Judul Peningkatan Kualitas Pembelajaran. docx

1. Judul
Peningkatan Kualitas Pembelajaran Matematika Melalui Model Problem Based Learning
pada siswa kelas IV SDN Kandri 01 Semarang
2. Bidang Kajian
Strategi Pembelajaran dan Model pembelajaran Problem Based Learning
3. Pendahuluan
3.1 Latar Belakang Masalah
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006
tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah menerangkan bahwa
matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern,
mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.
Mata pelajaran matematika dalam satuan pendidikan SD/MI memiliki ruang lingkup yang
meliputi aspek-aspek bilangan, geometri, pengukuran, dan pengolahan data. Keberadaan
mata pelajaran matematika tersebut perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari
sekolah dasar untuk membekali siswa berfikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif dan
kemampuan bekerja sama serta dapat membekali siswa dengan kemampuan memecahkan
masalah. Dalam mengembangkan kemampuan tersebut pendekatan pemecahan masalah
merupakan fokus dalam pembelajaran matematika sehingga dalam setiap kesempatan
pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai
dengan situasi (contextual problem). Selain itu, siswa pada tingkat kelas awal Sekolah
Dasar masih memiliki pola pemikiran yang holistic, hal ini diatur pula dalam

Permendiknas nomor 22 tahun 2006 bahwa pembelajaran pada kelas I sampai dengan III
dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan pada kelas IV sampai dengan VI
dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran. Mendukung peraturan-peraturan di atas,
disebutkan pula dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 41 tahun 2007

bahwa proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi siswa untuk
berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa.
Menurut Treffers (dalam Shoimin, 2014 : 147-148) ada dua jenis matematisasi,
yaitu matematisasi horisontal dan vertikal. Dalam matematika horisontal siswa
menggunakan matematika untuk mengorganisasikan dan menyelesaikan masalah yang
ada pada situasi nyata. Sementara matematisasi vertikal berkaitan dengan proses
pengorganisasian kembali pengetahuan yang telah diproses dalam simbol matematika
yang lebih abstrak.
Pendapat mengenai sifat abstrak matematika dikuatkan oleh Marti (dalam
Sundayana, 2013 : 3), obyek matematika yang bersifat abstrak tersebut merupakan
kesulitan tersendiri yang harus dihadapi peserta didik dalam mempelajari matematika.
Tidak hanya peserta didik, guru pun juga mengalami kendala dalam mengajarkan
matematika yang sifatnya abstrak tersebut. Konsep-konsep matematika dapat dipahami

dengan mudah bila bersifat konkrit. Karenanya pengajaran matematika harus dilakukan
secara bertahap. Pembelajaran matematika harus dimulai dari tahapan konkrit. Lalu
diarahkan pada tahapan semi konkrit, dan pada akhirnya siswa dapat berfikir dan
memahami matematika secara abstrak.
Pembelajaran yang mampu mengembangkan konsep di atas, akan meningkatkan
kualitas dalam pembelajaran khususnya pembelajaran matematika. Sehingga kualitas
pembelajaran inilah yang nanti menjadi inti dari kualitas mutu pendidikan.
Kenyatan yang terjadi di SD Negeri Kandri 01 Semarang khususnya di kelas IV
yang tergambar dalam catatan lapangan yang diperoleh selama pengamatan pembelajaran
berlangsung khususnya dalam pembelajaran matematika. Guru membuka pelajaran

dengan langsung mengarahkan siswa untuk membuka buku paket tanpa diawali dengan
apersepsi dan pengenalan masalah sebelum masuk ke pembelajaran termasuk
memperkenalkan siswa pada hal yang sifatnya nyata. Selanjutnya, guru menjelaskan
materi dengan ceramah tanpa melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran,
memberikan contoh soal dari buku paket dan menjelaskannya di papan tulis, seolah-olah
gurulah yang menjadi pusat dari pembelajaran dan menjadikan siswa sebagai objek
pembelajaran. Terlebih permasalahan akan terlihat dari pembelajaran matematika yang
menuntut siswa untuk menghafalkan berbagai rumus hitungan dalam jangka waktu yang
telah ditentukan. Hal ini akan berdampak ketika siswa menemui permasalahan lain

