edudukan ahli waris pada perkawinan pol 0b9f23a6
Al’Adl, Volume IX Nomor , Agustus
7
ISSN 979-4940/ISSN-E 2477-0124
KEDUDUKAN AHLI WARIS PADA PERKAWINAN POLIGAMI
Bambang Sugianto
Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang
Jalan Sukabangun II No. 1610 Sukarami Palembang
Email: bambangsugianto1969@gmail.com
Abstract
The marriage of polygamy is a marriage bond to which one of the parties to which a man has
/ marries several opposite sexes at the same time. And the marriage of a child in this
marriage is legally so long as this marriage is recorded and performed in accordance with
the legitimate requirements of marriage. In the division the inheritance of a child born of a
polygamous marriage is determined the origin of the property whether the property left by the
parent is a congenital treasure or a gifted property of the marriage.In article 94 paragraph
(1) of Law number 1 year 1974 concerning marriage in which the implementation of
inheritance in marriage can be done by agreement between all parties of heir. This will give
many benefits to all heirs. If no agreement is reached then the division of inheritance in
polygamous marriages can be done by filing a lawsuit inheritance in the Court. The obstacles
in the division of inheritance in polygamous marriage is due to the unrecorded marriage in
polygamous marriage, and polygamous marriage never entered into a marriage agreement
and deliberated for division Inheritance often occurs due to obstacles or caused frequent
unfairness in polygamous marriage.
Keywords: Marriage, polygamy, division of inheritance.
Abstrak
Perkawinan poligami adalah suatu ikatan perkawinan yang salah satu pihak dimana laki-laki
memiliki/mengawini beberapa lawan jenis diwaktu yang bersamaan. Dan kedudukan anak
dalam perkawinan ini sah hubungan hukumnya sepanjang perkawinan ini tercatat dan
dilakukan sesuai dengan syarat-syarat sah dari perkawinan. Dalam pembagian harta waris
dari anak yang dilahirkan dari perkawinan poligami ditentukan asal mula harta apakah
harta yang ditinggalkan orang tua merupakan harta bawaan atau harta bermasa dari hasil
perkawinan.Dalam pasal 94 ayat (1) Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan dimana pelaksanaan harta waris dalam perkawinan dapat dilakukan atas
kesepakatan antar semua pihak ahli waris. Hal ini akan memberi banyak keuntungan bagi
semua ahli waris. Apabila tidak tercapai kesepakatan maka pembagian harta waris dalam
perkawinan poligami dapat dilakukan dengan pengajuan gugatan kewarisan di Pengadilan.
Adapun hambatan dalam pembagian waris dalam perkawinan poligami tersebut disebabkan
karena tidak tercatatnya perkawinan dalam perkawinan poligami, dan perkawinan poligami
tidak pernah melakukan perjanjian perkawinan dan bermusyawarah untuk pembagian waris
sering terjadi hambatan dikarenakan atau diakibatkan sering terjadi ketidak adilan dalam
perkawinan poligami.
Kata kunci: Perkawinan, poligami, pembagian waris.
215
Al’Adl, Volume IX Nomor , Agustus
7
PENDAHULUAN
Negara Indonesia adalah negara
ISSN 979-4940/ISSN-E 2477-0124
diperlakukan sama didepan hukum dan
pemerintahan.2
yang berdasarkan atas hukum sebagai
mana dituangkan dalam Undang-Undang
Dasar
Republik
menetapkan
bahwa
Indonesia
Negara
1945
Republik
Indonesia merupakan sautu negara hukum
(rechtstaat) yang dibuktikan berdasarkan
ketentuan dalam pembukaan, batang tubuh
Kedudukan warga negara yang
setara dimuka hukum sesuai dengan Pasal
27 ayat (1) UUD 1945 ini juga berlaku
diranah perkawinan termasuk perkawinan
poligami dan akibat dari perkawinan yaitu
status perkawinan, status ahli waris dan
statusharta waris.
dan penjelasan Undang-Undang Dasar
1945.
Dalam perkawinan poligami dan
hubungan dengan ahli waris tidak ada
Dalam bukunya To the law of the
Constitution, seperti yang dikutip oleh
Miriam Budiarjo bahwa ada tiga ciri-ciri
dari negara hukum yaitu 1. supremacy of
law, 2. equality before the law dan 3 due
masalah yang sulit sebagaimana yang
dibayangkan banyak orang,permasalahan
dalam perkawinan poligami kembali pada
penerapannya
dari amandemen Undang-Undang Dasar
Republik
Indonesia
1945
yang
menyatakan:
“Segala warga
negara
bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya”
Dan pernyataan dalam Undang-
niat
dilakukannya
perkawinan itu sendiri.
process of law.1Konsep equality before the
lawyang dimuat dalam Pasal 27 ayat (1)
dan
Kesiapan seorang suami dituntut
sebelum melakukan perkawinan poligami,
sama seperti kesiapan calon suami istri
untuk
melakukan
perkawinan.
Semua
perbedaan-perbedaan yang ada dibicarakan
untuk ditanggulangi di kemudian hari.
Dalam melakukan perkawinan poligami
paling sedikit ada tiga orang yang berperan
penting. Pertama, suami kemudian isteri
undang Dasar 1945 tersebut menjadi dasar
pertama dan terakhir istri kedua, begitu
perlindungan bagi warga negara agar
seterusnya sampai isteri kempat. Namun
yang paling berperan adalah sang suami.
1
Miriam Budiarjo, Dasar-dasar ilmu politik,
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1991, hlm.
23.
2
Amandemen
Undang-Undang
Dasar
Republik Indonesia 1945 , Terbitan Lembaga
Negara, Jakarta, 2004.
216
Al’Adl, Volume IX Nomor , Agustus
7
ISSN 979-4940/ISSN-E 2477-0124
Undang-undang Nomor 1 Tahun
masing-masing pihak mengerti akan hak
1974 tentang Perkawinan, menjelaskan
dan kewajiban serda dapat memahami
perkawinan
merupakan
kedudukan dalam perkawinan. Hak dan
pengecualian dari asas perkawinan yang
Kewajiban suami istri dalam Undang-
monogami.
poligami
Undang Perkawinan diatur dalam Pasal 30
merupakan pintu darurat yang hanya bisa
sampai dengan Pasal 34 Undang-Undang
ditempuh jika dipenuhi sejumlah syarat
Perkawinan, yaitu:
yang diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 5
1) Suami istri memikul kewajiban yang
luhur untuk menegak rumah tangga
yang menjadi sendi dasar dari susunan
masyarakat.
2) Hak dan Kedudukan istri adalah
seimbang dengan hak dan kedudukan
suami dalam kehidupan rumah tangga
dan pergaulan hidup bersama dalam
masyarakat.
3) Suami atau istri berhak untuk
melakukan perbuatan hukum.
4) Suami adalah kepala keluarga dan istri
adlah ibu rumah tangga
5) Suami istri harus mempunyai tempat
kediaman yang tetap yang ditentukan
secara bersama oleh suami istri
tersebut.
6) Suami istri wajib saling cinta mencintai,
hormat
menghormati,
setia
dan
memberi bantuan lahir batin yang satu
kepada yang lain.
7) Suami wajib melindungi istrinya dan
memberikan segala sesuatu keperluan
hidup berumah tangga sesuai dengan
kemampuannya.
8) Istri wajib mengatur urusan rumah
tangga sebaik-baiknya
9) Jika suami atau istri melalaikan
kewajiban masing dapat mengajukan
gugatan kepada pengadilan.
poligami
Perkawinan
Undang-undang
Perkawinan.
Terkait
syarat-syarat berpoligami dengan hal ini
ditegaskan dalam Undang-undang Nomor
1 tahun 1974 tentang Perkawinan pada
Pasal
1
Undang-Undang
Perkawinan
menjelaskan perkawinan adalah ikatan
lahir dan batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan
tujuan
membentuk
yang
tangga)
keluarga
bahagia
dan
(rumah
kekal
berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.
Ini berarti bahwa perkawinan tidak hanya
dilihat dari segi perjanjian lahiriah saja tapi
juga merupakan suatu ikatan kebatinan
antara
seorang
suami
istri
untuk
membentuk keluarga yang dalam hal ini
keturunan.
Ikatan lahir adalah ikatan secara
lahiriah dapat dilihat oleh masyarakat
disekelilingnya, sedangkan ikatan batin
adalah ikatan yang tidak dapat dilihat
tetapi sangat diperlukan untuk mencapai
tujuan perkawinan seperti tersebut diatas.
Tujuan perkawinan akan tercapai apabila
Pada pasal 31 ayat (1) Undangundang Perkawinan menegaskan bahwa
hak dan kedudukan suami istri dalam
rumah tangga dan masyarakat adalah
seimbang, ini berarti suami dan istri
217
Al’Adl, Volume IX Nomor , Agustus
7
ISSN 979-4940/ISSN-E 2477-0124
mempunyai tanggung jawab yang sama
Undang-undang Perkawinan yang telah
meskipun berbeda tugas dan fungsinya,
ada, tidak perlu lagi dilakukan revisi atau
demikian halnya yang berkaitan dengan
peruabahan, baik pasal ataupun ayatnya,
harta kekayaan dalam perkawinan baik
termasuk didalamnya tentang kebolehan
harta bersama maupun harta bawaan
perkawinan poligami bagi laki-laki (yang
sepanjang
tentunya
perkawinan.
dilakukan
perjanjian
Perkawinan
sebagaimana
dengan
ketat).Dan
persyaratan
Majelis
Ulama
yang
Indonesia
yang dimaksud dalam Undang-undang
menganggap
bahwa
Perkawinan lebih menonjol menganut asas
menghendaki
revisi
Monogami. Hal ini ditegaskan oleh Pasal 3
perkawinan hanya berdalih undang-undang
ayat (1) Undang-Undang Perkawinan yang
ini telah mendiskriminasikan perempuan
berbunyi bahwa pada asasnya dalam suatu
sebagai alasan utama, padahal sama sekali
perkawinan seorang pria hanya boleh
tidak demikian adanya, dan Undang-
mempunyai seorang isteri. Seorang wanita
undang Perkawinan ini sejatinya telah
hanya boleh mempunyai seorang suami,
mengakomodir
namun pada ayat (2) yang berbunyi
Negara Indonesia yang notabene mayoritas
Pengadilan, dapat memberi izin kepada
dihuni oleh umat muslim, maka kebolehan
seorang suami untuk beristeri lebih dari
Poligami dalam Al-qur’an patut kiranya
seorang apabila dikehendaki oleh pihak-
dan seyogyanya menjadi keharusan di beck
pihak yang bersangkutan. Dalam pasal ini
up oleh perundang-undangan.
memberikan
bagi
suami
Dalam
melakukan
mereka
yang
Undang-undang
kebutuhan
kenyataan
perkawinan poligami terlebih dahulu harus
poligami
yang terjadi
mendapat izin dari pengadilan.
banyak
menimbulkan
di
konstitusi
perkawinan
masyarakat
permasalahan
Namun, di sisi lain, tidak sedikit
dikemudian hari, ini dapat terlihat dari
pula pihak yang berseberangan dengan
hubungan ahli waris terhadap harta waris
kubu
dari orang tuanya sebab masing-masing
yang
menghendaki
perubahan
Pihak
anak keturunan dari perkawinan poligami
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat
merasa lebih berhak dari ibu yang lain
merupakan salah satu institusi yang secara
dalam mendapatkan harta warisan dari
tegas
Undang-Undang
Perkawinan.
adanya
amandemen
ayahnya.
