Pengaruh Penerapan Kebijakan PP Nomor 46 Tahun 2013 Terhadap Pertumbuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Serta Penerimaan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan

BAB II
LANDASAN TEORITIS
3.1

Pajak
2..1

Definisi Pajak
Ada bermacam – macam pengertian tentang pajak menurut beberapa

ahli. Definisi tersebut antara lain:
Menurut Prof. DR. Rochmat Soemitro,S.H. dalam Mardiasmo
(2011:1):
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal
balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.
Menurut Prof. DR. P.J.A. Andriani dalam Zein (2008:10):
Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat
dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi
kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk

membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas
Negara yang menyelenggarakan pemerintahan.
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang
Perubahan Ketiga Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum Dan Tata Cara Perpajakan (KUP):
Pajak adalah kontribusi Wajib Pajak kepada Negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undangundang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Berdasarkan defenisi di atas, pajak merupakan hal yang sangat
penting dan tidak boleh diremehkan oleh masyarakat. Masyarakat juga
harus ikut andil dalam pembangunan negara melalui pembayaran pajak

8

Universitas Sumatera Utara

karena hasil pembayaran pajak tersebut digunakan untuk menyejahterakan
masyarakat.
Berdasarkan definisi di atas, terdapat ciri-ciri yang melekat pada
pajak yaitu:

1.

Pajak dipungut oleh Negara baik oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan
pelaksanaannya.

2.

Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya) dari
sektor swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor Negara
(pemungut pajak/administrator pajak).

3.

Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum
pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin
maupun pembangunan, yang bila dari pemasukannya masih terdapat
surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.

4.


Tidak dapat ditunjukkan adanya imbalan (kontraprestasi) individual
oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh para
Wajib Pajak.

2.1.2

Fungsi Pajak
Menurut Mardiasmo (2011:1) terdapat dua fungsi pajak yaitu:
1.

Fungsi Penerimaan (Budgetair)
Pajak berfungsi sebagai sumber penerimaan yang diperuntukkan
bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah baik
rutin maupun pembangunan. Pajak merupakan sumber
penerimaan negara yang sangat penting artinya dalam
pembangunan di Indonesia, karena penerimaan negara dari pos

9


Universitas Sumatera Utara

2.

2.1.3

pajak menduduki porsi jumlah terbesar dibandingkan dengan
penerimaan dari pos minyak bumi atau gas alam. Sebagai
sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukan
uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Sebagai contoh
adalah dimasukkannya pajak dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) sebagai pos penerimaan dalam negeri.
Fungsi Mengatur (Regulerend)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijakan di bidang sosial dan ekonomi.
Beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi mengatur
adalah:
a. Pemberlakuan tarif progresif pada pajak penghasilan, yang
dimaksudkan untuk pemerataan pendapatan nasional atau
sebagai alat dalam redistribusi pendapatan nasional.

b. Pemberlakuan bea masuk yang tinggi bagi barang-barang
impor dengan tujuan untuk melindungi terhadap produsen
dalam negeri sehingga mendorong perkembangan industri
dalam negeri.
c. Pemberian fasilitas Tax Holiday atau pembebasan pajak
untuk beberapa jenis industri tertentu dengan maksud
mendorong para investor untuk meningkatkan investasinya.
d. Pengenaan pajak yang tinggi terhadap barang-barang
mewah dengan tujuan untuk menghambat perkembangan
gaya hidup mewah.

Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2011:7), sistem pemungutan pajak terbagi

dalam 3 (tiga) macam yaitu:


Official Assessment System
Yaitu suatu sistem pemungutan yang memberikan wewenang kepada
pemerintah yaitu fiskus untuk menentukan besarnya pajak yang

terutang oleh Wajib Pajak.
Contoh sistem ini adalah dalam hal pelunasan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB). Pada saat penghitungan PBB Perkotaan dan Pedesaan
masih di wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP), DJP melalui Kantor
Pelayanan Pajak (KPP)nya yang akan mengeluarkan surat ketetapan
pajak mengenai besarnya PBB yang terutang setiap tahun. Jadi Wajib
Pajak tidak perlu menghitung sendiri tetap cukup membayar PBB
berdasarkan Surat Pembayaran Pajak Terutang (SPPT) yang
dikeluarkan oleh KPP dimana objek pajak tersebut terdaftar.
Ciri-ciri Official Assessment System adalah:
• Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
fiskus

