Mantra Kidung Jawa: Perangkat Linguistik dan Kemanjuran.

TransLing Journal: Translation and Linguistics
Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
Mantra Kidung Jawa:
Perangkat Linguistik dan Kemanjuran
Wahyu Widodo1, Sumarlam2, Sudaryanto2
1
Mahasiswa Program Linguistik Pascasarjana UNS Surakarta
2
Program Linguistik Pascasarjana UNS Surakarta
[email protected]
Abstract
This paper describes linguistic elements in Javanese incantory poetry that are
support an efficacy. Linguistic elements work on two levels: regularity of aesthetics
and efficacy. Element of words consists of meaningless word, taboo word, and
alignment of Javanese and Arabic words. Poetic elements use saroja words and
alliteration. Saroja words means two word that are synonyms chanted together, as a
pair. Repetition elements uses lingual units of form which are repeat in incantation.
The function of elements linguistic work to awake cogency. Cogency begins with
identification, internalization and implementation.
Key words : Javanese incantatory poetry, linguistic element, and efficacy


Pendahuluan

kebutuhan praktis, salah satunya yaitu

Mantra tersusun dari konstruksi kata dan

magico religious incantations
Tembang sebagai magico religious

kalimat yang dipercaya memiliki daya
magis

bagi

pengamal

pembaca
mantra.


(perapal)

didalamnya

terdapat

secara

perpaduan antara sastra dan doa sebagai

leksikal, berarti pembacaan bunyi atau

sarana ritual. Sastra berkaitan dengan

kata sebagai sarana ritual yang memiliki

bentuk tembang yang memiliki ciri khas

daya


kekuatan

keindahan dan keteraturan, sedangkan

supranatural yang hadir melalui praktik

doa sebagai sarana permintaan kepada

Ritual tertentu.

tuhan (panyuwunan).

magis.

Mantra
makalah

ini,

Mantra,


incantations

atau

Magis

yaitu

kidung
artinya

Jawa

dalam

rangkaian

Makalah


kata

dan

ini akan

menjelaskan

memaparkan

perangkat–perangkat

dalam bahasa Jawa yang mengandung

kebahasaan yang membangun mantra

kekuatan magis yang dapat dilagukan

kidung. Perangkat kebahasaan tersebut


atau disenandungkan dengan titi nada

bekerja pada dua pilar utama yaitu,

tertentu (verse form). Meminjam istilah

keindahan dan kekuatan magis yang

Arps

terkandung

(1996a:47)

disebut

dengan

dalam


mantra.

Perangkat

„incantatory poems’ atau disebut juga

kata yang di dalamnya terdapat kata

dengan

Arps

takbermakna, kata tabu, dan penjajaran

(2000:117) mengatakan bahwa tembang

kata bahasa Jawa dan bahasa Arab.

juga ditulis dalam rangka memenuhi


Perangkat

„mantra

kekidungan‟.

keindahan

dengan

menggunakan alat keindahan kata saroja

36

TransLing Journal: Translation and Linguistics
Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
(tembung

saroja)


dan

Kata

kehidupan sehari-hari (pada umumnya).

saroja yaitu dua buah kata yang memiliki

Dengan pemerian dan penjelasan tentang

arti sama yang digunakan secara serentak

perangkat tersebut akan mampu memilah

dan berdekatan dalam posisi. Perangkat

kekhasan bahasa mantra kidung sebagai

repetisi, yaitu penggunaan bentuk-bentuk


register bahasa ritual, khususnya register

pengulangan

bahasa ritual Jawa.

baik

aliterasi.

repetisi

bentuk

maupun repetisi makna. Repetisi bentuk

Kidung (tembang) dalam hal ini

terdiri atas repetisi bunyi dan repetisi


mengacu pada puisi Jawa tradisional

kata, sedangkan repetisi makna yaitu

yang mempunyai jumlah konvensi suku

bentuk-bentuk

makna

kata, jumlah baris dan irama. Dengan

yang

kata lain tembang terdiri atas unsur

dengan

pengulangan

menggunakan

bentuk

berbeda.

fonologis

Pemerian

dan

(konvensi

suku

kata)

dan

penjelasan

intonasi (jumlah baris dan irama). Arps

perangkat kebahasaan bertujuan pada

(1990:3) mengunakan verse form, these

menguak fungsi yang terkandung dalam

verse

perangkat kebahasaan yang digunakan.

phonological and syntactic shape of texts

Fungsi

mencoba

and at the same time comprise melodies

penggunaan

with which the texts are recited. Untuk

kata, penggunaan alat keindahan, dan

itu, tembang memiliki aturan yaitu guru

penggunaan repetisi dalam mewujudkan

wilangan

daya

secara

dalam

memaparkan

ini

keterkaitan

magis

(pembaca

hal

mantra

mantra).

bagi

govern

dan

umum

guru
Guru

aspects

lagu.

of

the

Pengertian

wilangan

ialah

keterkaitan

ketentuan jumlah suku kata dalam satu

tersebut akan terkuak fungsi ideologis

baris suatu tembang. Arps (1990:68)

yang terkandung dalam mantra Jawa

mendefinisikan guru wilangan the count

kidung. Fungsi ideologis dalam mantra

in question is the number of syllables in

mempunyai peranan penting karena daya

verse lines. Guru lagu ialah ketentuan

magis

tentang vokal pada akhir tembang. Guru

mantra

Dari

pengamal

form

beroperasi

landasan

kepercayaan

tertentu

sebagai

atas

atau

motor

dasar

lagu

ideologi

dapat

diiterpretasikan

dua

hal,

pertama, sebagai suara vokal (as vocalic

penggerak

sound) pada akhir baris (the final vowel of

keampuhan mantra.
kebahasaan

that verse line). Kedua, sebagai suara

tersebut perlu dihadirkan dan dijelaskan

fonem vokal dan alofon (the term of guru

karena perangkat kebahasaan tersebut

lagu can be characterized in terms of

perangkat

vowel phonemes and allophones) (Arps,

Perangkat-perangkat

yang

penting

yang

1990:69).

membedakanya dengan bahasa dalam

37

TransLing Journal: Translation and Linguistics
Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
Tembang

sebagai

verse

form

Tabel 3.

