Status kebersihan rongga mulut dan kebutuhan perawatan periodontal pada anak sindrom Down usia 6-18 tahun di SLB-C Kota Medan

17

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Sindrom Down

Sindrom Down adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan
mental pada anak yang disebabkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom.
Menurut Lejeune, dkk penyebab utama sindrom Down adalah trisomi 21.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa terjadi mutasi gen pada kromosom 21, dimana
terdapat tambahan bagian pada kromosom tersebut. Sindrom Down merupakan salah
satu kelainan kromosom dengan insiden 0,3 – 3,4 dalam 1000 kelahiran pada
beberapa bagian di dunia dan merupakan penyebab umum dari 25-30% retardasi
mental di dunia. Risiko mempunyai anak dengan sindrom Down pada usia ibu 30
adalah 1:1000 kelahiran, sementara untuk usia 40 adalah 9:1000. Peningkatan usia
ibu saat kehamilan sangat menentukan terhadap risiko terjadinya kelainan kromosom
pada sindrom Down.1,3,4


2.2

Penyebab Sindrom Down

Sindrom Down terjadi karena kelainan susunan kromosom ke-21, dari 23
kromosom manusia. Pada manusia normal, 23 kromosom tersebut berpasangpasangan hingga jumlahnya menjadi 46. Pada penderita sindrom Down, kromosom
21 tersebut berjumlah tiga (trisomi), sehingga totalnya menjadi 47 kromosom.
Kelebihan satu salinan kromosom 21 di dalam genom dapat berupa kromosom bebas
yaitu trisomi 21 murni, bagian dari fusi translokasi Robertsonian yaitu fusi kromosom
21 dengan kromosom akrosentrik lain, ataupun dalam jumlah yang sedikit sebagai
bagian dari translokasi resiprokal yaitu timbal balik dengan kromosom lain.9
Faktor-faktor yang berperan terjadinya kelainan kromosom adalah penuaan sel
telur wanita,bahwa ada pengaruh intrinksik maupun ekstrinsik dalam sel induk, yang
menyebabkan pembelahan selama fase meiosis menjadi non-disjunction. Sel telur
wanita telah dibentuk pada saat masih dalam kandungan yang akan dimatangkan satu

Universitas Sumatera Utara

18


per satu setiap bulan pada saat wanita tersebut mengalami menstruasi. Pada saat
wanita menjadi tua kondisi sel telur tersebut kadang-kadang menjadi kurang baik dan
pada waktu dibuahi oleh spermatozoa, sel benih ini mengalami pembelahan yang
salah. Seterusnya disebabkan keterlambatan pembuahan, akibat penurunan frekuensi
bersenggama pada pasangan tua. Faktor terakhir adalah disebabkan penuaan sel
spermatozoa laki-laki pematangan sperma dalam alat reproduksi pria, yang
berhubungan dengan akibat penurunan frekuensi bersenggama, berperan dalam efek
ekstra kromosom 21 yang berasal dari ayah. Karyotype merupakan susunan
kromosom individu berdasarkan panjang dan bentuknya. Karyotype individu dengan
trisomi 21 digambarkan pada Gambar 1.4,9-10

Gambar 1. Karyotype individu dengan trisomi 2110

2.3

Ciri-ciri Anak Sindrom Down

Tanda-tanda dan gejala klinis dari sindrom Down dapat bervariasi pada setiap
anak. Beberapa orang mungkin memiliki gejala yang parah, sementara yang lain
mungkin mengalami yang lebih ringan. Terdapat beberapa ciri-ciri yang dimiliki oleh

anak sindrom Down yang membedakan mereka dengan anak yang normal. Sindrom
Down memiliki wajah yang khas yaitu wajah mongoloid akibat displasia pada tengah
wajah yang sangat mudah dikenali. Selain itu, kepala yang kecil dan belakang kepala
yang agak datar dikenali brakisefali, hidung yang kecil dengan jembatan hidung yang
datar, kulit berlebih pada pangkal leher dan badan yang sangat hiperfleksibilitas.3

