Materi Astronomi OSN SMP Bidang Studi IPS - Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah 5 Sistem Koordinat

Sistem Koordinat

Sistem Koordinat
I. Pendahuluan
Planet Bumi merupakan planet terrestrial atau planet padat terbesar dalam tatasurya, selain itu
juga merupakan planet yang berkehidupan intelegensia. Bentuk planet Bumi secara keseluruhan
berbentuk bola. Posisi setiap tempat di permukaan Bumi mempunyai posisi yang unik,
dinyatakan dengan lintang tempat dan bujur tempat. Posisi tersebut tergambarkan dalam model
Bola Bumi atau globe. Untuk berbagai keperluan diantaranya menunjukkan posisi sebuah tempat
di permukaan Bumi perlu aturan untuk mendiskripsikannya secara unik. Posisi tempat di
permukaan Bumi maupun di bola langit di nyatakan dalam satuan derajat, menit busur dan detik
busur. Sistem koordinat, dikenal sebagai sistem koordinat geografis, posisi suatu tempat
dinyatakan dalam lintang dan bujur tempat. Format besaran sudut bermacam-macam, ada yang
ditampilkan dalam besaran sudut langsung (o) misalnya 107,575o, atau dalam busur derajat (o) :
menit busur (‘) : detik busur (“) misalnya 107o 34’ 30”, atau dalam format jam (h) : menit (m) :
detik (s), atau dalam format radian misal 0,598 radian. Konversi dari setiap besaran sudut yang
digunakan adalah:
Tabel 1. Hubungan Antara Besaran Sudut
60’ = 1o
360o = 2 radian 360o = 24h
180o = radian 15o = 1h = 60m

60”=1’
o
m
s
1 = 4 = 240
1’ = 4s
1” = (4/60)s = (1/15)s

Contoh : 107,575o = 0,598 radian = 107o:34’:30” = 7h:10m:18s
Hubungan antara unit sudut dan unit waktu dalam keperluan astronomi didefenisikan sebagai
berikut, 24 jam = 360°, 1 jam = (360°/24) = 15°. 1 menit = (1/60) jam = (15° x (1/60)) = 0°,25
= 0°,25 x 60′ = 15′ (15 menit busur). 1 detik = (1/3600) jam = (15°/ 3600 ) = 4°,166666 x 10−3
= (15 x 3600″)/3600 = 15" (15 detik busur). 1° = (24 jam)/360 = 0,06667 jam = 0,06667 x 60
menit = 4 menit. 1' (1 menit busur) = (24 jam)/(360 x 60) = 1,111 x 10−3 jam = 1,111 x 10−3 x
3600 detik (waktu) = 4 detik. 1" (1 detik busur) = (24 jam)/(360 x 60 x 60) = 1,85185 x 10−5 jam
= 0,066667 detik (waktu). 1° = 60′ = 60 x 60″, 180° = 180 x 3600″, 1″ = (1/60)′ = ( 1/3600) °,
180° = π rad. 1 rad = (180 x 60) ′ / π = (180 x 3600) ″ / π ≅ 206265 ″. 1″ = ( 1/206265) rad, 1
milidetik busur = 0″.001 = 10−3 ″, 1 mikro detik busur = 0″.000 001 = 10−6 ″, dan 1 nano detik
busur = 0″.000 000 001 10−9 ″.


1

Sistem Koordinat

II. Bola Bumi
Sebelum membahas bola langit dan sistem koordinat astronomi, terlebih dulu akan dibahas
tentang bola Bumi dan koordinat geografis. Sebenarnya bentuk planet Bumi menyerupai bola
dan bukan sebuah bola sempurna, permukaan planet Bumi tidak rata, ada yang tinggi (bukit,
gunung) dan ada yang rendah (lembah, cekungan dasar laut). Untuk pembicaraan praktis perlu
ada konsep sebuah model planet Bumi yang ideal, permukaan rata dan berbentuk bola sempurna.
Konsep bentuk Bumi yang ideal ini dinamakan Bola Bumi (Globe). Permukaan bola Bumi yang
ideal itu dinamakan permukaan rata-rata air laut sehingga permukaan Bumi ideal memiliki
bidang datar yang tegak lurus terhadap garis vertikal lokal (yang merupakan arah ke pusat
gravitasi Bumi). Bola Bumi dengan permukaan air laut rata-rata merupakan bentuk Geoid.
Permukaan rata-rata air laut planet Bumi dipergunakan untuk menentukan acuan ketinggian
sebuah tempat atau topografi. Misalnya kota Bandung mempunyai ketinggian 700 m dari atas
permukaan air laut, lokasi Observatorium Bosscha berada pada ketinggian 1310 m dsb.
Tabel 2. Data Fisik Bumi
Periode Orbit Revolusi Bumi mencapai titik Aries dua
kali berurutan rata- rata (disebut Tahun Tropis)

Periode Orbit Sideris
Setengah sumbu panjang orbit
Eksentrisitet
Rotasi Bumi
Kemiringan sumbu Rotasi Bumi terhadap Ekliptika
Massa
Radius ekuator
Rapat massa
Albedo
Kecepatan lepas
Temperatur (Black Body)
Temperatur yang diamati
Temperatur Sub-solar

:

365,2422 hari

:
:

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

365, 26 hari
149,6 x 106 (sekitar 150 juta) km
0,017
23 jam 56 menit 4,1 detik
23°,5
5,98 x 1024 kg
6378 km
5,52 kg/m3

0,3 – 0,5
11,2 km/sec
277° K
250° – 300° K
395° K

Selain itu bentuk Bumi tidak berbentuk bola sempurna, melainkan berbentuk ellipsoid. Bagian
arah kutub Bumi mengalami pepatan sehingga radius polar lebih kecil dibanding dengan radius
ekuator planet Bumi. Pepatan Bumi p didefenisikan perbandingan antara radius kutub, b,
terhadap radius ekuator Bumi, a. Harga p = (1− f) dan a yang direkomendasi oleh komunitas
IAU (International Astronomical Union) tahun 1976 harga f = 1/ (298.257) dan a = 6378,14 km
atau b = 6356,755 km atau b/a = 0,99664719. Pengetahuan tersebut dapat dipergunakan untuk

2

Sistem Koordinat

mengetahui hubungan sistem koordinat geografis atau sistem koordinat toposentris dan sistem
koordinat geosentrik.
III. Sistem Koordinat Geografis

Tiap tempat di permukaan Bumi mempunyai posisi yang dinamakan dengan posisi lintang dan
bujur geografis. Koordinat geografis suatu tempat di permukaan Bumi itu dinyatakan dalam
satuan sudut (derajat, menit busur dan detik busur) dan dilambangkan φg, untuk lintang
geografis, dan λg, bujur geografis. Titik kutub Utara dan titik kutub Selatan planet Bumi
mempunyai posisi lintang geografis φg-ku = +90° dan φg-ks = −90°. Ekuator atau khatulistiwa
mempunyai harga φg-eq = 0°. Sedang bujur geografis ditetapkan dengan mengacu pada meridian
nol, meridian yang disepakati membagi bola Bumi menjadi bujur Barat dan bujur Timur (arah
rotasi Bumi bila dilihat dari kutub Utara, berlawanan dengan arah putaran jarum jam). Sekarang
telah disepakati meridian nol adalah meridian yang melewati zenith kota Greenwich di Inggeris.

