Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Kerjasama Perusahaan Pengangkutan Darat Dengan Perusahaan Pabrik Kelapa Sawit (Study Pengangkutan CPO di Bagan Batu)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan manusia, pengangkutan memiliki peranan yang sangat penting.
Demikian juga halnya dalam dunia perdagangan, bahkan pengangkutan memegang
peranan yang mutlak, sebab tanpa pengangkutan perusahaan akan mengalami kesulitan
untuk dapat berjalan. Nilai suatu barang tidak hanya tergantung dari barang itu sendiri,
tetapi juga tergantung pada tempat dimana barang itu berada, sehingga dengan
pengangkutan nilai suatu barang akan meningkat.
Pembangunan sistem transportasi diarahkan pada peningkatan peranannya
sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, sosial budaya politik dan pertahanan keamanan
antara lain dengan meningkatkan sarana dan prasarana transportasi serta penyempurnaan
pengaturannya yang selalu didasarkan pada kepentingan nasional. Pembangunan sistem
transportasi darat, laut dan udara termasuk manajemennya dilaksanakan secara
menyeluruh dan terpadu dengan memanfaatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Dengan adanya barang-barang dan penumpang yang memerlukan angkutan, maka
tidak sedikit terdapat pengusaha-pengusaha ataupun perusahaan-perusahaan yang
membutuhkan bentuk jasa angkutan di dalam ketiga bidang jalur tranportasi yaitu
transportasi darat, laut dan udara, dimana kita ketahui untuk melakukan pengangkutan

orang atau barang ada izin misalnya untuk pengangkutan penumpang harus memiliki
karcis dan di dalam pengangkutan barang untuk melakukan suatu hubungan kerja
biasanya digunakan perjanjian baik itu tertulis maupun tidak tertulis, hal ini dikenal
dengan perjanjian pengangkutan.
Perjanjian merupakan suatu perbuatan yaitu perbuatan hukum, perbuatan yang
mempunyai akibat hukum. Perjanjian menimbulkan hak dan kewajiban. Pengertian
perjanjian kerjasama dapat kita lihat dalam Pasal 1313 KUHPerdata yaitu suatu perbuatan
dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Perjanjian pengangkutan ini merupakan perjanjian consensuil (timbal balik) dimana pihak
pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dari suatu
tempat ke tempat tujuan tertentu dan pengirim barang membayar biaya atau ongkos
angkutan sebagaimana yang disetujui bersama.

Universitas Sumatera Utara

Sebagai makhluk sosial, tentunya setiap orang akan saling berinteraksi satu
dengan yang lain. Bisa dikatakan bahwa manusia hidup saling bergantung dengan
manusia yang lain. Salah satu wujud interaksi manusia adalah dengan berupaya membuat
ikatan-ikatan satu dengan yang lain, yang berupa perjanjian. Mereka dalam melakukan
aktivitasnya saling bekerja sama dan saling membutuhkan baik dalam hal kehidupan

sosial, budaya bisnis dan lain sebagainya.
Sahnya suatu perjanjian itu sendiri tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata
yaitu :
1.

Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2.

Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

3.

Suatu hal tertentu

4.

Suatu sebab yang halal
Asas konsensualitas terkandung dalam Pasal 1320 ayat 1 KUHPerdata yang


mengharuskan adanya kata sepakat di antara para pihak yang membuat kontrak. Terhadap
pengangkutan di dalam kedudukannya sebagai pengatur hubungan antar anggota
masyarakat mengarahkan pada suatu perjanjian antara orang atau pihak yang mengangkut
barang atau orang dengan pihak pengirim atau yang menyuruh mengangkut barang.
Mengenai pengaturan dalam KUHPerdata diatur mengenai berbagai persetujuan tertentu,
seperti jual beli, sewa menyewa, tukar menukar barang, pemberian kuasa, perjanjian
borongan kerja dan lain lain.
Dan selain itu juga perbuatan perjanjian pengangkutan menurut sistem hukum
Indonesia tidak disyaratkan harus tertulis, cukup dengan lisan asal ada persetujuan
kehendak atau konsensius. Di dalam penuangan perjanjian tersebut tidak mutlak harus
tertulis dengan lisan pun bisa namun dengan syarat adanya persetujuan kehendak atau
konsensius.
Menurut Wiryono Prodjodikoro, 2 perjanjian adalah :
“Suatu perhubungan hukum mengenai benda antara dua pihak dalam mana salah satu
pihak berjanji untuk melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut
pelaksanaan janji.”
Kerjasama adalah Perbuatan bantu membantu atau yang dilakukan bersama-sama. 3
Menurut Utrecht, 4 Hukum Perdata bertujuan menjamin adanya kepastian dalam
hubungan antara orang dengan yang lain, kedua-duanya sebagai anggota masyarakat,
2

