5Yu8 dengan penambahan konsentrasi nano aditif MoS 2 sebanyak 0,5%, terlihat
indikasi adanya produk abrasive MoO 3 yang mengakibatkan diameter luka bola
uji justru lebih besar jika dibandingkan base oil tanpa aditif MoS 2 . Sedangkan jika
konsentrasi terlalu kecil, jumlahnya tidak mencukupi untuk membentuk gesekan
menggelinding tetapi gesekan menggelincir, sehingga gesekan yang ditimbulkan
menjadi lebih besar.
Dari Gambar 4.1 dapat disimpulkan karakteristik perlindungan keausan
base oil grup III (Yubase8) lebih baik dari pada grup I (HVI 60 dan HVI 95). Hal
ini
disebabkan
molekul
penyusun
base
oil
grup
III
lebih
seragam
dibandingkangrup I sehingga base oil grup III memiliki koefisien gesekan yang
lebih rendah yang berpengaruh terhadap semakin baik perlindungan keausanya.
Akan tetapi setelah ditambah nano aditif MoS 2, sampel dengan base oil grup I
memiliki rata-rata persen perbaikan yang lebih tinggi dibandingkan sampel
dengan base oil grup III. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya base oil grup
III sudah memiliki perlindungan keausan yang lebih baik sehingga ketika
ditambahkan nano aditif MoS 2 hanya berpengaruh sedikit, berbeda dengan grup I
yang sangat terbantu dengan penambahan aditif.
Pada Gambar 4.2 terlihat peningkatan unjuk kerja terbaik sebesar 36 %
pada sampel 1H60, sebesar 34 % pada sampel 1H95 dan 6H95 dan sebesar 27%
Universitas Sumatera Utara
pada sampel 6Yu8. Hasil dari ketiga sampel diatas diperoleh dengan penambahan
0,1% aditif MoS 2 + 0,2% SDS. Sedangkan beberapa sampel memberikan
pengaruh buruk yaitu pada sampel 4Yu8 dan 5Yu8 dengan penurunan unjuk kerja
sehingga memberikan nilai persen perbaikan yang negatif. Dari Gambar 4.1 dan
Gambar 4.2 disimpulkan bahwa konsentrasi aditif MoS 2 optimum sebesar 0,1%
dan 0,2% untuk surfaktan SDS.
Gambar 4.2 Diagram batang perbaikan scar diameter penentuan konsentrasi
optimum nano aditif MoS 2 dan surfaktan SDS(dalam satuan %)
Membutuhkan 2 kali formulasi untuk menghasilkan pelumas SAE 10W30, karena hasil uji viskositas kinematik 1000C hasil formulasi pertama tidak
memenuhi standart SAE J300 Jan 2015(Tabel 2.2) untuk multigrade SAE 10W30. Percobaan dilanjutkan pengujian scar diameterdilakukan terhadap sampel M.
Dari hasil pengujian, nilai scar diameter sampel M sebesar 0,31 mm(Tabel 4.3).
Hasil pengujian viskositas 1000Cdan CCS dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil pengujian viskositas 1000Cdan CCS Pelumas SAE 10W30(Sampel M)
No
Karakteristik
Blending 1 Blending 2
o
1
Viskositas100 C(cSt)
14,63
12,30
2
CCS (cP)
6713
4733
Pada sampel M-0,1, membutuhkan 2 kali proses blending dalam
formulasinya. Pada blendingI, terlihat bahwa base oil yang digunakan hanya HVI60, nano aditif MoS 2 dan surfaktan SDS. Pada Tabel 3.3(formulasi pembuatan
Universitas Sumatera Utara
sampel M-0,1) tidak dicantumkan aquades yang digunakan sebagai pelarut SDS,
karena aquades yang digunakan akan hilang setelah blending I selesai. Proses
blending I menggunakan suhu dan waktu yang berbeda dengan blending II, karena
tujuan utama blending I adalah menghilangkan aquades yang digunakan untuk
melarutkan surfaktan SDS.Blending I menggunakan suhu 103±2oC selama 180
menit dan putaran ±330 rpm yang dilakukan di fume hood sedangkan blending II
dengan suhu dan waktu yang berbeda yaitu ±50oC selama 60 menit.
Untuk menjaga kualitas pelumas tidak turun saat proses blending I dengan
suhu 103±2oC, maka hanya sedikit base oil HVI 60 yang digunakan pada blending
I karena konsentrasi HVI 60 merupakan yang terbanyak sekitar 71,2% berat total
pelumas jadi. Maka dari itu total berat blendingan I hanya sekitar 10,3 % berat
dari total berat pelumas jadi dengan penambahan HVI 60 sekitar 10% berat dari
total konsentrasi pelumas jadi.