Gambar 1. Koordinat geografis suatu tempat di permukaan Bumi dinyatakan dalam lintang φg untuk
lintang geografis, dan λg untuk bujur geografis.

III.1 Meridian nol sebagai meridian acuan dan zona waktu
Proses penyatuan penetapan bujur nol atau meridian standar hampir berlangsung satu abad, sejak
zaman Laplace (1800), John Herschel (1828) disusul kemudian dengan pertemuan International
Geographical Congress I (1871) di Antwerpen dan International Geographical Congress
II(1875) di Roma. Setelah itu pertemuan The International Meridian Conference yang
3


Sistem Koordinat

berlangsung di the Diplomatic Hall of the State Department di Washington DC pada tanggal 1
Oktober 1884 berhasil mengeluarkan resolusi penggunaan meridian Greenwich sebagai meridian
nol menggantikan keragaman penggunaan meridian acuan dan dualisme penggunaan meridian
acuan untuk peta laut dan peta darat.
Selain untuk penentuan posisi, keragaman meridian acuan untuk menentukan jam bagi keperluan
sehari-hari dirasakan kurang praktis, manusia bisa kebingungan dalam bertransaksi atau
membuat perjanjian satu dengan lainnya. Setelah melalui perjalanan waktu yang panjang (lebih
setengah abad dari resolusi penetapan meridian nol, sebagai contoh awal penggunaan Greenwich
sebagai meridian nol misalnya di Perancis pada tahun 1911, di Rusia pada tahun 1924, di
Belanda pada tahun 1940) kini di sepakati penggunaan garis bujur yang melewati kota
Greenwich merupakan garis bujur nol. Planet Bumi dibagi menjadi 24 waktu standart, 12 waktu
standar bujur timur dan 12 waktu standar bujur barat. Penetapan wilayah dalam sebuah waktu
standar secara teoritis menggunakan bujur standar (bujur geografis yang habis dibagi 15° dengan
acuan bujur tempat meridian nol, Greenwich). Namun dalam hal praktis batas bujur tempat
keberlakuan waktu standar itu tidak merupakan sebuah garis bujur, tapi lebih bersifat batas
kekuasaan wilayah, bentuknya bisa zig-zag bukan garis lurus. Selain itu tiap negara dapat
memilih waktu standar yang dipergunakan dengan berbagai pertimbangan (ekonomi, politik,
kepraktisan dsb). Pemilihan bujur geografis acuan zona waktu berimplikasi pada pergantian

hari, lebih cepat atau lebih lambat dari acuan bujur geografis yang ideal.
Secara teoritis pergantian hari di suatu tempat pada saat Matahari rata-rata berkulminasi bawah
(terhadap meridian acuan waktu standar) atau jam 00:00 tengah malam waktu setempat. Sekitar
tahun 1925 kebanyakan almanak nautika mempergunakan pergantian hari mulai tengah malam.
Kini sistem itu dianut oleh semua negara, bertautan erat dengan sistem pergantian hari dalam
sistem Kalendar Masehi (merupakan sistem kalendar Matahari).
Bujur nol geografis λg = 0° adalah bujur geografis yang melewati kota Greenwich (di Inggeris,
posisi lintang Utara +51° 28' ). Di timur bujur nol dinamakan Bujur Timur (BT) +0° < λg <
+180° dan di barat bujur nol dinamakan Bujur Barat (BB), −180° < λg < +0°. Bujur geografis
juga bisa dinyatakan dalam satuan waktu (jam, menit, detik). Misalnya bujur nol geografis λg =
0° 0’ 0” bisa ditulis λg = 0 jam 0 menit 0 detik, λg = 40° 20’ 10” bisa ditulis λg = int (40/15)
jam int [{(frac (40/15) x 60 + 20}/15] menit [frac [{(frac (40/15) x 60 + 20}/15] x 60 + 10] / 15
detik atau λg = 2 jam 41 menit 20.67 detik , λg = 105 ° BT bisa ditulis λg = int (105/15) jam int
[{(frac (105/15) x 60 + 0}/15] menit [frac [{(frac (105/15) x 60 + 0}/15] x 60 + 0] / 15 detik
atau λg = 7 jam 0 menit 0 detik . Sebaliknya bila diketahui posisi bujur dalam jam, menit dan
detik dapat dinyatakan dalam derajat, menit busur dan detik busur. Misalnya bujur geografis λg =
7 jam 20 menit 35 detik BB dapat ditulis λg = (7 x 15°) + int [ {(20 x 15) + int (35 x15) / 60} /
60] derajat , int [ frac [ {(20 x 15) + int (35 x15) / 60} / 60] x 60 ] menit busur, frac [ frac [ {(20
x 15) + int (35 x15) / 60} / 60] x 60 ] x 60 detik busur.
4