10

Universitas Sumatera Utara









Wajib pajak bersifat pasif
Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh
fiskus.
Contoh sistem ini adalah dalam hal pelunasan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB). Pada saat penghitungan PBB Perkotaan dan Pedesaan
masih di wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP), DJP melalui Kantor
Pelayanan Pajak (KPP)nya yang akan mengeluarkan surat ketetapan
pajak mengenai besarnya PBB yang terutang setiap tahun. Jadi Wajib
Pajak tidak perlu menghitung sendiri tetap cukup membayar PBB
berdasarkan Surat Pembayaran Pajak Terutang (SPPT) yang
dikeluarkan oleh KPP dimana objek pajak tersebut terdaftar.
Self Assessment System
Yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak terutang.
Ciri-ciri Self Assessment System adalah:
• Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada

Wajib Pajak sendiri
• Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang
• Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
Contoh sistem ini adalah dalam hal penyampaian SPT Tahunan PPh
baik untuk Wajib Pajak Badan maupun Wajib Pajak Orang Pribadi dan
SPT Masa PPh dan PPN.
With Holding System
Yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan)
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Ciri-ciri With Holding System adalah:
• Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada
pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.
Contoh sistem ini adalah diberikannya bukti potong atau bukti pungut
kepada Wajib Pajak sebagai bukti atas pelunasan pajaknya.

2.1.4 Jenis Pajak
Menurut Waluyo (2011:12), pajak dapat dikelompokkan ke dalam
tiga kelompok, yaitu:

1.

Menurut golongan atau pembebanannya, terdiri dari:
a. Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat
dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib
Pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan.
b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat
dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.
11

Universitas Sumatera Utara

2.

3.

2.2

Menurut sifatnya, terdiri dari:
a. Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan

pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam
arti memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak. Contoh : Pajak
Penghasilan.
b. Pajak objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh :
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Menurut pemungut dan pengelolanya, terdiri dari:
a. Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh : Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Materai.
b. Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh :
pajak reklame, pajak hiburan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB), Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkotaan
dan pedesaan.

Pajak Penghasilan
2.2.1


Definisi Pajak Penghasilan
Pengertian

penghasilan

yang

diatur

dalam

undang-undang

perpajakan menurut Suparmono dan Damayanti (2010:37) yaitu:
“Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam
bentuk apa pun (Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Pajak Penghasilan
Tahun 2008).”
Sedangkan pengertian Pajak Penghasilan menurut Siti Resmi
(2013:74) adalah Pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak atau dapat pula
dikenakan pajak untuk penghasilan dalam tahun pajak, apabila kewajiban
subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.

12

Universitas Sumatera Utara

Dari

pengertian

tersebut,

dapat

disimpulkan

bahwa

pajak

penghasilan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
masyarakat baik orang pribadi maupun badan atas penghasilan yang
diterima/diperoleh dalam tahun pajak untuk membiayai pengeluaranpengeluaran negara. Pajak penghasilan ini merupakan pajak subjektif karena
berpangkal atau berdasarkan atas subjeknya atau memperhatikan diri Wajib
Pajak.
Pajak Penghasilan sendiri diatur dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
36 Tahun 2008.

2.2.2

Subjek Pajak Penghasilan
Menurut Siti Resmi (2013:75), subjek pajak penghasilan adalah

segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan
menjadi sasaran untuk dikenakan pajak penghasilan. Subjek pajak akan
dikenakan

pajak

penghasilan

apabila

menerima

atau

memperoleh

penghasilan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Jika subjek
pajak telah memenuhi kewajiban pajak subjektif dan objektif maka disebut
wajib pajak.
Subjek pajak penghasilan menurut Pasal 2 ayat (1) dan ayat 5
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang

13

Universitas Sumatera Utara

Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 beserta penjelasannya (UU PPh)
adalah:
1.

2.

3.

Orang pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan.
a. Orang pribadi, sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau
berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia.
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan
yang berhak. Warisan ini merupakan subjek pajak pengganti,
menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris.
Badan.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseoran terbatas, perseoran komanditer,
perseoran lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik
daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya,
lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif
dan bentuk usaha tetap.
Bentuk Usaha Tetap (BUT)
BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang
tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus depalan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
a. Tempat kedudukan manajemen
b. Cabang perusahaan
c. Kantor perwakilan
d. Gedung kantor
e. Pabrik
f. Bengkel
g. Gudang
h. Ruang untuk promosi dan penjualan
i. Pertambangan dan penggalian sumber alam
j. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi
k. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan atau kehutanan
l. Proyek konstruksi, instalasi atau proyek perakitan
m. Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang
lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan
n. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya
tidak bebas

14

Universitas Sumatera Utara

o.

p.

