Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Soal Cerita Pecahan Melalui Model Kooperatif Tipe Treffinger | Joko daryanto, riyadi | Jurnal Didaktika Dwija Indria (SOLO) 8498 19149 1 PB

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SOAL CERITA
PECAHAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
TREFFINGER


� ��� �



)

,



��

)

,




� ��

)

,

���

)

PGSD FKIP Universitas Sebelas Maret, Jalan Slamet Riyadi 449 Surakarta
e-mail: dwicahayanurani@ymail.com

Abstract: The purpose of this research is to improve the problem solving ability through learning model of
Cooperatif type Treffinger in fourth grade students of State Primary School of Bumi I No. 67 Surakarta in the
academic year of 2015/2016. The form of this research is classroom action research (CAR), which conducted of
two cycles. The data colecting technique was observation, interview, test, and documentation.the data validity
was triangulation of resources and triangulation of technique, as well as the validity of the content. The analysis

technique was interactive model, comparative descriptive techniques and techniques of critical analysis. Based
on result of the research, it can be concluded that using Cooperative type Treffinger can improve the problem
solving ability. Improvement of the students could be seen in the increased problem solving ability among the
students for the each cycle, that are before the action, the average value problem solving ability among students
was 55,95. In the first cycle, the average value increased to 67,09, and in the second cycle the average grade
increased to 80,64. Before action of the research, students who acquired KKM grade ≥65 were 10 students
(32,26%). In the first cycle, the number of students increased to 20 students (64,52%) and in the second cycle the
number of the students increased again became 28 students (90,32%).
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah melalui model
pembelajaran Kooperatif tipe Treffinger pada siswa kelas IV SD Negeri Bumi I No. 67 Surakarta tahun ajaran
2015/2016. Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang berlangsung selama dua siklus.
Teknik pengumpulan data adalah observasi, wawancara, tes, dan dokumen. Validitas data adalah triangulasi
sumber dan triangulasi teknik, serta validitas isi. Teknis analisis data adalah analisis interaktif, teknik deskriptif
komparatif, dan teknik analisis kritis. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model
pembelajaran Kooperatif tipe Treffinger dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Peningkatan
kemampuan pemecahan masalah tersebut dapat dibuktikan dengan meningkatnya nilai kemampuan pemecahan
masalah siswa pada setiap siklus, yaitu nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa pratindakan hanya
sebesar 55,95. Pada siklus I nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa menjadi 67,09 dan pada siklus
II meningkat lagi menjadi 80,64. Sebelum dilakukan tindakan, siswa yang memperoleh nilai di atas KKM (≥65)
hanya 10 siswa (32,26%). Pada siklus I meningkat menjadi 20 siswa (64,52%) dan pada siklus II meningkat lagi

menjadi 28 siswa (90,32%).
Kata Kunci: Kooperatif tipe Treffinger, Kemampuan Pemecahan Masalah.

Kata kemampuan sama artinya dengan
kecakapan, kesanggupan, dan juga daya. Hal
ini sejalan dengan pendapat
Kamsiyati
(2012: 12) yang mengutip simpulan Robert
M Gagne menjelaskan bahwa kemampuan
adalah kecakapan untuk melakukan suatu tugas dalam kondisi yang telah ditentukan. Seseorang dikatakan dapat melakukan sesuatu
karena adanya kemampuan yang dimiliki.
Pemecahan masalah menurut Winarni
dan Harmini (2011: 116) dapat didefinisikan
sebagai suatu proses penerimaan tantangan
dan kerja keras untuk menyelesaikan suatu
masalah.
Menurut Permendiknas No. 22 Tahun
2006, pemecahan masalah merupakan bagian
penting dalam kurikulum pembelajaran matematika karena proses pembelajaran matematika atau kegiatan siswa dalam menyelesai1) Mahasiswa Prodi PGSD FKIP UNS
2, 3, 4) Dosen Prodi PGSD FKIP UNS


kan masalah matematika memungkinkan
siswa untuk memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang
dimiliki untuk memecahkan masalah. Pemecahan masalah juga sangat penting untuk
diajarkan untuk siswa Sekolah Dasar. Pemecahan masalah yang di ajarkan pada tingkat
Sekolah Dasar ini akan menjadi dasar untuk
pemecahan masalah pada tingkat pendidikan
yang lain. Hal ini merujuk pada pendapat
Memnun, dkk (2012) dalam jurnal internasional yang mengungkapkan bahwa: “Problem solving skills do not develop within few
weeks or months and it is also not a topic
that is thought in special class level. Development for the problem solving skill is slow
and progressive. Problem solving should be
expressed every day, in every lesson and
should continue from the start of the pre-

