Materi Astronomi OSN SMP Bidang Studi IPS - Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah 8 Gerhana

Gerhana

Gerhana

Sistem Bumi-Bulan dan Matahari sangat unik. Matahari yang sangat besar ukuran fisiknya
berada pada jarak yang jauh sehingga ukuran diameter sudutnya hampir sama dengan diameter
sudut bulan. Keadaan itu memungkinkan terjadinya beragam gerhana bulan maupun gerhana
Matahari. Umbra Bumi yang jauh lebih panjang dari jarak rata-rata Bumi – Bulan
memungkinkan terjadi gerhana Bulan. Ukuran diameter umbra Bumi yang lebih besar dibanding
dengan diameter Bulan memungkinkan terjadi gerhana Bulan Total, dimana seluruh Bulan
memasuki kawasan umbra Bumi, atau bila ada pengamat yang berada di bagian seluruh
permukaan Bulan pada saat itu bisa menyaksikan gerhana Matahari total, Matahari ditutup oleh
Bola Bumi.
Gerhana Matahari merupakan salah satu fenomena spektakuler bagi manusia planet Bumi.
Matahari merupakan benda langit yang paling terang dalam sistem tatasurya, Matahari
menggubah suasana planet Bumi, ada siang dan ada malam. Pada siang hari cahaya Matahari
dihamburkan oleh angkasa planet Bumi sehingga siang hari langit nampak biru, pada malam hari
langit berwarna hitam kelam. Suasana semacam ini akan lebih mengesankan bila kita tinggal
disuatu lokasi yang bebas polusi cahaya, pemandangan langit malam hari akan lebih
menakjubkan, langit malam menampakan keanekaragaman dan kekayaan langit. Pada saat
gerhana Matahari total, bola Matahari yang menyilaukan seolah menjadi padam, siang benderang

mendadak menjadi gelap diganti dengan pemandangan langit malam. Bila momen gerhana
Matahari hanya merupakan momen gerhana Matahari Sebagian atau gerhana Matahari Cincin,
langit siang hanya meredup tak banyak obyek langit yang menampakkan dirinya seperti kalau
berlangsung gerhana Matahari Total. Bola gas pijar Matahari yang berdiameter 1 400 000 km
dan berjarak 150 juta km menampakan sebagai sebuah bundaran yang menyilaukan dengan
diameter sudut sekitar setengah derajat (atau 30 menit busur).
Gerhana Matahari akan berlangsung bila arah pandang ke Matahari terhalang oleh Bulan. Bila
bagian ujung kerucut bayangan umbra Bulan menyentuh permukaan Bumi maka pengamat pada
bagian yang dilalui oleh kerucut umbra Bulan itu akan menyaksikan gerhana Matahari Total.
Bila bagian ujung kerucut bayangan antumbra Bulan menyentuh permukaan Bumi maka
pengamat pada bagian yang dilalui oleh kerucut antumbra Bulan itu akan menyaksikan gerhana
Matahari Cincin. Dimungkinkan pula kerucut umbra dan antumbra Bulan bergantian menyapu
permukaan Bumi sehingga terjadi gerhana Matahari Hibrid, Gerhana Matahari Total dan gerhana
Matahari Cincin berlangsung bergantian dalam sebuah momen gerhana Matahari.

Ragam Gerhana Bulan
Ada tiga macam gerhana Bulan yaitu:
1

Gerhana


1. Gerhana Bulan Penumbra (GBP), selama gerhana berlangsung, Bulan hanya berada pada
kawasan Penumbra Bumi, bagian Bulan yang berada di kawasan ini akan menyaksikan gerhana
Matahari Sebagian, sebagian bundaran Matahari tertutup oleh sebagian bundaran Bumi.
2. Gerhana Bulan Sebagian (GBS), selama gerhana Bulan berlangsung, Bulan memasuki
penumbra Bumi dan kemudian hanya sebagian bundaran Bulan memasuki kawasan Umbra Bumi
kemudian Bulan meninggalkan Umbra Bumi dan memasuki lagi kawasan penumbra Bumi dan
selanjutnya meninggalkannya.
3. Gerhana Bulan Total (GBT), selama gerhana Bulan berlangsung, Bulan memasuki penumbra
Bumi dan kemudian sebagian bundaran Bulan perlahan memasuki kawasan Umbra Bumi hingga
terjadi fenomena seluruh Bulan memasuki kawasan Umbra Bumi kemudian Bulan meninggalkan
Umbra Bumi dan memasuki lagi kawasan penumbra Bumi dan selanjutnya meninggalkannya.