memiliki karakteristik yang khas yaitu

Nama Mantra dan Metrumnya

pola irama-pembeda (distinctive metrical

No

pattern)

1

dan

kekhasan

langgam

2

Ada sebelas bentuk verse form yang
terkenal

dan

berlaku

gambuh,

megatruh,

3

mijil,

4
5

6

tembang macapat. Permasalahan utama

Jawa

7

dalam
8

bekerja

dhandanggula

kidung

dhandanggula

kidung

sinom

kidung

kinanthi

kidung

pangkur

warawedha
9

Data Penelitian

kidung

dhandanggula

setyawedha

Mengingat banyaknya teks primbon yang

10

beredar di masyarakat Jawa makalah ini
11

12

Kitab Primbon Atassadhur Adammakna
Betaljemur),

yang

diterbitkan

Soemodidjojo

Maha

durma

kidung

durma

saktiwedha

berbentuk tembang yang terdapat dalam

(Sambetanipun

kidung
ajiwedha

fokus pada mantra Jawa yang

oleh

kidung

yogawedha

menghadirkan kemanjuran?

akan

dhandanggula

reksawedha

dalam makalah ini, yaitu bagaimanakah

kidung

kidung

jiwawedha

sering disebut dengan tembang cilik atau

mantra

dhandanggula

japawedha

sinom, dan dhandhanggula. Ihwal ini

linguistik

kidung

mantrawedha

kinanthi, asmaradana, durma, pangkur,

perangkat-perangkat

dhandanggula

darmawedha

dalam

masyarakat Jawa, yaitu maskumambang,
pucung,

kidung

Metrum

suksmawedha

(idiosyncratic tunes) (lihat Arps, 1990:57).

paling

Nama Mantra

kidung

mijil

bagyawedha

Munculnya kata “wedha” dalam KPAA

Dewa, Ngayagyakarta Hadiningrat dan CV

sebagai penamaan kidung merupakan

Buana Raya (cetakan kelima tahun 1994).

interpretasi

Berikut nama mantra dan metrum yang

baru

karena

penamaan

tersebut belum muncul dalam serat atau

digunakan dalam analisis ini

kitab sebelumnya dan juga tidak ada
dalam sumber-sumber lama lainya (lihat
Arps, 1996a:107-108).Penamaan kidung
masih berdasarkan baris pertama dalam
setiap stanza pada kidung.

38

TransLing Journal: Translation and Linguistics
Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
dengan

Pembahasan
Mantra kidung Jawa tidak hanya
dapat

dilantunkan

dengan

bahasa

sehari-hari.

Bahasa

mantra tergolong sebagai bahasa ritual
(ritual language) dikatakan seperti itu

melodi

tertentu, tetapi ia juga dapat dianalisis

karena teks mantra

melalui perangkat-perangkat kebahasaan

dibacakan

yang

bersifat religio-magis. Berkaitan dengan

membangun

„Poetic

reading’,

mengeksplorasi
(lelangenan),

mantra

yakni

tersebut.

usaha

kenikmatan

yang

tujuan itu, ia (teks mantra) diyakini dapat

tembang

mengoneksikan

pada

kekuatan

adikodrati. Dengan kata lain, teks mantra

reading.

yang lingual dapat menghubungkan pada

Analytical reading, yakni usaha untuk

sesuatu yang transendental (from lingual

memahami teks tembang sebagai bahan

to trancendental). Konstruksi teks mantra

analisis untuk dikupas dan

yang didalamnya ada kekhasan lingual

pada

yang

tujuan-tujuan

kedua

berfokus

sedangkan

untuk

untuk

digunakan dan

analytical

didalami

kandungan dan unsur yang membangun.

dapat

Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh

pembentuknya, yaitu kata.

Arps (1990:413)

ditelisik

dari

konstruksi

Kata memegang peranan penting

tembang verse is not always sung. it can

dalam mantra, karena sebagai teks ritual

be spoken as well. but voicing it as song

ia

and voicing it as speech serve different

kata. Suasana

ends. The first can be called poetic and

hadir

the second analytical.

digunakan. Ciri khas diksi mantra itu

Selain

poetical

dan

analytical

tidak

merepresentasikan

melalui

dirinya

melalui

magis dan sakral akan
pilihan

dimaksudkan

kata

untuk

yang

dapat

menutup kemungkinan adanya magical

membangkitkan suasana sakral atau efek

reading,

untuk

magis. Suasana sakral dan efek magis

menyingkap dan menguak kandungan

yang dimaksudkan adalah bahwa mantra

magis

mantra

menunjuk kepada dunia di luar batas-

akan

batas kemampuan wajar manusia, dunia

menggunakan analytical reading yang

diluar kekuasaan hukum alam, alam gaib,

digunakan

sebagai pengaruh dari kekuatan sakral

hal

yang

kidung

ini

dilakukan

terdapat

Jawa.

dalam

Makalah

untuk

perangkat-perangkat

ini

menganalisis
kebahasaan

yang

(Soedjijono,1985:26).

Kata

yang

membangun mantra kidung Jawa.

dihadirkan dan disusun dalam mantra

Kekhasan Bahasa Mantra Kidung Jawa

tidak

sebagaimana

Kekhasan

yang

mudah

disini

mengacu

pada

bahasa

dipahami.

sehari-hari
Kata

yang

pengertian bahwa bahasa yang digunakan

tersusun dalam mantra kidung Jawa pada

dalam

KPAA akan diuraikan sebagai berikut.

mantra

kidung

Jawa

berbeda

39

TransLing Journal: Translation and Linguistics
Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
Kata Tak Bermakna

the power of ritual language, in other

Sebagaimana dipaparkan oleh Soedjijono,

words, may at times be more directly

dkk (1985:25) bahwa mantra diucapkan

dependent upon the said of ritual speech,

dengan

yang

and other times not. To determine when

kadang-kadang tidak dipahami maknanya

and why this is so, we have to examine the

(misalnya karena menggunakan kata-kata

social context in which ritual speech

asing atau kuno) justru disitulah terletak

functions, and not content ourselves with

terciptanya suasana gaib dan keramat.

the

Selain itu, mantra tidak wajib dimengerti

(1985:212-213).