3

Wiryono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian, Alumni Bandung, 1997 hal 6
Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Internusa, Jakarta 1999, hal 1

Universitas Sumatera Utara

tetapi juga menjamin adanya kepastian hukum dalam hubungan seseorang dengan
pemerintahannya.
Pengangkutan menurut HMN Purwosutjipto, 5 adalah :
“Perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut
mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari
suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan
diri untuk membayar uang angkutan.”
Asas proporsionalitas dalam kontrak diartikan sebagai asas yang mendasari
pertukaran hak dan kewajiban para pihak sesuai proporsi atau bagiannya.
Proporsionalitas pembagian hak dan kewajiban ini yang diwujudkan dalam seluruh
proses hubungan kontraktual, baik pada fase prakontraktual, pembentukan kontrak
maupun


pelaksanaan

kontrak.

Asas

proporsionalitas

tidak

mempermasalahkan

keseimbangan (kesamaan) hasil, namun lebih menekankan proporsi pembagian hak dan
kewajiban di antara para pihak. 6
Setiap kontrak mengikat para pihak yang membuatnya jika sudah tercapai sepakat
mengenai prestasi atau hal pokok dari kontrak tersebut. Kata sepakat yang dimaksud oleh
hukum cukup lisan saja, tidak perlu diformulasikan secara formal, karena bagi hukum
yang terpenting adalah apa yang diucapkan secara lisan oleh orang, menunjukkan bahwa
orang itu bernilai baik dan bertanggung jawab terhadap apa yang telah diucapkannya
secara lisan. Namun, jika yang terjadi sebaliknya, maka orang yang mengucapkan secara

lisan itu bernilai tidak baik dan tidak bertanggung jawab, karena tidak konsisten atau
mengingkari apa yang telah diucapkannya secara lisan. Meskipun demikian, kata sepakat
yang diucapkan secara lisan itu tidak memberi jaminan, dalam arti sulit untuk dibuktikan,
karena tidak ada bukti tertulis apalagi jika tidak ada saksi, atau kalaupun ada saksi, tetapi
saksinya hanya 1 orang saja, sehingga tidak bernilai sebagai saksi. Oleh karena itu dalam
memberikan jaminan perlindungan, dan kepastian hukum terhadap hak dan kewajiban
hukum kontraktual yang disepakati secara lisan, maka para pihak tidak hanya bersandar
pada asas konsensualitas semata, tetapi juga menggunakan instrumen pengamanan
hukum berupa kontrak dalam bentuk tertulis, bahkan dalam bentuk akta otentik, dengan
4

Utrecht, Pengantar pokok hukum dagang, buku 3, cetakan IX Hukum Pengangkutan penerbitan
Djambatan, Jakarta 1997, hal 20
5
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia. Buku 3 Hukum
Pengangkutan, Penerbit Djambatan, 2003, hal 2
6
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian, Penerbit Kencana Prenada Media Group, Jakarta
2010, hal 31