school until high school, because learning of
mathematics and problem solving are related
to each other”, yaitu keterampilan pemecahan masalah tidak berkembang dalam beberapa minggu atau bulan dan juga bukan topik
yang diperkirakan di tingkat kelas khusus.
Pengembangan keterampilan memecahkan

masalah lambat dan progresif. Pemecahan
masalah harus dilatih sehari-hari, di setiap
pelajaran dan harus terus dilakukan dari awal
prasekolah hingga SMA, karena pembelajaran matematika dan pemecahan masalah
terkait satu sama lain.
Hasil pratindakan di kelas IV SD Negeri Bumi I No. 67 Surakarta tahun ajaran 2015
/2016 mengenai kemampuan pemecahan
masalah pada materi soal cerita pecahan yaitu nilai rata-rata siswa sebesar 55,95 dari
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar
65. Dari 31 siswa, sebanyak 21 siswa atau
67,74% masih memperoleh nilai di bawah
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Sedangkan jumlah siswa yang lulus atau nilainya melebihi Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) yaitu 10 siswa atau 32,26%. Hal ini
membuktikan bahwa kemampuan pemecahan
masalah materi soal cerita pecahan kelas IV
SD Negeri Bumi I No. 67 Surakarta tahun
2015/2016 masih rendah.
Hal tersebut didukung dengan data
hasil observasi awal mengenai kemampuan
pemecahan masalah materi soal cerita pecahan yang mengungkapkan beberapa fakta.

Fakta yang ditemukan antara lain: 1) pembelajaran yang berlangsung selama ini kurang
menarik karena guru tidak menggunakan
model pembelajaran yang inovatif sehingga
menyebabkan siswa tidak antusias dalam
pembelajaran; 2) pembelajaran disampaikan
dengan metode ceramah, mencatat, dan penugasan sehingga membuat siswa bosan karena
tidak terlibat utuh dalam pembelajaran; 3)
siswa menyatakan bahwa mata pelajaran
Matematika merupakan mata pelajaran yang
cukup sulit dan membosankan, khususnya
dalam materi soal cerita pecahan; 4) kualitas
pembelajaran dan hasil belajar materi soal
cerita pecahan yang dicapai oleh siswa kurang optimal.
Fakta tersebut merupakan sebuah
indikator bahwa kegiatan pemecahan masalah dalam proses pembelajaran Matematika

kurang ditekankan sehingga tidak salah jika
kemampuan siswa dalam pemecahan masalah masih rendah. Oleh karena itu, dalam
upaya untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada siswa kelas IV SD
Negeri Bumi I No. 67 Surakarta dipilih sebuah model pembelajaran yang mampu membuat suasana belajar menjadi lebih aktif dan

siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran yang dimaksud
adalah model Kooperatif tipe Tref-finger.
Model Treffinger merupakan suatu
model pembelajaran yang berorientasi terhadap proses pembelajaran. Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan Shoimin (2014: 219) yang
mengutip simpulan Sunata bahwa model
Treffinger adalah suatu strategi pembelajaran
yang dikembangkan dari model belajar kreatif yang bersifat develop mental dan mengutamakan segi proses.
Ngalimun (2012: 179) mengatakan
bahwa model Treffinger merupakan suatu
strategi pembelajaran yang mengutamakan
pembelajaran kreatif dengan basis kematangan dan pengetahuan siap.
Sejalan dengan hal di atas, Lestari &
Yudhanegara (2015: 64) mengungkapkan
bahwa model pembelajaran Treffinger merupakan model pembelajaran kreatif berbasis
kematangan dan pengetahuan yang memberikan saran-saran praktis untuk mencapai keterpaduan dengan melibatkan keterampilan
kognitif maupun afektif.
Simpulan dari penjelasan di atas adalah
model pembelajaran Kooperatif tipe Treffinger sangat mendukung dalam upaya
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa karena model tersebut merupakan