Agen atau pegawai dari perusahaan asruansi yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima
premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia dan
Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki,
disewa atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik
untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

2.2.2.1 Penggolongan Subjek Pajak
Subjek pajak menurut Pasal 2 ayat 2 UU PPh terbagi menjadi
dua yaitu:
1.

Subjek Pajak Dalam Negeri
Menurut Pasal 2 ayat (3) UU PPh, Subjek Pajak Dalam Negeri
terdiri dari:
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang
memenuhi kriteria:
• Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan
• Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah
• Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah
Pusat atau Pemerintah Daerah
• Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan
fungsional negara.
c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak.
2. Subjek Pajak Luar Negeri
Menurut Pasal 2 ayat (4) UU PPh, Subjek Pajak Luar Negeri
terdiri dari:
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia,
orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan baik yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui BUT atau tidak.

15

Universitas Sumatera Utara

b.

Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia baik yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui BUT atau tidak.
Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak

apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya
melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. Subjek pajak badan dalam
negeri menjadi Wajib Pajak sejak saat didirikan, atau bertempat
kedudukan di Indonesia.
Subjek pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan
sekaligus

menjadi

Wajib

Pajak

karena

menerima

dan/atau

memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau
menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari
Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Dengan kata lain, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan
yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif.
Bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia,
pemenuhan

kewajiban

perpajakannya

dipersamakan

dengan

pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dalam negeri
sebagaimana diatur dalam UU PPh dan UU yang mengatur mengenai
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

16

Universitas Sumatera Utara

2.2.2.2 Kewajiban Pajak Subjektif
Kewajiban pajak subjektif menurut Pasal 2A UU PPh adalah
sebagai berikut:
1.

2.

Subjek pajak dalam negeri
a. Orang Pribadi
Dimulai pada saat orang pribadi tersebut dilahirkan, berada
atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia dan
berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan
Indonesia untuk selama-lamanya.
b. Badan
Dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia dan berakhir pada saat dibubuarkan
atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia.
c. Warisan yang belum terbagi
Dimulai pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi
tersebut yaitu pada saaat meninggalnya pewaris dan
berakhir pada saat warisan tersebut selesai dibagi kepada
para ahli waris. Sejak saat itu pemenuhan kewajiban
perpajakannya beralih kepada para ahli waris.
Subjek pajak luar negeri
a. Orang pribadi atau badan yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui BUT.
Dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut
menjalan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT dan
berakhir pada saat tidak lagi menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui BUT.
b. Orang pribadi atau badan yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui BUT.
Dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan
berakhir pada saat tidak lagi menerima atau memperoleh
penghasilan tersebut.

2.2.2.3 Tidak Termasuk Subjek Pajak
Yang tidak termasuk subjek pajak menurut Pasal 3 UU PPh
adalah:
a.
b.

Kantor perwakilan negara asing
Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabatpejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang

17

Universitas Sumatera Utara

c.

d.

diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat
tinggal bersama-sama mereka dengan syarat:
• Bukan warga Negara Indonesia
• Tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan
atau pekerjaannya di Indonesia
• Negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
Organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
• Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut
• Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan
pinjaman kepada pemerintah yang danaya berasal dari iuran
para anggota.
Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana
dimaksud di huruf (c) dengan syarat:
• Bukan Warga Negara Indonesia
• Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Organisasi-organisasi

internasional

dan

pejabat-pejabat

perwakilan organisasi internasional yang tidak termasuk subjek pajak
penghasilan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor
156/PMK.010/2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.03/2008 tentang Penetapan
Organisasi-organisasi Internasional dan Pejabat-pejabat Perwakilan
Organisasi Internasional yang Tidak Termasuk Subjek Pajak
Penghasilan.

2.2.3

Objek Pajak
2.2.3.1 Penghasilan Yang Menjadi Objek Pajak
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU PPh, yang menjadi objek
pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang

18

Universitas Sumatera Utara

berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib
Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
termasuk:
1.

