Materi Astronomi OSN SMP Bidang Studi IPS - Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah 2 Arah Kiblat

(1)

Arah Kiblat

I. Pendahuluan

Salah satu manfaat pemahaman satuan sudut dan segitiga bola adalah untuk menentukan arah Kiblat bagi umat Islam, selain itu untuk menentukan rute penerbangan yang murah dan keperluan astronomi.

Menghadap Kiblat merupakan salah satu sarat sahnya dalam melakukan ibadah shalat bagi seorang mukmin. “Apabila engkau shalat sempurnakan wudhu mu, kemudian menghadaplah ke Kiblat. (HR Muslim)”. Pada pertengahan 624M (2H), ketika Rasullulah sedang melaksanakan shalat Dhuhur bersama sahabat di masjid Qiblatain (di Medinah), Rasullulah menerima wahyu berpindah kiblat (QS 2:144), dua rakaat pertama menghadap ke baitul Maqdis di Masjidil Aqsha dan pada dua rakaat terakhir Nabi berpindah kiblat menghadap Ka’bah di masjidil Haram. Perubahan arah Kiblat yang pernah terjadi dalam sejarah Islam hanya sekali yaitu dari (kota) Baitul Maqdis (tempat Masjidil Aqsha dan Qubbatush Shahra batu Shahra) ke masjidil Haram, tempat Baitullah berada.

• Imam Bukhari meriwayatkan dari Baraa’ bin Azib, ia berkata: Rasullulah saw shalat

menghadap Baitul Maqdish selama 16 atau 17 bulan, dan Rasullulah saw ingin menghadap ke Ka’bah, maka Allah swt menurunkan wahyu QS al Baqarah ayat 144 “Sungguh Kami sering melihat mukamu menengadah ke langit” dst.

• Sesungguhnya Kami melihat wajahmu menengadah ke langit, maka sungguh Kami

palingkan engkau (ke arah) kiblat yang engkau menyukainya. Maka palingkanlah wajahmu ke arah masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada palingkanlah wajahmu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang – orang yang diberi Alkitab (Taurat dan Injil) mengetahui bahwa (berkiblat ke Masjidil Haram ) adalah benar dari Tuhan mereka, dan Allah tidak lalai dari apa yang mereka kerjakan. (QS 2:144).

Peristiwa perubahan arah Kiblat itu diabadikan dalam QS 2 : 144, Hadist dan di masjid Qiblatain (masjid dengan dua Kiblat) di Medinah. Satu-satunya masjid dengan dua mihrab, satu mihrab menghadap ke Ka’bah di Mekkah dan satu Mihrab menghadap ke Baitul Maqdis, di Yerussalem Timur di Palestina. Dinamakan juga masjid bani Salimah karena terletak di perkampungan bani Salimah. Dinamakan masjid Qiblatain (berarti dua kiblat), karena di masjid ini pernah didirikan shalat: satu shalat dengan dua kiblat yaitu baitul Maqdis dan masjidil Haram. Masjid Qiblatain (Masjid dengan dua qiblat) di Madinah salah satu tempat bersejarah yang dikunjungi umat Islam selama berHaji atau berUmrah. Pada dasarnya dimanapun umat Islam berada Kiblatnya adalah Masjidil Haram tempat Ka’bah (baitullah) ada di dalamnya.

Pendapat para pakar sejarah berdasar Hadist Tempat yang paling bersejarah yang disinggahi Rasullulah saw adalah kota al Quds atau ‘Iliya Palestina (Baitul Maqdis) terbatas pada dua


(2)

tempat yaitu Masjid al Aqsha dan Qubbatush Shahra yang diberkahi. Batu Shahra itu kini berada di samping Masjid al Aqsha, yang di kemudian hari di atasnya dibangun masjid dengan nama masjid ash – Shahra.

Maka hendaklah engkau hadapkan mukamu ke arah Masjidil Haram; di mana saja kamu berada hendaklah kamu hadapkan mukamu ke sana. (QS al Baqarah ayat 144)

Awal kiblat (qiblah) umat Islam adalah Baitul Maqdis di Yerusalem, Palestina, tempat Mi’raj Rasullulah. Sekitar 16 bulan setelah umat Islam ber kiblat ke Baitul Maqdis, wahyu Allah turun QS 2:144, kiblat umat Islam beralih ke Ka’bah, Masjid al Haram, di Makkah, Arab Saudi. Ketentuan arah Kiblat ini merupakan ketertiban bagi umat Islam dalam menjalankan ibadah shalat. Hakekat shalat sujud ke Allah bukan sujud ke Ka’bah. Pada dasarnya kemanapun kita menghadap di situlah wajah Allah, kebaktian bukanlah menghadap ke timur atau ke barat, akan tetapi kebaktian adalah beriman kepada Allah (QS 2:115 dan 177). Dan Allah memindahkan kiblat dari Baitul Maqdis ke Masjidil Haram untuk menguji keimanan orang – orang mukmin, sekaligus mengabulkan permohonan Nabi Muhammad saw (QS 2: 142 – 146). Setiap umat mempunyai kiblat masing – masing, dan kiblat umat Islam adalah Baitullah (Ka’bah) (QS 2: 148 – 151, QS 5:97).

Menghadap ke arah Kiblat merupakan salah satu sarat sahnya dalam mengerjakan ibadah shalat. Oleh karena itu usaha/ihtiar maksimal dalam menentukan arah Kiblat ketika hendak melaksanakan shalat merupakan sebuah kewajiban (terutama di tempat yang tak terdapat tanda arah Kiblat). Keunikan dalam ajaran Islam, umat Islam diajar mensinergikan ayat al Qur’an, Hadist dan sains, dalam hal ini umat Islam perlu mengenal dan mengembangkan sains untuk menentukan arah Kiblat (Qiblat) untuk keperluan ritual shalat, salah satu bentuk berdzikir kepada Allah swt. Secara fisik pada waktu menghadap ke Qiblat adalah menghadap ke arah Baitullah, ke arah Ka’bah, tempat pusat putaran thawaf jamaah yang berumrah dan berhaji di masjid al Haram di Mekah.

Untuk ketertiban dan menghilangkan keragu-raguan dalam penentuan arah Kiblat sebuah masjid atau tempat makam dan lapangan untuk ibadah perlu pedoman dan penjelasan tentang arah Kiblat. Arah Kiblat adalah arah ke masjidil Haram tempat Ka’bah berada. Agar tidak mengganggu kekhusu’an dalam beribadah shalat dan berbagai keperluan lainnya perlu kepastian apakah arah Kiblat sudah benar? Apakah tidak ada koreksi atau tidak ada perubahan?

Hal yang penting dalam penentuan arah Kiblat yang dipelajari dalam Ilmu Falaq maupun ilmu pengetahuan astronomi adalah

(1) mengetahui posisi lintang dan bujur geografis Ka’bah dan posisi tempat pengamat berada, (2) bentuk Bumi direpresentasikan dengan sebuah bola,


(3)

(3) diperlukan ilmu pengetahuan segitiga bola untuk mengetahui arah Kiblat atau arah azimutal berapa derajat dari arah utama Mata angin (Utara, Barat, Selatan dan Timur).