Universitas Sumatera Utara

menghadirkan 2 orang saksi yang menyaksikan saat terjadinya kesepakatan secara
tertulis dalam kontrak tersebut.
Asas konsensualitas adalah “ruh” dari suatu kontrak yang tersimpul dari
kesepakatan para pihak. Namun demikian pada situasi tertentu terdapat kontrak yang
tidak mencerminkan wujud kesepakatan yang sesungguhnya disebabkan adanya cacat
kehendak karena kesesatan, penipuan atau paksaan yang mempengaruhi timbulnya
kontrak. Jadi asas konsensualitas yang terkandung dalam Pasal 1320 ayat 1 KUHPerdata
yang menentukan bahwa kontrak itu telah lahir cukup dengan adanya kata sepakat, tidak
seharusnya ditafsirkan secara gramatikal semata-mata melainkan harus ditafsirkan juga
dalam hubungannya dengan syarat-syarat lainnya yang ditentukan dalam Pasal 1320
KUHPerdata. Jika syarat-syarat lainnya dalam Pasal 1320 KUHPerdata tersebut tidak
terpenuhi akibat hukumnya adalah kontrak itu tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan
mengikat sebagai undang-undang. 7
Asas kebebasan membuat kontrak sebagaimana terkandung dalam Pasal 1338
ayat 1 KUHPerdata hendaknya ditafsirkan dalam kerangka berpikir hukum yang
meletakkan kedudukan, hak, dan kewajiban para pihak dalam kontrak secara seimbang.
Secara filosofis, asas keseimbangan ini mereduksi ketidakseimbangan, ketidakadilan,
dan ketimpangan kedudukan, hak dan kewajiban para pihak dalam kontrak, sehingga

dapat mengeliminasi potensi terjadi “eksploitasi manusia terhadap manusia lainnya.”
Dalam hukum perdata juga dikenal istilah kontrak lisan. Kontrak lisan adalah
suatu kontrak yang dibuat oleh para pihak secara lisan, tidak secara tertulis dalam akta
dibawah tangan maupun akta otentik. Dalam kontrak lisan, terkandung suatu janji yang
mengungkapkan kehendak yang dinyatakan dan dianggap sebagai elemen konstitutif dari
kekuatan mengikat kontrak. Namun demikian, adanya suatu janji bertimbal balik tidak
serta merta membentuk kontrak. Kontrak baru terbentuk jika ada perjumpaan atau
persesuaian antara janji-janji yang ditujukan satu pihak terhadap pihak lainnya.
Suatu kehendak yang telah dinyatakan dan diungkap dalam bentuk suatu janji,
bertujuan baik menciptakan keterikatan maupun akibat hukum. Janji tidak muncul karena
telah dinyatakan, tetapi karena dikehendaki. Benar bahwa janji adalah ungkapan dari
kehendak yang dapat dinyatakan secara lisan, yang mencakup pula kewenangan untuk
mewujudkan janji tersebut. Kekuatan mengikat suatu janji tidak ditemukan dalam akibat
yang ditimbulkan, tetapi dalam makna yang terkandung dalam janji itu sendiri.
7

Muhammad Syaifuddin, Hukum Kontrak, CV. Mandar Maju, Bandung 2012, hal 77

Universitas Sumatera Utara


Suatu janji secara lisan, berarti penyerahan dari “apa yang dikehendaki dan
diminta oleh pihak yang menawarkan kepada pihak yang menerima”. Legitimasi suatu
janji ditemukan dengan cara memandang janji sebagai kewenangan bertindak para pihak.
Para pihak berjanji secara lisan akan melakukan sesuatu, dalam perkataan dan perbuatan,
karena para pihak memang berkemampuan, tidak saja dalam arti materiil, tetapi juga
spiritual. Janji meskipun diungkapkan secara lisan dan dinyatakan dalam perkataan dan
perbuatan adalah faktor potensial, titik taut dari apa yang sebenarnya dikehendaki oleh
para pihak dalam rangka menegaskan hubungan hukum kontraktual tertentu.
Hukum membolehkan para pihak membuat kontrak secara lisan. Namun dalam
perkembangan praktik hukum modern saat ini, suatu kontrak yang dibuat secara lisan
tidak dapat dipertahankan lagi dalam kaitannya dengan kepentingan pembuktian,
sehingga kontrak harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta di bawah tangan atau
akta otentik yang digunakan sebagai alat pembuktian. 8
Kontrak atau perjanjian berkembang pesat saat ini sebagai konsekuensi logis dari
berkembangnya kerjasama bisnis antar pelaku bisnis. Banyak kerjasama bisnis dilakukan
oleh pelaku bisnis dalam bentuk kontrak atau perjanjian tertulis. Bahkan, dalam praktik
bisnis telah berkembang pemahaman bahwa kerjasama bisnis harus diadakan dalam
bentuk tertulis. Kontrak atau perjanjian tertulis adalah dasar bagi para pihak untuk
melakukan penuntutan jika ada satu pihak tidak melaksanakan apa yang dijanjikan dalam
kontrak atau perjanjian. Sebenarnya, secara yuridis, selain kontrak yang dibuat secara