Ragam Gerhana Matahari
Ada tiga macam gerhana Matahari yaitu:
1. Gerhana Matahari Total (GMT), seluruh bundaran Matahari di langit tertutup oleh bundaran
Bulan, diameter sudut Bulan lebih besar dibanding dengan diameter sudut Matahari. Momen
Gerhana dalam GMT: Gerhana Matahari Sebagian, kemudian Gerhana Matahari Total,
pertengahan Gerhana Matahari Total dan Gerhana Matahari Sebagian.
2. Gerhana Matahari Cincin (GMC), bundaran Bulan berada di dalam bundaran Matahari, karena

diameter sudut Bulan lebih kecil dibanding dengan diameter sudut Matahari. Momen Gerhana
dalam GMC: Gerhana Matahari Sebagian, kemudian Gerhana Matahari Cincin (bentuk Cincin
yang tidak simetri), pertengahan Gerhana Matahari Cincin (bentuk Cincin Simetri), Gerhana
Matahari Cincin (bentuk Cincin yang tidak simetri) dan Gerhana Matahari Sebagian.
3. Gerhana Matahari Sebagian (GMS), sebagian bundaran Bulan menutupi sebagian bundaran
Matahari. Momen Gerhana dari Awal hingga Akhir adalah Gerhana Matahari Sebagian.

Syarat Terjadinya Gerhana
Titik simpul orbit Bulan tersebut beregresi ke arah barat, oleh karena itu Matahari lebih cepat
mencapai titik simpul. Periode Matahari dari titik simpul ke titik simpul berikutnya dinamakan
satu tahun gerhana, lamanya 346,62005 hari (Matahari rata-rata). Periode ini rata-rata lebih
pendek 18,63631 hari dibanding dengan periode sideris (365,25636 hari). Kemungkinan terjadi
gerhana hanya bila Matahari dan Bulan berada pada bujur ekliptika dekat titik simpul orbit Bulan
dalam rentang 15°,35 < ∆λ < 18°,51.
2

Gerhana

Pada batas tersebut keadaan maksimum yang dapat dicapai adalah gerhana persinggungan antara
bola Matahari dan Bulan. Satu hari, Matahari bergerak pada ekliptika (360°/365,25) ∼

0°,985626283/hari. Dalam satu Bulan sinodis Matahari bergerak sejauh (360°/346,62) × 29,53 =
30°,67 terhadap node/titik simpul. Syarat minor terjadinya gerhana adalah ∆λ ∼ 15°,35, dan
musim gerhana dicapai 2 × ∆λ ∼ 30°,7.

Musim Gerhana
Orbit bulan mengelilingi Bumi berbentuk ellips mengakibatkan diameter sudut Bulan bervariasi
dari 882 hingga 1006 detik busur dan akibat orbit Bumi mengelilingi Matahari berbentuk ellips
maka diameter sudut Matahari bervariasi antara 944 hingga 976 detik busur. Orbit Bulan
membentuk sudut sekitar 5 derajat terhadap ekliptika memberi kondisi bahwa mahluk di seluruh
permukaan bola Bumi memperoleh kesempatan untuk menyaksikan fenomena gerhana Bulan
maupun gerhana Matahari. Kemiringan orbit Bulan terhadap ekliptika itu juga menjadi penyebab
kelangkaan fenomena gerhana, tidak setiap bulan ada fenomena gerhana Bulan maupun gerhana
Matahari. Gerhana Bulan maupun gerhana Matahari hanya akan berlangsung pada musim
gerhana. Musim gerhana berlangsung bila kedudukan Matahari di langit berdekatan dengan salah
satu titik simpul orbit Bulan mengelilingi Bumi terhadap ekliptika. Titik simpul orbit Bulan
mengelilingi Bumi terhadap ekliptika berpindah secara sistematik dengan periode sekitar 19
tahun, yaitu [ 365,2422/ (365,2422 – 346,6)] = 19,59 tahun. Oleh karena itu musim gerhana
dapat berlalu pada bulan Januari hingga bulan Desember, atau dari bulan Muharram hingga
bulan Dzulhijjah.


Tiga Musim Gerhana Dalam Setahun Syamsiah
Rata-rata tiap 173,3 hari, Matahari berada di arah titik simpul, yaitu titik potong orbit bulan
mengelilingi Bumi dengan ekliptika, yaitu bidang orbit Bumi mengelilingi Matahari. Di saat itu
berlangsung musim gerhana; gerhana bulan terjadi bila Matahari berada di salah satu titik simpul
dan Bulan di titik simpul lainnya. Satu tahun syamsiah adalah 365,2422 hari dan satu tahun
gerhana 346,6 hari, oleh karena itu dalam satu tahun bisa terjadi 2 musim gerhana, dan paling
banyak terjadi 3 musim gerhana pada satu tahun Syamsiah, yaitu di bulan Januari, Juli/Agustus
dan Desember.

