Studi Deskriptif Mengenai Derajat Self-Compassion pada Tenaga Pendidik SLB C "X" Kota Bandung.

(1)

viii

Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui derajat self-compassion pada tenaga pendidik SLB C “X” kota Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan tekhnik purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 15 orang.

Alat ukur yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah kuesioner self-compassion dari Missiliana R, M.Si. Psik yang dikonstruksi dari Kristin Neff (2003) dengan jumlah item sebanyak 26 item. Validitas alat ukur berkisar 0,323 – 0,606 dengan reliabiltas alat ukur 0,818.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa tenaga pendidik SLB C “X” di kota Bandung memiliki derajat self-compassion yang tergolong rendah sebesar 73,3% yang dilihat dari derajat komponen pembangun self-compasion yang ketiganya atau salah satu komponennya tergolong rendah. Hal ini menggambarkan bahwa tenaga pendidik belum mampu untuk menghibur diri sendiri ketika mengalami kesulitan, kegagalan atau ketidaksempurnaan.

Penelitian ini menemukan tidak adanya kecenderungan keterkaitan antara self-compassion dengan faktor personality dan role of parents, untuk itu peneliti menyarankan untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian mengenai kontribusi antara self-compassion dengan factor personality dan role of parents. Untuk meningkatkan derajat self-compassion pada tenaga pendidik SLB C “X” dapat dilakukan dengan mengadakan sharing atau diskusi kelompok antar tenaga pendidik mengenai permasalahan yang dihadapi, atau dengan mengadakan seminar yang berhubungan dengan self-compassion pada para tenaga pendidik agar dapat meningkatkan self-compassion di dalam dirinya.


(2)

ix

Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT

The main purpose of this research is to identify a degree of self-compassion of teachers in SLB C”X”, Bandung city. The methodology used by researcher is descriptive method. The poll samples conducted by used a purposive sampling technique for 15 respondents.

The measuring instruments was used by researcher is a questioners of self –compassion from Missiliana R, M.Si. Psik which constructed from Kristin Neff (2003) as much as 26 item. The Validity of measuring instrument around 0,323-0,606, and reliability is 0,818

The result of this research are : A self -compassion of teachers in SLB C” X” Bandung, having a low degrees which is 73,3% based on a degree of builder component of self-compassion which a third or one of the components is classified in low degree. The result describe that the teachers have not been able to entertain themselves when having a difficulties or hard time, failure and imperfection.

This research has find that not relatedness between a self-compassion with personality factor and role of parents. Based on that, a researcher was recommended in next research to more be observe and analyze about the contribution between self-compassion with personality factor and role of parents. To increase a degrees of self –compassion of teachers in SLB C”X” can be do by conducted a regular sharing session or group discussion about the problems faced by teachers or the school can organize workshop which have related with self-compassion. So the teachers can be increased the self-compassion in themselves.


(3)

x

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN……… ii

KATA PENGANTAR ………... iii

PERNYATAAN OROSINALITAS LAPORAN PENELITIAN ….. vi

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN ILMIAH ……… vii

ABSTRAK ………. viii

ABSTRACT ………. ix

DAFTAR ISI ……….. x

DAFTAR BAGAN ………. xiv

DAFTAR TABEL ……….. xv

DAFTAR LAMPIRAN ………. xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ……….. 1

1.2. Identifikasi Masalah ………. 7

1.3. Maksud dan Tujuan ……….. 7

1.3.1. Maksud………. 7

1.3.2. Tujuan ………. 7

1.4. Kegunaan Penelitian ……… 8

1.4.1. Kegunaan Teoritis ………... 8

1.4.2. Kegunaan Praktis ……… 8


(4)

xi

Universitas Kristen Maranatha

1.6. Asumsi ………. 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Self-Compassion ……….. 21

2.1.1. Definisi Self-Compassion ………. 21

2.1.2. Komponen Self-Compassion ……… 23

2.1.2.1. Self-Kindness ………. 23

2.1.2.2. Common Humanity ……….……… 24

2.1.2.3. Mindfulness ……… 25

2.1.2.4. Hubungan Komponen Self-Compassion ………… 26

2.1.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Self-Compassion …… 28

2.1.3.1. Personality ……….… 28

2.1.3.2. Jenis Kelamin ……… 29

2.1.3.3. Budaya (Role of Culture) ………... 30

2.1.3.4. Pola Asuh (Role of Parent) ……… 31

2.1.4. Dampak Self-Compassion ………. 34

2.2. Tenaga Pendidik ……….. 35

2.2.1. Guru (Tenaga Pendidik) ……… 35

2.2.2. Karakteristik Kepribadian Guru ……… 36

2.2.3. Peran Guru dalam Proses-proses Belajar ………. 38

2.3. Tahap Perkembangan Dewasa ………. 39

2.3.1. Dewasa Awal (Early Adulthood) ……… 39


(5)

xii

Universitas Kristen Maranatha

2.4. Tunagrahita ………. 41

2.4.1. Klasifikasi Anak Tunagrahita ……… 43

2.4.2. Perkembangan Anak Tunagrahita ………. 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian ………... 47

3.2. Bagan Rancangan Penelitian ……… 47

3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Penelitian ………. 48

3.3.1. Variabel Penelitian ……… 48

3.3.2. Definisi Operasional ……….. 48

3.4. Alat Ukur ………. 49

3.4.1. Alat Ukur Self-Compassion ………. 49

3.4.2. Prosedur Pengisian Alat Ukur ……….. 50

3.4.3. Sistem Penilaian Alat Ukur ……….. 50

3.4.4. Data Pribadi dan Data Penunjang ………. 51

3.5. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ……… 51

3.5.1. Validitas Alat Ukur ……… 51

3.5.2. Reliabilitas Alat Ukur ……… 52

3.6. Populasi Sasaran dan Karakteristik Populasi ………... 53

3.6.1. Populasi Sasaran ……… 53

3.6.2. Karakteristik Sasaran ……… 53


(6)

xiii

Universitas Kristen Maranatha BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Sampel Penelitian ……….. 54