Tadinya dihawatirkan kandungan aquades yang belum hilang akan
menyebabkan reaksi kimia yang tidak diinginkan pada mesin, maka dilakukan
pengujian korosi bilah tembaga metode uji ASTM D 130. Hasil pengujian
menunjukan bahwa tidak terjadi korosi sama sekali pada bilah tembaga ini terlihat
dari lempeng tembaga masuk klasifikasi 1a. Hasil ini menunjukan bahwa aquades
yang terdapat pada pelumas jadi telah hilang dan tidak menyebabkan korosi.
Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan mesin uji four-ball scar
diameter ASTM D 4172 yaitu beban 40 kgf, putaran mesin 1200 rpm selama 60
menit pengujian. Dari hasil pengujian, nilai scar diameter untuk sampel M-0,1
menghasilkan 0,26 mm. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil pengujian four-ballscar diameter, viscosity, CCS, dan korosi bilah
tembaga pada sampel M dan M-0,1
No
KARAKTERISTIK
M
M-0,1
Scar Diameter(mm)
0,31
0,26
1
Four-Ball
o
100 C(cSt)
12,30
12,47
2
Viscosity
4733
4716
CCS (cP)
1a
Korosi Bilah Tembaga
Terlihat bahwa perubahan nilai scar diameter dari sampel M-0,1
menunjukan hasil yang positif yaitu menurunkan nilai scar diameternya sekitar
16% (Gambar 4.4). Hasil ujiscar diameter dan % perubahan nilai scar diameter
ditampilkan dalam bentuk diagram batangpada Gambar 4.3 dan Gambar 4.4.
Universitas Sumatera Utara
Scar Diameter (mm)
Hasil Uji Fourball Scar Diameter sampel
0,9
0,7
0,5
0,3
0,1
-0,1
0,73
0,72
0,48
0,46
0,47
0,34
0,31
0,26
Sampel
Gambar 4.3 Diagram batang hasil uji scar diameter
Perubahan scar
diameter
(%)
% Perubahan Scar Diameter Hasil Uji Four Ball
Sampel
40
30
20
10
0
36
34
27
16
0
0
0
0
Sampel
Gambar 4.4 Diagram batang perubahan scar diameter (dalam satuan %)
4.2
Karakteristik Koefisien Gesek Dari Uji HFRR(High-Frequency
Reciprocating Rig)
Selain karakterisasi sifat perlindungan keausan, karakteristik gesekan diuji juga
menggunakan metode HFRR.Pada uji HFRR, koefisien friksi berbanding lurus
dengan wear scar dan berbanding terbalik dengan pelapisan film.Berikut disajikan
hasil uji HFRR pada Gambar 4.5, Gambar 4.6, Gambar 4.7.
Universitas Sumatera Utara
wear scar (µm)
Hasil Uji wear scar HFRR
500
400
300
200
100
0
371
400,5
224
167
96
H60-0,1 H95-0,1
Y8-0,1
M
M-0,1
Sampel
Gambar 4.5 Diagram batang hasil pengujian wear scar uji HFRR
Dari Gambar 4.5 terlihat nilai wear scar masing-masing base oil dan pelumas
setelah ditambah nano aditif MoS 2 .Dengan penambahan nano aditif MoS 2 ke
dalam pelumas memberikan hasil yang positif dengan menurunkan nilai wear
scarnya ini terlihat dari sampel M(pelumas tanpa nano aditif MoS 2 ) dan sampel
M-0,1(pelumas ditambah nano aditif MoS 2 ).
koefisien friksi
Hasil Uji Koefisien Friksi HFRR
200
150
100
50
0
177
175
H60-0,1 H95-0,1
125
124
122
Y8-0,1
M
M-0,1
Sampel
Gambar 4.6 Diagram batang hasil pengujian koefisien friksi uji HFRR
Sama hal nya uji HFRR, Gambar 4.6 juga menunjukan hasil yang positif dengan
menurunkan nilai koefisien friksi pelumas SAE 10W-30 setelah ditambah nano
aditif MoS 2 ini terlihat dari sampel M(pelumas tanpa nano aditif MoS 2 ) dan
sampel M-0,1(pelumas ditambah nano aditif MoS 2 ).