Selanjutnya ditentukan arah Utara – Selatan di tempat pengamat dengan berbagai cara, dengan Kompas, dengan bayang – bayang Matahari, dengan Theodolit. Akurasi pengukuran dan penebaran sajadah ketika hendak shalat perlu dilakukan seakurat mungkin (terutama bagi yang akan shalat di tempat yang tidak ada garis shaf) namun umumnya bisa terjadi penyimpangan 1 – 5 derajat. Mungkin hal itu bisa dijadikan pedoman untuk toleransi arah Kiblat dari Indonesia yang mengarah ke tanah Haram (tanah Suci), kota Mekah, tempat Ka’bah berada.

II. Fatwa MUI tentang arah kiblat

Akhir - akhir ini terjadi ke simpang siuran persepsi tentang arah Kiblat di kalangan umat Islam, terutama yang berkaitan dengan pergeseran arah Kiblat dan kalibrasi arah Kiblat. Apakah ada pergeseran Arah Kiblat ? Revisi fatwa MUI tentang arah Kiblat Umat Islam Indonesia semula ke arah Barat dan kemudian direvisi ke arah Barat Daya merupakan revisi redaksional, tidak dimaksudkan mendiskripsikan adanya pergeseran arah Kiblat Umat Islam Indonesia. Jadi pergantian fatwa MUI tentang arah Kiblat itu bukan merespon adanya perubahan arah Kiblat akan tetapi merupakan penegasan arah Kiblat umat Islam Indonesia.

Dalam konteks penentuan arah Kiblat Umat Islam selalu diajak untuk mengenal orientasi ruang, kemana arah Utara, Timur, Barat dan Selatan; dan kemana arah Kiblat. Bagi umat Islam di Indonesia arah Kiblat sekitar 65 ± 4 derajat (antara 61 derajat hingga 69 derajat) dari Utara ke Barat atau arah Barat Laut, atau antara 21 – 29 derajat dari arah Barat ke Utara. Angka sudut arah Kiblat dari suatu tempat di Indonesia yang lebih presisi (bisa dinyatakan dalam derajat, menit dan detik busur) bila diperoleh dengan melakukan perhitungan menggunakan rumus segitiga Bola (bukan segitiga datar). Arah Kiblat merupakan sudut bola yang dibentuk oleh dua lingkaran besar (lingkaran yang mempunyai pusat dengan bola) yaitu lingkaran besar yang menghubungkan antara tempat pengamat dengan Ka’bah dan lingkaran Besar yang melewati kutub Bumi dan tempat tempat pengamat dalam bola Bumi.

Pada akhirnya pengamat menetapkan arah mata angin di sebuah titik untuk menetapkan arah Kiblat relatif terhadap titik acuan pada lingkaran horizon, yaitu titik Utara, Timur, Selatan dan Barat. Penentuan arah Kiblat semacam ini memerlukan informasi posisi tempat, bisa saja dipergunakan posisi lintang dan bujur geografis di kota “terdekat” sebagai pendekatan awal atau mencari data posisi tempat melalui data pada suatu atlas geografi, GPS (Global Positioning System) atau data dari BAKOSURTANAL atau menggunakan peta online (Google Earth, google map, encarta, wikimapia.org) dsb. Perhitungan arah kiblat sebenarnya tidak terlalu sulit untuk dipelajari, memang memerlukan waktu lebih banyak bagi yang tak terbiasa menggunakan rumus-rumus trigonometri.


(4)

III. Pergerakan lempeng tektonik dan arah kiblat

Apakah arah Kiblat perlu dikoreksi akibat pergeseran lempeng tektonik Bumi ?

Indonesia terletak di perbatasan antara Lempeng Eurasia, lempeng India – Australia dan lempeng Laut Filipina, Mekah dan Baitullah terletak pada Lempeng Arabia yang dikelilingi oleh lempeng Africa, lempeng Eurasia dan lempeng India – Australia. Pada dasarnya pulau – pulau dan benua berada di atas lempeng – lempeng yang bergerak, Mekah dan Masjidil Haram terletak di atas lempeng Arab (Arabian Plate) dan Indonesia (Jawa, Sumatera) berada di lempeng Eurasia di perbatasan/patahan dengan lempeng India – Australia (Indian – Australian plate) dan lempeng Laut Filipina.

Pada lingkaran ukuran sudut satu derajat (1°) merupakan besar sudut yang diliput oleh busur lingkaran sebesar 1/360 kali keliling lingkaran. Sedangkan satu menit busur (1') didefenisikan 1/60 derajat (1/60°) dan satu detik busur (1") didefenisikan 1/3600 derajat atau 1/60 menit busur (1/60′). Jadi ukuran sudut dalam orde menit busur maupun detik busur merupakan ukuran yang sangat kecil bila dibanding dengan ukuran sudut yang sering dijumpai dalam keperluan hidup sehari – hari. Begitupula tidak mudah mengukurnya.

Gambar 1. Hubungan jarak Linier di permukaan Bumi dengan besaran sudut Lingkaran bola Bumi.

Sudut – sudut kecil tidak mudah digambarkan, penggambaran pada gambar di atas hanya untuk memudahkan dalam memahami konsep. Secara umum dapat dirumuskan antara panjang busur, (sudut) busur dan radius lingkaran yang melingkupinya. Bila l adalah panjang busur pada keliling lingkaran dengan radius R maka busur S adalah:

S = ((l) x 360°)/2πR ...(1 – 1) π = 3.1415927…


(5)

Contoh soal misalnya menghitung besar busur S, bila diketahui l = ¼ keliling lingkaran dengan radius R atau l = ¼ (2πR). Berapa besar busur S ?

Jawab:

S = ((l) x 360° ) / 2πR l = ¼ (2πR), maka

S = ((¼ (2πR)) x 360° ) / 2πR S = 90°

Bila R adalah radius Bumi: radius ekuator = 6378140 m; radius polar: 6356755 m. Bila l = 100 m dan dipergunakan rumus (1 – 1) maka S = (100 / (2π x 6378140)) x 360° = 8°.983148616 x 10–4 atau sekitar 1/1000 derajat. Untuk keperluan praktis seperti penentuan arah kota atau arah Kiblat ukuran 1/1000 derajat tersebut terlalu kecil dan bisa diabaikan dalam perhitungan. Sumbu rotasi Bumi juga berubah karena pergerakan lempeng tektonik. Pengaruh sangat kecil dalam mengubah posisi Jadi tidak mengubah arah Kiblat.

Jadi perubahan posisi pengamat dan Ka’bah akibat gerakan lempeng tektonik tahunan atau ratusan tahun masih tergolong kecil untuk keperluan penentuan arah Kiblat. Perkembangan teknologi posisi lewat GPS (Global Positioning System) bisa mendeteksi pergerakan yang sangat kecil, lebih presisi. Pelat tektonik/lempeng tektonik tersebut berubah posisi, bergerak dengan kecepatan 1 – 10 cm/tahun atau bergerak sejauh 1000 km dalam 10 – 100 juta tahun. Perubahan akibat pergerakan lempeng tektonik itu dalam jangka pendek tidak berarti bila dibandingkan dengan radius Bumi. Pergerakan dalam setahun kurang dari seper satu juta derajat, jadi secara praktis tidak mempengaruhi posisi lintang dan bujur geografis Mekah atau posisi tempat pengamat. Jadi sangat beruntung bahwa pergerakan lempeng tektonik itu sangat kecil sehingga umat Islam tidak dipersulit dalam mengkoreksi arah Kiblat, begitupula bangunan masjid tidak harus setiap tahun dirombak atau dikoreksi arah kiblatnya.