Frekuensi gerhana di suatu tempat
Jalur GMT mempunyai lebar rata-rata 100 x 1.609 km ∼ 160.9 km, dan panjangnya 6000 × 1,609
km ∼ 9,600 km. Luas permukaan Bumi: 106 × (1,609 km2). Bila GMT singgah secara acak, maka
3

Gerhana

kesempatan sebuah tempat di permukaan Bumi disentuh umbra Bulan ∼ (luas Jalur GMT) /
(Luas Bumi) ∼ 1/305. GMT terjadi rata-rata sekali dalam 1.5 tahun, jadi kesempatan mengamati
GMT pada satu lokasi sekitar sekali dalam 450 tahun. Secara lebih rinci Meeus menganalisa
kejadian GM selama kurun waktu 600 tahun (tahun 1700 - 2299); dalam kurun waktu tersebut

terdapat 388 GMT dan 275 GMC.
Bila lebar jalur gerhana rata-rata dianggap 60 mil atau 70 mil, maka diperoleh angka berbeda,
yaitu kesempatan melihat GMT∼ sekali dalam 360 tahun. Ukuran kelangkaan sekali dalam 360
tahun atau 450 tahun, walaupun tidak unik tetapi menunjukkan betapa langkanya kejadian GMT
atau GMC yang bisa disaksikan dari tempat tinggal kita. Kalau kita tidak melakukan ekspedisi
Gerhana, kemungkinan tidak akan pernah menyaksikan fenomena itu seumur hidup.

Variasi Diameter Sudut Matahari
Dalam kenyataannya diameter sudut Bulan dan diameter sudut Matahari berubah, walaupun
perubahannya itu kecil dan tidak mudah dikenali oleh mata bugil manusia. Perubahan kecil
diameter sudut Matahari bisa difahami bahwa orbit Bumi mengelilingi Matahari tidak berbentuk
lingkaran sempurna melainkan berbentuk ellips (hampir menyerupai lingkaran) dan posisi
Matahari berada di salah satu titik api ellips. Orbit Bumi mengelilingi Matahari berbentuk ellips
dengan eksentrisitet 0.016773. Pada orbit ellips itu jarak Bumi ke Matahari setiap saat berubah.
Konsekuensi orbit Bumi berbentuk ellips dengan eksentrisitet kecil itu jarak Bumi- Matahari
tidak konstan seperti kalau orbitnya berbentuk lingkaran atau orbit dengan eksentrisitet nol.
Orbit Bumi dengan bentuk ellips itu mempunyai konsekuensi adanya titik terdekat dengan
Matahari dinamakan titik perihelion, dan titik terjauh dinamakan titik aphelion. Jarak rata-rata
Bumi – Matahari (satu satuan astronomi = 1 SA) adalah 1,49597870 × 100000000 km, pada
kenyataannya jarak Bumi-Matahari bervariasi antara 147091312 km (di perihelion) hingga

152109813 km (di aphelion).
Variasi jarak ini mencapai [(152109813 – 147091312)/{(152109813 + 147091312)}/ 2]x 100%
= 3% terhadap nilai jarak rata-rata. Diameter sudut Matahari bervariasi dari 31′.46 hingga
32′,53, atau semidiameter sudut Matahari bervariasi antara 944″ hingga 976″. Variasi diameter
sudut Matahari dalam rentang [976″ - 944″] = 32” (32 detik busur) terlalu kecil untuk dengan
mudah dikenali oleh mata bugil manusia.
Bila dmth adalah jarak Bumi-Matahari maka diameter sudut Matahari,
M

= (Dmth/dmth) radian

M

= (Dmth/dmth) x [180°/ ]dan

M

= (Dmth/dmth) x [57° 17' 44",81]

= 3,141592654...


4

M,

Gerhana

M

= (Dmth/dmth) x 3437',746771

M

= (Dmth/dmth) x 206264",8062 atau

M

= (Dmth/dmth) x 206265″

Matahari merupakan pusat massa dalam sistem tatasurya, Matahari juga merupakan sumber

energi radiasi yang terbesar dalam tatasurya, daya Matahari mencapai orde 1026 watt. Jarak
yang berbeda juga membuat variasi intensitas cahaya Matahari yang jatuh di permukaan Bumi,
karena intensitas itu berbanding dengan seperkwadrat jarak ke Matahari. Secara umum F =
B(T) (D/d)2 , B(T) = distribusi energi Matahari dengan temperatur permukaan T, D diameter
Matahari dan d = jarak ke Matahari. Bila dA dan dP masing – masing adalah jarak aphelion dan
jarak Perihelion, dan bila IA dan IP masing – masing adalah intensitas cahaya Matahari pada saat
Bumi di Aphelion dan di Perihelion maka [IA/IP] = [dP/dA]2. = [ 147091312 km/152109813 km
]2 = [0,967007381]2 = 0,935103276 atau sekitar 93,5%. Jadi IA = 93.5% IP atau pada saat Bumi
di Aphelion akan memperoleh intensitas cahaya yang berkurang besarnya sekitar 6,5 %
dibandingkan dengan pada saat Bumi di Perihelion. Hal ini juga akan berpengaruh pada
kecerlangan cahaya senja yang sedikit lebih terang pada bulan Januari dibanding dengan bulan
Juli.