tertulis, para pihak atau pelaku bisnis juga dapat membuat kontrak secara lisan. Namun,
kontrak yang dibuat secara lisan ini mengandung risiko yang sangat tinggi, karena akan
mengalami kesulitan dalam pembuktian jika terjadi sengketa hukum kontrak.
Aktivitas bisnis pada dasarnya senantiasa didasari aspek hukum bisnis terkait,
yang diibaratkan sebagai suatu pesawat udara yang hanya akan dapat terbang dan melaju
di udara menuju ke daerah tujuannya jika didukung oleh menara kontrolnya baik di
daerah keberangkatannya maupun daerah kedatangannya. Oleh karena itu, agar output
dari suatu aktivitas bisnis berupa keuntungan yang menjadi maksud dan tujuan aktivitas
bisnis dapat diperoleh para pelaku bisnis, maka proses yang mendukung aktivitas bisnis
tersebut perlu memperhatikan aspek hukum kontraktual yang mendasari dan merangkai
seluruh aktivitas bisnis mereka.

8

Ibid hal 137

Universitas Sumatera Utara

Pelaku bisnis sering kali menyesal ketika suatu kontrak yang dibuatnya
bermasalah. Padahal, persoalan hukum tersebut timbul karena ketidakhati-hatian pelaku

bisnis ketika menyetujui kontrak tersebut. Umumnya, kesadaran hukum baru terbangun
ketika kontrak bermasalah. Padahal, pemahaman isi kontrak saat kontrak tersebut
dirancang merupakan suatu keharusan, bukan setelah kontrak yang disepakati tersebut
bermasalah. Selain itu, berbicara tentang kontrak tidak terlepas dari ilmu hukum kontrak.
Namun demikian, banyak orang menganggap bahwa kontrak untuk bisnis adalah
persoalan bisnis semata dan tidak ada hubungannya dengan ilmu hukum. Akibatnya,
perancangan kontraknya seringkali cukup dilakukan dengan hanya copy dan paste saja,
sedangkan penyempurnaannya didasarkan atas mitos-mitos yang muncul dari rangkaian
rumors tentang kontrak itu sendiri dalam praktik bisnis sehari-hari. Dengan kalimat lain,
banyak pelaku bisnis menganggap bahwa membicarakan hukum ketika berbisnis,
dianggap merupakan langkah yang hanya akan memperlambat aktivitas gerak bisnis itu
sendiri, mengingat semuanya akan cenderung menjadi serba hati-hati.
Suatu kontrak, menurut Erman Radjagukguk, pada dasarnya adalah suatu
dokumen tertulis yang memuat keinginan para pihak untuk mencapai tujuan
komersialnya, dan bagaimana pihaknya diuntungkan, dilindungi atau dibatasi tanggung
jawabnya dalam mencapai tujuan tersebut. Di negara berkembang, terutama di Asia yang
lebih mendasarkan hubungan bisnis atas dasar kepercayaan, bentuk kontrak tertulis yang
terperinci sebagai refleksi dari keinginan komersial mereka adalah suatu hal yang baru
dan merupakan suatu proses perubahan budaya. Hubungan mereka dengan pelaku-pelaku
bisnis dari negara-negara maju di Eropa dan Amerika Serikat mengharuskan mereka
untuk mengambil sikap yang sama dengan pelaku-pelaku bisnis dari negara-negara maju,
yaitu melindungi kepentingannya dalam bentuk kontrak tertulis yang terperinci.
Kontrak sebagai instrumen hukum untuk memfasilitasi pertukaran hak dan
kewajiban diharapkan dapat berlangsung secara adil, pasti dan efisien, sesuai dengan
kesepakatan para pihak yang membuat kontrak. Aturan main pertukaran ini menjadi
otoritas para pihak, kecuali dalam batas-batas tertentu timbul intervensi, baik dari
undang-undang yang bersifat memaksa maupun dari lembaga hukum tertentu. Namun,
intervensi ini sifatnya lebih ditujukan untuk menjaga proses hukum pertukaran hak dan
kewajiban berlangsung secara adil, pasti, dan efisien. 9