IV. Apakah gempa Bumi merubah arah kiblat ?

Selain itu perhitungan arah Kiblat juga mempergunakan geometri Bola, perhitungan Arah Kiblat dari suatu tempat di permukaan Bumi dengan anggapan bahwa Bumi berbentuk bola. Apakah bentuk dasar Bola Bumi akan rusak akibat gempa? Apakah sumbu rotasi Bumi juga berubah karena pergerakan lempeng tektonik?

Gempa Bumi tidak mengubah bentuk pola dasar bentuk Bumi yaitu berbentuk bola. Selain itu secara praktis gempa Bumi juga tidak mengubah orientasi sumbu Bumi, walaupun gempa


(6)

berskala besar nampaknya massa hal ini terjadi yang paling terken teropong yang presisi.

Perhitungan Arah Kiblat dari su berbentuk bola. Apakah gempa B sudut arah Kiblat perlu dikorek gravitasi massa planet Bumi dan yaitu berbentuk bola, sehingga ru masih dapat dipergunakan seper berbagai metode untuk pemer perhitungan.

V. Rumus perhitungan arah ki Pada bagian ini menunjukkan bag arah Kiblat. Pada dasarnya rumu bola.

Gambar 2. Segitiga bola untuk penen arah kiblat.

sa Bumi jauh lebih besar untuk digoyang oleh seb ena dampaknya adalah pengamatan astronomi de

suatu tempat di permukaan Bumi dengan anggap Bumi mengubah bentuk struktur bola Bumi sehin reksi? Bentuk atau pola dasar bola Bumi akiba an gempa Bumi tidak mengubah bentuk pola da rumus – rumus dasar segitiga bola untuk menghi erti biasanya. Dalam penentuan Arah Kiblat per eriksaan (cross check) agar terhindar dari ke

kiblat

bagaimana rumus – rumus segitiga bola bekerja un mus – rumus tersebut dapat diturunkan dari rumu

Model Bola Bumi (skala kuran Mekah (Ka’bah, lintang geografi dan bujur geografis 39° 50′ bu posisi tempat dan C adalah kutub φB), b = (900 − φA) dan c masin sisi-sisi dihadapan sudut bola A, dan C (beda bujur geografis A dan

entuan

ebuah gempa. Bila dengan teropong –

apan bahwa Bumi hingga perhitungan ibat dari potensial dasar bentuk Bumi hitung arah Kiblat erlu menggunakan kekeliruan dalam

untuk menghitung mus dasar segitiga

ang presisi): A = afis utara +21° 25′ bujur timur), B = b utara, a = (900 − ing-masing adalah , B (= arah kiblat) an B)


(7)

Tabel 1. Beberapa rumus segitiga bola untuk menghitung arah Kiblat

Bila A = Mekah (Ka’bah, lintang geografis utara +21° 25′ dan bujur geografis 39° 50′ bujur timur), B = posisi tempat dan C adalah kutub utara, a = (900−φB), b = (90

0

−φA) dan c

masing-masing adalah sisi-sisi dihadapan sudut bola A, B (= arah kiblat) dan C (beda bujur geografis A dan B) maka:

Cara 1:

tan {(1/2 (A−B)} = [ sin {(1/2)(a – b)} x cot (C/2) ] / sin {(1/2) (a + b)} tan {(1/2 (A+B)} = [cos {(1/2) (a – b)} x cot (C/2)] / cos {(1/2) (a + b)}

B = (A + B) / 2 – (A – B) / 2, sudut B = arah kiblat

Cara 2:

cot B = { (cot b sin a – cos a cos C) / sin C }

Cara 3:

cos c = cos a cos b + sin a sin b cos C

tan (B/2) = tan r / sin (s – b)

s = (a + b + c) / 2

tan r = [{sin (s−a) sin (s−b) sin (s−c)} / sin s] (1/2) Cara 4:

haversine = hav, hav B = (1 – cos B) / 2

hav B = sin (s−c) sin (s−a) cosec c cosec a cosec a = 1 / sin a, cosec c = 1 / sin c

cos c = cos a cos b + sin a sin b cos C

s = (a + b + c) / 2

Cara 5:

cos c = cos a cos b + sin a sin b cos C


(8)

Cara 6:

cos c = cos a cos b + sin a sin b cos C

sin a / sin A = sin b / sin B = sin c / sin C

Untuk memeriksa perhitungan melalui cara di atas dapat diperiksa melalui prosedur menghitung X1, Y1, Z, X2 dan Y2 sebagai berikut:

X1 = sin a sin B = sin b sin A

Y1 = sin a cos B = cos b sin c – sin b cos c cos A

Z = cos a = cos b cos c + sin a sin b cos C

X2 = sin a sin C = sin c sin A

Y2 = sin a cos C = cos c sin b – sin c cos b cos A

Sebagai kontrol hasil perhitungan perlu dihitung:

X12 + Y12 + Z2 = 1 atau X22 + Y22 + Z2 = 1, kalau ternyata dalam perhitungan tidak menghasilkan satu maka perlu dicurigai ada perhitungan yang keliru.

VI. Contoh kasus perhitungan arah kiblat kota jombang dengan beragam formula

Bila A = Mekah (Ka’bah, lintang geografis utara φA = +21° 25′ 21″ dan bujur geografis λA = 39° 50′ 34″ bujur timur), B = Posisi kota Jombang : φB = –7° 32′ (Lintang Selatan) dan bujur geografis λB = 112° 13′ (Bujur Timur) dan C adalah kutub utara, a = (900 − φB), b = (900 − φA) dan c masing-masing adalah sisi-sisi dihadapan sudut bola A, B (= arah kiblat) dan C (beda bujur geografis A dan B) maka:

a = (900 − φB)= 90°–(–7° 32′) = 97° 32′; b = (900 − φA) = 90°–(+21° 25′ 21″) = 68° 34′ 39″ dan C = λB - λA = 112° 13′ – 39° 50′ 34″ = 72° 22′ 26″.

Cara 1: (Menggunakan Rumus Tangens)

tan {(1/2 (A−B)} = [ sin {(1/2)(a – b)} x cot (C/2) ] / sin {(1/2) (a + b)} tan {(1/2 (A+B)} = [cos {(1/2) (a – b)} x cot (C/2)] / cos {(1/2) (a + b)} B = (A + B) / 2 – (A – B) / 2, sudut B = arah kiblat


(9)