Variasi Diameter Sudut Bulan
Secara umum orbit Bulan mengelilingi planet Bumi juga berbentuk ellips dan Bumi sebagai
salah satu titik apinya. Orbit Bulan mengelilingi Bumi berbentuk ellips dengan eksentrisitet ratarata 0,05490, dan lebih kompleks, karena gangguan Matahari dan planit lainnya terhadap Bulan
tak bisa diabaikan. Orbit Bulan dengan inklinasi bidang orbit Bulan terhadap ekliptika rata – rata
adalah 5°,1. Bulan yang mengorbit Bumi juga bergerak bersama Bumi beredar mengelilingi
Matahari.
Jarak rata-rata Bumi-Bulan 384400 km, dalam kenyataannya bisa bervariasi antara 364296,44

km hingga 405503,56 km (menurut Fred Espenak antara: 356400 km – 406700 km). Variasi
jarak ini mencapai: [(406700 – 356400)/{(406700 – 356400)}/2] x 100% = 12% terhadap nilai
jarak rata-rata. Bila informasi jarak ini dipergunakan, maka semidiameter Bulan berkisar antara
882″ dan 1006″.
Bila dbln adalah jarak Bumi-Bulan maka diameter sudut Bulan, B,
B

= (Dbln/dbln) radian

B

= (Dbln/dbln) x [180°/ ]dan

B

= (Dbln/dbln) x [57° 17' 44",81]

= 3,141592654…

5


Gerhana

B

= (Dbln/dbln) x 3437',746771

B

= (Dbln/dbln) x 206264",8062 atau

B

= (Dbln/dbln) x 206265″

Jarak Bumi ke Bulan jauh lebih dekat dibanding dengan jarak Bumi ke Matahari. Seperti yang
diungkapkan di atas bahwa jarak yang berbeda juga membuat variasi intensitas cahaya Matahari
yang jatuh di permukaan Bumi, karena intensitas itu berbanding dengan seperkwadrat jarak ke
Matahari. Jadi IA = 93,5% IP atau pada saat Bumi di Aphelion akan memperoleh intensitas
cahaya yang berkurang besarnya sekitar 6,5 % dibandingkan dengan pada saat Bumi di
Perihelion juga berlaku di Bulan. Tidak hanya kecerlangan cahaya senja yang sedikit lebih terang
pada bulan Januari dibanding dengan bulan Juli, tapi juga brightness Bulan Purnama akan lebih
besar pada bulan Januari dibanding dengan bulan Juli. Hal ini akibat intensitas cahaya Matahari
yang diterima permukaan Bulan pada bulan Januari juga akan lebih besar dibanding dengan
bulan Juli sedangkan prosentase yang dipantulkan tetap karena struktur permukaan Bulan yang
tidak berubah.

Perbandingan Diameter Sudut Bulan Dan Matahari
Diameter sudut Bulan dan Matahari hampir sama di langit, yaitu kira-kira sekitar 0°,5. Jarak
Bumi- Matahari sangat jauh, 400 kali lebih jauh dibanding dengan jarak Bumi-Bulan. Radius
Bulan 1738 km (sedikit lebih besar dari radius planet kerdil Pluto 1700 km) = 0,273 radius
Bumi. Radius Bumi 6378 km sedangkan radius Matahari = 6,96 × 100000 km, suatu ukuran yang
relatif sangat besar dalam tatasurya kira-kira 400 kali radius Bulan. Perbandingan Dmth dengan
Dbln ≈ 400 sedang perbandingan jarak Bumi – Matahari terhadap jarak Bumi – Bulan antara
362 hingga 419 kali. Diameter sudut Matahari dibanding dengan diameter sudut Bulan berkisar
antara 95% lebih kecil atau 110% lebih besar atau secara matematis bisa ditulis [95% < [ M/ B]
< 110% ] .
Variasi diameter sudut inilah yang menyebabkan bisa berlangsung fenomena gerhana Matahari
sebagian, gerhana Matahari Total, gerhana Matahari Cincin dan gerhana Matahari Hibirida
(gerhana Matahari Cincin dan Gerhana Matahari Total berlangsung secara bergantian akibat
variasi pergantian diameter sudut Bulan dan Matahari ).

Fasa Bulan Dan Musim Gerhana
Keterkaitan antara musim gerhana dengan fasa Bulan sangat jelas, gerhana Bulan terjadi
bersesuaian dengan fasa Bulan Purnama, tapi tidak setiap fasa Bulan Purnama ada pada musim
gerhana. Fasa Bulan Purnama akan berlangsung bila beda bujur ekliptika Bulan dan Matahari
6