2.
3.
4.

5.

6.
7.

Penggantian atau imbalan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,
honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pension, atau
imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain
dalam UU PPh.
Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan
penghargaan.
Laba usaha
Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
termasuk:
a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti
saham atau penyerahan modal.
b. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang
saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya.
c. Keuntungan
karena
likuidasi,
penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan
usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam
bentuk apapun.
d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah,
bantuan, atau sumbangan kecuali yang diberikan
kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat atau badan keagamaan, badan pendidikan,
badan sosial, termasuk yayasan, koperasi atau orang
pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil.
e. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian
atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta
pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan
pertambangan.
Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah
dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan
pengembalian pajak.
Bunga termasuk premium diskonto dan imbalan karena
jaminan pengembalian hutang.
Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk
dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis
dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

19

Universitas Sumatera Utara

8.
9.
10.
11.

12.
13.
14.
15.

16.
17.
18.

19.

Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta.
Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
Keuntungan karena pembebasan hutang, kecuali dengan
jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan
pemerintah.
Selisih kurs mata uang asing.
Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
Premi asuransi.
Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari
anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan
usaha atau pekerjaan bebas.
Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan
yang belum dikenakan pajak.
Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
Imbalan bunga sebagaimana telah diatur dalam Undang –
undang yang mengatur mengenai Ketentuan Umum dan
Tatacara Perpajakan.
Surplus Bank Indonesia.

2.2.3.2 Penghasilan Yang Bersifat Final
Menurut pasal 4 ayat (2) UU PPh, penghasilan yang
dikenakan pajak bersifat final yaitu:
1.

2.
3.

4.

5.

Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga
obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang
dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang
pribadi;
Penghasilan berupa hadiah undian;
Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya,
transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi
penjualan saham atau penghalihan penyertaan modal pada
perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal
ventura;
Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah
dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan
persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
Penghasilan tertentu lainnya (penghasilan dari pengungkapan
ketidakbenaran, penghentian penyidikan tindak pidana, dan lainlain).

20

Universitas Sumatera Utara

2.2.3.3 Penghasilan yang Dikecualikan dari Objek Pajak
Menurut Pasal 4 ayat (3) UU PPh, jenis penghasilan yang
tidak termasuk sebagai objek pajak adalah:
a.

b.
c.
d.

e.

f.

1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh
badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima
zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya
wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang
diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima
sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Pemerintah dan
2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau
orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan di antara
pihak-pihak yang bersangkutan;
Warisan;
Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai
pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau
jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau
kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang
diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan
pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma
penghitungan khusus;
Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan
usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
1. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan dan
2. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan
badan usaha milik daerah yang menerima dividen,
kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen
paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor;

21

Universitas Sumatera Utara

g.

Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang
dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan;
i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk
pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
j. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal
ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang
didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,
dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
1. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah atau yang
menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan, dan
2. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
k. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan;
l. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga
nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang
penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi
yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk
sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian
dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat)
tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan; dan
m. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu,
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.

2.3

Peraturan Pemerintah Nomor 46 (PP 46) Tahun 2013
2.3.1

Maksud dan Tujuan Penerbitan PP Nomor 46 Tahun 2013
Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) huruf e dan Pasal 17 ayat (7) UU PPh,

dikatakan bahwa dengan menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) dapat
ditetapkan cara menghitung Pajak Penghasilan (PPh) yang lebih sederhana

22

Universitas Sumatera Utara

dibandingkan

dengan

menggunakan

UU

PPh

secara

umum.

Penyederhanaannya yakni Wajib Pajak hanya menghitung dan membayar
pajak berdasarkan peredaran bruto (omzet).
Sesuai dengan dasar hukum ini, diterbitkan Peraturan Pemerintah
Nomor 46 (PP 46) Tahun 2013 dengan tujuan terutama untuk
kesederhanaan dan pemerataan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.
PP 46 tahun 2013 ini merupakan kebijakan Pemerintah Republik
Indonesia yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan atas penghasilan dari
usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran
bruto tertentu baik orang pribadi maupun badan. Ketentuan ini dikeluarkan
dan mulai berlaku sejak 1 Juli 2013.
Penghasilan dari usaha yang masuk kategori dalam PP 46 ini
memiliki peredaran bruto tertentu yaitu sampai dengan Rp 4.800.000.000
(Empat Miliar Delapan Ratus Juta Rupiah) dalam satu tahun pajak,
dikenakan pajak bersifat Final (Pasal 2 ayat (1) dan ayat 2 Huruf a dan b).
Peraturan ini dikeluarkan dengan maksud untuk:
1.

