Karakterisitik Penderita Mioma Uteri Rawat Inap di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013-2015

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Mioma Uteri
Mioma uteri yang dikenal juga dengan sebutan fibromioma,fibroid, atau
leiomioma merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot polos uterus dan
jaringan ikat yang menumpanginya. Mioma uteri berbatas tegas, tidak berkapsul,
dan berasal dari otot polos jaringan fibrous sehingga mioma uteri dapat
berkonsistensi padat jika jaringan ikatnya dominan dan berkonsistensi lunak jika
otot rahimnya yang dominan (Joedosapoetro, 2009). Kejadian mioma uteri sukar
ditetapkan karena tidak semua mioma uteri menimbulkan keluhan dan
memerlukan tindakan operasi. Sebagian penderita mioma uteri tidak menunjukkan
keluhan

apapun

dan

ditemukan

secara


kebetulan

saat

pemeriksaan

(Manuaba dkk, 2009).
2.2 Anatomi Uterus
Uterus adalah suatu organ muscular berongga dan berdinding tebal,
terletak pada rongga panggul antara kandung kemih di anterior dan rektum di
posterior dan berbentuk seperti bola lampu pijar atau buah pir terbalik. Besarnya
uterus berbeda-beda, bergantung pada usia wanita dan paritas. Ukuran uterus pada
anak-anak adalah 2-3 cm, pada wanita yang belum pernah melahirkan (nulipara)
adalah 6-8 cm dan wanita multipara 8-9 cm (Manuaba dkk, 2010).

6

Universitas Sumatera Utara


7

Uterus berfungsi untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama
perkembangan dan menyediakan lingkungan yang cocok untuk tumbuh-kembang
janin. Ovum yang telah keluar dari ovarium akan menuju tuba uterina dan
kemudian begerak menuju uterus dan tertanam (nidasi) pada endometrium uterus.
Segera setelah persalinan otot rahim dapat menutup pembuluh darah untuk
menghindari perdarahan. Setelah persalinan, rahim dalam waktu 42 hari dapat
mengecil seperti semula (Manuaba dkk, 2009).
Uterus terdiri dari :
a. Fundus Uteri (dasar rahim) merupakan bagian uterus proksimal yang
terletak antara kedua pangkal saluran telur.
b. Korpus uteri(badan rahim) merupakan bagian uterus yang terbesar dan
berbentuk segitiga. Pada kehamilan, bagian ini berfungsi sebagai
tempatutama bagi janin untuk hidup dan berkembang. Rongga yang
terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri atau rongga rahim.
c. Serviks uteri (leher rahim) berbentuk silinder yang merupakan ujung
serviks menuju puncak vagina disebut porsio, hubungan antara kavum
uteri dan kanalis servikalis disebut ostum uteri internum. Bagian rahim
antara serviks dan korpus disebut isthmus atau segmen bawah rahim yang

akan mengalami peregangan pada masa kehamilan dan persalinan
(Syaifuddin, 2006).

Universitas Sumatera Utara

8

2.2.1 Pembagian Dinding Uterus
Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan yaitu :
a. Peritoneum (lapisan serosa) meliputi dinding uterus bagian luar, menutupi
bagian luar uterus, dan merupakan penebalan yang diisi jaringan ikat dan
pembuluh darah limfe dan urat saraf. Bagian ini meliputi tuba dan
mencapai dinding abdomen.
b. Miometrium (lapisan otot) merupakan otot polos berlapis tiga; yang
sebelah luar longitudinal, yang sebelah dalam sirkuler, yang diantara
kedua lapisan ini saling beranyaman. Miometrium secara keseluruhannya
dapat berkontraksi dan relaksasi (Prawirohardjo, 2007).
c. Endometrium (lapisan mukosa), merupakan lapisan dinding bagian dalam
(lining). Kavum uterus dilapisi oleh selaput lendir yang kaya dengan
kelenjar, disebut endometrium yang terdiri atas epitel kubik, kelenjarkelenjar dan stroma yang kaya dengan pembuluh darah (Saifuddin, 2002).

