Studi Deskriptif Mengenai Resiliency Building Factors Lingkungan Sekolah Pada Guru SLB-C "X" di Kota Bandung.

(1)

iii Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK

Judul penelitian ini adalah Studi Deskriptif Mengenai Resiliency Building Factors Lingkungan Sekolah Pada Guru SLB-C “X” di Kota Bandung. Penelitian bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai resiliency building factors lingkungan sekolah pada guru SLB-C “X” di Bandung. Sampel dalam penelitian ialah seluruh guru SLB-C “X” dengan jumlah 11 orang, dan teknik penarikan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dengan metoda survei.

Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner resiliency building factors yang disusun peneliti berdasarkan teori Resiliency in School Nan Henderson dan Milstein (2003). Pengujian validitas dengan content validity yang hasilnya 0,308-0,900 diperoleh sebanyak 71 item, uji reliabilitas menggunakan alpha cronbach dengan hasil 0,742. Data diolah menggunakan teknik distribusi frekuensi dan tabulasi silang antara resiliency building factors dengan aspek serta resiliency building factors dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh hasil 54,55% guru SLB-C “X” menghayati resiliency building factors lingkungan sekolah rendah. Diantara enam aspek resiliency building factors, aspek yang memiliki keterkaitan yang jelas dan berperan terhadap resiliency building factors lingkungan sekolah pada guru SLB-C “X” dalam arti berperan untuk membangun resiliency guru adalah aspek increasing prosocial bonding, teach life skills, dan provide opportunities for meaningful participants.

Peneliti mengajukan saran untuk penelitian selanjutnya agar melakukan penelitian kontribusi resiliency building factors lingkungan sekolah terhadap resiliency guru SLB-C “X”, dan juga dapat melakukan penelitian resiliency building factors tidak hanya pada lingkungan sekolah tapi juga pada pengajar dan siswa. Untuk SLB-C “X” agar lebih meningkatkan pelatihan yang mengembangkan keterampilan guru untuk berpikir kritis, keterampilan bekerjasama tim, dan pelatihan keterampilan pengembangan metoda baru dalam mengajar siswa tuna grahita. Untuk kepala sekolah agar lebih meningkatkan komunikasi yang terbuka dalam menampung aspirasi pengajar, dan memperluas kesempatan guru untuk berkontribusi dalam menyusun aturan, kebijakan serta keikutsertaan dalam mengikuti kegiatan baru.


(2)

vii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

Lembar Judul

Lembar Pengesahan ... ii

Abstrak ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vii

Daftar Bagan ... xi

Daftar Gambar ... xii

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Lampiran ... xiv

BAB. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi masalah ... 12

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 12

1.3.1 Maksud Penelitian ... 12

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 13

1.4 Kegunaan Penelitian ... 13

1.4.1 Kegunaan Teoretis ... 13

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 13

1.5 Kerangka Pikir ... 14


(3)

viii Universitas Kristen Maranatha

1.7 Asumsi ... 25

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resiliency ... 27

2.1.1 Definisi Resiliency ... 27

2.1.2 Fungsi Resiliency ... 28

2.1.3 Perkembangan Resiliency – Protective Factor ... 28

2.1.4 Environmental Protective Factor – Resiliency-Building Factors in School ... 30

2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi Resiliency-Building Factors di sekolah ... 37

2.2 Pendidikan Luar Biasa 2.2.1 Gangguan Retardasi Mental ... 40

2.2.2 Pelayanan Pendidikan Tuna Grahita Sekolah ... 41

2.2.2.1 Standar Kompetensi Pendidikan Luar Biasa ... 42

2.2.2.2 Komponen Proses Pembelajaran di Sekolah Luar Biasa ... 43

2.2.3 Standar Kompetensi Guru Sekolah Luar Biasa ... 44

2.3 Tahap Perkembangan Dewasa Madya 2.3.1 Pengertian Masa Dewasa Madya ... 46

2.3.2 Karakteristik Masa Dewasa Madya ... 46

2.3.3 Tugas-Tugas Perkembangan Masa Dewasa Madya... 47


(4)

ix Universitas Kristen Maranatha BAB. III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian ... 49

3.2 Variabel Penelitian ... 50

3.2.1 Variabel Penelitian ... 50

3.2.2 Variabel Operasional ... 50

3.3 Alat Ukur ... 53

3.3.1 Kuesioner Resiliency Building Factors lingkungan sekolah 53

3.3.2 Prosedur Pengisian ... 55

3.3.3 Sistem Penilaian ... 56

3.3.4 Data Pribadi dan Data Penunjang ... 57

3.3.5 Validitas dan Reliabilitas 3.3.5.1 Validitas ... 57

3.3.5.2 Reliabilitas ... 57

3.4 Populasi dan teknik pengambilan populasi 3.4.1 Populasi Sasaran ... 59

3.4.2 Karakteristik Populasi ... 60

3.4.3 Teknik Penarikan Sampel ... 60

3.5 Teknik analisis Data ... 60

BAB IV HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Responden ... 62


(5)

x Universitas Kristen Maranatha

4.2 Pembahasan ... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 76

5.2 Saran 5.2.1 Saran Teoretis ... 77

5.2.2 Saran Praktis ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 79

DAFTAR RUJUKAN ... 80


(6)

xi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

Bagan 1.5 Kerangka Pikir Bagan 3.1 Rancangan Penelitian


(7)

xii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 The Resiliency Wheel


(8)

xiii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur Resiliency Building Factors Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia

Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Lama Mengajar di SLB-C “X” Tabel 4.3 Gambaran Responden Berdasarkan Status Pendidikan Terakhir

Tabel 4.4 Gambaran Derajat Resiliency Building Factors lingkungan sekolah pada guru SLB-C “X”

Tabel 4.5 Gambaran Derajat Increasing Prosocial Bonding lingkungan sekolah pada guru SLB-C “X”

Tabel 4.6 Gambaran derajat aspek Set and Clear Consistant Boundaries lingkungan sekolah pada Guru SLB-C “X”

Tabel 4.7 Gambaran Derajat Aspek Teach Life Skills lingkungan sekolah pada guru SLB-C “X”

Tabel 4.8 Gambaran Derajat aspek Provide Caring and Support lingkungan sekolah pada guru SLB-C “X”

Tabel 4.9 Gambaran Derajat aspek Set and Communicate High Expectation lingkungan sekolah pada guru SLB-C “X”

Tabel 4.10 Gambaran Derajat Aspek Provide opportunities for meaningful participation lingkungan sekolah pada guru SLB-C “X”


(9)

xiv Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Data Pribadi dan Data Penunjang

Lampiran 2 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Resiliency Building Factors

Lampiran 3 Skor Hasil Data Mentah

Lampiran 4 Reakapitulasi Hasil Kuesioner Resiliency Building Factors seluruh Aspek

Lampiran 5 Tabulasi Silang Antara Resiliency Building Factors dengan Aspek-aspek Terkait

Lampiran 6 Tabulasi Silang antar Resiliency Building Factors dengan Faktor-Faktor Pendukung


(10)

LAMPIRAN 1

KUESIONER DATA PRIBADI

KATA PENGANTAR

Sehubungan dengan persyaratan mata kuliah Skripsi, saya Tumiar Marassawanty salah satu mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha akan mengadakan suatu penelitian mengenai Resiliency Building Factors Lingkungan Sekolah pada Guru SLB-C “X” di Kota Bandung. Pada kesempatan ini saya memohon kerjasama Bapak/Ibu Guru SLB-C “X” untuk dapat mengisi kuesioner sebagai data penelitian. Kerjasama Bapak/Ibu sangat saya hargai, dan hasil penelitian akan disampaikan kepada lembaga Sekolah sebagai bentuk masukan dan saran bagi pengembangan Sekolah. Atas kerjasama dan waktu yang diberikan saya ucapkan terimakasih.

Bandung, Januari 2010


(11)

PETUNJUK PENGISIAN

Dalam kuesioner ini terdapat sejumlah pernyataan mengenai pendapat dan perasaan Bapak/Ibu, berkenaan dengan pekerjaan sebagai guru SLB-C “X”. Pada setiap pernyataan tersedia empat kemungkinan jawaban. Bacalah setiap pernyataan, pilihlah, salah satu kemungkinan yang merupakan jawaban Bapak/Ibu. Berilah tanda silang (X) pada salah satu dari kotak yang tersedia yang sesuai dengan kenyataan atau kecenderungan yang ada pada diri Bapak/Ibu. Setiap pernyataan mempunyai empat alternatif jawaban yaitu :

(SS) : Apabila pernyataan tersebut sangat sesuai dengan diri Bapak/Ibu.

(CS) : Apabila pernyataan tersebut cukup sesuai dengan diri Bapak/Ibu. (KS) : Apabila pernyataan tersebut kurang sesuai dengan diri Bapak/Ibu. (TS) : Apabila pernyataan tersebut tidak sesuai dengan diri Bapak/Ibu.

Bapak/Ibu dimohon untuk menjawab setiap pernyataan dan mengerjakan dengan cepat. Berikanlah reaksi pertama Bapak/Ibu. Jawablah seluruh pernyataan, jangan sampai ada yang terlewat. Jawaban Bapak/Ibu akan dijamin kerahasiaannya.


(12)

IDENTITAS PRIBADI

Usia :

Jenis kelamin :

Pendidikan terakhir : Jabatan (wali kelas) : Lama mengajar di SLB-C “X” :

KUESIONER RESILIENCY BUILDING FACTORS

No. Pernyataan TS CS S SS

1 Setiap program baru yang diadakan sekolah tidak dikomunikasikan dengan jelas kepada guru.

2 Sekolah tidak mengadakan kegiatan yang membuat guru lebih akrab.

3 Sikap yang ditunjukkan kepala sekolah dalam menanggapi pendapat saya dalam rapat membuat saya merasa dihargai. 4 Pembagian tugas guru SLB-C “X” yang disusun sekolah

tidak jelas sehingga membuat saya bingung ketika menjalankan suatu kegiatan.

5 Sekolah mewajibkan setiap guru untuk menghadiri pertemuan Kelompok Kerja Guru setiap minggu. 6 Kepala sekolah tidak memberi sanksi kepada guru yang

melanggar tata tertib sekolah

7 Kepala sekolah aktif mendorong guru untuk menganalisis terhadap permasalahan siswa secara cermat sebelum memberikan penanganan.

8 Kegiatan-kegiatan yang dilakukan sekolah pada umumnya terlaksana berkat kerja sama para guru.

9 Kepala sekolah aktif mengajak guru untuk membiasakan diri berdiskusi dalam memecahkan masalah dan


(13)

mengambil keputusan bersama rekan guru lain. 10 Ketika saya harus menghadapi siswa yang sulit sekali

diatur, rekan guru menyemangati saya.