9

Ibid hal 9

Universitas Sumatera Utara

Pengangkutan merupakan salah satu bidang kegiatan yang sangat penting dalam
kehidupan manusia, karena pengangkutan ini mencakup bidang yang luas. Pengangkutan
tumbuh dan berkembang sejalan dengan majunya tingkat budaya dan kehidupan
masyarakat. Karena itulah pengangkutan semakin memegang peranan penting terutama
dalam hubungan perdagangan dewasa ini yang semakin meningkat, dimana dalam
bidang perdagangan ini, pengangkutan sangat berperan dalam rangka meningkatkan dan
memperlancar arus angkutan barang dan lalu lintas penumpang yang terselenggara
melalui darat, laut maupun udara.
Pada pengangkutan darat, sebagai alat angkut dewasa ini yang digunakan
masyarakat antara lain adalah kenderaan bermotor yang berupa truk dan bus yaitu pada
angkutan darat di jalan raya. Buku I Bab V bagian II Pasal 91 KUHD menyatakan bahwa
pengangkut dan juragan harus menanggung segala kerusakan yang terjadi pada barangbarang dagangan dan lainnya. Pengangkut disini bertanggung jawab kepada pengirim
atas semua barang yang dikirimnya, yang dalam hal ini adalah majikan, sehingga supir
tidak bertanggung jawab secara langsung terhadap atau kepada pengirim.
Namun di suatu daerah yang bernama Bagan Batu, terdapat satu perusahaan
pengangkutan darat yang melakukan kerjasama dengan perusahaan pabrik kelapa sawit,
sehingga timbul pertanyaan bagaimana bentuk perjanjian antara pengangkutan darat
tersebut dengan perusahaan pabrik kelapa sawit serta bagaimana perihal pelaksanaan
pengangkutannya. Bagaimana pula mengenai tanggung jawab yang dibebani kepada
perusahaan pengangkutan darat dan perusahaan pabrik kelapa sawit serta perihal
pemberian ganti rugi atas terjadinya kerugian atau kehilangan barang oleh perusahaan
pengangkutan. Hal inilah yang menjadi latar belakang dari penulisan skripsi yang diberi
judul “ Tinjauan Yuridis terhadap Perjanjian Kerjasama Perusahaan Pengangkutan Darat
dengan Perusahaan Pabrik Kelapa Sawit”.

B.

Permasalahan

1. Bagaimana bentuk perjanjian kerjasama antara perusahaan pengangkutan darat
dengan perusahaan pabrik kelapa sawit di daerah Bagan Batu ?
2. Bagaimana pelaksanaan perjanjian kerjasama di bidang pengangkutan perusahaan
serta hubungan antara peraturan perusahaan dengan perjanjian kerja dan Standard
Operating Procedure (SOP) ?

Universitas Sumatera Utara

3. Bagaimana

mengenai

tanggung

jawab

yang

dibebani

kepada

perusahaan

pengangkutan darat dan perusahaan pabrik kelapa sawit serta perihal pemberian ganti
rugi atas terjadinya kerugian atau kehilangan barang oleh perusahaan pengangkutan?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bentuk perjanjian kerjasama antara perusahaan pengangkutan darat
dengan perusahaan pabrik kelapa sawit di daerah Bagan Batu
2. Untuk mengetahui bentuk pengawasan pelaksanaan perjanjian kerjasama di bidang
pengangkutan terhadap perusahaan serta hubungan antara peraturan perusahaan
dengan perjanjian kerja dan Standard Operating Procedure (SOP)
3. Untuk mengetahui mengenai tanggung jawab yang dibebani

kepada perusahaan

pengangkutan darat dan perusahaan pabrik kelapa sawit serta perihal pemberian ganti
rugi atas terjadinya kerugian atau kehilangan barang oleh perusahaan pengangkutan