Gerhana

adalah 180 derajat. Fasa Bulan Purnama akan berlangsung bersesuaian dengan waktu gerhana
Bulan mencapai maksimum atau sekitar pertengahan gerhana, jadi momen fasa Bulan Purnama
berada antara awal dan akhir gerhana Bulan. Gerhana Matahari akan berlangsung pada masa
menjelang dan sesudah fasa Bulan Mati. Momen Bulan mati atau waktu ijtimak atau waktu
konjungsi adalah momen bujur ekliptika Bulan dan Matahari sama besar. Untuk keperluan
praktis awam masa Bulan Mati biasanya sekitar 2 hari sebelum waktu ijtimak dan 2 hari setelah
ijtimak. Begitupula masa Bulan Purnama biasanya sekitar 2 hari sebelum waktu fasa Bulan
Purnama dan 2 hari setelah fasa Bulan Purnama.
Pada kenyataannya periode dari fasa Bulan Purnama ke fasa Bulan Purnama berikutnya atau fasa
Bulan Mati ke fase Bulan Mati tidak selalu sama, antara 29,2679 hingga 29,8376 hari.
Stephenson and Baolin (1991) mengkaji selang waktu siklus sinodik Bulan selama 5000 tahun,
dari 1000 SM hingga tahun 4000 M, dan mendapatkan siklus terpendek adalah 29,2679 hari dan
siklus terpanjang adalah 29,8376 hari. Siklus sinodik Bulan rata-rata yang diadopsi adalah
29,530589 hari.
Satu tahun Syamsiah terdiri 365 hari atau 366 hari sedang dan satu tahun Qamariah terdiri 354
atau 355 hari, kalau satu tahun Qamariah selalu terdiri dari 12 Bulan Purnama atau 12 fasa Bulan
Mati, maka setahun Syamsiah bisa terdapat 12 atau 13 fasa Bulan Purnama atau fasa Bulan Mati.

Fenomena Gerhana Dan Pasang – Surut
Fenomena gerhana Bulan berlangsung pada fasa Bulan Purnama dan gerhana Matahari
berlangsung pada fasa Bulan Mati. Pada fase Purnama dan fase Bulan Mati telah diketahui
bersesuaian dengan pasang air laut oleh karena itu fenomena gerhana Bulan maupun gerhana
Matahari berkaitan dengan masa air pasang. Secara fisika gaya pasang surut maksimum oleh
Bulan dan Matahari akan berlangsung pada ke dua fasa bulan tersebut. Gaya pasang surut itu dua
benda langit, Bulan dan Matahari, itu bekerja maksimum, karena posisinya hampir pada satu
garis lurus.
Pada fasa Bulan Purnama, Bulan nampak bundar dan bagi pengamat di ekuator Bulan Purnama
terbit di arah timur pada saat Matahari terbenam di arah barat. Beda bujur ekliptika Bulan dan
Matahari pada momen Bulan Purnama adalah 180 derajat. Sedangkan pada fasa Bulan Mati atau
konjungsi atau ijtimak beda bujur ekliptika Bulan dan Matahari adalah 0 derajat. Fasa Bulan
Purnama & Bulan Mati merupakan masa Pasang Air Laut.

Siklus Meton
Adakah keteraturan penampakan fasa Bulan dalam penanggalan Syamsiah Masehi? Mungkinkah
fasa Bulan Purnama yang berlangsung hari ini berulang pada tanggal yang sama? Berulangnya
7

Gerhana

fenomena fasa Bulan dan gerhana Bulan atau Matahari menjadi perhatian mahluk cerdas,
alasannya sangat sederhana untuk mengetahui atau menandai kapan berulangnya fenomena alam
itu tanpa mengetahui mekanisme kerja alam yang sangat kompleks dan belum bisa diketahui.
Bangsa – bangsa (Mesopotamia) telah mengenal siklus Meton, sebuah siklus fasa Bulan yang
berulang kembali pada tanggal Syamsiah – Masehi yang sama atau hampir sama (lebih kurang
2 hari). Fasa fasa Bulan yang berlangsung pada suatu tanggal dalam kalendar atau penanggalan
Syamsiah Masehi yang sama akan berulang kembali setelah 235 lunasi atau kira-kira 19 tahun
(Syamsiah). Siklus 235 lunasi bulan dikenal sebagai siklus Meton. Jumlah hari rata-rata dalam
235 lunasi adalah (235 × siklus sinodis bulan = 235 × 29,530589 hari)= 6939,688415 hari.
Sedangkan 19 tahun tropis adalah( 19 x satu tahun tropis rata-rata = 19 × 365,242199 hari) =
6939,601781 hari. Selisih 235 lunasi terhadap 19 tahun tropis adalah (235 lunasi – 19 tahun) =
0,08 hari. Dalam 19 tahun tropis, 12 tahun diantaranya setiap tahun terdapat 12 lunasi dan 7
tahun sisanya setiap tahun terdapat 13 lunasi. Bila terjadi 4 kali siklus Meton, berarti jumlah hari
dalam 4 siklus Meton adalah 4 × 235 lunasi = 940 lunasi, atau 940 × 29,530589 hari =
27758,75366 hari. Sedangkan satu tahun tropis adalah 365,242199 hari, oleh karenanya 940
lunasi = (27758,75366 / 365,242199) tahun tropis = 76,00094878 tahun (kira-kira 4 × 19 tahun =
76 tahun). Dogget (1992) memberikan persamaan jumlah hari dalam 5700000 tahun sama
dengan jumlah hari dalam 70499183 lunasi yaitu 2081882250 hari.