11 Kepala sekolah peduli untuk mengenal karakter dan kepribadian setiap siswa secara mendalam.

12 Sekolah menyediakan sarana alat peraga yang baru untuk menunjang kegiatan mengajar guru.

13 Saya rasa Kepala sekolah meragukan kemampuan saya dalam menangani permasalahan anak di kelas.

14 Kepala sekolah yakin saya mampu mengkomunikasikan pelajaran dengan metoda yang tepat sesuai dengan keterbatasan masing-masing siswa.

15 Kepala sekolah mengingatkan guru bahwa kami memiliki kemampuan mendidik siswa SLB-C “X”.

16 Evaluasi dan pembaharuan visi dan misi sekolah yang diadakan secara berkala melibatkan semua guru. 17 Saya termotivasi mencari pendekatan baru kepada anak

tunagrahita ketika kepala sekolah memberikan feed back atas kegagalan saya dalam mengatasi konflik di kelas. 18 Kepala Sekolah memberikan kebebasan kepada guru untuk

memberikan pelatihan keterampilan tambahan bagi siswa di luar waktu sekolah.

19 Saya merasa tidak dilibatkan dalam panitia kegiatan kebersamaan yang dilakukan sekolah.

20 Saya merasa visi, misi dan tujuan yang ditetapkan sekolah tidak diterapkan dalam peraturan sekolah.

21 Sikap rekan guru yang terbuka membuat saya nyaman dalam mengemukakan saran dan masukan dengan mudah kepada sesama guru.

22 Sekolah memberikan peraturan administrasi kelas yang jelas sehingga saya mengerti dan dengan mudah menyelesaikan tugas-tugas administrasi.


(14)

bila menemui kesulitan mendidik siswa.

24 Kepala sekolah aktif mengarahkan saya untuk tertib memperhatikan dan menuliskan catatan harian perkembangan setiap siswa.

25 Kepala Sekolah membagikan pengalaman yang membuat saya bisa belajar menganalisis permasalah di kelas. 26 Sekolah aktif membuat pelatihan untuk meningkatkan

keterampilan guru dalam mengajar.

27 Kelompok Kerja Guru tidak banyak memberi kontribusi dalam membuat keputusan bersama ketika sekolah mengalami kesulitan akademik maupun organisasi sekolah. 28 Sekolah hanya menyalahkan guru bila guru belum berhasil

menertibkan kelas.

29 Apabila ada guru atau siswa yang sakit, Kepala Sekolah aktif mengajak guru atau siswa untuk menjenguk atau memberi bantuan.

30 Saya rasa, Kepala sekolah tidak percaya saya mampu merancang program dan kegiatan baru.

31 Kepala sekolah tidak mempercayai saya mampu menyelesaikan konflik yang terjadi di kelas.

32 Peraturan yang ditetapkan sekolah, dibuat atas persetujuan bersama kepala sekolah dan guru-guru.

33 Guru tidak diberi kesempatan oleh sekolah untuk

mengembangkan alat peraga yang akan digunakan dalam memberikan pengajaran di kelas.

34 Saya merasa saran saya tidak dihiraukan dalam rapat organisasi sekolah untuk perencanaan kegiatan baru di tahun selanjutnya.

35 Di lingkungan sekolah terdapat media visualisasi yang mengingatkan visi dan misi sekolah, (misalnya dalam bentuk poster yang ditempel di dinding).

36 Saya merasa setiap guru di SLB-C “X” tidak peduli dengan kesulitan yang dihadapi guru lain ketika menghadapi


(15)

masalah dalam proses mengajar.

37 Saya merasa Kepala Sekolah kurang menghargai masukan dari guru.

38 Sekolah tidak memberikan target waktu penyelesaian administrasi kelas, sehingga saya selalu kebingungan dalam menentukan tugas mana yang harus didahulukan. 39 Kepala Sekolah mewajibkan guru saling memberi masukan

dalam mengatasi berbagai masalah.

40 Kepala Sekolah memberi teladan berdisiplin sehingga membantu guru mentaati tata tertib yang ditetapkan. 41 Sekolah memberikan kesempatan pelatihan kepada guru

untuk berpikir kritis dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus.

42 Diskusi dalam Kelompok Kerja Guru membuat guru semakin terampil menangani kesulitan mengajar di kelas sesuai dengan tujuan pendidikan dan visi misi sekolah. 43 Kepala sekolah mengajak guru untuk mendiskusikan solusi

ketika terjadi perbedaan pendapat dalam rapat.

44 Apabila saya mengalami kesulitan ketika mengontrol siswa yang tiba-tiba agresi di kelas, rekan guru lain tidak segan untuk segera membantu saya.

45 Kepala Sekolah mengenal siswa dan keluarga siswa dengan baik.

46 Sekolah tidak aktif menyediakan sarana transportasi sekolah untuk mendukung mobilisasi kebutuhan pendidikan murid dan guru.

47 Saya rasa kepala sekolah dan guru lain yakin bahwa saya mampu memberikan keterampilan tambahan kepada siswa SLB-C “X”.

48 Kepala sekolah yakin saya mampu mengkomunikasikan dengan tepat sehingga orang tua semakin peduli dengan pendidikan siswa.


(16)

pantang menyerah dan tidak mengeluh menghadapi siswa. 50 Ketika mencari solusi permasalahan, Kepala sekolah

senantiasa mempertimbangkan pendapat guru-guru sebelum mengambil keputusan.

51 Kepala Sekolah aktif menyemangati guru untuk menerapkan metode ajar baru kepada siswa.

52 Sekolah memberikan kesempatan kepada guru untuk berkreasi dalam memilih metoda ajar dan menerapkannya. 53 Kepala Sekolah senantiasa mengingatkan tentang tujuan

kurikulum yang ingin dicapai SLB-C “X” kepada para guru.

54 Kepala sekolah senantiasa berbagi cerita, lelucon, dan pengalamannya kepada guru yang membuat guru-guru dekat dengan kepala sekolah.

55 Saya merasa dihargai oleh sekolah atas usaha mengajar yang saya lakukan walaupun belum menampakkan kemajuan yang besar pada siswa.

56 Sekolah membuat aturan kedisiplinan guru untuk datang ke sekolah sebelum jam pelajaran dimulai.

57 Aturan-aturan sekolah mendorong terbinanya sikap saling mendukung di antara guru.

58 Kepala sekolah membuat tata tertib secara tertulis dan divisualisasikan di ruang guru.

59 Kepala sekolah sering memberikan tugas yang harus dikerjakan bersama-sama oleh para guru.

60 Setiap kegiatan sekolah selalu diputuskan berdasarkan kesepakatan bersama para guru.

61 Rekan guru bersikap tidak mau tahu dengan kesulitan rekan guru lain.

62 Sekolah memberikan kontribusi biaya bagi guru yang ingin mengembangkan alat peraga baru untuk kegiatan

keterampilan siswa.


(17)

orang tua siswa yang tidak mau bekerjasama mendukung pendidikan siswa.

64 Kepala Sekolah yakin saya memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi sehingga dapat membina relasi yang positif dengan orang tua.

65 Rekan guru tidak memberikan masukan kepada saya untuk percaya diri dalam mengatasi masalah yang terjadi di kelas 66 Dengan program kegiatan yang sekolah susun, saya merasa

termotivasi untuk membuat kegiatan yang berbeda dari semester sebelumnya .

67 Kepala sekolah tidak memberikan kebebasan kepada guru untuk mengkreasikan aktifitas siswa di luar lingkungan sekolah (misalnya mengadakan kegiatan kunjungan siswa SLB-C “X” ke fasilitas umum di luar lingkungan sekolah). 68 Saya merasa sekolah memberikan kesempatan besar

kepada setiap guru untuk merencanakan acara kegiatan sekolah.

69 Saya merasa kepala sekolah memperlakukan guru tidak adil dengan membeda-bedakan guru mana yang akan bekerjasama dengannya.

70 Kepala sekolah tidak peduli terhadap keterlambatan guru dalam menghadiri kegiatan belajar mengajar di sekolah. 71 Kepala Sekolah turut memberikan pengajaran,

keterampilan bahkan mengatasi anak yang mengalami agresi


(18)

LAMPIRAN 2.

VALIDITAS dan RELIABILITAS ALAT UKUR RESILIENCY BUILDING

FACTORS LINGKUNGAN SEKOLAH

A. KUESIONER RESILIENCY BUILDING FACTORS

N o

Aspek Item Koefisien Keterangan

1 Increasing Prococial Bonding

1 0,764 Diterima

20 0,675 Diterima

39 0,648 Diterima

58 0,560 Diterima

2 0,511 Diterima

40 0,685 Diterima

59 0,824 Diterima

78 0,884 Diterima

3 0,884 Diterima

22 0,685 Diterima

41 0,667 Diterima

60 0,824 Diterima

2. Set Clear, consistent boundaries

4 0,525 Diterima

23 0,812 Diterima

42 0,508 Diterima

61 0,639 Diterima

5 0,503 Diterima

24 0,503 Diterima

43 0,503 Diterima

62 0,780 Diterima

6 0,408 Diterima

25 0,639 Diterima


(19)

63 0,391 Diterima

79 0,503 Diterima

3 Teach Life Skills 7 0,555 Diterima

26 0,786 Diterima

45 0,490 Diterima

8 0,455 Diterima

27 0,900 Diterima

46 0,613 Diterima

65 0,538 Diterima

9 0,613 Diterima

28 0,414 Diterima

47 0,613 Diterima

66 0,833 Diterima

4 Provide Caring and Support

10 0,512 Diterima

29 0,766 Diterima

48 0,802 Diterima

67 0,380 Diterima

80 0,856 Diterima

11 0,581 Diterima

30 0,556 Diterima

49 0,650 Diterima

12 0,661 Diterima

50 0,628 Diterima

69 0,489 Diterima

5 Set and Communicate high expectation

13 0,410 Diterima

32 0,588 Diterima

51 0,410 Diterima

70 0,670 Diterima

14 0,308 Diterima


(20)

52 0,513 Diterima

71 0,670 Diterima

15 0,553 Diterima

53 0,410 Diterima

72 0,66 Diterima

6 Provide Opportunities for Meaningful participation

16 0,895 Diterima

35 0,895 Diterima

54 0,895 Diterima

17 0,517 Diterima

55 0,618 Diterima

74 0,895 Diterima

18 0,895 Diterima

37 0,618 Diterima

56 0,895 Diterima

75 0,517 Diterima

19 0,895 Diterima

38 0,895 Diterima

76 0,895 Diterima

REABILITAS

Alpha Cronbach


(21)

LAMPIRAN 3. SKOR HASIL DATA MENTAH( @ EXCEL VALIDITAS!!) Lampiran 4. Rekapitulasi tiap aspek (@ excel validitas!!)