Sistem Koordinat

Secara ilmiah ada dua hal yang menjadi dasar penentuan waktu standar (zone time) yang pertama
adalah acuan bujur nol atau meridian nol dan yang kedua penggunaan sistem pergantian hari
yang diterima hampir menyeluruh pada dua sampai empat dekade pertama abad dua puluh.
Bujur geografis ini berkaitan dengan sistem wilayah waktu misalnya wilayah waktu Indonesia
Barat (WIB) menggunakan bujur geografis λg = 105 ° BT atau 7 jam Bujur Timur, wilayah
waktu Indonesia Tengah (WITA) menggunakan bujur geografis λg = 120 ° BT atau λg = 8 jam
Bujur Timur dan wilayah waktu Indonesia Timur menggunakan bujur geografis λg = 135 ° BT
atau λg = 9 jam Bujur Timur. Sesuatu yang perlu diketahui adalah posisi geografis Ka’bah, bujur
geografis Ka’bah, λg-K = 39° 50’ Bujur Timur, dan lintang geografis Ka’bah adalah lintang Utara
+21° 25' untuk keperluan menghitung arah Kiblat bagi umat Islam terbesar di Indonesia.
III.2 Data Posisi Ibukota 34 Provinsi:
Indonesia terletak dari 95o – 141o Bujur Timur dan 6o Lintang Utara – 11o Lintang Selatan. Luas
wilayah Indonesia tersebut terbagi kedalam 34 daerah provinsi pada tahun 2014. Posisi ibukota
provinsi dalam lintang dan bujur, serta zona waktu disajikan dalam tabel 3. Selain itu juga
terdapat posisi kota PELABUHAN RATU, dulu dikenal sebagai pos pengamatan hilal, yang
dipergunakan untuk posisi tempat acuan pembanding hasil berbagai perhitungan. Posisi
PELABUHAN RATU BT 106° 33′ 27.8” dan LS −7° 01′ 44.6”, tinggi tempat dari permukaan

laut: 52.685 m.
Tabel 3. Posisi Ibu Kota Provinsi dan Zona Waktu (ZW)
No. Nama Provinsi
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15

Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam
Provinsi Sumatera Utara
Provinsi Riau
Provinsi Kepulauan Riau
Provinsi Sumatera Barat
Provinsi Jambi
Provinsi Bengkulu
Provinsi Sumatera Selatan
Provinsi Lampung
Provinsi Bangka Belitung
Provinsi Kalimantan Barat
Provinsi Kalimantan Tengah
Provinsi Kalimantan Selatan
Provinsi Kalimantan Timur
Provinsi Kalimantan Utara

Nama Ibukota Provinsi

Bujur

ZW

Lintang
(°)
(')

(°)

(')

Banda Aceh

095

19

7

+05

34

Medan
Pakan Baru
Tanjung Pinang
Padang
Jambi
Bengkulu
Palembang
Bandar Lampung (Teluk Betung)
Pangkal Pinang
Pontianak
Palangkaraya
Banjarmasin
Samarinda
Tanjung Selor

098
101
104
100
103
102
104
105
106
109
113
114
117
117

38
28
29
21
38
15
47
17
10
22
56
40
11
22

7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
8
8
8
8

+03
+00
−00
−00
−01
−03
−02
−05
−02
−00
−02
−03
+00
+02

38
30
55
57
36
48
59
26
07
05
16
22
28
51

5

Sistem Koordinat

16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34

Provinsi Sulawesi Utara
Provinsi Gorontalo
Provinsi Sulawesi Tengah
Provinsi Sulawesi Barat
Provinsi Sulawesi Selatan
Provinsi Sulawesi Tenggara
Provinsi Maluku Utara
Provinsi Maluku
Provinsi Irian Barat
Provinsi Papua
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Provinsi Nusa Tenggara Barat
Provinsi Bali
Provinsi Jawa Timur
Provinsi Jawa Tengah
Provinsi Yogyakarta
Provinsi Jawa Barat
Provinsi Banten
Provinsi DKI Jakarta

Manado
Gorontalo
Palu
Mamuju
Makassar
Kendari
Ternate
Ambon
Sorong
Jayapura
Kupang
Mataram
Denpasar
Surabaya
Semarang
Yogyakarta
Bandung
Serang
Jakarta

124
123
119
118
119
122
127
128
131
140
123
116
115
112
110
110
107
106
106

53
05
54
54
27
35
24
14
13
40
35
08
13
45
24
21
37
09
49

8
8
8
8
8
8
8
9
9
9
8
8
8
7
7
7
7
7
7

+01
+00
−00
−02
−05
−03
+01
−03
−00
−02
−10
−08
−08
−07
−07
−07
−06
−06
−06

Tabel 4. Daftar Nama Kota dan Posisi Geografi Beberapa Kota di Indonesia dan Zona Waktu (ZW)

Nama Kota
Amboina
Ambon
Amuntai
Bandar_Lampung
Bandung
Bangko
Banda_Aceh
Banyuwangi
Banten
Baturaja
Batusangkar
Baubau
Bengkalis
Bengkulu
Blitar
Blora
Bogor

Lintang (°)
3.42S
3.42S
2.24S
5.26S
6.57S
2.06S
5.19N
8.13S
6.03S
4.08S
0.26S
5.27S
1.33N
3.49S
8.06S
6.58S
6.36S

6

Bujur (°)
128.09E
128.09E
115.15E
105.14E
107.34E
102.17E
95.21E
114.50E
106.11E
104.08E
100.36E
122.40E
102.05E
102.19E
112.10E
111.25E
106.48E

Zona Waktu
9
9
8
7
7
7
7
7
7
7
7
8
7
7
7
7
7

33
34
50
43
08
57
49
42
48
40
12
36
37
15
00
48
57
08
10

Sistem Koordinat

Bojonegoro
Bontang
Bukittinggi
Cilacap
Cirebon
Demak
Dompu
Dilli
Dumai
Denpasar
Fakfak
Garut
Gorontalo
Gunungsitoli
JAKARTA
Jambi
Jampea
Jayapura
Jepara
Jember
Kabanjahe
Kalabahi
Kalianda
Kayuagung
Kebumen
Kediri
Kendari

7.09S
0.04N
0.17S
7.44S
6.44S
6.53S
8.33S
8.34S
1.46N
8.39S
2.51S
7.14S
0.32N
1.16N
6.08S
1.37S
7.06S
0.32S
6.36S
8.10S
3.05N
8.12S
5.47S
3.23S
7.40S
7.49S
3.57S

111.53E
117.30E
100.26E
109.00E
107.35E
110.40E
118.29E
125.35E
101.22E
115.13E
132.21E
107.53E
123.04E
97.37E
106.45E
103.34E
120.41E
140.27E
110.40E
113.41E
98.29E
124.30E
105.34E
104.51E
109.40E
112.01E
122.34E

7
8
7
7
7
7
8
9
7
8
9
7
8
7
7
7
8
9
7
7
7
8
7
7
7
7
8

Nama Kota
Kefamenanu
Ketapang
Kolaka
Kotabaru
Kotabumi
Kotamubagu
Kualatungkal
Kupang
Kutacane
Labuhan

