HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR PADA SISWA KELAS XI DI SMK PERINDUSTRIAN YOGYAKARTA.

HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR
PADA SISWA KELAS XI DI SMK PERINDUSTRIAN YOGYAKARTA
SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta
untuk
ntuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh
Nilam Triarmiyati
NIM 11104244047

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
JANUARI 2016
i


ii

iii

iv

MOTTO
“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”
(QS. Al Baqarah : 153)
“ Emosi adalah bagian dari kehidupan manusia, tetapi menjadi emosi dan tidak
rasional itu keliru”
(Susilo Bambang Yudhoyono)
“Kadang kamu harus belajar berdiri sendiri. Karna bagi sebagian orang yang
berjanji untuk selalu ada untukmu. Akhirnya juga pergi”
(Ziske T)

v

PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan untuk:


 Bapak dan Mamah tercinta atas segala kasih sayang, cinta, pengorbanan, dan
doa yang selalu dipajatkan.

 Almamater saya BK FIP UNY

 Bangsa, dan Negara saya

vi

HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN KEMANDIRIAN
BELAJAR PADA SISWA KELAS XI DI SMK PERINDUSTRIAN
YOGYAKARTA
Oleh
Nilam Triarmiyati
NIM 11104244047
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan berdasarkan permasalahan mengenai kemandirian
belajar yang terjadi pada siswa kelas XI di SMK Perindustrian Yogyakarta. Oleh
karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kematangan

emosi dan kemandirian belajar pada siswa kelas XI di SMK Perindustrian
Yogyakarta.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah kuantitatif
korelasional. Subyek dalam penelitian ini yaitu kelas XI di SMK Perindustrian
Yogyakarta dengan populasi 70 siswa. Instrumen yang digunakan adalah skala
kematangan emosi dan skala kemandirian belajar. Skor validitas skala
kematangan emosi bergerak dari angka 0,265 sampai dengan 0,705, sedangkan
skor validitas skala kemandirian belajar bergerak dari angka 0,256 sampai dengan
0,630. Nilai koefisien reliabilitas alpha (α) pada skala kematangan emosi sebesar
0,860 sedangkan pada skala kemandirian belajar sebesar 0,822. Analisis data
dilakukan dengan teknik statistik product moment dari pearson
Hasil analisis korelasi product moment menunjukan koefisien korelasi
sebesar 0,163 dengan signifikansi 0,177 (sig>0.01) yang berarti tidak terdapat
hubungan antara kematangan emosi dan kemandirian belajar. Tidak ada hubungan
antara kematangan emosi dan kemandirian belajar dipengaruhi beberapa faktor
eksternal dan internal diantaranya: motivasi, konformitas teman sebaya, dan
penyesuaian sosial. Selain dari faktor eksternal dan internal tersebut, mungkin ada
faktor-faktor lain yang mempengaruhi kematangan emosi dengan kemandirian
belajar yang tidak dikaji dalam penelitian ini.
Kata Kunci : kematangan emosi, kemandirian belajar.


vii

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat rahmat Allah SWT, atas rahmat-Nya dan
pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ini. Shalawat dan salam
tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW. Skripsi yang berjudul “Hubungan
Kematangan Emosi dengan Kemandirian Belajar pada Siswa Kelas XI di SMK
Perindustrian Yogykarta” ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan, pada Jurusan Psikologi Pendidikan dan
Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa tanpa banuan dan uluran tangan dari berbagai
pihak, maka penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud. Oleh karena itu
perkenankanlah penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan
untuk menjalani dan menyelesaikan studi di Universitas Negeri Yogyakarta.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah
memberikan izin penelitian dan telah memfasilitasi kebutuhan akademik
penulis selama menjalani masa studi.
3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu

Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah berkenan memberikan
izin dalam penyusunan skripsi.
4. Bapak Dr. Muh Farozin, M.Pd, dan Bapak Sugiyanto, M.Pd. selaku dosen
pembimbing yang telah dengan sabar meluangkan waktu, perhatian, tenaga
juga pikirannya untuk membimbing penyusunan skripsi.
5. Drs. Sujarwanto, M.Pd kepala sekolah SMK Perindustrian Yogyakarta yang
telah memberikan izin penelitian sehingga penulis dapat melakukan
penelitian di SMK Perindustrian Yogyakarta
6. Guru BK SMK Perindustrian Yogyakarta yang telah banyak membantu
pelaksanaan penelitian.
7. Kedua orang tuaku bapak Army Sidik dan Ibu Nurhayati yang tiada batas
memberikan doa, perhatian dan kasih sayang selama penyusunan skripsi.
8. Kedua mas ku, Agung Margono dan Yudha Muslihudin atas doa dan
semangat yang diberikan pada penyusunan skripsi.
viii

9. Keluarga Bapak Sunarno, Ibu

Nunuk Sudarjati,
i, mas Aditya Wahyu


Hanggara, mba Yora, Mas Dita dan Anindya, yang sudah menjadi keluarga
baru di perantauan, doa dan semangat yang selalu diberikan dalam
penyusunan skripsi..
10. Sahabat kesayangan Septri, Shinta, Nurul, Rahma, Agnes, Tika, Dini dan
Andin yang selalu memberikan dukungan, motivasi, semangat, yang setia
mendengar keluh kesah selama penyusunan skripsi.
11. Miftah Faturochman yang selalu memberikan perhatian, kesabaran, dan
dukungan. Terimakasih
Terimakasi karena selalu ada dan mendengar keluh kesah selama
penyusunan skripsi ini.
12. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalan penulisan tugas akhir skripi ini masih
terdapat

kekurangan.

Oleh


karena

itu

penulis
p nulis

menerima

saran,

ataupun kritik yang membangun. Semoga tugas akhir skripi ini
komentar10ataupun
dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak.

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................


hal
i

HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................

ii

SURAT PERNYATAAN .............................................................................

iii

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................

iv

MOTTO .......................................................................................................

v


PERSEMBAHAN ........................................................................................

vi

ABSTRAK ...................................................................................................

vii

KATA PENGANTAR ..................................................................................

viii

DAFTAR ISI ................................................................................................

x

DAFTAR TABEL ........................................................................................

xiii


DAFTAR GAMBAR ....................................................................................

xiv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

xv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................