bahasa dan kalimatnya. Di dalam mantra

Keeler (1987:137-138) mengatakan words,

terkandung banyak kias atau simbolik

as

dari

yang

pronounced secretly and that are (at

dianggap berisi tenaga magis (Soedjijono,

surface level) meaningless, confusing, or

dkk, 1985:26).

pronounced in reverse order convey less

Informasi yang sama datang dari Hefner

immediate sense but more immediate

sewaktu meneliti komunitas Hindu Jawa

effect then every day language. „kata,

di Tengger, Gunung Bromo, Jawa Timur

dalam

ia mengatakan bahwa kata dalam ritual

diucapkan

diyakini

tingkat

menggunakan

unsur-unsur

memiliki

bahasa

kepercayaan

daya

yang

ampuh

formal

in

analysis

rapal,

that

mantra,

of

are

yang

ritual

texts

learned

and

dipelajari

secara

diam-diam

permukaan)

tidak

dan
(pada

memiliki

meskipun kata tersebut tidak dimengerti

makna, membingungkan, atau diucapkan

maknanya secara langsung „ritual words

dalam

are accorded power by the faithful even

menyampaikan makna kurang langsung,

when they are not, in any propositional

tetapi meskipun demikian keampuhanya

sense, directly accessible or intelligible‟

melebihi bahasa

(1985:212).

(2004:337)

Meskipun

mereka

tidak

urutan

yang

terbalik,

sehari-hari. Headley

sewaktu

meneliti

mantra

mengerti makna dalam bahasa ritual,

Durga juga menemukan hal yang serupa

mengapa

yang

yaitu penggunaan kata arkaik (kata kuno)

(manjur)?

dan kata yang khusus digunakan dalam

pertanyaan

prosesi ritual, bahkan ada kata yang tidak

keampuhan

diproduksi
Berkaitan
tersebut,

tetap

bekerja

dengan

hal

Hefner

kemanjuran

kata

doa

menjelaskan
ritual

di

bahwa

memiliki makna.

Tengger

Apa

yang

dipaparkan

oleh

tergantung pada aktor (pembaca mantra),

Soedjijono, dkk (1985), Hefner (1985),

situasi, partisipan ritual dan relasi-relasi

Keeler

yang terkait dengan pagelaran ritual.

memperteguh

Berikut kutipan lengkap pernyataannya

bahasa

40

(1987),
ritual

dan
bahwa
adalah

Headley
salah

(2004)

satu

opaqueness

ciri
of

TransLing Journal: Translation and Linguistics
Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
kekaburan

meaning‟

arti‟(Keane,

II baris 10,14, bait III baris 17, 21, dan

2000:53). Ihwal ketakbermaknaan kata ini

bait IV baris 24

muncul dalam mantra kidung Jawa dalam

(1)

(a) kulahu marang bali kul

KPAA. Ketiadaan makna dalam hal ini

(b) kulhu balik bolak balik

mempunyai maksud bahwa makna yang

(c) kulahu barang bali

terdapat dalam kata

(d) kulahu barang bali kun

terpahami

oleh

masyarakat
apan

tersebut tidak
skemata

penuturnya.

wikuning

wiku

sosial

Misalnya
wikan

(1)

Pada contoh di atas penekanannya

liring

pada

penggunaan

kata

kullahu.

Bila

pujasamadi, apabila penutur mengerti

dipisah ia terdiri atas dua bunyi yaitu kul

dan memahami bahasa sanskerta kuno

dan hu, keduanya secara leksikal tidak

data

mempunyai makna.

(1)

secara

leksikal

ia

memiliki

Ada dua bentuk bunyi “kulhu’ dan

makna, yaitu kata wikan yang berarti
„paham‟,

berarti

liring

„seperti‟,

“kullahu”

yang

diulang-ulang

dalam

pujasamadi „beribadah‟. Dalam hal ini,

kidung warawedha. Secara leksikal tidak

ketiadaan makna dalam kata mantra

memiliki

kidung

skemata

pada bunyi „kul‟ dan bunyi „hu‟. Bila dua

sosial penuturnya. Jadi, ketiadaan makna

bunyi tersebut dilantunkan dengan terus-

dalam mantra terkait dengan aspek sosial

menerus akan menghadirkan suasana

dan budaya penutur bahasa tersebut.

batin tertentu yang mengantarkan pada

Penyebab

suasana magis dan trance.

terkait

kata

juga dengan

takbermakna

tersebut

makna,

tetapi

penekananya

karena ia termasuk kata arkaik (kata

Repetisi dengan pembalikan bunyi

purba) yang tidak terpahami lagi oleh

atau penyisipan bunyi yang mirip dengan

penutur masyarakat modern. Kepurbaan

pasangan minimal (minimal pairs) terjadi

(archaicness) dan keanehan kata dalam

pada kata marang (2) dan barang (4)

mantra biasanya berupa deretan bunyi

unsur pembedanya yaitu fonem /m/ dan

yang takbermakna (nonsensical words)

/b/. Data

(Taslim, 2007:202).

penambahan fonem konsonan /k/ untuk

Kata-kata

dalam

membentuk variasi bunyi, tetapi tidak

hadir untuk memberikan

mengubah makna. Bentuk reduplikasi

penekanan pada bunyi yang dihadirkan

bunyi terjadi pada kata bolak dan balik

oleh kata tersebut, bukan pada makna

(3) dengan pergantian fonem vokal /o/

leksikalnya. Hal ini ditemukan dalam

dan /a/ pada kata [bolak] dan fonem

contoh kidung warawedha (KW) pada bait

vokal /a/ dan /i/ pada kata kata [balik].

mantra

ini

tak bermakna

bali (2) dan balik (3) terjadi

Kedua kata tersebut dirangkai menjadi

41

TransLing Journal: Translation and Linguistics
Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
[bolak]-[balik] sebagai bentuk reduplikasi

hartarti, (2) ni penjari, (3) ki hartarti, (4)

berubah

peran

hyang tegalana (5) rara subaningsih, (6)

(menyangatkan)

ki tarulata, (7) ki mangutara, (8) ki

(keberlanjutan).

reksajiwa, (9) ki balesupi, (10) mbok

bunyi. Ia

semantis
atau

mempunyai

intensifikasi
kontinuatif

Fenomena ini oleh Sudaryanto (1991:39)

nirbiyah.

disebut

mitologi mitis yang tidak ditemukan jejak

reduplikasi

bervariasi

bunyi.