suatu model yang menekankan segi kreativitas siswa dengan melibatkan keterampilan
kognitif dan afektif pada setiap tahap pembelajaran sehingga sangat mendukung kegiatan siswa dalam pemecahan masalah.
METODE
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Bumi I No. 67 Surakarta. Subjek penelitian adalah guru dan siswa kelas IV berjumlah 31 siswa yang terdiri dari 12 siswa
putra dan 19 siswa putri. Waktu penelitian ini
dimulai bulan Januari 2016 sampai bulan
Mei 2016, tepatnya pada semester II tahun

ajaran 2015/2016. Penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan model siklus.
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus,
setiap siklus terdiri dari dua pertemuan dan
setiap pertemuan terdiri dari empat tahapan,
yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan,
tahap observasi, dan tahap refleksi.
Sumber data pada penelitian ini berupa
sumber data primer, yaitu guru kelas IV dan
siswa kelas IV, serta sumber data sekunder
yaitu observasi, wawancara, dokumen, dan
tes. Validitas yang digunakan adalah triangulasi sumber dan triangulasi teknik, serta validitas isi. Teknik analisis data berupa model

analisis interaktif, teknik deskriptif komparatif, dan teknik analisis kritis.

ningkatan nilai selama siklus I, dapat dilihat
melalui Tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 2. Nilai Kemampuan Pemecahan
Masalah Siklus I
Interval
Frekuensi
Persentase (%)
44-50
4
12,90
51-57
4
12,90
58-64
3
9,67
65-71
6

19,36
72-78
9
29,03
79-85
5
16,12
Jumlah
31
100
Nilai Rata-Rata Klasikal 67,09
Ketuntasan Klasikal 64,52%

HASIL
Sebelum pelaksanaan tindakan, peneliti
melakukan tes pada kondisi awal, observasi,
dan wawancara. Berdasarkan hasil kegiatankegiatan tersebut dapat disimpulkan bahwa
nilai kemampuan pemecahan masalah siswa
tergolong rendah. Hal tersebut terbukti dari
sebagian siswa masih belum mencapai KKM

≥65. Rendahnya pencapaian kompetensi tersebut dapat dilihat melalui Tabel 1 sebagai
berikut:

Berdasarkan Tabel 2 di atas, didapati
bahwa adanya peningkatan pada siklus I. Siklus I menunjukkan bahwa siswa yang mencapai KKM ≥65 sebanyak 20 siswa (64,52%)
dan siswa yang masih di bawah KKM sebanyak 11 siswa (35,48%) dengan nilai ratarata kelas yaitu 67,09.
Indikator kinerja pada penelitian ini
adalah jumlah siswa yang nilainya di atas
KKM ≥65 dapat mencapai 80% dari 31
siswa. Sehingga perlu direfleksi dan ditindak
lanjuti pada siklus II. Hasil penelitian pada
siklus II dapat dilihat melalui Tabel 3 sebagai
berikut:

Tabel 1. Nilai kemampuan Pemecahan
Masalah Pratindakan

Tabel 3. Nilai Kemampuan Pemecahan
Masalah Siklus II

Interval
Frekuensi
Persentase (%)
25-34
2
6,45
35-44
5
16,12
45-54
11
35,48
55-64
3
9,67
65-74
4
12,90
75-84
6
19,35
Jumlah
31
100
Nilai Rata-Rata Klasikal 55,95
Ketuntasan Klasikal 32,26%

Berdasarkan data pada Tabel 1, didapati bahwa rata-rata kelas yaitu 55,95. Siswa
yang mencapai KKM ≥65 sebanyak 10 siswa
(32,26%), sedangkan 21 siswa (67,74%) belum mencapai KKM. Hal ini menunjukkan
bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa masih rendah.
Pelaksanaan pemecahan masalah pada
siklus I dengan menerapkan model Kooperatif tipe Treffinger menunjukkan adanya peningkatan. Hal ini terbukti dari adanya pe-

Interval
Frekuensi
Persentase (%)
58-64
3
9,67
65-71
1
3,22
72-78
7
22,58
79-85
11
35,48
86-92
6
19,35
93-99
3
9,67
Jumlah
31
100
Nilai Rata-Rata Klasikal 80,64
Ketuntasan Klasikal 90,32%