Lintang (°)
9.25S
1.45S
4.02S
3.16S
4.51S
0.43N
0.51S
10.09S
3.25N
6.23S

Bujur (°)
124.30E
109.54E
121.35E
116.12E
104.51E
124.21E
103.27E
123.34E
97.53E
105.50E

Zona Waktu
8
7
8
8
7
8
7
8
7
7

7

Sistem Koordinat

Lahat
Langsa
Lhokseumawe
Lubuklinggau
Lubuksikaping
Lumajang
Luwuk
Madiun
Malang
Mamuju
Mataram
Maumere
Medan
Menado
Merauke
Metro
Meulaboh
Muarabulian
Muarabungo
Muaraenim
Nabire
Nunukan
Pacitan
Padang
Padangsidemp.
Painan
Palangkaraya
Palembang
Palopo
Palu
Pamekasan
Pangkalpinang
Parepare
Payakumbuh
Pekalongan
Pekanbaru
Nama Kota
Pelabuhanratu 1

3.49S
4.26N
5.11N
3.17S
0.09N
8.08S
0.57S
7.38S
7.59S
2.41S
8.35S
8.37S
3.35N
1.29N
8.26S
5.07S
4.08N
1.45S
1.30S
3.40S
3.18S
4.06N
8.12S
0.56S
1.23N
1.20S
2.15S
2.59S
2.59S
0.54S
7.09S
2.08S
3.59S
0.12S
6.54S
0.36N

103.31E
97.58E
97.09E
102.52E
100.11E
113.13E
122.48E
111.31E
112.45E
118.55E
116.08E
122.12E
98.39E
124.52E
140.22E
105.16E
96.07E
103.15E
102.07E
103.47E
135.33E
117.40E
111.07E
100.27E
99.16E
100.36E
113.56E
104.45E
120.12E
119.52E
113.29E
106.06E
119.40E
100.38E
109.40E
101.14E

Lintang (°)
7.Σ04.94 .10
8

7
7
7
7
7
7
8
7
7
8
8
8
7
8
9
7
7
7
7
7
9
8
7
7
7
7
8
7
8
8
7
7
8
7
7
7

Bujur (°)
Zona Waktu
106.33.35.10E 7

Sistem Koordinat

Pelabuhanratu 2
Pelabuhanratu
Pematangsiant.
Pontianak
Purwakarta
Purwokerto
Putusibau
Rengat
Ruteng
Sabang
Salatiga
Samarinda
Sekayu
Semarang
Sibolga
Sidikalang
Sigli
Sijunjung
Singaraja
Singkawang
Sintang
Solok
Sorong
Subang
Sukabumi
Sumbawabesar
Sumenep
Sungailiat
Surabaya
Surakarta
Tahuna
Takengon
Tanjungbalai
Tanjungpandan
Tanjungpinang
Tanjung selor
Tapaktuan
Tarutung
Tasikmalaya

.7 10.Σ6.44
7.00S
2.56N
0
6.35S
7.25S
0.53N
0.24S
8.35S
5.53N
7.19S
0.27S
2.53S
6.58S
1.45N
2.45N
5.22N
0.42S
8.06S
0.53N
0.05N
0.47S
0.48S
6.35S
6.56S
8.32S
7.00S
1.52S
7.14S
7.32S
3.33N
4.36N
2.59N
2.45S
0.55N
2.51N
3.15N
2.00N
7.20S

106.33.27.8E
106.03E
99.03E
109.19E
107.29E
109.14E
112.47E
102.28E
120.27E
95.20E
110.30E
117.09E
103.50E
110.29E
98.47E
98.18E
95.58E
100.59E
115.06E
108.56E
111.23E
100.40E
131.13E
107.47E
106.50E
117.27E
113.51E
106.05E
112.45E
110.50E
125.33E
96.49E
99.47E
107.37E
104.27E
117.22E
97.11E
98.57E
107.14E
9

7
7
7
7
7
7
7
7
8
7
7
8
7
7
7
7
7
7
8
7
7
7
9
7
7
8
7
7
7
7
8
7
7
7
7
8
7
7
7

Sistem Koordinat

Tebingtinggi
Tegal
Tembilahan
Tolitoli
Tuban
Ujung_Pandang
Waikabubak
Wamena
Yogyakarta

3.20N
6.52S
0.19S
1.03N
6.54S
5.09S
9.38S
3.54S
7.48S

99.08E
109.09E
103.07E
120.50E
112.04E
119.28E
119.25E
138.41E
110.24E

7
7
7
8
7
8
8
9
7

IV. Sistem koordinat langit
Manusia hidup dalam ruang yang sangat luas, planet Bumi tempat tinggal bermilyar manusia
menjadi sangat kecil dan bahkan dapat dianggap sebagai sebuah titik dalam alam semesta yang
sangat luas. Bayangkan jarak dua kota di permukaan Bumi yang terjauh hanya beberapa ribu
kilometer, sedang jarak benda langit yang terdekat adalah Bulan, jaraknya 384400 km, jarak ke
Matahari rata-rata hampir 150 juta km, jarak bintang terdekat 4.3 tahun cahaya dan jarak ke
galaksi terjauh sekitar 15 milyar tahun cahaya. Bila kita memandang langit yang cerah akan
terlihat bintang sebagai sebuah titik cahaya dengan beragam kuat cahayanya, ada yang terang
dan ada yang lemah cahayanya. Begitupula bila Matahari dilihat dari tempat bintang berada
maka maka Matahari juga akan terlihat sebagai sebuah titik cahaya. Titik-titik cahaya tersebut
berada pada kubah langit. Kesan bintang berada pada kubah langit yang mirip dengan setengah
bola mengilhami konsep bola langit.
IV.1 Bola langit
Bola langit, adalah sebuah bola yang besar (imaginasi) dan pusat bola langit tersebut adalah
pengamat, benda langit di proyeksi pada kulit bola yang transparan, jadi jarak ke benda langit
(Matahari, Planet, Bintang dan Galaksi) dianggap sama yaitu pada kulit bola langit. Posisi benda
langit didiskripsikan pada permukaan bola langit dengan mendefenisikan titik – titik acuan,
aturan pengukuran dan batas – batas wilayahnya pada bola langit. Imaginasi tentang bola langit
tersebut dapat direalisasikan pada sebuah model bola transparan dan posisi masing – masing
bintang atau benda langit lainnya digambarkan pada permukaannya.
Pada kulit bola tersebut dapat dibuat lingkaran kecil dan lingkaran besar. Lingkaran besar adalah
lingkaran pada bola langit yang mempunyai radius (jari-jari) yang sama dengan radius bola
langit dan lingkaran kecil adalah lingkaran pada bola langit yang mempunyai radius lebih kecil
dari radius bola langit. Lingkaran besar pada kulit bola selalu mempunyai pusat yang berimpit
dengan pusat bola langit, sedang pusat lingkaran kecil pada bola langit tidak mempunyai pusat
10