memberi kemudahan dan penyederhanaan aturan perpajakan

2.

mengedukasi masyarakat untuk tertib administrasi

3.

mengedukasi masyarakat untuk transparansi

4.

memberikan kesempatan masyarakat untuk berkontribusi dalam
penyelenggaraan negara.
Peraturan ini juga dikeluarkan dengan tujuan untuk:

23

Universitas Sumatera Utara

1. memberi kemudahan bagi masyarakat dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya
2. meningkatnya

pengetahuan

tentang

manfaat

perpajakan

bagi

masyarakat
3. terciptanya kondisi kontrol sosial dalam memenuhi kewajiban
perpajakan.
Dengan keluarnya peraturan ini diharapkan penerimaan pajak akan
meningkat sehingga kesempatan untuk mensejahterakan masyarakat
meningkat juga.

2.3.2

Aturan Pendukung PP Nomor 46 Tahun 2013
Dalam penerbitan peraturan pemerintah ini, pemerintah dalam hal ini

Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan aturan
pendukung

guna

memberikan

panduan

pelaksanaan

teknis

dalam

penerapannya kepada Wajib Pajak yang masuk dalam kriteria yang telah
ditentukan.
Adapun aturan - aturan yang dimaksud, yaitu:
1. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 107/PMK.011/2013
Tentang tata cara penghitungan, penyetoran dan pelaporan Pajak
Penghasilan atas Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak yang memiliki Peredaran Bruto tertentu.
2. Surat Edaran (SE) Direktorat Jenderal Pajak Nomor SE-42/PJ/2013

24

Universitas Sumatera Utara

Tentang pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima
atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.

2.3.3

Objek Pajak PP Nomor 46 Tahun 2013
Menurut PP Nomor 46 Tahun 2013, objek pajaknya adalah

penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak dengan
peredaran bruto (omzet) yang tidak melebihi Rp 4.800.000.000 (empat
miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak.
Peredaran bruto (omzet) merupakan jumlah peredaran bruto semua
gerai/outlet/outlet atau sejenisnya baik pusat maupun cabangnya. Usaha ini
meliputi usaha dagang dan jasa seperti misalnya toko/los kelontong/kios,
pakaian, elektronik, bengkel, penjahit, warung/rumah makan, salon, dan
usaha lainnya.
Menurut pasal 3 ayat (2) PMK Nomor 107/PMK.011/2013, yang
bukan objek pajak PP Nomor 46 Tahun 2013 adalah:
1.
2.

3.
4.

Penghasilan dari usaha jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas.
Penghasilan dari usaha yang dikenakan PPh Final Pasal 4 ayat (2)
seperti:
a. Sewa kamar kos.
b. Sewa rumah
c. Jasa konstruksi baik dibidang perencanaan, pelaksanaan, maupun
pengawasan.
d. PPh usaha migas.
Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri.
Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.

25

Universitas Sumatera Utara

2.3.4

Subjek Pajak Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
Wajib pajak yang dapat dikenai Pajak Penghasilan dengan tarif

sesuai PP Nomor 46 Tahun 2013 adalah wajib pajak yang memiliki
peredaran bruto tertentu dengan kriteria sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) PP
46 adalah sebagai berikut:
1.
2.

Wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak badan tidak termasuk
bentuk usaha tetap, dan
Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa
sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak
melebih Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah)
dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
Menurut Pasal 2 ayat (3) PMK Nomor 107/PMK.011/2013, jasa

sehubungan dengan pekerjaan bebas meliputi:
1.

Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari
pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan
akuaris;
2. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film,
bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari;
3. Olahragawan;
4. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh dan moderator;
5. Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6. Agen iklan;
7. Pengawas atau pengelola proyek;
8. Perantara;
9. Petugas penjaja barang dagangan;
10. Agen asuransi, dan
11. Distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing)
atau penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.

Tidak semua wajib pajak baik orang pribadi maupun badan dapat
menjadi bagian wajib pajak berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Adapun
wajib pajak yang bukan subjek pajak menurut Pasal 2 ayat (3) dan (4) PP
Nomor 46 Tahun 2013, yaitu:

26

Universitas Sumatera Utara

1.