(a – b) / 2 = (97° 32′ – 68° 34′ 39″)/2 = (28° 57′ 21″)/2 = 14° 28′ 40″.5 (a + b) / 2 = (97° 32′ + 68° 34′ 39″) / 2 = ( 166° 06′ 39″) / 2 = 83° 03′ 19″.5 (C / 2) = (72° 22′ 26″/ 2) = 36° 11′ 13″

sin {( a – b ) / 2 } = sin 14° 28′ 40″.5= 0.250004488 sin {(a + b ) / 2} = sin 83° 03′ 19″.5 = 0.992663559 cos {( a – b ) / 2 } = cos 14° 28′ 40″.5 = 0.968244071 cos {(a + b ) / 2} = cos 83° 03′ 19″.5 = 0.120909292 tan (C / 2) = tan 36° 11′ 13″ = 0.7315395

cot (C / 2) = cot 36° 11′ 13″ = (0.7315395)–1 = 1.366980183

tan {(1/2 (A−B)} = [ sin {(1/2)(a – b)} x cot (C/2) ] / sin {(1/2) (a + b)}

tan {(1/2 (A−B)} = (0.250004488 x 1.366980183)/ 0.992663559 = 0.344276948 dan (A – B) / 2 = 18° 59′ 50″.66

tan {(1/2 (A+B)} = [cos {(1/2) (a – b)} x cot (C/2)] / cos {(1/2) (a + b)}

tan {(1/2 (A+B)} = (0.968244071 x 1.366980183)/ 0.120909292 = 10.94680513 dan (A + B) / 2 = 84° 46′49″.69

B = (A + B) / 2 – (A – B) / 2, sudut B = arah kiblat

sudut B = arah kiblat sudut yang diukur dari garis ke arah Utara ke arah Barat sebesar B; B = (A + B) / 2 – (A – B) / 2 = 84° 46′ 49″.69 – 18° 59′ 50″.66 = 65° 46′ 59″.03 (di sektor Utara – Barat atau 24° 13′ 09″.7 13 + 90° = 114° 13′ 0″.97 (di sector Timur – Selatan ), azimuth arah Kiblat (pengukuran dari Utara(Az = 0°), Timur (Az = 90°), Selatan (Az = 180°), Barat (Az = 270°)) Jombang adalah 294° 13′ 0″.97 atau 294°.2 .

Cara 2 :

Bila A = Mekah (Ka’bah, lintang geografis utara +21° 25′ 21″dan bujur geografis 39° 50′ 34″ bujur timur), B = Posisi kota Jombang : φB = –7° 32′ (Lintang Selatan) dan bujur geografis λB = 112° 13′ (Bujur Timur) dan C adalah kutub utara, a = (900 − φA), b = (900 − φB) dan c masing-masing adalah sisi-sisi dihadapan sudut bola A, B (= arah kiblat) dan C (beda bujur geografis A dan B) maka:


(10)

a = (900 − φB)= 90°–(–7° 32′) = 97° 32′;

b = (900 − φA) = 90°–(+21° 25′ 21″) = 68° 34′ 39″ dan C = λB - λA = 112° 13′ – 39° 50′ 34″ = 72° 22′ 26″. cot B = { (cot b sin a – cos a cos C) / sin C }

tan b = tan 68° 34′ 39″ = 2.548912485 dan cot b = 0.392324179 sin a = sin 97° 32′ = 0.991368756

cos a = cos 97° 32′ = –0.131102969 sin C = sin 72° 22′ 26″ = 0.953052771 cos C = cos 72° 22′ 26″ = 0.302804252

cot B = (0.388937933 – (– 0.039698536))/0.953052771 cot B = 0.428636469 / 0.953052771 = 0.449751034

tan B = (1/cot B) = 2.223452362 maka B = tan–1 (2.223452362) = 65°.7841183 = 65° 47' 2".83 dari utara ke barat atau bila pengukuran dari barat ke utara : 24° 12' 57".17. Azimuth Arah Kiblat kota Jombang: 270° + 24° 12' 57".17 = 294°.2158817

Cara 3:

Bila A = Mekah (Ka’bah, lintang geografis utara +21° 25′ 21″dan bujur geografis 39° 50′ 34″ bujur timur), B = Posisi kota Jombang : φB = –7° 32′ (Lintang Selatan) dan bujur geografis λB = 112° 13′ (Bujur Timur) dan C adalah kutub utara, a = (900 − φA), b = (900 − φB) dan c masing-masing adalah sisi-sisi dihadapan sudut bola A, B (= arah kiblat) dan C (beda bujur geografis A dan B) maka:

a = (900 − φB)= 90°–(–7° 32′) = 97° 32′;


(11)

C = λB - λA = 112° 13′ – 39° 50′ 34″ = 72° 22′ 26″. cos c = cos a cos b + sin a sin b cos C

sin a = sin 97° 32′ = 0.991368756 cos a = cos 97° 32′ = –0.131102969 sin b = sin 68° 34′ 39″ = 0.930912457 cos b = cos 68° 34′ 39″ = 0.365242381 sin C = sin 72° 22′ 26″ = 0.953052771 cos C = cos 72° 22′ 26″ = 0.302804252

cos c = (–0.131102969) x (0.365242381) + (0.991368756) x (0.930912457) x 0.302804252 cos c = – 0.04788436 + 0.279451238 = 0.231566877

c = 76° 36′ 38″.38 s = (a + b + c) / 2

s = (97° 32′ + 68° 34′ 39″ + 76° 36′ 38″.38) / 2 = (242° 43′ 17″.3 ) / 2 s = 121° 21′ 38″.6

(s – a) = (121° 21′ 38″.6 – 97° 32′) = 23° 49′ 38″.69 (s – b) = (121° 21′ 38″.6 – 68° 34′ 39″) = 52° 46′ 59″.6 (s – c) = (121° 21′ 38″.6 – 76° 36′ 38″.38 ) = 44° 45′ 0″.22 sin (s – a) = sin 23° 49′ 38″.69 = 0.403983024

sin (s – b) = sin 52° 46′ 59″.6 = 0.79635284 sin (s – c) = sin 44° 45′ 0″.22 = 0.704015481 sin ( s ) = sin 121° 21′ 38″.6 = 0.853907762 tan r = [{sin (s−a) sin (s−b) sin (s−c)} / sin s] (1/2)


(12)

tan r = ((0.403983024 x 0.79635284 x 0.704015481) /0.853907762) (1/2) = ( 0.226490952 / 0.853907762) (1/2)

= ( 0.265240536) (1/2) = 0.515015083 r = 27° 14′ 56″.94

tan (B/2) = tan r / sin (s – b)

tan (B/2) = (0.515015083 / 0.79635284) = 0.646717205

(B/2) = 32° 53′ 29″.2 atau sudut arah Kiblat B = 65° 46′ 58″.4 dari utara ke barat atau bila pengukuran dari barat ke utara : 24° 13' 1".6, Azimuth Arah Kiblat kota Jombang: 270° + 24° 13' 1".6 = 294°.217112

Cara 4:

Bila A = Mekah (Ka’bah, lintang geografis utara +21° 25′ 21″dan bujur geografis 39° 50′ 34″ bujur timur), B = Posisi kota Jombang : φB = –7° 32′ (Lintang Selatan) dan bujur geografis λB = 112° 13′ (Bujur Timur) dan C adalah kutub utara, a = (900 − φA), b = (900 − φB) dan c masing-masing adalah sisi-sisi dihadapan sudut bola A, B (= arah kiblat) dan C (beda bujur geografis A dan B) maka:

a = (900 − φB)= 90°–(–7° 32′) = 97° 32′;

b = (900 − φA) = 90°–(+21° 25′ 21″) = 68° 34′ 39″ dan C = λB - λA = 112° 13′ – 39° 50′ 34″ = 72° 22′ 26″. haversine = hav, hav B = (1 – cos B) / 2

cosec a = 1 / sin a, cosec c = 1 / sin c s = (a + b + c) / 2

cos c = cos a cos b + sin a sin b cos C


(13)

cosec a = 1/sin a = 1.00870639 cos a = cos 97° 32′ = –0.131102969 sin b = sin 68° 34′ 39″ = 0.930912457 cos b = cos 68° 34′ 39″ = 0.365242381 sin C = sin 72° 22′ 26″ = 0.953052771 cos C = cos 72° 22′ 26″ = 0.302804252

cos c = (–0.131102969) x (0.365242381) + (0.991368756) x (0.930912457) x 0.302804252 cos c = – 0.04788436 + 0.279451238 = 0.231566877

c = 76° 36′ 38″.38

sin c = sin 76° 36′ 38″.38 = 0.972818983 cosec c = 1/sin c = 1.027940467

s = (a + b + c) / 2

s = (97° 32′ + 68° 34′ 39″ + 76° 36′ 38″.38) / 2 = (242° 43′ 17″.3 ) / 2 s = 121° 21′ 38″.6