2.3 Patologi Anatomi Mioma Uteri
Pada pemeriksaan dengan mikroskop, kelompok-kelompok sel otot
berbentuk kumparan dengan inti panjang dipisahkan menjadi berkas-berkas oleh
jaringan ikat. Hal tersebut dapat terjadi karena seluruh suplai darah mioma berasal
dari beberapa pembuluh darah yang masuk dari pseudokapsul, yang dapat
mengakibatkan pertumbuhan tumor tersebut selalu melampaui suplai darahnya.
Ini menyebabkan degenerasi, terutama pada bagian tengah mioma. Mula-mula
terjadi

degenerasi

hialin,

dan

kemungkinan

menjadi

degenerasi


kistik

(Llewellyn-Jones, 2002).

Universitas Sumatera Utara

9

2.3.1 Klasifikasi Mioma Uteri
Menurut letak pertumbuhannya, mioma uteri dapat diklasifikasikan
menjadi 3 jenis yaitu :
a.

Mioma Subserosa
Berada diluar rahim (serosa) dan berlanjut tumbuh keluar dinding rahim

sehingga menonjol pada permukaan uterus. Dapat tumbuh diantara kedua
lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter dan juga dapat
tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum atau omentum

dan kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut wandering atau
parasitic fibroid ( Manuaba dkk, 2009).
b. Mioma Intramular
Berada di dinding uterus diantara serabut miometrium dan biasanya
multiple. Mioma jenis ini sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti
kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor didaerah perut sebelah
bawah. Di dalam otot rahim, mioma ini dapat besar dan padat jika jaringan
ikat yang dominan juga lunak jika jaringan otot rahim dominan.
c.

Mioma Submukosa
Berada dibawah endometrium dan menonjol kedalam rongga uterus yang

menyebabkan peregangan pada endometrium dan menghambat pembuluh
darah lokal berkontraksi selama menstruasi. Mioma semacam ini dapat
menyebabkan menstruasi yang berat, lama dan hebat dan menyebabkan
anemia yang berlangsung terus. Sebagian mioma ini dapat tumbuh bertangkai

Universitas Sumatera Utara


10

menjadi polip kemudian dilahirkan melalui saluran serviks yang disebut
myom geburt (Wiknjosastro, 2008).

Sumber : https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/8608.htm

Gambar 1. Anatomi Uterus Normal

Sumber : http://www.webmd.com/women/uterine-fibroids/ss/slideshow-fibroid

Gambar 2. Letak Mioma Uteri

Universitas Sumatera Utara

11

2.4 Gejala Mioma Uteri
Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan ginekologik karena tidak semua mioma uteri mengganggu dan

menimbulkan keluhan. Gejala yang disebabkan oleh mioma uteri bergantung
pada ukuran mioma, letak mioma dan komplikasinya. Berikut gejala yang
paling sering terjadi :
2.4.1

Perdarahan abnormal
Perdarahan abnormal merupaka gejala yang paling sering dijumpai.

Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoragia ,
dan dapat juga terjadi metroragia . Gejala ini terjadi pada 30% pasien dengan
mioma uteri. Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan ini adalah :
a. Permukaan endometrium yang lebih luas dari biasanya.
b. Atrofi endometrium diatas mioma submukosa.
c. Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang
mioma diantara serabut miometrium sehingga tidak dapat menjepit
pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.
2.4.2 Rasa nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena
gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai dengan nekrosis
setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosa yang akan

dilahirkan, pada pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat
meyebabkan dismenorrhoe. Mioma uteri juga dapat menimbulkan nyeri
panggul karena degenerasi akibat oklusi vaskuler, infeksi, torsi dari mioma

Universitas Sumatera Utara

12

yang bertangkai maupun akibat kontraksi miometrium yang disebabkan mioma
subserosa ( Decherney et.al. 2007).
2.4.3 Gejala dan tanda penekanan
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan
rahim karena pembesaran mioma uteri dapat meyebabkan terasa berat
diabdomen bagian bawah sehingga penderita mengeluh merasakan adanya
massa atau benjolan diperut bagian bawah. Penekanan pada kandung kemih
akan meyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio urine, pada
ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum dapat
meyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe
dipanggul dapat meyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
2.4.4 Infertilitas dan Abortus

Hubungan antara mioma uteri dan kesuburuan belum diketahui secara
pasti (Edmonds, 2007). Menurut Wiknjosastro (2008) infertilitas dapat terjadi
apabila sarang mioma menutup atau menekan pars interstialis tuba yang
mengakibatkan gangguan migrasi sel telur dan spermatozoa, sedangkan mioma
submukosum juga memudahkan terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga
uterus.
2.5 Perubahan Sekunder Mioma Uteri
Perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar
bersifat degenerasi. Hal ini dapat terjadi karena berkurangnya pemberian darah
pada sarang mioma.