2.

Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha
perdagangan atau jasa yang dalam usahanya:
a. Menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang,
baik yang menetap maupun yang tidak menetap.
b. Menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan
umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
Contoh: Pedagang keliling, pedagang asongan, warung tenda di
area kaki lima, dan sejenisnya.
Wajib Pajak Badan
a. Badan Usaha Tetap (BUT).
b. Wajib pajak badan yang belum beroperasi secara komersial.
c. Wajib pajak badan yang dalam jangka waktu satu tahun sejak
beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi
Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

2.3.5

Tarif dan Dasar Pengenaan PP Nomor 46 Tahun 2013
Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun

2013 ini, besaran tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah sebesar
1% (satu persen). Pengenaan Pajak Penghasilan tersebut didasarkan pada
peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak Terakhir
sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan.
Apabila Peredaran bruto kumulatif Wajib Pajak pada suatu bulan
telah melebihi jumlah Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah) dalam suatu tahun pajak, wajib pajak tersebut tetap dikenai tarif
pajak penghasilan yang telah ditentukan berdasarkan ketentuan Peraturan
Pemerintah ini sampai dengan akhir tahun pajak yang bersangkutan (Pasal 3
ayat (3) PP Nomor 46 Tahun 2013).
Dalam hal peredaran bruto wajib pajak telah melebihi jumlah Rp
4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada suatu tahun
pajak, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak tersebut

27

Universitas Sumatera Utara

pada tahun pajak berikutnya dikenai tarif pajak penghasilan berdasarkan
undang - undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 17 ayat (1).
OMSET > Rp 4.800.000.000 = TARIF (1%) X OMSET / BULAN

2.3.6

Perbedaan PPh Final PP 46 Tahun 2013 dengan PPh Undang –
undang Nomor 36 Pasal 17 Tahun 2008
Ada beberapa perbedaan diantara PPh Final Peraturan Pemerintah

Nomor 46 Tahun 2013 dengan PPh undang-undang nomor 36 Pasal 17
tahun 2008, yaitu :
Tabel 2.1
Perbedaan PP 46 Tahun 2013 dengan Undang-undang Nomor 36 tahun
2008
PPh Final PP 46 Tahun 2013

PPh Undang -undang nomor 36
pasal 17 Tahun 2008

Kriteria Wajib Pajak dibatasi

Kriteria tidak dibatasi

PPh Bersifat Final

PPh tidak bersifat Final

Omset sampai dengan Rp
4.800.000.000

Omset tidak dibatasi

Tidak menggunakan Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP)

Menggunakan Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP)

Menggunakan tarif tunggal (1%)

Menggunakan tarif berlapis sesuai
dengan Lapisan Penghasilan Kena
Pajaknya

28

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2
Tarif Pasal 17 ayat (1) Huruf a
Lapisan Penghasilan Kena Pajak

Tarif

Rp 0 s.d. Rp 50.000.000

5%

Rp 50.000.000 s.d. Rp 250.000.000

15%

Rp 250.000.000 s.d. Rp 500.000.000

25%

Di atas Rp 500.000.000

30%

Dari tabel di atas, terlihat jelas perbedaan antara pajak penghasilan
sesuai PP 46 dengan pajak penghasilan sesuai UU PPh. Dengan demikian,
diharapkan PP 46 ini dapat semakin meningkatkan pertumbuhan wajib pajak
dan penerimaan pajak.

2.4

Penelitian Terdahulu
Ada beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian

terhadap PP 46, yaitu:
Tabel2.3
Penelitian Terdahulu
No
1

2

Nama Peneliti
Judul Penelitian
Astri Corry N. Pengaruh
Penerapan
Ds (2013)
Peraturan Pemerintah
No. 46 Tahun 2013
Terhadap
Tingkat
Pertumbuhan
Wajib
Pajak UMKM dan
Penerimaan PPh Pasal 4
ayat (2) (Studi Kasus
pada KPP Pratama
Malang Selatan)

Hasil Penelitian
Tingkat pertumbuhan jumlah
Wajib Pajak terus meningkat
dengan diberlakukannya PP
ini.
Kontribusi
yang
diberikan oleh pajak UMKM
terhadap penerimaan PPh
Pasal 4 ayat (2) sejak
diterapkannya PP No. 46
Tahun 2013 selalu meningkat
meskipun
masih
dalam
kategori sangat kurang.
I Putu Gede Penerapan Akuntansi PP No. 46 ini memberikan
Diatmika
Pajak Atas PP No. 46 keuntungan bagi pengusaha
Tahun 2013 Tentang menengah kecil yang berada
(2013)

