Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komposisi Vegetasi Mangrove di Pesisir Pantai Kota Waisai, Kabupaten Raja Ampat T2 422012105 BAB I
1. Pengantar
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar
yang memiliki sekitar 17.500 pulau dengan panjang
sekitar 81.000, sehingga Negara kita memiliki potensi
sumber daya wilayah pesisir laut yang besar (Bengen
2001).
Ekosistem pesisir laut merupakan sumber daya
alam yang produktif sebagai penyedia energi
kehidupan
komunitas
di
dalamnnya.
Selain
bagi
itu
ekosistem pesisir dan laut mempunyai potensi sebagai
sumber bahan pangan, pertambangan dan mineral,
energi, kawasan rekreasi dan parawisata. Hal ini
menunjukkan
bahwa
ekosistem
pesisir
dan
laut
merupakan aset yang tak ternilai harganya di masa
yang akan datang (Irawan 2005).
Ekosistem pesisir dan laut meliputi estuaria,
hutan mangrove, padang lamun, terumbu karang,
ekosistem pantai dan ekosistem pulau-pulau kecil.
Komponen-komponen
yang
menyusun
ekosistem
pesisir dan laut tersebut perlu dijaga dan dilestarikan
karena menyimpan sumber keanekaragaman hayati
dan plasma nutfah (Irawan 2005)
Daerah pantai atau pesisir dan estuaria terdapat
ekosistem mangrove, biasa juga disebut hutan bakau.
1
Pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut.
Sedangkan estuaria adalah bentuk teluk di pantai yang
sebagian tertutup, di mana air tawar dan air laut
bertemu dan bercampur (Nybakken 1992).
Hutan mangrove mempunyai fungsi ekologi yang
penting,
seperti
peredam
gelombang
dan
angin,
pelindung pantai dari abrasi, penahan lumpur dan
penangkap sedimen yang diangkut oleh aliran air,
sebagai daerah asuhan dan tempat mencari makan
serta merupakan tempat pemijahan bermacam-macam
biota perairan, sebagai penyubur perairan karena
menghasilkan detritus dari serah daun yang diuraikan
oleh bakteri menjadi zat hara (Bengen, 2001a). Selain
itu produk dari mangrove dapat dihasilkan baik secara
langsung ataupun tidak langsung sebagai kayu bakar,
bahan bangunan, keperluan rumah tangga, bahan
kertas, bahan tekstil, alat perikanan, pupuk pertanian
dan obat-obatan (Noor dkk. 1999).
Berdasarkan
hasil
survei
dan
analisis
citra
digital, luas ekosistem mangrove di kepulauan Raja
Ampat adalah ±27.180 hektare. Ekosistem mangrove
yang cukup luas terdapat di wilayah pantai Waigeo
Barat, Waigeo Selatan, Teluk Mayalibit, Pantai Batanta,
pantai timur Pulau Salawati, dan pantai utara dan
pantai timur Pulau Missol. Ekosistem mangrove ini di
dominasi
oleh
famili
Rhizophoraceae
2
dan
famili
Sonneratiaceae. Pulau Misool merupakan pulau yang
memiliki sebaran mangrove terbesar, kemudian diikuti
oleh pulau Waigeo, Salawati dan Batanta. Pulau Kofiau
merupakan kawasan yang memiliki sebaran mangrove
yang lebih sedikit dibandingkan dengan pulau-pulau
lainnya (DKP-KRA Pemerintah Kabupaten Raja Ampat,
2006).
Ekosistem mangrove di Kabupaten Raja Ampat
menunjukkan kondisi yang masih baik. Berdasarkan
hasil survei dan analisis citra digital, luas mangrove di
Kepulauan Raja Ampat adalah ± 27.180 hektare.
Sedangkan luas sebaran mangrove untuk masingmasing pulau besar yang ada di wilayah Kabupaten
Raja Ampat adalah sebagai berikut: (1) Pulau Waigeo
6.843 hektare, (2) Pulau Batanta 785 hektare, (3) Pulau
Kofiau 279 hektare, (4) Pulau Misool 8.093 hektare, (5)
Pulau
Salawati
4.258
hektare.
Pada
ekosistem
mangrove juga di temukan beberapa jenis biota yang
dikelompokkan ke dalam krustacea dan moluska yang
memiliki nilai ekonomis penting (DKP-KRA Pemerintah
Kabupaten Raja Ampat, 2006).