Universitas Sumatera Utara

13

Berikut perubahan sekunder pada mioma uteri.
a. Atrofi : sesudah menopause maupun sesudah kehamilan, mioma uteri
menjadi kecil.
b. Degenerasi hialin : perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita
berusia lanjut. Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen.

c. Degenerasi kistik : dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana
sebagian dari mioma menjadi cair sehingga terbentuk ruangan-ruangan
yang tidak teratur berisi seperti agar-agar. Dengan konsistensi yang lunak
ini tumor sukar dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan
(Manuaba dkk, 2010).
d. Degenerasi membatu (calcireous degeneration) : terutama terjadi pada
wanita berusia lanjut karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan
adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma
menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen.
e. Degenerasi merah (carneous degeneration) : perubahan ini biasanya
terjadi pada kehamilan dan nifas. Diperkirakan ini dapat terjadi karena
suatu nekrosis sub akut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada
pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna
merah disebabkan oleh pigmen himosiderin dan hemofusin. Degenerasi
merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis,
haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri
pada perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor
ovarium atau mioma bertangkai (Wiknjosastro, 2008).

Universitas Sumatera Utara

14

2.6 Komplikasi Mioma Uteri
a. Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leimiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6%
dari seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus.
Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang
telah diangkat (Prawirohrdjo, 2007). Menurut Manuaba I.A.C dan Manuaba
I.B.G (2009) bila pada masa menopause tumor yang berasal dari mioma uteri
masih tetap besar atau bertambah besar, kemungkinan degenerasi ganas
menjadi sarkoma uteri.
b. Torsi (Putaran Tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan
sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis yang dapat menyebabkan sindrom
abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi.
Hal ini hendaklah dibedakan dengan suatu keadaan di mana terdapat banyak
sarang mioma dalam rongga peritoneum. Sarang mioma dapat mengalami
nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena gangguan sirkulasi darah
padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang dilahirkan hingga perdarahan
berupa metroragia atau menoragia disertai leukore dan gangguan yang
disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri (Prawirohrdjo, 2007).
2.7 Mioma Uteri dan Kehamilan
Mioma uteri dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan
perkembangan kehamilan. Kehamilan dengan disertai mioma uteri menimbulkan

Universitas Sumatera Utara

15

proses saling memengaruhi (Pradhan, 2006). Berikut pengaruh mioma pada
kehamilan dan persalinan.
a. Kelainan letak janin dalam rahim, terutama pada mioma yang besar dan
letak subserosa.
b. Menghalangi lahirnya bayi, terutama mioma yang terletak pada serviks.
c. Inersia uteri dan atonia uteri, terutama pada mioma yang letaknya di
dalam dinding rahim atau apabila terdapat banyak mioma.
d. Mempersulit lepasnya plasenta , terutama pada mioma yang submukosa
dan intramural (Manuaba dkk, 2007)
Sedangkan, kehamilan dapat memengaruhi mioma uteri menjadi :
a. Pertumbuhan mioma uteri lebih cepat sampai usia kehamilan berkisar
4 bulan
b. Tumor menjadi lebih lunak dalam kehamilan, dapat berubah bentuk, dan
mudah terjadi gangguan sirkulasi di dalamnya, sehingga terjadi
pendarahan dan nekrosis. Tumor tampak merah ( degenerasi merah) atau
tampak seperti daging (degenerasi karnosa). Perubahan ini menyebabkan
rasa nyeri di perut yang disertai gejala-gejala rangsangan peritoneum dan
gejala-gejala peradangan.
c. Mioma uteri subserosa yang bertangkai dapat mengalami putaran tangkai
akibat desakan uterus yang makin lama makin besar. Torsi menyebabkan
gangguan sirkulasi dan nekrosis yng menimbulkan gambaran klinik nyeri
perut mendadak (Prawirohardjo, 2007).