Sistem Koordinat

yang berimpit dengan pusat bola langit. Perpotongan sebuah bidang datar yang melalui pusat
bola langit dengan kulit bola langit adalah sebuah lingkaran besar. Sedang perpotongan sebuah
bidang datar yang tidak melalui pusat bola langit dengan kulit bola langit adalah sebuah
lingkaran kecil.
Dalam sistem koordinat astronomi yang perlu diperhatikan adalah lingkaran besar utama dan
titik kutub lingkaran utama atau lingkaran primer tersebut. Lingkaran sekunder merupakan
lingkaran tegak lurus lingkaran utama dan selalu melalui titik kutub lingkaran primer. Bila
radius bola langit adalah R maka sebuah lingkaran kecil yang berjarak sudut φ dari kutub
lingkaran primer akan mempunyai radius r = R sin φ.
Pembahasan posisi benda langit dalam bola langit perlu ditetapkan aturan dalam suatu sistem
koordinat. Kita dapat menempatkan Bumi dan pengamat di permukaan Bumi digambarkan
menjadi sebuah titik pada bola langit tersebut. Bumi dan pengamat dianggap sebagai pusat bola
langit dan posisi benda langit digambarkan atau didiskripsikan dalam sebuah lingkaran pada bola
langit.

IV.2 Apa manfaatnya bola langit?
Semua fenomena bulan Purnama yang menerangi langit malam pada prinsipnya disaksikan oleh
penghuni planet Bumi di kawasan ekuator, tropis dan subtropis. Misalnya Indonesia, China,
India, Timur Tengah, Arab Saudi, Mekah dan Medinah. Pada tengah malam yang cerah
kedudukan bulan purnama cukup tinggi sehingga memungkinkan disaksikan atau diamati
pengamat di kawasan ekuator, tropis dan subtropis. Di kawasan kutub penghuni planet Bumi bisa
menyaksikan bulan purnama sepanjang hari bagi yang terkena musim dingin atau tidak
menyaksikan sama sekali bulan purnama bila mereka berada dalam musim panas.
Bagi penghuni planet Bumi akan menyaksikan pergerakan harian benda langit bintang, Planet
Terang, komet Matahari dan Bulan seolah bergerak dari timur ke barat, terbit di kaki langit timur
dan terbenam di kaki langit barat. Fenomena pergerakan benda langit merupakan perpaduan
antara gerak benda langit dalam ruang, rotasi planet Bumi dan revolusi planet Bumi. Fenomena
lainnya presesi dan nutasi sumbu rotasi Bumi relatif kecil dan berjangka panjang. Fenomena
presesi dan nutasi berpengaruh pada kedudukan benda langit relatif terhadap ekuator langit atau
ekliptika, begitu pula tinggi benda langit pada saat mencapai meridian pengamat.
Bumi hanya satu diantara 8 planet dalam tatasurya dengan satu satelit alamnya Bulan. Planet –
Planet tersebut mengorbit sebuah bintang yang dinamakan Matahari. Matahari satu diantara
sekitar 100 milyar bintang dalam Galaksi BimaSakti atau Milky Way galaxy, dan Milky Way
galaxy hanya sebuah galaksi diantara bermilyar galaxy (galaksi) dalam alam semesta. Tidak
11

Sistem Koordinat

hanya jumlah yang sangat besar, tapi ukuran benda-benda langit itu planet Bumi, Bulan,
Matahari maupun Galaksi Bima Sakti dalam skala ruang alam semesta sangat kecil bahkan
hanya sebuah titik. Matahari yang berdiameter 1 400 000 km dilihat dari planet Bumi yang
berjarak sekitar 150 juta km atau 8.3 menit cahaya nampak sebagai obyek langit dengan diameter
sudut sekitar setengah derajat, tapi kalau dilihat dari bintang terang terdekat yaitu bintang alfa
centauri sekitar 4.3 tahun cahaya, Matahari nampak sebagai sebuah titik seperti bintang yang di
lihat dari planet Bumi, begitupula galaksi yang terletak sangat jauh bermilyar tahun cahaya akan
nampak sebagai sebuah titik saja (hanya bagian yang terang di bagian inti galaksi).
Bait lagu Bintang Kecil: “Bintang kecil di langit yang tinggi, amat banyak menghias angkasa”.
Kata “bintang kecil” sebenarnya hanya merupakan kesan semu ukuran sebuah bintang. Bintang
hanya nampak oleh mata bugil manusia sebagai titik – titik cahaya di langit malam. Mengapa
bintang nampak sebagai titik cahaya yang berukuran kecil ? Apakah bintang bisa nampak lebih
besar melalui teleskop? Perbandingan antara diameter linier benda langit dan jarak ke benda
langit akan menentukan kesan besar atau kecil benda langit tersebut bagi penghuni planet Bumi.
Benda langit lainnya yang nampak oleh mata bugil adalah planet (pengembara di langit) terang,
planet Saturnus, planet Jupiter, planet Mars, planet Venus dan planet Merkurius. Planet juga
nampak sebagai sebuah titik yang terkesan lebih besar berpindah diantara titik – titik cahaya
bintang di langit. Benda langit yang lebih besar adalah Bulan Purnama dan bundar Matahari.
Ukuran bundar Bulan Purnama nampak seolah sama dengan bundar Matahari. Fenomena
pengamatan dengan matabugil manusia itu merupakan fenomena pengamatan diameter sudut
benda langit.
Bintang berkelip karena cahaya bintang melewati angkasa Bumi yang bergerak sehingga cahaya
yang dibiaskan oleh lapisan angkasa yang bergerak akan menimbulkan efek seolah cahaya
bintang sesungguhnya berkelip. Andaikan kita bisa terbang hingga keluar angkasa Bumi maka
kita akan melihat bintang yang tak pernah berkelip seperti yang disaksikan dari permukaan Bumi
atau bila ada astronot di permukaan Bulan yang tak berangkasa akan melihat bintang yang tak
berkelip. Jadi kelipan bintang merupakan indikator keberadaan dan dinamika angkasa planet
Bumi.
Walaupun planet yang juga nampak seperti titik – titik cahaya bintang di langit, kelipan planet
tidak seperti kelipan bintang yang cenderung lebih sering dan lebih cepat. Hal ini disebabkan
diameter sudut bintang jauh lebih kecil dibanding dengan diameter sudut planet maupun bulan
dan Matahari. Begitupula ukuran diameter sudut Bulan Purnama nampak seolah sama dengan
bundar Matahari sekitar 30 menit busur atau setengah derajat.
Realitas sangat besarnya ukuran ruang alam semesta ini dibandingkan dengan ukuran planet
Bumi atau benda langit lainnya dipergunakan untuk melahirkan konsep bola langit dan berbagai