Selain itu mangrove di kawasan Raja Ampat
dimanfaatkan
oleh
masyarakat
secara
tradisional
sebagai mata pencaharian keluarga, yaitu menangkap
ikan, udang dan mencari kepiting. Selain itu mangrove
di manfaatkan untuk kebutuhan kayu bakar, bahan
3
bangunan
dan
sumber
obat-obatan
tradisional.
Sebagian besar penduduk di Kepulauan Raja Ampat
juga telah mengenal pemanfaatan buah mangrove dari
jenis Bruguiera gymnorrhiza sebagai bahan untuk
membuat
makanan
tradisional.
Pengolahan
buah
mangrove ini telah dilakukan oleh ibu-ibu kelompok
PKK di Kampung Dorehkar. Buah Bruguiera diolah
melalui teknik pengolahan yang khusus sehingga
menjadi bahan tepung. Bahan tepung inilah yang
digunakan untuk membuat berbagai macam penganan
tradisional. Kegiatan pemanfaatan ini masih belum
dilakukan dalam skala komersial. Masyarakat pada
umumnya masih memanfaatkan buah mangrove ini
terbatas untuk konsumsi rumah tangga (DKP-KRA
Pemerintah Kabupaten Raja Ampat, 2006).
Secara umum Mangrove yang ada di lokasi
penelitian yaitu di Pulau Waigeo selatan terdapat 11
jenis mangrove yaitu A. ebracteatus, B. gymnorrhiza, B.
sexangula, C. tagal, H. littoralis, N. fruticans, R.
apiculata, R.
mucronata, S.alba, X granatum dan
X.moluccensis yang termasuk dalam 6 famili mangrove
sejati
dengan
kerapatan
pohon
rata-rata
244
batang/ha. Jenis yang dominan di kawasan ini adalah
B.
gymnorrhiza
diikuti
oleh
jenis
lainnya
yaitu
R.apiculata, R.mucronata, S.alba, B. sexangula, C. tagal,
4
H. Litoralis dan X. Moluccensis (DKP-KRA Pemerintah
Kabupaten Raja Ampat, 2006).
Menurut Sadik (2008), dalam hasil penelitian
telah ditemukan 7 jenis Mangrove dari 3 famili di lokasi
penelitian Kampung Waisai Distrik Waigeo Selatan
Kabupaten Raja Ampat. Jenis yang paling banyak
ditemukan adalah dari famili Rhizophoraceae yaitu
Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Bruguiera
gymnorhiza dan Bruguiera cylindrica. Kemudian diikuti
dari famili Sonneratiaceae yaitu Sonneratia alba dan
Sonneratia caseolaris. Selanjutnya jenis yang paling
sedikit ditemukan adalah dari famili Meliaceae yaitu
Xylocarpus sp.
Melihat pentingnya mengetahui jumlah jenis
vegetasi mangrove dari tahun demi tahun semakin
berkurang maka kami akan meneliti komposisi spesies
vegetasi mangrove yang ada di satu kelurahan Waigeo
Selatan yaitu di Kelurahan Warmasem Kota Waisai
Kabupaten Raja Ampat.
Dari wacana diatas yang menjadi fokus permasalahan
dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana keragaman vegetasi mangrove di pesisir
pantai
di
Kelurahan
Warmasem
Kota
Waisai
Kabupaten Raja Ampat?
2. Bagaimana struktur vegetasi mangrove yang terdiri
tingkat
kerapatan,
dominansi
5
dan
indeks
nilai
penting di pesisir pantai di Kelurahan Warmasem
Kota Waisai Kabupaten Raja Ampat?
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas
tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui keragaman vegetasi mangrove di
Kelurahan Warmasem Kota Waisai Kota Kabupaten
Raja Ampat.
2. Untuk mengetahui struktur vegetasi mangrove yang
terdiri tingkat kerapatan, dominansi, Indeks Nilai
Penting dan Indeks keragaman di pesisir pantai di
Kelurahan Warmasem Kota Waisai Kabupaten Raja
Ampat.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai sumber
referensi dan informasi tentang keragaman vegetasi
mangrove yang ada di Kelurahan Warmasem Kota
Waisai Kabupaten Raja Ampat dan sebagai bahan
masukan bagi pengambil kebijakan dalam perencanaan
dan pengelolaan sumberdaya wilayah Pesisir Pantai
Kota Waisai Kabupaten Raja Ampat.