Universitas Sumatera Utara

16

2.8 Epidemiologi Mioma Uteri
2.8.1 Distribusi dan Frekuensi Penderita Mioma Uteri
a. Berdasarkan Orang
Kasus mioma uteri terbanyak terjadi pada kelompok umur 40-49
tahun dengan usia rata-rata 42 tahun sebanyak 51%. Risiko mioma uteri
meningkat pada wanita nullipara. Penelitian di India terdapat 150 kasus
mioma uteri, dan 77 kasus terjadi pada wanita umur 40-49 tahun dengan
prevalensi 51% dan 45 kasus terjadi pada wanita umur lebih dari 50 tahun
dengan prevalensi 30% (Bhat, 2006).
Mioma uteri hanya terjadi pada wanita karena merupakan penyakit
yang terdapat pada dinding rahim wanita. Mioma uteri lebih banyak
ditemukan pada wanita berkulit hitam, karena wanita berkulit hitam
memiliki lebih banyak hormon estrogen dibanding wanita kulit putih.
Pernah ditemukan 200 sarang mioma dalam satu uterus pada wanita kulit
hitam, dimana biasanya hanya 5-20 sarang saja.
Sampel acak dari wanita berusia 35 - 49 tahun untuk wanita AfrikaAmerika yang menjalani pemeriksaan rutin, hasil rekam medis dan
pemeriksaan sonografi didapatkan pada usia 35 tahun insidensi terjadinya
mioma uteri adalah sebesar 60%, insidensi ini meningkat hingga 80% pada
usia 50 tahun. Wanita kaukasia mempunyai insidensi sebesar 40% pada
usia 35 tahun dan meningkat hingga 70% pada usia 50 tahun
(Parker, 2007).

Universitas Sumatera Utara

17

b. Berdasarkan Tempat
Penelitian Yu Su di Taiwan dari tahun 2000 sampai dengan tahun
2003 terdapat 16.690 wanita yang didiagnosa mioma uteri. Data tersebut
diambil dari Longitudinal Health Insurance Database 2000 (LHID 2000)
yang merupakan bagian dari database riset asuransi nasional yang
didirikan oleh Institut Riset Kesehatan di Taiwan (Yu Su et.al. 2012).
Di Indonesia, kasus mioma uteri khususnya di Riau penelitian
Muzakir periode 1 Januari 2006 - 31 Desember 2006 melaporkan
penderita mioma uteri sebesar 37 kasus dan terbanyak pada kelompok
umur 45-49 tahun yaitu sebesar 45,94 % (Muzakir, 2008).
c. Berdasarkan Waktu
Penelitian Jung di rumah sakit Mokpo St. Columban Korea periode
1992-1996 melaporkan 282 kasus mioma uteri dari 1.371 kasus
ginekologi (proporsi 20,7 %). Penelitian Wise di Amerika Serikat periode
1997-2007 melaporkan 5.871 kasus mioma uteri dari 22.120 wanita kulit
hitam dengan prevalens 26,5% (Wise et.al. 2009).
Penelitian Ezeama (2012) di universitas kedokteran Nnamdi
Azikiwe Nnewi, Nigeria dari Januari 2002- December 2006 melaporkan
117 kasus mioma uteri dari 1.094 kasus ginekologi yang tercatat dengan
proporsi sebesar 10,7 % (Ezeama et.al. 2012).

Universitas Sumatera Utara

18

2.8.2 Determinan
Penyebab pasti mioma uteri sampai saat ini belum diketahui. Para ahli
berpendapat bahwa mioma uteri terjadi akibat ketidakseimbangan hormonhormon dalam tubuh, terutama hormon estrogen. Kondisi ketidakseimbangan
sistem hormon ini yang sering memicu pertumbuhan sel-sel abnormal dalam
tubuh (Manuaba dkk, 2010).
Berikut beberapa hormon yang memengaruhi pertumbuhan mioma :
a. Estrogen
Sebagian besar mioma uteri ditemukan pada masa reproduksi, karena
adanya rangsangan estrogen. Dengan demikian mioma uteri tidak dijumpai
sebelum datang haid (menarke) dan akan mengalami pengecilan setelah mati
haid (menopause).
Belum dapat dibuktikan bahwa hormon estrogen berperan sebagai
penyebab mioma, namun diketahui estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan
mioma. Mioma terdiri dari reseptor estrogen dengan konsetrasi lebih tinggi
dibandingkan dari miometrium sekitarnya namun konsentrasinya lebih rendah
di dinding endometrium. Estrogen berperan dalam pembesaran tumor dengan
meningkatkan produksi matrik ekstraseluler.
Meyer dan De Snoo mengajukan teori cell nest atau teori genitoblast
yang menyatakan bahwa untuk terjadinya mioma uteri harus terdapat dua
komponen penting yaitu : sel nest (sel muda yang terangsang) dan estrogen
(perangsang sel nest secara terus-menerus) (Manuaba dkk, 2009).