Undang-undang
Perkawinan.
menjelaskan permasalahn yang muncul
Majelis Ulama Indonesia menganggap
akibat perkawinan poligami ini, maka
terhadap
menolak
Untuk
menjawab
dan
218
Al’Adl, Volume IX Nomor , Agustus
7
ISSN 979-4940/ISSN-E 2477-0124
penulis membahas kedudukan ahli waris
mengharamkannya. Dalam agama Hindu,
dalam pembagian harta waris dari anak
tidak melarang juga tidak menyarankan
yang
berpoligami.
dilahirkan
dalam
perkawinan
poligami menurut Undang-undang nomor
1 tahun 1974.
dalam
agama
budha
poligami dianggap sebagai keserakahan
Berdasarkan latar belakang diatas,
maka
Kalau
tulisan
ini
bertujuan
untuk
mengetahui dan menjelaskan:
(tidak
dianjurkan).
Sedangkan
agama
yahudi hampir sama sejarahnya dengan
kristen, awalnya diperbolehkan namun kini
1. Bagaimana pembagian harta waris
dilarang. Dinamika Pro-kontra terhadap
terhadap anak dalam perkawinan
perkawinan poligami ini akan selalu
poligami menurut Undang-undang
berjalan seiring dengan perkembangan
nomor 1 tahun 1974?
sistem sosial di masyarakat. Karena bila
2. Faktor
apa
yang
permasalahan
harta
menjadi
dikaji lebih teliti dan mendalami, dampak
dalam
pembagian
dan realitas sejarah perkawinan poligami
dari
perkawinan
dari dulu hingga sekarang tidak selamanya
waris
poligami?
menuai kontroversi.
Poligami merupakan suatu realitas
PEMBAHASAN
Pembagian
Anak
Harta
dalam
Menurut
dalam
Waris
Perkawinan
Undang-undang
Terhadap
Poligami
Nomor
1
Tahun 1974
sosial yang berbeda-beda interpretasi dan
implementasinya
antara
beberapa
masyarakat, disesuaikan dengan budaya
agama
dari
masing-masing
masyarakat, dan berkembang sejarahnya
dari masa ke masa, seperti halnya di
Agama
Kristen
yang
awalnya
boleh
menjadi tidak diperbolehkan. Dalam Islam
dibolehkan, tetapi setelah melihat realitas
poligami
ada
yang
terjadi
dimasyarakat, dimana seorang laki-laki
memiliki istri lebih dari seorang. Dalam
antropologi sosial poligami merupakan
praktik pernikahan kepada lebih dari satu
Poligami Adalah sebuah sistem
dan
perkawinan
juga
sebagian
suami atau istri (sesuai dengan jenis
kelamin
orang
yang
bersangkutan)
sekaligus pada suatu saat (berlawanan
dengan monogamy, dimana seseorang
memiliki hanya satu suami atau istri pada
suatu saat) dan poligami terbagi tiga
bentuk, yaitu poligami seseorang pria
memiliki beberapa istri sekaligus, dan
poliandri dimana seorang wanita memiliki
beberapa suami sekaligus dan pernikahan
ulama
219
Al’Adl, Volume IX Nomor , Agustus
7
kelompok
yaitu
dengan berbagai macam argumentasi, baik
kombinasi poligami dan poliandri dan
yang bersifat normatif karena dipandang
ketiga bentuk poligami tersebut ditemukan
sebagai
dalam sejarah, namun poligami merupakan
menyelesaikan fenomena perselingkuan
bentuk yang paling umum terjadi.3
dan prostitusi.
(group
marriage)
ISSN 979-4940/ISSN-E 2477-0124
salah
satu
alternatif
untuk
Fenomena perkawinan poligami di
Secarapsikologis dimana perasaan
masyarakat semakin marak akhir-akhir ini,
seorang istri menyalahkan dirinya sendiri
terutama yang dipertontonkan di media
karena
elekrotnik maupun di media cetak baik
berpoligami adalah akibat dari ketidak
perkawinan poligami itu dilakukan oleh
mampuan dirinya memenuhi kebutuhan
para tokoh politik, tokoh agama (ulama),
biologis
dan dari kalangan birokrasi atau pejabat
dengan ketidakadilan jender dimana laki-
negara, bahkan dari kalangan atris dan
laki boleh menikah lebih dari satu kali
lainnya. Poligami yang berlangsung saat
sementara perempuan tidak boleh dan
ini tidak mengenal batas baik dalam hal
menurut Ridwan istilah poligami berasala
jumlah istri maupun syarat moralitas
dari bahasa yunani yang terdiri dari polu
keadilan. Terutama poligami yang banyak
yang berarti banyan dan kata gune yang
terjadi di masyarakat saat ini adalah
berarti
poligami (kawin Kontrak) dilakukan secara
mempunyai arti suatu perkawinan antara
diam-diam maksud perkawinan poligami
stu orang laki-laki dengan lebih dari
itu tidak tercatat di Lembaga Pencatat
seorang perempuan.4
merasa
suaminya
Pembatasan poligami yang sangat
bahkan
perempuan.
Dalam
Perkawinan.
tindakan
Jadi
perkawinan
suaminya
dikaitkan
poligami
poligami
merupakan perbuatan hukum sebagaimana
ketat dalam ajaran Islam seharusnya
pasal
dimaknai sebagai suatu cita-cita luhur dan
Perkawinan dan perkawinan poligami yang
ideal Islamuntuk menghapuskan poligami
dilakukan
secara
kehidupan
akanmelahirkan generasi penerus(anak-
masyarakat. Poligami merupakan salah
anak) sebagai maksud dan tujuan dari
satu persoalan dalam perkawinan yang
perkawinan itu yaitu hidup yang bahagia
paling
dan
gradual
banyak
dalam
dibicarakan
sekaligus
4
ayat
secara
melahirkan
(1)
Undang-Undang
konstitusional
keturunan.
dan
Dalam
kontroversial. Satu sisi poligami ditolak
4
3
Wikipedia Ensiklopedia bebas, 11 Agustus
2009 diakses tanggal 24 Juli 2017.
Ridwan Syahrani, 1978, Masalah-masalah
Hukum Perkawinan di Indonesia , Bandung Alumni,
Bandung, 1978, hlm.79.
220
Al’Adl, Volume IX Nomor , Agustus
7
ISSN 979-4940/ISSN-E 2477-0124
perkawinan apakah perkawinan monogami
melaksanakan perkawinan poligami harus
atau poligami akan berakibatkan dan
memenuhi syarat, yaitu:
melahirkan peristiwa hukum yaitu hukum
waris sebab anak yang lahir atau anak
didalam kandungan apabila dia lahir
1. Istri tidak dapat memnjalankan
kewajibannya sebagai isteri;
2. Istri mendapat cacat badan atau
dengan selamat dia sebagai pendukung hak
penyakit
dan kewajiban.
disembuhkan;
Pada
dasarnya
kewajiban-kewajiban
hak-hak
dalam
dan
lapangan
hukum kekayaan atau harta benda yang
dapat diwaris. Hukum waris sangat erat
kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan
3. Istri
yang
tidak
tidak
dapat
dapat
melahirkan
keturunan;
4. Adanya
persetujuan
dari
isteri/isteri-isteri;
5. Adanya kepastian bahwa suami
manusia, sebab setiap manusia pasti akan
mampu
mengalami
keperluan hidup isteriisteri dan
peristiwa
hukum
yang
dinamakan kematian.5
tidak
perkawinan
biasa
keperluan-
anak-anak mereka; dan
Dalam perkawinan poligami pada
dasarnya
menjamin
bedanya
sebagaimana
dengan
dalam
Pasal 2 Undang-undang Perkawinan yang
6. Adanya jaminan bahwa suami akan
berlaku adil terhadap isteri-isteri
dan anak-anakmereka.
Dengan
demikian
dalam
berbunyiPerkawinan adalah sah apabila
perkawinan
dilakukan menurut hukum masing-masing
diamanat Undang-undang perkawinan dan
agama dan kepercayaannya itu. Dan pada
memenuhi persyaratan maka istri kedua
Pasal 4 ayat (1) berbunyi Dalam hal
dan seterusnya dan anak yang dilahirkan
seorang suami akan beristri lebih dari
dapat disebut sebagai ahli waris, dan
seorang, sebagaimana tersebut dalam pasal
perkawinan tersebut harus tercatat
3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia
wajib
mengajukan
permohonan
ke
Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
Akan tetapi yang membedakannya
poligami
sebagai
yang
Pada dasar hukum waris yang
berlaku dan diterima masyarakat Indonesia
ada tiga yaitu, hukum waris adat, hukum
waris Islam dan hukum waris perdata.
dengan
perkawinan
poligami
dimana
Menurut hukum Islam waris dimana suami
seorang
laki-laki
untuk
dapat
menikah lebih dari satu kali (poligami)
5
Effendi Prangin-angin,Hukum waris, PT.
Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 30.
secara legal dan meninggal dunia, maka
221
Al’Adl, Volume IX Nomor , Agustus
7
ISSN 979-4940/ISSN-E 2477-0124
terdapat perhitungan pembagian adalah
hukum (privat materiil) yaitu hukum
harta bersama baik pada istri pertama
pokok
maupun istri kedua. Dalam pembagian
perorangan, hak dan kewajiban diantara
waris menurut Islam dan apabila harta
anggota masyarakat khususnya wilayah
waris akan dibagikan, terlebih dahulu
keluarga. Dalam pembagian waris menurut
harus dikeluarkan dari harta waris itu
hukum perdata yaitu tidak seorang ahli
adalah:
warispun dapat di paksa untuk membiarkan
yang
mengatur
kepentingan
1. Zakat dan sewa;
harta waris tidak terbagi dan pembagian
2. Biaya pengurusan jenazah;
harta waris dapat dituntut setiap saat.7
Pasal 94 ayat (1) Undang-undang
3. Hutang hutang pewaris; dan
4. Wasiat
yang tidak boleh dari
nomor 1 tahun 1974 dan kompilasi hukum
sepertiga harta warisan
islam
Sedangkan waris adat merupakan
perkawinan
cerminan dari hukum adat dan memuat
mempunyai
garis-garis ketentuan tentang sistem dan
masing-masing terpisah dan berdiri sendiri
asas hukum waris, dan pelaksanaan waris
dan ketentuan ini menjelaskan bahwa harta
adat
dan
waris dalam perkawinan poligami tetap
wilayah
ada., tetapi dipisahkan antara milik istri
tidak
pelaksanaan
berlaku
sesuai
universal
dengan
pertama,
adatnya.
Sementara itu hukum waris adat
selalu
menyebutkan
didasarkan
atas
pertimbangan,
harta
seorang
istri
istri
suami
lebih
kedua
waris
dari
dan
dari
yang
seorang,
seterusnya.