1

B. Identifikasi Masalah ................................................................................

9

C. Pembatasan Masalah ..............................................................................

10


D. Rumusan Masalah ..................................................................................

10

E. Tujuan Penelitian ....................................................................................

10

F. Manfaat Penelitian ..................................................................................

11

BAB II KAJIAN TEORI ..........................................................................
A. Kematangan Emosi .................................................................................

13

1. Pengertian Kematangan Emosi ..........................................................

13

2. Faktor yang Mempengaruhi Kematangan Emosi ...............................

16

3. Aspek-aspek Kematangan Emosi ......................................................

20

4. Karakteristik Kematangan Emosi ......................................................

22

5. Cara Mengungkap Kematangan Emosi ..............................................

24

B. Kemandirian Belajar ...............................................................................

25

1. Pengertian Kemandirian Belajar ........................................................

25

x

2. Faktor Kemandirian Belajar ..............................................................

26

3. Karakteristik Kemandirian Belajar ....................................................

29

4. Cara Mengungkap Kemandirian Belajar ............................................

32

C. Kerangka Fikir ........................................................................................

32

D. Penelitian yang Relevan ..........................................................................

35

E. Hipotesis .................................................................................................

38

BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian ............................................................................

39

B. Subjek Penelitian ....................................................................................

40

C. Setting Penelitian ....................................................................................

41

D. Variabel Penelitian ..................................................................................

41

E. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................

43

F. Instrumen Penelitian ...............................................................................

43

1. Definisi Oprasional Kematangan Emosi ............................................

45

2. Definisi Oprasional Kemandirian Belajar ..........................................

47

G. Pengujian Instrumen ...............................................................................

49

1. Uji Validitas ......................................................................................

50

2. Uji Reliabilitas ..................................................................................

54

H. Analisis Data ..........................................................................................

56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ......................................................................................

60

1. Gambaran Umum SMK Perindustrian Yogyakarta ............................

60

2. Deskripsi Data Hasil Penelitian ........................................................

61

a. Deskripsi Data Kematangan Emosi ...............................................

61

b. Deskripsi Data Kemandirian Belajar .............................................

62

3. Uji Prasyarat Analisis ........................................................................

64

a. Uji Normalitas ..............................................................................

64

b. Uji Linieritas.................................................................................

65

4. Uji Hipotesis Penelitian .....................................................................

65

xi

B. Pembahasan ............................................................................................

67

C. Keterbatasan Penelitian ...........................................................................

78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .............................................................................................

79

B. Saran ....... ..............................................................................................

80

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

82

LAMPIRAN . ..............................................................................................

86

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.

hal
Distribusi Jumlah Populasi Penelitian......................................... 40

Tabel 2.

Kisi-kisi Skala Kematangan Emosi............................................. 46

Tabel 3.

Kisi-kisi Skala Kemandirian Belajar........................................... 49

Tabel 4.

Kisi-kisi Skala Kematangan Emosi Hasil Uji Coba.................... 52

Tabel 5.

Kisi-kisi Skala Kemandirian Belajar Hasil Uji Coba.................. 53

Tabel 6.

Penentuan Skor Minimal, Maksimal, Rentang, dan Mean Data
Kematangan Emosi.....................................................................
Kriteria Kategorisasi Data Kematangan Emosi..........................

Tabel 7.
Tabel 8.
Tabel 9.
Tabel 10.
Tabel 11.
Tabel 12.
Tabel 13.

57
57

Penentuan Skor Minimal, Maksimal, Rentang, dan Mean Data
Kemandirian belajar.................................................................... 58
Kriteria Kategorisasi Data Kemandirian Belajar........................ 58
Data Kematangan Emosi Siswa Kelas XI SMK Perindustrian
Yogyakarta..................................................................................
Data Kemandirian Belajar Siswa Kelas XI SMK Perindustrian
Yogyakarta..................................................................................

61

63
Hasil Uji Normalitas.................................................................... 64

Hasil Analisis Korelasi Hubungan antara Kematangan Emosi
dan Kemandirian Belajar............................................................. 66

xiii

DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1. Diagram Data Kematangan Emosi........................................................
62
Gambar 2. Diagram Data Kemandirian Belajar......................................................
63

xiv

DAFTAR LAMPIRAN
hal

Uji Coba Skala Kematangan Emosi dan Kemandirian
Belajar........................................................................................ 87
Lampiran 2. Rekapitulasi Skor Uji Coba Skala Kematangan Emosi............. 95
Lampiran 1.

Lampiran 3. Rekapitulasi Skor Uji Coba Skala Kemandirian Belajar...........

96

Lampiran 4. Hasil Analisis Uji Validitas dan Reliabilitas Skala
Kematangan Emosi dan Kemandirian Belajar............................ 97
Lampiran 5. Skala Kematangan Emosi dan Kemandirian Belajar................. 101
Lampiran 6. Rekapitulasi Data Skor Skala Kematangan Emosi...................... 107
Lampiran 7. Rekapitulasi Data Skor Skala Kemandirian Belajar.................... 109
Lampiran 8. Hasil Uji Prasyarat........................................................................ 111
Lampiran 9. Hasil Uji Hipotesis........................................................................112
Lampiran 10. Surat Ijin Penelitian.......................................................................113

xv

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa globalisasi ini menciptakan berbagai kemajuan dalam
berbagai sektor yang salah satunya merupakan kemajuan di sektor
pendidikan.Pendidikan merupakan salah satu bentuk proses yang penting
dan merupakan hak yang didapatkan dalam hidup setiap individu, meliputi
segala pengalaman belajar yang berlangsung di lingkungan dan sepanjang
hidup setiap individu.
Pendidikan merupakan hal yang menunjang bagi semua aspek
dalam kehidupan yang mempengaruhi pertumbuhan individu. Belajar
sebagai bentuk proses perubahan yang bersifat relatif permanen, salah
satunya dalam potensi perilaku sebagai bentuk dari hasil pengalaman atau
latihan yang dapat dilakukan dimana saja, kapan saja, dan dapat
menggunakan media apa saja.Berdasarkan Undang-Undang No 20 Tahun
2003 tentang system pendidikan nasional, pendidikan adalah:
“Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”.