walaupun dalam konteks pembelajaran yang sama. Beberapa waktu kemudian, sebagian
besar siswa mulai terlihat jenuh dan mereka mengalihkan perhatian pada hal lain seperti
bermain-main alat tulis, bergurau, mengganggu temannya yang lain, mengantuk, keluar
dari kelas, berlari-larian, dan tidak mau bertanya apabila belum mengerti. Di akhir
pembelajaran, guru meminta siswa mengerjakan soal latihan dibuku paket, saat
mengerjakan soal siswa terlihat ada yang mencontek pekerjaan temannya, ada pula yang
hanya memandangi soal dan tidak segera mengerjakan, ada pula yang langsung
mengerjakan dengan cepat, namun ada pula yang selalu mengeluh pada guru karena tidak
bisa mengerjakan soal.
Dari pembelajaran tersebut seperti dijelaskan di atas bahwa guru masih menjadikan
dirinya sebagai pusat pembelajaran, dominan menggunakan ceramah dalam proses
pembelajaran, terpaku pada buku paket dan tidak mengajak siswa aktif berkontribusi
langsung selama proses pembelajaran.. Hal ini mengakibatkan rendahnya kualitas
pembelajaran matematika di kelas tersebut yang ditunjukkan melalui hasil analisis data

nilai tes yang diperoleh siswa yaitu nilai terendah 35 dan nilai tertinggi 100 dengan
tingkat ketidak tuntasan sebesar 64,7% (22 siswa) dan yang tuntas hanya 35,3% (12
siswa) dari 34 siswa, sehingga rerata kelas yang diperoleh adalah 63,82. Ini sangat jauh
dari KKM untuk mata pelajaran Matematika yaitu 66.
Berdasarkan diskusi bersama tim kolaborasi, maka peneliti akan melakukan

penelitian tindakan kelas untuk memecahkan permasalahan diatas dengan menerapkan
pembelajaran yang lebih inovatif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika
yakni dengan model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning).
Problem Based Learning atau Pembelajaran Berbasis Masalah didasarkan atas
teori

psikologi

kognitif,

terutama

berlandaskan

teori

Piaget

dan


Vigotsky

(konstruktivisme). Menurut teori konstruktivisme, siswa belajar mengkonstruksi
pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungannya. Pembelajaran berbasis masalah
(PBL) dapat membuat siswa belajar melalui upaya penyelesaian permasalahan dunia
nyata (real world problem). (Sani 2014 : 127)
Menurut Hosnan (2014 : 295) Model Problem Based Learning ini bercirikan
penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu yang harus dipelajari siswa untuk
melatih dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah serta
mendapatkan pengetahuan konsep-konsep penting, di mana tugas guru harus
memfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai keterampilan mengarahkan diri.
Pembelajaran berbasis masalah, penggunaannya di dalam tingkat berpikir yang lebih
tinggi, dalam situai berorientasi pada masalah.
Penggunaan sebuah masalah sebagai hal yang harus dipelajari siswa juga diperkuat
Shoimin (2014 : 129) bahwa kehidupan identik dengan menghadapi masalah. Model
pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan

masalah yang berorientasi pada masalah autentik dari kehidupan siswa, untuk
merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap harus dipelihara
adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi dan demokratis.

Lebih lanjut Shoimin (2014 : 132) menjelaskan beberapa keunggulan Problem
Based Learning diantaranya :
1. Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam
situasi nyata
2. Siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui
aktivitas belajar
3. Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada
hubungannya tidak perlu dipelajari oleh siswa. Hal ini mengurangi beban siswa
dengan menghafal atau menyimpan informasi
Sehingga dapat diambil kesimpulan, bahwa dengan adanya perubahan pola
pembelajaran yang biasa menjadi pola pembelajaran yang berorientasi pada masalah
menjadikan siswa lebih mampu mengenal dan mengerti tiap pembelajaran yang dia
terima, karena pembelajaran ini mengutamakan masalah keseharian siswa sebagai tiang
pondasi utama. Melalui masalah keseharian itulah siswa mampu berfikir tingkat tinggi,
kritis yang pada nantinya akan menjadi pedoman dia untuk memecahkan masalah
tersebut. Untuk menunjang ketercapaian penggunaan Model Problem Based Learning
perlu didukung dengan adanya media pembelajaran, yang menurut Hamalik (dalam
Arsyad 2014 : 19) bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar
dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan
rangsangan belajar dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa.