Penentuan tentang kepemilikan harta waris
dalam
hal
perkawinan
poligami
ini
walaupun hukum waris adat mengenal asas
ditentukan pada saat berlangsungnya akad
kesamaan hal ini tidak berarti bahwa setiap
perkawinan yang kedua,perkawinan ketiga,
waris akan mendapat bagian warisan dalam
dan saat perkawinan yang keempat.
jumlah yang sama, dengan nilai harga yang
Ketentuan harta waris juga diatur
sama atau menurut banyaknya bagian yang
dalam Undang-Undang Perkawinan nomor
sudah ditentukan.6
1 tahun 1974
Hukum waris dalam sistem hukum
perdata sangat berbeda dengan sistem
Pasal 65 ayat (1)
menegaskan bahwa jika seorang suami
berpoligami:
waris Islam dan waris adat, Hukum perdata
merupakan hukum yang meliputi semua
7
6
Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, PT.
Citra Aditya Bakti, Jakarta, 1980, hlm.7.
Suparman, Hukum waris Indonesia (Dalam
Perspektif Islam, Adat dan BW), PT. Rafika
Aditama, Bandung, 2007, hlm.60.
222
Al’Adl, Volume IX Nomor , Agustus
7
ISSN 979-4940/ISSN-E 2477-0124
1. Suami wajib memberi jaminan
gugatan
waris
penggugat
hendaknya
hidup yang sama kepada semua
membuat daftar-daftar harta waris dan
istri dan anaknya;
bukti-buktinya bahwa harta yang digugat
2. Istri yang kedua dan seterusnya
tersebut adalah harta waris artinya bahwa
tidak mempunyai hak atas harta
harta tersebut bukan harta bawaan dari istri
waris yang telah ada sebelum
yang lain dan harta tersebut harus dapat
perkawinan dengan istri kedua atau
dibuktikan sebagai harta bersama atau
berikut itu terjadi;
harta tersebut diperoleh selama perkawinan
3. Semua istri mempunyai hak yang
dan
dan
disebutkan
dalam
alas
an
sama atas harta waris yang terjadi
pengajuan gugatan (posita) yang kemudian
sejak perkawinan masing-masing.
disebut dalam permintaan pembagian harta
Dengan demikian jelas dimana
dalam berkas tuntutan (petitum).
kedudukan harta waris istri pertama dari
Ketentuan tentang pembagian waris
suami yang berpoligami mempunyai hak
didasarkan pada kondisi yang menyertai
atas harta waris yang dimilikinya bersama
hubungan
hukum
dengan
kematian,
perceraian
suaminya.
Istri
kedua
dan
perkawinan,
dan
seperti
sebagainya.
seterusnya berhak atas harta waris bersama
Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1974
dengan suaminya sejak perkawinan mereka
tentang
berlangsung dan kesemua istri memiliki
nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan
yang sama atas harta waris tersebut.
Pasal 24 ayat (2) menyebutkan bahwa
pelaksanaan
Undang-undang
dalam
selama berlangsungnya gugatan pembagian
dapat
waris atas permohonan penggugat dan
dilakukan secara bermusyawarah oleh para
tergugat, maka dapat menentukan siapa
ahli waris dan terjadi perselisihan antara
saja yang berhak menerima waris dan
suami istri tentang harta waris, maka
beberapa besar bagian diterima oleh
penyelesaian perselisihannya itu diajukan
masing-masing
kepada
perkawinan
Selanjutnya
pembagian
harta
apabila
waris
pengadilan
penyelesaian
melalui
tidak
agama
jalur
dan
pengadilan
ahli
poligami.
waris
dalam
Selanjutnya
disamping pembagian harta waris melalui
adalah sebuah pilihan. Secara umum
putusan
pengadilan,
pelaksanaan
pembagian harta waris baru bisa dilakukan
pembagian waris dapat pula dilakukan
setelah adanya kematian sang suami dalam
berdasarkan atas kesepakatan para ahli
perkawinan poligami. Dalam melakukan
waris dalam perkawinan poligami, artinya
223
Al’Adl, Volume IX Nomor , Agustus
7
ISSN 979-4940/ISSN-E 2477-0124
para pihak sepakat untuk melaksanakan
dan hubungan baik dalam keluarga tetap
pembagian waris dengan kesepakatanya.
terjaga dengan baik dan bermusyawarah ini
Dalam
waris
dapat menyamping ketentuan hukum, baik
berdasarkan kesepakatan ini mempunyai
hukum islam, hukum adat dan hukum
banyak nilai yang lebih baik dari pada
perdata.
pembagian waris melalui atas berdasarkan
musyawarah mufakat maka pembagian
ketentuan pengadilan. Dalam pembagian
harta waris melalui pengadilan, apakah
harta
Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri.
pelaksanaan
waris
pembagian
melalui
musyawarah
ini
Tapi
apabila
tidak
tercapai
dimana hubungan antar ahli waris tidak
akan terputus dan tidak akan menimbulkan
dendam antar ahli waris dikemudian hari.
Maka untuk mendapat kedudukan
Analisis
Pembagian
1. Perkawinan dilakukan sebagaimana
pasal
4
Undang-Undang
Perkawinan yaitu harus mendapat
persetujuan
dari
pengadilan harus mendapat izin
perkawinan
harus
dilakukan dan di catat di lembaga
Poligami yang sering terjadi di
perkawinan
masyarakat yang berkembang sekarang
sesungguhnya merupakan akumulasi atau
disebabkan dari sedikitnya ada tiga faktor,
yaitu:
khususnya
Undang-undang
Perkawinan;
masyarakat yang memandang istri
hanyalah teman wingking, harus
ikut apa mau suami dan tidak boleh
Pencatat Perkawinan;
4. Diperlukannya
dari
2. Masih kentalnya budaya patriarki di
dari istri pertama;
3. Pelaksanaan
Waris
1. Lumpuhnya sistem hukum kita,
persetujuan dari Pengadilan;
2. Pengajuan
Harta
dalam
Perkawinan Poligami
dan status sebagai ahli waris dalam
perkawinan poligami, maka perkawinan:
Permasalahan
perjanjian
sehingga
bisa
membedakan harta bawaan dengan
harta bersama.
Dalam pembagian waris terhadap
ahli waris dalam perkawinan poligami
sebaiknya dilakukan dalam musyawarah
mufakat dalam keluarga, sehingga keadilan
menolak;
3. Kuatnya interpretasi agama yang
bias jender dan tidak akomodatif
terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Interpretasi
agama
yang
memposisikan istri hanya sebagai
obyek
seksual,
tidak
memiliki
kemandirian sebagai manusia utuh.
Realitas sosiologis di masyarakat
224
Al’Adl, Volume IX Nomor , Agustus
7
ISSN 979-4940/ISSN-E 2477-0124
menjelaskan bahwa poligami selalu
dikaitkan dengan ajaran Islam.
8
perkawinan maupun perceraian.Pasal 1
hurup f ketentuan umum kompilasi hukum
Pasal 65 ayat (1) Undang-undang
Islam menyebutkan harta kekayaan dalam
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
perkawinan atau syirkah adalah harta yang
memberi
diperoleh secara sendiri-sendiri maupun
kemungkinan
poligami itu
perkawinan
didasarkan
atas
hukum
bersama-sama dalam ikatan perkawinan
berlangsung
lama, disamping
Ketentuan
yang disebut
dalam
tanpa
mempersoalkan
terdaftar atas nama siapa.
Pasal 3 ayat (1) Undang-undang nomor 1
Sejak mulai perkawinan terjadi,
tahun 1974. Dan menurut Pasal 66
suatu percampuran antara kekayaan suami
Undang-undang nomor 1 tahun 1974,
dan
bahwa yang di maksud dengan hukum
goederen), jiakalau tidak ada diadakan
lama adalah ketentuan-ketentuan hukum
perjanjian
baik yang tertulis.
demikian itu berlangsung seterusnya dan
kekayaan
isteri
apa-apa.
(algehele
Keadaan
van
yang
Undang-undang
tak dapat diubah lagi sleama perkawinan.
Hukum Perdata (KUH Perdata), Huwelije
Jikalau orang ingin menyimpang dari
Ordonantie Christen Indonesie S. 1933
peraturan umum itu, ia harus meletakkan
Nomor 74 (HOCI)Peraturan Perkawinan
keinginannya itu dalam suatu “perjanjian
Campur
perkawinan”
Misalnya
Kitap
(Regeling
op
de
Gemengde
(huwelijksvoorwaarden).
Huwehjke S. 1898 nomor 158) yang setelah
Perjanjian
berlakunya
1
diadakan sebelumnya pernikahan ditutup
tahun 1974 tentang perkawinan dinyatakan
dan harus diletakkan dalam suatu akte
tidak berlaku lagi, maupun hukum yang
notaris.
tidak tertulis yaitu ketentuan-ketentuan
diletakkan dalam perjanjian itu, tak dapat
hukum perkawinan dalam hukum adat.
diubah
selama
undang
menghendaki
Undang-Undang
nomor
Perkawinan Poligami sebagai suatu
yang
Juga
demikian
keadaan
ini,
harus
sebagaimana
perkawinan.
Undang-
supaya
keadaan
perbuatan hukum tentu akan membawa
kekayaan dalam suatu perkawinan itu
konsekwensi hukum tertentu diantaranya
tetap.
dalam
kepentingan-kepentingan pihak ketiga.
lapangan
harta
kekayaan
perkawinan, yang apabila dikemudian hari
perkawinan berakhir baik oleh karena
8
Siti Musdah Mulia, Islam menggugat
Poligami, PT. Gramedia, Jakarta, 2005, hlm.8.
Ini
demi
Percampuran
untuk
melindungi
kekayaan,
adalah
mengenai seluruh activa dan passiva baik
yang dibawa oleh masing-masing pihak
225
Al’Adl, Volume IX Nomor , Agustus
7
ISSN 979-4940/ISSN-E 2477-0124
kedalam perkawinan maupun yang akan
melakukan pengurusan yang sangat buruk
diperoleh
(wanbeheer)
dikemudian
hari
selama
meminta
kepada
hakim
perkawinan. Kekayaan bersama itu oleh
supaya diadakan “pemisahan kekayaan”
undang-undang
atau
dnamakan
“gemeenschap”.
kalau
si
suami
mengobralkan
kekayaannya dapat dimintakan curatele.
Yang dapat diperjanjikan dalam
diambil oleh si isteri di dalam perkawinan,
perjanjian perkawinan adalah:
1. Bahwa meskipun akan berlaku
percampuran
kekayaan
Selain dua macam tindakan yang dapat
antara
ia juga diberikan hak untuk, apabila
perkawinan
dipecahkan,
melepaskan
suami dan isteri, beberapa benda
haknya atas kekayaannya bersama (Afstand
tertentu
doen van de gemeenschap). Tindakan ini
tidak
akan
termasuk
percampuran itu;
2. Juga seorang yang memberikan
bermaksud untuk menghindarkan diri dari
penagihan hutang-hutang gemeenschap,
sesuatu benda kepada salah satu
yaitu
pihak dapat memperjanjikan bahwa
bersama, baik hutang itu telah diperbuat
benda tersebut tidak akan jatuh di
oleh suami maupun si isteri seniri.
dalam percampuran kekayaan;
Menghindarkan diri dari penagihan hutang
3. Benda yang demikian itu, akan
hutang
bersama,
baik
hutang
pribadi tentu saja tak mungkin.