1

Dari yang dijabarkan dalam Undang-Undang tersebut dapat disimpulkan
yaitu tujuan akhir dari pendidikan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa
agar terciptanya bangsa yang bermartabat. Sehingga dengan itu akan
semakin banyak individu yang berkualitas dengan adanya pendidikan
sebagai pembentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat.
Terlaksananya pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari peran
sekolah sebagai lembaga yang memberikan pendidikan kepada siswa.
Dalam suatu proses pendidikan di dalam lembaga sekolah memiliki
komponen–komponen penting yang perlu diperhatikan yaitu tenaga
pendidik, peserta didik, sarana dan prasarana, yang pada komponen
tersebut berperan penting pada terciptanya proses pendidikan (Mayawatie,
2005: 2). Lembaga pendidikan di Indonesia sendiri terdiri dari jenjang usia
dini hingga jenjang perguruan tinggi yang tentunya memberikan perannya
masing–masing dalam pelaksanaan proses pendidikan itu sendiri, misalnya
saja untuk anak usia dini, pada masa ini siswa dikenalkan dengan
lingkungan awal sekolah. Peran sekolah menengah sudah mulai
mengarahkan siswa untuk menuju ke arah kemandirian awal sebelum
memasuki jenjang pendidikan selanjutnya di perguruan tinggi atau
persiapan kerja bagi siswa di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
sekalipun.
Menurut Mappiere (dalam Ali, 2008: 9) remaja berlangsung antara
umur 12 tahun sampai 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan
22 tahun bagi pria. Pada hal ini siswa Sekolah Menengah Atas / Kejuruan

2

termasuk dalam kategori remaja yang rata–rata siswa berusia 16 sampai
dengan 18 tahun. Pada masa ini siswa yang dikategorikan sebagai remaja
mempunyai

beberapa

tugas

perkembangan

yang

dilalui.

Tugas

perkembangan remaja menurut Hurlock (dalam Ali, 2008: 10) yaitu
mampu menerima keadaan fisik, menerima dan memahami peran seks usia
dewasa, membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang
berlainan jenis, mencapai kemandirian emosional, mengembangkan
kemandirian ekonomi,

mengembangkan

konsep

dan

keterampilan

intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota
masyarakat, memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa
dan orang tua, mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang
diperlukan untuk memasuki dunia dewasa, mempersiapkan diri memasuki
perkawinan, dan memahami serta mempersiapkan berbagai tanggung
jawab kehidupan keluarga. Dari berbagai tugas perkembangan remaja,
pembentukannya tidak terlepas dari lingkungan sekolah, masyarakat dan
keluarga sendiri.
Sesuai dengan tugas perkembangan yang di alami remaja yaitu
mencapai kemandirian emosional, mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual maka pendidikan merupakan hal yang sangat
dibutuhkan dalam mencapai tugas perkembangan tersebut.Namun terdapat
fenomena di lapangan yang tidak sesuai, tidak semua siswa dapat belajar
dengan mandiri dan memiliki kematangan emosi yang baik.Masih adanya
perkelahian antar sekolah yang sering terjadi di kalangan remaja, Seperti

3

halnya yang terjadi pada siswa SMA di Yogyakarta, masih adanya
tawuran antar pelajar yang kerap terjadi di kalangan remaja SMA/SMK di
Yogyakarta. Salah satu contohnya terjadi pada bulan Oktober 2015
(Tribunnews.com, 2013), bermula dari saling ejek antar siswa SMK di
Jogja yang berakibat saling lempar batu. Kasus selanjutnya yang terjadi
yaitu adanya kasus penganiayaan sesama perempuan yang terjadi karena
masalah sepele salah satunya dikarenakan tato Hello Kitty yang dimiliki
seorang siswa di Yogyakarta yang berujung tindak penganiayaan oleh
temanya (Liputan6.com, 2015). Kasus lainya ada tindak percobaan bunuh
diri atau bunuh diri pada remaja yang salah satunya di mahasiswa 19th
ditemukan gantung diri di kamar kosnya diduga karena merasa belum bisa
membahagiakan orang tuanya dan merasa labil serta kesulitan beradapatasi
dalam kehidupanya yang merantau (Tribunnews.com, 2015). adanya
banyak permasalahan emosional pada remaja yang berupa gejala–gejala
tekanan perasaan, frustasi, atau konflik internal maupun konflik eksternal
pada diri individu itu sendiri yang melanda individu yang masih dalam
proses perkembanganya.
Menurut Yusuf (dalam Ika Dian Purwnti,2011: 3) Jurnal yang
berjudul Hubungan antara Pola Asuh Demokratis dengan Kematangan
Emosi pada Siswa SMA N 9 Samarinda bahwa remaja (siswa
SekolahLanjutan Tingkat Pertama dan siswa Sekolah Lanjutan Tingkat
Atas) adalah siswa yang sedang berada dalam proses berkembang ke arah
kematangan. Namun, dalam menjalani proses perkembangannya, tidak

4

semua remaja dapat mencapainya secara baik dan mulus. Terlihat
berdasarkan dari beberapa kasus yang dijelaskan di atas, masih banyak
ditemukan remaja yang mengalami masalah, yaitu remaja yang
menunjukan sikap dan perilaku menyimpang, tidak wajar dan bahkan tidak
bermoral, seperti: membolos dari sekolah, tawuran, tindak kriminal dan
terlibat pergaulan bebas (free sex).
Hasil penelitian Friedberg (dalam Ika Dian,2011:2) juga mengindikasikan berbagai permasalahan emosional remaja disebabkan oleh
dampak kasus-kasus keluarga atau lingkungan sekitar remaja, diantaranya
korban

perceraian

orang

tua,ketidak

harmonisan

antara

anggota

keluarga,dan sebagainya. Permasalahan emosional remaja yang terjadi
pada saat ini seharusnya tidak perlu terjadi seandainya pada diri remaja
telah mampu mengontrol emosi dan adanya perlakuan lingkungan yang
lebih ramah dan mendukung hal positif pada remaja yang diharapkan
mampu mencegah dan menekan kasus–kasus yang menyimpang yang
belakangan ini sering terjadi dikalangan remaja.
Sama halnya yang telah dijelaskan oleh Hall (Santrock, 2007 : 6)
bahwa masa remaja merupakan masa badai dan stress (storm and stress),
yaitu masa pergolakan yang penuh dengan konflik dan buaian suasana
hati. Perasaan, pikiran, tindakan mengenai kesombongan dan kerendahan
hati, kebaikan dan godaan, serta kegembiraan dan kesedihan.Oleh karena
itu masa remaja dapat dikatakan sebagai tahap perkembangan manusia
yang paling tidak stabil.