Siklus Saros
Gerhana Bulan dan Matahari yang berlangsung di arah langit yang hampir sama, berulang setiap
223 kali lunasi Bulan atau (223 × 29,53 hari) = 6585,19 hari atau (6585,19/365.2422 tahun);
kira-kira 18 tahun 11 hari. Jadi tanggal berlangsungnya gerhana bergeser sekitar 11 hari lebih
lambat dari tanggal gerhana pada seri saros yang sama sebelumnya. Siklus gerhana ini
dinamakan dengan siklus Saros.
Pada dua gerhana berurutan dalam satu seri Saros yang sama, diameter sudut Bulan berubah
sangat kecil. Hal ini bisa dimengerti karena keterkaitan siklus Saros dengan kelipatan
anomalistik dan nodikal. Siklus Saros 223 periode sinodis = 223 × 29,530589 hari = 6585,3233
hari. Satu siklus Saros hampir sama dengan 239 periode anomalistik = 239 × 27,554551 hari =
6585,5377 hari, satu siklus Saros hampir sama dengan 242 periode nodikal = 242 × 27,212220
hari = 6585,3572 hari.

Pergeseran Siklus Saros
Satu siklus Saros rata-rata adalah 18 tahun 11,3 hari atau 223 lunasi bulan. Siklus ini menandai
berulangnya fenomena gerhana bulan dan gerhana Matahari setiap 223 kali lunasi sebagai
8

Gerhana

refleksi regularitas dinamika sistem Bumi, Bulan dan Matahari. Matahari sebagai benda langit
terbesar dalam tatasurya dengan radius 700000 km. Matahari memancarkan energi radiasi
dengan daya yang amat besar dalam orde 2 x 1026 watt (1 dengan 26 nol, bandingkan dengan
bola lampu yang hanya 100 atau 1000 watt atau bila ingin tahu nilai rupiahnya total energi
Matahari bandingkan dengan bila berlangganan listrik dengan daya 1000 watt atau 10000 watt).
Bulan yang berukuran kecil (radius bulan:1735 km), sebagai batu karang pemantul cahaya
Matahari dan sekaligus juga sebagai benda langit penghalang bundaran bola gas raksasa
Matahari saat berlangsung gerhana Matahari.
Periode Saros adalah 223 kali periode sinodis atau 6585,32 hari, sedangkan 19 tahun gerhana
bersesuaian dengan [19 × 346,62] hari = 6585,78 hari. Oleh karenanya terdapat selisih waktu
antara periode Saros dengan siklus terjadinya gerhana Matahari, yaitu sebesar 0,46 hari. Dalam
satu hari, Matahari bergeser 360/365,2425 hari atau 60′ ke timur. Jadi dalam waktu 0,46 hari
Matahari bergerak sebesar [0,46 × 60′] ∼ 28′/Saros.

Jumlah Gerhana Dalam Satu Seri Saros
Gerhana Matahari dengan nomor Saros yang sama terjadi 28′ sebelah barat dari kejadian gerhana
Matahari seri Saros sama sebelumnya. Batas rata-rata jarak Matahari terhadap titik simpul agar
gerhana tetap terjadi adalah: (15°,35 + 18°,51)/2 = 16°26′. Bila batas tempat terjadinya gerhana
Matahari di sekitar titik simpul tersebut adalah dua kali batas rata-rata, jadi = 2 × 16°26′, maka
satu seri Saros rata-rata bisa terjadi (2 × 16°26 ′) / 28 ′ = 70 Gerhana Matahari.
Perhitungan yang lebih cermat satu seri Saros rata-rata ∼ 73 kali GM, atau satu seri Saros ratarata adalah 73 × 18,03 tahun = 1315 tahun. Seri Saros dimulai dengan GMS di lintang geografi
tinggi. GMC dan GMT di lintang menengah dan berakhir dengan GMS di lintang geografi tinggi
pada arah kutub berlawanan ketika seri Saros dimulai. Seri Saros Ganjil dimulai dengan GMS di
kawasan kutub Utara dan berakhir di kawasan kutub Selatan. Sedang seri Saros Genap
kebalikannya. Dalam selang waktu dari tahun 1207 SM hingga tahun 2161 M terdapat 8000 GM
dan 5200 GB atau 238 GM/abad atau 238∼ 42 seri GM dalam satu siklus Saros 8 tahun.

Konsekuensi Siklus Saros
Adanya siklus Saros berarti ada siklus 54 tahun 1 bulan, agar jam ijtimak (konjungsi) mendekati
waktu ijtimak 54 tahun sebelumnya.
Apakah siklus ini juga berlaku untuk siklus Ijtimak? Misal siklus Saros 129 pada: 7 Maret 1951
(jam 20:50:58 UT), 18 Maret 1969 (jam 04:51:58 UT), 29 Maret 1987 (jam 12:46:27 UT), 8

9

Gerhana

April 2005 (jam 20:33:05 UT), 20 April 2023 (jam 04:13:41 UT), 30 April 2041 (jam 11:47:32
UT).