Hutang
menjadi milik pribadi pihak yang
oleh
gemeenschap
memperolehnya.
diperbuat
Hak mengurus kekayaan bersama
pembelian bahan-bahan makanan untuk
(gemeenschap) berada ditangan suami,
rumah tangga. Hutang pribadi, misalnya
yang dalam hal ini mempunyai kekuasaan
biaya
yang sangat luas. Selain kekuasaannya
isteri.Gugatan
hanya terletak dalam larangan untuk
pemisahan kekayaan, harus diumumkan
memberikan dengan percuma benda-benda
dahulu sebelum diperiksa dan diputuskan
yang bergerak kepada lain orang selain
oleh hakim, sedangkan putusan hakim ini
kepada anaknya sendiri, yang lahir dari
pun harus diumumkan. Ini untuk menjaga
perkawinan itu (pasal 124 ayat 3).
kepentingan-kepentingan
perbaikan
si
isteri,
yang
rumah
untuk
misalnya
pribadi
si
mendapatkan
pihak
ketiga,
Terhadap kekuasaan suami yang
terutama orang-orang yang mempunyai
sangat luas itu, kepada si isteri hanya
piutang terhadap si suami. Mereka itu
diberikan hak untuk apabila si suami
226
Al’Adl, Volume IX Nomor , Agustus
7
ISSN 979-4940/ISSN-E 2477-0124
dapat mengajukan perlawanan terhadap
itu segala sesuatu yang berkenaan dengan
diadakan pemisahan kekayaan.
hubungan perkawinan mereka termasuk
Selain
membawa
pemisahan
herta
benda
menjadi
milik
bersama.
kekayaan, putusan hakim berakibat pula, si
Mereka berdua wajib memegang teguh
isteri memperoleh kembali haknya untuk
janji suci tersebut sebagaimana bunya dari
mengururs kekayaannya sendiri dan berhak
akad nikah dan jika perkawinan mereka
mempergunakan
penghasilannya
putus (kematian dan atau perceraian) harus
sendiri sesukanya. Akan tetapi, karena
ada yang dibagi termasuk harta bersama
perkawinan belum diputuskan, ia masih
tersebut dan dapat dikatakan sebagai harta
tetap tidak cakap menurut undang-undang
waris apabila pihak suami meninggal
untuk
dunia.
segala
bertindak
sendiri
di
dalam
hukum.Pemisahan kekayaan dapat diakhiri
Dalam perkawinan poligami baik
atas persetujuan kedua belah pihak dengan
dilihat dari Hukum Perdata, Hukum Adat
meletakan persetujuan itu di dalam suatu
atau dilihat dari Hukum Islam banyak
akte notaris,
mendapat kesulitan untuk menentukan
yang harus diumumkan
untuk
harta bersama, karena dalam perkawinan
pengumuman hakim dalam mengadakan
poligami yang sering terjadi di Indonesia
pemisahan itu.
dalam
seperti
yang
ditentukan
Bukan saja di hukum perdata dan
prakteknya
didaftarkan
pada
sangat
lembaga
jarang
pencatat
hukum adat, tetapi di dalam hukum Islam
perkwainan. Karena untuk mencatatkan
lebih
harta
perkawinan dalam perkawinan poligami
sebagaimana surat An Nissa ayat 11-12
haruslah mendapat persetujuan atau izin
dan ayat 21 juga menunjukan kepada
dari istri pertama dan kedua dan seterusnya
adanya persekutuan milik antara ahli waris
melalui
terhadap harta warisan yang belum dibagi,
prakteknya
dan istri berhak setengah dari harta yang
perempuan atau istri pertama dan kedua
didapatkan sepanjang perkawinan, sebab
memberikan
perkawinan itu sebagai suatu perjanjian
melakukan perkawinan poligami.
jelas
diatur
persekutuan
Pengadilan.
jarang
izin
Sebab
terjadi
agar
suami
dalam
seorang
dapat
yang suci, kuat dan kokoh. Artinya
Karena perkawinan poligami ini
perkawinan yang melalui ijab dan Kabul
tidak tercatat, ini akan menimbulkan
dan memenuhi syarat rukunya merupakan
hambatan
syirkah antara suami dan istri. Oleh karena
melaksanakan atau melakukan pembagian
dikemudian
hari
dalam
227
Al’Adl, Volume IX Nomor , Agustus
7
ISSN 979-4940/ISSN-E 2477-0124
waris dalam perkawinan poligami, sebab
yang dilahirkan dari poligami hanya
sang suami (laki-laki) biasanya tidak
mempunyai hubungan hukum sama ibu
pernah memberitahukan bahwa sang suami
dan keluarga ibu, maka sangat dianjurkan
telah melakukan poligami, dengan tidak
bagi
tercatat
poligami untuk mendaftar pernikahannya.
ini
berakibatkan
akan
sulit
wanita melakukan
perkawinan
Tetapi
Secara hukum bagi wanita yang
perkawinan kedua dan seterusnya besar
terkait dalam perkawinan poligami dalam
kemungkinan mempunyai status hukum
menuntut haknya selaku ahli waris, maka
secara agama, adat syah dan jelas tetapi
wanita (istri kedua, ketiga dan seterusnya)
perkawinan sering dilakukan secara di
yang bersangkutan harus memohon isbat
bawah tangan. Perkawinan di bawah
nikah melalui Pengadilan Agama, setelah
tangan atau tidak didaftarkan di Lembaga
melakukan
Pencatat Perkawinan ini akan menyulitkan
barulah kemudian yang bersangkutan dapat
bagi istri kedua, istri ketiga dan seterusnya
melakukan
untuk
sebagai ahli waris berikut berhak untuk
melakukan
pembagian
menuntut
waris.
hak-haknya
dalam
permohonan
gugatan
isbat
untuk
ditetapkan
perkawinan poligami termasuk juga dalam
mendapatkan
menjadi
dengan ketentuan hukum yang berlaku.
bagian
ahli
waris
dalam
pembagian
nikah
waris
sesuai
Pada dasarnya perkawinan poligami akan
perkawinan tersebut.
Menurut Pasal 42 dan Pasal 43
menciptakan permusuhan antara sesame
Perkawinan
istri-istri dan anak-anak dari perkawinan
menjelaskan bahwa anak yang sah adalah
tersebut, dengan demikian tidak jarang
anak yang dilahirkan dalam atau sebagai
dalam
akibat perkawinan yang sah dan anak yang
akhirnya akan menimbulkan sengketa yang
dilahirkan di
tidak berkesudahan.
dalam
Undang-Undang
luar perkawinan hanya
pembagian
harta
waris
pada
mempunyai hubungan perdata dengan
Secara umum pembagian waris
ibunya dan keluarga ibunya. Artinya
dalam perkawinan poligami akan menemui
bahwa perkawinan poligami itu sangat
hambatan
diwajibkan
sebagaimana
pembagiannya, jika semua pihak yang
dianjurkan Undang-undang Perkawinan
terlibat tidak ada rasa salin percaya sesame
dan hasil perkawinan harus dicatat di
antara mereka. Kalau lah para pihak saling
Lembaga Pencatat Perkawinan dan apabila
percaya satu sama lain maka pembagian
tidak dilakukan maka kedudukan anak
harta waris dapat dilakukan dengan cara
melalui
dalam
pelaksanaan
228
Al’Adl, Volume IX Nomor , Agustus
7
ISSN 979-4940/ISSN-E 2477-0124
menunjukan seorang mediator yang dapat
Maka dari hal diatas jelas sekali
mengkomunikasikan agar pembagian waris
yang menjadi hambatan persoalan untuk
dapat dibagikan menurut kesepakatan.
menentukan ahli waris dan harta waris
Akan tetapi pada kenyataannya hal tersebut
terhadap suami apa bila berakhirnya
sangat
perkawinan baik meninggal dunia atau
lah
sulit
dilakukan
karena
disamping jarang ada orang yang dapat
perceraian.
diterima oleh semua pihak untuk menjadi
mediator dikarenakan para pihak berangkat
PENUTUP
Berdasarkan
dari keadaan yang tidak mempercayai satu
pembahasan
dari
uraian dalam tulisan ini sesuai dengan
sama lain.
Dengan demikian Faktor apa yang
menjadi permasalahan dalam pembagian
harta waris dari perkawinan poligami,
permasalahan diangkat oleh penulis, maka
dapat
diambil
kesimpulan
bagaimana
pembagian harta waris terhadap anak
dalam perkawinan poligami dan faktor
yaitu:
1. Pelaksanaan Perkawinan Poligami
dilakukan
secara
rahasia
atau
dialakukan perkawinan dibawah
2. Perkawinan
poligami
tidak
mendapat izin dari istri pertama;
3. Perkawinan poligami tidak pernah
di laporkan dan dicatat di Lembaga
pembagian
harta
waris
dapat
diakui
waris:
1. Ahli
4. Tidak jelasnya status harta dan
harta tersebut tidak terdaftar;
5. Tidak ada pemisahan antara harta
bersama dengan harta bawaan dari
tidak
ada
perjanjian perkawinan.
Nomor
1
Tahun
1974
dan
perkawinan itu tercatat di Lembaga
Pencatat Perkawinan.
tercatat
perkawinan
dilakukan
di
Lembaga
Pencatat
Perkawinan, maka istri dan anak
dari perkawinan poligami tidak
punya hak sebagai ahli waris
kecuali
perkawinan pertama;
melakukan
dilakukan menurut Undang-undang
2. Apabila perkawinan poligami tidak
Pencatat Perkawinan;
poligami
dalam
sepanjangan perkawinan poligami
tangan;
6. Setiap
permasalahan
Istri
dari
perkawinan
poligami yang bersangkutan harus
mengajukan memohon isbat nikah
melalui Pengadilan Agama.
229
Al’Adl, Volume IX Nomor , Agustus
7
ISSN 979-4940/ISSN-E 2477-0124
3. Harta waris yang dapat dibagikan
Al-Qur’an.
adalah harta bersama dimana harta
Al-Hadits.
diperoleh masa perkawinan.
Undang-undang Dasar Republik Indonesia
Tahun 1945
4. Terjadinya
permasalahan
dalam
penentuan ahli waris dan harta
waris tidak dapat dipisahkan antara
harta bawaan dan harta bersama
pada perkawinan poligami.
5. Dalam perkawinan poligami tidak
pernah
dilakukan
perkawinan
perjanjian
menyangkut
status
harta.
Undang-Undan Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan.
Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009
tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama
(UUPA).
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999
tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 14 Tahun 1970
tentang
Ketentuan
Pokok
Kekuasaan Kehakiman.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Effendi
Prangin-angin, 2003, Hukum
Waris, Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada.
Hilman Hadikusuma, 1980, Hukum Waris
Adat, PT. Citra Aditya Bakti
Jakarta.
Miriam Budiarjo,1991,Dasar-dasar ilmu
politik, PT. Gramedia Pustaka
Utama Jakarata.
Ridwan Syahrani, 1978, Masalah-masalah
Hukum Perkawinan di Indonesia ,
Bandung: Alumni Bandung,
Siti Musdah Mulia,2005,Islam menggugat
Poligami. PT. Gramedia Jakarta.
Syarifuddin,2006,Hukum
Perkawinan
Islam di Indonesia , Pranada Media
Jakarta.
Suparman, 2007,Hukum waris Indonesia
(Dalam Perspektif Islam, Adat dan
BW), PT. Rafika Aditama.