4.1.1. Berdasarkan Usia ……… 54

4.1.2. Berdasarkan Jenis Kelamin ……… 54

4.2. Hasil Penelitian ……… 55

4.2.1. Gambaran Komponen Self-Compassion ……… 55

4.2.2. Gambaran Self-Compassion ……….. 55

4.2.3. Gambaran Crosstab Komponen Self-Compassion ……… 56

4.2.3.1. Self-Kindness dengan Self-Compassion …………. 55

4.2.3.2. Common Humanity dengan Self-Compassion …… 56

4.2.3.3. Mindfulness dengan Self-Compassion ……… 57

4.3. Pembahasan ……….. 57

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan ………... 64

5.2. Saran ………. 64

5.2.1. Saran Teoritis ……… 64

5.2.2. Saran Praktis ……….. 65

DAFTAR PUSTAKA ……….. 66

DAFTAR RUJUKAN ………. 67


(7)

xiv

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pikir………... 19 Bagan 3.1 Skema Rancangan Penelitian………... 47


(8)

xv

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi – Kisi Alat Ukur………... 49

Tabel 3.2 Tabel Sistem Penilaian Alat Ukur………... 50

Tabel 4.1 Tabel Gambaran Subjek Berdasarkan Usia………... 54

Tabel 4.2 Tabel Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin………... 54

Tabel 4.3 Tabel Gambaran Hasil Komponen Self-Compassion………... 55

Tabel 4.4 Tabel Hasil Gambaran Self-Compassion………... 55

Tabel 4.3 Gambaran Crosstab Self-kindness dengan Self-Compassion ... 56

Tabel 4.6. Tabel Cross Tab Self-Compassion dengan Common humanity... 56


(9)

xvi

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Tabel Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Lampiran 2 : Tabel Hasil Pengumpulan data

Lampiran 3 : Tabel Tabulasi Silang antara Komponen Self-Compassion dengan Self-Compassion

Lampiran 4 : Tabel Tabulasi Silang antara Faktor yang Memengaruhi Self-Compassion dengan Self-Self-Compassion

Lampiran 5 : Tabel Tabulasi Silang antara Data Penunjang Self-Compassion dengan Self-Compassion

Lampiran 6 : Tabel Analisis Item Lampiran 7 : Alat Ukur

Lampiran 8 : Profil Sampel Penelitian Lampiran 9 : Profil Peneliti


(10)

1

Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu aspek penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan dapat menjadi sebuah sarana bagi setiap orang untuk menambah, memperluas wawasannya serta dapat mencapai masa depan yang lebih baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses perubahan tingkah laku manusia yang dilakukan melalui proses belajar mengajar yang melibatkan antara siswa dan guru (Muhammad Irham & Novan, 2013). Menurut UU sistem pendidikan dalam pasal 15, pendidikan terbagi dalam beberapa jenis dan diantaranya adalah pendidikan umum dan pendidikan khusus.

Pada dasarnya pendidikan umum dan pendidikan khusus memiliki tujuan yang sama dalam mendidik dan mengajari setiap siswa. Hal yang membedakan pendidikan umum dan pendidikan khusus adalah metode mengajar serta peserta didik yang diajar. Pendidikan umum pada umumnya mengajari mendidik dan mengajari anak-anak yang tidak memiliki keterbatasan fisik, serta biasanya menggunakan metode mengajar yang disesuaikan dengan aturan dari pemerintah. Pendidikan khusus pada umumnya merupakan pendidikan diberikan pada anak-anak yang memiliki keterbatasan, baik itu keterbatasan secara fisik maupun keterbatasan psikis, dengan menggunakan metode mengajar yang disesuaikan dengan kemampuan siswa yang diajar.


(11)

2

Universitas Kristen Maranatha Pendidikan khusus pada umumnya dikenal dengan istilah Sekolah Luar Biasa (SLB) dan terdiri dari beberapa jenis yakni SLB bagian A untuk anak tuna netra, SLB bagian B untuk anak tuna rungu, SLB bagian C untuk anak tuna grahita, SLB bagian D untuk anak tuna daksa, SLB bagian E untuk anak tuna laras, SLB bagian G untuk anak tuna ganda atau yang memiliki cacat ganda. Salah satu Sekolah Luar Biasa yang mendidik dan megajari anak-anak yang memiliki keterbatasan, baik secara fisik ataupun secara psikis di kota Bandung adalah SLB C“X”. SLB C “X” merupakan salah satu sekolah yang berdiri pertama kali di Indonesia. SLB C “X” kota Bandung merupakan SLB peninggalan kolonial Belanda yang berdiri pada tanggal 29 Mei 1927 yang didirikan oleh Dr.A.Kits Van Heijningeen. Beliau adalah orang Belanda dengan Warga Negara Jerman. SLB C “X” ini mendidik dan mengajari anak-anak yang memiliki kemampuan berpikir dan bernalar di bawah rata-rata atau yang biasa disebut dengan retardasi mental atau yang lebih dikenal dengan tunagrahita (sumber : SLB C “X”).

SLB C “X” Kota Bandung memiliki visi memberikan pelayanan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak tunagrahita agar dapat menjadi anggota yang berguna dan bermanfaat di kalangan masyarakat. Misi dari SLB C “X” adalah menyelenggarakan program pendidiank, penelitian dan pengabdian, serta berusaha untuk menanggulangi masalah yang dihadapi anak-anak keterbelakangan mental dengan menciptakan lingkungan sekolah yang ramah. Dalam mewujudkan visi dan misi sekolahnya, SLB C “X” pun didukung dan dibantu oleh beberapa tenaga pendidik. Para tenaga pendidik di SLB C “X” memiliki tugas untuk mengajari anak-anak tunagrahita secara akademik, membimbing dan mengarahkan perilaku


(12)

3

Universitas Kristen Maranatha anak-anak tunagrahita agar berkembang menjadi lebih baik, dan memberikan pelayanan bimbingan konseling termasuk memberikan pelatihan keterampilan pada anak-anak tunagrahita di SLB C “X” Kota Bandung (sumber : SLB C “X”).

