Pengaruh Insider Ownership, Risiko Pasar, dan Debt to Equity Ratio Terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdapat di Bursa Efek Indonesia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Dividen dan Kebijakan Dividen
Dividen merupakan pembagian dari laba bersih yang diberikan kepada
pemegang saham sebagai bentuk atas penyertaan modal yang mereka berikan
kepada perusahaan dan laba bersih yang dibagikan kepada pemegang saham,
diperoleh dari selisih pendapatan atas biaya-biaya yang menyertainya dalam
satu periode tertentu (Yudha, 2011).
Pada

kenyataannya,

perusahaan

harus

membagi

laba


bersih

perusahaannya berupa dividen kepada para pemegang saham dan laba ditahan
sebagai sumber dana untuk melakukan pertumbuhan perusahaan yang lebih
besar. Dalam pembagian laba dibutuhkannya proporsi yang pas antara
dividen dengan laba yang di tahan (retained earnings) oleh perusahaan.
Penentuan besar kecilnya pembayaran dividen kepada pemegang saham dan
laba yang ditahan untuk perusahaan termasuk ke dalam kebijakan dividen
yang akan diambil oleh perusahaan. Berdasarkan hal ini, maka perusahaan
memerlukan manajer-manajer handal yang mampu menentukan kebijakan
atas dividen tersebut.
Manajer harus benar-benar teliti dalam melakukan pembagian atas laba
bersih tersebut. Walaupun hasil akhirnya tidak mampu memenuhi keinginan
antara pemegang saham dan manajemen perusahaan namun setidaknya
kebijakan yang diambil tidak merugikan kedua belah pihak.

Universitas Sumatera Utara

Pembagian dividen kepada pemegang saham tidak sama pada setiap
perusahaan yang ada. Masing-masing manajemen perusahaan memiliki jenis

dan bentuknya sendiri terhadap dividen dan kebijakan dividen yang
diberikan.
Beberapa jenis dividen yang dapat diberikan perusahan kepada para
pemegang saham menurut Zaki Baridwan (1993) Antara lain :
1. Dividen yang dibayarkan dalam bentuk tunai (cash dividend). Dividen
tunai sering disebut dengan dividen reguler (regular dividend) adalah
dividen dalam bentuk uang tunai yang besarnya ditentukan oleh
manajemen perusahaan.
2. Dividen dalam bentuk saham (stock dividend). Dividen yang di berikan
kepada pemegang saham dalam bentuk saham yang akan menambah
jumlah saham yang beredar. Biasanya perusahaan menggunakan jenis
dividen ini apabila perusahaan kekurangan uang kas.
3. Dividen saham pecahan (stock split), yaitu pemecahan selembar saham
menjadi n lembar saham. Harga per lembar saham baru setelah stock split
adalah sebesar 1/n dari harga sebelumnya. Dengan demikian sebenarnya
stock split tidak menambah nilai dari perusahaan atau dengan kata lain
stock split tidak mempunyai nilai ekonomis. Melakukan pemecahan dalam
hal, yaitu menambah jumlah saham dengan cara melalui pengurangan nilai
nominalnya.
4. Dividen likuidasi (liquidating dividend). Dividen ini diberikan apabila

perusahaan mengalami kebangkrutan namun masih memiliki sisa
kekayaan. Dividen ini juga diartikan sebagai pengembalian modal
pemegang saham.
5. Dividen skrip (script divident). Dividen ini berbentuk surat janji hutang
yang pada waktu tertentu harus dibayarkan sesuai jumlah yang tertera.
Surat ini biasanya berbunga sampai jumlah uang tersebut dibayar kepada
investor. dividen ini biasa di buat apabila perusahaan tidak memiliki
persediaan uang kas pada saat pembagian dividen kepada pemegang
saham.
6. Dividen properti (property divident). Dividen ini berupa barang-barang
tidak berbentuk uang tunai ataupun saham dan jarang diberikan karena
sulit perhitungannya. Dividen jenis ini dilakukan apabila uang tunai
perusahaan sudah terlanjur tertanam pada investasi perusahaan lain.