5

Pada kondisi yang tidak stabil kematangan emosi memungkinkan
berperan dalam kehidupan sehari-hari remaja agar terhindar dari berbagai
sikap negatif yang dapat membawa remaja itu sendiri kedalam kondisi
yang negatif . Kematangan emosi adalah kemampuan menerima hal-hal
negatif dari lingkungan tanpa membalasnya dengan sikap yang negatif,
melainkan dengan kebijakan (Martin, 2003: 24). Ditambahkan Yusuf
(2011: 114) yang mengungkapkan bahwa kematangan emosi merupakan
kemampuan individu untuk dapat bersikap toleran, merasa nyaman,
mempunyai kontrol diri sendiri, perasaan mau menerima dirinya dan orang
lain, selain itu mampu menyatakan emosinya secara konstruktif dan
kreatif. Emosi yang sudah matang mampu menerima dan selalu belajar
menerima kritikan, mampu menangguhkan respon-responnya, dan
cenderung memiliki aliran sosial untuk energi emosinya, misal bermain,
olahraga, melakukan hobi dan sebagainya.
Lis Binti Muawanah Dkk (2012: 11) juga menjelaskan beberapa
karakteristik individu yang telah matang emosinya yaitu adalah mampu
mempertahankan dorongan emosi, memahami emosi diri untuk diarahkan
kepada tindakan-tindakan positif, tidak menggantungkan diri kepada orang
lain, sadar dan bertanggung jawab menjalankan keputusan, menerima diri
secara fisik maupun psikis. Dari penjelasan karakteristik kematangan
emosi tersebut menjelaskan mengenai tanggung jawab. Karena pada
dasarnya remaja dituntut untuk dapat bertnggungn jawab atas dirinya.

6

Tanggung jawab erat hubungannya dengan kemandirian yang di tuntut
untuk dimiliki oleh remaja pada masa perkembangannya.
Selama masa remaja tuntunan terhadap kemandirian sangat besar,
dan jika tidak merespon secara tepat dapat menimbulkan dampak yang
tidak baik dan tidak terselesaikannya tugas perkembangan pada remaja.
Kondisi tersebut terjadi karena menjadi mandiri merupakan salah satu
tugas perkembangan pada masa remaja. Mandiri pada hal ini salah satunya
merupakan mandiri dalam belajar.Kemandirian belajar berpengaruh juga
terhadap meningkatnya prestasi akademik. Pekrun dkk (2002: 96) telah
mengkaji bagaimana pengaruh self regulated learning (kemandirian
belajar) terhadap emosi – emosi yang akhirnya dapat berpengaruh terhadap
meningkatnya prestasi akademik.
Kemandirian belajar merupakan salah satu aspek diantara kesulitan
belajar siswa.Dalam hal ini kemandirian belajar dapat menjadi faktor
penunjang tercapainya prestasi belajar yang bagus.Pada pencapaian
prestasi belajar yang bagus dalam prosesnya tidak semudah membalikkan
telapak tangan, dan kesulitan belajar yang tidak jarang dialami siswa dapat
menghambatnya. Menurut Tirtarahardja & Sulo (2005: 50), kemandirian
dalam belajar adalah aktivitas belajar yang berlangsung lebih didorong
oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri dan tanggung jawab sendiri dari
pembelajaran. Oleh karna itu kemandirian siswa diperlukan agar mereka
mempunyai tanggung jawab dalam mengatur dan mendisiplinkan dirinya
dan diperlukannya sikap kemauan sendiri dan pengembangan kemampuan

7

belajar yang dimiliki oleh setiap individu karena hal tersebut menunjukan
kedewasaan pada siswa.
Pada kenyataanya masih adanya siswa remaja yang masih
mengalami kesulitan dalam mencapai prestasinya di sekolah. Hasil
wawancara dengan guru BK di sekolah pada bulan Februari 2015, masih
ditemukan siswa yang mendapatkan hasil belajar yang kurang optimal
karena mengalami kesulitan dalam belajar. Gejala kesulitan belajar siswa
salah satunya pada aspek kemandirian belajar. Hal ini diperkuat dengan
hasil observasi yang dilakukan terhadap siswa. Berdasarkan hasil
observasi pengamatan yang dilakukan di SMK Perindustrian Yogyakarta
pada bulan Februari 2015 ditemukan gejala-gejala yang cenderung
menujukan ketidakmandirian pada siswa yaitu jika pergantian jam
pelajaran banyak siswa yang kurang menyiapkan materi pelajaran
selanjutnya justru jalan-jalan keluar kelas, tugas rumah yang harusnya
dikerjakan dirumah cenderung lebih suka mengerjakan di kelas dan
menyontek pekerjaan yang sudah dikerjakan oleh teman lainnya, dan
adanya kecemasan pada siswa pada saat ujian terlihat dari ketidaksiapan
mengikuti

ujian

mengakibatkan

siswa

cenderung

meminta

atau

menanyakan jawaban pada teman. Selain itu dari hasil wawancara yang
dilakukan dengan guru BK disekolah adanya siswa yang cenderung malas
belajar, merasa berat mengerjakan tugas, sulit dalam membagi waktu dan
sulit dalam memahami pelajaran.Hal tersebut dapat diinterpretasikan

8

secara menyeluruh bahwa siswa tersebut belum mencapai kemandirian
belajar karena masih adanya gejala ketidakmandirian belajar.
Penelitian-penelitian terdahulu mengenai kematangan emosi telah
banyak dilakukan antara lain Faradina (2010) yang meneliti mengenai
hubungan kematangan emosi dengan agresivitas remaja akhir laki-laki.
Remaja yang emosionalnya matang, mampu

mengurangi agresivitas

dengan teman sebaya. Kemudian ada juga peneliti yang meneliti mengenai
kematangan

emosi

yang

dimiliki

seseorang

dipengaruhi

oeleh

kencenderungan perilaku self injury (melukai diri) yang dilakukan oleh
M. Ilmi (2011). Penelitian kematangan emosi juga dilakukan oleh Annisa
Aulia (2014) dengan judul dinamika kematangan emosi remaja putri yang
orang tuanya bercerai.
Penelitian ini merupakan yang berbeda dari penelitian-penelitian
tersebut diatas karena menghubungkan variabel kematangan emosi dengan
variabel kemandirian belajar. Berdasarkan beberapa fenomena yang telah
dipaparkan di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti “Hubungan
Kematangan Emosi dengan Kemandirian Belajar Siswa Kelas XI SMK
Perindustrian Yogyakarta Tahun pelajaran 2014/2015”.
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian di atas maka masalah dapat diidentifikasi sebagai
berikut:
1. Kematangan emosi dan kemandirian belajar yang kurang akan
mempengaruhi tugas perkembangan.
9