12

Sistem Koordinat

sistem koordinat astronomi, sistem koordinat Horizon, sistem koordinat Equatorial, sistem
Koordinat Ekliptika, sistem koordinat Galaksi maupun sistem koordinat SuperGalaksi.
Melalui bantuan sistem koordinat Horizon, koordinat geografis, sistem koordinat Equatorial dan
sistem koordinat Ekliptika. Posisi setiap benda langit dapat ditentukan atau dihitung dalam
berbagai sistem koordinat astronomi tersebut. Untuk itu diperlukan pengetahuan astronomi bola,
matematika dalam segitiga bola untuk merumuskan dan menghitung waktu-waktu terbit
terbenam Matahari, Bulan dan benda langit lainnya.
Selain itu model alam semesta dan tatasurya pada zaman dulu dipergunakan model geosentris
(Bumi sebagai pusat alam semesta) dan kemudian pada sekitar abad 17 dipergunakan model
heliosentris (Matahari sebagai pusat alam semesta). Model geosentris tidak mempunyai
dukungan hukum-hukum fisika, mekanika benda langit, sedang model heliosentris mempunyai
dasar-dasar yang kuat tentang hukum fisika dan Matahari sebagai pusat tatasurya. Namun
Matahari bukan pusat alam semesta, karena Matahari sebenarnya juga beredar mengelilingi
pusat Galaksi Bima Sakti dengan periode edar lebih dari 200 juta tahun.
IV.3 Sistem koordinat horizontal (alt-azimuth)

Gambar 2. Sistem Koordinat Horizontal
Lingkaran primer dalam sistem koordinat horizon adalah lingkaran Horizon. Lingkaran Horizon
merupakan hasil perpotongan bidang Horizon dengan Bola langit. Titik kutub lingkaran Horizon
adalah titik Zenit untuk kutub diatas pengamat dan titik Nadir kutub dibawah pengamat.

13

Sistem Koordinat

Posisi benda langit pada sistem koordinat Horizon (SKH) digambarkan oleh tinggi dari horizon
(altitude), h, dan azimut, Az. Ketinggian suatu benda langit berkisar dari -90o sampai +90o. Titik
Zenit mempunyai tinggi hZ = +90° dan titik Nadir mempunyai tinggi hN = −90°. Tinggi diukur
pada busur lingkaran sekunder dari titik potong lingkaran sekunder yang melalui benda langit
dengan lingkaran primer atau tinggi dihitung dari lingkaran horizon pengamat ke posisi benda
langit. tinggi dibagi dua, (+) untuk posisi benda langit diatas horizon dan (-) untuk posisi benda
langit diatas horizon. Pengukuran tinggi sebuah benda langit yang dipilih merupakan busur yang
terpendek. Harga tinggi sebuah benda langit terletak antara +90° (titik Zenit) dari −90° (titik
Nadir). Titik-titik pada lingkaran Horizon mempuyai tinggi nol derajat ( 0°).
Titik-titik penting pada lingkaran Horizon adalah titik Utara, Timur, Barat dan Selatan. Titik
Utara merupakan salah satu titik potong lingkaran sekunder SKH yang melalui kutub Utara dan
kutub Selatan langit dengan lingkaran Horizon. Lingkaran sekunder yang melalui kutub Utara
dan kutub Selatan langit dinamakan lingkaran Meridian. Titik Utara merupakan titik acuan
menentukan tinggi kutub Utara langit dan titik Selatan titik acuan menentukan tinggi kutub
Selatan langit. Titik Barat dan titik Timur merupakan titik pada lingkaran Horizon yang berjarak
busur +90° dari titik Utara atau titik Selatan. Titik Barat berada pada busur lingkaran Horizon
tempat terbenam benda-benda langit dan titik Timur berada pada busur lingkaran Horizon tempat
terbit benda-benda langit.

Gambar 3. Azimuth Empat Arah Mata Angin Pada Bidang Horizon
Lingkaran besar yang melalui titik Barat dan titik Timur adalah lingkaran Ekuator Langit. Dalam
hal praktis di lapangan bila kita berdiri di suatu tempat dan menghadap ke arah titik Utara, maka
di belakang kita adalah titik Selatan, di kanan kita adalah titik Timur dan dikiri kita adalah titik
Barat. Azimuth dihitung dari Utara kearah Timur disepanjang lingkaran horizon pengamat yang
14

Sistem Koordinat

berkisar antara 0o – 360o, dengan azimuth 0o atau 360o untuk arah Utara, azimuth 90o untuk arah
Timur, azimuth 180o untuk arah Selatan dan azimuth 270o untuk arah Barat (gambar 3).
Pengukuran Azimut ada beberapa macam cara diantaranya adalah menentukan Azimut titik
Utara, AzU = 0° atau 360°, Azimut titik Timur, AzT = 90°, Azimut titik Selatan, AzS = 180° dan
Azimut titik Barat, AzB = 270°. Azimut benda langit diukur pada lingkaran Horizon. Acuan
pengukuran Azimut benda langit tersebut adalah titik Utara ke arah titik Timur hingga ke titik
acuan untuk pengukuran tinggi benda langit tersebut. Azimut titik kutub Utara langit (KUL)
selalu AzKUL = 0° dan Azimut titik kutub Selatan langit (KSL) selalu AzKSL = 180°.
Dalam SKH tinggi kutub Utara dan kutub Selatan langit berubah terhadap posisi pengamat .
Begitu pula tinggi dan Azimut sebuah benda langit bergantung pada posisi pengamat di
permukaan bola Bumi. Kedudukan horizon pengamat dipengaruhi oleh lintang Bumi.
IV.4 Sistem koordinat ekuator (ske)