Penyebutan

nama

tokoh

Bunyi-bunyi tersebut memiliki pengaruh

rekamnya

emotive-expressive yang sangat kuat bagi

mempunyai

pembaca

kemampuan

mitologi mitis tersebut menghubungkan

menghasilkan efek emosional tertentu

pada konsep alam pikiran tertentu yang

terhadap pendengar mantra, ihwal ini

membawa efek magis bagi pengamal

Sudaryanto (1994:52) menyebut dengan

mantra. Selain itu, Margana (2004:31)

kata

menambahkan

informasi

hubungan antara bunyi dan keadaan

kekhasan

Jawa

emosi dari referen sebuah kata.

religio-magis

atau

emotif

memiliki

atau

Bentuk-bentuk

efektif

ada

Jawa

bahwa

tokoh

maksud

sastra

yang

[termasuk

bahwa
bersifat

mantra

yang

bersumber dari primbon] adanya unsur

atas menekankan pada hadirnya bunyi-

memasukkan tokoh-tokoh imajinatif yang

bunyi tertentu yang secara leksikal tidak

tidak dikenal dalam sejarah dan elemen-

mempunyai makna, tetapi mempunyai

elemen mistis dari dongeng atau legenda

daya. Hal penting yang perlu ditekankan

rakyat setempat.

menghadirkan makna memang terjadi

Kata Tabu

pada mantra kidung, tetapi ketiadaan

Kekhasan bahasa mantra tidak hanya

makna juga menjadi ciri penting dalam

mengandung

mantra.

tidak dapat dipahami maknanya. Katahanya

takbermakna

yang

contoh

khazanah

di

Tidak

pada

yaitu

dalam

penggunaan
menjadi

kata

kata

elemen

kata-kata

yang dipakai di

kadang-kadang

kekhasan dari aspek bahasa, tetapi juga

merupakan

penghadiran atau penyebutan

Tidak

nama-

tertentu

aneh

dalam

mantra

bunyinya,

permainan

jarang

yang

ada

bunyi
mantra

atau

belaka.
yang

nama tokoh mitologi mitis yang tidak

menggunakan

dikenal dalam khazanah Jawa. Dengan

menyebut alat vital manusia (Soedjijono,

kata

tokoh

1985:26). Kata-kata tabu dalam mantra

dalam

khazanah

pada KPAA ditemukan dalam mantra

tidak

ditemukan

Kidung Ajiwedha. Kata-kata tabu tersebut

lain,

tersebut
keilmuan

apabila
ditelusur
Jawa

ia

nama-nama

kata-kata tabu, seperti

referensinya atau tidak tergolong tokoh

adalah

historis.

organ atau excretory organ) manusia

Sebagai

contoh

(1)

sang

42

penyebutan

alat

vital

(sexual

TransLing Journal: Translation and Linguistics
Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
secara langsung. Kata-kata tabu tersebut

(seperti) besi kawat, kemaluan(penis)-ku

sebagai berikut.

besi mentah‟. Kata tabu muncul bukan
dilandasi

Tabel 4. Kata Tabu dalam Mantra

keseronokan

ketidaksopanan,

Kidung Jawa

tetapi

atau

lebih

pada

No

Kata-Kata Tabu

Terjemahan

penuntasan pendeskripsian dari anggota

1

bokong

pantat

tubuh yang sejelas-jelasnya.

2

ebol

dubur

3

tinja

veses

4

entut

kentut

5

uyuh

air kencing

6

dhakar

alat vital

dalamnya

laki-laki

(genital), mengandung maksud bahwa

rambut

anggota tubuh tersebut mempunyai daya

kelamin

kekuatan magis secara aspek kultural.

7

jembut

Selain

penjelasan

di

atas,

pertimbangan berikutnya ialah bahwa

8

gantangan

penis

9

walakang

selangkang

penyebutan

anggota

tubuh,

termasuk

yang

seksual

di

organ

Maka, bagian tersebut diekspresikan atau
disebutkan karena unsur daya magisnya.
Dalam hal ini penekananya bukan pada

Penggunaan kata tabu terbagi dalam dua
kategori

pertama

simbol

mempunyai

Jawa mempunyai arti bahwa kata bahasa

langsung seperti kata (1) bokong, (2) ebol,

arab digunakan secara sejajar dengan

(5) uyuh, dan (7) jembut. Kata tabu hanya

bahasa Jawa atau menyandingkan kata

terdapat dalam Kidung Ajiwedha.

bahasa Arab dan bahasa Jawa dalam satu

digunakan

kalimat dalam mantra. Penjajaran bahasa

untuk menyebutkan keseluruhan anggota
tubuh

dari

bagian

Arab dan bahasa Jawa, dengan kata lain

yang paling atas

bisa dikatakan sebagai upaya meminjam

(kepala) sampai dengan telapak kaki.
Anggota
dengan

tubuh
besi

manusia

dan

elemen bahasa lain, ihwal peminjaman

disamakan

berbagai

elemen bahasa lain menjadi ciri khas

bentuk

register bahasa ritual (Keane, 1997:53).

material besi dalam khazanah Jawa, kata
tabu

yang

muncul

tersebut

Hal tersebut mempunyai fungsi bahwa

sewaktu

elemen

menyebutkan bagian organ seksual yang

„rambut

yang

khas

tersebut

pada akhirnya menimbulkan keampuhan

misalnya, jembut kawat gantanganku
mentah

bahasa

seolah-olah bersumber dari surga yang

disamakan dengan besi (material padat),

wesi

pada

Penjajaran kata bahasa Arab dan

walakang, kedua tanpa penghalusan atau

tersebut

lebih

Penjajaran Kata bahasa Arab dan Jawa

tinja, (6) dhakar, (8) gantangan dan (9)

tabu

tetapi

referennya (objek tubuh).

penghalusan (eufemisme) seperti kata (3)

Kata

(word),

ritual bagi partisipan ritual.

kemaluanku

43

TransLing Journal: Translation and Linguistics
Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
(82) Sallahu ngalaihi wa salamu