2. Siswa kelas XI SMK Perindustrian Yogyakarta rentang konflik satu
dan lainnya.
3. Beberapa siswa SMK Perindustrian memiliki kecenderungan tidak
inisiatif dan bertanggung jawab dalam kegiatan pembelajaran yang
berdampak pada kelancaran kegiatan pembelajaran di sekolah
4. Belum diketahuinya seberapa jauh hubungan antara kematangan emosi
dengan kemandirian pada siswa.
C. Pembatasan Masalah
Dari uraian yang telah disampaikan maka peneliti bermaksud
memberikan batasan dalam penelitian ini yaitu tentang hubungan antara
kematangan emosi dengan kemandirian belajar pada siswa kelas XI SMK
Perindustrian Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam latar belakang, maka
rumusan masalah yang peneliti tetapkan yakni apakah terdapat hubungan
antara kematangan emosi dengan kemandirian belajar pada siswa kelas XI
di SMK Perindustrian Yogyakarta?.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang sudah peneliti tetapkan di atas,
tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan antara kematangan
emosi dengan kemandirian belajar pada siswa kelas XI SMK Perindustrian
Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015.
10

F. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi
pengembangan teori sikap, terutama kaitannya dengan layanan bidang
bimbingan dan konseling pribadi, serta bimbingan dan konseling
belajar yang akan menambah wawasan ilmu pengetahuan mengenai
pentingnya memiliki kematangan emosi guna mencapai kemandirian
belajar pada siswa.
2. Secara Praktis
a. Bagi siswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
dan menjadi masukan bahwa kematangan emosi dapat mempengaruhi kemandirian belajar. Setelah diketahuinya hal tesebut
diharapkan dapat mengembangkan kematangan emosi sehingga
mampu meningkatkan kemandirian belajar.Setelah mampu mengembangkan kemandirian belajar dan kematangan emosi dengan
baik siswa dapat mengoptimalkan potensi serta pengembangan
dirinya.
b. Bagi guru bimbingan konseling
Sebagai bahan informasi mengenai masalah-masalah dalam
kematangan emosi dan kemandirian belajar pada pada siswa kelas
XI SMK Perindustrian Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015 untuk
kemudian dapat ditindaklanjuti.Hal tersebut dapat dilakukan

11

sebagai salah satu upaya pengembangan potensi diri serta tugas
perkembangan melalui layanan dalam bidang bimbingan pribadi
dan konseling belajar dan pribadi pada siswa kelas XI SMK
Perindustrian Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015.
c. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh bukti
nyata dan wawasan mengenai seberapa jauh hubungan antara
kematangan emosi dan kemandirian belajar pada siswa kelas XI
SMK Perindustrian Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015. Selain
itu, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi acuan bagi peneliti
dalam memberikan layanan Bimbingan dan Konseling pada pada
siswa kelas XI SMK Perindustrian Yogyakarta Tahun Ajaran
2014/2015 atau untuk penelitian selanjutnya.

12

BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian Tentang Kematangan Emosi
1. Pengertian Kematangan Emosi
Hurlock (2003: 213) menjelaskan kematangan emosi adalah
individu mampu menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum
bereaksi secara emosional tidak bereaksi tanpa berpikir sebelumnya
seperti anak-anak atau individu yang tidak matang emosinya. Artinya
bahwa kematangan emosi merupakan suatu bentuk pencapaian
tindakan atas reaksi-reaksi yang stabil tidak berubah-ubah dan tidak
meledakan emosinya dengan mengabaikan banyak rangsangan yang
tadinya dapat menimbulkan ledakan emosi. Pada akhirnya remaja
yang emosinya matang memberikan reaksi emosional yang stabil,
tidak berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati ke suasana hati
yang lain.
Berbeda dengan Hurlock, Albin (dalam Lis Binti, 2012: 7)
menjelaskan mengenai kematangan emosi sebagai kemampuan dalam
mengekspresikan emosi secara tepat dan wajar dengan pengendalian
diri, memiliki kemandirian, memiliki konsekuensi diri, serta memiliki
penerimaan diri yang tinggi. Dari kedua pendapat tersebut memiliki
sudut pandang yang berbeda karena Albin lebih menekankan pada
kemampuan apa saja dalam mengekspresikan emosi secara tepat yang

13

antara lain pengendalian diri, kemandirian, konsekuensi diri, dan
penerimaan diri yang tinggi.
Covey

(dalam

Ika,

2011:

4)

mengemukakan

bahwa

kematangan emosi adalah kemampuan untuk mengekspresikan
perasaan yang ada dalam diri secara yakin dan berani, yang diimbangi
dengan pertimbangan-pertimbangan akan perasaan dan keyakinan
akan individu lain.Pertimbangan-pertimbangan tersebut yang biasanya
mendukung

perilaku

dalam

mengekspresikan

perasaan

dan

pengembanghan sikap positif dalam berhubungan dengan individu
lain dalam suatu lingkungan. Pendapat tersebut didukung oleh
pendapat Syamsu Yusuf (2011: 114) mengungkapan kematangan
emosi merupakan kemampuan individu untuk dapat bersikap toleran,
merasa nyaman, mempunyai kontrol diri sendiri, perasaan mau
menerima dirinya dan orang lain, selain itu mampu menyatakan
emosinya secara konstruktif dan kreatif. Beberapa pendapat yang
dijelaskan mengenai kematangan emosi adalah individu yang mampu
memahami situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi
secara emosional.
Hurlock (2003: 213) menjelaskan bahwa laki-laki dan
perempuan dikatakan sudah mencapai kematangan emosi bila tidak
lagi “meledakan” emosinya di hadapan orang lain melainkan
menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan
emosinya dengan cara yang lebih baik pula. Anderson (dalam Alfon,