Universitas Sumatera Utara

19

Selain itu, garis kelopak mata yang miring dengan epicanthic lipatan kulit di
sudut dalam mata dan terdapat bintik-bintik putih di iris mata yang dikenal sebagai
bintik-bintik Brushfield. Malformasi telinga pada anak sindrom Down dimana bentuk
telinga yang kecil, letak telinga yang rendah (low seat ear) dan kecil. Selain itu, ruang
antara jari kaki pertama dan kedua besar, tonus otot yang lemah, jari kelingking
pendek atau bengkok ke dalam, tangan atau kaki pendek tapi lebar, garis palmaris
tangan yang khas.1,3
Manifestasi oral yang terjadi pada anak sindrom Down adalah anak sindrom
Down memiliki bibir tebal yang tidak kompeten sehingga mulut mereka terbuka,
dengan bibir atas dan bawah tidak kontak satu sama lain. Selain itu, makroglosia juga

dijumpai dimana lidah kelihatan besar dan menjulur keluar dari mulut anak tersebut.
Palatum pada anak sindrom Down berbentuk kubah dan sempit dimana palatum keras
memiliki ketebalan yang abnormal, mengakibatkan kekurangan ruangan bagi lidah
dalam rongga mulut sehingga mengganggu percakapan dan proses mastikasi pada
anak sindrom Down.11,12

2.4

Anomali Gigi pada Anak Sindrom Down

Anak sindrom Down memiliki kelainan bentuk dan struktur gigi yang
mengakibatkan kebersihan rongga mulut mereka tidak dapat dijaga dengan baik. Ciriciri anomali gigi meliputi mikrodontia, hipodonsia, agenesis, parsial anodonsia, dan
maloklusi. Terlambatnya erupsi gigi sulung juga terjadi pada anak sindrom Down.
Diastema turut muncul karena adanya mikrodonsia dan bisa dikoreksi dengan
restorasi gigi ataupun perawatan ortodonti. Anak-anak dan remaja sindrom Down
sering mempunyai insidens penyakit periodontal.13
Maloklusi yang sering terjadi pada anak sindrom Down adalah maloklusi Klas
III. Insidens maloklusi ini terjadi karena ketidaksempurnaan pembentukan bagian
tengah wajah yaitu meliputi bagian nasal, premaksila dan tulang maksila.
Peningkatan insidens maloklusi pada anak sindrom Down ini adalah seperti yang

dilaporkan : Klas III, 32-70%; Klas II, 3-32% ; posterior unilateral dan gigitan silang
bilateral sebanyak 71% dan gigitan terbuka, 5%.13-14

Universitas Sumatera Utara

20

2.5

Klasifikasi Retardasi Mental pada Anak Sindrom Down

Retardasi mental adalah penurunan fungsi intelektual yang menyeluruh secara
bermakna dan secara langsung menyebabkan gangguan adaptasi sosial, dan
bermanifestasi selama masa perkembangan. Klasifikasi retardasi mental adalah
retardasi mental ringan, sedang, berat dan sangat berat. Karakteristik utama dari
retardasi mental adalah kurangnya kemampuan intelektual. Kita menggunakan
kemampuan intelektual untuk memperoleh kepandaian, mengingat dan menggunakan
informasi yang ada. Sementara anak sindrom Down kurang dapat menggunakan tiga
kemampuan intelektual tersebut. Klasifikasi tingkat retardasi mental didasarkan pada
hasil pengukuran inteligensia (IQ). Maka, pembagian tingkat retardasi merupakan