Berdasarkan data Tabel 3 di atas,
didapati bahwa adanya peningkatan pada
siklus II. Hal tersebut terbukti dari adanya
peningkatan nilai di siklus II.
Pada tindakan di siklus II, siswa yang
mencapai KKM ≥65 meningkat menjadi 28
siswa (90,32%) dari jumlah siswa seluruhnya, dan rata-rata nilai kelas menjadi
80,64. Hal ini membuktikan bahwa indikator
kinerja penelitian, yaitu ketercapaian KKM
≥65 sebanyak 80% telah terpenuhi. Dengan

demikian tindakan yang diberikan selama
penelitian dikatakan telah berhasil.
PEMBAHASAN
Data yang diperoleh dari kegiatan
prasiklus, siklus I, dan siklus II kemudian dikaji dengan menganalisis data-data tersebut.
Berdasarkan hasil dari pengamatan dan analisis data, diperoleh bahwa proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Kooperatif tipe Treffinger dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
Selain itu, keaktifan siswa dan kinerja guru
dalam melaksanakan pembelajaran dengan
menerapkan model Kooperatif tipe Treffinger
juga meningkat, serta efektivitas proses pembelajaran juga menjadi baik, kondusif, dan
efektif. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan
melalui perbandingan hasil sebelum dan sesudah tindakan yang dapat dilihat melalui
Tabel 4 sebagai berikut:
Tabel 4. Data Perkembangan Nilai
Keterangan
PraSiklus
Nilai
Tertinggi
Nilai Terendah
Nilai Rerata
Ketercapaian
(%)

Kondisi
Siklus
I

Siklus
II

84

85

99

26
55,95

44
67,09

58
80,64

32,26

64,52

90,32

Pada prasiklus, siswa yang mencapai
KKM ≥65 sebanyak 10 siswa atau 32,26%
dengan rata-rata 55,95. Kurangnya pencapaian kompetensi tersebut dikarenakan pembelajaran yang berlangsung tidak ada kesesuaian antara model, media, dan kondisi siswa.
Hal tersebut mengakibatkan kemampuan pemecahan masalah siswa kurang sehingga
pencapaian kompetensi tidak terpenuhi.
Setelah diberikan tindakan pada siklus
I, siswa yang mencapa KKM meningkat
menjadi 64,52% atau 20 siswa, dengan ratarata kelas 67,09. Meskipun nilai rata-rata kelas meningkat, namun belum mencapai indikator penelitian.
Hal tersebut terjadi karena beberapa
kendala, yaitu kendala dari guru dan siswa.
Kendala yang dialami guru antara lain yaitu
pada pemberian materi guru kurang memberikan contoh pada kehidupan sehari-hari, kurangnya pembatasan waktu dalam setiap ke-

giatan pembelajaran, guru kurang melibatkan
siswa dalam pemanfaatan sumber belajar, guru belum melaksanakan pembelajaran dengan
runtut, khususnya dalam penerapan model
pembelajaran Kooperatif tipe Treffinger dan
kurangnya pemberian motivasi kepada siswa.
Sedangkan kendala yang dialami oleh siswa
yaitu masih ada beberapa siswa yang belum
terlibat dalam penerapan model Kooperatif
tipe Treffinger, beberapa siswa belum terampil dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru dan penerapan model yang
digunakan. Kendala lain yang dihadapi oleh
siswa adalah belum ada kesadaran dari siswa
untuk mencatat kesimpulan pembelajaran.
Upaya untuk memperbaiki tindakan pada
siklus I, maka dilakukan tindakan pada siklus
II.
Berdasarkan tabel 3, didapati bahwa
pada siklus II, indikator penelitian sudah
terpenuhi. Hal tersebut dibuktikan dengan
adanya berbagai peningkatan yang terdapat
pada siklus II. Pada siklus II, siswa yang
mencapai KKM ≥65 sebanyak 28 siswa atau
90,32%. Peningkatan ini juga didukung dengan nilai rata-rata kelas 80,64.
Peningkatan tersebut terjadi karena
guru dan siswa dapat melaksanakan pembelajaran dengan model Kooperatif tipe Treffinger dengan baik dan mampu mengatasi
kendala yang terjadi pada siklus I. Hal ini
membuat pembelajaran yang dilakukan menjadi efektif dan efisien sehingga indikator
kinerja dalam penelitian ini dapat tercapai.
Pencapaian kompetensi tersebut menunjukkan bahwa penerapan model Kooperatif tipe Treffinger dalam pembelajaran
dapat meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah siswa. Melalui model pembelajaran
Kooperatif tipe Treffinger, pembelajaran lebih menekankan proses kreativitas siswa. Hal
tersebut didukung oleh pendapat Ngalimun
(2012: 179) mengatakan bahwa model Treffinger merupakan suatu strategi pembelajaran
yang mengutamakan pembelajaran kreatif
dengan basis kematangan dan pengetahuan
siap. Lebih lanjut, Lestari & Yudhanegara
(2015: 64) mengungkapkan bahwa model
pembelajaran Treffinger merupakan model
pembelajaran kreatif berbasis kematangan
dan pengetahuan yang memberikan saransaran praktis untuk mencapai keterpaduan