Gerhana 6 Bulanan
Setelah berlangsung fenomena gerhana, 6 bulan sinodis kemudian dapat terjadi GM berikutnya.
Dalam siklus, Bulan bergeser dari titik simpul sebesar (6 × 30°,67) ∼ 184°,02 atau 4°,02 di timur
titik simpul. Seri gerhana 6 bulanan ini paling banyak terjadi 37°/4,02 ∼ 9 kali pada saat ke GM
sembilan, tempat terjadinya gerhana bergeser sejauh (9 × 4°,02 ∼ 36°) 36° sedang 2 × batas atas
yang mungkin dicapai adalah (37°−36°) < 4°)

Maksimal 5 Gerhana Matahari Dalam Setahun
Gerhana Matahari sering terjadi bila diameter sudut Matahari dan diameter sudut Bulan
keduanya mencapai maksimum, dan kemiringan bidang orbit Bulan terhadap eliptika minimum.
Misal terjadi gerhana di bagian barat batas major (batas atas), (2 kali batas atas 2 × 18°,5 = 37°).
Pada 29,53 hari kemudian akan terjadi fasa Bulan baru berikutnya. Satu bulan Draconik rata-rata
adalah 27,21 hari. Maka gerhana berikutnya akan terjadi : (29,53 - 27,21) × 360°/27,21 ∼ 30°,6
dari posisi terjadinya gerhana pada sebelumnya, setahun bisa terjadi 4 kali Gerhana Matahari.
Bonus satu gerhana lagi bila musim Gerhana Matahari terjadi pada Bulan Januari, karena pada
tahun tersebut akan ada 13 fasa Bulan-Baru.

Kesehatan Mata Dan Gerhana Matahari Total
Berbeda dengan gerhana Bulan yang praktis tidak membahayakan bagi kesehatan mata manusia,
gerhana Bulan dari awal hingga akhir dapat dipandang dengan mata bugil sekalipun tanpa alat
pelindung penapis cahaya. Penggunaan teleskop untuk mengamati gerhana Bulan juga tidak
membahayakan mata, mungkin cahaya Bulan Purnama akan menyilaukan kurang nyaman untuk
dilihat perlu filter untuk mereduksi cahaya Bulan. Sedang pada gerhana Matahari, jangan sekali
– kali mengarahkan teleskop atau binokuler (kijker) ke Matahari bila peralatan tersebut tanpa
dilengkapi dengan filter penapis cahaya Matahari, karena akan membakar lensa okuler (bisa
pecah) atau membakar mata pengamat dan bisa menyebabkan kebutaan. Pengamatan gerhana
Matahari dengan mata bugil perlu dilengkapi dengan kacamata yang dilengkapi dengan penapis
cahaya Matahari, cahaya Matahari harus berkurang hingga seperti cahaya Bulan Purnama.
Dengan ekstra hati – hati, tidak terlalu lama dan mengetahui timing waktu yang sangat akurat,
momen gerhana Matahari Total yang sangat singkat dapat disaksikan dengan mata bugil.
Walaupun cuma sebentar pemandangan itu menakjubkan dan sangat berkesan, umumnya
10

Gerhana

pengamat mula sering tak berbuat banyak kecuali tertegun diam memandang pemandangan
langit yang tak ada duanya.
Larangan untuk tidak menyaksikan gerhana Matahari total atau gerhana Matahari lainnya
merupakan tindakan yang over-protective, sebaiknya masyarakat diberi (warning) peringatan dan
solusi agar tetap bisa menyaksikan gerhana Matahari dengan baik, aman dan tertib. Fenomena
gerhana Matahari total yang berlangsung pada sekitar tengah siang 11 Juni 1983 (akhir Sya’ban
1403 H) di Jawa Tengah merupakan pengalaman yang paling berharga, manusia Indonesia
ditakut-takuti oleh bahaya kebutaan secara berlebihan sehingga untuk mengendarai kendaraan
pun menjadi takut, Jawa Tengah menjadi provensi yang mati tersirna oleh GMT. Fenomena itu
memberi kesan internasional bahwa bangsa Indonesia sebagai bangsa yang bodoh, bangsa yang
tidak mempunyai pengetahuan astronomi modern sehingga ketakutan akan berlangsungnya
gerhana Matahari Total. Turis manca negara berbondong ke Indonesia untuk menyaksikan
fenomena gerhana Matahari Total sedang masyarakat Indonesia disuruh berdiam di dalam rumah
dan menonton gerhana Matahari Total yang cukup panjang sekitar 6 menit dari TV. Bangsa
Indonesia kehilangan momen pengalaman hidup yang penting yaitu pengalaman generasi muda
saat itu untuk mengenal suasana perubahan alam pada peristiwa alam yang besar GMT 11 Juni
1983. Perubahan bayang – bayang dedaunan di bawah pohon dan perubahan tabiat binatang
malam maupun binatang siang yang merespon suasana yang digubah oleh gerhana Matahari
Total yang berlangsung cukup lama, beberapa menit.