14

2014) mengatakan bahwa seseorang yang matang secara emosional
sanggup mengendalikan perasaan dan tidak dapat dikuasai perasaan
dalam mengerjakan sesuatu atau berhadapan dengan orang lain, tidak
mementingkan diri sendiri tetapi mempertimbangkan perasaan orang
lain. Hurlock (2003: 213) juga menjelaskan dalam mencapai
kematangan emosi, remaja harus belajar memperoleh gambaran
tentang situasi-situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional.
Adapun cara yang dilakukan dalam menyalurkan emosinya adalah
latihan fisik yang berat, bermain atau bekerja, tertawa atau menangis
dengan demikian cara-cara ini dapat menyalurkan gejolak emosi yang
timbul karena usaha pengendalian ungkapan emosi.
Terlebih keadaan emosi yang dialami oleh remaja. Masa
remaja dianggap masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai
akibat perubahan fisik dan kelenjar. Sebagian besar remaja mengalami
ketidakstabilan emosi, meskipun demikian perubahan emosi yang
dialami remaja pada umumnya mengalami perubahan perbaikan
perilaku emosionalnya dari tahun ke tahun yang menunjukan
kematangan pada emosionalnya.
Berdasarkan pendapat yang telah dijelaskan tersebut peneliti
mengambil kesimpulan yang dirujuk dari pendapat Hurlock bahwa
kematangan emosi suatu bentuk pencapaian tindakan atas reaksireaksi yang stabil tidak berubah-ubah dan tidak meledakan emosinya
dengan mengabaikan banyak rangsangan yang tadinya dapat

15

menimbulkan ledakan emosi. Akhirnya remaja yang emosinya matang
memberikan reaksi emosional yang stabil, tidak berubah-ubah dari
satu emosi atau suasana hati ke suasana hati yang lain.
Individu yang dapat mencapai kematangan emosi yang baik
dapat mengendalikan emosinya secara baik dan tidak mementingkan
perasaan diri sendiri melainkan mempertimbangkan perasaan orang
lain. Kematangan emosi dapat dicapai dengan berbagai faktor.Faktorfaktor tersebut memiliki peranan penting dalam mencapai kematangan
emosi pada setiap individu.
2. Faktor yang Mempengaruhi Kematangan Emosi
Budi Astuti (2005) menjelaskan terdapat 5 (lima) faktor yang
dapat mempengaruhi perkembangan

kematangan

emosi

pada

individu, antara lain:
a. Pola asuh orang tua
Keluarga merupakan lembaga pertama dan utama dalam
kehidupan anak, tempat belajar dan menyatakan dirinya sebagai
makhluk sosial, karena keluarga merupakan kelompok sosial yang
pertama tempat anak dapat berinteraksi. Dari pengalaman
berinteraksi dalam keluarga ini akan menentukan pula pola perilaku
anak.
b. Pengalaman traumatik
Kejadian-kejadian traumatis masa lalu dapat mempengaruhi
perkembangan emosi seseorang. Kejadian-kejadian traumatis dapat

16

bersumber dari lingkungan keluarga ataupun lingkungan di luar
keluarga.
c. Temperamen
Temperamen dapat didefinisikan sebagai suasana hati yang
mencirikan kehidupan emosional seseorang.Pada tahap tertentu
masing-masing individu memiliki kisaran emosi sendiri-sendiri,
dimana temperamen merupakan bawaan sejak lahir dan merupakan
bagian dari genetik yang mempunyai kekuatan hebat dalam rentang
kehidupan manusia.
d. Jenis kelamin
Perbedaan jenis kelamin memiliki pengaruh yang berkaitan dengan
adanya perbedaan hormonal antara laki-laki dan perempuan, peran
jenis maupun tuntutan sosial yang berpengaruh terhadap adanya
perbedaan karakteristik emosi diantara keduanya.
e. Usia
Perkembangan kematangan emosi yang dimiliki seseorang sejalan
dengan pertambahan usia, hal ini dikarenakan kematangan emosi
dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan dan kematangan fisiologis
seseorang.
Young (dalam Maryati dkk, 2007) juga mengungkapkan
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kematangan emosi
seseorang yaitu:

17

a. Faktor Lingkungan
Lingkungan tempat individu tinggal termasuk di dalamnya adalah
lingkungan keluarga dan lingkungan sosial masyarakat. Dalam
lingkungan yang mendukung perilaku yang positif maka seseorang
akan menjadi pribadi yang baik dan santun. Selain itu lingkungan
yang mendukung perilaku positif dapat berpengaruh dalam prestasi
akademik, dengan adanya dukungan oleh lingkungan yang baik
akan mempengaruhi prestasi dalam akademik.
b. Faktor Individu
Adanya persepsi pada setiap individu dalam mengartikan suatu hal
juga dapat menimbulkan gejolak emosi pada dirinya. Meliputi,
kepribadian yang dimiliki setiap orang. Pada individu yang matang
emosinya dapat memposisikan dirinya dengan baik, ketika sedang
dilanda masalah atau memiliki perasaan marah tidak mudah
melampiaskan kemarahannya dengan sembarangan akan tetapi
meredam dan berbuat positif sehingga apa yang dilakukan tidak
merugikan dirinya dan orang lain.
c. Faktor Pengalaman.
Pengalaman yang diperoleh individu selama hidupnya akan
mempengaruhi kematangan emosi yang dimiliki.

18

Abu Bakar Baradja (dalam Dini, 2011: 4) menjelaskan bahwa
terjadinya kematangan emosi juga sangat dipengaruhi oleh kondisi
individu tersebut, antara lain :
a. Faktor Fisiologis, yaitu pada perkembangan kelenjar endokrin yang
akan mematangkan perilaku emosi individu. Pada masa bayi
produksi kelenjar endokrin sangat kurang dan akan berkembang
sesuai dengan bertambahnya usia, begitu juga dengan kelenjar
adrenalin yang memainkan peranan penting pada emosi. Pada
awalnya kelenjar adrenalin mengecil, kemudian membesar dan
sampai pada taraf kestabilan di usia 16 tahun.
b. Faktor Psikologis, yaitu perkembangan pengertian individu akan
lebih menjelaskan proses munculnya emosi itu sendiri. Dengan
individu mampu memperhatikan, mengerti satu rangsangan dalam
waktu yang lebih lama, kemudian memutuskan untuk bereaksi
terhadap rangsangan tersebut, dengan menyenangkan atau tidak
menyenangkan. Rangsangan yang menyenangkan akan diterima
dengan reaksi gembira dan tertawa, sedangkan rangsangan yang
tidak menyenangkan akan diterima individu dengan reaksi yang
takut dan malu. Bertambah matangnya usia dan perkembangan,
membuat individu lebih reaktif terhadap rangsangan yang ada.
Berdasarkan pendapat yang telah dijelaskan sebelumnya maka
peneliti