6
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar
yang memiliki sekitar 17.500 pulau dengan panjang
sekitar 81.000, sehingga Negara kita memiliki potensi
sumber daya wilayah pesisir laut yang besar (Bengen
2001).
Ekosistem pesisir laut merupakan sumber daya
alam yang produktif sebagai penyedia energi
kehidupan
komunitas
di
dalamnnya.
Selain
bagi
itu
ekosistem pesisir dan laut mempunyai potensi sebagai
sumber bahan pangan, pertambangan dan mineral,
energi, kawasan rekreasi dan parawisata. Hal ini
menunjukkan
bahwa
ekosistem
pesisir
dan
laut
merupakan aset yang tak ternilai harganya di masa
yang akan datang (Irawan 2005).
Ekosistem pesisir dan laut meliputi estuaria,
hutan mangrove, padang lamun, terumbu karang,
ekosistem pantai dan ekosistem pulau-pulau kecil.
Komponen-komponen
yang
menyusun
ekosistem
pesisir dan laut tersebut perlu dijaga dan dilestarikan
karena menyimpan sumber keanekaragaman hayati
dan plasma nutfah (Irawan 2005)
Daerah pantai atau pesisir dan estuaria terdapat
ekosistem mangrove, biasa juga disebut hutan bakau.
1
Pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut.
Sedangkan estuaria adalah bentuk teluk di pantai yang
sebagian tertutup, di mana air tawar dan air laut
bertemu dan bercampur (Nybakken 1992).
Hutan mangrove mempunyai fungsi ekologi yang
penting,
seperti
peredam
gelombang
dan
angin,
pelindung pantai dari abrasi, penahan lumpur dan
penangkap sedimen yang diangkut oleh aliran air,
sebagai daerah asuhan dan tempat mencari makan
serta merupakan tempat pemijahan bermacam-macam
biota perairan, sebagai penyubur perairan karena
menghasilkan detritus dari serah daun yang diuraikan
oleh bakteri menjadi zat hara (Bengen, 2001a). Selain
itu produk dari mangrove dapat dihasilkan baik secara
langsung ataupun tidak langsung sebagai kayu bakar,
bahan bangunan, keperluan rumah tangga, bahan
kertas, bahan tekstil, alat perikanan, pupuk pertanian
dan obat-obatan (Noor dkk. 1999).
Berdasarkan
hasil
survei
dan
analisis
citra
digital, luas ekosistem mangrove di kepulauan Raja
Ampat adalah ±27.180 hektare. Ekosistem mangrove
yang cukup luas terdapat di wilayah pantai Waigeo
Barat, Waigeo Selatan, Teluk Mayalibit, Pantai Batanta,
pantai timur Pulau Salawati, dan pantai utara dan
pantai timur Pulau Missol. Ekosistem mangrove ini di
dominasi
oleh
famili
Rhizophoraceae
2
dan
famili
Sonneratiaceae. Pulau Misool merupakan pulau yang
memiliki sebaran mangrove terbesar, kemudian diikuti
oleh pulau Waigeo, Salawati dan Batanta. Pulau Kofiau
merupakan kawasan yang memiliki sebaran mangrove
yang lebih sedikit dibandingkan dengan pulau-pulau
lainnya (DKP-KRA Pemerintah Kabupaten Raja Ampat,
2006).
Ekosistem mangrove di Kabupaten Raja Ampat
menunjukkan kondisi yang masih baik. Berdasarkan
hasil survei dan analisis citra digital, luas mangrove di
Kepulauan Raja Ampat adalah ± 27.180 hektare.
Sedangkan luas sebaran mangrove untuk masingmasing pulau besar yang ada di wilayah Kabupaten
Raja Ampat adalah sebagai berikut: (1) Pulau Waigeo
6.843 hektare, (2) Pulau Batanta 785 hektare, (3) Pulau
Kofiau 279 hektare, (4) Pulau Misool 8.093 hektare, (5)
Pulau
Salawati
4.258
hektare.
Pada
ekosistem
mangrove juga di temukan beberapa jenis biota yang
dikelompokkan ke dalam krustacea dan moluska yang
memiliki nilai ekonomis penting (DKP-KRA Pemerintah
Kabupaten Raja Ampat, 2006).