(22)

LAMPIRAN 5

TABULASI SILANG ANTARA RESILIENCY BUILDING FACTORS DENGAN ASPEK-ASPEK TERKAIT

(Lampiran 5.1) Tabulasi silang antara Derajat Resiliency Building Factors lingkungan sekolah dengan aspek Increasing Bonding

Resiliency Building Factors Lingk.

sekolah

Increasing

Prosocial Bonding

Tinggi Rendah Total

Tinggi 4 1 5

80% 20% 100%

Rendah 1 5 6

16,66% 83,34% 100%

Total 5 6 11

45,45% 54,55% 100%

(Lampiran 5.2) Tabulasi silang antara Derajat Resiliency Building Factors lingkungan sekolah dengan Set Clear and Consistant Boundaries

Resiliency Building Factors Lingk.

Sekolah

Set Clear and

Consistant Boundaries

Tinggi Rendah Total

Tinggi 4 5 9

44,44% 55,56% 100%

Rendah 1 1 2

50% 50% 100%

Total 5 6 11


(23)

(Lampiran 5.3) Tabulasi silang antara Derajat Resiliency Building Factors dengan Teach Life Skills

Resiliency Building Factors Lingk.

Sekolah

Teach Life Skills

Tinggi Rendah Total

Tinggi 5 0 5

100% 0% 100%

Rendah 0 6 6

0% 100% 100%

Total 5 6 11

45,45% 54,55% 100%

(Lampiran 5.4) Tabulasi silang antara Derajat Resiliency Building Factors dengan Provide Caring and Support

Resiliency Building Factors Lingk.

Sekolah

Provide Caring and Support

Tinggi Rendah Total

Tinggi 4 4 8

50% 50 % 100%

Rendah 1 2 3

33,33% 66,67% 100%

Total 5 6 11


(24)

(Lampiran 5.5) Tabulasi silang antara Derajat Resiliency Building Factors dengan Set and Communicate High Expectation

Resiliency Building Factors Lingk.

Sekolah

Set and Communicate High expectation

Tinggi Rendah Total

Tinggi 4 5 9

44,44% 55,56% 100%

Rendah 1 1 2

50% 50% 100%

Total 5 6 11

45,45% 54,55% 100%

(Lampiran 5.6) Tabulasi silang antara Derajat Resiliency Building Factors dengan Provide opportunities for meaningful Participants

Resiliency Building Factors Lingk.

Sekolah

Provide

Opportunities For meaningful participant

Tinggi Rendah Total

Tinggi 5 1 6

83,34% 1,66% 100%

Rendah 0 5 5

0% 100% 100%

Total 5 6 11

45,45% 54,55% 100%


(25)

LAMPIRAN 3. SKOR HASIL DATA MENTAH

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Guru 1 4 4 3 4 4 4 4 4 3

Guru 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4

Guru 3 4 4 3 4 4 4 3 4 3

Guru 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3

Guru 5 2 4 3 3 4 4 4 4 3

Guru 6 4 4 4 4 4 4 4 4 4

Guru 7 4 4 4 4 4 3 4 4 4

Guru 8 3 4 3 4 4 2 4 4 4

Guru 9 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Guru 10 4 4 4 4 4 3 4 4 4

Guru 11 4 4 4 4 4 4 4 4 4

Responden

10 11 12 13 14 15 16 17 18

Guru 1 4 4 3 4 4 4 3 4 3

Guru 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4

Guru 3 4 3 3 4 4 4 3 4 3

Guru 4 4 3 3 4 4 4 3 4 3

Guru 5 4 3 3 4 4 4 3 4 3

Guru 6 4 4 4 4 4 4 4 4 4

Guru 7 4 4 4 4 4 5 4 4 4

Guru 8 3 3 3 3 4 4 4 4 4

Guru 9 4 3 3 4 3 3 3 3 3

Guru 10 4 3 3 4 4 4 4 4 4

Guru 11 4 3 3 4 4 4 4 4 4

Responden

19 20 21 22 23 24 25 26

Guru 1 3 4 4 3 4 3 4 3

Guru 2 4 4 4 4 4 4 4 4

Guru 3 3 4 4 3 4 3 3 3

Guru 4 3 4 4 3 4 3 3 3

Guru 5 3 4 4 3 4 3 3 3

Guru 6 4 4 4 4 4 4 4 4

Guru 7 4 4 4 3 4 4 4 4

Guru 8 3 1 3 3 4 4 4 4

Guru 9 3 3 3 3 3 3 3 3

Guru 10 4 4 4 4 4 4 1 1

Guru 11 4 4 4 4 4 4 4 4

Responden ITEM

ITEM


(26)

Responden

27 28 29 30 31 32

Guru 1 4 4 4 3 3 3

Guru 2 4 4 4 4 4 4

Guru 3 4 4 4 3 3 3

Guru 4 4 4 4 3 3 3

Guru 5 4 4 4 3 3 3

Guru 6 4 4 4 4 4 4

Guru 7 4 4 3 4 4 4

Guru 8 1 3 3 2 1 3

Guru 9 3 3 3 3 4 3

Guru 10 1 1 1 4 4 4

Guru 11 4 4 4 4 4 4

Responden

33 34 35 36 37 38 39 40 41

Guru 1 3 3 3 4 3 4 4 3 3

Guru 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4

Guru 3 3 3 3 4 3 4 4 2 4

Guru 4 3 3 3 4 3 4 4 3 4

Guru 5 3 3 3 4 3 4 4 3 4

Guru 6 4 4 4 4 4 4 4 4 4

Guru 7 4 4 4 4 4 4 4 4 4

Guru 8 4 3 4 3 2 1 4 3 4

Guru 9 4 3 3 3 3 2 3 3 3

Guru 10 4 4 4 4 4 2 4 4 4

Guru 11 4 4 4 4 1 4 4 4 4

Responden

42 43 44 45 46 47 48 49 50

Guru 1 3 3 4 3 3 4 4 4 3

Guru 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4

Guru 3 3 3 4 3 4 4 4 4 3

Guru 4 3 3 4 3 4 4 4 4 3

Guru 5 3 3 4 3 4 4 4 4 3

Guru 6 4 4 4 4 4 4 4 4 4

Guru 7 4 4 4 4 4 4 4 4 4

Guru 8 4 4 1 3 3 3 4 3 3

Guru 9 3 3 3 3 3 4 4 4 3

Guru 10 4 4 3 4 4 4 1 4 4

Guru 11 4 4 4 4 4 4 4 4 4

ITEM

ITEM


(27)

51 52 53 54 55 56 57 58

Guru 1 3 3 3 3 3 3 4 3

Guru 2 4 4 4 4 4 4 4 4

Guru 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Guru 4 3 3 3 3 3 3 4 3

Guru 5 3 3 3 3 3 3 4 3

Guru 6 4 4 4 4 4 4 4 4

Guru 7 4 4 3 3 4 4 4 3

Guru 8 4 4 4 3 3 4 3 4

Guru 9 4 3 3 3 3 3 3 3

Guru 10 4 4 4 4 4 4 4 4

Guru 11 4 4 4 4 3 4 4 3

59 60 61 62 63 64 65

Guru 1 3 3 4 3 3 3 4

Guru 2 4 4 4 4 4 4 2

Guru 3 3 3 4 3 3 3 4

Guru 4 3 3 4 3 3 3 4

Guru 5 3 3 4 3 3 3 4

Guru 6 1 4 1 4 4 4 2

Guru 7 3 4 4 3 4 4 4

Guru 8 4 3 3 3 4 4 2

Guru 9 3 3 3 3 3 3 4

Guru 10 3 2 4 4 1 1 4

Guru 11 3 4 4 4 4 4 4

66 67 68 69 70 71

Guru 1 3 4 3 3 4 3

Guru 2 4 4 4 4 4 4

Guru 3 3 4 3 3 4 3

Guru 4 3 4 3 3 4 3

Guru 5 3 4 3 3 4 3

Guru 6 4 4 4 4 4 4

Guru 7 4 4 4 4 4 4

Guru 8 4 4 4 3 4 3

Guru 9 3 3 3 3 3 3

Guru 10 4 4 4 4 4 3

Guru 11 4 4 4 4 4 4

Responden ITEM Responden Responden ITEM ITEM


(28)

Changing expectation

Guru 1

3

Guru 2

3

Guru 3

3

Guru 4

3

Guru 5

3

Guru 6

3

Guru 7

3

Guru 8

3

Guru 9

3

Guru 10

3

Guru 11

3

Resiliency Building Factors

Guru 1

RENDAH

Guru 2

TINGGI

Guru 3

RENDAH

Guru 4

RENDAH

Guru 5

RENDAH

Guru 6

TINGGI

Guru 7

TINGGI

Guru 8

TINGGI

Guru 9

RENDAH

Guru 10

RENDAH


(29)

RespondenAspek1 Aspek2 Aspek3 Aspek4 Aspek5 Aspek6 TOTAL RBFKETERANGAN

Guru 1 41 47 37 39 40 41 245 RENDAH

Guru 2 48 52 44 44 42 52 282 TINGGI

Guru 3 41 45 36 39 40 41 242 RENDAH

Guru 4 41 47 36 39 40 41 244 RENDAH

Guru 5 39 46 37 39 40 41 242 RENDAH

Guru 6 48 52 41 41 42 52 276 TINGGI

Guru 7 46 49 43 42 45 52 277 TINGGI

Guru 8 36 44 40 31 34 48 233 TINGGI

Guru 9 36 38 33 34 39 41 221 RENDAH

Guru 10 48 49 32 34 35 52 250 RENDAH

Guru 11 44 51 43 42 44 52 276 TINGGI

Gambaran Subjek Berdasarkan Derajat RBF lingkungan Sekolah

RBF Jumlah Persentase

Tinggi 5 45,45%

Rendah 6 54,55%

Jumlah 11 100%

HASIL KUESIONER TIAP ASPEK

RESILIENCY BUILDING FACTORS


(30)

Lampiran 4.2 Tabel Rekapitulasi Aspek Increasing Prosocial Bonding

Item1 Item20 Item39 Item58 Item2 Item40 Item59 Item78 Item3 Item22 Item41 Item60

Guru 1 4 4 3 3 4 4 3 3 3 4 3 3 41 RENDAH

Guru 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 48 TINGGI

Guru 3 4 4 3 3 4 4 3 3 3 4 3 3 41 RENDAH

Guru 4 4 4 3 3 4 4 3 3 3 4 3 3 41 RENDAH

Guru 5 2 4 3 3 4 4 3 3 3 4 3 3 39 RENDAH

Guru 6 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 48 TINGGI

Guru 7 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 46 TINGGI

Guru 8 3 1 4 4 4 3 3 3 3 3 2 3 36 RENDAH

Guru 9 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 36 RENDAH

Guru 10 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 48 TINGGI

Guru 11 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 3 44 TINGGI

40 40 39 38 43 42 37 38 38 42 34 37 468

Lampiran 4.3 Tabel Rekapitulasi Aspek Set Clear and Consistant Boundaries

Item 4 Item 23 Item 42 Item 61 Item 5 Item 24 Item 43 Item 62 Item 6 Item 25 item 44 Item 63 Item 79