29

Universitas Sumatera Utara

PPh Atas Penghasilan
Dari Usaha Wajib Pajak
yang
Memiliki
Peredaran
Bruto
Tertentu

3

Widya
(2015)

4

Putti Maulita Analisis Perbandingan
Anisa (2016)
Penerapan PPh 25
dengan Pajak Final
Tarif 1% Menurut
Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No.
46 Tahun 2013 (Studi
Kasus pada PT Rumina
Cahaya Kembar)

2.5

Tjiali Analisis
Penerapan
Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2013
Terhadap Pertumbuhan
Jumlah Wajib Pajak
dan Penerimaan PPh
Pasal 4 ayat (2) pada
KPP Pratama Bitung

di lingkungan masyarakat
perkotaan maupun pedesaan
yang mempunyai peredaran
usaha kurang dari Rp 4,8
Miliar setahun. Terdapat
penghematan finansial bagi
pengusaha yang mempunyai
peredaran usaha di bawah Rp
4,8M dibandingkan dengan
menggunakan tarif sesuai UU
PPh.
Jumlah
wajib
pajak
mengalami
peningkatan
setelah penerapan ini sebesar
6,11%. Kontribusi PPh PP
No. 46/ Tahun 2013 terhadap
penerimaan PPh Pasal 4 ayat
(2) cenderung meningkat
meskipun secara rata-rata
masih dalam kategori sangat
kurang
Penerapan PPh 25 lebih baik
daripada PP No. 46. Jumlah
pajak yang harus dibayarkan
oleh perusahaan juga lebih
sedikit dibandingkan dengan
menggunakan tarif 1%.

Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan suatu kerangka hubungan antara konsep-

konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan.
Adapun kerangka konseptual dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

30

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1
Kerangka Konseptual Penelitian
Kebijakan PP No. 46
Tahun 2013

Pertumbuhan Wajib
Pajak Orang Pribadi

Penerimaan Pajak

Analisis

Dalam upaya untuk meningkatkan pemenuhan kewajiban perpajakan secara
sukarela dan mendorong kontribusi penerimaan negara, pemerintah telah
menerbitkan PP No. 46 tahun 2013. PP No. 46 tahun 2013 ditetapkan pada 1 Juli
2013. Peraturan baru ini memberikan kemudahan bagi para wajib pajak yang
memiliki penghasilan bruto tertentu untuk melalukan pemenuhan kewajiban
perpajakan. Oleh karena itu, peneliti melakukan analisis untuk mengetahui
bagaimana pengaruh peraturan ini terhadap pertumbuhan wajib pajak orang
pribadi dan penerimaan pajak secara keseluruhan.

31

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Kesadaran Wajib Pajak Dalam Memenuhi Kewajiban Sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan

0 41 60

Prosedur Permohonan Pengurusan Nomor Pokok Wajib Pajak Orang Pribadi ( NPWP ) Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan

2 34 55

Upaya Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Penghasilan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan

2 61 59

Pengaruh Penerapan Kebijakan PP Nomor 46 Tahun 2013 Terhadap Pertumbuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Serta Penerimaan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan

10 43 89

PERSEPSI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI TERHADAP KUALITAS PELAYANAN KERJA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Kualitas Pelayanan Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo.

0 0 12

Pengaruh Penerapan Kebijakan PP Nomor 46 Tahun 2013 Terhadap Pertumbuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Serta Penerimaan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan

0 0 12

Pengaruh Penerapan Kebijakan PP Nomor 46 Tahun 2013 Terhadap Pertumbuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Serta Penerimaan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan

0 0 2

Pengaruh Penerapan Kebijakan PP Nomor 46 Tahun 2013 Terhadap Pertumbuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Serta Penerimaan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan

0 0 7

Pengaruh Penerapan Kebijakan PP Nomor 46 Tahun 2013 Terhadap Pertumbuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Serta Penerimaan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan

1 2 2

PENGARUH KEPATUHAN WAJIB PAJAK DAN WAJIB PAJAK EFEKTIF TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SEBERANG ULU PALEMBANG

0 0 16