Peraturan
Perundang-undangan
dan
lain-lain
230
7
ISSN 979-4940/ISSN-E 2477-0124
KEDUDUKAN AHLI WARIS PADA PERKAWINAN POLIGAMI
Bambang Sugianto
Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang
Jalan Sukabangun II No. 1610 Sukarami Palembang
Email: bambangsugianto1969@gmail.com
Abstract
The marriage of polygamy is a marriage bond to which one of the parties to which a man has
/ marries several opposite sexes at the same time. And the marriage of a child in this
marriage is legally so long as this marriage is recorded and performed in accordance with
the legitimate requirements of marriage. In the division the inheritance of a child born of a
polygamous marriage is determined the origin of the property whether the property left by the
parent is a congenital treasure or a gifted property of the marriage.In article 94 paragraph
(1) of Law number 1 year 1974 concerning marriage in which the implementation of
inheritance in marriage can be done by agreement between all parties of heir. This will give
many benefits to all heirs. If no agreement is reached then the division of inheritance in
polygamous marriages can be done by filing a lawsuit inheritance in the Court. The obstacles
in the division of inheritance in polygamous marriage is due to the unrecorded marriage in
polygamous marriage, and polygamous marriage never entered into a marriage agreement
and deliberated for division Inheritance often occurs due to obstacles or caused frequent
unfairness in polygamous marriage.
Keywords: Marriage, polygamy, division of inheritance.
Abstrak
Perkawinan poligami adalah suatu ikatan perkawinan yang salah satu pihak dimana laki-laki
memiliki/mengawini beberapa lawan jenis diwaktu yang bersamaan. Dan kedudukan anak
dalam perkawinan ini sah hubungan hukumnya sepanjang perkawinan ini tercatat dan
dilakukan sesuai dengan syarat-syarat sah dari perkawinan. Dalam pembagian harta waris
dari anak yang dilahirkan dari perkawinan poligami ditentukan asal mula harta apakah
harta yang ditinggalkan orang tua merupakan harta bawaan atau harta bermasa dari hasil
perkawinan.Dalam pasal 94 ayat (1) Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan dimana pelaksanaan harta waris dalam perkawinan dapat dilakukan atas
kesepakatan antar semua pihak ahli waris. Hal ini akan memberi banyak keuntungan bagi
semua ahli waris. Apabila tidak tercapai kesepakatan maka pembagian harta waris dalam
perkawinan poligami dapat dilakukan dengan pengajuan gugatan kewarisan di Pengadilan.
Adapun hambatan dalam pembagian waris dalam perkawinan poligami tersebut disebabkan
karena tidak tercatatnya perkawinan dalam perkawinan poligami, dan perkawinan poligami
tidak pernah melakukan perjanjian perkawinan dan bermusyawarah untuk pembagian waris
sering terjadi hambatan dikarenakan atau diakibatkan sering terjadi ketidak adilan dalam
perkawinan poligami.
Kata kunci: Perkawinan, poligami, pembagian waris.
215
Al’Adl, Volume IX Nomor , Agustus
7
PENDAHULUAN
Negara Indonesia adalah negara
ISSN 979-4940/ISSN-E 2477-0124
diperlakukan sama didepan hukum dan
pemerintahan.2
yang berdasarkan atas hukum sebagai
mana dituangkan dalam Undang-Undang
Dasar
Republik
menetapkan
bahwa
Indonesia
Negara
1945
Republik
Indonesia merupakan sautu negara hukum
(rechtstaat) yang dibuktikan berdasarkan
ketentuan dalam pembukaan, batang tubuh
Kedudukan warga negara yang
setara dimuka hukum sesuai dengan Pasal
27 ayat (1) UUD 1945 ini juga berlaku
diranah perkawinan termasuk perkawinan
poligami dan akibat dari perkawinan yaitu
status perkawinan, status ahli waris dan
statusharta waris.
dan penjelasan Undang-Undang Dasar
1945.
Dalam perkawinan poligami dan
hubungan dengan ahli waris tidak ada
Dalam bukunya To the law of the
Constitution, seperti yang dikutip oleh
Miriam Budiarjo bahwa ada tiga ciri-ciri
dari negara hukum yaitu 1. supremacy of
law, 2. equality before the law dan 3 due
masalah yang sulit sebagaimana yang
dibayangkan banyak orang,permasalahan
dalam perkawinan poligami kembali pada
penerapannya
dari amandemen Undang-Undang Dasar
Republik
Indonesia
1945
yang
menyatakan:
“Segala warga
negara
bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya”
Dan pernyataan dalam Undang-
niat
dilakukannya
perkawinan itu sendiri.
process of law.1Konsep equality before the
lawyang dimuat dalam Pasal 27 ayat (1)
dan
Kesiapan seorang suami dituntut
sebelum melakukan perkawinan poligami,
sama seperti kesiapan calon suami istri
untuk
melakukan
perkawinan.
Semua
perbedaan-perbedaan yang ada dibicarakan
untuk ditanggulangi di kemudian hari.
Dalam melakukan perkawinan poligami
paling sedikit ada tiga orang yang berperan
penting. Pertama, suami kemudian isteri
undang Dasar 1945 tersebut menjadi dasar
pertama dan terakhir istri kedua, begitu
perlindungan bagi warga negara agar
seterusnya sampai isteri kempat. Namun
yang paling berperan adalah sang suami.
1
Miriam Budiarjo, Dasar-dasar ilmu politik,
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1991, hlm.
23.
2
Amandemen
Undang-Undang
Dasar
Republik Indonesia 1945 , Terbitan Lembaga
Negara, Jakarta, 2004.
216
Al’Adl, Volume IX Nomor , Agustus
7
ISSN 979-4940/ISSN-E 2477-0124
Undang-undang Nomor 1 Tahun
masing-masing pihak mengerti akan hak
1974 tentang Perkawinan, menjelaskan
dan kewajiban serda dapat memahami
perkawinan
merupakan
kedudukan dalam perkawinan. Hak dan
pengecualian dari asas perkawinan yang
Kewajiban suami istri dalam Undang-
monogami.
poligami
Undang Perkawinan diatur dalam Pasal 30
merupakan pintu darurat yang hanya bisa
sampai dengan Pasal 34 Undang-Undang
ditempuh jika dipenuhi sejumlah syarat
Perkawinan, yaitu:
yang diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 5
1) Suami istri memikul kewajiban yang
luhur untuk menegak rumah tangga
yang menjadi sendi dasar dari susunan
masyarakat.
2) Hak dan Kedudukan istri adalah
seimbang dengan hak dan kedudukan
suami dalam kehidupan rumah tangga
dan pergaulan hidup bersama dalam
masyarakat.
3) Suami atau istri berhak untuk
melakukan perbuatan hukum.
4) Suami adalah kepala keluarga dan istri
adlah ibu rumah tangga
5) Suami istri harus mempunyai tempat
kediaman yang tetap yang ditentukan
secara bersama oleh suami istri
tersebut.
6) Suami istri wajib saling cinta mencintai,
hormat
menghormati,
setia
dan
memberi bantuan lahir batin yang satu
kepada yang lain.
7) Suami wajib melindungi istrinya dan
memberikan segala sesuatu keperluan
hidup berumah tangga sesuai dengan
kemampuannya.
8) Istri wajib mengatur urusan rumah
tangga sebaik-baiknya
9) Jika suami atau istri melalaikan
kewajiban masing dapat mengajukan
gugatan kepada pengadilan.
poligami
Perkawinan
Undang-undang
Perkawinan.
Terkait
syarat-syarat berpoligami dengan hal ini
ditegaskan dalam Undang-undang Nomor
1 tahun 1974 tentang Perkawinan pada
Pasal
1
Undang-Undang
Perkawinan
menjelaskan perkawinan adalah ikatan
lahir dan batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan
tujuan
membentuk
yang
tangga)
keluarga
bahagia
dan
(rumah
kekal
berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.
Ini berarti bahwa perkawinan tidak hanya
dilihat dari segi perjanjian lahiriah saja tapi
juga merupakan suatu ikatan kebatinan
antara
seorang
suami
istri
untuk
membentuk keluarga yang dalam hal ini
keturunan.
Ikatan lahir adalah ikatan secara
lahiriah dapat dilihat oleh masyarakat
disekelilingnya, sedangkan ikatan batin
adalah ikatan yang tidak dapat dilihat
tetapi sangat diperlukan untuk mencapai
tujuan perkawinan seperti tersebut diatas.
Tujuan perkawinan akan tercapai apabila
Pada pasal 31 ayat (1) Undangundang Perkawinan menegaskan bahwa
hak dan kedudukan suami istri dalam
rumah tangga dan masyarakat adalah
seimbang, ini berarti suami dan istri
217
Al’Adl, Volume IX Nomor , Agustus
7
ISSN 979-4940/ISSN-E 2477-0124
mempunyai tanggung jawab yang sama
Undang-undang Perkawinan yang telah
meskipun berbeda tugas dan fungsinya,
ada, tidak perlu lagi dilakukan revisi atau
demikian halnya yang berkaitan dengan
peruabahan, baik pasal ataupun ayatnya,
harta kekayaan dalam perkawinan baik
termasuk didalamnya tentang kebolehan
harta bersama maupun harta bawaan
perkawinan poligami bagi laki-laki (yang
sepanjang
tentunya
perkawinan.
dilakukan
perjanjian
Perkawinan
sebagaimana
dengan
ketat).Dan
persyaratan
Majelis
Ulama
yang
Indonesia
yang dimaksud dalam Undang-undang
menganggap
bahwa
Perkawinan lebih menonjol menganut asas
menghendaki
revisi
Monogami. Hal ini ditegaskan oleh Pasal 3
perkawinan hanya berdalih undang-undang
ayat (1) Undang-Undang Perkawinan yang
ini telah mendiskriminasikan perempuan
berbunyi bahwa pada asasnya dalam suatu
sebagai alasan utama, padahal sama sekali
perkawinan seorang pria hanya boleh
tidak demikian adanya, dan Undang-
mempunyai seorang isteri. Seorang wanita
undang Perkawinan ini sejatinya telah
hanya boleh mempunyai seorang suami,
mengakomodir
namun pada ayat (2) yang berbunyi
Negara Indonesia yang notabene mayoritas
Pengadilan, dapat memberi izin kepada
dihuni oleh umat muslim, maka kebolehan
seorang suami untuk beristeri lebih dari
Poligami dalam Al-qur’an patut kiranya
seorang apabila dikehendaki oleh pihak-
dan seyogyanya menjadi keharusan di beck
pihak yang bersangkutan. Dalam pasal ini
up oleh perundang-undangan.
memberikan
bagi
suami
Dalam
melakukan
mereka
yang
Undang-undang
kebutuhan
kenyataan
perkawinan poligami terlebih dahulu harus
poligami
yang terjadi
mendapat izin dari pengadilan.
banyak
menimbulkan
di
konstitusi
perkawinan
masyarakat
permasalahan
Namun, di sisi lain, tidak sedikit
dikemudian hari, ini dapat terlihat dari
pula pihak yang berseberangan dengan
hubungan ahli waris terhadap harta waris
kubu
dari orang tuanya sebab masing-masing
yang
menghendaki
perubahan
Pihak
anak keturunan dari perkawinan poligami
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat
merasa lebih berhak dari ibu yang lain
merupakan salah satu institusi yang secara
dalam mendapatkan harta warisan dari
tegas
Undang-Undang
Perkawinan.
adanya
amandemen
ayahnya.