Penjajaran kata berbahasa Arab
dalam

mantra

kidung

dalam

„Sallahu ngalaihi wa

KPAA
salamu‟

terbagi dalam tiga kategori. Pertama,

(83) Wa ngalaekum wa salam

dalam satu bait dominan menggunakan

„Wa ngalaekum wa salam’

bahasa Arab, artinya dalam satu bait
beberapa

baris

menggunakan

bahasa
(84) Puniku pupuji mami

Arab, misalnya, dalam kidung yogawedha

„inilah doaku‟

(KY) dan kidung warawedha (KW) sebagai
berikut. kidung yogawedha (KY) bait XI
baris 61-66

Data (62) Allahuma adam sarpin (63)

(2)

(61) Mangkana ta donganipun

Cheruhu

„demikianlah doanya‟

ngalaihi, (65) Chaheruhu huwalaha, dan

(62) Allahuma adam sarpin

(66) Warabu chayatullahi merupakan doa

„Allahuma adam sarpin’

berbahasa

(63) Cheruhu chakulaika

dalam bahasa Arab terdiri atas kata ganti

„Cheruhu chakulaika’

(isim dhomir) dan kata benda (isim). Bila

(64) Wajibuhu ngalaihi

dijelaskan dalam gramatika bahasa Arab

„Wajibuhu ngalaihi’

sebagai berikut:

(65) Chaheruhu huwalaha

(62)

‘Chaheruhu huwalaha‟

chakulaika,

(64)

Arab yang secara

(63) ‫ك ي‬

‘Warabu chayatullahi’

leksikal

adam sarpin
Ya Tuhanku Adam

(66) Warabu chayatullahi

Wajibuhu

sarpin

‫خ يره‬

Kebaikanya dan

kebenaranya

(64) ‫وج به ع يه‬
kidung warawedha (KW) bait XII baris 78-

Kewajibanya
(65) ‫و ه خ يره‬

84

Kebaikanya demi Allah
(3)

(66) ‫ية ه‬

(78) Sun langgeng amuja mantra
„aku abadi memuja mantra‟

‫و ه‬

Tuhan yang meliputi segala

(79) Pas jaswadi putra ing kodrat

kehidupan

(80) Lailah hailahu
„Lailah hailahu’

Kata ganti (hu) atau ‘nya‟ merujuk kepada

(81) Muhamad Rasullah

„adam sarpin‟, secara umum makna data

‘Muhamad Rasullah’

di atas adalah doa untuk yang ditujukan
untuk jati diri anak (hakikat anak) atau
„adam

44

sarpin‟.

Kidung

yogawedha

TransLing Journal: Translation and Linguistics
Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
(21) kaping tigane wakutubihi

dikhususukaan untuk anak (bayi) agar
selamat

dari

malapetaka

„ketiganya kepada kitab

dan
Allah‟

menanamkan ketauhidan sejak dini serta

(69) Ya Allahuma seksi

mengingat keberadaan eksistensi Allah

„Ya Allahuma seksi

dalam setiap gerak dan aktivitas sehari-

(56) liwat siratal mustakim

hari.
Data

(80)

Lailah

hailahu,

„melalui siratal mustakim‟

(81)

Muhamad Rasullah, (82) Sallahu ngalaihi
wa salamu, (83) Wa ngalaekum wa salam

Dalam data (62) yaitu

allahuma

merupakan kalimat yang paling populer

adam sarpin, sedangkan dalam kidung

dalam tradisi Islam. Data 80-81 adalah

yogawedha (KY) bait XII baris 68 terdapat

ikrar syahadat „kesaksian adanya Allah

fenomena

sebagai tuhan yang satu” dan ikrar bahwa

allahuma cacing putih. Dalam kidung

nabi muhammad sebagai utusan (rasul).

setyawedha (Kse) bait I baris yaitu, (1)

Kedua kalimat tersebut lebih dikenal

sipat iman wa mantulilahi, dan baris (21)

dengan syahadatain „dua kalimat syahat‟.

kaping tigane wa kutubihi. Dalam kidung

Data

yang

saktiwedha (KSa) bait XII baris 69 yaitu,

disematkan untuk nabi Muhammad yaitu

ya allahuma seksi, dan dalam kidung

Sallahu ngalaihi wa salamu yang biasa

warawedha (KW) bait X baris 56 terdapat

disingkat dengan (S.A.W). Data 83, yaitu

(56)

jawaban dari salam umat Islam, Wa

siratal mustakim‟.

82

merupakan

ngalaekum wa salam,
salam

pembuka,

sebutan

jawaban dari

asalamu

liwat

yang

serupa

siratal

yaitu

mustakim

(68)

„melalui

Data kata berbahasa arab tersebut

alaikum.

mempunyai

arti

allahuma

„Ya

Allah

Kedua, yaitu menggunakan bahasa arab

Tuhanku‟. Kata

dan bahasa Jawa dalam satu baris yang

berbahasa

sejajar. Sebagaimana contoh-contoh di

putih secara leksikal bermakna „cacing‟

bawah ini.

(binatang) berwarna putih, seksi „saksi‟.

(5)

(62) Allahuma adam sarpin

kata berbahasa Arab tersebut mempunyai

„Allahuma adam sarpin‟

arti iman kepada Allah dan iman kepada

(68) Allahuma cacing putih

kitab. Ketiga kata bahasa Arab yang telah

„Allahuma cacing putih‟

diadaptasi ke bahasa Jawa, ada yang

(1) sifat iman wa mantulilahi

sudah diterima dalam bahasa Jawa dan

„sifat iman kepada Allah‟

Jawa

tersebut diikuti
adam

kata

sarpin,cacing

ada yang belum diterima dalam bahasa
Jawa. Berikut ditemukan dalam kidung

45

TransLing Journal: Translation and Linguistics
Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
Japawedha (KJ) bait XII-XIII baris 118-

data 124-127 merupakan nama nafsu

127.

yang terdapat dalam diri manusia yaitu

(6) (118) kulite iku sarengat

supiyah,

‘kulitnya itu syariat‟

luamah.

(119) getihipun Tarekat ingkang sejati
„darahnya

amarah,

tarekat

Data

mutmaenah,

tersebut

dan

menunjukkan

bahwa kata tersebut berasal dari bahasa

yang

Arab

sejati‟

yang

sudah

diterima

menjadi

leksikon bahasa Jawa.