mengambil

kesimpulan

menurut

Budi

Astuti

yang

menjelaskan beberapa faktor yang dapat memepengaruhi kematangan

19

emosi yang meliputi a) pola asuh orang tua, b) pengalaman traumatik,
c) temperamen, d) jenis kelamin, e) usia.
Berbagai faktor dalam kematangan emosi membutuhkan
beberapa aspek. Aspek-aspek dalam kematangan emosi tersebut yang
akan mempengaruhi kematangan emosi pada setiap individu.
3. Aspek-aspek Kematangan Emosi
Muray (dalam Budi Astuti, 2011: 3) terdapat beberapa aspek
penting dalam kematangan emosi, yaitu:
a. Pemberian dan penerimaan cinta, yaitu mampu menerima
mengekspresikan cintanya sebagaimana remaja yang dapat
menerima cinta dan kasih sayang dari orang-orang yang
mencintainya.
b. Pengendalian emosi, yaitu individu yang matang secara emosi
dapat menggunakan amarahnya sebagai sumber energi untuk
meningkatkan usahanya dalam mencari solusi.
c. Toleransi terhadap frustasi, yaitu ketika hal yang diinginkan tidak
berjalan sesuai dengan keinginan, individu yang matang secara
emosi

mempertimbangkan

untuk

menggunakan

cara

atau

pendekatan lain.
d. Kemampuan mengatasi ketegangan yaitu pemahaman yang baik
akan kehidupan menjadikan individu yang matang secara emosi
yakni akan kemampuannya untuk memperoleh apa yang
diinginkanya sehingga remaja dapat mengatasi ketegangan.
20

Dijelaskan kembali oleh Katkosvsky dan Gorlow (dalam M
Ilmi, 2011: 23), mengemukakan 6 (enam) aspek-aspek kematangan
emosi, yaitu:
a. Kemandirian
Mampu memutuskan apa yang dikehendaki dan bertanggung jawab
terhadap keputusan yang diambilnya.
b. Kemampuan menerima kenyataan
Mampu menerima kenyataan bahwa dirinya tidak selalu sama
dengan orang lain, mempunyai kesempatan, kemampuan, serta
tingkat intelegensi yang berbeda dengan orang lain.
c. Kemampuan beradaptasi
Orang yang matang emosinya mampu beradaptasi dan mampu
menerima beragam karakteristik orang serta mampu menghadapi
situasi apapun.
d. Kemampuan merespon dengan tepat
Individu yang matang emosinya memiliki kepekaan untuk
merespon terhadap kebutuhan emosi orang lain, baik yang
diekspresikan.

21

e. Kemampuan berempati
Mampu berempati adalah kemampuan untuk menempatkan diri
pada posisi orang lain dan memahami apa yang mereka pikirkan
atau rasakan.
f. Kemampuan menguasai amarah
Individu yang matang emosinya dapat mengetahui hal-hal apa saja
yang dapat membuatnya marah, maka ia dapat mengendalikan
perasaan marahnya.
Berdasarkan pendapat yang telah dijelaskan sebelumnya maka
terdapat beberapa aspek yang terkandung dalam kematangan emosi
yang dirujuk peneliti menurut Katkosvy dan Gorlow yaitu
kemandirian,

kemampuan

menerima

kenyataan,

kemampuan

beradaptasi, kemampuan merespon dengan tepat, kemampuan
berempati, dan kemampuan merasa aman.
Kematangan emosi merupakan salah satu bagian penting bagi
remaja dalam proses perkembangannya. Karakteristik kematangan
emosi itu yang menunjukan apakah remaja tersebut mencapai kematangan emosi yang baik, dengan demikian remaja dapat dengan
optimal mencapai tugas perkembangannya.
4. Karakteristik Kematangan Emosi
Murray (dalam Dini, 2011: 4 ) mengemukakan karakteristik
kematangan emosi pada individu yaitu memiliki kemampuan untuk
memberi

dan

menerima

cinta,
22

memiliki

kemampuan

untuk

menghadapi kenyataan, mementingkan memberi daripada menerima,
memiliki penilaian yang objektif, memiliki kemampuan untuk belajar
dari pengalaman, memiliki kemampuan untuk menerima frustrasi,
memiliki kemampuan untuk menangani bentuk-bentuk permusuhan
dan relatif bebas dari gejala ketegangan.
Bimo Walgito (2004: 45) juga memaparkan beberapa
karakteristik kematangan emosi remaja, yaitu:
a. Dapat menerima keadaan dirinya maupun keadaan orang lain
seperti apa adanya sesuai dengan keadaan objektif hal ini di
sebabkan karena seseorang yang lebih matang emosinya daoat
berpikir secara lebih baik, dapat berpikir secara objektif.
b. Tidak bersifat implusif, akan merespon stimulus dengan cara
berpikir baik, dapat mengatur pikiranya untuk memberikan
tanggapan terhadap stimulus yang mengenainya.
c. Dapat mengontrol emosinya dengan baik sehinhgga dapat
mengatur kapan kemarahan itu dapat dimenestasikan.
d. Bersifat sabar, pengertian dan pada umumnya cukup mempunyai
toleransi yang baik.
e. Mempunyai tanggung jawab yang baik, dapat berdiri sendiri, tidak
mudah mengalami frustasi dan akan menghadapi masalah dengan
penuh pengertian.
Lebih lanjut Lis Binti Muawanah (2012: 11) juga menjelaskan
beberapa karakteristik individu yang telah matang emosinya yaitu