Undang-undang
Perkawinan.
menjelaskan permasalahn yang muncul
Majelis Ulama Indonesia menganggap
akibat perkawinan poligami ini, maka
terhadap
menolak
Untuk
menjawab
dan
218
Al’Adl, Volume IX Nomor , Agustus
7
ISSN 979-4940/ISSN-E 2477-0124
penulis membahas kedudukan ahli waris
mengharamkannya. Dalam agama Hindu,
dalam pembagian harta waris dari anak
tidak melarang juga tidak menyarankan
yang
berpoligami.
dilahirkan
dalam
perkawinan
poligami menurut Undang-undang nomor
1 tahun 1974.
dalam
agama
budha
poligami dianggap sebagai keserakahan
Berdasarkan latar belakang diatas,
maka
Kalau
tulisan
ini
bertujuan
untuk
mengetahui dan menjelaskan:
(tidak
dianjurkan).
Sedangkan
agama
yahudi hampir sama sejarahnya dengan
kristen, awalnya diperbolehkan namun kini
1. Bagaimana pembagian harta waris
dilarang. Dinamika Pro-kontra terhadap
terhadap anak dalam perkawinan
perkawinan poligami ini akan selalu
poligami menurut Undang-undang
berjalan seiring dengan perkembangan
nomor 1 tahun 1974?
sistem sosial di masyarakat. Karena bila
2. Faktor
apa
yang
permasalahan
harta
menjadi
dikaji lebih teliti dan mendalami, dampak
dalam
pembagian
dan realitas sejarah perkawinan poligami
dari
perkawinan
dari dulu hingga sekarang tidak selamanya
waris
poligami?
menuai kontroversi.
Poligami merupakan suatu realitas
PEMBAHASAN
Pembagian
Anak
Harta
dalam
Menurut
dalam
Waris
Perkawinan
Undang-undang
Terhadap
Poligami
Nomor
1
Tahun 1974
sosial yang berbeda-beda interpretasi dan
implementasinya
antara
beberapa
masyarakat, disesuaikan dengan budaya
agama
dari
masing-masing
masyarakat, dan berkembang sejarahnya
dari masa ke masa, seperti halnya di
Agama
Kristen
yang
awalnya
boleh
menjadi tidak diperbolehkan. Dalam Islam
dibolehkan, tetapi setelah melihat realitas
poligami
ada
yang
terjadi
dimasyarakat, dimana seorang laki-laki
memiliki istri lebih dari seorang. Dalam
antropologi sosial poligami merupakan
praktik pernikahan kepada lebih dari satu
Poligami Adalah sebuah sistem
dan
perkawinan
juga
sebagian
suami atau istri (sesuai dengan jenis
kelamin
orang
yang
bersangkutan)
sekaligus pada suatu saat (berlawanan
dengan monogamy, dimana seseorang
memiliki hanya satu suami atau istri pada
suatu saat) dan poligami terbagi tiga
bentuk, yaitu poligami seseorang pria
memiliki beberapa istri sekaligus, dan
poliandri dimana seorang wanita memiliki
beberapa suami sekaligus dan pernikahan
ulama
219
Al’Adl, Volume IX Nomor , Agustus
7
kelompok
yaitu
dengan berbagai macam argumentasi, baik
kombinasi poligami dan poliandri dan
yang bersifat normatif karena dipandang
ketiga bentuk poligami tersebut ditemukan
sebagai
dalam sejarah, namun poligami merupakan
menyelesaikan fenomena perselingkuan
bentuk yang paling umum terjadi.3
dan prostitusi.
(group
marriage)
ISSN 979-4940/ISSN-E 2477-0124
salah
satu
alternatif
untuk
Fenomena perkawinan poligami di
Secarapsikologis dimana perasaan
masyarakat semakin marak akhir-akhir ini,
seorang istri menyalahkan dirinya sendiri
terutama yang dipertontonkan di media
karena
elekrotnik maupun di media cetak baik
berpoligami adalah akibat dari ketidak
perkawinan poligami itu dilakukan oleh
mampuan dirinya memenuhi kebutuhan
para tokoh politik, tokoh agama (ulama),
biologis
dan dari kalangan birokrasi atau pejabat
dengan ketidakadilan jender dimana laki-
negara, bahkan dari kalangan atris dan
laki boleh menikah lebih dari satu kali
lainnya. Poligami yang berlangsung saat
sementara perempuan tidak boleh dan
ini tidak mengenal batas baik dalam hal
menurut Ridwan istilah poligami berasala
jumlah istri maupun syarat moralitas
dari bahasa yunani yang terdiri dari polu
keadilan. Terutama poligami yang banyak
yang berarti banyan dan kata gune yang
terjadi di masyarakat saat ini adalah
berarti
poligami (kawin Kontrak) dilakukan secara
mempunyai arti suatu perkawinan antara
diam-diam maksud perkawinan poligami
stu orang laki-laki dengan lebih dari
itu tidak tercatat di Lembaga Pencatat
seorang perempuan.4
merasa
suaminya
Pembatasan poligami yang sangat
bahkan
perempuan.
Dalam
Perkawinan.
tindakan
Jadi
perkawinan
suaminya
dikaitkan
poligami
poligami
merupakan perbuatan hukum sebagaimana
ketat dalam ajaran Islam seharusnya
pasal
dimaknai sebagai suatu cita-cita luhur dan
Perkawinan dan perkawinan poligami yang
ideal Islamuntuk menghapuskan poligami
dilakukan
secara
kehidupan
akanmelahirkan generasi penerus(anak-
masyarakat. Poligami merupakan salah
anak) sebagai maksud dan tujuan dari
satu persoalan dalam perkawinan yang
perkawinan itu yaitu hidup yang bahagia
paling
dan
gradual
banyak
dalam
dibicarakan
sekaligus
4
ayat
secara
melahirkan
(1)
Undang-Undang
konstitusional
keturunan.
dan
Dalam
kontroversial. Satu sisi poligami ditolak
4
3
Wikipedia Ensiklopedia bebas, 11 Agustus
2009 diakses tanggal 24 Juli 2017.
Ridwan Syahrani, 1978, Masalah-masalah
Hukum Perkawinan di Indonesia , Bandung Alumni,
Bandung, 1978, hlm.79.
220
Al’Adl, Volume IX Nomor , Agustus
7
ISSN 979-4940/ISSN-E 2477-0124
perkawinan apakah perkawinan monogami
melaksanakan perkawinan poligami harus
atau poligami akan berakibatkan dan
memenuhi syarat, yaitu:
melahirkan peristiwa hukum yaitu hukum
waris sebab anak yang lahir atau anak
didalam kandungan apabila dia lahir
1. Istri tidak dapat memnjalankan
kewajibannya sebagai isteri;
2. Istri mendapat cacat badan atau
dengan selamat dia sebagai pendukung hak
penyakit
dan kewajiban.
disembuhkan;
Pada
dasarnya
kewajiban-kewajiban
hak-hak
dalam
dan
lapangan
hukum kekayaan atau harta benda yang
dapat diwaris. Hukum waris sangat erat
kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan
3. Istri
yang
tidak
tidak
dapat
dapat
melahirkan
keturunan;
4. Adanya
persetujuan
dari
isteri/isteri-isteri;
5. Adanya kepastian bahwa suami
manusia, sebab setiap manusia pasti akan
mampu
mengalami
keperluan hidup isteriisteri dan
peristiwa
hukum
yang
dinamakan kematian.5
tidak
perkawinan
biasa
keperluan-
anak-anak mereka; dan
Dalam perkawinan poligami pada
dasarnya
menjamin
bedanya
sebagaimana
dengan
dalam
Pasal 2 Undang-undang Perkawinan yang
6. Adanya jaminan bahwa suami akan
berlaku adil terhadap isteri-isteri
dan anak-anakmereka.
Dengan
demikian
dalam
berbunyiPerkawinan adalah sah apabila
perkawinan
dilakukan menurut hukum masing-masing
diamanat Undang-undang perkawinan dan
agama dan kepercayaannya itu. Dan pada
memenuhi persyaratan maka istri kedua
Pasal 4 ayat (1) berbunyi Dalam hal
dan seterusnya dan anak yang dilahirkan
seorang suami akan beristri lebih dari
dapat disebut sebagai ahli waris, dan
seorang, sebagaimana tersebut dalam pasal
perkawinan tersebut harus tercatat
3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia
wajib
mengajukan
permohonan
ke
Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
Akan tetapi yang membedakannya
poligami
sebagai
yang
Pada dasar hukum waris yang
berlaku dan diterima masyarakat Indonesia
ada tiga yaitu, hukum waris adat, hukum
waris Islam dan hukum waris perdata.
dengan
perkawinan
poligami
dimana
Menurut hukum Islam waris dimana suami
seorang
laki-laki
untuk
dapat
menikah lebih dari satu kali (poligami)
5
Effendi Prangin-angin,Hukum waris, PT.
Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 30.
secara legal dan meninggal dunia, maka
221
Al’Adl, Volume IX Nomor , Agustus
7
ISSN 979-4940/ISSN-E 2477-0124
terdapat perhitungan pembagian adalah
hukum (privat materiil) yaitu hukum
harta bersama baik pada istri pertama
pokok
maupun istri kedua. Dalam pembagian
perorangan, hak dan kewajiban diantara
waris menurut Islam dan apabila harta
anggota masyarakat khususnya wilayah
waris akan dibagikan, terlebih dahulu
keluarga. Dalam pembagian waris menurut
harus dikeluarkan dari harta waris itu
hukum perdata yaitu tidak seorang ahli
adalah:
warispun dapat di paksa untuk membiarkan
yang
mengatur
kepentingan
1. Zakat dan sewa;
harta waris tidak terbagi dan pembagian
2. Biaya pengurusan jenazah;
harta waris dapat dituntut setiap saat.7
Pasal 94 ayat (1) Undang-undang
3. Hutang hutang pewaris; dan
4. Wasiat
yang tidak boleh dari
nomor 1 tahun 1974 dan kompilasi hukum
sepertiga harta warisan
islam
Sedangkan waris adat merupakan
perkawinan
cerminan dari hukum adat dan memuat
mempunyai
garis-garis ketentuan tentang sistem dan
masing-masing terpisah dan berdiri sendiri
asas hukum waris, dan pelaksanaan waris
dan ketentuan ini menjelaskan bahwa harta
adat
dan
waris dalam perkawinan poligami tetap
wilayah
ada., tetapi dipisahkan antara milik istri
tidak
pelaksanaan
berlaku
sesuai
universal
dengan
pertama,
adatnya.
Sementara itu hukum waris adat
selalu
menyebutkan
didasarkan
atas
pertimbangan,
harta
seorang
istri
istri
suami
lebih
kedua
waris
dari
dan
dari
yang
seorang,
seterusnya.