(120) ototipun kakekat

A. Perangkat Keindahan

‘ototnya itu hakikat‟
(121)

dagingupun

Sebagaimana

makripat

sajati

berbentuk

„dagingnya makrifat yang sejati‟
(122)

cucukipun

sajatining

kidung

Mantra
Jawa,

perangkat

keindahan.

keindahan

tersebut

ia

yang
memiliki

Perangkat
memperindah

“bangunan mantra”. Alat-alat keindahan

Sadat

tersebut diantaranya, kata saroja dan
‘paruhnya sejatinya syahadat‟

aliterasi.

(123) eledan Tokid wastane

Kata saroja

„lidahnya tauhid sebutanya‟
(124)

pupusuhe

Supiyah

Kata saroja berarti dua buah kata yang
maknanya sama atau hampir sama yang

nenggih

digunakan bersama-sama. Kata saroja
„hatinya supiyah‟

berfungsi

untuk

menyangatkan

(intensitas), memperjelas atau memberi

(125) hamperune amarah

gambaran secara jelas, menyatakan dua
„limpanya amarah‟

sifat yang hampir sama yang dimiliki

(126) mutmaenah jantung

oleh seseorang, dan kemerduan bunyi.
Berikut contoh kata saroja dalam mantra

‘mutmainah jantung‟

kidung pada KPAA. Berikut kata saroja
tersebut

(127) luamah wadukeika

(7)

(1) anirmala waluyajati
„selamat dari macam bahaya‟,

„luamah perutnya‟

(2) bubar ambyar
Data di atas khususnya baris (118-119)

„hancur berantakan‟,

meru-pakan

(3) rampas tatas atapis

tasawuf

penahapan

dalam

Islam

dalam
yaitu

ajaran

„semua terenggut tak terkecuali‟,

syariat,

thariqat, makrifat, dan hakikat (lihat

(4) larut sirna

Widodo, 2011b dan 2012a), sedangkan

„hilang lenyap,

46

TransLing Journal: Translation and Linguistics
Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
(5) satru mungsuh

terdapat pada kidung warawedha pada

„musuh yang melawan‟.

stanza 1 sebagai berikut. (8)
i

8

a Singgah-singgah kala singgah

Kata saroja diberdayakan dalam mantra

ii 11 i Pan suminggah kala durga

kidung

sumingkir

untuk

mempercantik

mantra

kidung. Dengan kata lain, kata saroja

iii 8 u Singa ama singa wulu

lebih

ini

iv 7 a

Singa suku singa sirah

memang tampak dari keselarasan bunyi

v 12 u

Singa tenggak klawan kala

rima yang ditimbulkan, misalnya, data (2)

singa buntut

bubar ambyar „hancur berantakan‟, (3)

vi 8 a

Padha sira sumingkira

rampas tatas atapis. Rima bunyi akhir

vii 8 i

Muliha asal-ireki

pada

poetic

function.

Hal

yang indah secara ritmis dan harmonis
didayagunakan yang semuanya berakhir

bila diikuti vokalnya dan dipilih kerangka

dengan rima yang sama.

konsonannya
pengulangan

Data (2) tergolong dalam bunyi

yang
bunyi

beraliterasi,
konsonan

pada

homorgan, bunyi yang dihasilkan melalui

tembang di atas akan tampak sebagai

organ

berikut. (9)

pengucapan

yang

sama,

yaitu

didominasi oleh bunyi konsonan bilabial

1. [s- g-h] [s- g-h] [ k-l-] [ s- g-h]

(/b/, /p/, /m/) dalam bubar ambyar [b-b-

2. [p-n] [s-m- g-h] [ k-l-] [ d-rg-] [s-m- -k-

r] [-mby-r], sedangkan data (3) rampas

r]

tatas atapis [r-m-p-s] [t-t-s] [-t-p-s] banyak

3. [s- -] [-m-] [s- -] [w-l-]

di dominasi bunyi konsonan apiko dental

4. [s- -] [s-k-] [s- -] [s-r-h]

/t/ dan lamino palatal /s/.

5. [s- -] [ t- g- ] [kl-w-n] [k-l-] [s- -] [b-n-

Aliterasi

t-t]

Aliterasi dalam khazanah Jawa

6. [p- -] [ s-r-] [s-m- -k-r-]

dikenal dengan purwakanthi sastra, yaitu

7. [m-l-h-] [-s-l-r-k-]

Adalah konsonan yang beruntun pada
dua atau lebih kata yang berurutan

Aliterasi pada kerangka konsonan di atas

(runtun konsonan). Selain aliterasi ada

nampak jelas pada baris (1) dan (2): [s- g-

asonansi lebih akrab disebut dengan

h] [s- g-h] [ k-l-] [ s- g-h] // .....[s-m- g-h]

purwakanti swara, yaitu bunyi vokal yang

[ k-l-] [ d-rg-] [s-m- -k-r], dan baris (3)

beruntun pada dua atau lebih kata yang

dan (4): [s- -] [-m-] [s- -] [w-l] // [s- -]

berurutan (runtun vokal). Dalam makalah
ini

akan

dipaparkan

aliterasi

[s-k-] [s- -] [s-r-h]

yang

Bunyi konsonan yang diulang tersebut
membawa dampak fonetik-fonologisnya,

47

TransLing Journal: Translation and Linguistics
Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
ketika dilisankan atau dilantunkan teks

Selain

tembang

aliterasi

memberi pernyataan yang sama pada

(purwakanthi)akan mengalir indah-alami

saat mengulas mantra Tantra Hindu ia

mengikuti

mengatakan bahwa Mantras are not only

yang

bunyi

penuh

kesamaan

konsonan

dan

kemiripan

yang

berulang

Gonda,

Yelle

(2003:11)

juga

repeated, but repetitive.

(Kadarisman, 2009:128).