Universitas Sumatera Utara

19

Hormon estrogen dapat diperoleh melalui alat kontrasepsi hormonal
(Pil KB, Suntikan KB dan susuk KB). Alat kontrasepsi hormonal
mengandung estrogen, progesteron dan kombinasi estrogen dan progesteron.
b. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan mioma dengan dua cara, yaitu mengaktifkan
hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada

tumor.
c. Hormon Pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi
hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, yaitu
Hormon Placental Lactogen (HPL), terlihat pada periode ini dan memberi

kesan bahwa pertumbuhan yang cepat mioma uteri selama kehamilan
mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan estrogen
(Setiati, 2009).
Berikut beberapa faktor risiko terjadinya mioma uteri, yaitu :
a. Umur
Risiko mioma uteri meningkat seiring dengan peningkatan umur.
Penelitian Ofori di Ghana, Afrika Barat pada tahun 2012 melaporkan
proporsi tertinggi yang mengalami mioma uteri pada kelompok umur
30-39 tahun yaitu sebesar 43,1% (Ofori et.al. 2012).

Universitas Sumatera Utara

20

b. Paritas
Mioma uteri lebih sering terjadi pada nulipara atau wanita yang relatif
kurang subur, tetapi sampai saat ini belum diketehui apakah infertilitas
menyebabkan mioma uteri. Wanita yang sering melahirkan lebih sedikit
kemungkinannya

untuk

terjadinya

perkembangan

mioma

ini

dibandingkan wanita yang tidak pernah hamil atau satu kali hamil.
Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang
tidak pernah hamil atau hanya hamil satu kali ( Schorge et.al. 2008 ).
c. Riwayat Keluarga
Pada penelitian Parker (2007) dikatakan bahwa wanita yang
melaporkan kejadian mioma pada dua keluarga tingkat pertama
mempunyai kemungkinan dua kali lebih besar memiliki strong
expression dari VEGF-α (growth factor yang berhubungan dengan
mioma) dibandingkan dengan wanita yang menderita mioma tanpa
riwayat keluarga. Riwayat keluarga tingkat pertama (ibu/kakak) yang
menderita mioma uteri akan meningkatkan risiko mioma uteri sebesar
2,5 kali.
d. Ras
Kejadian mioma uteri lebih tinggi pada wanita golongan AfrikaAmerika (kulit hitam) dibandingkan dengan ras Kausakia (kulit putih).
Namun masih belum diketahui dengan jelas apakah perbedaan ini
adalah karena masalah genetik atau perbedaan pada kadar sirkulasi
estrogen, metabolisme estrogen, diet, atau peran faktor lingkungan.

Universitas Sumatera Utara

21

Pada penelitian terbaru menunjukkan yang Val/Val genotype untuk
enzim

essensial

kepada

metabolisme

estrogen,

catechol-O-

methyltransferas (COMT) ditemui sebanyak 47% pada wanita Afrika-

Amerika berbanding hanya 19% pada wanita kulit putih. Wanita
dengan genotype ini lebih rentan untuk menderita mioma uteri. Ini
menjelaskan mengapa prevalensiyang tinggi untuk menderita mioma
uteri dikalangan wanita Afrika-Amerika lebih tinggi (Parker, 2007).
e. Usia Menarche
Beberapa penelitian mengemukakan bahwa peningkatan pertumbuhan
mioma uteri merupakan respon dari stimulus estrogen. Menarche dini
sebelum umur 12 tahun dapat meningkatkan risiko seseorang dapat
mengalami mioma uteri (Baird, 2003). Paparan estrogen yang semakin
lama akan meningkatkan faktor risiko terkena mioma uteri. Menarche
dini (< 12 tahun) ditemukan meningkatkan resiko relatif mioma uteri
dan menarche yang lambat (> 16 tahun) menurunkan resiko relatif
mioma uteri. Penelitian Anbualagan (2014) di RSUP Haji Adam Malik
Medan yang menemukan dari 140 kasus, jumlah penderita dengan usia
menarche 11-16 tahun merupakan kelompok tertinggi yaitu sebanyak
139 orang (99.3%) sedangkan penderita yang mempunyai riwayat
menarche lambat usia

16 tahun adalah kelompok paling rendah yaitu

1 orang (0.7%).