Sehingga dalam hal ini peneliti menggunakan media Powerpoint.

Menurut Abdur Razaq (dalam Sukiman 2012 : 213) Microsoft powerpoint
merupakan salah satu produk unggulan Microsoft Corporation dalam program aplikasi
presentasi yang paling banyak digunakan saat ini. Hal ini dikarenakan banyak kelebihan
di dalamnya dengan kemudahan yang disediakan. Dengan microsoft powerpoint ini kita
dapat merancang dan membuat presentasi yang lebih menarik dan profesional.
Program Powerpoint adalah salah satu software yang dirancang khusus untuk
mampu menampilkan program multimedia dengan menarik, mudah dalam pembuatan,
mudah dalam penggunaan dan relatif murah, karena tidak membutuhkan bahan baku
selain alat untuk menyimpan data (data stor-age) (Susilana, 2009:101)
Model Problem Based Learning (PBL) ini juga pernah dimuat dalam jurnal nasional
dari http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPGSD/article/download/2058/1795 yang
diambil dari sebuah penelitian yang dilakukan oleh Gd. Gunantara, Md Suarjana, Pt.
Nanci Riastini (2014) dengan judul “penerapan model pembelajaran problem based
Learning untuk meningkatkan kemampuan pemecahan Masalah matematika siswa kelas
V SD Negeri 2 Sepang” Penerapan Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa kelas V di SD Negeri 2 Sepang
dengan perolehan angka rata-rata kemampuan pemecahan masalah secara klasikal pada
siklus I sebesar 70% (berada pada kriteria sedang). sedangkan pada siklus II rata-rata

kemampuan pemecahan masalah sebesar 86,42% (berada pada kriteria tinggi). Dengan
demikian, dari siklus I ke siklus II untuk kemampuan pemecahan masalah mengalami
peningkatan sebanyak 16,42%.
Penelitian lain oleh Dina Setyowati (2014) dengan judul “upaya peningkatan
pemahaman konsep pecahan dalam Pembelajaran matematika melalui model problem
Based Learning” Berdasarkan hasil penelitian pembelajaran matematika tentang pecahan
dengan model Problem Based Learning pada siswa kelas IV SD Negeri II Wonoboyo

Wonogiri tahun 2013/2014, dapat disimpulkan bahwa dengan model Problem Based
Learning

dapat meningkatkan

pemahaman konsep pecahan dalam pembelajaran

matematika pada siswa kelas IV tahun 2013/2014. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan
nilai rata-rata kelas yaitu pada tes awal 49,67, siklus pertama 72,17, dan pada siklus
kedua menjadi 86,50. Ketuntasan klasikal pada tes awal 26,67%, pada siklus pertama
73,33%, dan pada siklus kedua menjadi 93,33%.
Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah

(Problem Based Learning) dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, sehingga
dalam setiap pembelajaran sebaiknya dapat menerapkan Problem Based Learning.
Oleh karena latar belakang di atas, maka peneliti menetapkan judul “Peningkatan
Kualitas Pembelajaran Matematika dengan model Problem Based Learning pada siswa
kelas IV SDN Kandri 01 Semarang”

3.2 Perumusan Masalah dan Pemecahan Masalah
3.2.1 Perumusan Masalah
Rumusan masalah umum
Bagaimanakah cara meningkatkan kualitas pembelajaran matematika melalui
model Problem Based Learning di kelas IV SDN Kandri 01?
Adapun rumusan masalah tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
a. Apakah melalui model Problem Based Learning dapat meningkatakan keterampilan
guru dalam pembelajaran matematika di kelas IV SDN Kandri 01?
b. Apakah melalui model Problem Based Learning dapat meningkatkan perilaku belajar
dalam pembelajaran matematika di kelas IV SDN Kandri 01?
c. Apakah melalui model Problem Based Learning dapat meningkatkan iklim
pembelajaran dalam pembelajaran matematika di kelas IV SDN Kandri 01?

d. Apakah melalui model Problem Based Learning dapat meningkatkan kualitas materi

pembelajaran matematika di kelas IV SDN Kandri 01?
e. Apakah melalui model Problem Based Learning dapat meningkatkan kualitas media
pembelajaran matematika di kelas IV SDN Kandri 01?
f. Apakah melalui model Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar
siswa dalam pembelajaran matematika di kelas IV SDN Kandri 01?