Guru 1 4 3 4 3 4 4 4 4 4 3 3 3 4 47 TINGGI

Guru 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 52 TINGGI

Guru 3 4 3 4 3 4 4 4 3 4 3 2 3 4 45 TINGGI

Guru 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 3 3 3 4 47 TINGGI

Guru 5 3 3 4 3 4 4 4 4 4 3 3 3 4 46 TINGGI

Guru 6 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 52 TINGGI

Guru 7 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 49 TINGGI

Guru 8 4 3 1 4 4 4 4 3 2 4 3 4 4 44 RENDAH

Guru 9 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 38 RENDAH

Guru 10 4 4 2 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 49 TINGGI

Guru 11 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 51 TINGGI

42 37 37 39 43 43 43 41 39 39 37 37 43 520

ketersediaan aturan yang jelas

JUMLAH KETERANG AN Usaha menumbuhkan visi misi Usaha meningkatkan kedekatan

hubungan/kerjasama usaha memberikan respek

ketersediaan aturan yang

mendorong kerjasama Upaya menegakkan aturan Jumlah KETERAN GAN


(31)

Lampiran 4.4 Tabel Rekapitulasi Aspek Teach Life Skills

Item 7 Item 26 Item 45 Item 8 Item 27 Item 46 Item 65 Item 9 Item 28 Item 47 Item 66

Guru 1 4 4 3 4 3 3 3 3 4 3 3 37 RENDAH

Guru 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 TINGGI

Guru 3 3 3 4 4 3 3 3 3 4 3 3 36 RENDAH

Guru 4 3 3 4 4 3 3 3 3 4 3 3 36 RENDAH

Guru 5 4 3 4 4 3 3 3 3 4 3 3 37 RENDAH

Guru 6 4 4 4 4 4 4 1 4 4 4 4 41 TINGGI

Guru 7 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 43 TINGGI

Guru 8 4 4 4 4 4 4 4 4 1 4 3 40 TINGGI

Guru 9 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 33 RENDAH

Guru 10 4 1 4 4 1 4 3 4 1 4 2 32 RENDAH

Guru 11 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 43 TINGGI

41 37 42 43 36 39 33 39 37 39 36 422

Lampiran 4.5 Tabel Rekapitulasi Aspek Provide Caring and Support

Item 10 Item 29 Item 48 Item 67 Item 80 Item 11 Item 30 Item 49 Item 12 Item 50 Item 69

Guru 1 4 4 4 4 3 4 4 3 3 3 3 39 TINGGI

Guru 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 TINGGI

Guru 3 4 4 4 4 3 3 4 3 3 4 3 39 TINGGI

Guru 4 4 4 4 4 3 3 4 3 3 4 3 39 TINGGI

Guru 5 4 4 4 4 3 3 4 3 3 4 3 39 TINGGI

Guru 6 4 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 41 TINGGI

Guru 7 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 42 TINGGI

Guru 8 3 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 31 RENDAH

Guru 9 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 34 RENDAH

Guru 10 4 1 3 4 3 3 1 4 3 4 4 34 RENDAH

Guru 11 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 42 TINGGI

43 39 39 39 37 37 38 38 36 41 37 424

dukungan dlam menjalankan tugas guru Kepedulian sekolah kepada pribadi guru/siswa

upaya penyediaan sarana prasarana JUMLA H JUMLA H KETERANG AN meningkatkan keterampilan berpikir Meningkatkan keterampilan bekerjasama meningkatkan keterampilan

mengambil keputusan KETERANG AN


(32)

Lampiran 4.6 Tabel Rekapitulasi Aspek Set and Communicate High Expectation

Item 13 Item 32 Item 51 Item 70 Item 14 Item 33 Item 52 Item 71 Item 15 Item 53 Item 72

Guru 1 4 3 4 3 4 3 4 3 4 4 4 40 TINGGI

Guru 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 42 TINGGI

Guru 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 4 4 40 TINGGI

Guru 4 4 3 4 3 4 3 4 3 4 4 4 40 TINGGI

Guru 5 4 3 4 3 4 3 4 3 4 4 4 40 TINGGI

Guru 6 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 42 TINGGI

Guru 7 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 45 TINGGI

Guru 8 3 2 3 4 4 1 4 4 4 3 2 34 RENDAH

Guru 9 4 3 4 3 3 4 4 3 3 4 4 39 RENDAH

Guru 10 4 4 4 1 4 4 1 1 4 4 4 35 RENDAH

Guru 11 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 TINGGI

43 37 43 36 43 37 41 36 44 43 38 441

Lampiran 4.7 Rekapitulasi Aspek Provide Opportunities for meaningful Partisipation

Item 16 Item 35 Item 54 Item 17 Item 55 Item 74 Item 18 Item 37 Item 56 Item 75 Item 19 Item 38 Item 76

Guru 1 3 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 41 RENDAH

Guru 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 52 TINGGI

Guru 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 41 RENDAH

Guru 4 3 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 41 RENDAH

Guru 5 3 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 41 RENDAH

Guru 6 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 52 TINGGI

Guru 7 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 52 TINGGI

Guru 8 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 48 TINGGI

Guru 9 3 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 41 RENDAH

Guru 10 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 52 TINGGI

Guru 11 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 52 TINGGI

39 38 38 43 40 39 39 40 39 43 38 38 39 513

iklim kebebasan berkreasi melibatkan guru dalam perencanaan kegiatan pandangan tentang

kontribusi guru dalam

upaya meningkatkan

motivasi ttg hal baru JUMLAH KETERAN

GAN kepercayaan mengenai

kemampuan mengajar guru

kepercayaan mengenai kemampuan guru berkomunikasi

usaha menumbuhkan

semangat guru JUMLA H

KETERANG AN


(33)

LAMPIRAN 4

REKAPITULASI HASIL KUESIONER RESILIENSI SELURUH ASPEK

Skor Der. Skor Der. Skor Der. Skor Der. Skor Der. Skor Der. Skor Der. 1 41 R 47 T 37 R 39 T 40 T 41 R 245 R 2 48 T 52 T 44 T 44 T 42 T 52 T 282 T 3 41 R 45 T 36 R 39 T 40 T 41 R 242 R 4 41 R 47 T 36 R 39 T 40 T 41 R 244 T 5 39 R 46 T 37 R 39 T 40 T 41 R 242 R 6 48 T 52 T 41 T 41 T 42 T 52 T 276 T 7 46 T 49 T 43 T 42 T 45 T 52 T 277 T 8 36 R 44 R 40 T 31 R 34 R 48 T 233 T 9 36 R 38 R 33 R 34 R 39 R 41 R 221 R 10 48 T 49 T 32 R 34 R 35 R 52 T 250 R 11 44 T 51 T 43 T 42 T 44 T 52 T 276 T

Ket:

Aspek1 : Increasing Prosocial Bonding Aspek2 : Set and Clear Boundaries

Aspek3 : Teach Life Skills

Aspek4 : Provide Caring and Support`

Aspek5 : Set and Communicate High Expectation

Aspek6 : Provide Opportunities for Meaningful Participant RBF : Resiliency Building Factors

Der : Derajat

R : Rendah

T : Tinggi

Lampiran 4.1 Rekapitulasi Hasil Aspek Kuesioner Resiliency Building Factors

Total RBF Aspek1

No. Resp

.


(34)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Profesi guru dikenal sebagai salah satu profesi istimewa dibanding dengan profesi lain. Selain menyandang jabatan profesional, guru menambah nilai penting, berharga dan berbeda dengan adanya tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan (civic mission). Tidak semua orang mampu mengemban profesi yang terikat dengan tugas kemanusiaan dan dunia sosial. Guru menyampaikan informasi dan pengetahuan, melatih akal budi, memberi penghargaan atas martabat mulia manusia, mengabdi dengan tidak putus, dan menolong dengan ketulusan hati. Pengabdian tersebut dilakukan kepada setiap peserta didik dengan apapun kelebihan dan keterbatasannya.

Peserta didik yang dihadapi guru berdasarkan karakter siswa terdiri atas peserta didik umum, yaitu anak dengan tahapan perkembangan motorik, sensorik, dan kognitif sesuai dengan usia biologis, dan peserta didik khusus, yaitu anak yang secara signifikan mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, mental-intelektual, sosial, emosional) dalam proses pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya (Direktorat Pendidikan Luar Biasa, 2006). Guru peserta didik umum memberi pengajaran dengan materi dan metode mengajar yang disesuaikan dengan usia perkembangan, kelas, dan kurikulum yang mengutamakan pengembangan ilmu pengetahuan. Guru umum memberi pengajaran secara klasikal kepada peserta didik 15-50 orang dalam satu


(35)

2

Universitas Kristen Maranatha kelas. Dengan perbedaan karakteristik, tingkat konsentrasi, ataupun latar belakang budaya peserta didik, maka dibutuhkan kreativitas, komitmen, kesabaran, dan keahlian guru dalam melatih peserta didik umum.

Tantangan yang dihayati guru umum juga dihayati oleh guru peserta didik khusus. Sekolah Luar Biasa-C (SLB-C) merupakan sekolah yang menangani pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus tuna grahita dengan kualifikasi pendidikan minimal bagi guru ialah lulusan Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa (SGPLB). Peserta didik SLB-C diberikan materi, metode, sistem pembelajaran, dan guru khusus yang disesuaikan dengan karakteristik keterbatasan anak serta lebih menekankan pada pengembangan keterampilan.

Tuna grahita, atau yang dikenal dengan keterbelakangan mental / retardasi mental merupakan jenis anak berkebutuhan khusus yang memiliki keterbatasan pada fungsi fisik, dan psikis. Anak tuna grahita mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental jauh di bawah rata-rata, sehingga mereka akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial. (Direktorat Pendidikan Luar Biasa, 2006). Karakteristik anak tunagrahita menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa (2006) seperti penampilan fisik tidak seimbang yaitu kepala terlalu kecil/besar, tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia, perkembangan bicara/bahasa yang terlambat, tidak ada/kurang sekali perhatian terhadap lingkungan (pandangan kosong), koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali), sering mengeluarkan ludah (cairan) dari mulut (ngiler).


(36)

3

Universitas Kristen Maranatha Dengan karakteristik dan keterbatasan tunagrahita, menciptakan berbagai pengalaman mengajar para guru SLB-C yang dihayati masyarakat lebih sulit dibandingkan sebagai guru di sekolah umum. Guru harus mampu mengontrol emosi, sabar dan telaten dalam menghadapi keterbatasan peserta didik. Dibutuhkan pula kreativitas guru dalam menyusun kegiatan belajar yang sesuai dengan karakteristik setiap anak, pantang menyerah dan tidak mengeluh. Kondisi mental anak yang tidak seimbang dengan kondisi fisik menjadi tantangan bagi guru. Misalnya guru melatih cara makan yang benar kepada anak berusia 20 tahun, membantu membersihkan tubuh ketika buang air; dan guru dapat mengatasi kebiasaan anak yang berteriak-teriak, berlari-lari, ataupun melempar barang ketika bosan dan tidak mau belajar. Guru juga diharapkan mengenal tahapan perkembangan fisik dan mental setiap anak seperti memberi edukasi seksual kepada siswa tunagrahita remaja agar memahami mengerti bagaimana mengontrol kebutuhan seksualitas dalam kehidupan sehari-hari; guru mengerti dan membantu anak untuk mengenal perasaan dan mengekspresikan perasaan ketika tertarik kepada lawan jenis. Guru dituntut untuk sangat awas memperhatikan anak didik, karena mungkin saja tindakan agresinya dapat melukai diri sendiri, teman ataupun orang disekitar, misalnya ketika menaiki tangga, menyalakan api, menggunakan alat tulis, melempar menggunakan benda tajam, atau menyeberangi jalan.