Gambar 4. Sistem Koordinat Ekuatorial
Lingkaran primer dalam SKE adalah lingkaran Ekuator Langit. Lingkaran Ekuator Langit
merupakan hasil perpotongan bidang Ekuator dengan Bola langit. Titik kutub lingkaran Ekuator
Langit adalah titik Kutub Utara Langit dan titik Kutub Selatan Langit.
Lingkaran sekunder dalam SKE disebut juga lingkaran jam, lingkaran besar yang melewati
kedua titik kutub langit tersebut. Ekuator langit merupakan lingkaran pada bola langit hasil
15

Sistem Koordinat

perpotongan bidang ekuator (bidang yang melalui ekuator Bumi) dengan bola langit. Titik kutub
Utara dan kutub Selatan langit merupakan perpotongan sumbu rotasi Bumi dengan bola langit.
Bila dalam SKH kedudukan benda langit dinyatakan dalam tinggi dan azimut, kedudukan benda
langit yang sama dalam sistem koordinat SKE, dinyatakan dalam asensiorekta, α, dan deklinasi,
δ. Tinggi dan Azimut kutub Utara dan kutub Selatan langit berubah terhadap posisi pengamat,
namun posisi kedua kutub langit tersebut dalam SKE mempunyai deklinasi +90° (titik Kutub
Utara Langit) dari −90° (titik Kutub Selatan Langit). Asensiorekta merupakan bujur ekuatorial
yang dihitung dari titik Aries/titik gamma ( ) kearah timur yang berkisar dari 0o – 360o.
Deklinasi diukur pada busur lingkaran sekunder dari titik potong lingkaran sekunder yang
melalui benda langit dengan lingkaran primer. Deklinasi dihitung dari bidang ekuator langit ke
posisi benda langit, (+) untuk posisi benda langit diatas bidang ekuator langit dan (-) untuk posisi
benda langit di bawah bidang ekuator langit. Pengukuran deklinasi sebuah benda langit yang
dipilih merupakan busur yang terpendek. Harga deklinasi sebuah benda langit terletak antara
+90° (titik Kutub Utara Langit) dari −90° (titik Kutub Selatan Langit). Titik-titik pada lingkaran
Ekuator Langit mempuyai deklinasi nol derajat ( 0°). Titik-titik penting pada lingkaran Ekuator
Langit adalah titik Aries. Titik Aries merupakan titik acuan atau titik nol untuk menentukan
Asensiorekta. Deklinasi dan Asensiorekta titik Aries masing-masing adalah nol derajat (δAries =
0° dan αAries = 0°). Titik Aries merupakan salah satu titik potong antara ekuator langit dengan
lingkaran Ekliptika (atau disingkat dengan nama Ekliptika), tempat menyeberang Matahari dari
belahan langit selatan ke belahan langit utara Ekliptika merupakan hasil perpotongan bidang
Ekliptika, bidang orbit Bumi mengelilingi Matahari dengan bola langit. Walaupun titik Aries
dipergunakan sebagai acuan, namun kedudukan titik Aries di ekliptika selalu berubah akibat
presesi.
Ekliptika dengan Ekuator Langit membentuk sudut kemiringan ekliptika, ε, sebesar 23°.5 .
Asensiorekta sebuah benda langit adalah besar busur di Ekuator langit diukur dari titik Aries ke
arah timur (arah yang berlawanan dengan arah putaran jarum jam bila dilihat dari kutub utara
langit) sampai ketitik potong lingkaran sekunder dengan Ekuator tempat pengukuran deklinasi
benda langit tersebut. Asensiorekta sebuah benda langit mempunyai harga 0° ≤ α ≤ 360° atau
bila dinyatakan dalam jam adalah 0 jam ≤ α ≤ 24 jam.
IV.5 Sistem koordinat ekliptika (skek)
Dalam sistem koordinat ini, posisi benda langit digambarkan dalam bujur ekliptik ( ) dan lintang
ekliptik ( ) (gambar 5). Lingkaran utama dalam sistem koordinat ekliptik adalah lingkaran
ekliptika, yang merupakan garis edar bumi mengelilingi matahari (gerak revolusi Bumi).

16

Sistem Koordinat

Gambar 5. Sistem Koordinat Ekliptik
Lingkaran primer dalam sistem koordinat Ekliptika, SKEk. adalah lingkaran Ekliptika atau
disebut Ekliptika. Lingkaran Ekliptika merupakan lingkaran besar hasil perpotongan bidang
Ekliptika, bidang orbit Bumi mengelilingi Matahari, dengan Bola langit. Titik kutub lingkaran
Ekliptika adalah titik Kutub Utara Ekliptika dan titik Kutub Selatan Ekliptika. Lingkaran
sekunder dalam SKEk disebut juga lingkaran bujur, lingkaran besar yang melewati kedua titik
kutub Ekliptika tersebut.
Bila dalam SKE kedudukan benda langit dinyatakan dalam asensiorekta, α, dan deklinasi, δ,
kedudukan benda langit yang sama dinyatakan dalam lintang (β) dan bujur (λ) Ekliptika. Dalam
sistem koordinat Ekliptika kedudukan kutub Utara dan kutub Selatan langit masing-masing
adalah + (90° - ε ) dan − (90° − ε ). Sudut ε adalah sudut kemiringan ekliptika terhadap ekuator
langit. Titik kutub utara dan kutub Selatan Ekliptika mempunyai lintang ekliptika βkuEk= +90°
(titik Kutub Utara Ekliptika) dari βksEk = −90° (titik Kutub Selatan Ekliptika).
Bujur ekliptik dihitung dari titik Aries/titik gamma ( ) kearah timur yang berkisar dari 0o – 360o,
sedangkan lintang ekliptik dihitung dari bidang ekliptik kearah posisi benda langit, (+) untuk
posisi benda langit diatas bidang ekliptik dan (-) untuk posisi benda langit dibawah bidang
ekliptik. Lintang ekliptik suatu benda langit berkisar dari -90o sampai +90o. Lintang Ekliptika
diukur pada busur lingkaran sekunder dari titik potong lingkaran sekunder yang melalui benda
langit dengan lingkaran primer. Pengukuran lintang ekliptika sebuah benda langit yang dipilih
merupakan busur yang terpendek. Harga lintang Ekliptika sebuah benda langit terletak antara

17

Sistem Koordinat

+90° (titik Kutub Utara Ekliptika) dari −90° (titik Kutub Selatan Ekliptika) atau −90° ≤ β ≤ +90°.
Titik-titik pada lingkaran Ekliptika mempuyai lintang Ekliptika nol derajat (0°).