Ada empat bentuk kebijakan dividen, menurut Awat (1998; 171)
yaitu:
1. Kebijakan yang stabil (stable dividend- per share policy), yakni
jumlah pembayaran dividen yang sama besar dari tahun ke tahun.
Salah satu alasan mengapa sebuah perusahaan mengambil


Universitas Sumatera Utara

kebijakan ini adalah untuk menjaga kesan para investor terhadap
perusahaan tersebut. Apabila sebuah perusahaan menerapkan
kebijakan yang stabil berarti pendapatan bersih perusahaan tersebut
juga stabil dari tahun ke tahun.
2. Kebijakan dividend payout ratio yang tetap (constant dividend
payout ratio policy), yakni sebuah kebijakan dimana jumlah
dividen akan berubah sesuai dengan jumlah laba bersih, tetapi rasio
antara dividen dan laba ditahan tetap sama.
3. Kebijakan kompromi (compromise policy), yakni suatu kebijakan
dividen yang terletak antara kebijakan dividen per saham yang
stabil dan kebijakan dividen output ratio yang konstan ditambah
dengan persentasi tertentu pada tahun-tahun yang mampu
menghasilkan laba bersih yang tinggi.
4. Kebijakan dividen residual (residual dividend policy) adalah
sebuah kebijakan yang dikeluarkan perusahaan apabila sedang
menghadapi sebuah kesempatan investasi yang tidak stabil
sehingga manajemen menghendaki agar dividen hanya dibayarkan
ketika laba bersih tinggi.

2.1.1.1 Proses Dividen
Pembayaran dividen biasanya dilakukan dalam beberapa tahap dalam
satu tahun. Di Amerika Serikat, umumnya dilakukan setiap kuartal atau
empat kali setahun, sedangkan negara-negara lain ada yang melakukannya
dua kali setahun atau satu kali setahun. Untuk di Indonesia sendiri,
pembayaran dividen ada yang dua kali dan ada juga yang satu kali. Pilihan
perusahaan atas pola waktu pembayaran dividen tentu didasari oleh
ketersediaan dan sekaligus kemampuan kas yang ada. Pola pembayaran
dividen berbasis kuartalan dilakukan untuk memberikan ruang yang lebih
kepada investor dan calon pemegang saham dalam melakukan penilaian dan
estimasi masa depan perusahaan. Rasionalitas pemegang saham yang
mengandalkan kepada kecepatan atas adanya informasi dan kebijakan
perusahaan juga sangat mempengaruhi pola pembayaran dividen.

Universitas Sumatera Utara

Hal lain yang membedakan keputusan dividen adalah pihak yang
memutuskan besar kecilnya dividen. Di beberapa negara maju seperti
Amerika Serikat, besar kecilnya dividen ditentukan oleh dewan direktur
atau manajemen perusahaan. Di Indonesia keputusan terhadap besarnya

dividen yang akan dibagikan kepada pemegang saham berada dalam Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS). Dengan begitu, RUPS memegang peran
penting dalam kebijakan dividen di Indonesia, sehingga dalam banyak hal
keputusan dividen bukan merupakan keputusan strategis dari manajemen
perusahaan semata. Pembayaran dividen dilakukan beberapa minggu setelah
pengumuman. Ada sejumlah tanggal tertentu antara waktu dewan direksi
perusahaan mengumumkan dividen dan waktu pembayaran dividen
sebenarnya.
2.1.1.2 Teori Kebijakan Dividen
Gumanti (2013), berpendapat bahwa ada lima teori kebijakan dividen
yang selama ini diungkapkan dalam manajemen modern. Namun ini bukan
berarti bahwa teori-teori lain yang mencoba menjelaskan fenomena
variabilitas dividen hanya terbatas pada lima teori ini saja karena banyak
muncul teori-teori baru walaupun masih dalam tahap pengembangan model.
Kelima teori dividen yang secara umum dikenal adalah sebagai berikut:
A. Teori ketidakrelevanan dividen (irrelevant dividend proposition)
Teori ini dikemukakan oleh Merton Miller dan Franco Modigliani
(1961) atau yang lebih dikenal dengan nama MM, yang berpendapat bahwa
kebijakan


dividen

tidak

mempengaruhi

harga

saham.