D. Manfaat Penulisan
a.

Manfaat Teoritis
Diharapkan agar kiranya hasil dari penelitian ini dapat menyumbangkan

pemikiran di bidang hukum, khususnya dalam disiplin ilmu hukum perdata mengenai
perjanjian kerjasama perusahaan pengangkutan darat dengan perusahaan pabrik kelapa
sawit.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi
seluruh perusahaan pengangkutan darat, perusahaan pabrik kelapa sawit atau mitra kerja
lainnya agar mengetahui aturan hukum yang sebaiknya dibuat pada saat akan saling
mengikatkan diri terhadap suatu perjanjian kerjasama.

E. Metode Penelitian
Skripsi ini bersifat deskriptif dengan pendekatan yuridis empiris yaitu melihat
secara langsung perjanjian kerjasama perusahaan pengangkutan darat dengan perusahaan
pabrik kelapa sawit, data yang diperoleh yaitu data primer dan data sekunder yang
berhubungan dengan pembahasan skripsi ini :
1. Penelitian Kepustakaan

Universitas Sumatera Utara

Metode ini dilakukan dengan penelitian atas literatur-literatur, berupa buku-buku
hukum, jurnal serta sumber-sumber bacaan lainnya yang berkaitan dengan skripsi
penulis.
2. Penelitian Lapangan
Penelitian ini dilakukan dengan cara observasi dan pengumpulan data di lapangan
untuk mengetahui perjanjian dan mengetahui pelaksanaan pengangkutan yang
dilakukan oleh perusahaan pengangkutan darat dengan pabrik kelapa sawit, dan
juga mengetahui pelaksanaan tanggung jawab yang dilakukan para pihak.

F. Keaslian Penulisan
Proses penulisan skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian
Kerjasama Perusahaan Pengangkutan Darat Dengan Perusahaan Pabrik Kelapa Sawit
(Study Pengangkutan CPO di Bagan Batu)” ini, sejauh pengamatan dan pengetahuan
penulis tentang materi yang diangkat pada skripsi ini, belum ada penulis lain yang telah
dilakukan penelusuran di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Apabila di kemudian hari ada judul yang sama sebelum penulisan ini, saya bertanggung
jawab sepenuhnya.

G. Sistematika Penulisan
Untuk lebih memahami dan lebih mudah menelaah pokok bahasan dalam skripsi
ini, maka penulis menyusun tulisan ini secara sistematis. Keseluruhan sistematis ini
berupa satu kesatuan yang saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain, dimana
di dalamnya terdiri dari lima (5) bab dan masing-masing bab dibagi lagi atas beberapa sub
bab yaitu :

BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang, permasalahan, tujuan
penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan, dan sistematika
penulisan.

BAB II PERJANJIAN SECARA UMUM

Universitas Sumatera Utara

Dalam bab ini membahas tentang pengertian perjanjian dan jenis-jenis perjanjian,
asas-asas perjanjian beserta dasar hukum, perjanjian kerjasama, akibat hukum yang
timbul dari perjanjian.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN
Dalam bab ini memuat pengertian pengangkutan dan jenis-jenis pengangkutan,
hubungan antara peraturan perusahaan dengan perjanjian kerja dan standard operating
procedure (SOP), pelaksanaan perjanjian kerjasama di bidang pengangkutan terhadap
perusahaan, prinsip-prinsip tanggung jawab di bidang pengangkuta menurut hukum.

BAB

IV

TINJAUAN

YURIDIS

PERJANJIAN

KERJASAMA

ANTARA

PERUSAHAAN PENGANGKUTAN DARAT DENGAN PABRIK KELAPA SAWIT
Dalam bab ini membahas tentang bentuk perjanjian pengangkutan darat dengan
perusahaan pabrik kelapa sawit, pelaksanaan pengangkutan menurut perjanjian antara
perusahaan pengangkutan darat dengan pabrik kelapa sawit, tanggung jawab para pihak,
pemberian ganti rugi atas kerugian atau kehilangan barang oleh perusahaan
pengangkutan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran penulis berkenaan dengan isi skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara