Studi Deskriptif Mengenai Explanatory Style Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2008 Universitas "X" Bandung Dengan IPK Tinggi dan Rendah.

(1)

iii Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan untuk memperoleh gambaran mengenai derajat explanatory style pada mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2008 Universitas “X” Bandung dengan IPK tinggi dan rendah. Populasi penelitian terdiri dari 70 mahasiswa IPK tinggi dan 27 mahasiswa IPK rendah. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi deskriptif dengan teknik survei.

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini merupakan modifikasi dari Attributional Style Questionnaire (ASQ) yang dikembangkan oleh Martin E.P. Seligman. Alat ukur terdiri dari 48 item.

Berdasarkan perhitungan validitas dengan menggunakan uji Chi-Square, diperoleh 48 item valid dengan hasil validitas berkisar antara 0,311-0,591. Berdasarkan perhitungan reliabilitas dengan menggunakan Rank Spearman, diperoleh hasil reliabilitas 0,741. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan perhitungan persentase.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa sebanyak 72,86% mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2008 Universitas “X” Bandung dengan IPK tinggi memiliki explanatory style optimistis. Selain itu, juga diperoleh hasil bahwa sebanyak 77,78% mahasiswa dengan IPK rendah memiliki explanatory style pesimistis.

Kesimpulan yang diperoleh yaitu mahasiswa IPK tinggi yang memiliki explanatory style optimistis menjelaskan kepada diri mereka sendiri bahwa penyebab peristiwa buruk bersifat temporer, spesifik, dan eksternal sementara penyebab peristiwa baik bersifat permanen, universal, dan internal. Kesimpulan lain yaitu mahasiswa IPK rendah yang memiliki explanatory style pesimistis menjelaskan kepada diri mereka sendiri bahwa penyebab peristiwa buruk bersifat permanen, universal, dan internal sementara penyebab peristiwa baik bersifat temporer, spesifik, dan eksternal.

Peneliti mengajukan saran agar dilakukan bimbingan dan pelatihan pada mahasiswa supaya dapat mempertahankan dan mengembangkan optimisme. Untuk penelitian lebih lanjut, peneliti menyarankan untuk dilakukan penelitian mengenai sejauh mana kontribusi faktor-faktor yang mempengaruhi explanatory style terhadap explanatory style.


(2)

vii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

Lembar Judul Lembar Pengesahan

Abstrak ...iii

Kata Pengantar ...iv

Daftar Isi ...vii

Daftar Tabel ...x

Daftar Bagan ...xi

Daftar Lampiran ...xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ...1

1.2 Identifikasi Masalah ...9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ...10

1.3.1 Maksud Penelitian ...10

1.3.2 Tujuan Penelitian ...10

1.4 Kegunaan Penelitian ...10

1.4.1 Kegunaan Teoretis ...10

1.4.2 Kegunaan Praktis ...11

1.5 Kerangka Pemikiran ...11


(3)

viii BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Explanatory Style ...20

2.1.1 Dua Cara Dalam Memandang Kehidupan ...20

2.1.2 Pengertian Explanatory Style ...22

2.1.3 Dimensi Explanatory Style ...24

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Explanatory Style ...27

2.2 Masa Dewasa Awal ………...……30

2.2.1 Perkembangan Fisik ……….30

2.2.2 Perkembangan Kognitif ………....……31

2.3 Prestasi Belajar ………..32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ...33

3.2 Bagan Rancangan Penelitian ...33

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ...34

3.3.1 Variabel Penelitian ...34

3.3.2 Definisi Operasional ...34

3.4 Alat Ukur ...35

3.4.1 Alat Ukur Explanatory Style ...35

3.4.2 Data Pribadi dan Data Penunjang ...38

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ...39

3.4.3.1 Validitas Alat Ukur ...39


(4)

ix Universitas Kristen Maranatha

3.5 Populasi dan Karakteristik Populasi ...41

3.5.1 Populasi Sasaran ...41

3.5.2 Karakteristik Populasi ...41

3.6 Teknik Analisis Data ...41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ...43

4.1.1 Gambaran Responden ...43

4.1.2 Hasil Pengolahan Data ...43

4.2 Pembahasan ...48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ...56

5.2 Saran ...57

5.2.1 Saran Untuk Penelitian Lanjutan ...57

5.2.2 Saran Guna Laksana ...57

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RUJUKAN LAMPIRAN


(5)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Alat Ukur Tabel 3.2 Skor Jawaban Tabel 3.3 Kriteria Skor

Tabel 4.1 Frekuensi Responden IPK Tinggi dan IPK Rendah Tabel 4.2 Derajat Explanatory Style Pada Responden IPK Tinggi Tabel 4.3 Derajat Explanatory Style Pada Responden IPK Rendah

Tabel 4.4 Dimensi-dimensi Explanatory Style (Peristiwa Buruk) Pada Responden IPK Tinggi

Tabel 4.5 Dimensi-dimensi Explanatory Style (Peristiwa Baik) Pada Responden IPK Tinggi

Tabel 4.6 Dimensi-dimensi Explanatory Style (Peristiwa Buruk) Pada Responden IPK Rendah

Tabel 4.7 Dimensi-dimensi Explanatory Style (Peristiwa Baik) Pada Responden IPK Rendah


(6)

xi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran


(7)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Lampiran B Kuesioner Explanatory Style

Lampiran C Data Pribadi dan Data Penunjang

Lampiran D Skor dan Derajat Explanatory Style Responden


(8)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, pendidikan telah menjadi suatu kebutuhan dan dianggap penting. Melalui pendidikan, individu dapat belajar mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki agar dapat berguna bagi diri sendiri, masyarakat, serta bangsa dan negara. Melihat pentingnya peran pendidikan, pemerintah Indonesia pun turut mengatur sistem pendidikan nasional seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003. Bab II pasal 3 dalam Undang-Undang tersebut berbunyi : “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (www.inherent-dikti.net).

Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa tersebut, banyak didirikan sekolah-sekolah yang menawarkan pendidikan formal. Pendidikan formal merupakan jalur pendidikan terstruktur dan berjenjang,


(9)

2

Universitas Kristen Maranatha

yang terdiri atas pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (id.wikipedia.org).

Dalam keseluruhan proses pengajaran dan pendidikan formal, terjadi proses pembelajaran yang melibatkan interaksi antara pendidik dan anak didik. Selama proses pembelajaran tersebut, anak didik dituntut untuk dapat menunjukkan prestasi belajar. Dari prestasi belajar tersebut, dapat diketahui sejauh mana anak didik menguasai suatu materi tertentu yang telah disampaikan. Prestasi belajar itu sendiri merupakan hal yang penting bagi anak didik sebagai wujud nyata dari kemampuan belajar mereka. Hal ini juga berlaku bagi mahasiswa yang merupakan individu yang nantinya akan memasuki dunia kerja. Untuk memasuki dunia kerja, salah satu persyaratan awal yang diminta adalah prestasi belajar yang memadai, dalam hal ini yaitu IPK (Indeks Prestasi Kumulatif).

Pada mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2008 Universitas “X” Bandung baik yang memiliki IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) tinggi maupun rendah, nantinya mereka diharapkan dapat membantu individu-individu lain dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dengan menggunakan bekal ilmu-ilmu psikologi yang diberikan selama perkuliahan. Peran mahasiswa psikologi tersebut sejalan dengan pendapat Prof. Dr. Irmawati, Psikolog, seorang Guru Besar Psikologi, yang mengemukakan bahwa para pakar psikologi yaitu ilmuwan psikologi dan psikolog berperan untuk ikut menentukan keberhasilan manusia dalam mengatasi hambatan-hambatan perkembangan diri. Masih menurut Prof.


(10)

3

Universitas Kristen Maranatha

Dr. Irmawati, Psikolog, para pakar psikologi diharapkan dapat mengatasi berbagai fenomena psikologis manusia (usupress.usu.ac.id).

Dalam menjalankan peran sebagai mahasiswa psikologi yang dipersiapkan nantinya untuk membantu individu-individu lain mengatasi permasalahan psikologis, mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2008 Universitas “X” Bandung perlu memiliki suatu cara atau kebiasaan berpikir yang positif terhadap berbagai peristiwa di kehidupan baik peristiwa buruk maupun peristiwa baik. Dengan memiliki cara atau kebiasaan berpikir yang positif terhadap berbagai peristiwa kehidupan, mahasiswa psikologi dapat memberikan masukan-masukan yang positif juga dalam membantu individu-individu lain menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Cara berpikir terhadap berbagai peristiwa kehidupan tersebut disebut sebagai explanatory style.

Explanatory style merupakan cara yang biasanya digunakan individu untuk menjelaskan kepada diri sendiri mengenai mengapa suatu peristiwa terjadi padanya (Seligman, 1990: 15). Explanatory style yang dimiliki oleh individu dapat terbagi menjadi tiga derajat, yaitu optimistis,

average, dan pesimistis. Masih menurut Martin E.P. Seligman, individu yang memiliki explanatory style pada derajat optimistis akan menjelaskan kepada diri mereka sendiri bahwa penyebab peristiwa-peristiwa buruk yang mereka alami bersifat temporer, spesifik, dan eksternal sementara penyebab peristiwa-peristiwa baik yang mereka alami bersifat permanen, universal, dan internal. Sebaliknya pada individu yang memiliki


(11)

4

Universitas Kristen Maranatha explanatory style pesimistis, individu tersebut akan memberikan penjelasan kepada diri mereka sendiri mengenai penyebab peristiwa-peristiwa kehidupan dalam cara yang berbeda dengan individu yang memiliki explanatory style optimistis. Pada individu yang memiliki

explanatory style pesimistis, individu tersebut akan menjelaskan kepada diri mereka sendiri bahwa penyebab peristiwa-peristiwa buruk yang terjadi bersifat permanen, universal, dan internal sementara penyebab peristiwa-peristiwa baik yang mereka alami bersifat temporer, spesifik, dan eksternal.

Cara atau kebiasaan berpikir seperti telah dijelaskan di atas telah diteliti dalam ratusan penelitian sebagaimana yang dituliskan oleh Martin E.P. Seligman (1990) dalam bukunya. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan tersebut menunjukkan bahwa individu-individu yang lebih mudah menyerah dan mengalami depresi memperlihatkan bahwa mereka memiliki explanatory style pesimistis; sementara itu individu-individu yang berprestasi lebih baik di dunia pendidikan maupun dunia kerja serta lebih sehat secara fisik memperlihatkan bahwa mereka memiliki

explanatory style optimistis. Senada dengan penelitian-penelitian tersebut, seorang ahli di bidang pengembangan diri, Darmadi Darmawangsa M.Sc., C.Eng, juga mengungkapkan fakta penting terkait dengan explanatory style yaitu bahwa cara seseorang berbicara dengan dirinya sendiri berpengaruh terhadap apa yang orang tersebut rasakan sehingga berbicara


(12)

5

Universitas Kristen Maranatha

secara positif terhadap diri sendiri merupakan suatu hal yang penting (fighttiger.net).

Martin E.P. Seligman bersama Susan Nolen-Hoeksema, seorang mahasiswa yang juga tertarik meneliti mengenai explanatory style dalam dunia pendidikan, melakukan studi longitudinal terhadap siswa-siswa di suatu sekolah dekat Princeton, New Jersey selama lima tahun sejak tahun 1985. Sampel penelitian berukuran 400 siswa. Dari studi longitudinal yang dilakukan tersebut, diketahui bahwa siswa-siswa yang memperoleh nilai-nilai tinggi selama sekolah menunjukkan bahwa mereka memiliki

explanatory style optimistis sementara siswa-siswa yang memperoleh nilai-nilai rendah selama sekolah menunjukkan bahwa mereka memiliki

explanatory style pesimistis.

Seorang mahasiswi Universitas Montana State, yaitu Leann Alicia Fox, menggunakan teori Seligman dalam mengerjakan tesisnya pada tahun 2006 untuk memperoleh gelar Master of Science. Dalam penelitian yang telah dilakukan terhadap 57 orang mahasiswa di Universitas tersebut, diketahui bahwa mahasiswa yang memiliki Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) tinggi cenderung menunjukkan explanatory style optimistis sementara mahasiswa yang memiliki Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) rendah cenderung menunjukkan explanatory style pesimistis (etd.lib.montana.edu). Penelitian lain yang juga didasari oleh teori Seligman dilakukan oleh Wanda Boyer pada tahun 2006 terhadap mahasiswa-mahasiswa calon guru. Dari penelitian tersebut diketahui


(13)

6

Universitas Kristen Maranatha

bahwa mahasiswa-mahasiswa dengan prestasi akademik tinggi belum tentu memiliki explanatory style optimistis (findarticles.com).

Mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2008 Universitas “X” Bandung pasti memiliki IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) beragam yang secara garis besar pada penelitian ini akan dikelompokkan menjadi tinggi (≥2,76) dan rendah (<2,00). Berdasarkan pada hasil penelitian sebagaimana telah dikutip sebelumnya, secara umum dikonsepkan bahwa mahasiswa yang berprestasi cenderung menunjukkan explanatory style

optimistis sedangkan mahasiswa yang kurang berprestasi cenderung menunjukkan explanatory style pesimistis. Akan tetapi, tidak tertutup kemungkinan seorang mahasiswa yang berprestasi menunjukkan

explanatory style pesimistis ataupun sebaliknya mahasiswa yang kurang berprestasi menunjukkan explanatory style optimistis. Ini didukung oleh hasil survei awal yang telah dilakukan terhadap 30 orang mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2008 Universitas “X” Bandung dengan perincian 15 orang ber-IPK tinggi (≥2,76) dan 15 orang ber-IPK rendah (<2,00).

Data yang diperoleh dari survei awal melalui wawancara mengenai peristiwa-peristiwa buruk yang dialami oleh mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2008 Universitas “X” Bandung yaitu antara lain memperoleh nilai rendah dalam kuis ataupun ujian, mengalami penurunan nilai ataupun IPK, memperoleh nilai kurang memuaskan dalam tugas perkuliahan, mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas perkuliahan atau soal-soal


(14)

7

Universitas Kristen Maranatha

ujian, mendapat teguran dari dosen atas hasil tugas yang kurang memuaskan, terlambat dalam mengumpulkan tugas perkuliahan, mengalami kesulitan dalam memahami materi perkuliahan, dan lain-lain. Peristiwa-peristiwa baik yang dialami oleh mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2008 Universitas “X” Bandung antara lain memperoleh nilai tinggi dalam kuis ataupun ujian, mengalami kenaikan IPK ataupun nilai, memperoleh nilai memuaskan dalam tugas perkuliahan, menyelesaikan tugas perkuliahan atau soal-soal ujian tanpa kesulitan, mendapat pujian dari dosen atas hasil tugas yang memuaskan, tepat waktu dalam menyelesaikan tugas perkuliahan, dapat memahami materi perkuliahan, dan lain-lain.

Dalam menghadapi peristiwa-peristiwa buruk seperti telah disebutkan di atas, pada mahasiswa ber-IPK tinggi, sebanyak 6 mahasiswa (40%) menjelaskan bahwa penyebab peristiwa buruk (misalnya nilai ujian rendah) yang mereka alami bersifat temporer misalnya dikarenakan mereka sedang tidak bersemangat belajar menjelang ujian, sebanyak 9 mahasiswa (60%) menjelaskan penyebabnya bersifat spesifik misalnya dikarenakan mereka malas mempelajari mata kuliah tertentu, serta sebanyak 11 mahasiswa (73,33%) menjelaskan penyebabnya bersifat eksternal misalnya dikarenakan waktu untuk mengerjakan soal kurang bila dibandingkan jumlah soal. Sedangkan 9 mahasiswa (60%) menjelaskan bahwa penyebab peristiwa buruk tersebut bersifat permanen, 6 mahasiswa


(15)

8

Universitas Kristen Maranatha

(40%) menjelaskan penyebabnya bersifat universal, dan 4 mahasiswa (26,67%) menjelaskan penyebabnya bersifat internal.

Sementara ketika menghadapi peristiwa-peristiwa baik, pada mahasiswa ber-IPK tinggi, sebanyak 5 mahasiswa (33,33%) menjelaskan bahwa penyebab peristiwa baik (misalnya dianggap paham dan diminta teman memberikan tutor suatu tugas tertentu) yang mereka alami bersifat permanen misalnya dikarenakan mereka biasanya memperoleh nilai tinggi, sebanyak 6 mahasiswa (40%) menjelaskan penyebabnya bersifat universal misalnya dikarenakan mereka bersungguh-sungguh dalam mengerjakan setiap tugas yang diberikan selama perkuliahan, serta sebanyak 8 mahasiswa (53,33%) menjelaskan penyebabnya bersifat internal misalnya dikarenakan kemampuan akademik mereka di atas rata-rata. Sedangkan 10 mahasiswa (66,67%) menjelaskan bahwa penyebab peristiwa baik tersebut bersifat temporer, 9 mahasiswa (60%) menjelaskan penyebabnya bersifat spesifik, dan 7 mahasiswa (46,67%) menjelaskan penyebabnya bersifat eksternal.

Pada mahasiswa ber-IPK rendah, ketika berhadapan dengan peristiwa-peristiwa buruk, sebanyak 12 mahasiswa (80%) menjelaskan bahwa penyebab peristiwa buruk yang mereka alami bersifat permanen, sebanyak 6 mahasiswa (40%) menjelaskan penyebabnya bersifat universal, serta sebanyak 8 mahasiswa (53,33%) menjelaskan penyebabnya bersifat internal. Sedangkan 3 mahasiswa (20%) menjelaskan bahwa penyebab peristiwa buruk tersebut bersifat temporer, 9 mahasiswa (60%)


(16)

9

Universitas Kristen Maranatha

menjelaskan penyebabnya bersifat spesifik, dan 7 mahasiswa (46,67%) menjelaskan penyebabnya bersifat eksternal.

Sementara ketika mahasiswa ber-IPK rendah menghadapi peristiwa-peristiwa baik, sebanyak 9 mahasiswa (60%) menjelaskan bahwa penyebab peristiwa baik yang mereka alami bersifat temporer, sebanyak 8 mahasiswa (53,33%) menjelaskan penyebabnya bersifat spesifik, serta sebanyak 13 mahasiswa (86,67%) menjelaskan penyebabnya bersifat eksternal. Sedangkan 6 mahasiswa (40%) menjelaskan bahwa penyebab peristiwa baik tersebut bersifat permanen, 7 mahasiswa (46,67%) menjelaskan penyebabnya bersifat universal, dan 2 mahasiswa (13,33%) menjelaskan penyebabnya bersifat internal.

Berdasarkan hasil survei awal yang telah dilakukan tersebut, peneliti melihat masih terdapat ketidakjelasan mengenai derajat

explanatory style pada mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2008 Universitas “X” Bandung baik yang berprestasi atau kurang berprestasi di bidang akademik. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana derajat explanatory style pada mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2008 Universitas “X” Bandung dengan IPK tinggi dan rendah.

1.2. Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimana derajat explanatory style pada mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2008 Universitas “X” Bandung dengan IPK tinggi dan rendah.


(17)

10

Universitas Kristen Maranatha 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1. Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai explanatory style pada mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2008 Universitas “X” Bandung dengan IPK tinggi dan rendah.

1.3.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mengenai derajat explanatory style pada mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2008 Universitas “X” Bandung dengan IPK tinggi dan rendah serta kaitannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi explanatory style

tersebut.

1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoretis

1. Memberikan informasi tambahan bagi ilmu psikologi khususnya Psikologi Pendidikan mengenai explanatory style

pada mahasiswa dengan IPK tinggi dan rendah.

2. Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai explanatory style pada mahasiswa dengan IPK tinggi dan rendah.


(18)

11

Universitas Kristen Maranatha 1.4.2. Kegunaan Praktis

1. Memberikan informasi kepada dosen-dosen wali mengenai

explanatory style pada mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2008 Universitas ”X” Bandung dengan IPK tinggi dan rendah. Diharapkan informasi ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk membimbing anak-anak wali agar dapat mengembangkan optimisme dalam menghadapi peristiwa buruk dan baik.

2. Memberikan informasi kepada mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2008 Universitas ”X” Bandung dengan IPK tinggi dan rendah mengenai explanatory style yang mereka miliki. Diharapkan informasi ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk mengevaluasi diri agar dapat mengembangkan optimisme dalam menghadapi peristiwa buruk dan baik.

1.5. Kerangka Pemikiran

Mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2008 Universitas “X” Bandung memiliki usia sekitar 20 tahun yang merupakan usia pada tahap perkembangan masa dewasa awal. Memasuki tahap perkembangan masa dewasa awal ini, mahasiswa memiliki lebih banyak kesempatan untuk mengeksplor gaya hidup dan nilai-nilai yang berbeda, menikmati independensi yang lebih besar dari pantauan orang tua, dan tertantang


(19)

12

Universitas Kristen Maranatha

secara intelektual melalui tugas-tugas akademik (Santrock and Halonen, 2002). Salah satu tugas akademik mahasiswa adalah mengikuti kegiatan belajar. Sebagai hasil dari proses belajar, mahasiswa akan memperoleh Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang merupakan indikator dari prestasi belajar (Winkel, 1983). Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang diperoleh oleh mahasiswa dapat bervariasi mulai dari tinggi dan rendah.

Melalui Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang diperoleh mahasiswa, dapat diketahui apakah mahasiswa tersebut berhasil atau kurang berhasil di bidang akademik. Salah seorang tokoh yang memberi perhatian terkait dengan hal tersebut, yaitu Martin E.P. Seligman, mengungkapkan bahwa peserta didik yang menunjukkan keberhasilan di bidang akademik (dalam hal ini yaitu IPK yang tinggi) memiliki cara tertentu dalam memberikan penjelasan mengenai berbagai peristiwa kehidupan, yang berbeda bila dibandingkan dengan peserta didik yang menunjukkan kekurangberhasilan di bidang akademik (dalam hal ini yaitu IPK yang rendah). Cara tersebut dikenal sebagai explanatory style. Menurut Martin E.P. Seligman, explanatory style merupakan cara yang biasanya digunakan individu untuk menjelaskan kepada diri sendiri mengenai mengapa suatu peristiwa terjadi padanya (Seligman, 1990: 15).

Explanatory style pada diri mahasiswa dapat berbeda-beda derajatnya, yang secara umum terbagi menjadi tiga yaitu optimistis, average, dan pesimistis. Menurut Martin E.P. Seligman, peserta didik yang berhasil dalam bidang akademik (memiliki IPK tinggi) menunjukkan explanatory


(20)

13

Universitas Kristen Maranatha style optimistis. Sebaliknya peserta didik yang kurang berhasil dalam bidang akademik (memiliki IPK rendah) menunjukkan explanatory style

pesimistis. Lebih lanjut untuk menjelaskan explanatory style tersebut, maka ditelusuri melalui tiga dimensi utama dalam explanatory style, yaitu

permanence, pervasiveness, dan personalization.

Dimensi pertama yaitu permanence membahas mengenai temporer atau permanen-kah penyebab peristiwa buruk maupun baik yang dijelaskan oleh individu kepada diri mereka sendiri. Ketika berhadapan dengan peristiwa-peristiwa buruk maupun baik, individu yang optimistis menjelaskan kepada diri mereka sendiri bahwa penyebab peristiwa-peristiwa buruk yang mereka alami sifatnya temporer sementara penyebab peristiwa-peristiwa baik yang mereka alami sifatnya permanen yang artinya bertahan atau berlangsung cukup lama. Sebaliknya pada individu yang pesimistis, ketika berhadapan dengan peristiwa-peristiwa buruk maupun baik, mereka menjelaskan kepada diri mereka sendiri bahwa penyebab peristiwa-peristiwa buruk yang mereka alami sifatnya permanen sementara penyebab peristiwa-peristiwa baik yang mereka alami sifatnya temporer.

Dimensi kedua yaitu pervasiveness membahas mengenai spesifik atau universal-kah penyebab peristiwa buruk maupun baik yang dijelaskan oleh individu kepada diri mereka sendiri. Individu yang optimistis menjelaskan kepada diri mereka sendiri bahwa penyebab peristiwa-peristiwa buruk yang terjadi pada mereka sifatnya spesifik sementara


(21)

14

Universitas Kristen Maranatha

penyebab peristiwa-peristiwa baik yang terjadi pada mereka sifatnya universal. Sebaliknya, individu yang pesimistis menjelaskan kepada diri mereka sendiri bahwa penyebab peristiwa-peristiwa buruk yang terjadi pada mereka sifatnya universal sementara penyebab peristiwa-peristiwa baik yang terjadi sifatnya spesifik.

Dimensi ketiga yaitu personalization membahas mengenai eksternal atau internal-kah penyebab peristiwa buruk maupun baik yang dijelaskan oleh individu kepada diri mereka sendiri. Individu yang optimistis menjelaskan kepada diri mereka sendiri bahwa peristiwa-peristiwa buruk yang mereka alami disebabkan oleh orang lain ataupun keadaan (eksternal) sementara peristiwa-peristiwa baik yang mereka alami disebabkan oleh diri mereka sendiri (internal). Sebaliknya, individu yang pesimistis menjelaskan kepada diri mereka sendiri bahwa peristiwa-peristiwa buruk yang mereka alami disebabkan oleh diri mereka sendiri (internal) sementara peristiwa-peristiwa baik yang mereka alami berasal atau datang dari orang lain ataupun keadaan (eksternal).

Berdasarkan ketiga dimensi explanatory style yang telah dijelaskan di atas, mahasiswa ber-IPK tinggi yang optimistis menjelaskan kepada diri mereka sendiri bahwa penyebab peristiwa buruk bersifat temporer, spesifik, dan eksternal sementara penyebab peristiwa baik bersifat permanen, universal, dan internal. Sebagai contoh, ketika mahasiswa ber-IPK tinggi yang optimistis mengalami peristiwa buruk misalnya memperoleh nilai rendah dalam kuis yang diadakan oleh dosen,


(22)

15

Universitas Kristen Maranatha

mahasiswa tersebut menjelaskan kepada diri mereka sendiri bahwa peristiwa buruk yang mereka alami tersebut misalnya disebabkan mereka kurang persiapan pada malam menjelang kuis tersebut (temporer), mereka kurang memahami beberapa materi yang menjadi soal kuis tersebut (spesifik), serta soal-soal kuis yang diberikan oleh dosen sukar untuk dikerjakan (eksternal).

Sebaliknya pada mahasiswa ber-IPK rendah yang pesimistis, mereka menjelaskan kepada diri mereka sendiri bahwa penyebab peristiwa buruk yang mereka alami bersifat permanen, universal, dan internal sementara penyebab peristiwa baik yang mereka alami bersifat temporer, spesifik, dan eksternal. Sebagai contoh, ketika mahasiswa ber-IPK rendah yang pesimistis mengalami peristiwa buruk misalnya mendapatkan nilai ujian yang tidak memuaskan, mahasiswa tersebut menjelaskan kepada diri mereka sendiri bahwa peristiwa buruk yang mereka alami tersebut misalnya disebabkan mereka selalu malas belajar (permanen), mereka kurang memahami keseluruhan materi mata kuliah tersebut (universal), serta mereka kurang pandai secara akademik (internal).

Explanatory style yang dimiliki oleh mahasiswa berkaitan dengan tiga faktor yaitu explanatory style yang dimiliki oleh figur signifikan, kritik dari lingkungan, dan krisis kehidupan yang pernah dialami. Terkait dengan explanatory style yang dimiliki oleh figur signifikan, individu (dalam hal ini mahasiswa) mendengar dan mempelajari penjelasan-penjelasan dari figur signifikan tersebut ketika menghadapi


(23)

peristiwa-16

Universitas Kristen Maranatha

peristiwa buruk maupun baik. Apabila figur signifikan memiliki

explanatory style optimistis maka individu yang bersangkutan juga cenderung memiliki explanatory style optimistis. Demikian sebaliknya, apabila figur signifikan memiliki explanatory style pesimistis maka individu yang bersangkutan juga cenderung memiliki explanatory style

pesimistis. Sebagai contoh, ketika figur signifikan membuat penjelasan bahwa dirinya sangat bodoh dan selalu sial pada saat mengalami peristiwa buruk, maka penjelasan yang bersifat permanen, universal, dan internal tersebut akan didengar serta dipelajari oleh mahasiswa yang bersangkutan sehingga kelak mahasiswa tersebut juga akan membuat penjelasan yang bersifat permanen, universal, dan internal terhadap peristiwa buruk.

Kritik dari lingkungan yang berkaitan dengan explanatory style

mahasiswa saat ini dapat berasal dari orang tua ataupun guru. Mahasiswa akan mempercayai kritik yang mereka dapatkan dan menggunakannya untuk membentuk explanatory style mereka. Apabila kritik yang diberikan ketika mahasiswa mengalami kegagalan bersifat permanen, universal, dan internal maka mahasiswa tersebut cenderung mengembangkan explanatory style pesimistis. Sebagai contoh, ketika mahasiswa menerima kritik bahwa dirinya bodoh ketika memperoleh nilai buruk maka mahasiswa tersebut akan mendengar dan mempelajari penjelasan yang bersifat permanen, universal, dan internal tersebut kemudian mengembangkan sifat penjelasan yang serupa ketika peristiwa buruk lainnya terjadi. Demikian pula sebaliknya, apabila kritik yang diberikan ketika mahasiswa mengalami


(24)

17

Universitas Kristen Maranatha

kegagalan bersifat temporer, spesifik, dan eksternal maka mahasiswa tersebut cenderung mengembangkan explanatory style optimistis.

Selain explanatory style figur signifikan dan kritik dari lingkungan, krisis kehidupan yang pernah dialami oleh mahasiswa juga berkaitan dengan explanatory style yang dimiliki mahasiswa. Sebagai contoh, apabila mahasiswa pernah mengalami suatu krisis (misalnya krisis keuangan dalam keluarga) dan peristiwa buruk tersebut membaik maka mahasiswa akan membuat penjelasan bahwa peristiwa buruk bersifat temporer dan spesifik (mahasiswa cenderung mengembangkan

explanatory style optimistis). Tetapi apabila peristiwa buruk tersebut berkelanjutan maka mahasiswa akan membuat penjelasan bahwa peristiwa buruk bersifat permanen dan universal (mahasiswa cenderung mengembangkan explanatory style pesimistis).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat digambarkan dengan bagan kerangka pemikiran sebagai berikut :


(25)

18

Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran

Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 Universitas “X” Bandung

dengan IPK tinggi dan rendah

Explanatory Style

 Permanence

 Pervasiveness

 Personalization

 Explanatory style ibu

Kritik dari lingkungan

Krisis kehidupan

average

pesimistis optimistis


(26)

19

Universitas Kristen Maranatha 1.6. Asumsi

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dapat ditarik sejumah asumsi sebagai berikut :

1. Mahasiswa dapat memiliki derajat explanatory style yang berbeda-beda, yaitu optimistis, average, dan pesimistis.

2. Mahasiswa dengan IPK tinggi memiliki derajat explanatory style

optimistis.

3. Mahasiswa dengan IPK rendah memiliki derajat explanatory style

pesimistis.

4. Explanatory style yang dimiliki mahasiswa dapat dilihat melalui tiga dimensi, yaitu permanence, pervasiveness, dan personalization.


(27)

56 Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2008 Universitas “X” Bandung dengan IPK tinggi dan rendah, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Sebagian besar (72,86%) mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2008 Universitas “X” Bandung dengan IPK tinggi memiliki explanatory style

pada derajat optimistis, yang dimanifestasikan dalam tiga dimensi

explanatory style yaitu permanence, pervasiveness, dan personalization. 2. Mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2008 Universitas “X” Bandung

dengan IPK tinggi yang memiliki explanatory style pada derajat optimistis cenderung menjelaskan kepada diri mereka sendiri bahwa penyebab peristiwa buruk bersifat temporer, spesifik, dan eksternal sementara penyebab peristiwa baik bersifat permanen, universal, dan internal.

3. Sebagian besar (77,78%) mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2008 Universitas “X” Bandung dengan IPK rendah memiliki explanatory style pada derajat pesimistis, yang dimanifestasikan dalam tiga dimensi

explanatory style yaitu permanence, pervasiveness, dan personalization. 4. Mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2008 Universitas “X” Bandung


(28)

57

Universitas Kristen Maranatha

pesimistis cenderung menjelaskan kepada diri mereka sendiri bahwa penyebab peristiwa buruk bersifat permanen, universal, dan internal sementara penyebab peristiwa baik bersifat temporer, spesifik, dan eksternal.

5.2Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut :

5.2.1 Saran Untuk Penelitian Lanjutan

Bagi penelitian lebih lanjut, peneliti menyarankan untuk melakukan penelitian mengenai sejauh mana kontribusi faktor-faktor yang mempengaruhi explanatory style terhadap explanatory style.

5.2.2 Saran Guna Laksana

Bagi pihak fakultas psikologi khususnya para dosen wali mahasiswa psikologi angkatan 2008 Universitas “X” Bandung, peneliti menyarankan untuk mengadakan pelatihan dan membimbing mahasiswa ber-IPK tinggi yang pesimistis untuk mengubah kebiasaan berpikir mereka dan mengembangkan optimisme. Selain itu, peneliti juga menyarankan para dosen wali untuk membimbing mahasiswa ber-IPK rendah agar meningkatkan IPK mereka untuk selanjutnya mengubah pesimisme yang mereka miliki dan mengembangkan optimisme.


(29)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Edisi Revisi VI. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Gage, N.L. dan David C. Berliner. 1984. Educational Psychology, Third Edition. Boston: Houghton Mifflin Company.

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo.

Santrock, John W. 2002. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup, Edisi Kelima, Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

______ 2004. Life-Span Development, Ninth Edition. New York: The

McGraw-Hill Companies.

Siegel, Sidney. 1956. Nonparametric Statistics: For The Behavioral Sciences. New York: McGraw-Hill Book Company, Inc.

Seligman, Martin E. P. 1990. Learned Optimism: How to Change Your Mind and Your Life. New York: Pocket Books.

Snyder, C.R. dan Shane J. Lopez. 2002. Handbook of Positive Psychology. New

York: Oxford University Press.

Winkel, W.S. 1983. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedia.


(30)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

http://www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf, diakses 31 Agustus 2009 http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_formal, diakses 31 Agustus 2009

http://usupress.usu.ac.id/files/Orasi%20Ilmiah%20Dies%20Natalis%20Ke-57_Final.pdf, diakses 25 Maret 2010

http://fighttiger.net/article-power.html, diakses 25 Maret 2010 http://etd.lib.montana.edu/etd/2006/fox/, diakses 26 Agustus 2009 http://findarticles.com/p/articles/, diakses 26 Agustus 2009


(1)

Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran

Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 Universitas “X” Bandung

dengan IPK tinggi dan rendah

Explanatory Style

Permanence Pervasiveness Personalization Explanatory style ibu Kritik dari lingkungan Krisis kehidupan

average

pesimistis optimistis


(2)

19

Universitas Kristen Maranatha 1.6. Asumsi

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dapat ditarik sejumah asumsi sebagai berikut :

1. Mahasiswa dapat memiliki derajat explanatory style yang berbeda-beda, yaitu optimistis, average, dan pesimistis.

2. Mahasiswa dengan IPK tinggi memiliki derajat explanatory style optimistis.

3. Mahasiswa dengan IPK rendah memiliki derajat explanatory style pesimistis.

4. Explanatory style yang dimiliki mahasiswa dapat dilihat melalui tiga dimensi, yaitu permanence, pervasiveness, dan personalization.


(3)

56 Universitas Kristen Maranatha 5.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2008 Universitas “X” Bandung dengan IPK tinggi dan rendah, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Sebagian besar (72,86%) mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2008 Universitas “X” Bandung dengan IPK tinggi memiliki explanatory style

pada derajat optimistis, yang dimanifestasikan dalam tiga dimensi

explanatory style yaitu permanence, pervasiveness, dan personalization. 2. Mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2008 Universitas “X” Bandung

dengan IPK tinggi yang memiliki explanatory style pada derajat optimistis cenderung menjelaskan kepada diri mereka sendiri bahwa penyebab peristiwa buruk bersifat temporer, spesifik, dan eksternal sementara penyebab peristiwa baik bersifat permanen, universal, dan internal.

3. Sebagian besar (77,78%) mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2008 Universitas “X” Bandung dengan IPK rendah memiliki explanatory style pada derajat pesimistis, yang dimanifestasikan dalam tiga dimensi

explanatory style yaitu permanence, pervasiveness, dan personalization. 4. Mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2008 Universitas “X” Bandung


(4)

57

Universitas Kristen Maranatha

pesimistis cenderung menjelaskan kepada diri mereka sendiri bahwa penyebab peristiwa buruk bersifat permanen, universal, dan internal sementara penyebab peristiwa baik bersifat temporer, spesifik, dan eksternal.

5.2Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut :

5.2.1 Saran Untuk Penelitian Lanjutan

Bagi penelitian lebih lanjut, peneliti menyarankan untuk melakukan penelitian mengenai sejauh mana kontribusi faktor-faktor yang mempengaruhi explanatory style terhadap explanatory style.

5.2.2 Saran Guna Laksana

Bagi pihak fakultas psikologi khususnya para dosen wali mahasiswa psikologi angkatan 2008 Universitas “X” Bandung, peneliti menyarankan untuk mengadakan pelatihan dan membimbing mahasiswa ber-IPK tinggi yang pesimistis untuk mengubah kebiasaan berpikir mereka dan mengembangkan optimisme. Selain itu, peneliti juga menyarankan para dosen wali untuk membimbing mahasiswa ber-IPK rendah agar meningkatkan IPK mereka untuk selanjutnya mengubah pesimisme yang mereka miliki dan mengembangkan optimisme.


(5)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Edisi Revisi VI. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Gage, N.L. dan David C. Berliner. 1984. Educational Psychology, Third Edition. Boston: Houghton Mifflin Company.

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo.

Santrock, John W. 2002. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup, Edisi Kelima, Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

______ 2004. Life-Span Development, Ninth Edition. New York: The

McGraw-Hill Companies.

Siegel, Sidney. 1956. Nonparametric Statistics: For The Behavioral Sciences. New York: McGraw-Hill Book Company, Inc.

Seligman, Martin E. P. 1990. Learned Optimism: How to Change Your Mind and Your Life. New York: Pocket Books.

Snyder, C.R. dan Shane J. Lopez. 2002. Handbook of Positive Psychology. New

York: Oxford University Press.

Winkel, W.S. 1983. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedia.


(6)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

http://www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf, diakses 31 Agustus 2009 http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_formal, diakses 31 Agustus 2009

http://usupress.usu.ac.id/files/Orasi%20Ilmiah%20Dies%20Natalis%20Ke-57_Final.pdf, diakses 25 Maret 2010

http://fighttiger.net/article-power.html, diakses 25 Maret 2010 http://etd.lib.montana.edu/etd/2006/fox/, diakses 26 Agustus 2009 http://findarticles.com/p/articles/, diakses 26 Agustus 2009