Proposisi

Universitas Sumatera Utara

ketidakrelevanan dividen yang disampaikan oleh MM menyatakan bahwa
dalam dunia tanpa pajak, tanpa biaya transaksi, atau indikator-indikator lain
pada pasar modal yang efisien, kebijakan dividen tidak akan dapat
mempengaruhi nilai pasar sahamnya. MM memulai analisis kebijakan
dividen dengan mengasumsikan suatu dunia yang yang bercirikan pasar
sempurna, perilaku pelaku pasar yang rasional, dan pasar dalam kondisi

kepastian yang sempurna.
Pernyataan MM ini di dasarkan pada asumsi-asumsi berikut ini:
1. Tidak ada pembeli atau penjual sekuritas yang cukup besar yang
dapat mempengaruhi harga pasar.
2. Semua pelaku pasar memiliki akses yang sama dan tidak perlu
mengeluarkan biaya untuk memperoleh informasi.
3. Tidak ada biaya transaksi, seperti biaya broker atau biaya transfer
yang terkait dengan perdagangan sekuritas.
4. Tidak ada perbedaan pajak antara dividen dan capital gain atau
laba yang terdistribusi atau tidak terdistribusi.
5. Investor lebih menyukai tingkat kemakmuran yang lebih daripada
yang rendah.
6. Investor adalah tidak acuh (indifferent) apakah kemakmurannya
meningkat karena dividen atau karena capital gain.
7. Setiap investor memilki jaminan penuh seperti halnya program
investasi dan keuntungan masa depan setiap perusahaan.
8. Karena adanya kepastian, setiap perusahaan menerbitkan satu jenis
kelas sekuritas yang disebut sebagai saham biasa.
B. Teori perataan (smoothing theory)
Lintner (1956) adalah seseorang yang mengemukakan teori ini.

Lintner menyampaikan pendapatnya tentang kebijakan dividen berdasarkan
hasil wawancara dengan manajer perusahaan di Amerika dengan apa yang
diyakini oleh para manajer tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
kebijakan dividen di perusahaan.
Dari hasil penelitian Lintner secara umum menyimpulkan empat hal
yaitu:

Universitas Sumatera Utara

1. Perusahaan memiliki target rasio pembayaran dividen (payout
ratio) jangka panjang. Perusahaan yang sudah mapan dengan
tingkat laba yang stabil cenderung membayar dividen dengan
tingkat laba yang tinggi karena kebutuhan akan uang tunai tidak
terlalu tinggi bahkan dalam banyak hal perusahaan mengalami
kelebihan kas.
2. Para manajer lebih condong untuk menekankan pada perubahan
besar kecilnya dividen daripada tingkatan absolutnya.
3. Dalam jangka panjang, perubahan-perubahan dividen yang terjadi
mengikuti pola pergerakan yang stabil jika laba perusahaan
bertahan pada level tertentu.

4. Manajer enggan melakukan perubahan dividen yang mungkin akan
menyebabkan perusahaan melakukan pencadangan dana karena
adanya kekhawatiran bahwa di tahun mendatang perusahaan tidak
mampu membayar dividen dengan besaran yang tidak jauh berbeda
dengan periode-periode sebelumnya.
C. Teori burung di tangan (bird in the hand theory)
Menurut teori ini, dividen yang diibaratkan sebagai burung di tangan
lebih disukai dari pada laba ditahan (burung di pepohonan atau semaksemak) karena burung di semak-semak tidak mengandung unsur material
sebagai dividen mendatang (burung tersebut dapat terbang setiap waktu),
yang berarti tidak ada imbal hasil atas saham yang dimiliki (Gumanti, 2013)
Inilah bentuk dari istilah teori burung di tangan (bird in the theory)
yang salah satunya didukung oleh Gordon (1959) dengan berpendapat
bahwa aliran dividen di masa mendatang akan didiskonto pada tingkat yang
lebih rendah daripada keuntungan modal harapan.
Pada umumnya teori ini lebih rasional dan mudah di pahami, terkait
dengan kenyataan dan bukti bahwa perusahaan dengan dividen yang tinggi
cenderung memiliki risiko saham yang lebih rendah.