3.2.2

Pemecahan Masalah
Berdasarkan analisis masalah yang telah dilakukan, peneliti menetapkan alternatif

tindakan yang tepat untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas IV SDN Kandri
01 yaitu dengan menerapkan model Problem Based Learning
Adapun langkah-langkah pembelajaran melalui model Problem Based Learning
adalah sebagai berikut:
Sintaks model Problem Based

Sintaks aktivitas guru dan peserta

Learning Nur dalam Hosnan


didik model Problem Based Learning

(2014 : 302)

Shoimin (2014: 131)

1. Mengorientasi peserta didik terhadap 1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran
masalah
2. Mengorganisasi peserta didik untuk

dan sarana atau logistik yang dibutuhkan.
Guru memotovasi peserta didik untuk

belajar
3. Membimbing

penyelidikan

terlibat

dalam

aktivitas

pemecahan

individual maupun kelompok
masalah nyata yang dipilih atau ditentukan
4. Mengembangkan dan menyajikan 2. Guru
membantu
peserta
didik
hasil karya
5. Menganalisis

mendefinisikan dan mengorganisasi tugas
dan

mengevaluasi
belajar yang berhubungan dengan masalah

proses pemecahan masalah

yang sudah diorientasikan pada tahap
sebelumnya.
3. Guru mendorong peserta didik untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai dan
melaksanakan

eksperimen

untuk

mendapatkan kejelasan yang diperlukan
untuk menyelesaikan masalah
4. Guru membantu peserta didik untuk
berbagi tugas dan merencanakan atau
mempersiapkan karya yang sesuai sebagai
hasil pemecahan masalah dalam bentuk
laporan, video, atau model
5. Guru membatu peserta

didik

untuk

melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
proses pemecahan masalah yang dilakukan

3.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dilaksanakan adalah sebagai berikut:
3.3.1 Tujuan umum
Meningkatkan kualitas pembelajaran matematika melalui model Problem Based
Learning di kelas IV SDN Kandri 01.

3.3.2 Tujuan khusus
a. Mendeskripsikan penggunaan model Problem Based Learning dapat meningkatkan
keterampilan guru dalam pembelajaran matematika di kelas IV SDN Kandri 01.

b. Mendeskripsikan penggunaan model Problem Based Learning dapat meningkatkan
perilaku belajar siswa dalam pembelajaran mtematika di kelas IV SDN Kandri 01.
c. Mendeskripsikan penggunaan model Problem Based Learning dapat meningkatkan
iklim pembelajaran matematika di kelas IV SDN Kandri 01.
d. Mendeskripsikan penggunaan model Problem Based Learning dapat meningkatkan
kualitas materi pembelajaran matematika di kelas IV SDN Kandri 01.
e. Mendeskripsikan penggunaan model Problem Based Learning dapat meningkatkan
kualitas media pembelajaran matematika di kelas IV SDN Kandri 01.
f. Mendeskripsikan penggunaan model Problem Based Learning dapat meningkatkan
hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika di kelas IV SDN Kandri 01.
3.4 Manfaat Penelitian
3.4.1 Manfaat teoritis
Melalui Penelitian Tindakan Kelas ini, peneliti mendapat pengalaman langsung bahwa
model Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kualitas pembelajaran
matematika pada siswa kelas IV SDN Kandri 01 Semarang
3.4.2 Manfaat praktis
1). Bagi siswa
Siswa dapat memperoleh pembelajaran matematika yang bermakna, siswa menjadi
lebih aktif dalam pembelajaran karena didasarkan pada masalah kesehariannya, dan
berpusat pada siswa sehingga dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar
yang kemudian berdampak pula pada peningkatan hasil belajar siswa.
2). Bagi guru
Dapat meningkatan keterampilan guru dalam melaksanakan pembelajaran
matematika yang aktif, inovatif, kreatif di Sekolah Dasar sehingga dapat

memberikan layanan terbaik bagi siswa yang mengarah pada peningkatan kualitas
pembelajaran.
3). Bagi sekolah/lembaga
Menjadikan sekolah/lembaga yang lebih inovatif dalam meningkatkaan kualitas
pembelajaran dan menjadi tambahan masukan
Tindakan Kelas.

tentang pelaksanaan Penelitian