Universitas Sumatera Utara
Hasil Uji film HFRR
film (%)
150
85
100
50
12
100
100
M
M-0,1
8
0
H60-0,1 H95-0,1
Y8-0,1
Sampel
Gambar 4.7 Diagram batang hasil pengujian film uji HFRR
Beda halnya dengan dengan uji pelapisan film HFRR, semakin kecil koefisien
friksi maka semakin kecil juga nilai wear scarnya yang mengindikasikan semakin
bagus pelumas melapisi logam dalam satuan persen (%). Untuk sampel H60-0,1
dan H95-0,1 nilai persen (%) pelapisan film sampel cukup kecil secara berurut
12% dan 8%(Gambar 4.7). Sedangkan sampel M dan sampel M-0,1 memberikan
hasil yang terbaik dengan nilai pelapisan film 100%. Berikut hasil uji HFRR
ditampilkan dalam bentuk Tabel(Tabel 4.3).
Tabel 4.3. Hasil pengujian HFRR
KARAKTERISTIK
HFRR
Film(%)
Wear scar
(µm)
Coefficient
Friction
Y8-0,1
H60-0,1
H95-0,1 M
M-0,1
85
12
8
100
100
224,0
371,0
400,5
167,5
96,0
0,125
0,177
0,175
0,124
0,122
Pelapisan film terlihat pada Gambar 4.8, dengan stabil berada pada bagian
atas terdapat 2 sampel yang menunjukan grafik sedemikian yang menunjukan
pelapisan film sebesar 100% yaitu terlihat pada sampel M dan M-0,1. Sedangkan
untuk sampel Y8-0,1 membutuhkan waktu sekitar 40 menit agar terjadi pelapisan
yang konstan 100%, tetapi besar pelapisan rata-rata dari awal hingga akhir
pengujian sampel Y8-0,1 sebesar 85%(Tabel 4.3). Untuk sampel H60-0,1 dan
H95-0,1 sifat pelapisan film pada pelumas masih tergolong kecil hal ini dilihat
dari grafik warna hijau dan ungu yang berada dibagian bawah dan tidak stabil.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.8 Gabungan grafik pelapisan film uji HFRR
Pada Gambar 4.9 terlihat di akhir pengujian sampel Y8-0,1 berada di bagian
terbawah lebih rendah dari sampel M dan M-0,1. Hal ini menunjukan koefisien
gesek sampel Y8-0,1 menurun walaupun di awal pengujian koefisien gesekanya
lebih tinggi dibandingkan sampel M dan M-0,1. Untuk sampel M dan M-0,1
memiliki koefisien gesek cukup stabil dari awal pengujian hingga akhir.
Sedangkan untuk sampel H60-0,1 dan H95-0,1 menunjukkan koefisien gesek
yang tidak stabil dan paling besar dari ke tiga sampel lainya. Profil uji HFRR
sampel H60-0,1(Lampiran 5), H95-0,1(Lampiran 6), Y8-0,1(Lampiran 7),
M(Lampiran 8), M-0,1(Lampiran 9).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.9 Gabungan grafik koefisien gesekan uji HFRR
Universitas Sumatera Utara
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan data dan analisa percobaan karakterisasi sifat perlindungan keausan
pelumas SAE 10W-30 dengan penambahan nano aditif MoS 2 sebagai pemodifikasi
gesekan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Penambahan aditif MoS 2 ke dalam pelumas SAE 10W-30 berpengaruh
terhadap karakteristik dan koefisien gesekan dan perlindungan keausanya.
2. Konsentrasi nano aditif MoS 2 paling optimum sebesar 0,1%wtdan
surfaktan SDS sebesar 0,2%wt.
3. Hasil ujiscar diameterpelumas SAE 10W-30 dengan penambahan aditif
MoS 2 sebesar 0,26 mm, hasil uji HFRR wearscarsebesar 96 µm danbesar
koefisien gesekn pelumas sebesar 0,122.
4. Hasil
uji
four-ballscar
MoS 2 memberikan
diameter
perbaikan
sekitar
memperlihatkan
16%
terhadap
bahwa
aditif
karakteristik
perlindungan keausan pelumas SAE 10W-30.
5.1
Saran
1. Sebaiknya peneliti selanjutnya memakai surfaktan berbeda berdasarkan
teori yang tepat yang dapat membuat nano aditif MoS 2 stabil parmanen.
2. Sebaiknya penelitian selanjutnya melakukan perhitungan secara teori
untuk menentukan berat konsentrasi (%wt) yang optimum penambahan
nano aditif MoS 2 dan surfaktan SDS sesuai dengan besar dan bentuk
materialnya.
Universitas Sumatera Utara