dengan melibatkan keterampilan kognitif
maupun afektif. Dengan kata lain, siswa
dilatih untuk meningkatkan kreativitasnya
untuk menyelesaikan masalah-masalah dengan menggunakan ide-ide kreatifnya dalam
mencari penyelesaian atau solusi terhadap
masalah yang dihadapi yang terdapat dalam
soal cerita pecahan.
Treffinger menyebutkan bahwa model
pembelajaran Kooperatif tipe Treffinger
terdiri atas 3 komponen penting, yaitu understanding challenge, generating ideas, dan
preparing for action (Huda, 2014: 318). Ketiga komponen tersebut diimplementasikan
dalam setiap tahapan model Kooperatif tipe
Treffinger, yaitu tahap basic tools, tahap
practice with process, dan tahap working
with real problems (Shoimin, 2014: 219).
Berdasarkan penjelasan di atas, maka
dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa model
pembelajaran Kooperatif tipe Treffinger merupakan suatu model yang dikembangkan
untuk mengajak siswa berpikir kreatif dalam
memecahkan masalah. Model Treffinger untuk mendorong belajar kreatif menggambarkan susunan tiga tingkat, mulai dari un-

sur-unsur dasar dan menanjak ke fungsifungsi berpikir yang lebih majemuk. Siswa
terlibat dalam kegiatan membangun keterampilan pada dua tingkat pertama untuk kemudian menangani masalah kehidupan nyata
pada tingkat ketiga.
SIMPULAN
Berdasarkan berbagai data yang telah
diperoleh, mulai dari sebelum tindakan dan
data dari tindakan yang dilaksanakan dalam
siklus I dan siklus II, maka dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan model
Kooperatif tipe Treffinger dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada
siswa kelas IV SD Negeri Bumi I No. 67
Surakarta tahun ajaran 2015/2016.
Peningkatan kemampuan pemecahan
masalah pada siswa kelas IV SD Negeri
Bumi I No. 67 Surakarta tahun ajaran 2015
/2016 dibuktikan dengan ketercapaian siswa
pada pratindakan hanya sebesar 32,26% dengan rata-rata kelas 55,95 menjadi 64,52%
pada siklus I dengan rata-rata nilai kelas 67,
09 dan menjadi 90,32% pada siklus II dengan
rata-rata kelas 80,64.

DAFTAR PUSTAKA
Huda, Miftahul. (2014). Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Kamsiyati, Siti. (2012). Pembelajaran Matematika 1 untuk Guru SD dan Calon Guru SD.
Surakarta: UNS Press.
Lestari, Karunia Eka & Yudhanegara, Mokhammad Ridwan. (2015). Penelitian Pendidikan
Matematika. Bandung: PT Refika Aditama.
Memnun, D. S., Lynn C. H., Recai A. (2012). A Research on the Mathematical Problem
Solving Beliefs of Mathematics, Science and Elementary Pre-Service Teachers in
Turkey in terms of Different Variables (Versi Elektronik). International Journal of
Humanities and Social Science, 2 (24). Diperoleh pada 25 Februari 2016, dari
http://www.academia.edu/2999911/A_Research_on_the_Mathematical_Problem_S
olving_Beliefs_of_Mathematics_Science_and_Elementary_PreService_Teachers_in_Turkey_in_terms_of_Different_Variables.
Ngalimun. (2012). Strategi dan Model Pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
Shoimin, Aris. (2014). 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Winarni, Endang Setyo & Harmini, Sri. (2011). Matematika untuk PGSD. Bandung.: PT
Remaja Rosdakarya.