Guru SLB-C menghadapi kenyataan bahwa jumlah anak tunagrahita semakin bertambah namun sumber daya pengajar tidak mencukupi. Minimnya tunjangan penghasilan yang dialokasikan bagi guru SLB menyebabkan sedikit


(37)

4

Universitas Kristen Maranatha tenaga pengajar yang tergerak untuk menjadi guru SLB. Selain itu, tidak seperti sekolah umum, dalam metode pengajaran tunagrahita, perbandingan jumlah guru dan siswa ialah satu orang guru maksimal mengajar empat orang siswa. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada tahun 2004 perkiraan jumlah penyandang tunagrahita di indonesia sejumlah 777.761 orang. Di propinsi Jawa barat sendiri berdasarkan data Sub Dinas Pendidikan Luar Biasa tercatat 1.692 orang penyandang tunagrahita, dan data DEPDIKNAS tahun 2004/2005 hanya terdapat 171 guru SLB-C di provinsi Jawa Barat. Berdasarkan data tersebut berarti perbandingan jumlah guru dan siswa SLB-C di Jawa Barat sekitar satu berbanding sebelas. Jumlah tersebut tentu saja tidak berimbang dengan standar pendidikan luar biasa. Dalam satu sekolah yang terdiri atas TKLB-SMALB, seorang guru dapat merangkap mengajar lebih dari 2 kelas pada jenjang kelas yang berbeda. Hal tersebut menambah kesulitan guru dalam menangani siswa.

SLB-C “X” merupakan salah satu SLB di bawah yayasan swasta “X” di kota Bandung yang memberikan pelayanan pendidikan kepada anak tuna grahita. Jenjang pendidikan yang ditawarkan terdiri atas TK-LB, SD-LB, SMP-LB, dan SMA-LB. Sumber daya yang berjumlah 11 orang mengharuskan guru merangkap mengajar lebih dari satu pelajaran dan lebih dari satu kelas dengan jenjang kelas berbeda. SLB-C “X” didirikan di bawah Yayasan swasta “X” dan bekerja sama dengan pemerintah, juga menentukan kualifikasi pendidik bagi para guru yang mengajar di sekolah tersebut.


(38)

5

Universitas Kristen Maranatha Berdasarkan wawancara dengan Kepala Sekolah SLB-C ”X”, didapat informasi bahwa guru SLB-C ”X” memiliki tanggung jawab profesional dalam pelaksanaan administrasi seperti membuat program belajar semester (KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan - terdiri atas program satu tahun & program semester), menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) harian, dan menyusun hasil penilaian tugas harian dan semester. Berbeda dengan sekolah umum, guru SLB-C ”X” berkewajiban membuat agenda harian yang berisi materi pembelajaran harian, perkembangan perilaku dan peningkatan keterampilan, baik dalam segi kognitif, afektif, konatif setiap anak untuk setiap hari secara detil. Guru juga harus membuat Penulisan Tindakan Kelas (PTK) yang digunakan sebagai pedoman guru menangani kasus di kelas. Tuntutan dan tanggung jawab tersebut dapat dihayati guru sebagai adversity atau situasi yang menjadi tantangan atau hambatan guru dalam menjalankan tugasnya.

Survei awal dilakukan berupa kuesioner yang diberikan kepada tujuh orang guru dan wawancara kepada lima orang guru diantaranya. Tampak penghayatan guru yang berbeda-beda terhadap adversity dari keterbatasan siswa selama mengajar di SLB-C ”X”. Dari kuesioner tersebut diperoleh informasi tentang penghayatan guru terhadap adversity dari kondisi peserta didik adalah sebagai berikut: sebanyak dua orang guru SLB-C ”X” mudah marah saat berhadapan dengan siswa yang bertindak agresif, dan lima orang guru mampu

mengendalikan amarahnya. Ketika beradaptasi, seorang guru merasa ’jijik’

terhadap siswa SLB-C ”X” yang mengeluarkan ludah (ngiler) dan menempel di baju. Seorang guru pernah hampir menyerah dan berhenti mengajar di SLB-C ”X”


(39)

6

Universitas Kristen Maranatha karena merasa tidak sanggup mengajar siswa tuna grahita. Dari tujuh orang guru sebanyak dua orang guru harus memberikan dua kali pengulangan satu materi pelajaran, empat orang memberikan lebih dari tiga kali pengulangan materi pelajaran, dan seorang memberikan pengulangan materi pelajaran dalam jangka waktu enam bulan.

Untuk dapat berperan secara optimal sebagai guru SLB-C ”X”, diperlukan ketahanan yang tinggi dalam menghadapi adversity, percaya diri, tidak mudah menyerah, dan kompeten dalam bidangnya. Kapasitas tersebut dikatakan sebagai resiliency. Resiliency menurut Benard (2004) merupakan kemampuan individu untuk dapat beradaptasi dan mampu berfungsi secara baik di tengah situasi yang menekan (stres) atau terdapat banyak halangan dan rintangan (adversity)

Meskipun menghadapi siswa-siswa dengan keterbatasan mental dan penghasilan yang tidak besar, mayoritas guru SLB-C “X” tergolong telaten dan tetap bertahan untuk mendidik siswa SLB-C “X” selama lebih dari sepuluh tahun. Dari 11 orang guru SLB-C “X”, terdapat 54,55% (6 orang) guru telah mengajar lebih dari 15 tahun di SLB-C ”X”; sekitar 18,18% (2 orang) guru telah mengajar antara 6-15 tahun di SLB-C ”X”; sisanya 27,27% (3 orang) mengajar kurang dari 5 tahun. Dari fakta tersebut, dapat diasumsikan guru SLB-C “X” memiliki resiliency yang tinggi sehingga mampu bertahan mengajar dalam jangka waktu cukup lama ditengah adversity yang ada.

Resiliency memerlukan karakteristik pendukung yang disebut protective factors. Protective factors bersumber dari lingkungan dan berfungsi mengurangi dampak negatif dari keadaan dan kondisi stres. Menurut Henderson dan Milstein


(40)

7

Universitas Kristen Maranatha (2003), tanpa protective factors yang cukup guru dapat mengalami gangguan psikologi seperti depresi dalam mengajar, atau mengundurkan diri dari pekerjaan. Lembaga sekolah SLB-C ”X” menjadi sumber protective factors yang berperan penting dalam mengembangkan resiliency guru SLB-C ”X”. Lembaga sekolah meliputi siswa SLB-C ”X”, rekan sekerja guru SLB-C ”X”, kepala sekolah SLB

-C ”X”, yayasan ”X”, dan staf SLB-C ”X”. Berdasarkan penelitian Henderson & Milstein (2003), terdapat aspek dari lingkungan sekolah yang dihayati guru sebagai sumber protective factors, atau diistilahkan sebagai resiliency building factors. Dengan adanya resiliency building factors, sekolah secara organisasional diperlengkapi sehingga dapat meningkatkan resiliency guru sebagai pendidik di sekolah dan juga bagi murid-murid yang belajar di sekolah.

Kepala Sekolah menghayati peran guru SLB-C “X” sebagai pengajar tidaklah mudah, sehingga sekolah berupaya agar guru tetap bertahan memberi pengajaran, tidak merasa jenuh dan lemah dengan keterbatasan siswa, dan tetap optimis dalam mengajar. Upaya sekolah ini terangkum dalam suatu bentuk resiliency building factors lingkungan sekolah, resiliency building factors in schools terlihat dari enam aspek pendukung. Pertama increasing prosocial bonding yaitu adanya penciptaan hubungan kedekatan yang sehat antara anggota sekolah dan guru SLB-C “X” pada organisasi sekolah. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Sekolah SLB-C ”X”, diperoleh informasi bahwa satu kali dalam satu semester sekolah rutin mengadakan kegiatan kebersamaan seperti memasak dan makan bersama untuk mempererat keakraban antar anggota sekolah baik siswa, staf, kepala sekolah, maupun guru. Kepala sekolah juga memberikan


(41)

8

Universitas Kristen Maranatha prasarana seperti alat untuk berkaraoke, dengan maksud agar guru, siswa, dan juga kepala sekolah dapat menghilangkan rasa jenuh dan tidak membawa perasaan kesal sehabis mengajar ke lingkungan keluarga. Kepala Sekolah berusaha dekat dengan guru-guru seperti melakukan belanja bersama, dan mengadakan makan dan masak bersama seluruh anggota sekolah pada setiap hari sabtu. Hasil survei awal sebanyak 40% guru (2 orang) dari hasil wawancara terhadap lima orang guru, menghayati kurangnya kerjasama antar guru dalam lingkungan SLB-C ”X”

Set clear and consistent boundaries merupakan penjelasan batasan organisasi sekolah, aturan yang jelas dan tegas tentang bagaimana guru mengendalikan perilakunya sesuai dengan tujuan pendidikan. Dari hasil kuesioner survei awal terhadap tujuh orang guru, sebanyak 100% (7 orang) guru SLB-C ”X” memahami dan menerapkan visi dan misi sekolah, dan memahami aturan keseharian sekolah yang telah disepakati. Menurut kepala sekolah, peraturan kedisiplinan sekolah telah ditetapkan, seperti hadir sebelum pukul 08.00, melengkapi kewajiban administrasi kelas setiap bulannya, dan kelengkapan absensi guru. Namun karena kurangnya ketegasan dan sanksi yang diberikan kepala sekolah, dan juga terkondisikan dengan kebiasaan murid yang sering terlambat masuk sekolah, ketertiban pelaksanaan aturan oleh guru menjadi lemah. Perilaku kurang disiplin tersebut menghambat proses belajar mengajar karena guru sering terlambat hadir di sekolah, dan terlambat memberikan laporan administrasi.