Gonda (1988) dan Yelle (2003)
menegaskan bahwa kodrat mantra selalu

B. Penggunaan Repetisi
Mantra tergolong sebagai bahasa

lekat dan erat dengan ciri repetisinya.

ritual, maka ia banyak memiliki bentuk-

Lebih-lebih

bentuk

mantra dari tradisi yang sama yaitu

repetisi.

karakteristik

Repetisi

dari

merupakan

bahasa

ritual

keduanya

menggunakan

tradisi Hindu.

sebagaimana dipaparkan oleh Gill (1981)

Bentuk-bentuk

repetisi

mantra

(dalam Keane, 1997:52) bahwa Gill (1981)

kidung Jawa dalam KPAA ditemukan dan

claimed that it is a general characteristic

diklasifikasi atas (1) repetisi gramatikal,

of

its

(2) repetisi leksikal, (3) repetisi unik, dan

repetition and formal elaboration are far

(4) repetisi semantik. Repetisi gramatikal

out

yaitu pengulangan yang terjadi pada

the

language

of

of

proportion

prayer

to

that

the

message,

construed as denotation. Becker (1998:84)

mantra

menambahkan dan memperkuat bahwa

menggunakan pola kalimat yang sama

strategi

(pola

pengulangan

telah

menjadi

kidung

sintaksis),

Jawa

dengan

sedangkan

repetisi

karakter estetika Jawa dan Asia Tenggara

leksikal yaitu pengulangan yang terjadi

pada umumnya. Gonda (1988:190) pada

pada

saat

menggunakan kategori kata atau frasa

mengulas

mantra

Satapatha-

Brahmana mengatakan bahwa gaya yang
mencolok

mantra

kidung

Jawa

dengan

yang sama.

Satapatha-

Repetisi Unik yaitu pengulangan

mengulang-ulang

yang terjadi pada mantra kidung Jawa

penjelasan dengan maksud yang sama

yang pengulangan tersebut terjadi pada

pada posisi akhir dari penjelasan dan

tataran

pada posisi yang lain. Gonda memberi

semantik

penekanan bahwa repetisi dalam mantra

semantik yaitu pengulangan yang terjadi

Satapatha-Brahmana

pada

brahmana

dari

mantra

yaitu

menjadi

stylistic

gramatikal,
secara

mantra

leksikal,

serentak.

kidung

Jawa

dan

Repetisi

dengan

peculiarities yang mengulang makna dan

menghadirkan makna yang sama dengan

pikiran yang sama melalui gaya repetisi

bentuk

yang khas (Gonda, 1988:264).

makna yang masih dalam jangkauan

yang

berbeda

(sinonim)

medan leksikal yang sama.

48

dan

TransLing Journal: Translation and Linguistics
Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
manusia tersebut harus dilatih dengan

Kemanjuran
Pembaca

mantra

menjalani

direpresentasikan

laku

asketik

(ascetic

sebagai kata ganti orang pertama (-ku).

preparation), seperti, puasa senin dan

Hal ini diperkuat bahwa satuan lingual

kamis, puasa pati geni, puasa mutih,

yang banyak mengalami

pengulangan

melekan dan lain sebagainya. Inti dari

yaitu kata ganti orang pertama (-ku)

praktik tersebut yaitu untuk mengenali

dengan

nafsu dalam dirinya.

intensitas makna

yang

kuat.

Nama nabi dan sahabat dalam konsepsi

Ketiga penahapan tersebut untuk

Islam mempunyai kecenderungan untuk

memperkuat sugesti pembaca mantra

disandingkan

anggota

yang diperkuat dengan repetisi. Hal yang

tubuh. Hal ini mempunyai pesan bahwa

hampir mirip juga diulas oleh Arps

mengidentifikasikan diri dengan nama

(1996b :402) sewaktu menganalisis lagu

nabi akan memberi sugesti yang kuat

qasidah di Indonesia ia mengatakan “the

bagi pembaca mantra. Pengulangan yang

underlying reasoning runs as follows;

terus menerus dengan satuan lingual

iteration

yang sama akan semakin memperkuat

internalization facilitates understanding,

sugesti tersebut. Proses ini disebut tahap

and understanding is hoped to lead to

identifikasi.

implementation”.

dengan

Setelah

bagian

identifikasi

yaitu

internalisasi (penghayatan), yaitu proses
menghayati

dengan

allows

internalization,

Dalam kasus mantra, ia bermula

sungguh-sungguh

dari identifikasi, menuju internalisasi,

„apa yang dibaca‟ diselaraskan dalam

dan implementasi. Ketiganya dalam satu

laku kehidupan sehari-hari. Internalisasi

aksi yang serentak. Dalam hal ini mantra

dalam hal ini melalui pemahaman konsep

kidung Jawa mempunyai kuasa „physico-

inti

ajaran

penahapan

Islam
syariat

(thariqat),

hakikat

tasawuf

dengan

magical‟ yang kuat dalam menggerakan

(sarengat),

tarekat

daya

(kakekat)

makrifat(ma’rifat).Keempat

dan

yakin

mantra

tahap

(cogency)

yang

bagi

bersifat

pengamal
psikologis

(bandingkan Taslim, 2007:197).

tersebut dilandasi atas keyakinan (tauhid)
dan kesaksian (syahadat) (lihat kidung

Simpulan

japawedha dan periksa Widodo, 2011b).

Dari pemaparan fungsi di atas dapat

Langkah selanjutnya yaitu implementasi,

ditarik simpulan bahwa terdapat dua

yaitu praktik dalam tataran lahir dengan

klasifikasi fungsi yaitu fungsi praktis dan

melatih

diri

ideologis. Praktisnya repetisi mempunyai

dalam

dirinya

untuk

mengenali

supiyah,

nafsu

amarah,

fungsi

mutmaenah, luamah. Nafsu dalam diri

tuntutan

kepraktisan

teks

tembang. Dalam artian bahwa untuk

49

TransLing Journal: Translation and Linguistics
Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
memenuhi

jumlah

suku

kata

dalam

Daftar Pustaka
Arps, Bernard.1992. Tembang in Two

tembang ada satuan lingual yang diulang
agar tembang tersebut dapat dilantunkan

Traditions

dengan

Interpretation

irama

yang

selaras.

Fungsi

ideologis repetisi yaitu menumbuhkan

Literature.

keyakinan

Oriental

bagi

pengamal

mantra.