Gambar 6. Kemiringan Ekliptika Terhadap Ekuator Langit Pada Bola Langit
Titik penting pada lingkaran Ekliptika adalah titik Aries. Titik Aries merupakan titik acuan atau
titik nol untuk menentukan bujur Eklitika. Lintang dan bujur Ekliptika titik Aries masing-masing
adalah nol derajat (βAries = 0° dan λAries = 0°). Titik Aries merupakan salah satu titik potong
antara ekuator langit dengan lingkaran Ekliptika (atau disingkat dengan nama Ekliptika), tempat
menyeberang Matahari dari belahan langit selatan ke belahan langit utara Ekliptika merupakan
hasil perpotongan bidang Ekliptika, bidang orbit Bumi mengelilingi Matahari dengan bola langit.
Ekliptika dengan Ekuator Langit membentuk sudut kemiringan ekliptika, ε, sebesar 23°.5 .
Bujur Ekliptika (λ) sebuah benda langit adalah besar busur di Ekliptika diukur dari titik Aries ke
arah timur (arah yang berlawanan dengan arah putaran jarum jam bila dilihat dari kutub utara
Ekliptika) sampai ketitik potong lingkaran sekunder dengan Ekliptika tempat pengukuran lintang
ekliptika benda langit tersebut. Bujur Ekliptika sebuah benda langit mempunyai harga 0° ≤ λ ≤
360° atau bila dinyatakan dalam jam adalah 0 jam ≤ λ ≤ 24 jam.
Dalam bola langit, Bumi dianggap diam sebagai pusat bola langit dan Matahari dapat dianggap
bergerak pada lingkaran ekliptik. Bidang ekliptika miring 23,5o terhadap bidang ekuator langit.
Perpotongan lingkaran ekliptika dan ekuator langit akan menghasilkan dua titik, titik vernal
equinox (titik Aries/titik gamma) dan autumnal equinox (B) (gambar 6).

18

Sistem Koordinat

IV.6 Hubungan antar sistem koordinat
Pengetahuan hubungan antar sistem koordinat diperlukan untuk memecahkan persoalan
mengetahui komponen yang berkaitan dengan posisi suatu waktu sebuah benda atau fenomena
langit. Misalnya berapa lama senja astronomi berlangsung di sebuah kota dengan lintang +75°
pada tanggal 5 Juli 2005, berapa tinggi Matahari saat musim dingin 31 Desember 2005?

KUL
KUEk

B

X

KUL

X

φ

S

U

γ
KSL

Xo

T

N

K

X

Gambar 7. Hubungan antar sistem koordinat.

Beberapa formula hubungan antara tinggi matahari, ho, azimut matahari, Αzo, lintang geografis
tempat pengamatan, φ, deklinasi matahari, δo, dan sudut jam matahari, Ho, diperlihatkan dalam
Tabel 5.
Beberapa formula hubungan antara δo = deklinasi matahari, αo = asensiorekta, βo = lintang
ekliptika matahari, λo = bujur ekliptika matahari, ε = kemiringan ekliptika ( terhadap ekuator
langit ), Ho = sudut jam matahari, hav = haversine (hav θ = 1/2 (1 – cos θ) = 1/2 vers θ)
diperlihatkan dalam Tabel 6.

19

Sistem Koordinat

Tabel xxxx Hubungan tata koordinat Horizon dan Ekuatorial melalui rumus Haversine,
rumus Sinus, rumus 4-bagian dan rumus Kosinus dalam segitiga bola.
cos φ cos ho hav Αzo = hav (90° − δo) – hav (φ − ho) (R. Haversine)
cos φ cos δo hav Ho = hav (90° − ho) – hav (φ − δo) (R. Haversine)
Xo = cos ho sin Αzo = − cos δo sin Ho (R. Sinus)
Yo = cos ho cos Αzo = sin δo cos φ − cos δo sin φ cos Ho (R. 4-bagian)
Zo = sin ho = sin δo sin φ + cos δo cos φ cos Ho (R. Kosinus)
Z1 = cos δo cos Ho = sin ho cos φ − cos ho cos Αzo sin φ (R. 4-bagian)
Y1 = sin δo = sin ho sin φ + cos ho cos Αzo cos φ (R. Kosinus)
X1 = − cos δo sin Ho = cos ho sin Αzo (R. Sinus)
Xo2 + Yo2 + Zo2 = X12 + Y12 + Z12 = 1
hm = ho = tinggi matahari, Αzo = azimut matahari, φ = lintang geografis tempat
pengamatan, δo = deklinasi matahari, Ho = sudut jam matahari, hav = haversine (hav θ =
1/2 (1 – cos θ) = 1/2 vers θ) dan zm = zo = jarak zenit matahari = 90° − ho

Tabel yyyy Hubungan tata koordinat Ekuatorial dan Ekliptika melalui rumus Haversine,
rumus Sinus, rumus 4-bagian dan rumus Kosinus dalam segitiga bola.
hav (90° − δo) = hav (90° − βo − ε) + sin (90° − βo) sin ε hav (λo − 90°) (R. Haversine)
hav (90° − βo) = hav (ε − 90° + δo) + sin (90° − δo) sin ε hav (270° − αo) (R. Haversine)
Xo = cos δo cos αo = cos βo sin λo (R. Sinus)
Yo = cos δo sin αo = −sin βo sin ε + cos βo sin λo cos ε (R. 4-bagian)
Zo = sin δo = sin βo sin ε + cos βo sin λo sin ε (R. Kosinus)
Z1 = cos βo sin λo = sin δo sin ε + cos δo sin αo cos ε (R. 4-bagian)
Y1 = sin βo = sin δo cos ε − cos δo sin αo sin ε (R. Kosinus)
X1 = cos βo sin λo = cos δo cos αo (R. Sinus)
Xo2 + Yo2 + Zo2 = X12 + Y12 + Z12 = 1
δo = deklinasi matahari, αo = asensiorekta matahari, βo = lintang ekliptika matahari, λo =
bujur ekliptika matahari, ε = kemiringan ekliptika ( terhadap ekuator langit ), Ho = sudut
jam matahari, hav = haversine (hav θ = 1/2 (1 – cos θ) = 1/2 vers θ)

20