pembagian tingkat kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan, khususnya
menyangkut kemandirian dan tanggungjawab sosial.14-16
a. Retardasi Mental Ringan
Retardasi mental ringan memiliki IQ antara 52-67 dan dikategorikan sebagai
retardasi mental dapat dididik. Anak mengalami gangguan berbahasa tetapi masih
mampu menguasainya untuk keperluan bicara sehari-hari dan untuk wawancara
klinik. Umumnya mereka juga mampu mengurus diri sendiri secara independen
(makan, mencuci, memakai baju, mengontrol saluran cerna dan kandung kemih),
meskipun tingkat perkembangannya sedikit lebih lambat dari ukuran normal.
b. Retardasi Mental Sedang
Retardasi mental sedang memiliki IQ Antara 36-51 dan dikategorikan sebagai
retardasi mental dapat dilatih (trainable). Pada kelompok ini anak mengalami
keterlambatan perkembangan pemahaman dan penggunaan bahasa, serta pencapaian
akhirnya terbatas.
c. Retardasi Mental Berat
Kelompok retardasi mental berat memiliki IQ Antara 20-35 dan ini hampir
sama dengan retardasi mental sedang dalam hal gambaran klinis, penyebab organik,
dan keadaan-keadaan yang terkait. Perbedaan utama adalah pada retardasi mental
berat ini biasanya mengalami kerusakan motorik yang bermakna atau adanya defisit
neurologis.


Universitas Sumatera Utara

21

d. Retardasi Mental Sangat Berat
Retardasi mental sangat berat memiliki IQ kurang dari 20 dan berarti secara
praktis anak sangat terbatas kemampuannya dalam mengerti dan menuruti permintaan
atau instruksi. Umumnya anak sangat terbatas dalam hal mobilitas, dan hanya mampu
pada bentuk komunikasi nonverbal yang sangat dasar.

2.6

Kebersihan Rongga Mulut Anak Sindrom Down

Kebersihan rongga mulut merupakan suatu tindakan membersihkan gigi dan
mulut agar terhindar dari penyakit gigi dan mulut. Oral Hygiene Index Simplified
(OHIS) adalah indeks yang digunakan untuk mengukur tingkat kebersihan gigi
dengan cara mengukur indeks debris dan indeks kalkulus. Kemudian kedua indeks ini
dijumlahkan untuk mendapatkan indeks OHIS.17

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Sekolah Luar Biasa Chennai
menunjukkan anak sindrom Down mempunyai status kebersihan rongga mulut serta
status periodontal yang cenderung jelek dibandingkan dengan anak normal. Hal ini
disebabkan adanya keterbatasan kemampuan kognitif dan mobilitas, gangguan
perilaku dan otot, refleks muntah dan gerakan tubuh tidak terkontrol. Selain itu,
secara praktis anak sindrom Down memiliki keterbatasan dalam mengerti dan
menuruti instruksi menjaga kebersihan rongga mulut serta memiliki kelainan bentuk
dan struktur gigi yang mengakibatkan kebersihan rongga mulut mereka tidak dapat
dijaga dengan baik. Jika kebersihan rongga mulut tidak baik maka akan menimbulkan
berbagai penyakit di rongga mulut seperti karies gigi dan penyakit periodontal.9,17-18

2.7

Penyakit Periodontal

Penyakit periodontal adalah suatu inflamasi kronis pada jaringan pendukung
gigi (periodonsium). Penyakit periodontal dapat hanya mengenai gingiva (gingivitis)
atau dapat menyerang struktur yang lebih dalam (periodontitis). Permulaan terjadinya
kerusakan biasanya timbul pada saat plak dan bakteri terbentuk pada mahkota gigi,
meluas disekitarnya dan menembus sulkus gingiva yang nantinya akan merusak


Universitas Sumatera Utara

22

gingiva disekitarnya. Plak menghasilkan sejumlah zat yang secara langsung atau tidak
langsung terlibat dalam perkembangan penyakit periodontal. Inflamasi pada gingiva
dan perkembangannya pada bagian tepi permukaan gigi terjadi ketika koloni bakteri
berkembang.19
Penyakit periodontal dibagi atas dua golongan yaitu gingivitis dan
periodontitis. Bentuk penyakit periodontal yang paling sering dijumpai adalah proses
inflamasi jaringan lunak yang mengelilingi gigi tanpa adanya kerusakan tulang,
keadaan ini dikenal dengan gingivitis. Apabila penyakit gingiva tidak ditanggulangi
sedini mungkin maka proses penyakit akan terus berkembang mempengaruhi tulang
alveolar, ligamen periodontal atau sementum, keadaan ini disebut dengan
periodontitis.19-20
Anak sindrom Down memiliki prevalensi penyakit periodontal yang tinggi
dibandingkan dengan anak normal. Sebagai akibatnya, anak sindrom Down
mengalami kehilangan banyak gigi permanen anterior di usia muda. Faktor yang
mendukung terjadinya penyakit periodontal pada anak sindrom Down adalah kelainan