(42)

9

Universitas Kristen Maranatha Teach life skills merupakan kemampuan sekolah untuk mendorong guru menyelesaikan konflik dan masalah dalam pelaksanaan tanggung jawab, berpikir kritis, mendorong perilaku bekerjasama, dan mengambil keputusan. Setiap hari Selasa, sekolah mengadakan KKG (Kelompok Kerja Guru) yang merupakan forum pembahasan program mingguan, dan sharing dalam mengatasi permasalahan siswa. Sekolah juga memberikan kesempatan bagi guru SLB-C ”X” untuk mengikuti pelatihan atau pun seminar pengembangan diri secara bergilir. Sebanyak 100% dari hasil kuesioner survei awal (7 orang) guru terlatih memiliki metode dan analisa tersendiri untuk mengatasi siswa yang agresi. Dalam memberikan saran kepada atasan sebanyak 100% (7 orang) guru tidak segan untuk mengkritik dan memberi saran; sejumlah 85% (6 orang) merasakan lembaga sekolah mendukung guru dalam mengembangkan diri dan mendorong untuk menyelesaikan masalah

Provide caring and support meliputi peran serta sekolah dalam memberikan perhatian, dukungan moral, sarana dan prasarana kepada guru

SLB-C ”X” untuk mengoptimalkan diri dalam melaksanakan tugas. Dari kuesioner kepada 7 guru, sebanyak 100% (7 orang) menyukai lingkungan kebersamaan dan perhatian sekolah. Sebanyak 29% (2 orang) guru merasa ada batasan sosial antara atasan dan bawahan di SLB-C ”X”. Sebanyak 71% (5 orang) guru mengaku pihak Yayasan tidak memberikan biaya tambahan untuk menunjang kesejahteraan. Sebanyak 29% (2 orang) guru mengatakan sering menggunakan dana pribadi untuk kebutuhan sarana dan prasarana murid dalam kegiatan belajar mengajar.


(43)

10

Universitas Kristen Maranatha Set communicate high expectation meliputi peran serta sekolah untuk memberi keyakinan, harapan dan kepercayaan guru SLB-C ”X” bahwa mereka mampu dan bisa melakukan yang terbaik. Sekolah membuat kebijakan untuk mengadakan forum KKG selain bertujuan untuk membahas penanganan siswa, juga sebagai sarana bagi guru untuk meninjau hasil kerja dan memberikan masukan dan perbaikan dalam pelaksanaan tugas. Guru diberi tanggung jawab sesuai dengan kapasitas dan prosedur yang berlaku. Dalam forum rapat ataupun KKG, sekolah memberikan kesempatan kepada para guru untuk dapat berbagi pengalaman dan pelajaran

Provide opportunities for meaningful participation meliputi peran sekolah memberikan kesempatan guru SLB-C ”X” berpartisipasi dan berkontribusi terhadap pendidikan dan organisasi SLB-C ”X”. Sekolah memberikan kesempatan kepada setiap guru untuk mengembangkan kreatifitas mengajar, dan disampaikan dalam forum KKG pada pembahasan karya Penulisan Tindakan Kelas (PTK). Sekolah juga memberikan kesempatan mengembangkan metode pengajaran yang baru dalam forum KKG. Setiap tahunnya sekolah memberikan penghargaan berupa kenaikan jabatan atau piagam kepada guru berprestasi. Namun pada kenyataannya tidak banyak guru berhasil memenuhi kriteria sehingga

penghargaan yang dijanjikan tidak terealisasikan. Penghargaan ”Guru Berdedikasi Nasional” selalu diajukan sekolah, namun guru memandang pesimis terhadap diri sendiri dan tidak mengikuti kegiatan tersebut

Melalui hasil survei yang telah dipaparkan di atas, untuk memberikan pelayanan pendidikan khusus guru SLB-C ”X” memerlukan resiliency building


(44)

11

Universitas Kristen Maranatha factors lingkungan sekolah sebagai kapasitas pendukung guru SLB-C “X” sehingga mampu menghadapi adversity selama mendidik siswa SLB-C “X”, melakukan tanggung jawab dan tugas sepenuhnya, bahkan berkompeten dalam bidangnya. Berdasarkan hal itu, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai derajat resiliency building factors lingkungan sekolah pada guru SLB-C “X” di kota Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah, maka permasalahan yang akan diteliti adalah resiliency building factors lingkungan sekolah pada guru SLB-C ”X” di Kota Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memperoleh gambaran tentang resiliency building factors lingkungan sekolah pada guru SLB-C ”X” di Kota Bandung.

1.3.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran resiliency building factors lingkungan sekolah pada guru SLB-C ”X” di Kota Bandung dalam kaitan dengan aspek-aspeknya.


(45)

12

Universitas Kristen Maranatha 1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

1. Penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan bagi bidang psikologi pendidikan tentang resiliency building factors lingkungan sekolah pada guru

SLB-C ”X” di kota Bandung.

2. Memberi masukan informasi bagi peneliti lain yang membutuhkan bahan acuan dan pertimbangan saran untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai resiliency building factors.

1.4.2. Kegunaan Praktis

1. Kepada Sekolah Pendidikan Sekolah Luar Biasa-C ”X” tentang resiliency building factors lingkungan sekolah seperti yang dihayati guru SLB-C “X”, untuk dijadikan pertimbangan dalam mengembangkan sekolah dengan tujuan meningkatkan resiliency guru SLB-C ”X”.

2. Kepada Kepala Sekolah SLB-C ”X” mengenai aspek-aspek resiliency building factors, untuk dijadikan pertimbangan dalam menentukan kebijaksanaan dan sikap yang perlu ditingkatkan, sehingga sekolah dapat memberikan peran baik yang membangun resiliency guru SLB-C ”X”.

1.5 Kerangka Pemikiran

Guru SLB berdasarkan PP RI No. 72 tahun 1991 adalah tenaga kependidikan pada satuan Pendidikan Luar Biasa dengan kualifikasi khusus


(46)

13

Universitas Kristen Maranatha (http://ineupuspita.wordpress.com/2008/07/31/profesionalitas-guru-slb/).

Kualifikasi khusus yang menjadi tanggung jawab profesional untuk dimiliki guru SLB adalah: pertama, kompetensi kemampuan umum (General Ability) yang merupakan kompetensi guru pada umumnya. Kedua, kemampuan Dasar (Basic Ability) yang digunakan sebagai pengidentifikasian dan perancangan program anak berkebutuhan khusus. Ketiga, kemampuan khusus (Specific Ability) yang dibutuhkan seperti mampu melakukan modifikasi perilaku, menguasai konsep pembelajaran keterampilan anak yang mengalami gangguan/kelainan perilaku, sosial, dan kesulitan belajar. (Depdiknas, 2004: 21-26)

SLB-C ”X” sebagai salah satu SLB yang memberi pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus tunagrahita yang bernaung dibawah Yayasan ”X” dituntut memiliki kualifikasi khusus sebagai pengajar, seperti guru yang memberi pengajaran di SLB-C ”X” adalah lulusan SPGLB. Diharapkan seorang guru lulusan SPGLB memiliki kompetensi untuk dapat mendidik siswa dengan karakteristik luar biasa seperti tuna grahita. Karakteristik tuna grahita sebagai peserta didik yang dihadapi oleh guru SLB-C adalah sebagai berikut: lamban mempelajari hal-hal baru, kemampuan bicara kurang, keterbatasan gerak fisik. Dalam mengerjakan tugas cenderung lambat walaupun untuk tugas sangat sederhana seperti menulis, membaca, memakai sepatu, menjangkau sesuatu. Selain itu, tuna grahita kurang mampu menolong dan mengurus diri sendiri (berpakaian, makan, dan mengurus kebersihan diri). Tingkah laku dan interaksi anak tuna grahita cenderung tidak lazim dan diulang-ulang (misalnya:


(47)

memutar-14

Universitas Kristen Maranatha mutar jari di depan wajah dan melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri, misalnya: menggigit diri sendiri, membentur-beturkan kepala).

Guru memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mendidik siswa tuna grahita menjadi mandiri dan memiliki keterampilan yang berguna untuk masa depannya. Guru SLB-C ”X” pada umumnya berada pada tahap dewasa madya (usia 35-60 tahun) dimana dalam dunia pekerjaan sudah mengalami kepuasan kerja yang meningkat stabil sepanjang kehidupan kerja, dan memiliki komitmen yang lebih besar terhadap pekerjaan (Santrock, 2002). Berdasarkan tahap perkembangan yang dimiliki guru, idealnya guru SLB-C ”X” sudah memiliki komitmen yang lebih besar sebagai seorang pendidik, dan memiliki kepuasan tersendiri dalam melaksanakan pekerjaannya.

Dalam menekuni profesi di usia dewasa madya, guru SLB-C ”X” dituntut dapat mengontrol emosi dengan baik, bersikap sabar, telaten, dan aktif dalam mengawasi tingkah laku siswa. Untuk peningkatan keterampilan siswa, guru diharapkan mengenali ketertarikan anak, menciptakan kedekatan dengan anak, dan pantang menyerah untuk memberikan pengulangan berkali-kali hingga anak mengerti.

Kondisi peserta didik yang dihadapi, tanggung jawab profesional, harapan orangtua dan masyarakat terhadap fungsi guru dapat memberi tekanan tersendiri bagi guru, dan dapat dihayati sebagai suatu keadaan yang stres (adversity). Penghayatan terhadap adversity dapat menimbulkan perasaan tidak berdaya pada diri guru dalam mengajar, tidak percaya diri, merasa lemah, bahkan lebih lanjut dapat saja pindah atau berhenti dari pekerjaan sebagai guru SLB-C ”X”. Agar


(48)

15

Universitas Kristen Maranatha berhasil mengatasi adversity, guru SLB-C ”X” berusaha dan perlu untuk mempertahankan keadaan fisik dan psikisnya seimbang.

Menurut Benard (2004) kemampuan individu untuk dapat beradaptasi dengan baik dan mampu berfungsi secara baik di tengah situasi yang menekan (stres) atau banyaknya halangan dan rintangan (adversity) disebut resiliency. Nan Henderson & Mike M. Milstein (2003) memandang resiliency sebagai hal yang penting dalam dunia pendidikan khususnya bagi pendidik. Rirkin dan Hoopman (dalam Resiliency in School, 2003) yang memfokuskan resiliency pada lingkungan sekolah terutama bagi pelajar dan pendidik, mengatakan bahwa resiliency merupakan kapasitas untuk bangkit dan giat kembali, berhasil menyesuaikan diri untuk mengatasi adversity, mengembangkan keterampilan sosial, akademik, dan kemampuan khusus walaupun ditengah situasi tertekanan ataupun stres.

Guru SLB-C ”X” yang memiliki resiliency berarati mampu bertahan melaksanakan tanggung jawabnya, bahkan mampu mengajar selama jangka waktu yang panjang, dan memungkinkan berprestasi di tengah situasi menekan. Derajat resiliency pada setiap guru SLB-C “X” berbeda-beda, seiring waktu dapat mengalami peningkatan atau penurunan. Oleh karena itu dibutuhkan protective factors yaitu karakteristik yang diperoleh dari dalam diri individu ataupun dari lingkungan untuk mengurangi dampak negatif dari situasi dan kondisi yang menekan.(Henderson & Milstein, 2003). Protective factors tidak menimbulkan resiliency namun lebih merupakan penunjang penting dalam perkembangan resiliency.