Universitas Sumatera Utara

22

f. Berat Badan
Menurut Salinas (2014) yang mengutip pendapat Dorgan, peningkatan
IMT dihubungkan dengan penurunan sex hormone-binding globulin
yang akan meningkatkan jumlah estrogen bebas pada jaringan perifer
(kulit dan jaringan lemak) dan ovarium. Satu studi prospektif dijalankan
dan dijumpai kemungkinan risiko menderita mioma uteri adalah
setinggi 21% untuk setiap kenaikan 10 kg berat badan dan dengan
peningkatan indeks massa tubuh. Pada penelitian Salinas di Rumah
Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan Pada Tahun 2014 didapati
pasien Mioma Uteri dengan IMT normal (23) sebesar 56
orang (58,9%) (Salinas, 2014).
2.9 Upaya Pencegahan
2.9.1 Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan untuk mengurangi insidensi mioma uteri
dengan cara mengendalikan faktor risiko sebelum seseorang terkena penyakit
(Budiarto, 2002). Berikut beberapa upaya pencegahan primer yang dapat
dilakukan :
a. Upaya pencegahan primer dapat dilakukan dengan penyuluhan mengenai
faktor-faktor risiko terjadinya mioma uteri khususnya pada kelompok
berisiko yaitu wanita pada masa reproduktif.
b. Adanya pengawasan pemberian hormon estrogen dan progesteron dengan
memilih pil KB kombinasi. Pil kombinasi mengandung estrogen lebih

Universitas Sumatera Utara

23

rendah dibandingkan dengan pil sekuensil, oleh karena pertumbuhan
mioma uteri berhubungan dengan kadar estrogen.
2.9.2 Pencegahan Sekunder
Pencegahan ini dapat dilakukan dengan diagnosa dini dan pengobatan
yang cepat dan tepat.
a. Diagnosa dini
Beberapa upaya yang dilakukan oleh ahli medis dalam menegakkan
diagnosa mioma uteri adalah sebagai berikut.
a.1 Anamnesis
Dari proses tanya jawab dokter dan pasien dapat ditemukan penderita
seringkali mengeluh rasa berat dan adanya benjolan pada perut bagian
bawah,kadang mempunyai gangguan haid, buang air kecil maupun buang air
besar juga ada rasa nyeri.
a.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan bimanual akan mengungkap tumor pada uterus, yang
umumnya terletak di garis tengah maupun ke samping, seringkali teraba
adanya benjolan-benjolan. Mioma subserosum dapat mempunyai tangkai
yang berhubung dengan uterus (Prawirohardjo, 2007).
a.3 Pemeriksaan Penunjang
a.3.1 Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam
menetapkan adanya mioma uteri. Ultrasonografi transabdominal baik
digunakan untuk observasi uterus atau massa yang paling besar, sedangkan

Universitas Sumatera Utara

24

ultrasonografi transvaginal bermanfaat untuk observasi uterus yang berukuran
kecil. Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang
mendemonstrasikan iregularitas kontur maupun pembesaran uterus. Adanya
klasifikasi ditandai oleh fokus-fokus hiperkoik (gambaran padat) dengan
bayangan akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya daerah yang hipoekoik
(gambaran lunak).
a.3.2 Magnetic Resonance Imagine (MRI)
Mioma uteri lebih baik didiagnosa dengan MRI daripada USG tetapi
biayanya lebih mahal. MRI mampu menentukan ukuran, lokasi dan bilangan
mioma uteri serta bisa mengevaluasi jarak penembusan mioma submukosa di
dalam dinding miometrium (Parker, 2007).
b. Penatalaksanaan Medis
Penanganan mioma uteri tergantung pada umur, paritas, lokasi, dan
ukuran tumor. Oleh karena itu, penanganan mioma uteri terbagi atas:
b.1 Penanganan Konservatif
Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis
memberikan hasil yang baik memperbaiki gejala klinis mioma uteri. Tujuan
pemberian GnRH agonis adalah mengurangi ukuran mioma dengan jalan
mengurangi produksi estrogen dari ovarium.
Penggunaan GnRH agonis leuprolid asetat 3,75 mg IM pada hari
pertama sampai ketiga mentruasi setiap minggu, sebanyak tiga kali. Obat ini
mengakibatkan pengerutan tumor juga menekan sekresi gonadotropin dan
menciptakan keadaan hipoestrogenik yang serupa yang ditemukan pada