Penentuan tentang kepemilikan harta waris
dalam
hal
perkawinan
poligami
ini
walaupun hukum waris adat mengenal asas
ditentukan pada saat berlangsungnya akad
kesamaan hal ini tidak berarti bahwa setiap
perkawinan yang kedua,perkawinan ketiga,
waris akan mendapat bagian warisan dalam
dan saat perkawinan yang keempat.
jumlah yang sama, dengan nilai harga yang
Ketentuan harta waris juga diatur
sama atau menurut banyaknya bagian yang
dalam Undang-Undang Perkawinan nomor
sudah ditentukan.6
1 tahun 1974
Hukum waris dalam sistem hukum
perdata sangat berbeda dengan sistem
Pasal 65 ayat (1)
menegaskan bahwa jika seorang suami
berpoligami:
waris Islam dan waris adat, Hukum perdata
merupakan hukum yang meliputi semua
7
6
Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, PT.
Citra Aditya Bakti, Jakarta, 1980, hlm.7.
Suparman, Hukum waris Indonesia (Dalam
Perspektif Islam, Adat dan BW), PT. Rafika
Aditama, Bandung, 2007, hlm.60.
222
Al’Adl, Volume IX Nomor , Agustus
7
ISSN 979-4940/ISSN-E 2477-0124
1. Suami wajib memberi jaminan
gugatan
waris
penggugat
hendaknya
hidup yang sama kepada semua
membuat daftar-daftar harta waris dan
istri dan anaknya;
bukti-buktinya bahwa harta yang digugat
2. Istri yang kedua dan seterusnya
tersebut adalah harta waris artinya bahwa
tidak mempunyai hak atas harta
harta tersebut bukan harta bawaan dari istri
waris yang telah ada sebelum
yang lain dan harta tersebut harus dapat
perkawinan dengan istri kedua atau
dibuktikan sebagai harta bersama atau
berikut itu terjadi;
harta tersebut diperoleh selama perkawinan
3. Semua istri mempunyai hak yang
dan
dan
disebutkan
dalam
alas
an
sama atas harta waris yang terjadi
pengajuan gugatan (posita) yang kemudian
sejak perkawinan masing-masing.
disebut dalam permintaan pembagian harta
Dengan demikian jelas dimana
dalam berkas tuntutan (petitum).
kedudukan harta waris istri pertama dari
Ketentuan tentang pembagian waris
suami yang berpoligami mempunyai hak
didasarkan pada kondisi yang menyertai
atas harta waris yang dimilikinya bersama
hubungan
hukum
dengan
kematian,
perceraian
suaminya.
Istri
kedua
dan
perkawinan,
dan
seperti
sebagainya.
seterusnya berhak atas harta waris bersama
Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1974
dengan suaminya sejak perkawinan mereka
tentang
berlangsung dan kesemua istri memiliki
nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan
yang sama atas harta waris tersebut.
Pasal 24 ayat (2) menyebutkan bahwa
pelaksanaan
Undang-undang
dalam
selama berlangsungnya gugatan pembagian
dapat
waris atas permohonan penggugat dan
dilakukan secara bermusyawarah oleh para
tergugat, maka dapat menentukan siapa
ahli waris dan terjadi perselisihan antara
saja yang berhak menerima waris dan
suami istri tentang harta waris, maka
beberapa besar bagian diterima oleh
penyelesaian perselisihannya itu diajukan
masing-masing
kepada
perkawinan
Selanjutnya
pembagian
harta
apabila
waris
pengadilan
penyelesaian
melalui
tidak
agama
jalur
dan
pengadilan
ahli
poligami.
waris
dalam
Selanjutnya
disamping pembagian harta waris melalui
adalah sebuah pilihan. Secara umum
putusan
pengadilan,
pelaksanaan
pembagian harta waris baru bisa dilakukan
pembagian waris dapat pula dilakukan
setelah adanya kematian sang suami dalam
berdasarkan atas kesepakatan para ahli
perkawinan poligami. Dalam melakukan
waris dalam perkawinan poligami, artinya
223
Al’Adl, Volume IX Nomor , Agustus
7
ISSN 979-4940/ISSN-E 2477-0124
para pihak sepakat untuk melaksanakan
dan hubungan baik dalam keluarga tetap
pembagian waris dengan kesepakatanya.
terjaga dengan baik dan bermusyawarah ini
Dalam
waris
dapat menyamping ketentuan hukum, baik
berdasarkan kesepakatan ini mempunyai
hukum islam, hukum adat dan hukum
banyak nilai yang lebih baik dari pada
perdata.
pembagian waris melalui atas berdasarkan
musyawarah mufakat maka pembagian
ketentuan pengadilan. Dalam pembagian
harta waris melalui pengadilan, apakah
harta
Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri.
pelaksanaan
waris
pembagian
melalui
musyawarah
ini
Tapi
apabila
tidak
tercapai
dimana hubungan antar ahli waris tidak
akan terputus dan tidak akan menimbulkan
dendam antar ahli waris dikemudian hari.
Maka untuk mendapat kedudukan
Analisis
Pembagian
1. Perkawinan dilakukan sebagaimana
pasal
4
Undang-Undang
Perkawinan yaitu harus mendapat
persetujuan
dari
pengadilan harus mendapat izin
perkawinan
harus
dilakukan dan di catat di lembaga
Poligami yang sering terjadi di
perkawinan
masyarakat yang berkembang sekarang
sesungguhnya merupakan akumulasi atau
disebabkan dari sedikitnya ada tiga faktor,
yaitu:
khususnya
Undang-undang
Perkawinan;
masyarakat yang memandang istri
hanyalah teman wingking, harus
ikut apa mau suami dan tidak boleh
Pencatat Perkawinan;
4. Diperlukannya
dari
2. Masih kentalnya budaya patriarki di
dari istri pertama;
3. Pelaksanaan
Waris
1. Lumpuhnya sistem hukum kita,
persetujuan dari Pengadilan;
2. Pengajuan
Harta
dalam
Perkawinan Poligami
dan status sebagai ahli waris dalam
perkawinan poligami, maka perkawinan:
Permasalahan
perjanjian
sehingga
bisa
membedakan harta bawaan dengan
harta bersama.
Dalam pembagian waris terhadap
ahli waris dalam perkawinan poligami
sebaiknya dilakukan dalam musyawarah
mufakat dalam keluarga, sehingga keadilan
menolak;
3. Kuatnya interpretasi agama yang
bias jender dan tidak akomodatif
terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Interpretasi
agama
yang
memposisikan istri hanya sebagai
obyek
seksual,
tidak
memiliki
kemandirian sebagai manusia utuh.
Realitas sosiologis di masyarakat
224
Al’Adl, Volume IX Nomor , Agustus
7
ISSN 979-4940/ISSN-E 2477-0124
menjelaskan bahwa poligami selalu
dikaitkan dengan ajaran Islam.
8
perkawinan maupun perceraian.Pasal 1
hurup f ketentuan umum kompilasi hukum
Pasal 65 ayat (1) Undang-undang
Islam menyebutkan harta kekayaan dalam
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
perkawinan atau syirkah adalah harta yang
memberi
diperoleh secara sendiri-sendiri maupun
kemungkinan
poligami itu
perkawinan
didasarkan
atas
hukum
bersama-sama dalam ikatan perkawinan
berlangsung
lama, disamping
Ketentuan
yang disebut
dalam
tanpa
mempersoalkan
terdaftar atas nama siapa.
Pasal 3 ayat (1) Undang-undang nomor 1
Sejak mulai perkawinan terjadi,
tahun 1974. Dan menurut Pasal 66
suatu percampuran antara kekayaan suami
Undang-undang nomor 1 tahun 1974,
dan
bahwa yang di maksud dengan hukum
goederen), jiakalau tidak ada diadakan
lama adalah ketentuan-ketentuan hukum
perjanjian
baik yang tertulis.
demikian itu berlangsung seterusnya dan
kekayaan
isteri
apa-apa.
(algehele
Keadaan
van
yang
Undang-undang
tak dapat diubah lagi sleama perkawinan.
Hukum Perdata (KUH Perdata), Huwelije
Jikalau orang ingin menyimpang dari
Ordonantie Christen Indonesie S. 1933
peraturan umum itu, ia harus meletakkan
Nomor 74 (HOCI)Peraturan Perkawinan
keinginannya itu dalam suatu “perjanjian
Campur
perkawinan”
Misalnya
Kitap
(Regeling
op
de
Gemengde
(huwelijksvoorwaarden).
Huwehjke S. 1898 nomor 158) yang setelah
Perjanjian
berlakunya
1
diadakan sebelumnya pernikahan ditutup
tahun 1974 tentang perkawinan dinyatakan
dan harus diletakkan dalam suatu akte
tidak berlaku lagi, maupun hukum yang
notaris.
tidak tertulis yaitu ketentuan-ketentuan
diletakkan dalam perjanjian itu, tak dapat
hukum perkawinan dalam hukum adat.
diubah
selama
undang
menghendaki
Undang-Undang
nomor
Perkawinan Poligami sebagai suatu
yang
Juga
demikian
keadaan
ini,
harus
sebagaimana
perkawinan.
Undang-
supaya
keadaan
perbuatan hukum tentu akan membawa
kekayaan dalam suatu perkawinan itu
konsekwensi hukum tertentu diantaranya
tetap.
dalam
kepentingan-kepentingan pihak ketiga.
lapangan
harta
kekayaan
perkawinan, yang apabila dikemudian hari
perkawinan berakhir baik oleh karena
8
Siti Musdah Mulia, Islam menggugat
Poligami, PT. Gramedia, Jakarta, 2005, hlm.8.
Ini
demi
Percampuran
untuk
melindungi
kekayaan,
adalah
mengenai seluruh activa dan passiva baik
yang dibawa oleh masing-masing pihak
225
Al’Adl, Volume IX Nomor , Agustus
7
ISSN 979-4940/ISSN-E 2477-0124
kedalam perkawinan maupun yang akan
melakukan pengurusan yang sangat buruk
diperoleh
(wanbeheer)
dikemudian
hari
selama
meminta
kepada
hakim
perkawinan. Kekayaan bersama itu oleh
supaya diadakan “pemisahan kekayaan”
undang-undang
atau
dnamakan
“gemeenschap”.
kalau
si
suami
mengobralkan
kekayaannya dapat dimintakan curatele.
Yang dapat diperjanjikan dalam
diambil oleh si isteri di dalam perkawinan,
perjanjian perkawinan adalah:
1. Bahwa meskipun akan berlaku
percampuran
kekayaan
Selain dua macam tindakan yang dapat
antara
ia juga diberikan hak untuk, apabila
perkawinan
dipecahkan,
melepaskan
suami dan isteri, beberapa benda
haknya atas kekayaannya bersama (Afstand
tertentu
doen van de gemeenschap). Tindakan ini
tidak
akan
termasuk
percampuran itu;
2. Juga seorang yang memberikan
bermaksud untuk menghindarkan diri dari
penagihan hutang-hutang gemeenschap,
sesuatu benda kepada salah satu
yaitu
pihak dapat memperjanjikan bahwa
bersama, baik hutang itu telah diperbuat
benda tersebut tidak akan jatuh di
oleh suami maupun si isteri seniri.
dalam percampuran kekayaan;
Menghindarkan diri dari penagihan hutang
3. Benda yang demikian itu, akan
hutang
bersama,
baik
hutang
pribadi tentu saja tak mungkin.