Keyakinan tersebut dipicu dan disentak

:

Performance
of

London:
and

and

Javanese
School

African

of

Studies,

University of London.

melalui pengulangan lingual dalam setiap

______.1996a. “The Song Guarding at

lapis yaitu lapis gramatikal, leksikal,

Night: Grounds for Cogency in a

semantik, dan secara serentak berulang

Javanese Incantation” in Stephen

di setiap lapis. Sehingga repetisi tersebut

C.

menumbuhkan keyakinan pada „apa yang

Anthropology of Prayer: Javanese

diucapkan‟(teks),

tersebut

Ethnolinguistic Studies / Vers une

mengantarkan pada kekuatan adi kodrati.

anthropologie de la prière: études

Pada

ethnolinguistiques javanaises, pp.

keyakinan

akhirnya

kemanjuran.

memunculkan

Dalam

proses

tersebut

Headley

47–113.
Publications

mengoneksikan

Provence

hal-hal

yang

transendental. Hal ini seturut dengan arti
mantra

yang

sesungguhnya

______.1996b.

yaitu

Towards

an

Aix-en-Provence:

adanya peran-peran lingual yang dapat
dengan

(ed.),

de

“To

Through

l‟Université

Propagate

Popular

de

Morals

Music:

The

berputar atau berotasi, putaran tersebut

Indonesian Qasidah Modern” in

pada aspek gramatikal, leksikal, semantik

(Ed). Stefan Sperl and Cristhoper

dan serentak diantara ketiganya. Putaran

shackle, Qasida Poetry In Islamic

tersebut juga menstimulus pusat-pusat

Asia

energi (chakra) dalam tubuh pengamal

Clasical Traditions and Modern

mantra

akhirnya

Meanings.pp.389-409. Leiden-New

kekuatan

York-Koln: E.J. Brill

yang

membangkitkan

pada
daya

and

Africa

Volume

One:

(kundalini). Bermula dari repetisi lah

______.2000. “The Regulation of Beauty:

effek magis mantra dapat dibangkitkan

J. Kats and Javanese poetics” in

hal

David Smyth (Ed.), The canon in

itu

selaras

dengan

pendapat

Malinowski (dalam Tambiah, 1968: 186)

Southeast

the

formula

pp.114-133. Curzon Press: London

produced mystical effects „pengulangan

______.2000. “The Regulation of Beauty:

yang benar dari mantra memproduksi

J. Kats and Javanese poetics” in

efek magis‟.

David Smyth (Ed.), The canon in

correct

repetition

of

a

50

Asian

Literatures,

TransLing Journal: Translation and Linguistics
Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
Southeast

Asian

Literatures,

Timur: Laporan Penelitian. Malang:

pp.114-133. Curzon Press: London

IKIP Malang.

Hefner, Robert W. 1985. Hindu Javanese :

Tambiah, S.J. 1968. “The Magical Power

Tengger Tradition and Islam. New

of Words” in Man. Vol. 3, pp.175-

York: Princeton University Press

208 1968.

Gonda, J. 1988. Mantra Interpretation in

Taslim, Noriah. 2007. “Mekanisme Kuasa

The Satapatha-Brahmana. Leiden:

dalam Mantera: Satu Analisis dari

E.J. Brill

Pendekatan

Pragmatik”

dalam

Kadarisman, A. Effendi 2009. Mengurai

Roqayah A. Hamid dan Mariyam

Bahasa Menyibak Budaya. Malang :

Salim (Ed.) Pandangan Semesta

UIN-Maliki Press.

Melayu Mantera. Kuala Lumpur:

Keane, Webb. 1997. “Religious Language”
in

Annual

Review

Dewan Bahasa dan Pustaka

of

Yelle,

Anthropology volume 26. pp: 47-

A.

2003.

Explaining

Mantras. New York : Routledge
Widodo, Wahyu. 2011a.”Analisis Wacana

71
Keeler, Ward. 1987. Javanese Shadow

Keraf,

Robert.

Mantra

Jawa

(Kajian

Kidung

Plays, Javanese Selves. New York:

Rumeksa Ing Wengi dari Aspek

Princeton University Press.

Leksikal dan Gramatikal” dalam

Gorys.1994.
Bahasa.

Diksi

Jakarta

dan
:

Gaya

Iqbal Nurul Azhar (Ed), Prosiding

Gramedia

Seminar Nasional Linguistik dan
Sastra: Dahulu, Sekarang dan

Pustaka Utama.
Margana, S. 2004. Pujangga Jawa dan

Akan

Bayang-Bayang

Hal

:

95-110.

Surabaya : ITS Press.

Kolonial.Yogyakarta:

_____________.2011b.

Pustaka

“Ajaran

Tasawuf

dalam Singir Tanpo Waton dan

Pelajar.
Sudaryanto.1992.

Tata

Bahasa

Bahasa

Jawa.

Baku

Kontribusinya

Yogyakarta:

Pembentukan
Masyarakat”

Duta Wacana Press.
_________.1994.

Datang.

Pemanfaatan

Bahasa.

Potensi

Yogyakarta:

Kongres

UGM

dalam
Karakter
dalam

Bahasa

di

Proseding
Jawa

V.

Surabaya
_____________.2012a.

Press.

dalam

Soedjijono, Imam Hanafi & Kusnan Adi

“Kearifan

Mantra

Jawa

Lokal
(Local

Wiryawan. 1985. Struktur dan Isi

Wisdom on Javanese Incantatory

Mantra

Poetry)” dalam Irmayanti Meliono

Bahasa

Jawa

di

Jawa

(Ed),

51

Proseding

International

TransLing Journal: Translation and Linguistics
Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
Conference

on

Indonesian

Institute, National University of

Studies: Diversity, Continuity,and
Changes.

Hal:

963-976.

Singapore.
_____________.2012c. “Sinonimi Berepitisi

Bali-

Makna

Jakarta : UI Press.
_____________.2012b.
Incantatory

Poetry:

dalam

Singir

Tanpo

“Javanese

Waton” dalam Sumarlam, dkk

Linguistic

(Ed). Pelangi Nusantara: Kajian

Element and Efficacy” in

Berbagai Variasi Bahasa. Hal.97-

7th

Singapore Graduate Forum on

109. Yogyakarta : Graha Ilmu

Southeast Asia Studies 2012. (16
– 20 July 2012) Asia Research

52