Universitas Sumatera Utara

25

periode postmenopause. Efek maksimum dalam mengurangi ukuran tumor
diobservasi dalam 12 minggu. Terapi GnRH agonis dapat juga diberikan
sebelum pembedahan karena memberikan beberapa keuntungan, antara lain
mengurangi hilangnya darah selama pembedahan dan mengurangi kebutuhan
akan transfusi darah (Setiati, 2009).
b.2 Penanganan Operatif
Tindakan operatif dilakukan terhadap mioma yang menimbulkan
gejala yang tidak dapat ditangani dengan penaganan konservatif. Indikasi
terapi bedah untuk mioma uteri menurut American College of obstetricians
and Gyneclogist (ACOG) dan American Society of Reproductive Medicine

(ASRM) adalah:
a. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif
b. Sangkaan adanya keganasan
c. Pertumbuhan mioma pada masa menopause
d.Infertilitas kerana ganggaun pada cavum uteri maupun kerana oklusi tuba
e. Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu
f. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
g. Anemia akibat perdarahan
Tindakan operatif yang dilakukan antara lain :
b.2.1 Miomektomi
Miomektomi adalah tindakan pembedahan dimana hanya sarang mioma
saja yang diangkat dan rahim tetap dibiarkan. Tindakan ini dapat dikerjakan
misalnya pada mioma submukosa pada mioma geburt dengan cara ekstirpasi

Universitas Sumatera Utara

26

lewat vagina. Langkah ini merupakan pilihan yang paling sesuai untuk wanita
yang masih ingin mempunyai anak. Kemungkinan terjadinya kehamilan
setelah miomektomi adalah 30-50 %.
b.2.2 Histerektomi
Histerektomi atau pengangkatan rahim merupakan tindakan medis yang
dilakukan jika ditemukan adanya indikasi kuat yang mengarah pada beberapa
jenis gangguan pada sistem reproduksi yang dapat mengganggu jiwa.
Adapun jenis-jenis histerektomi yang dilakukan antar lain:
a. Histerektomi parsial (subtotal). Pada histerektomi jenis ini, rahim
diangkat tetapi mulut rahim (serviks) tetap dibiarkan.
b. Histerektomi total. Pada histerektomi jenis ini, uterus dan serviks
diangkat secara keseluruhan.
c. Histerektomi dan salfingo-ooforektomi bilateral. Histerektomi jenis ini
mengangkat uterus, serviks, kedua tuba faloppi dan kedua ovarium.
d. Histerektomi radikal. Histerektomi jenis ini mengangkat uterus,ovarium,
tuba faloppi, jaringan yang berdekatan dengan panggul, saluran limfe dan
sepertiga atas vagina.
b.3 Embolisasi
Uterin Artery Embolization (UAE) merupakan injeksi arteri uterine

dengan butiran polyvinyl alcohol (PVA) melalui kateter yang nantinya akan
menghambat aliran darah ke mioma (Goodwin, 2009).

Universitas Sumatera Utara

27

2.9.3 Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier merupakan upaya untuk membatasi atau mencegah
terjadinya komplikasi serta tindakan rehabilitasi agar penderita secepat
mungkin dapat beraktivitas kembali (Budiarto, 2002).
Upaya rehabilitasi dilakukan baik secara fisik maupun psikis seperti
pemberian transfusi darah untuk penderita yang mengalami anemia, mendapat
asupan gizi yang baik, serta dukungan dari keluarga terhadap pasien pasca
histerektomi.

Universitas Sumatera Utara

28

2.10 Kerangka Konsep
Berdasarkan studi kepustakaan dan latar belakang di atas, maka dapat
dibuat kerangka konsep penelitian mengenai karakteristik penderita rawat inap di
RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam tahun 2013-2015 sebagai berikut.
Karakteristik Penderita Mioma Uteri:
1. Sosiodemografi
Umur
Suku
Pendidikan
Pekerjaan
Status Perkawinan
2. Usia Menarche
3. Paritas
4. Jenis Mioma Uteri
5. Keluhan
6. Kadar Hemoglobin(Hb)
7. Penatalaksanaan Medis
8. Lama Rawatan Rata-Rata
9. Keadaan Sewaktu Pulang
10. Sumber Biaya

Universitas Sumatera Utara