struktur dan bentuk gigi, status kebersihan rongga mulut yang jelek dan sistem
kekebalan yang menurun.20

2.7.1

Gingivitis

Gingivitis merupakan inflamasi pada gingiva tanpa adanya kerusakan
perlekatan epitel sebagai dasar sulkus, sehingga epitel tetap melekat pada permukaan
gigi di tempat aslinya. Gingivitis bersifat reversible yaitu jaringan gusi dapat kembali
normal apabila dilakukan pembersihan plak dengan sikat gigi secara teratur.21
Etiologi utama terjadinya gingivitis adalah plak dental. Plak dental adalah
deposit lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak dan
melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Dua bakteri yang
menyebabkan

pembentukan

plak


adalah

Streptococcus

dan

Actinomyces.

Kemampuannya untuk berikatan dengan bakteri lain menunjukkan bahwa
Streptococcus memiliki peranan penting dalam pembentukan plak gigi pada tahap

Universitas Sumatera Utara

23

awal. Meningkatnya keragaman bakteri tertentu dalam plak berkaitan erat dengan
peradangan gingiva. Daerah penumpukan plak tersebut berkaitan sekali dengan
berbagai proses penyakit pada gigi dan periodonsium. Sebagai contoh, plak marginal
berperan penting dalam perkembangan gingivitis.19,21-23
Tanda klinis terjadinya gingivitis adalah adanya perubahan warna lebih merah
dari normal, gusi bengkak dan berdarah pada tekanan ringan. Keparahan pendarahan
dan mudahnya terjadi pendarahan tergantung pada intensitas inflamasi.23

2.7.2

Periodontitis

Periodontitis merupakan respon inflamasi kronis terhadap bakteri subgingiva
yang mengakibatkan kerusakan jaringan periodontal bersifat irreversible sehingga
dapat berakibat kehilangan gigi. Pada tahap perkembangan awal, keadaan
periodontitis sering menunjukkan gejala yang tidak dirasakan oleh pasien.
Periodontitis didiagnosis karena adanya kehilangan perlekatan antara gigi dan
jaringan pendukung (kehilangan perlekatan klinis) ditunjukkan dengan adanya poket
dan pada pemeriksaan radiologi terdapat penurunan tulang alveolar. Penyebab
periodontitis adalah multifaktor, karena adanya bakteri patogen yang berperan saja
tidak cukup menyebabkan terjadi kelainan. Respon imun dan inflamasi pejamu
terhadap mikroba merupakan hal penting dalam perkembangan penyakit periodontal
yang destruktif dan juga dipengaruhi oleh pola hidup, lingkungan serta faktor genetik
dari penderita.24
Pada periodontitis, terdapat plak mikroba negatif gram yang berkolonisasi
dalam sulkus gingiva (plak subgingiva) dan memicu respon inflamasi kronis. Sejalan
dengan bertambah matangnya plak, plak menjadi lebih patogen dan respon inflamasi
pejamu berubah dari keadaan akut menjadi keadaan kronik. Apabila kerusakan
jaringan periodontal, akan ditandai dengan terdapatnya poket. Semakin dalamnya
poket, semakin banyak terdapatnya bakteri subgingiva yang matang. Poket yang
dalam terlindungi dari pembersih mekanik (penyikatan gigi) juga terdapat aliran
cairan sulkus gingiva yang lebih konstan pada poket yang dalam dari pada poket yang
diangkat.20-21,24