Hutang
menjadi milik pribadi pihak yang
oleh
gemeenschap
memperolehnya.
diperbuat
Hak mengurus kekayaan bersama
pembelian bahan-bahan makanan untuk
(gemeenschap) berada ditangan suami,
rumah tangga. Hutang pribadi, misalnya
yang dalam hal ini mempunyai kekuasaan
biaya
yang sangat luas. Selain kekuasaannya
isteri.Gugatan
hanya terletak dalam larangan untuk
pemisahan kekayaan, harus diumumkan
memberikan dengan percuma benda-benda
dahulu sebelum diperiksa dan diputuskan
yang bergerak kepada lain orang selain
oleh hakim, sedangkan putusan hakim ini
kepada anaknya sendiri, yang lahir dari
pun harus diumumkan. Ini untuk menjaga
perkawinan itu (pasal 124 ayat 3).
kepentingan-kepentingan
perbaikan
si
isteri,
yang
rumah
untuk
misalnya
pribadi
si
mendapatkan
pihak
ketiga,
Terhadap kekuasaan suami yang
terutama orang-orang yang mempunyai
sangat luas itu, kepada si isteri hanya
piutang terhadap si suami. Mereka itu
diberikan hak untuk apabila si suami
226
Al’Adl, Volume IX Nomor , Agustus
7
ISSN 979-4940/ISSN-E 2477-0124
dapat mengajukan perlawanan terhadap
itu segala sesuatu yang berkenaan dengan
diadakan pemisahan kekayaan.
hubungan perkawinan mereka termasuk
Selain
membawa
pemisahan
herta
benda
menjadi
milik
bersama.
kekayaan, putusan hakim berakibat pula, si
Mereka berdua wajib memegang teguh
isteri memperoleh kembali haknya untuk
janji suci tersebut sebagaimana bunya dari
mengururs kekayaannya sendiri dan berhak
akad nikah dan jika perkawinan mereka
mempergunakan
penghasilannya
putus (kematian dan atau perceraian) harus
sendiri sesukanya. Akan tetapi, karena
ada yang dibagi termasuk harta bersama
perkawinan belum diputuskan, ia masih
tersebut dan dapat dikatakan sebagai harta
tetap tidak cakap menurut undang-undang
waris apabila pihak suami meninggal
untuk
dunia.
segala
bertindak
sendiri
di
dalam
hukum.Pemisahan kekayaan dapat diakhiri
Dalam perkawinan poligami baik
atas persetujuan kedua belah pihak dengan
dilihat dari Hukum Perdata, Hukum Adat
meletakan persetujuan itu di dalam suatu
atau dilihat dari Hukum Islam banyak
akte notaris,
mendapat kesulitan untuk menentukan
yang harus diumumkan
untuk
harta bersama, karena dalam perkawinan
pengumuman hakim dalam mengadakan
poligami yang sering terjadi di Indonesia
pemisahan itu.
dalam
seperti
yang
ditentukan
Bukan saja di hukum perdata dan
prakteknya
didaftarkan
pada
sangat
lembaga
jarang
pencatat
hukum adat, tetapi di dalam hukum Islam
perkwainan. Karena untuk mencatatkan
lebih
harta
perkawinan dalam perkawinan poligami
sebagaimana surat An Nissa ayat 11-12
haruslah mendapat persetujuan atau izin
dan ayat 21 juga menunjukan kepada
dari istri pertama dan kedua dan seterusnya
adanya persekutuan milik antara ahli waris
melalui
terhadap harta warisan yang belum dibagi,
prakteknya
dan istri berhak setengah dari harta yang
perempuan atau istri pertama dan kedua
didapatkan sepanjang perkawinan, sebab
memberikan
perkawinan itu sebagai suatu perjanjian
melakukan perkawinan poligami.
jelas
diatur
persekutuan
Pengadilan.
jarang
izin
Sebab
terjadi
agar
suami
dalam
seorang
dapat
yang suci, kuat dan kokoh. Artinya
Karena perkawinan poligami ini
perkawinan yang melalui ijab dan Kabul
tidak tercatat, ini akan menimbulkan
dan memenuhi syarat rukunya merupakan
hambatan
syirkah antara suami dan istri. Oleh karena
melaksanakan atau melakukan pembagian
dikemudian
hari
dalam
227
Al’Adl, Volume IX Nomor , Agustus
7
ISSN 979-4940/ISSN-E 2477-0124
waris dalam perkawinan poligami, sebab
yang dilahirkan dari poligami hanya
sang suami (laki-laki) biasanya tidak
mempunyai hubungan hukum sama ibu
pernah memberitahukan bahwa sang suami
dan keluarga ibu, maka sangat dianjurkan
telah melakukan poligami, dengan tidak
bagi
tercatat
poligami untuk mendaftar pernikahannya.
ini
berakibatkan
akan
sulit
wanita melakukan
perkawinan
Tetapi
Secara hukum bagi wanita yang
perkawinan kedua dan seterusnya besar
terkait dalam perkawinan poligami dalam
kemungkinan mempunyai status hukum
menuntut haknya selaku ahli waris, maka
secara agama, adat syah dan jelas tetapi
wanita (istri kedua, ketiga dan seterusnya)
perkawinan sering dilakukan secara di
yang bersangkutan harus memohon isbat
bawah tangan. Perkawinan di bawah
nikah melalui Pengadilan Agama, setelah
tangan atau tidak didaftarkan di Lembaga
melakukan
Pencatat Perkawinan ini akan menyulitkan
barulah kemudian yang bersangkutan dapat
bagi istri kedua, istri ketiga dan seterusnya
melakukan
untuk
sebagai ahli waris berikut berhak untuk
melakukan
pembagian
menuntut
waris.
hak-haknya
dalam
permohonan
gugatan
isbat
untuk
ditetapkan
perkawinan poligami termasuk juga dalam
mendapatkan
menjadi
dengan ketentuan hukum yang berlaku.
bagian
ahli
waris
dalam
pembagian
nikah
waris
sesuai
Pada dasarnya perkawinan poligami akan
perkawinan tersebut.
Menurut Pasal 42 dan Pasal 43
menciptakan permusuhan antara sesame
Perkawinan
istri-istri dan anak-anak dari perkawinan
menjelaskan bahwa anak yang sah adalah
tersebut, dengan demikian tidak jarang
anak yang dilahirkan dalam atau sebagai
dalam
akibat perkawinan yang sah dan anak yang
akhirnya akan menimbulkan sengketa yang
dilahirkan di
tidak berkesudahan.
dalam
Undang-Undang
luar perkawinan hanya
pembagian
harta
waris
pada
mempunyai hubungan perdata dengan
Secara umum pembagian waris
ibunya dan keluarga ibunya. Artinya
dalam perkawinan poligami akan menemui
bahwa perkawinan poligami itu sangat
hambatan
diwajibkan
sebagaimana
pembagiannya, jika semua pihak yang
dianjurkan Undang-undang Perkawinan
terlibat tidak ada rasa salin percaya sesame
dan hasil perkawinan harus dicatat di
antara mereka. Kalau lah para pihak saling
Lembaga Pencatat Perkawinan dan apabila
percaya satu sama lain maka pembagian
tidak dilakukan maka kedudukan anak
harta waris dapat dilakukan dengan cara
melalui
dalam
pelaksanaan
228
Al’Adl, Volume IX Nomor , Agustus
7
ISSN 979-4940/ISSN-E 2477-0124
menunjukan seorang mediator yang dapat
Maka dari hal diatas jelas sekali
mengkomunikasikan agar pembagian waris
yang menjadi hambatan persoalan untuk
dapat dibagikan menurut kesepakatan.
menentukan ahli waris dan harta waris
Akan tetapi pada kenyataannya hal tersebut
terhadap suami apa bila berakhirnya
sangat
perkawinan baik meninggal dunia atau
lah
sulit
dilakukan
karena
disamping jarang ada orang yang dapat
perceraian.
diterima oleh semua pihak untuk menjadi
mediator dikarenakan para pihak berangkat
PENUTUP
Berdasarkan
dari keadaan yang tidak mempercayai satu
pembahasan
dari
uraian dalam tulisan ini sesuai dengan
sama lain.
Dengan demikian Faktor apa yang
menjadi permasalahan dalam pembagian
harta waris dari perkawinan poligami,
permasalahan diangkat oleh penulis, maka
dapat
diambil
kesimpulan
bagaimana
pembagian harta waris terhadap anak
dalam perkawinan poligami dan faktor
yaitu:
1. Pelaksanaan Perkawinan Poligami
dilakukan
secara
rahasia
atau
dialakukan perkawinan dibawah
2. Perkawinan
poligami
tidak
mendapat izin dari istri pertama;
3. Perkawinan poligami tidak pernah
di laporkan dan dicatat di Lembaga
pembagian
harta
waris
dapat
diakui
waris:
1. Ahli
4. Tidak jelasnya status harta dan
harta tersebut tidak terdaftar;
5. Tidak ada pemisahan antara harta
bersama dengan harta bawaan dari
tidak
ada
perjanjian perkawinan.
Nomor
1
Tahun
1974
dan
perkawinan itu tercatat di Lembaga
Pencatat Perkawinan.
tercatat
perkawinan
dilakukan
di
Lembaga
Pencatat
Perkawinan, maka istri dan anak
dari perkawinan poligami tidak
punya hak sebagai ahli waris
kecuali
perkawinan pertama;
melakukan
dilakukan menurut Undang-undang
2. Apabila perkawinan poligami tidak
Pencatat Perkawinan;
poligami
dalam
sepanjangan perkawinan poligami
tangan;
6. Setiap
permasalahan
Istri
dari
perkawinan
poligami yang bersangkutan harus
mengajukan memohon isbat nikah
melalui Pengadilan Agama.
229
Al’Adl, Volume IX Nomor , Agustus
7
ISSN 979-4940/ISSN-E 2477-0124
3. Harta waris yang dapat dibagikan
Al-Qur’an.
adalah harta bersama dimana harta
Al-Hadits.
diperoleh masa perkawinan.
Undang-undang Dasar Republik Indonesia
Tahun 1945
4. Terjadinya
permasalahan
dalam
penentuan ahli waris dan harta
waris tidak dapat dipisahkan antara
harta bawaan dan harta bersama
pada perkawinan poligami.
5. Dalam perkawinan poligami tidak
pernah
dilakukan
perkawinan
perjanjian
menyangkut
status
harta.
Undang-Undan Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan.
Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009
tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama
(UUPA).
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999
tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 14 Tahun 1970
tentang
Ketentuan
Pokok
Kekuasaan Kehakiman.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Effendi
Prangin-angin, 2003, Hukum
Waris, Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada.
Hilman Hadikusuma, 1980, Hukum Waris
Adat, PT. Citra Aditya Bakti
Jakarta.
Miriam Budiarjo,1991,Dasar-dasar ilmu
politik, PT. Gramedia Pustaka
Utama Jakarata.
Ridwan Syahrani, 1978, Masalah-masalah
Hukum Perkawinan di Indonesia ,
Bandung: Alumni Bandung,
Siti Musdah Mulia,2005,Islam menggugat
Poligami. PT. Gramedia Jakarta.
Syarifuddin,2006,Hukum
Perkawinan
Islam di Indonesia , Pranada Media
Jakarta.
Suparman, 2007,Hukum waris Indonesia
(Dalam Perspektif Islam, Adat dan
BW), PT. Rafika Aditama.
Peraturan
Perundang-undangan
dan
lain-lain
230