Universitas Sumatera Utara


D. Teori efek pajak (tax effect theory)
Litzenberger dan Ramaswamy (1982) menyatakan bahwa teori efek
pajak atau yang lebih dikenal dengan teori preferensi pajak, semakin tinggi
tingkat pajak yang dikenakan pada dividen terhadap capital gain maka
efeknya akan negatif pada perusahaan yang membayar dividen tinggi.
dengan adanya pajak yang dikenai pada dividen dan capital gain, para
investor lebih menyukai capital gain karena dapat menunda pembayaran
pajak.
Suwaldiman dan Aziz (2006) berpendapat bahwa ada tiga alasan yang
membuat investor lebih memilih tingkat pembagian dividen yang rendah
daripada tingkat pembagian dividen yang tinggi, yaitu:
1. tarif pajak yang dikenai Capital gain lebih rendah daripada
pendapatan dividen. para investor yang memiliki sebagian besar
saham mungkin lebih suka perusahaan menahan dan menanamkan
kembali laba ke dalam perusahaan.
2. Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai saham terjual,
sehingga ada efek nilai waktu.
3. Jika selembar saham dimiliki oleh seseorang sampai meninggal,
makan sama sekali tidak ada pajak keuntungan modal yang
terutang.
E.

Teori Efek Klien (Clientele effect theory)

Dalam Gumanti (2013; 62) menurut Allen et al. (2000) menyatakan
bahwa klien berskala besar, seperti investor institusi, cenderung tertarik
berinvestasi pada saham yang membagikan dividen. Sebagai contoh,
perusahaan industri dengan pertumbuhan tinggi, biasanya membayar
dividen dalam jumlah tidak banyak atau bahkan tidak membayar sama
sekali akan memikat klien yang menyukai apresiasi harga dalam bentuk
capital gains daripada dividen. Di sisi lain, perusahaan yang mampu
membayar dividen dalam jumlah besar, akan memikat investor yang
menyukai dividen yang tinggi.
2.1.2 Teori Keagenan
Dalam teori keagenan, manajer (agen) dan pemegang saham atau
investor (principal) memiliki kepentingan yang berbeda. Ini dikarenakan

Universitas Sumatera Utara

adanya keinginan pihak manajer untuk membagikan dividen yang kecil agar
dapat memperkuat keuangan perusahan terhadap masalah investasi di masa
depan. Berbanding terbalik dengan pemegang saham yang beranggapan
bahwa masalah tambahan dana perusahaan dapat diambil dari hutang
perusahaan. Namun manajer tidak dapat sejalan dengan pemegang saham
karena hutang dari luar perusahaan memiliki risiko yang lebih tinggi.
Perbedaan kepentingan seperti inilah yang membuat konflik kepentingan
(agency conflict) muncul.
Menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Risaptoko (2007)
perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham sangat
rentan terjadi. Penyebabnya karena para pengambil keputusan tidak
perlu menanggung resiko akibat adanya kesalahan dalam pengambilan
keputusan bisnis, begitu pula jika mereka tidak dapat meningkatkan
nilai perusahaan. Resiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh para
pemilik. Dikarenakan pihak manajemen tidak menanggung resiko dan
tidak mendapat tekanan dari pihak lain dalam mengamankan investasi
para pemegang saham, maka pihak manajemen cenderung membuat
keputusan yang tidak optimal.
Jensen dan Meckling menghubungkan adanya interaksi antara
kebijakan dividen dan insider ownership. Untuk menunjukkan
ketidaksimetrisan antara pemilik (insiders) dan investor luar. Jensen,
menemukan bahwa keputusan finansial perusahaan dan insider
ownership memiliki ketergantungan satu dengan yang lainnya. Dengan
demikian, menurut agency theory, para manajer cenderung bertindak
untuk mengejar kepentingan mereka sendiri, bukan berdasarkan
maksimalisasi nilai dalam pengambilan keputusan pendanaan.
(Risaptoko, 2007)
Konflik keagenan dalam kontens teori keagenan kurang begitu terasa
pada situasi pembayaran dividen di pasar modal Indonesia. Pada perusahaan
publik di indonesia konflik ini lebih banyak terjadi antara pemegang saham
pengendali atau mayoritas dengan pemegang saham minoritas. Akibat
besarnya porsi kepemilikan saham pengendali membuat konflik pemegang