(49)

16

Universitas Kristen Maranatha Tidak semua lingkungan mampu menyediakan protective factors yang mendukung resiliency, ada lingkungan yang menghambat perkembangan resiliency dengan berbagai cara sehingga guru SLB-C “X” menghayati pesan negatif dari lingkungan sekitar yang membuat dirinya merasa terasingkan. Guru

SLB-C “X” memerlukan fungsi lingkungan yang mendukung perkembangan dan

peningkatan resiliency. Idealnya, sekolah merupakan lingkungan yang secara organisasional dapat mempertahankan atau bahkan meningkatkan resiliency anggotanya. Seiring dengan pengklasifikasian protective factors pada lingkungan sekolah, menurut penelitian Nan Henderson dan Mike M. Milstein (2003), terdapat beberapa hal penting yang menunjukkan bagaimana lingkungan sekolah dapat menyediakan protective factor yang disebut resiliency building factors.

Resiliency building factors lingkungan sekolah merupakan peran lingkungan sekolah secara organisasional sebagaimana dihayati guru SLB-C “X” sehingga dapat mencegah guru SLB-C “X” mengalami perasaan gagal, lemah atau kehilangan semangat. Resiliency building factors lingkungan sekolah terdiri atas increasing prosocial bonding, set clear and consistent boundaries, teach life skills, provide caring and support, set and communicate high expectations, dan provide opportunities for meaningful participation. Guru SLB-C “X” yang menghayati resiliency building factors lingkungan sekolah pada derajat tinggi, maka guru menghayati aspek-aspek yang ditampilkan sekolah dalam derajat tinggi sehingga guru tetap bertahan melaksanakan tugas sesuai tujuan dan mampu meningkatkan resiliency guru selama menjadi pendidik di SLB-C “X”. Guru yang menghayati resiliency building factors lingkungan sekolah pada derajat rendah,


(50)

17

Universitas Kristen Maranatha maka guru menghayati aspek-aspek yang dimiliki sekolah ditampilkan dalam derajat rendah .

Increasing prosocial bonding menggambarkan penghayatan guru terhadap lingkungan sekolah dalam peningkatan hubungan antar guru SLB-C ”X” dengan anggota sekolah lainnya sehingga menumbuhkan sikap dan rasa memiliki terhadap kehidupan di SLB-C. Dalam derajat tinggi hal ini ditandai dengan penghayatan guru terhadap usaha sekolah membangun iklim organisasional yang sehat sehingga meningkatkan kedekatan hubungan antar guru SLB-C “X”. Selain itu guru menghayati kepala sekolah bersikap adil dan tidak memberi perbedaan sikap terhadap semua guru. Sekolah juga menumbuhkan nilai-nilai visi dan misi sekolah SLB-C “X” kepada guru. Dalam derajat rendah, guru menghayati minimnya perhatian sekolah terhadap iklim organisasi yang suportif, kurang memberikan penghargaan atas usaha guru sehingga menciptakan suasana kerjasama yang nyaman antara anggota masyarakat sekolah.

Set clear dan consistent boundaries menggambarkan penghayatan guru SLB-C “X” terhadap lingkungan sekolah dalam memperjelas batasan-batasan organisasional, kebijakan, aturan dan prosedur sekolah. Dalam derajat tinggi, hal ini ditandai dengan sekolah memberi batasan organisasional dengan jelas sehingga guru merasa bertanggung jawab dan menumbuhkan rasa memiliki terhadap sekolah. Selain itu sekolah juga menetapkan penerapan tujuan, visi dan misi SLB-C “X” kepada guru, sehingga bertindak sesuai dengan harapan sekolah. Sekolah juga berusaha mendorong kemampuan guru untuk disiplin melaksanakan tata tertib yang telah disepakati. Dalam derajat yang rendah, guru menghayati


(51)

18

Universitas Kristen Maranatha sekolah tidak tegas dalam memberikan aturan, adanya aturan seakan-akan hanya suatu formalitas yang tidak bernilai penting, dan kurangnya mengkomunikasikan terbentuknya atau berubahnya aturan yang telah disepakati.

Teach life skills menggambarkan bagaimana penghayatan guru terhadap lingkungan sekolah dalam meningkatkan kemampuan guru SLB-C “X” untuk belajar dari pengalaman dan berpikir kritis terhadap permasalahan. Dalam derajat yang tinggi, sekolah berkontribusi menampilkan contoh sikap positif dalam menghadapi rintangan, terampil bekerjasama serta menghargai guru dalam usahanya menghadapi risiko-risiko dan tantangan, dan terampil membuat keputusan. Sekolah juga mengarahkan guru mengembangkan sikap teladan dalam analitis dan efektif dalam memecahkan masalah dengan sehat, mengolah stres dan memiliki keterampilan untuk bertahan menghadapi masalah. Dalam derajat rendah, guru menghayati sekolah jarang memberikan resolusi konflik yang sehat, bimbang dan sulit membantu guru mengambil keputusan dalam suatu permasalahan, sekolah tidak memberikan contoh sikap pengolahan stress yang sehat, dan kurangnya upaya sekolah dalam membangun pola berpikir kritis guru.

Provide caring and support, menggambarkan penghayatan guru SLB-C

“X” terhadap lingkungan sekolah dalam menciptakan lingkungan sekolah sebagai tempat yang nyaman sehingga meningkatkan rasa memiliki. Faktor ini merupakan building factor yang memiliki peran paling penting pada resiliency building factors untuk meningkatkan resiliency. Dalam derajat tinggi, hal ini merujuk sikap sekolah untuk meningkatkan rasa memiliki dan rasa kerjasama guru SLB-C “X” dengan rekan guru, siswa dan sekolah. Sekolah memberi perhatian, penghargaan


(52)

19

Universitas Kristen Maranatha terhadap prestasi dan usaha setiap guru. Kepala sekolah sebagai pemimpin berusaha mengenal, berkomunikasi, meluangkan waktu bersama setiap guru

SLB-C “X” maupun siswa secara personal. Sekolah juga merespon kebutuhan guru dalam mengajar seperti memberikan sarana dan prasarana yang menunjang proses mengajar. Dalam derajat rendah, sekolah tidak memperdulikan pentingnya perhatian dan kasih sayang dalam sehari-hari. Sekolah membuat guru merasa terasingkan, dan memberikan kesan bahwa guru bukan merupakan bagian dari sekolah. Selain iu, sekolah juga kurang memberikan perhatian untuk melengkapi sarana dan prasarana yang menunjang pendidikan.

Aspek set and communicate high expectation, menggambarkan bagaimana penghayatan guru SLB-C “X” terhadap lingkungan sekolah menumbuhkan kepercayaan kepada guru dan membantu guru untuk menyadari bahwa mereka mampu melakukan yang terbaik. Dalam derajat tinggi, sekolah memberikan kepercayaan kepada guru untuk mampu kreatif dan mengatasi kesulitan, serta mampu berkomunikasi baik dengan siswa dan orang tua siswa. Sekolah juga meningkatkan keyakinan guru dan memberi semangat bahwa setiap guru mampu menghadapi hambatan dalam mengajar. Sekolah juga memperhatikan potensi dan keterampilan guru dalam memberikan metoda pengajaran serta mengembangkannya. Dalam derajat rendah, sekolah cenderung mematahkan semangat guru untuk mengerjakan sesuatu yang baru, sekolah tidak mengembangkan guru menjadi percaya diri, sehingga guru merasa kemampuannya rendah, dan patah semangat.


(53)

20

Universitas Kristen Maranatha Provide opportunities for meaningful participation, menggambarkan penghayatan guru terhadap lingkungan sekolah dalam menyediakan kesempatan dan memotivasi guru untuk bekerjasama dan berpartisipasi dalam pengembangan lingkungan sekolah. Dalam darajat tinggi, ditandai dengan peran sekolah memberikan tanggung jawab kepada guru; menyediakan kesempatan untuk mengatasi masalah, membuat keputusan, membuat perencanaan, memutuskan tujuan, bebas berasumsi, meningkatkan kapasitas guru, mendorong untuk melibatkan dalam berbagai kegiatan akademik dan non akademik. Dalam derajat rendah, sekolah tidak mengembangkan dan tidak peduli dengan keterampilan khusus, kemampuan ataupun ide-ide baru yang dimiliki guru, sekolah meragukan kemampuan dan kontribusi guru untuk mengerjakan hal-hal baru, ataupun dalam menyelesaikan masalah-masalah siswa, sekolah tidak mengikutsertakan guru berpartisipasi dalam berbagai kegiatan akademik maupun non akademik.

Seiring dengan hal-hal di atas, adanya resiliency building factors lingkungan sekolah (increasing bonding, set clear, consistent

boundaries, teach life skills, provide caring and support, set and communicate high expectations, dan provide opportunities for meaningful participation) akan mendukung guru SLB-C ”X” dalam meningkatkan resiliency sehingga mampu mengatasi adversity. Dengan resiliency builiding factors dari lingkungan sekolah akan mendukung guru SLB-C ”X” untuk menjadi resiliency dengan kapasitas tertentu.


(54)

21

Universitas Kristen Maranatha

Resiliency Building Factors

Lingkungan Sekolah

Increasing prosocial

bonding

Teach life skills

Guru SLB-

C ”X”

di kota Bandung

Set and communicate high expectations Provide caring and

support Set clear, consistent

bondaries

Provide opportunities for meaningful

participants

Adversity

1.6 Bagan Kerangka Pikir

1.7 Asumsi

1. Tugas guru Sekolah Luar Biasa –C “X” dapat dihayati sebagai suatu keadaan yang menekan (adversity).

2. Guru SLB-C “X” memerlukan resiliency yang tinggi untuk beradaptasi dan berkembang dalam menghadapi tugasnya sebagai pendidik anak berkebutuhan khusus.


(55)

22

Universitas Kristen Maranatha 3. Guru SLB-C “X” dengan jangka waktu mengajar lebih dari sepuluh tahun

memiliki resiliency yang tinggi.

4. Guru yang menghayati Resiliency building factors lingkungan sekolah pada derajat tertentu terlihat pada aspek-aspek yang dimilikinya yaitu increasing prosocial bonding, set clear and consistent boundaries, teach life skills, provide caring and support, set and communicate high expectations, dan provide opportunities for meaningful participation.


(56)

67 Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian mengenai resiliency building factors lingkungan sekolah pada guru SLB-C “X” di kota Bandung, dapat disimpulkan hal-hal berikut:

1. Dari 11 responden guru SLB-C “X” yang menghayati resiliency building factors lingkungan sekolah, 54,55% menghayati resiliency building factors lingkungan sekolah rendah.

2. Dari enam aspek resiliency building factors yang memiliki keterkaitan yang jelas dan berperan dalam resiliency building factors lingkungan sekolah pada guru SLB-C “X” ialah increasing prosocial bonding, teach life skills, dan provide opportunities for meaningful participation.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu sebagai berikut:

5.2.1 Saran Teoretis

1. Bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai resiliency building factors in school, disarankan untuk meneliti secara khusus mengenai kontribusi resiliency building factors terhadap resiliency.