23

adalah mampu mempertahankan dorongan emosi, memahami emosi
diri untuk diarahkan kepada tindakan-tindakan positif, tidak
menggantungkan diri kepada orang lain, sadar dan bertanggung jawab
menjalankan keputusan, menerima diri secara fisik maupun psikis.
Berdasarkan pendapat yang telah dijelaskan sebelumnya
peneliti menyimpulkan berdasarkan pendapat Lies Binti Muawanah
terdapat beberapa karakteristik kematangan emosi yang meliputi
mempertahankan dorongan emosi, memahami emosi diri untuk
diarahkan kepada tindakan-tindakan positif, tidak menggantungkan
diri kepada orang lain, sadar dan bertanggung jawab menjalankan
keputusan, menerima diri secara fisik maupun psikis, dan mampu
untuk belajar dari pengalaman.
5. Cara Mengungkap Kematangan Emosi
Kematangan emosi dapat diungkap dengan kuesioner salah
satunya menggunakan skala kematangan emosi dengan empat
alternatif pilihan jawaban dari setiap item pernyataan-pernyataan yang
diajukan serta dipisahkan menjadi pernyataan favourable dan
unfavourable.
Peneliti akan mengukur bagaimana individu dalam mencapai
kematangan emosinya dengan menggunakan beberapa aspek yang ada
didalam kematangan emosi dijelaskan oleh Katkosvsky dan Gorlow
(dalam M Ilmi, 2011: 23), mengemukakan 6 (enam) aspek-aspek
kematangan emosi, yaitu: kemandirian, kemampuan menerima
24

kenyataan, kemampuan beradaptasi, kemampuan merespon dengan
tepat, kemampuan berempat, kemampuan menguasai amarah
B. Kajian Tentang Kemandirian Belajar
A. Pengertian Kemandirian Belajar
Haris Mujiman (dalam Pratistya dan Abdullah, 2012: 54) kemandirian belajar dapat diartikan sebagai sifat serta kemampuan yang
dimiliki siswa untuk menguasai sesuatu kompetensi yang dimiliki.
Abu Ahmadi (2004: 31) menjelaskan bahwa kemandirian belajar
adalah sebagai belajar mandiri, tidak menggantungkan diri pada orang
lain. Hal ini menunjukan bahwa siswa dituntut untuk memiliki
inisiatif, keaktifan, dan keterlibatan dalam proses pemeblajaran yang
bertujuan dalam meningkatkan prestasi belajar.
Pendapat lainya diungkapkan oleh Tirtaraharja dan Sulo
(2005: 50) yang menjelaskan kemandirian dalam belajar adalah
aktivitas belajar yang berlangsungnya lebih didorong oleh kemauan
sendiri, pilihan sendiri dan tanggung jawab sendiri dari pembelajaran.
Selanjutnya Herman Holsten (dalam Sri Khumayatun, 2008: 11)
kemandirian belajar merupakan sikap mandiri dan inisiatifnya sendiri
mendesak jauh ke belakang setiap pengendalian asing. Berdasarkan
beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan yang dirujuk dari
pendapat Tirtarahaja dan Sulo bahwa kemandirian belajar merupakan
aktivitas belajar yang berlangsungnya lebih didorong oleh kemauan
sendiri, pilihan sendiri dan tanggung jawab sendiri dari pembelajaran
25

yang dimana siswa dituntut untuk memiliki inisiatif, keaktifan, dan
keterlibatan dalam proses pembelajaran yang bertujuan dalam
meningkatkan prestasi belajar.
Individu yang mencapai kemandirian belajar yang tinggi tidak
tergantung dengan orang lain dalam melakukan aktivitas belajarnya.
Pencapaian kemandirian belajar dibutuhkan beberapa faktor yang
berperan penting dalam pencapaian kemandirian belajar.
B. Faktor Kemandirian Belajar
Kemandirian belajar terjadi terhadap individu yang sedang
berkembang, pada fase perkembangan ini diharapkan individu dapat
menyelesaikan tugas-tugas perkembangan secara baik dan optimal.
Ali dan Asrori (2009: 118) menjelaskan ada 4 (empat) faktor yang
mempengaruhi kemandirian belajar antara lain:
a. Gen atau keturunan orang tua
Gen atau keturunan orang tua pasti akan melekat pada setiap
individu yang terlahir ke muka bumi ini, yang kemudian akan turut
serta mempengaruhi perkembangan individu. Orang tua yang
memiliki kemandirian tinggi sering kali menurunkan kepada
anaknya meskipun tidak secara keseluruhan dapat diturunkan.
b. Pola asuh orang tua
Keluarga merupakan tempat pertama kalinya individu tersebut
memperoleh pengasuhan. Pola asuh yang diberikan oleh orang tua
terhadap

anaknya

akan
26

mempengaruhi

perkembangan

kemandiriannya. Salah stau contohnya apabila anak diberikan
kepercayaan untuk melakukan sesuatu dengan kekuatan sendiri
akan membentuk sikap kemandirian yang tinggi begitu juga
sebaliknya apabila anak dilarang untuk berbuat sesuatu dan selalu
diberikan bantuan tanpa ada usaha dari anak itu sendiri maka anak
tersebut akan selalu bergantung dan perkembangan kemandirianya
akan terhambat.
c. Sistem pendidikan sekolah
Sekolah sebagai tempat individu memperoleh pendidikan secara
formal. Sistem pendidikan yang mendukung dan mengajarkan
kemandirian dalam proses belajar mengajarnya sangat membantu
individu dalam mengembangkan kemandirian yang dimiliki
d. Sistem pendidikan di maysarakat
Masyarakat juga berperan dalam pengembangan kemandirian
belajar, dimana masayarakat sebagai lingkungan lain selain rumah
dan sekolah. Didalam masyarakat juga terdapat banyak aktivitas
yang dapat melibatkan individu.
Hal di atas selaras dengan pendapat Eviana (dalam Budi
Astuti,

2013)

yang

menambahkan

mengenai

faktor-faktor

kemandirian belajar siswa, antara lain; a) pola asuh orang tua, orang
tua berperan dalam mengasuh, membimbing, dan membantu
mengarahkan anak menjadi mandiri. Keluarga merupakan pilar utama
dan pertama dalam membentuk anak menjadi pribadi yang mandiri, b)

27

umur, semakin bertambah umur seseorang, perilaku mandiri akan
terus berkembang dan perilaku ketergantungan akan berkurang, c)
pendidikan, sekolah berperan memberikan kesempatan anak untuk
bersikap mandiri melalui upaya mendidik, membimbing dan melatih,
d) dukungan sosial, fungsi dukungan penghargaan dan motivasi
seperti harga diri dan kepercayaan diri merupakan komponen
kemandirian.
Berdasarkan pendapat yang sudah dijelaskan diatas, dapat
disederhanakan yang dirujuk dari pendapat Ali dan Asrori bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar antara lain: a)
pola