Universitas Sumatera Utara

saham dengan manajemen menjadi tidak kentara. Keputusan berapa besar
dividen yang akan dibagikan pada RUPS, menjadi hal yang dapat mengurangi
konflik antara pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham
minoritas. Kebijakan dividen selain menjadi potensi munculnya konflik
keagenan antara manajer dan pemegang saham, dapat juga menjadi media
yang mengurangi konflik keagenan antara pemegang saham mayoritas dan
pemegang saham minoritas.
2.1.3 Insider Ownership
Kepemilikan orang dalam (insider ownership) adalah sebuah ukuran
persentase saham yang dimiliki oleh direksi, manajemen, dan komisaris
ataupun setiap pihak yang terlibat secara langsung dalam pembuatan
keputusan perusahaan (Jensen and Meckling, 1976) dalam Agus Sartono
(2001).
Berkaitan dengan teori keagenan, Yudha (2011) berpendapat bahwa
meningkatnya kepemilikan manajemen, maka biaya agensinya juga akan ikut
turun, dengan asumsi bahwa manajer tersebut tetap mengharapkan
peningkatan kesejahteraan yang lebih pada keputusannya. Semakin besar
kepemilikan insidernya maka semakin besar pula informasi yang dimiliki
oleh manajemen sekaligus pemilik perusahaan.
Pemilik yang merangkap sebagai manajemen mengakibatkan biaya
agen menjadi kecil karena biaya pengawasan yang berkurang. Dengan begitu
tingkat insider ownership yang tinggi mampu menekan biaya agen yang
diperlukan karena pemilik juga ikut andil sebagai pihak manajemen.

Universitas Sumatera Utara

Pemilik perusahaan yang sekaligus menjadi pihak manajemen
mempunyai kekuatan yang besar dalam menentukan kebijakan dividen.
Dengan begitu, manajer biasanya akan cenderung membatasi pembagian
dividen dan menggunakan dananya untuk melakukan ekspansi di waktu yang
akan datang.
Beberapa pendapat mengatakan bahwa insider ownership adalah
kepemilikan saham oleh directors (direktur/manajemen) dan commossioners
(komisaris) dengan rumus matematis (Yudha, 2011) :
D & C SHRSit
TOTSHRSit
Keterangan:
D & C SHRSit : Kepemilikan saham oleh direktur dan komisaris
perusahaan i pada Tahun t.
TOTSHRSit : Jumlah total dari saham biasa perusahan yang beredar.

2.1.4 Risiko Pasar (β)
Peningkatan beta (β) mencerminkan semakin tingginya risiko pasar.
Dalam Suhartono (2004: 42), menurut D’Souza dan Saxena (1999),
Tingginya tingkat resiko suatu perusahaan akan berdampak bagi perusahaan
tersebut. Dalam memperoleh dana untuk investasi, perusahaan memerlukan
dana

dari

luar

memperolehnya

perusahaan.
karena

tingginya

Namun
tingkat

perusahaan
resiko.

akan

kesulitan

Dengan

demikian

Universitas Sumatera Utara

perusahaan harus membiayai kebutuhan investasinya menggunakan dana dari
dalam perusahaan. Hal ini akan berdampak juga dengan besarnya dividen
yang akan dibagikan.
Sebagaimana menurut Jogiyanto (1998) dalam Yudha (2011)
mengatakan bahwa perusahaan enggan untuk menurunkan dividen, jika
perusahaan memotong dividen, maka hal tersebut dianggap sebagai sinyal
buruk karena dianggap perusahaan membutuhkan dana. Untuk perusahaan
dengan resiko yang tinggi, probabilitas untuk mengalami laba menurun juga
akan tinggi.
Resiko dalam saham itu sendiri) dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Resiko sistematis (systematic risk)
Resiko yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti halnya
inflasi, resesi, suku bunga yang tinggi, dan keadaan perang. Resiko ini
tidak dapat dihilangkan dengan cara diversifikasi, sebab faktor-faktor
tersebut mempengaruhi saham secara negatif.
2. Resiko diversifikasi (difersifiable risk)
Resiko yang disebabkan oleh kejadian acak seperti perkara
hukum, pemogokan, program pemasaran yang sukses dan tidak
sukses. Resiko ini dapat dihilangkan dengan cara diversifikasi, sebab
resiko ini muncul karena kejadian yang bersifat acak.
Menurut Husnan (2001) penilaian terhdapa beta (β) sendiri dapat di
kategorikan ke dalam tiga kondisi yaitu:
1. Apabila β = 1, berarti tingkat keuntungan saham i berubah secara
proposional dengan tingkat keuntungan pasar. Ini menandakan
bahwa risiko sistematis saham i sama dengan risiko sistematis
pasar
2. Apabila β > 1, berarti tingkat keuntungan saham i meningkat lebih
besar dibandingkan dengan tingkat keuntungan keseluruhan saham
di pasar. Ini menandakan bahwa risiko sistematis saham i lebih
besar dibandingkan dengan risiko sistematis pasar, saham jenis ini
sering disebut sebagai saham agresif.
3. Apabila β < 1, berarti tingkat keuntungan saham i meningkat lebih
kecil dibandingkan dengan tingkat keuntungan keseluruhan saham
di pasar. Ini menandakan bahwa risiko sistematis saham i lebih
kecil dibandingkan dengan risiko sistematis pasar, saham jenis ini
sering disebut juga sebagai saham defensif.
Untuk mengukur nilai beta (β) dapat dilakukan dengan persamaan
regresi berdasarkan pada model indeks tunggal atau model pasar, sebagai
berikut:

Universitas Sumatera Utara

R= α1 + βi.RM + e1
Keterangan:
R1 : Return sekuritas ke I.
α1 : Suatu variabel acak yang menunjukkan komponen dari return
sekuritas ke I yang independen terhadap kinerja pasar.
β1 : Merupakan koefisien yang mengukur perubahan R akibat dari
perubahan R m
R m : Tingkat return dari indeks pasar.
e1 :

Menunjukkan

bahwa

persamaan

linier

yang

dibentuk

mengandung kesalahan atas variabel ini juga sering disebut sebagai variabel
pengganggu.
Sementara tingkat keuntungan pasar saham (R m) dihitung dengan
menggunakan data indeks harga saham gabungan dengan formula:
Rmt = IHSG t – IHSGt-1
IHSGt-1
Keterangan:
t

= hari ke t

t-1 = hari sebelumnya.
Sedangkan

keuntungan

saham

i

(Ri)

ditentukan

dengan

menggunakan perubahan harga saham yang terjadi setiap hari dengan
formula:
Rit = Pt – Pt-1
Pt-1

Universitas Sumatera Utara

Keterangan:
Pt

= Harga saham untuk hari ke t

Pt-1 = Harga saham hari sebelumnya
Dari hasil perhitungan beta harian (beta koreksi) kemudian dijumlahkan
selama satu tahun dan selanjutnya dibagi dengan n (jumlah data beta dalam
satu tahun) Dari sini dihasilkan beta tahunan. Rumus mencari beta adalah
sebagi berikut:
Beta = [n.∑(RM.RI)] - ∑R M.∑R I)
[n(∑RM2)] . (∑Rm2)
Keterangan:
n

= Periode / jumlah data

RI = Return sekuritas
R m = Return pasar
2.1.5 Debt to Equity Ratio (DER)
Debt to Equity Ratio adalah sebuah rasio yang membandingkan antara
jumlah hutang perusahaan dengan ekuitas. Rasio ini mencerminkan
kemampuan sebuah perusahaan dalam memenuhi kewajibannya untuk
membayar hutang. Semakin besar rasio ini menunjukkan semakin besar
kewajiban yang dimiliki oleh sebuah perusahaan. Sebaliknya, semakin rendah
rasio menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajibannya ikut meningkat.
Rasio ini disebut juga rasio leverage. Rasio leverage merupakan rasio
untuk mengukur seberapa bagus struktur permodalan perusahaan. Struktur

Universitas Sumatera Utara

permodalan merupakan pendanaan permanen yang terdiri dari hutang jangka
panjang, saham preferen dan modal pemegang saham (Wahyono, 2002).
Yudha (2011) mengatakan bahwa Debt to Equity Ratio memiliki
hubungan yang negatif dengan kebijakan dividen. Hal ini karena perusahaan
yang memiliki kewajiban membayar hutang yang tinggi biasanya dalam
membagi dividen dengan jumlah yang rendah. Semakin tinggi angka DER
maka dapat diartikan bahwa perusahaan memiliki resiko yang semakin tinggi
terhadap likuiditas perusahaannya.
2.2 Penelitian Terdahulu
Nugrahaini (2002) dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat
hubungan secara simultan antara kebijakan insider ownership, debt, dan dividend.
Penelitian tersebut membahas mengenai menguji bagaimana pengaruh insider
ownership, debt, business risk, growth, size, dan fixed asset terhadap DPR.
Hatta (2002) dalam penelitiannya yang membahas tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi kebijakan dividen: investigasi pengaruh teori stakeholder.
Dari penelitian tersebut, menyatakan bahwa variabel Insider Ownership sebagai
variabel kontrol untuk mengontrol biaya agen tidak berpengaruh signifikan
terhadap Divident Payout Ratio.
Fauzan (2002) dalam penelitiannya mengenai hubungan biaya keagenan,
risiko pasar dan kesempatan berinvestasi dengan kebijakan dividen pada
perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Dalam penelitian tersebut,
kebijakan dividen yang dibuat manajemen belum mempertimbangkan faktor

Universitas Sumatera Utara

kesempatan berinvestasi dan faktor biaya keagenan. Pihak manajemen hanya
menggunakan faktor risiko perusahaan sebagai bahan pertimbangan dalam
membuat kebijakan dividen. Hasil dari penelitian tersebut terdapat hubungan
negatif antara risiko pasar terhadap kebijakan dividen.
Suhartono (2004) dalam penelitiannya yang membahas mengenai pengaruh
insider ownership dan risiko pasar terhadap kebijakan dividen. Dalam penelitan
tersebut, tingkat kepemilikan insider ownership memiliki hubungan terbalik
dengan dividend payout ratio (DPR), dan tingkat risiko pasar juga memiliki
hubungan yang terbalik dengan DPR.
Suwaldiman dan Aziz (2006) dalam penelitian, menyatakan bahwa
tingginya jumlah kepemilikan Insider Ownership tidak menyebabkan rendahnya
rasio pembayaran dividen dan sebuah perusahaan dengan resiko pasar yang tinggi
tidak menyebabkan rasio pembayaran dividen menjadi rendah.
Yudha (2011) dalam penelitiannya ditunjukan bahwa terdapat pengaruh
yang signifikan antara insider ownership dengan kebijakan dividen namun
arahnya berkebalikan. Sedangkan risiko pasar dan DER tidak memiliki pengaruh
negatif yang signifikan terhadap kebijakan dividen.

No
1

Nama Peneliti
Nugrahaini
(2002)

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Variabel
Independen
Dependen
insider
Divident
ownership,
Payout Ratio
debt, business
risk, growth,
size, dan fixed

Hasil Penelitian
terdapat hubungan
interpendensi antara
kebijakan insider
ownership, debt,
dan dividend

Universitas Sumatera Utara

2

Hatta (2002)

3

Fauzan (2002)

4

Suhartono
(2004)

5

Suwaldiman
dan Aziz (2006)

6

Yudha (2011)

asset
Net
Organizational
Capital
(NOC), besar
perusahaan,
prosentasi
jumlah saham
insider, Free
cash flow
biaya
keagenan,
resiko pasar,
dan
kesempatan
investasi
Insider
Ownership,
risiko pasar

Divident
Payout Ratio

variabel Insider
Ownership tidak
berpengaruh
signifikan terhadap
Divident Payout
Ratio

kebijakan
dividen

terdapat hubungan
negatif antara resiko
perusahaan dengan
kebijakan dividen.

kebijakan
dividen

tingkat kepemilikan
Insider Ownership
memiliki hubungan
terbalik dengan
dividend payout
ratio (DPR), dan
tingkat risiko pasar
juga memiliki
hubungan yang
terbalik dengan
DPR.

Insider
Ownership,
risiko pasar

Kebijakan
dividen

tingginya jumlah
kepemilikan Insider
Ownership tidak
menyebabkan
rendahnya rasio
pembayaran dividen
dan sebuah
perusahaan dengan
resiko pasar yang
tinggi juga tidak
menyebabkan rasio
pembayaran dividen
menjadi rendah.

insider
ownership,
risiko pasar,
debt to equity

Kebijakan
dividen

terdapat pengaruh
yang signifikan
antara insider
ownership dengan

Universitas Sumatera Utara

ratio

kebijakan dividen
namun arahnya
berkebalikan.
Sedangkan risiko
pasar dan DER
tidak memiliki
pengaruh negatif
yang signifikan
terhadap kebijakan
dividen.

2.3 Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang masalah, kajian pustaka dan penelitian terhadulu
maka peneliti membuat kerangka konseptual penelitian sebagai berikut :

Insider Ownership
(X1)

H1

Kebijakan Deviden
(Y)

H2

Resiko Pasar (X2)
H3

Debt to Equity Ratio
(X3)

Gambar 2.1
Kerangka konseptual

2.4 Hipotesis
Hipotesis menurut Erlina (2007) menyatakan “hubungan yang diduga secara
logis antara dua variabel atau lebih dalam rumusan preposisi yang dapat diuji
secara empiris”.
Berdasarkan dari kerangka pemikiran yang terbentuk diatas, maka terdapat
beberapa hipotesis yang dapat dikembangkan, yaitu

Universitas Sumatera Utara

H1 : Insider Ownership berpengaruh terhadap kebijakan dividen.
H2 : Resiko Pasar berpengaruh terhadap kebijakan dividen.
H3: Debt to Equity Ratio berpengaruh terhadap kebijakan dividen.
H4: Insider Ownership, Risiko Pasar dan Debt to Equity Ratio berpengaruh secara
simultan terhadap kebijakan dividen.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Insider Ownership dan Risiko Pasar Terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2013

0 2 66

Pengaruh Insider Ownership, Risiko Pasar, dan Debt to Equity Ratio Terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdapat di Bursa Efek Indonesia

0 4 70

Pengaruh Insider Ownership dan Risiko Pasar Terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2013

0 0 9

Pengaruh Insider Ownership dan Risiko Pasar Terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2013

0 1 2

Pengaruh Insider Ownership dan Risiko Pasar Terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2013

0 0 8

Pengaruh Insider Ownership, Risiko Pasar, dan Debt to Equity Ratio Terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdapat di Bursa Efek Indonesia

0 3 12

Pengaruh Insider Ownership, Risiko Pasar, dan Debt to Equity Ratio Terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdapat di Bursa Efek Indonesia

0 0 2

Pengaruh Insider Ownership, Risiko Pasar, dan Debt to Equity Ratio Terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdapat di Bursa Efek Indonesia

0 0 6

Pengaruh Insider Ownership, Risiko Pasar, dan Debt to Equity Ratio Terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdapat di Bursa Efek Indonesia

0 1 2

Pengaruh Insider Ownership, Risiko Pasar, dan Debt to Equity Ratio Terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdapat di Bursa Efek Indonesia

0 0 8