(s – a) = (121° 21′ 38″.6 – 97° 32′) = 23° 49′ 38″.69 (s – b) = (121° 21′ 38″.6 – 68° 34′ 39″) = 52° 46′ 59″.6 (s – c) = (121° 21′ 38″.6 – 76° 36′ 38″.38 ) = 44° 45′ 0″.22

sin (s – a) = sin 23° 49′ 38″.69 = 0.403983024 sin (s – b) = sin 52° 46′ 59″.6 = 0.79635284 sin (s – c) = sin 44° 45′ 0″.22 = 0.704015481


(14)

sin ( s ) = sin 121° 21′ 38″.6 = 0.853907762

hav B = sin (s−c) sin (s−a) cosec c cosec a

cosec c = ( 1/ sin c) = 1.045449098 dan cosec a = 1/sin a = 1.008241132 cos c = – 0.04788436 + 0.279451238 = 0.231566877

c = 76° 36′ 38″.38

sin c = sin 76° 36′ 38″.38 = 0.972818983 cosec c = 1/sin c = 1.027940467

sin a = sin 97° 32′ = 0.991368756 cosec a = 1/sin a = 1.00870639

hav B = (0.704015481) x (0.403983024) x 1.027940467 x 1.00870639 = 0.294902232

hav B = ( 1 – cos B) / 2 atau cos B = 1 – 2 hav B = 1 – 2 x (0.294902232) = 1 – 0.589804465 = 0.410195535

B = cos-1 (0.410195535) = 65°.7828814

Sudut arah Kiblat B = 65° 46′ 58″.37 dari utara ke barat atau bila pengukuran dari barat ke utara : 24° 13' 1".63, Azimuth Arah Kiblat kota Jombang: 270° + 24° 13' 1".63 = 294°.21711186 Cara 5:

Bila A = Mekah (Ka’bah, lintang geografis utara +21° 25′ 21″dan bujur geografis 39° 50′ 34″ bujur timur), B = Posisi kota Jombang : φB = –7° 32′ (Lintang Selatan) dan bujur geografis λB = 112° 13′ (Bujur Timur) dan C adalah kutub utara, a = (90°− φA), b = (90° − φB) dan c masing-masing adalah sisi-sisi dihadapan sudut bola A, B (= arah kiblat) dan C (beda bujur geografis A dan B) maka:


(15)

a = (900 − φB)= 90°–(–7° 32′) = 97° 32′;

b = (900 − φA) = 90°–(+21° 25′ 21″) = 68° 34′ 39″ dan C = λB - λA = 112° 13′ – 39° 50′ 34″ = 72° 22′ 26″.

cos c = cos a cos b + sin a sin b cos C

sin a = sin 97° 32′ = 0.991368756 cosec a = 1/sin a = 1.00870639 cos a = cos 97° 32′ = –0.131102969 sin b = sin 68° 34′ 39″ = 0.930912457 cos b = cos 68° 34′ 39″ = 0.365242381 sin C = sin 72° 22′ 26″ = 0.953052771 cos C = cos 72° 22′ 26″ = 0.302804252

cos c = (–0.131102969) x (0.365242381) + (0.991368756) x (0.930912457) x 0.302804252 cos c = – 0.04788436 + 0.279451238 = 0.231566877

c = 76° 36′ 38″.38

sin c = sin 76° 36′ 38″.38 = 0.972818983 cosec c = 1/sin c = 1.027940467

cos b = cos a cos c + sin a sin c cos B

cos B = [ cos b – cos a cos c ] / [sin a sin c]


(16)

sin a sin c = 0.991368756 x 0.972818983 = 0.964422345

cos B = [0.365242381 – (– 0.030359104)] / [0.964422345 0] = 0.41019527 dan arah Kiblat (dari arah Utara ke arah Barat) B = 65°. 78289805 = 65° 46′ 58″.43 Atau sudut arah Kiblat B = 65° 46′ 58″.43 dari utara ke barat atau bila pengukuran dari barat ke utara : 24° 13' 1".57, Azimuth Arah Kiblat kota Jombang: 270° + 24° 13' 1".63 = 294°.217102

Cara 6:

Bila A = Mekah (Ka’bah, lintang geografis utara +21° 25′ 21″dan bujur geografis 39° 50′ 34″ bujur timur), B = Posisi kota Jombang : φB = –7° 32′ (Lintang Selatan) dan bujur geografis λB = 112° 13′ (Bujur Timur) dan C adalah kutub utara, a = (900 − φA), b = (900 − φB) dan c masing-masing adalah sisi-sisi dihadapan sudut bola A, B (= arah kiblat) dan C (beda bujur geografis A dan B) maka:

a = (900 − φB)= 90°–(–7° 32′) = 97° 32′;

b = (900 − φA) = 90°–(+21° 25′ 21″) = 68° 34′ 39″ dan C = λB - λA = 112° 13′ – 39° 50′ 34″ = 72° 22′ 26″.

cos c = cos a cos b + sin a sin b cos C

sin a = sin 97° 32′ = 0.991368756 cosec a = 1/sin a = 1.00870639 cos a = cos 97° 32′ = –0.131102969 sin b = sin 68° 34′ 39″ = 0.930912457 cos b = cos 68° 34′ 39″ = 0.365242381 sin C = sin 72° 22′ 26″ = 0.953052771 cos C = cos 72° 22′ 26″ = 0.302804252


(17)

cos c = cos a cos b + sin a sin b cos C

cos c = (–0.131102969) x (0.365242381) + (0.991368756) x (0.930912457) x 0.302804252 cos c = – 0.04788436 + 0.279451238 = 0.231566877

c = 76° 36′ 38″.38

sin c = sin 76° 36′ 38″.38 = 0.972818983 cosec c = 1/sin c = 1.027940467

sin a / sin A = sin b / sin B = sin c / sin C

sin b / sin B = sin c / sin C maka sin B = (sin b / sin c) x sin C sin b = sin 68° 34′ 39″ = 0.930912457

sin c = sin 76° 36′ 38″.38 = 0.972818983 sin C = sin 72° 22′ 26″ = 0.953052771

sin B = (0.930912457/ 0.972818983) x 0.953052771 = 0.911997722 atau B = 65.78289844 = 65° 46′ 58″.43 atau arah Kiblat (dari arah Utara ke arah Barat) B = 65° 46′ 58″.43 atau 24°.21710156 atau 294°.2171016

VII. Uji konsistensi

Uji konsistensi ini bertujuan untuk memeriksa apakah angka – angka komponen segitiga bola yang diperoleh melalui perhitungan rumus segitiga bola sudah benar.

sin a sin B = sin b sin A ...(1)

sin A cos B = cos b sin c – sin b cos c cos A .... (2) cos a = cos b cos c + sin a sin b cos c ...(3)


(18)

sin a sin C = sin c sin A ...(4) sin a cos C = cos c sin b – sin c cos b cos A ...(5)

Hasil komponen segitigabola ABC yang diperoleh dari perhitungan adalah sebagai berikut: a = (900 − φB)= 90°–(–7° 32′) = 97° 32′;

b = (900 − φA) = 90°–(+21° 25′ 21″) = 68° 34′ 39″ dan C = λB - λA = 112° 13′ – 39° 50′ 34″ = 72° 22′ 26″.

cos c = cos a cos b + sin a sin b cos C

sin a = sin 97° 32′ = 0.991368756 cosec a = 1/sin a = 1.00870639 cos a = cos 97° 32′ = –0.131102969 sin b = sin 68° 34′ 39″ = 0.930912457 cos b = cos 68° 34′ 39″ = 0.365242381 sin C = sin 72° 22′ 26″ = 0.953052771 cos C = cos 72° 22′ 26″ = 0.302804252

cos c = cos a cos b + sin a sin b cos C

cos c = (–0.131102969) x (0.365242381) + (0.991368756) x (0.930912457) x 0.302804252 cos c = – 0.04788436 + 0.279451238 = 0.231566877

c = 76° 36′ 38″.38


(19)

cosec c = 1/sin c = 1.027940467

sin a / sin A = sin b / sin B = sin c / sin C

sin A = sin a sin B/sin b = (0.991368756 x 0.911997722)/0.930912457 = 0.904126047/0.930912457 = 0.97122564

A = sin – 1 (0.97122564) = 76° 13′ 19″.06

sin b / sin B = sin c / sin C maka sin B = (sin b / sin c) x sin C sin b = sin 68° 34′ 39″ = 0.930912457

sin c = sin 76° 36′ 38″.38 = 0.972818983 sin C = sin 72° 22′ 26″ = 0.953052771

sin B = (0.930912457/ 0.972818983) x 0.953052771 = 0.911997722 atau B = 65.78289844 = 65° 46′ 58″.43 atau arah Kiblat (dari arah Utara ke arah Barat) B = 65° 46′ 58″.43 atau 24°.21710156 atau 294°.2171016

a = 97° 32′ b = 68° 34′ 39″ c = 76° 36′ 38″.38 C = 72° 22′ 26″ B = 65° 46′ 58″.43 A = 76° 13′ 19″.06


(20)

(cos a)2 + (sin a sin C)2 + (sin a cos C)2 = 1 (cos a)2 = 0.017187988

(sin a sin C)2 = 0.89269757 (sin a cos C)2 = 0.090114441

Maka diperoleh (cos a)2 + (sin a sin C)2 + (sin a cos C)2 = 0.999999... = 1, jadi hasilnya adalah konsisten, tidak terdapat kesalahan pembulatan dalam mesin hitung maupun kesalahan penggunaan set data – data.

(b) Dengan menggunakan 3 persamaan terakhir, persamaan (3), (4) dan (5) sbb: (cos a)2 + (sin a sin B)2 + (sin a cos B)2 = 1

(cos a)2 = 0.017187988 (sin a sin B)2 = 0.817443894 (sin a cos B)2 = 0.166807875

Maka diperoleh (cos a)2 + (sin a sin B)2 + (sin a cos B)2 = 0.999999... = 1.001439758, jadi hasilnya adalah konsisten, tidak terdapat kesalahan pembulatan dalam mesin hitung maupun kesalahan penggunaan set data – data.

VIII. Kompas dan arah kiblat

Apakah Kompas masih bisa dipergunakan untuk penentuan arah Kiblat seperti biasa? dengan menggunakan kompas arah kiblat hasil perhitungan sebeblumnya, dapat diarahkan dengan orientasi sumbu medan magnit Bumi. Pengukuran arah Kiblat dengan kompas masih bisa dilakukan seperti penggunaan kompas biasa. Penting perhatikan bahwa jarum Kompas umumnya akan terganggu oleh besi beton atau kabel listrik yang besar sehingga tidak bisa menunjuk arah Utara – Selatan dengan benar, sehingga jarum kompas tidak bisa dipergunakan untuk menunjuk arah Kiblat dengan benar

IX. Kerusakan lokal di kawasan dekat pusat Gempa pengaruhnya terhadap arah kiblat Mengingat pulau – pulau di Indonesia berada di kawasan gempa dan seringnya ada gempa – gempa besar terjadi di planet Bumi ini, apakah gempa Bumi mengubah arah Kiblat? Untuk


(21)

kawasan yang dekat dengan pusat gempa dan mengalami kerusakan bangunan, daerah yang longsor atau tanahnya bergeser atau terbelah perlu mengukur ulang arah Kiblat di rumah – rumah, perkantoran maupun masjid – masjid. Bagi kawasan yang hanya merasakan getaran gempa dan jauh dari pusat gempa praktis tidak mengalami perubahan arah Kiblat akibat pergeseran fondasi bangunan. Di Lokasi kejadian gempa bisa terjadi tanah terbelah sehingga bila ada Masjid di atasnya perlu diperiksa dan dikoreksi arah Kiblat atau bahkan penentuan ulang arah Kiblat di posisi yang baru. Arah pergerakan tanah lokal sangat sukar diprediksi atau diantisipasi. Begitu pula bila ada Masjid yang terseret di atas tanah longsor perlu adanya penentuan ulang arah Kiblat Masjid tersebut.

X. Momen Matahari diatas Ka’bah untuk kalibrasi arah kiblat

Melalui pengetahuan posisi Matahari, posisi tempat yang lebih mudah, lebih presisi atau lebih tepat melalui GPS memungkinkan untuk perbaikan penentuan arah Kiblat yang lebih presisi dari masa lalu. Kalibrasi sudut arah Kiblat tidak dimaksudkan indikator adanya perubahan arah Kiblat. Bagi masjid – masjid yang dibangun berdasarkan pengetahuan arah Kiblat yang sederhana biasanya kurang presisi dan kalibrasi arah Kiblat bertujuan untuk menyempurnakan arah Kiblat dengan memanfaatkan bayang – bayang sebuah tongkat lurus yang tertancap pada bidang datar atau sebuah benang yang diberi bandul.

Momen yang lebih mudah adalah momen ketika Matahari berada di atas Ka’bah atau di zenith Ka’bah. Tempat di seluruh dunia yang masih bisa mengamati bayang – bayang tongkat lurus oleh Matahari tersebut akan mengamati bayang – bayang arah kiblat. Jadi tanpa pengetahuan posisi sebuah tempat, arah Kiblat dapat ditentukan hanya dengan mengamati arah bayang – bayang pada waktu tertentu itu. Manfaatkan bayang – bayang arah Kiblat pada momen Matahari di atas arah Ka’bah untuk kalibrasi arah Kiblat di berbagai tempat. Untuk daerah yang mengalami siang bersamaan dengan Mekkah silakan gunakan jadwal berikut ini untuk menentukan arah kiblat. Setahun terjadi dua kali yaitu pada tanggal 26 – 30 Mei, pukul 16:18 WIB (09:18 UT/GMT) dengan toleransi ± 5 menit dan yang kedua pada tanggal 14 – 18 Juli, pukul 16:27 WIB (09:27 UT/GMT) dengan toleransi ± 5 menit. Arah kiblat adalah dari ujung bayangan ke arah tongkat. Bayang – bayang arah kiblat ini tidak memerlukan pengetah uan yang dalam tentang astronomi. Perlu menancapkan sebuah tongkat lurus dan kondisi tegak lurus, amati bayang – bayang pada jam yang telah ditentukan.

Bagi yang sedang mengalami malam hari pada momen Matahari di dekat zenith Ka’bah dapat menggunakan momen Matahari berada di dekat titk Nadir Ka’bah. Untuk daerah yang mengalami siang berlawanan dengan Mekkah silakan gunakan jadwal tahunan sebagai berikut untuk menentukan arah kiblat. Yaitu tanggal 12 – 16 Jan, pukul 04:30 WIB (11 – 15 Jan , 21:30 UT) dengan toleransi ± 5 menit dan berikutnya tanggal 27 Nov – 1 Des, pkl 04:09 WIB (26 – 30


(22)

Nov, 21:09 UT) dengan toleransi ± 5 menit. Arah kiblat adalah dari tongkat ke ujung bayangan.

Gambar 3. Contoh mengukur arah kiblat menggunakan bayang-bayang arah Kiblat yang dibentuk oleh Matahari.

Cara mempergunakan arah bayang – bayang arah Kiblat saat Matahari berada di arah zenit lingkaran besar yang melewati Mekah dan tempat yang sedang ditentukan arah Kiblatnya. Pada momen itu bayang – bayang sebuah tongkat lurus oleh Matahari akan membentuk bayang – bayang arah Kiblat di tempat tersebut.

Tabel 2. Azimuth Matahari dari Ciamis pada tanggal 27 Mei 2007

Jam (wib) Tinggi Mth (derajat) Azimut Mth (derajat)

16:15 17.7 295.1

16:16 17.4 295.1

16:17 17.2 295.0

16:18 17.0 294.9

16:19 16.8 294.9

Bayang – bayang arah kiblat juga bisa dilakukan ketika Matahari berada di Zenit busur lingkaran besar yang menghubungkan Ka’bah dengan tempat tinggal, insyaallah bisa minta bantuan astronom untuk mendapatkannya seperti contoh pada Tabel 4 dan 5 untuk kota Ciamis bayang – bayang arah Kiblat untuk tanggal 27 Mei (sekitar jam 16:15 dan 16:16 wib azimut matahari


(23)

(295.1) sama dengan azimut bayang – bayang arah Kiblat 295° 06′ 03″.25) dan 19 Januari (sekitar jam 09:40 wib azimut matahari (115.1) hampir sama dengan azimut bayang – bayang arah Kiblat 115° 06′ 03″.25).

Tabel 3. Azimuth Matahari dari Ciamis pada tanggal 19 Januari 2007

Jam (wib) Tinggi Mth (derajat) Azimut Mth (derajat)

09:38 53.9 114.9

09:40 54.4 115.1

09:42 54.8 115.3

09:44 55.3 115.6

09:46 55.7 115.8

Pada pembacaan kompas sederhana nampaknya masih sukar untuk membedakan arah bayang-bayang sebuah tongkat dengan beda sudut azimuth sekitar ± 2 derajat. Tebal bayang-bayang tongkat bisa mencapai lebih dari 2 derajat. Jadi dalam pengukuran garis bayang – bayang arah Kiblat pada bayang-bayang arah Kiblat yang dibentuk oleh Matahari dengan posisi azimuth Matahari dalam tabel 2 dan 3 secara praktis tidak bisa atau tidak mudah dibedakan.


(1)

sin a sin C = sin c sin A ...(4) sin a cos C = cos c sin b – sin c cos b cos A ...(5)

Hasil komponen segitigabola ABC yang diperoleh dari perhitungan adalah sebagai berikut: a = (900−φB)= 90°–(–7° 32′) = 97° 32′;

b = (900−φA) = 90°–(+21° 25′ 21″) = 68° 34′ 39″ dan C = λB - λA = 112° 13′ – 39° 50′ 34″ = 72° 22′ 26″.

cos c = cos a cos b + sin a sin b cos C

sin a = sin 97° 32′ = 0.991368756 cosec a = 1/sin a = 1.00870639 cos a = cos 97° 32′ = –0.131102969 sin b = sin 68° 34′ 39″ = 0.930912457 cos b = cos 68° 34′ 39″ = 0.365242381 sin C = sin 72° 22′ 26″ = 0.953052771 cos C = cos 72° 22′ 26″ = 0.302804252

cos c = cos a cos b + sin a sin b cos C

cos c = (–0.131102969) x (0.365242381) + (0.991368756) x (0.930912457) x 0.302804252 cos c = – 0.04788436 + 0.279451238 = 0.231566877

c = 76° 36′ 38″.38


(2)

cosec c = 1/sin c = 1.027940467

sin a / sin A = sin b / sin B = sin c / sin C

sin A = sin a sin B/sin b = (0.991368756 x 0.911997722)/0.930912457 = 0.904126047/0.930912457 = 0.97122564

A = sin – 1 (0.97122564) = 76° 13′ 19″.06

sin b / sin B = sin c / sin C maka sin B = (sin b / sin c) x sin C sin b = sin 68° 34′ 39″ = 0.930912457

sin c = sin 76° 36′ 38″.38 = 0.972818983 sin C = sin 72° 22′ 26″ = 0.953052771

sin B = (0.930912457/ 0.972818983) x 0.953052771 = 0.911997722 atau B = 65.78289844 = 65° 46′ 58″.43 atau arah Kiblat (dari arah Utara ke arah Barat) B = 65° 46′ 58″.43 atau 24°.21710156 atau 294°.2171016

a = 97° 32′ b = 68° 34′ 39″ c = 76° 36′ 38″.38 C = 72° 22′ 26″ B = 65° 46′ 58″.43 A = 76° 13′ 19″.06


(3)

(cos a)2 + (sin a sin C)2 + (sin a cos C)2 = 1 (cos a)2 = 0.017187988

(sin a sin C)2 = 0.89269757 (sin a cos C)2 = 0.090114441

Maka diperoleh (cos a)2 + (sin a sin C)2 + (sin a cos C)2 = 0.999999... = 1, jadi hasilnya adalah konsisten, tidak terdapat kesalahan pembulatan dalam mesin hitung maupun kesalahan penggunaan set data – data.

(b) Dengan menggunakan 3 persamaan terakhir, persamaan (3), (4) dan (5) sbb: (cos a)2 + (sin a sin B)2 + (sin a cos B)2 = 1

(cos a)2 = 0.017187988 (sin a sin B)2 = 0.817443894 (sin a cos B)2 = 0.166807875

Maka diperoleh (cos a)2 + (sin a sin B)2 + (sin a cos B)2 = 0.999999... = 1.001439758, jadi hasilnya adalah konsisten, tidak terdapat kesalahan pembulatan dalam mesin hitung maupun kesalahan penggunaan set data – data.

VIII. Kompas dan arah kiblat

Apakah Kompas masih bisa dipergunakan untuk penentuan arah Kiblat seperti biasa? dengan menggunakan kompas arah kiblat hasil perhitungan sebeblumnya, dapat diarahkan dengan orientasi sumbu medan magnit Bumi. Pengukuran arah Kiblat dengan kompas masih bisa dilakukan seperti penggunaan kompas biasa. Penting perhatikan bahwa jarum Kompas umumnya akan terganggu oleh besi beton atau kabel listrik yang besar sehingga tidak bisa menunjuk arah Utara – Selatan dengan benar, sehingga jarum kompas tidak bisa dipergunakan untuk menunjuk arah Kiblat dengan benar

IX. Kerusakan lokal di kawasan dekat pusat Gempa pengaruhnya terhadap arah kiblat

Mengingat pulau – pulau di Indonesia berada di kawasan gempa dan seringnya ada gempa – gempa besar terjadi di planet Bumi ini, apakah gempa Bumi mengubah arah Kiblat? Untuk


(4)

kawasan yang dekat dengan pusat gempa dan mengalami kerusakan bangunan, daerah yang longsor atau tanahnya bergeser atau terbelah perlu mengukur ulang arah Kiblat di rumah – rumah, perkantoran maupun masjid – masjid. Bagi kawasan yang hanya merasakan getaran gempa dan jauh dari pusat gempa praktis tidak mengalami perubahan arah Kiblat akibat pergeseran fondasi bangunan. Di Lokasi kejadian gempa bisa terjadi tanah terbelah sehingga bila ada Masjid di atasnya perlu diperiksa dan dikoreksi arah Kiblat atau bahkan penentuan ulang arah Kiblat di posisi yang baru. Arah pergerakan tanah lokal sangat sukar diprediksi atau diantisipasi. Begitu pula bila ada Masjid yang terseret di atas tanah longsor perlu adanya penentuan ulang arah Kiblat Masjid tersebut.

X. Momen Matahari diatas Ka’bah untuk kalibrasi arah kiblat

Melalui pengetahuan posisi Matahari, posisi tempat yang lebih mudah, lebih presisi atau lebih tepat melalui GPS memungkinkan untuk perbaikan penentuan arah Kiblat yang lebih presisi dari masa lalu. Kalibrasi sudut arah Kiblat tidak dimaksudkan indikator adanya perubahan arah Kiblat. Bagi masjid – masjid yang dibangun berdasarkan pengetahuan arah Kiblat yang sederhana biasanya kurang presisi dan kalibrasi arah Kiblat bertujuan untuk menyempurnakan arah Kiblat dengan memanfaatkan bayang – bayang sebuah tongkat lurus yang tertancap pada bidang datar atau sebuah benang yang diberi bandul.

Momen yang lebih mudah adalah momen ketika Matahari berada di atas Ka’bah atau di zenith Ka’bah. Tempat di seluruh dunia yang masih bisa mengamati bayang – bayang tongkat lurus oleh Matahari tersebut akan mengamati bayang – bayang arah kiblat. Jadi tanpa pengetahuan posisi sebuah tempat, arah Kiblat dapat ditentukan hanya dengan mengamati arah bayang – bayang pada waktu tertentu itu. Manfaatkan bayang – bayang arah Kiblat pada momen Matahari di atas arah Ka’bah untuk kalibrasi arah Kiblat di berbagai tempat. Untuk daerah yang mengalami siang bersamaan dengan Mekkah silakan gunakan jadwal berikut ini untuk menentukan arah kiblat. Setahun terjadi dua kali yaitu pada tanggal 26 – 30 Mei, pukul 16:18 WIB (09:18 UT/GMT) dengan toleransi ± 5 menit dan yang kedua pada tanggal 14 – 18 Juli, pukul 16:27 WIB (09:27 UT/GMT) dengan toleransi ± 5 menit. Arah kiblat adalah dari ujung bayangan ke arah tongkat. Bayang – bayang arah kiblat ini tidak memerlukan pengetah uan yang dalam tentang astronomi. Perlu menancapkan sebuah tongkat lurus dan kondisi tegak lurus, amati bayang – bayang pada jam yang telah ditentukan.

Bagi yang sedang mengalami malam hari pada momen Matahari di dekat zenith Ka’bah dapat menggunakan momen Matahari berada di dekat titk Nadir Ka’bah. Untuk daerah yang mengalami siang berlawanan dengan Mekkah silakan gunakan jadwal tahunan sebagai berikut untuk menentukan arah kiblat. Yaitu tanggal 12 – 16 Jan, pukul 04:30 WIB (11 – 15 Jan , 21:30 UT) dengan toleransi ± 5 menit dan berikutnya tanggal 27 Nov – 1 Des, pkl 04:09 WIB (26 – 30


(5)

Nov, 21:09 UT) dengan toleransi ± 5 menit. Arah kiblat adalah dari tongkat ke ujung bayangan.

Gambar 3. Contoh mengukur arah kiblat menggunakan bayang-bayang arah Kiblat yang dibentuk oleh Matahari.

Cara mempergunakan arah bayang – bayang arah Kiblat saat Matahari berada di arah zenit lingkaran besar yang melewati Mekah dan tempat yang sedang ditentukan arah Kiblatnya. Pada momen itu bayang – bayang sebuah tongkat lurus oleh Matahari akan membentuk bayang – bayang arah Kiblat di tempat tersebut.

Tabel 2. Azimuth Matahari dari Ciamis pada tanggal 27 Mei 2007

Jam (wib) Tinggi Mth (derajat) Azimut Mth (derajat)

16:15 17.7 295.1

16:16 17.4 295.1

16:17 17.2 295.0

16:18 17.0 294.9

16:19 16.8 294.9

Bayang – bayang arah kiblat juga bisa dilakukan ketika Matahari berada di Zenit busur lingkaran besar yang menghubungkan Ka’bah dengan tempat tinggal, insyaallah bisa minta bantuan astronom untuk mendapatkannya seperti contoh pada Tabel 4 dan 5 untuk kota Ciamis bayang – bayang arah Kiblat untuk tanggal 27 Mei (sekitar jam 16:15 dan 16:16 wib azimut matahari


(6)

(295.1) sama dengan azimut bayang – bayang arah Kiblat 295° 06′ 03″.25) dan 19 Januari (sekitar jam 09:40 wib azimut matahari (115.1) hampir sama dengan azimut bayang – bayang arah Kiblat 115° 06′ 03″.25).

Tabel 3. Azimuth Matahari dari Ciamis pada tanggal 19 Januari 2007

Jam (wib) Tinggi Mth (derajat) Azimut Mth (derajat)

09:38 53.9 114.9

09:40 54.4 115.1

09:42 54.8 115.3

09:44 55.3 115.6

09:46 55.7 115.8

Pada pembacaan kompas sederhana nampaknya masih sukar untuk membedakan arah bayang-bayang sebuah tongkat dengan beda sudut azimuth sekitar ± 2 derajat. Tebal bayang-bayang tongkat bisa mencapai lebih dari 2 derajat. Jadi dalam pengukuran garis bayang – bayang arah Kiblat pada bayang-bayang arah Kiblat yang dibentuk oleh Matahari dengan posisi azimuth Matahari dalam tabel 2 dan 3 secara praktis tidak bisa atau tidak mudah dibedakan.