(57)

68

Universitas Kristen Maranatha 2. Bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai resiliency

building factors in school, disarankan dalam menyusun alat ukur berupa wawancara sehingga setiap aspek dari resiliency building factors in school dapat lebih tergali.

3. Bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai resiliency building factors pada guru dengan responden yang terbatas, disarankan untuk menggunakan desain penelitian studi kasus sehingga dapat digali lebih dalam mengenai penghayatan responden mengenai kontribusi sekolah untuk membangun resiliency dirinya ketika menghadapi tekanan dan halangan dari siswa, guru, lingkungan keluarga, maupun komunitas lain

5.2.2 Saran Praktis

1. Bagi SLB-C “X” untuk memberi pelatihan yang ditujukan untuk meningkatkan keterampilan guru dalam berpikir kritis dan analitis, keterampilan guru dalam bekerjasama (team work), dan pelatihan lain yang berkaitan dengan pengembangan kemampuan dan metode baru dalam mengajar.

2. Bagi Kepala Sekolah SLB-C “X” untuk memberikan kesempatan kepada guru untuk terlibat dalam penyusunan aturan, kebijakan, serta mendorong guru turut berkontribusi dalam menyusun dan melaksanakan berbagai kegiatan di sekolah

3. Bagi Kepala Sekolah SLB-C “X” untuk dapat lebih meningkatkan kegiatan yang mengembangkan komunikasi antar guru dan kepala sekolah, juga antar


(58)

69

Universitas Kristen Maranatha guru dengan guru lainnya, sehingga terjalin komunikasi yang terbuka dan aspirasi guru lebih tersalurkan guna meningkatkan kemampuan guru dalam menghadapi tantangan pengajaran.


(59)

70

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Benard, Bonnie. 2004. Resiliency: What We Have Learned. San Fransisco : WestEd

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta : Grasindo.

Henderson, N., Milstein, M., M. 2003. Resiliency in School : Making It Happen for Students and Educators. California: Corwin Press, Inc.

Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan I. Jakarta: Erlangga.

Lumbantobing. S.M. 2001. Anak Dengan Mental Terbelakang. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Mangunsong, Frieda. 1998. Psikologi Pendidikan Anak Luar Biasa. Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi UI.

Maramis, W. F.1980. Catatan ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga Universitas Press.

Santrock J.W.2002.Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup. Jakarta : Penerbit Erlangga.


(60)

71

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

http:// www.resiliencycenter.com

http:// www.republikaonline.comwww.ditplb.or.id

http;//www.unila.ac.id/~fkip/index.php?option=com_content&task=viewd&id=17 &Itemid=2

http://ineupuspita.wordpress.com/category/metode-pembelajaran/

Peranan Guru dalam pendidikan. Pendidikan dan Masyarakat. (online). Bab V. (http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_154. html).

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Sub Dinas Pendidikan Luar Biasa. 2007. Visi, Misi dan Tujuan . Bandung : Sub Dinas Pendidikan Luar Biasa Jawa Barat. http://www.plbjabar.com/?inc=tentang&id=3.

Dasih, S.Pd (Guru SLB Negeri Subang). Kisah Guru SDLB Ujicoba Blanakan. (Online). (http://www.plbjabar.com/?inc=artikel&id=41)

Dadang Rahman Munandar (Kasi Kurikulum Sub Dis PLB). Guru Kreatif dan

Pendidikan Berkualitas. (Online)

(http://www.plbjabar.com/?inc=artikel&id=56, diakses 25 November 2008)

http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jiptumm-gdl-s1-2002-yani-5868-guru&q=Anak

Ineu Puspita.2008. Ineupuspita’s Weblog. Profesionalitas Guru SLB. (Online). http://ineupuspita.wordpress.com/2008/07/31/profesionalitas-guru-slb/, diakses 31 Juni 2008).

SLB-C”X”. 2006. Rencana Strategi Pengembangan Sekolah. Bandung.

SLB-C”X”. 2006. Rencana Induk Pengembangan Sekolah dan Profil SLB-C”X” Bandung.

SLB-C”X”. 2006. Evaluasi Program kerja Lima Tahun SLB-C”X” dari Tahun Pelajaran 2005-2006 Sampai dengan 2006-2007. Bandung.


(61)

72

Universitas Kristen Maranatha Ayu, Indri, Metodologi Penelitian II : Suatu Studi Deskriptif tentang Sikap Ibu Terhadap anak Kandungnya yang menderita Retardasi mental (Imbisil) pada Usia 8-10 tahun di SLB ”X” Bandung. 2005. Bandung.

Friskawati, Metodologi Penelitian II : Suatu Penelitian mengenai Sikap Orangtua Terhadap Kemandirian Anak Retardasi Mental (Imbisil) di SLPB ”C” Bandung.2003.Bandung.

Kusumah, A.,A., Seminar Outline : Kontribusi Protective Factors Terhadap Resiliency Pria Homoseksual di Kota Bandung.2008. Bandung.

Sari, Maya, Seminar Outline : Studi Deskriptif Mengenai Resilience pada Siswa


(1)

67 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian mengenai resiliency building factors lingkungan sekolah pada guru SLB-C “X” di kota Bandung, dapat disimpulkan hal-hal berikut:

1. Dari 11 responden guru SLB-C “X” yang menghayati resiliency building factors lingkungan sekolah, 54,55% menghayati resiliency building factors lingkungan sekolah rendah.

2. Dari enam aspek resiliency building factors yang memiliki keterkaitan yang jelas dan berperan dalam resiliency building factors lingkungan sekolah pada guru SLB-C “X” ialah increasing prosocial bonding, teach life skills, dan provide opportunities for meaningful participation.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu sebagai berikut:

5.2.1 Saran Teoretis

1. Bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai resiliency building factors in school, disarankan untuk meneliti secara khusus mengenai kontribusi resiliency building factors terhadap resiliency.


(2)

Universitas Kristen Maranatha 2. Bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai resiliency building factors in school, disarankan dalam menyusun alat ukur berupa wawancara sehingga setiap aspek dari resiliency building factors in school dapat lebih tergali.

3. Bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai resiliency building factors pada guru dengan responden yang terbatas, disarankan untuk menggunakan desain penelitian studi kasus sehingga dapat digali lebih dalam mengenai penghayatan responden mengenai kontribusi sekolah untuk membangun resiliency dirinya ketika menghadapi tekanan dan halangan dari siswa, guru, lingkungan keluarga, maupun komunitas lain

5.2.2 Saran Praktis

1. Bagi SLB-C “X” untuk memberi pelatihan yang ditujukan untuk meningkatkan keterampilan guru dalam berpikir kritis dan analitis, keterampilan guru dalam bekerjasama (team work), dan pelatihan lain yang berkaitan dengan pengembangan kemampuan dan metode baru dalam mengajar.

2. Bagi Kepala Sekolah SLB-C “X” untuk memberikan kesempatan kepada guru untuk terlibat dalam penyusunan aturan, kebijakan, serta mendorong guru turut berkontribusi dalam menyusun dan melaksanakan berbagai kegiatan di sekolah

3. Bagi Kepala Sekolah SLB-C “X” untuk dapat lebih meningkatkan kegiatan yang mengembangkan komunikasi antar guru dan kepala sekolah, juga antar


(3)

Universitas Kristen Maranatha guru dengan guru lainnya, sehingga terjalin komunikasi yang terbuka dan aspirasi guru lebih tersalurkan guna meningkatkan kemampuan guru dalam menghadapi tantangan pengajaran.


(4)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Benard, Bonnie. 2004. Resiliency: What We Have Learned. San Fransisco : WestEd

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta : Grasindo.

Henderson, N., Milstein, M., M. 2003. Resiliency in School : Making It Happen for Students and Educators. California: Corwin Press, Inc.

Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan I. Jakarta: Erlangga.

Lumbantobing. S.M. 2001. Anak Dengan Mental Terbelakang. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Mangunsong, Frieda. 1998. Psikologi Pendidikan Anak Luar Biasa. Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi UI.

Maramis, W. F.1980. Catatan ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga Universitas Press.

Santrock J.W.2002.Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup. Jakarta : Penerbit Erlangga.


(5)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN http:// www.resiliencycenter.com http:// www.republikaonline.comwww.ditplb.or.id http;//www.unila.ac.id/~fkip/index.php?option=com_content&task=viewd&id=17 &Itemid=2 http://ineupuspita.wordpress.com/category/metode-pembelajaran/

Peranan Guru dalam pendidikan. Pendidikan dan Masyarakat. (online). Bab V. (http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_154. html).

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Sub Dinas Pendidikan Luar Biasa. 2007. Visi, Misi dan Tujuan . Bandung : Sub Dinas Pendidikan Luar Biasa Jawa Barat. http://www.plbjabar.com/?inc=tentang&id=3.

Dasih, S.Pd (Guru SLB Negeri Subang). Kisah Guru SDLB Ujicoba Blanakan. (Online). (http://www.plbjabar.com/?inc=artikel&id=41)

Dadang Rahman Munandar (Kasi Kurikulum Sub Dis PLB). Guru Kreatif dan

Pendidikan Berkualitas. (Online)

(http://www.plbjabar.com/?inc=artikel&id=56, diakses 25 November 2008)

http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jiptumm-gdl-s1-2002-yani-5868-guru&q=Anak

Ineu Puspita.2008. Ineupuspita’s Weblog. Profesionalitas Guru SLB. (Online). http://ineupuspita.wordpress.com/2008/07/31/profesionalitas-guru-slb/, diakses 31 Juni 2008).

SLB-C”X”. 2006. Rencana Strategi Pengembangan Sekolah. Bandung.

SLB-C”X”. 2006. Rencana Induk Pengembangan Sekolah dan Profil SLB-C”X” Bandung.

SLB-C”X”. 2006. Evaluasi Program kerja Lima Tahun SLB-C”X” dari Tahun Pelajaran 2005-2006 Sampai dengan 2006-2007. Bandung.


(6)

Universitas Kristen Maranatha Ayu, Indri, Metodologi Penelitian II : Suatu Studi Deskriptif tentang Sikap Ibu Terhadap anak Kandungnya yang menderita Retardasi mental (Imbisil) pada Usia 8-10 tahun di SLB ”X” Bandung. 2005. Bandung.

Friskawati, Metodologi Penelitian II : Suatu Penelitian mengenai Sikap Orangtua Terhadap Kemandirian Anak Retardasi Mental (Imbisil) di SLPB ”C” Bandung.2003.Bandung.

Kusumah, A.,A., Seminar Outline : Kontribusi Protective Factors Terhadap Resiliency Pria Homoseksual di Kota Bandung.2008. Bandung.

Sari, Maya, Seminar Outline : Studi Deskriptif Mengenai Resilience pada Siswa SMP ”X” Kelas I di Kota Bandung. 2007. Bandung.