Selain itu mangrove di kawasan Raja Ampat
dimanfaatkan
oleh
masyarakat
secara
tradisional
sebagai mata pencaharian keluarga, yaitu menangkap
ikan, udang dan mencari kepiting. Selain itu mangrove
di manfaatkan untuk kebutuhan kayu bakar, bahan
3
bangunan
dan
sumber
obat-obatan
tradisional.
Sebagian besar penduduk di Kepulauan Raja Ampat
juga telah mengenal pemanfaatan buah mangrove dari
jenis Bruguiera gymnorrhiza sebagai bahan untuk
membuat
makanan
tradisional.
Pengolahan
buah
mangrove ini telah dilakukan oleh ibu-ibu kelompok
PKK di Kampung Dorehkar. Buah Bruguiera diolah
melalui teknik pengolahan yang khusus sehingga
menjadi bahan tepung. Bahan tepung inilah yang
digunakan untuk membuat berbagai macam penganan
tradisional. Kegiatan pemanfaatan ini masih belum
dilakukan dalam skala komersial. Masyarakat pada
umumnya masih memanfaatkan buah mangrove ini
terbatas untuk konsumsi rumah tangga (DKP-KRA
Pemerintah Kabupaten Raja Ampat, 2006).
Secara umum Mangrove yang ada di lokasi
penelitian yaitu di Pulau Waigeo selatan terdapat 11
jenis mangrove yaitu A. ebracteatus, B. gymnorrhiza, B.
sexangula, C. tagal, H. littoralis, N. fruticans, R.
apiculata, R.
mucronata, S.alba, X granatum dan
X.moluccensis yang termasuk dalam 6 famili mangrove
sejati
dengan
kerapatan
pohon
rata-rata
244
batang/ha. Jenis yang dominan di kawasan ini adalah
B.
gymnorrhiza
diikuti
oleh
jenis
lainnya
yaitu
R.apiculata, R.mucronata, S.alba, B. sexangula, C. tagal,
4
H. Litoralis dan X. Moluccensis (DKP-KRA Pemerintah
Kabupaten Raja Ampat, 2006).
Menurut Sadik (2008), dalam hasil penelitian
telah ditemukan 7 jenis Mangrove dari 3 famili di lokasi
penelitian Kampung Waisai Distrik Waigeo Selatan
Kabupaten Raja Ampat. Jenis yang paling banyak
ditemukan adalah dari famili Rhizophoraceae yaitu
Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Bruguiera
gymnorhiza dan Bruguiera cylindrica. Kemudian diikuti
dari famili Sonneratiaceae yaitu Sonneratia alba dan
Sonneratia caseolaris. Selanjutnya jenis yang paling
sedikit ditemukan adalah dari famili Meliaceae yaitu
Xylocarpus sp.
Melihat pentingnya mengetahui jumlah jenis
vegetasi mangrove dari tahun demi tahun semakin
berkurang maka kami akan meneliti komposisi spesies
vegetasi mangrove yang ada di satu kelurahan Waigeo
Selatan yaitu di Kelurahan Warmasem Kota Waisai
Kabupaten Raja Ampat.
Dari wacana diatas yang menjadi fokus permasalahan
dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana keragaman vegetasi mangrove di pesisir
pantai
di
Kelurahan
Warmasem
Kota
Waisai
Kabupaten Raja Ampat?
2. Bagaimana struktur vegetasi mangrove yang terdiri
tingkat
kerapatan,
dominansi
5
dan
indeks
nilai
penting di pesisir pantai di Kelurahan Warmasem
Kota Waisai Kabupaten Raja Ampat?
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas
tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui keragaman vegetasi mangrove di
Kelurahan Warmasem Kota Waisai Kota Kabupaten
Raja Ampat.
2. Untuk mengetahui struktur vegetasi mangrove yang
terdiri tingkat kerapatan, dominansi, Indeks Nilai
Penting dan Indeks keragaman di pesisir pantai di
Kelurahan Warmasem Kota Waisai Kabupaten Raja
Ampat.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai sumber
referensi dan informasi tentang keragaman vegetasi
mangrove yang ada di Kelurahan Warmasem Kota
Waisai Kabupaten Raja Ampat dan sebagai bahan
masukan bagi pengambil kebijakan dalam perencanaan
dan pengelolaan sumberdaya wilayah Pesisir Pantai
Kota Waisai Kabupaten Raja Ampat.
6