Makna Gerhana Bagi Manusia
Pernahkah anda membayangkan sebelum Matahari terbentuk pada 5 milyar tahun silam?
Sebelum Bulan lahir sebagai satelit planet Bumi beberapa milyar tahun silam? Dimasa itu tak
ada fenomena gerhana Bulan dan gerhana Matahari. Di saat fenomena gerhana Matahari dan
gerhana Bulan telah berlangsung beberapa milyar tahun namun mahluk di planit Bumi belum
merespon langit, fenomena gerhana berlangsung "tanpa" makna.
Begitu pula disaat kesadaran tentang langit sebagai benda ciptaanNya, mahluk cerdas di planit
Bumi belum bisa memberi makna fenomena gerhana sebagai tantangan intelektualitas manusia
walaupun fenomena gerhana telah berlalu berjuta kali. Kini fenomena gerhana menjadi bagian
kehidupan intelektualitas manusia, manusia terbiasa dan dapat memahami fenomena gerhana
Bulan dan gerhana Matahari. Manusia terbiasa memburu gerhana Bulan dan gerhana Matahari,
gerhana bukan sesuatu yang menakutkan, sesuatu yang menarik untuk dilihat dan menarik untuk
dipelajari serta diambil hikmahnya.
Fenomena gerhana dalam sistem Bumi, Bulan dan Matahari merupakan fenomena yang
spektakuler bagi umat manusia, fenomena langit yang sangat tua dan berulang setiap tahun.
Ratusan hingga ribuan tahun yang silam fenomena gerhana itu nampak sangat langka bagi

11

Gerhana

penghuni planet Bumi karena penduduknya belum aktif memburu gerhana dan belum
sepenuhnya memahami bagaimana fenomena gerhana bisa berlangsung.
Fenomena gerhana yang telah berlangsung berulang dalam kurun waktu berjuta dan bahkan
bermilyar tahun lamanya dapat dipergunakan sebagai instrumen untuk mengetahui
perkembangan budaya umat manusia. Bagaimana suatu masyarakat dalam suatu zaman
merespon fenomena gerhana. Fenomena gerhana Bulan dan gerhana Matahari yang tidak rutin
berlangsung itu pernah dianggap oleh manusia sebagai tanda kemarahan para dewa atas perilaku
manusia yang tidak berkenan oleh pada dewa. Misalnya peperangan antar suku bangsa,
fenomena gerhana bisa melerai peristiwa pertumpahan darah karena adanya pandangan suprarasional itu. Begitupula kepercayaan di masyarakat Indonesia pada tahun 1970an masih terdapat
kepercayaan bahwa kehadiran gerhana dapat menimbulkan bencana atau malapetaka, pertanda
datangnya bencana penyakit, bencana alam atau kegagalan panen dsb dengan menabuh
kentongan dianggap akan mempersingkat berlangsungnya fenomena gerhana. Bahkan ibu yang
hamil merendam diri pada malam hari karena takut anaknya yang akan dilahirkan akan belang
merah seperti pemandangan merahnya Bulan saat gerhana Bulan Total.
Andaikan posisi Bulan 10 kali jauhnya dari posisi jaraknya terhadap Bumi yang sekarang maka
kondisi planet Bumi akan sangat lain dan fenomena gerhana mungkin tak pernah terjadi. Dalam
kondisi semacam itu manusia planet Bumi tak mempunyai pengetahuan tentang gerhana.
Fenomena gerhana mengajarkan manusia tentang bayang-bayang. Ada bayang-bayang Umbra
Bumi, Umbra Bulan, Penumbra Bumi, Penumbra Bulan dan Anti-umbra atau Antumbra Bumi
maupun Bulan.
Melalui fenomena gerhana Matahari Total manusia diberitahu lebih awal tentang keberadaan
angkasa di sekitar Matahari yang penuh dengan lontaran materi dari Matahari. Pada jalur
Gerhana Matahari total, manusia memperoleh pelajaran andaikan cahaya Matahari tak sampai ke
angkasa Bumi, kita bisa menyaksikan bintang di siang hari, biru langit berubah menjadi hitam,
pekam dan bintang bertaburan.
Pada momen gerhana Matahari sebagian atau gerhana Matahari cincin langit tetap terang,
walaupun cahaya Matahari lebih sedikit dari biasanya namun masih cukup terang disebarkan
oleh angkasa Bumi dan terang langit akibat sebaran cahaya Matahari itu menghalangi
pemandangan bintang-bintang pada siang hari.
Melalui fenomena gerhana Bulan dapat diketahui struktur angkasa bagian luar planet Bumi.
Warna Bulan saat di dalam umbra menunjukkan dinamika komposisi angkasa planet Bumi.
Komposisi debu atau aerosol di angkasa Bumi merupakan indikator bagi pola musim yang
berlangsung di biosfer Bumi.Selain itu gerhana juga membuka jalan mengungkap misteri
dinamika pelambatan rotasi planet Bumi dan misteri lain tentang evolusi angkasa Bumi dalam
jangka panjang.

12