Universitas Sumatera Utara

24

2.8

Perawatan pada Penyakit Periodontal

Perawatan penyakit periodontal komprehensif adalah penyingkiran inflamasi
gingiva dan koreksi kondisi yang menyebabkan atau memperparah inflamasi tersebut.
Kebutuhan perawatan periodontal meliputi perbaikan kebersihan rongga mulut,
skeling professional dan penyerutan akar. Status kebersihan rongga mulut pasien
dinilai berdasarkan banyak atau sedikit penumpukan plak, debris makanan, materi
alba dan stein pada permukaan gigi. Perbaikan kebersihan rongga mulut dapat
dilakukan dengan memberi edukasi cara menyikat gigi yang tepat dan benar. Skeling
professional adalah proses penyingkiran kalkulus dan plak dari permukaan gigi, baik
supragingival maupun subgingival. Penyerutan akar adalah prosedur untuk
menyingkirkan sisa kalkulus yang tertinggal dan sebagian sementum yang tercemar
toksin bakteri sehingga didapatkan permukaan akar gigi yang rata, keras dan bersih.2224

Indeks periodontal komunitas untuk kebutuhan perawatan menurut WHO
dikenal sebagai Community Index of Periodontal Treatment Needs/CPITN. Indeks
periodontal digunakan untuk mengetahui jenis kelainan periodontal yang terjadi,
sekaligus menetapkan kebutuhan perawatan yang diperlukan. Berbagai perawatan
komprehensif yang diperlukan disesuaikan dengan derajat skornya.22,24

2.9

Efek Samping yang Terjadi pada Rongga Mulut Anak Sindrom
Down akibat Konsumsi Obat-obatan

Selain memiliki penampilan fisik yang berbeda, anak-anak sindrom Down
seringkali memiliki masalah kesehatan yang spesifik. Oleh karena itu, mereka harus
mengonsumsi obat tertentu. Namun, obat-obat yang dikonsumsi oleh anak sindrom
Down ini telah menimbulkan efek samping pada rongga mulut mereka seperti
xerostomia dan pembesaran gingiva.25
Pembesaran gingiva dapat disebabkan karena mengonsumsi obat verapamil
dan dilantin. Bertambah besarnya gingiva merupakan gambaran klinis adanya
kelainan gingiva yang disebabkan oleh hiperplasia dan hipertrofi gingiva. Hiperplasia
gingiva yang terjadi ini diinduksi oleh obat-obatan yang dikonsumsi oleh anak

Universitas Sumatera Utara

25

sindrom Down. Pembesaran gingiva secara berlebih dapat dihilangkan dengan
kebersihan rongga mulut anak sindrom Down secara tepat. Pembesaran gingiva
berlebih terkadang tidak dapat mengembalikan jaringan periodonsium kembali
menjadi normal. Pembesaran gingiva yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan
pada kemampuan anak sindrom Down untuk membersihkan gigi secara adekuat dan
menyebabkan terjadinya masalah fungsional. 25
Xerostomia atau dry mouth dapat disebabkan karena konsumsi obat
anticonvulsant seperti carbamazepine dan valproate. Gambaran klinis pada

xerostomia sangat tampak pada rongga mulut dimana terlihat ulserasi mukosa,
halitosis, dan penyakit periodontal.23,25

Universitas Sumatera Utara

26

2.10

Kerangka Teori

Indeks Oral
Hygiene
Simplified
(OHIS)

Indeks Periodontal
Communtiy Index
of Periodontal
Treatment
Needs/CPITN

Status Kebersihan Rongga Mulut

Gigi

Karakteristik
Fisik

Jaringan
lunak

Manifestasi
Oral

Anak sindrom Down

Universitas Sumatera Utara

27

2.11

Kerangka Konsep

Anak sindrom
Down

-

Indeks Periodontal
Communtiy Index
of Periodontal
Treatment
Needs/CPITN

Jenis kelamin
Usia

Indeks Oral
Hygiene Simplified
(OHIS)

Kebutuhan perawatan
periodontal

Universitas Sumatera Utara