Tenaga pendidik SLB C “X” memiliki tugas untuk mengajari, membimbing anak–anak yang berusia 4 – 30 tahun, serta yang ringan, sedang dan berat. Agar memudahkan tenaga pendidik dalam melakukan tugasnya maka anak – anak tunagrahita SLB C “X” dikelompokkan dalam kelas taman kanak – kanak hingga kelas sekolah menengah atas (kelas keterampilan). Setiap kelas terdiri dari enam hingga tujuh orang anak, dan ditangani oleh satu orang tenaga pendidik. Hal ini yang membuat tenaga pendidik diharapkan kesabaran, pemahaman dan daya juang yang tinggi, serta memiliki keahlian untuk mencari metode mengajar yang tepat agar setiap anak yang diajari mendapatkan perhatian yang sama dari tenaga pendidik.

Dalam melakukan tugas – tugasnya sebagai tenaga pendidik SLB C “X”, tenaga pendidik tidak lepas dari kesulitan atau masalah, baik kesulitan dari lingkungan sekolah maupun dari lingkungan di luar sekolah. Salah satu contoh kesulitan yang dialami oleh tenaga pendidik adalah ketika menghadapi siswa di kelas yang sulit untuk diatur,. Selain itu masalah timbul ketika tenaga pendidik tidak mampu memberikan perhatian yang sama kepada setiap siswa. Misalnya ada siswa yang sedang menangis sedangkan siswa yang lain sedang membutuhkan tenaga pendidik untuk menemaninya bermain. Keterbatasan tenaga pendidik yang mengajar di dalam kelas, membuat tenaga pendidik SLB C “X” harus mampu membagi perhatian kepada setiap siswa.


(13)

4

Universitas Kristen Maranatha Hasil survey awal dengan menggunakan teknik wawancara terhadap 5 tenaga pendidik di SLB C “X” di kota Bandung menunjukkan bahwa sebanyak 1 tenaga pendidik (20%) menyatakan bahwa kesulitan yang dihadapi ketika menjalankan tugasnya menjadi seorang tenaga pendidik anak-anak tunagrahita di SLB C “X” adalah pada saat anak-anak tidak menunjukkan kemajuan. Pada saat mengajar, tenaga pendidik memiliki harapan tersendiri akan perkembangan anak. Namun pada saat hasilnya tidak sesuai dengan harapan mereka, membuat tenaga pendidik cenderung menyalahkan dirinya sendiri. Tenaga pendidik merasa kurang berhasil dalam menjalankan tugasnya dan merasa kurang berkompeten dalam mendidik dan mengajari anak-anak berkebutuhan khusus yang ada di SLB C “X” Kota Bandung. Sebanyak 1 tenaga pendidik (20%) menyatakan kesulitan yang dihadapi selama mengajar dan mendidik anak-anak di SLB C “X” Kota Bandung adalah pada saat menghadapi orang tua murid yang memiliki harapan besar akan kesembuhan anaknya, namun terkadang kurang mendukung proses dan metode mengajar yang dilakukan oleh tenaga pendidik.

Sebanyak 1 tenaga pendidik (20%) menyatakan kesulitan yang dihadapi selama mengajar dan mendidik anak-anak di SLB C “X” kota Bandung adalah pada saat menghadapi anak yang memiliki tingkat aggressive yang cenderung tinggi. Tingkah laku siswa yang memiliki tingkat aggressive tinggi ini cenderung membahayakan dirinya sendiri dan juga orang-orang di sekitarnya. Hal ini menyebabkan tenaga pendidik merasa kesulitan karena merasa kurang mampu untuk menahan siswa tersebut dan bahkan menjadi korban luapan amarah siswa


(14)

5

Universitas Kristen Maranatha tersebut, sehingga terkadang membuat tenaga pendidik merasakan memiliki tugas yang paling berat.

Sebanyak 2 tenaga pendidik (40%) menyatakan bahwa selama mengajar di SLB C “X” Kota Bandung tidak merasa memiliki kesulitan atau mengalami kegagalan. Kedua tenaga pendidik menyatakan bahwa mengurus anak-anak yang berkebutuhan khusus memang membutuhkan kesabaran, ketekunan dan sikap empati yang tinggi, serta akan merasa lelah. Namun apabila semuanya dijalani dengan senang hati dan sesuai dengan keinginan sendiri, maka semua kesulitan, perasaan capek dan lelah yang dihadapi tidak akan dirasakan sebagai suatu kesulitan.

Dari berbagai kesulitan yang dihadapi oleh 5 tenaga pendidik SLB C “X” kota Bandung sebanyak 1 orang tenaga pendidik (20%) menyatakan bahwa tenaga pendidik merasa bahwa dirinya kurang baik dalam menjalankan tugasnya, sering diliputi oleh perasaan bersalah dan mengkritik dirinya sendiri ketika anak-anak didiknya tidak mengalami kemajuan. Namun tenaga pendidik tetap sabar dalam menghadapi kesulitan tersebut dan tetap menjalankan tugas-tugasnya seperti biasa, meskipun hal tersebut membuat tenaga pendidik sering mengevaluasi dirinya sendiri. Sebanyak 1 orang tenaga pendidik (20%) yang merasa memiliki tugas yang paling berat karena menghadapi siswa yang memiliki tingkat aggressive yang cenderung tinggi, dan sebanyak 1 orang tenaga pendidik (20%) yang menjalankan tugasnya dan berusaha untuk berpikir positif meskipun mendapat banyak tuntutan dari orang tua siswa.


(15)

6

Universitas Kristen Maranatha Sikap yang ditampilkan tenaga pendidik terhadap siswa/siswi di SLB C “X” dalam menjalankan tugasnya, seperti mengajari, membimbing, dan mengurus setiap siswa dengan sabar dan penuh kasih sayang mencerminkan compassion for others. Compassion for others merupakan kemampuan individu untuk menyadari dan melihat penderitaan orang lain, serta memberikan kepeduliaan dan pemahaman terhadap penderitaan mereka (Neff, 2003). Compassion for others tidak dapat dijalankan oleh individu dengan sepenuhnya apabila belum memiliki self-compassion yang tinggi di dalam dirinya sendiri (Neff, 2003). Self-self-compassion merupakan keterbukaan dan kesadaran individu terhadap penderitaan diri sendiri, tanpa menghindar dari penderitaan itu, memberikan pemahaman dan kebaikan terhadap diri sendiri ketika menghadapi penderitaan, kegagalan, dan ketidaksempurnaan tanpa menghakimi diri sendiri, serta melihat suatu kejadian sebagai pengalaman yang dialami semua manusia (Neff, 2003). Tenaga pendidik yang memiliki derajat self-compassion yang tinggi, memiliki keseimbangan antara bersikap baik terhadap orang lain dan terhadap diri sendiri, namun sebaliknya tenaga pendidik dengan derajat self-compssion yang rendah, akan kurang mampu menyeimbangkan antara perilakunya terhadap orang lain dan perilakunya terhadap diri sendiri.

Self-compassion terdiri dari tiga komponen utama, yaitu self-kindness, common humanity dan mindfulness. Derajat self-compassion yang tergolong tinggi dlihat dari derajat ketiga komponen self-compassion. Apabila derajat ketiga komponen yang dimiliki tenaga pendidik tergolong tinggi, maka self-compassion yang dimiliki oleh tenaga pendidik dikatakan tinggi, sedangkan apabila ketiga


(16)

7

Universitas Kristen Maranatha komponen atau salah satu komponen tergolong rendah, maka tenaga pendidik memiliki derajat self-compassion yang tergolong rendah. Berdasarkan paparan di atas, maka peneliti ingin mengetahui lebih lanjut mengenai gambaran self-compassion bagi seorang tenaga pendidik, terutama bagi tenaga pendidik anak berkebutuhan khusus di SLB C “X” kota Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan diatas, maka identifikasi masalah penelitian ini adalah bagaimana derajat self-compassion pada tenaga pendidik SLB bagian D “X” di Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan 1.3.1 Maksud

Maksud dari penelitian ini adalah memperoleh gambaran derajat self-compassion pada tenaga pendidik SLB C “X” Bandung.

1.3.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana derajat komponen self-compassion, self-compassion serta faktor yang memengaruhi derajat self-compassion pada tenaga pendidik SLB C “X” Bandung.


(17)

8

Universitas Kristen Maranatha 1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

1. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pengetahuan untuk memperkaya bidang ilmu psikologi pendidikan dan psikologi positif tentang pentingnya self-compassion bagi para tenaga pendidik terutama tenaga pendidik anak berkebutuhan khusus.

2. Memberikan informasi kepada peneliti yang lain yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai Self-compassion pada tenaga pendidik anak-anak berkebutuhan khusus.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Memberikan informasi kepada para tenaga pendidik di SLB C “X” Kota Bandung mengenai derajat self-compassion di dalam diri mereka sebagai bahan evaluasi diri agar dapat mempertahankan dan meningkatkan kemampuan self-compassion mereka dalam menjalani kehidupannya, baik sebagai tenaga pendidik di SLB C “X” Kota Bandung maupun dalam menjalankan perannya dalam kehidupan sehari-hari.

2. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan pada pihak sekolah SLB C “X” Kota Bandung agar dapat memberi dukungan bagi para tenaga pendidik dalam mempertahankan ataupun meningkatkan self-compassion dalam dirinya, misalnya dengan mengadakan seminar mengenai pentingnya self-compassion di dalam diri bagi para tenaga pendidik SLB C “X” Kota Bandung.


(18)

9

Universitas Kristen Maranatha 1.5 Kerangka Pikir

Tenaga pendidik yang mengajar di SLB C “X” Bandung merupakan individu yang tergolong dari usia 20-50 tahun yang tergolong dalam tahap perkembangan dewasa awal dan dewasa akhir (Santrock, 2002). Pada masa dewasa awal tenaga pendidik berada dalam tahap transisi dari remaja menjadi dewasa yang mana para tenaga pendidik menghadapi dunia pekerjaan yang kompleks, keadaan ekonomi yang bersifat sementara. Tenaga pendidik pada masa dewasa awal mampu untuk mengambil keputusan sendiri, serta memiliki kesadaran terhadap perbedaan pendapat dan cara pandang orang lain. Tenaga pendidik yang berada dalam tahap dewasa akhir berada dalam tahap penurunan fisik, serta dalam masa pengembangan rasa tanggung jawab terhadap tugas yang dimilikinya. Dalam menjalankan tugasnya sebaga tenaga pendidik SLB C “X” Bandung, baik tenaga pendidik yang berada dalam tahap dewasa awal ataupun dewasa akhir menghadapi kesulitan dan tekanan tertentu ketika melakukan tugas – tugasnya. Agar dapat bertahan dalam situasi yang menekan dan penuh dengan tantangan,serta dapat menjalankan tugas – tugasnya dengan lebih baik, maka tenaga pendidik membutuhkan kemampuan self-compassion.

Self-compassion adalah kemampuan untuk menghibur dan memedulikan diri sendiri saat mengalami suatu penderitaan dan ketidaksempurnaan, daripada mengkritik diri sendiri dengan keras, menyadari bahwa kesuliatan atau penderitaan merupakan bagian dari hidup manusia secara umum, daripada memandangnya sebagai sesuatu yang mengisolasi, dan menerima setiap pikiran ataupun perasaan yang terluka secara objektif daripada membesar-besarkannya (Neff, 2003). Tenaga


(19)

10

Universitas Kristen Maranatha pendidik SLB C “X” Kota Bandung yang memiliki self-compassion yang tergolong tinggi dapat memiliki kemampuan untuk menghibur dan menyayangi dirinya sendiri ketika menghadapi berbagai tekanan yang dialami dalam kehidupannya, terutama ketika melakukan tugasnya untuk mendidik dan membimbing anak-anak berkebutuhan khusus di SLB C “X” Bandung. Tenaga pendidik yang memiliki self-compassion yang tergolong rendah cenderung akan menghakimi dirinya sendiri, kurang menerima kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya dan cenderung melebih-lebihkan emosi pada saat mengalami berbagai tekanan atau kesulitan hidup. Self–compassion terdiri dari tiga komponen, yaitu komponen self-kindness, common humanity, dan mindfulness (Neff, 2003).

Self-kindnes merupakan kemampuan tenaga pendidik SLB C “X” Kota Bandung untuk bersikap hangat dan memahami dirinya sendiri serta tidak menghakimi atau menyalahkan dirinya sendiri ketika mengalami berbagai kegagalan atau tekanan dalam melakukan tugas-tugasnya. Ketika mengalami berbagai tekanan atau menghadapi kegagalan dalam melakukan tugasnya mendidik dan membimbing anak-anak berkebutuhan khusus di SLB C “X” Bandung, tenaga pendidik diharapkan dapat bersikap lembut terhadap dirinya sendiri tanpa menyalahkan dirinya secara berlebihan. Menurut Neff (2003), hal ini menunjukkan bahwa tenaga pendidik memiliki derajat self-kindness yang tergolong tinggi. Tenaga pendidik yang memiliki derajat self-kindness yang tergolong rendah cenderung akan melakukan self-judgement. Self-judgement berarti bahwa tenaga pendidik SLB C “X” Kota Bandung cenderung akan menghakimi dan menyalahkan dirinya sendiri ketika gagal dalam melakukan tugasnya, serta merasa tidak memiliki


(20)

11

Universitas Kristen Maranatha kemampuan dalam mendidik dan membimbing siswa-siswinya di SLB C “X” Kota Bandung.

Common humanity merupakan sikap tenaga pendidik SLB C “X” untuk menyadari bahwa setiap kesulitan yang dihadapi dalam menjalankan tugasnya sebagai tenaga pendidik anak – anak yang berkebutuhan khusus merupakan bagian dari kehidupan yang dialami oleh tenaga pendidik yang lainnya, khususnya tenaga pendidik yang bekerja di SLB C “X” Bandung. Hal diatas menurut Neff (2003) menunjukkan bahwa tenaga pendidik memiliki derajat common humanity yang tergolong tinggi. Tenaga pendidik SLB C “X” yang memiliki derajat common humanity yang tergolong rendah cenderung akan melakukan self-isolation dengan menganggap dirnya tidak mampu mendidik dan membimbing siswa – siswi SLB C “X” dengan baik dibandingkan dengan rekan tenaga pendidik yang lainnya, dan selalu terpusat pada kesulitan atau kegagalan yang dihadapinya ketika melakukan tugsnya sebagai tenaga pendidik di SLB C “X” Bandung.

Komponen ketiga dari self-compassion adalah mindfulness. Mindfulness merupakan kemampuan tenaga pendidik SLB C “X” Kota Bandung untuk melihat dan menerima secara jelas perasaan dan pikiran mereka, tanpa menekan atau melebih-lebihkan perasaannya terhadap peristiwa yang terjadi pada suatu situasi tertentu. Tenaga pendidik SLB C “X” yang bersedia untuk menerima pikiran dan perasaan serta situasi dengan apa adanya, serta selalu berpikir positif dan cenderung berusaha memperbaiki setiap kegagalan yang dialaminya dalam mengajar dan membimbing anak-anak berkebutuhan khusus, terutama anak-anak tunagrahita di SLB C ”X” Kota Bandung menunjukkan bahwa mereka cenderung memiliki derajat


(21)

12

Universitas Kristen Maranatha mindfulness yang tergolong tinggi. Sebaliknya, apabila tenaga pendidik SLB C “X” Kota Bandung memiliki reaksi yang berlebihan ketika mengalami kesulitan atau kegagalan dalam mendidik serta membimbing siswa-siswinya di SLB C “X” Kota Bandung menunjukkan bahwa tenaga pendidik memiliki derajat mindfulness yang tergolong rendah. Tenaga pendidik merasa tidak mampu untuk mendidik, membimbing dan mengarahkan siswa-siswinya di SLB C “X” Kota Bandung.

Menurut Neff (2003) ketiga komponen self-compassion memiliki derajat hubungan yang tinggi dalam membangun derajat self-compassion pada tenaga pendidik SLB C “X” Kota Bandung. Setiap komponen dapat saling meningkatkan komponen yang lainnya. Self-kindness dapat meningkatkan komponen common humanity dan komponen mindfulness. Apabila tenaga pendidik SLB C “X” Kota Bandung mampu menerima dan memahami dirinya sendiri serta memiliki sikap yang lembut dan peduli terhadap dirinya ketika mengalami kegagalan atau kesulitan dalam menjalankan tugasnya sebagai tenaga pendidik SLB C “X” Kota Bandung, maka tenaga pendidik tidak mengkritik dirinya secara berlebihan, dapat berpikir positif dalam memperbaiki dan menghadapi kegagalan ataupun kesulitan yang dihadapi, tidak menarik diri dari orang lain melainkan turut memerhatikan lingkungan di sekitarnya, serta mampu memberi dukungan kepada dirinya sendiri.

Komponen common humanity dapat meningkatkan komponen mindfulness dan komponen self-kindness. Tenaga pendidik SLB C “X” Kota Bandung yang memiliki komponen common humanity akan mampu bersikap adil terhadap dirinya sendiri, tidak mengkritik dirinya secara berlebihan dan memandang positif bahwa setiap kesulitan atau kegagalan yang dihadapinya merupakan hal yang wajar yang


(22)

13

Universitas Kristen Maranatha juga dapat dialami dan dihadapi oleh tenaga pendidik SLB C “X” yang lainnya. Hal ini dapat membuat tenaga pendidik cenderung memandang situasi yang dihadapi secara objektif tanpa melebih-lebihkan emosi yang dirasakan.

Komponen mindfulness komponen ketiga dari self-compassion yang juga dapat meningkatkan komponen self-kindness dan komponen common humanity. Tenaga pendidik SLB C “X” Kota Bandung yang memiliki derajat mindfulness yang tergolong tinggi cenderung akan mampu menerima dan memahami situasi yang dihadapi dengan apa adanya, tanpa menekan atau melebih-lebihkan emosi yang dirasakan. Hal ini dapat membuat tenaga pendidik SLB C “X” Kota Bandung cenderung tidak akan menghakimi atau mengkritik dirinya sendiri ketika mengalami kesulitan atau kegagalan pada saat melakukan tugasnya. Tenaga pendidik juga akan memandang positif bahwa semua kesulitan atau kegagalan yang dihadapi merupakan hal yang juga dialami dan dirasakan oleh tenaga pendidik SLB C “X” yang lainnya. Derajat self-compassion tenaga pendidik SLB C “X” Kota Bandung dapat tergolong tinggi apabila derajat ketiga komponen tergolong tinggi. Apabila salah satu komponen self-compassion memiliki derajat yang tergolong rendah, maka dapat dikatakan derajat self-compassion yang dimiliki oleh tenaga pendidik SLB C “X” Kota Bandung tergolong rendah.

Self-compassion dipengaruhi juga oleh beberapa faktor yaitu faktor trait personality, jenis kelamin dan role of parent. Trait personality yang memengaruhi derajat self-compassion dalam diri tenaga pendidik terdiri dari trait neuroticism, extraversion, agreeableness, dan conscientiousness. Neuroticism merupakan suatu aspek personality yang menggambarkan adanya emosi negatif yang berlebihan


(23)

14

Universitas Kristen Maranatha dalam diri individu. Tenaga pendidik SLB C “X” Bandung yang memiliki neuroticism yang tergolong tinggi diliputi oleh perasaan cemas, khawatir, merasa tidak aman sehingga akan cenderung mengkritik orang lain. Tenaga pendidik yang sering mengkritik orang lain akan memberikan perilaku yang sama terhadap dirinya sendiri dengan mengkritik dirinya sendiri ketika mengalami suatu kegagalan atau kesulitan dalam melakukan tugas –tugasnya sebagai tenaga pendidik SLB C “X” Bandung. Hal ini menunjukkan bahwa tenaga pendidik SLB C “X” Bandung memiliki derajat self–compassion yang tergolong rendah.

Extraversion personality merupakan tipe kepribadian yang terdiri dari aspek-aspek kehangatan, mudah bergaul, asertivitas, dan emosi positif (McCrae, 2002). Tenaga pendidik SLB C “X” Kota Bandung yang memiliki derajat extraversion yang tergolong tinggi akan mudah menjalin relasi dengan orang lain, berusaha untuk bergaul dan beradaptasi dengan orang lain. Hal ini merupakan salah satu bagian dari self–compassion. Tenaga pendidik SLB C “X” Kota Bandung yang mudah bergaul dan menjalin relasi dengan tidak akan memandang bahwa kegagalan hanya berpusat pada dirinya, namun akan memandang bahwa setiap kegagalan atau kesulitan yang dialaminya merupakan hal yang wajar dialami oleh orang lain, termasuk tenaga pendidik SLB C “X” Kota Bandung yang lain. Hal ini menggambarkan bahwa tenaga pendidik SLB C “X” Kota Bandung memiliki derajat self-compassion yang tergolong tinggi.

Agreeableness personality hampir sama halnya dengan extraversion personality yang mana merupakan trait yang merujuk pada sifat sosial dan yang


(24)

15

Universitas Kristen Maranatha dapat meningkatkan self-compassion dalam diri seseorang (Neff, 2003). Individu yang memiliki agreeableness yang tergolong tinggi akan dipenuhi rasa percaya terhadap orang lain, jujur, rendah hati dan mudah bergaul dengan orang lain, dan mudah diubah pendiriannya (McCrae & Costa dalam Papalia Old Fieldman). Tenaga pendidik SLB C “X “ Kota Bandung yang memiliki derajat agreeableness yang tergolong tinggi pada saat mengalami kesulitan atau kegagalan dalam melakukan tugas-tugasnya tidak akan terpusat pada kesulitan atau kegagalan tersebut. Tenaga pendidik akan memandang bahwa kesulitan atau kegagalan yang dialami merupakan hal yang juga dialami oleh tenaga pendidik yang lain dan juga orang lain.

Personality conscientiousness adalah individu yang kompeten, teratur, disiplin, patuh pada kewajiban, dan terencana (McCrae & Costa dalam Papalia Old Fieldman). Individu yang memiliki conscientiousness personality yang tergolong tinggi akan memiliki sikap yang bertanggung jawab dalam merespon situasi. Tenaga pendidik SLB C “X” Kota Bandung yang memiliki conscientiousness personality yang cenderung tergolong tinggi dalam melakukan tugas-tugasnya tidak akan mudah menghakimi dirinya sendiri ketika mengalami kesulitan atau kegagalan karena tenaga pendidik akan berusaha lebih kompeten dalam mengatasi kesulitan atau kegagalan yang telah dihadapi. Hal ini menggambarkan bahwa tenaga pendidik SLB C “X” Kota Bandung akan memiliki derajat self-compassion yang tergolong tinggi.

Pada umumnya menurut penelitian wanita lebih sering mengulang-ulang pemikiran mengenai kekurangan yang ia miliki (Neff, 2011). Wanita dituntut untuk


(25)

16

Universitas Kristen Maranatha memperhatikan orang lain, namun tidak diajarkan untuk memperhatikan dan peduli pada diri sendiri. Tenaga pendidik SLB C “X” Kota Bandung merupakan SLB C “X” yang terdiri dari tenaga pendidik perempuan dan tenaga pendidik laki-laki. Tenaga pendidik wanita SLB C “X” Kota Bandung yang memiliki derajat neuroticism yang tergolong tinggi akan diliputi oleh perasaan cemas, khawatir, sehingga cenderung sering mengkritik dirinya sendiri. Hal ini menggambarkan tenaga pendidik wanita SLB C “X” Kota Bandung memiliki derajat self-compassion yang tergolong rendah. Demikian juga halnya dengan tenaga pendidik laki-laki SLB C “X” Kota Bandung. Apabila tenaga pendidik laki-laki SLB C “X” Kota Bandung memiliki derajat neuroticism yang dominan akan cenderung bersikap subjektif dan mengkritik dirinya sendiri ketika mengalami kesulitan. Namun, dibandingkan dengan tenaga pendidik perempuan, tenaga pendidik laki-laki akan cepat memberikan respon yang positif ketika mengalami kesulitan atau kegagalan.

Faktor selanjutnya yang mempengaruhi derajat self-compassion pada tenaga pendidik SLB C “X” Kota Bandung adalah the role of parent yang terdiri dari maternal critism, modelling, dan attachment. Tenaga pendidik SLB C “X” yang pada masa kecilnya tumbuh dan besar di lingkungan keluarga yang orangtuanya selalu memberikan kritikan akan cenderung memiliki perilaku yang sama dengan orangtuanya, sehingga akan cenderung memberi kritikan kepada dirinya sendiri. Hal ini memengaruhi derajat self-compassion pada diri tenaga pendidik SLB C “X” menjadi tergolong rendah. Tenaga pendidik SLB C “X” yang mendapatkan hubungan yang saling mendukung dari orangtua, menerima dan


(26)

17

Universitas Kristen Maranatha memberikan kasih sayang kepada tenaga pendidik akan cenderung memiliki derajat self-compassion yang tergolong tinggi. Orangtua memiliki peran sebagai model bagi setiap perilaku individu. Hal ini dapat juga mempengaruhi derajat self-compassion dalam diri setiap individu, termasuk tenaga pendidik SLB C “X” Kota bandung. Orangtua yang sering mengeluh, mengkritik diri ketika mengalami kegagalan akan menjadi model bagi individu untuk melakukan hal yang sama pada saat mengalami hal yang sama (Neff, 2009). Tenaga pendidik yang memiliki orangtua yang sering mengkritik dirinya sendiri pada saat mengalami kegagalan akan cenderung meniru perilaku tersebut dan mengkritik dirinya sendiri pada saat mengalami kegagalan, baik dalam melakukan tugas-tugasnya sehari-hari sebagai tenaga pendidik SLB C “X” Kota Bandung, maupun ketika mengalami kegagalan dalam hal yang lainnya. Hal ini menggambarkan derajat self-compassion yang dimiliki tenaga pendidik SLB C “X” Kota Bandung tergolong rendah.

Self-compassion dalam diri tenaga pendidik SLB C “X” Kota Bandung dapat juga dipengaruhi oleh attachment dengan lingkungan terutama dengan orangtua atau pengasuh individu. Attachment merupakan suatu ikatan emosional yang kuat antar individu dengan pengasuhnya (Bowlby, 1989 dalam santrock, 2003). Tenaga pendidik SLB C “X” Kota Bandung yang hidup di lingkungan keluarga yang nyaman dan aman atau yang biasanya disebut dengan secure attachment, maka tenaga pendidik akan cenderung memiliki sikap peduli dan menyayangi dirinya sendiri, sehingga ketika mengalami kesulitan atau tekanan dan kegagalan maka tenaga pendidik akan mampu untuk menghibur dirinya sendiri. Hal ini menggambarkan bahwa tenaga pendidik memiliki derajat self-compassion yang


(27)

18

Universitas Kristen Maranatha tergolong tinggi. Tenaga pendidik SLB C “X” Kota Bandung yang tinggal dalam lingkungan yang kurang nyaman, penuh dengan kritikan dan merasa terancam atau yang biasa dikenal dengan insecure attachment, maka tenaga pendidik cenderung akan memiliki perilaku yang sering mengkritik dari pada menyayangi dirinya sendiri. Hal ini menggambarkan bahwa tenaga pendidik memiliki derajat self-compassion yang tergolong rendah. Adapun bagan kerangka pikir dalam penelitian mengenai derajat self-compassion pada tenaga pendidik SLB C “X” Kota Bandung adalah sebagai berikut :


(28)

19

Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.1. Bagan Kerangka Berpikir

Self-compassion Tenaga pendidik SLB

C”X” Bandung

Faktor yang mempengaruhi : 1. Personality

2. Jenis Kelamin 3. Role of Parent

Tinggi

Rendah

Self-kindness


(29)

20

Universitas Kristen Maranatha 1.6.Asumsi

1. Tenaga pendidik SLB C “X” Bandung memiliki derajat self-compassion yang bervariasi.

2. Derajat self-compassion pada tenaga pendidik SLB C “X” Bandung diperoleh dari derajat ketiga komponen pembentuk self-compassion yaitu self-kindness, common humanity, dan mindfulness.

3. Self-compassion yang dimiliki oleh para tenaga pendidik SLB C “X” Bandung dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor personality, role of parents dan jenis kelamin.


(30)

64

Universitas Kristen Maranatha BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai derajat self-compassion pada tenaga pendidik SLB C “X” Kota Bandung, maka kesimpulan yang diperoleh adalah :

1. Hampir sebagian besar tenaga pendidik memiliki derajat self-compassion yang rendah.

2. Terdapat kecenderungan keterkaitan antara faktor jenis kelamin dengan derajat self-compassion.

3. Tidak terdapat kecenderungan keterkaitan Faktor personality dan role of parents dengan self-compassion.

5.2. Saran

5.2.1 Saran Teoritis

1. Bagi peneliti selanjutnya penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai derajat self-compassion pada tenaga pendidik anak – anak berkebutuhan seperti anak tuna daksa, tuna netra, tuna rungu atau anak – anak berekbutuhan khusus yang lainnya.


(31)

65

Universitas Kristen Maranatha 2. Peneliti selanjutnya dapat menjadikan penelitian ini sebagai panduan

dalam melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kontribusi antara komponen self-compassion dengan faktor – faktor yang memengaruhi self-compassion.

5.2.2. Saran Praktis

1. Bagi para tenaga pendidik SLB C “X” Kota Bandung, hasil penelitian

ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi diri agar mampu untuk meningkatkan atau mempertahankan self-compassion yang ada di dalam dirinya dengan memperhatikan peran dan tanggungjawabnya sebagai tenaga pendidik anak – anak berkebutuhan khusus.

2. Bagi para tenaga pendidik SLB C “X” Kota Bandung juga, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan diskusi dan sharing antar tenaga pendidik yang memiliki self-compassion yang tinggi dengan tenaga pendidik yang memiliki self-compassion yang rendah, sehingga tenaga pendidik yang memiliki self-compassion yang rendah dapat memiliki motivasi dalam meningkatkan derajat self-compassion di dalam dirinya. 3. Hasil penelitian ini dapat juga digunakan oleh yayasan SLB C “X” Kota

Bandung sebagai bahan pertimbangan dan panduan dalam membuat kegiatan atau seminar pada tenaga pendidik yang mengajar untuk lebih meningkatkan self-compassion yang dimiliki.


(32)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Somantri, Sujihati. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : PT. Refika Aditama.

Noor, Hasanuddin. 2009. Psikometri, Aplikasi dalam Penyusunan Instrumen Pengukuran Perilaku. Bandung : Fakultas Psikologi Unisba.

Syah, Muhibbin (Ed.). 2007. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung : PT.Rosdakarya.

Irham, Muhammad. 2013. Psikologi Pendidikan Teori dan Aplikasi dalam Proses Pembelajaran. Jogjakarta : AR- RUZZ Media.

Neff, Kristin. 2003. Self-Compassion : An Alternative Conceptualization of a Healthy Attitude Toward Oneself. Self and Identity, 85-101. Psychology Press

___________. 2011. Self-Compassion : Stop Beating Your Self Up and Leave Insexurity Behind. New York : Herper Collins Publishers.

___________. 2012. The Science of Self - Compassion. In. C. Germer & R. Siegel (Eds), Compassion and Wisdom In Psychoterapy, 79-92. New York : Guilford.

Papalia, Diane E., Sally W. Olds, & Ruth D. Feldman. 2009. Human Development:

Perkembangan Manusia. Jakarta: Salemba Humanika.


(33)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Fakultas Psikologi UKM. 2009. Pedoman Penulisan Skripsi. Bandung : UKM.

http://well.blogs.nytimes.com/2011/02/28/go-easy-on-yourself-a-new-wave-of-research-urges/, yang diakses pada tanggal 20 Mei 2013.

http://www.theglobeandmail.com/life/health-and-fitness/health/conditions/self-

compassion-give-yourself-a-break-and-you-just-might-do-better/article572774/ yang diakses pada tanggal 14-03-2013

http://www.self-compassion.org/SH_Self-Compassion.pdf, diakses pada tanggal 14-3-2013.

http://www.self-compassion.org.

http://www.wikipedia.org.id, diakses pada tanggal 10 Oktober 2013) (http://vhariss.wordpress.com.peran-dan-fungsi-guru, 10 Oktober 2013)


(1)

Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.1. Bagan Kerangka Berpikir

Self-compassion

Tenaga pendidik SLB C”X” Bandung

Faktor yang mempengaruhi : 1. Personality

2. Jenis Kelamin 3. Role of Parent

Tinggi

Rendah

Self-kindness


(2)

20

1.6.Asumsi

1. Tenaga pendidik SLB C “X” Bandung memiliki derajat self-compassion

yang bervariasi.

2. Derajat self-compassion pada tenaga pendidik SLB C “X” Bandung diperoleh dari derajat ketiga komponen pembentuk self-compassion yaitu

self-kindness, common humanity, dan mindfulness.

3. Self-compassion yang dimiliki oleh para tenaga pendidik SLB C “X”

Bandung dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor personality,


(3)

Universitas Kristen Maranatha BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai derajat

self-compassion pada tenaga pendidik SLB C “X” Kota Bandung, maka kesimpulan yang diperoleh adalah :

1. Hampir sebagian besar tenaga pendidik memiliki derajat self-compassion yang rendah.

2. Terdapat kecenderungan keterkaitan antara faktor jenis kelamin dengan derajat self-compassion.

3. Tidak terdapat kecenderungan keterkaitan Faktor personality dan role of

parents dengan self-compassion.

5.2. Saran

5.2.1 Saran Teoritis

1. Bagi peneliti selanjutnya penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai derajat self-compassion pada tenaga pendidik anak – anak berkebutuhan seperti anak tuna daksa, tuna netra, tuna rungu atau anak – anak berekbutuhan khusus yang lainnya.


(4)

65

2. Peneliti selanjutnya dapat menjadikan penelitian ini sebagai panduan dalam melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kontribusi antara komponen self-compassion dengan faktor – faktor yang memengaruhi

self-compassion.

5.2.2. Saran Praktis

1. Bagi para tenaga pendidik SLB C “X” Kota Bandung, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi diri agar mampu untuk meningkatkan atau mempertahankan self-compassion yang ada di dalam dirinya dengan memperhatikan peran dan tanggungjawabnya sebagai tenaga pendidik anak – anak berkebutuhan khusus.

2. Bagi para tenaga pendidik SLB C “X” Kota Bandung juga, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan diskusi dan sharing antar tenaga pendidik yang memiliki self-compassion yang tinggi dengan tenaga pendidik yang memiliki self-compassion yang rendah, sehingga tenaga pendidik yang memiliki self-compassion yang rendah dapat memiliki motivasi dalam meningkatkan derajat self-compassion di dalam dirinya. 3. Hasil penelitian ini dapat juga digunakan oleh yayasan SLB C “X” Kota

Bandung sebagai bahan pertimbangan dan panduan dalam membuat kegiatan atau seminar pada tenaga pendidik yang mengajar untuk lebih meningkatkan self-compassion yang dimiliki.


(5)

Universitas Kristen Maranatha Aditama.

Noor, Hasanuddin. 2009. Psikometri, Aplikasi dalam Penyusunan Instrumen Pengukuran Perilaku. Bandung : Fakultas Psikologi Unisba.

Syah, Muhibbin (Ed.). 2007. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung : PT.Rosdakarya.

Irham, Muhammad. 2013. Psikologi Pendidikan Teori dan Aplikasi dalam Proses Pembelajaran. Jogjakarta : AR- RUZZ Media.

Neff, Kristin. 2003. Self-Compassion : An Alternative Conceptualization of a Healthy Attitude Toward Oneself. Self and Identity, 85-101. Psychology Press

___________. 2011. Self-Compassion : Stop Beating Your Self Up and Leave

Insexurity Behind. New York : Herper Collins Publishers.

___________. 2012. The Science of Self - Compassion. In. C. Germer & R. Siegel (Eds), Compassion and Wisdom In Psychoterapy, 79-92. New York : Guilford.

Papalia, Diane E., Sally W. Olds, & Ruth D. Feldman. 2009. Human Development: Perkembangan Manusia. Jakarta: Salemba Humanika.


(6)

DAFTAR RUJUKAN

Fakultas Psikologi UKM. 2009. Pedoman Penulisan Skripsi. Bandung : UKM.

http://well.blogs.nytimes.com/2011/02/28/go-easy-on-yourself-a-new-wave-of-research-urges/, yang diakses pada tanggal 20 Mei 2013.

http://www.theglobeandmail.com/life/health-and-fitness/health/conditions/self-

compassion-give-yourself-a-break-and-you-just-might-do-better/article572774/ yang diakses pada tanggal 14-03-2013

http://www.self-compassion.org/SH_Self-Compassion.pdf, diakses pada tanggal 14-3-2013.

http://www.self-compassion.org.

http://www.wikipedia.org.id, diakses pada tanggal 10 Oktober 2013) (http://vhariss.wordpress.com.peran-dan-fungsi-guru, 10 Oktober 2013)