Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komposisi Flora Mangrove di Pantai Sungai Gamta, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat T2 422012108 BAB IV

(1)

13

IV.

Hasil dan Pembahasan

A. Hasil

1. Keanekaragaman vegetasi mangrove

Berdasarkan hasil penelitian Flora Mangrove di pantai Sungai Gamta terdapat 10 jenis mangrove. Kesepuluh jenis mangrove tersebut adalah Bruguiera

gymnorrhiza, Ceriops decandra, Nypa fruticans,

Rhizophora apiculata, Xylocarpus granatum, X.

moluccensis, Acrostichum aureum, A. speciosum,

Acanthus ilicifolius, dan Hibiscus tiliaceus. H.tiliaceus

meskipun bukan mangrove sejati, tetapi selalu ada pada komunitas mangrove (Bengen 2004).

Tabel 1. Jenis- jenis mangrove dilokasi penelitian.

No. Nama

Lokal Nama Ilmiah Familia Gambar 1. Watpin B.gymnorrhiza Rhizophoraceae


(2)

14 2. Bam C. decandra Rhizophoraceae

3. Lataf N. fruticans Arecaceae

4. Watman R. apiculata Rhizophoraceae


(3)

15 6. Tapisnyal X.moluccensis Meliaceae

7. Serem A.aureum Pteridaceae


(4)

16 9. Karlat pin A.ilicifolius Acanthaceae

10. Kacaf H.tiliaceus Malvaceae

Sumber: Noor, dkk (2006) dan koleksi pribadi.

2. Struktur Vegetasi Mangrove

Hasil analisis tingkat kerapatan (gambar 1), dan frekuensi (Gambar 2) struktur vegetasi mangrove tiap-tiap petak.

Gambar 1. Histogram Kerapatan Mutlak (ind/m2) pada seluruh plot

0,00 0,25 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50

JUMLAH 5 X 5 M

JUMLAH 20 X 20 M


(5)

17

Pada gambar 1 Histogram Kerapatan Mutlak, spesies R. apiculata (0,50 Ind/m2) mempunyai nilai

kerapatan tertinggi pada petak ukur 5x5 m, (0,35 Ind/m2) pada petak ukur 20x20 m, dan (1,44 Ind/m2).

Spesies yang terendah adalah A. aureum, A.

speciosum,A. ilicifolius, dan H. tiliaceus (0,01 Ind/m2).

Gambar 2. Histogram frekuensi Mutlak (%) pada seluruh plot Sementara nilai frekuensi yang tertinggi terdapat di petak ukur 5x5 m dan 30x30 m (Gambar 2) adalah

N. fruticans dan R. apiculata (100%), dan nilai frekuensi

terendah adalah A. aureum, A. speciosum, A. ilicifolius,

dan H. tiliaceus (1,37%) pada petak ukur 5x5m.

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00 110,00 B ru g u ie ra g y m n o rr h iza C e ri o p s d e can d ra N y p a fr u ti can s Rh izo p h o ra ap ic u la ta Xy lo ca rp u s g ran at u m X. m o lu cc e n si s A cr o sti ch u m a u re u m A . S p e ci o su m A can th u s il ic if o li u s H ib is cu s ti li ac e u s

JUMLAH 5 X 5 M

JUMLAH 20 X 20 M


(6)

18

B. Pembahasan

1. Keanekaragaman vegetasi mangrove

Dari 10 jenis mangrove yang ditemukan di lokasi penelitian, digolongkan ke dalam 6 familia yakni: familia Rhizophoraceae, Arecaceae, Meliaceae,

Pteridaceae, Acanthaceae, dan Malvaceae. Familia

Rhizophoraceae merupakan familia yang dominan di

antara vegetasi mangrove yang ditemukan. Sembilan jenis di antaranya kategori mangrove mayor (mangrove sejati), 1 jenis mangrove minor (mangrove ikutan), Tomlinson (1986) mengatakan jika kategori mangrove mayor mampu membentuk tegakan murni dan banyak di air garam sehingga dapat tumbuh pada air tergenang, mangrove minor tumbuh pada tepi habitat mangrove dan tidak membentuk tegakan murni.

Perbedaan antara spesies yang satu dengan yang lainnya disebabkan faktor ekologi dari flora mangrove. Kondisi tanah di daerah penelitian adalah tanah berlumpur, dapat menyebabkan kesepuluh spesies mangrove tersebut pertumbuhannya berbeda pada stuktur tanahnya.Ada yang tumbuh pada tanah berlumpur seperti (R. apiculata, B. gymnorrhiza, C.

decandra, dan Xylocarpusspp) dan ada juga yang

tumbuh pada tumpukan tanah kering bagaikan rumah kepiting bakau (Scylla sp) seperti (A. aureum, A.


(7)

19

Lebih lanjut Bengen (2001) menguraikan jika adaptasi fisiologi dilakukan beberapa hal sebagai berikut (1) kadar oksigen rendah dengan membentuk perakaran yang memiliki pneumatofora (seperti

Avicennia spp, Xylocarpus sp, dan Sonneratia spp) serta

lentisel (seperti Rhizophora spp), (2) konsentrasi garam tinggi dengan memiliki stomata khusus untuk mengurangi penguapan, dan daun yang kuat dan tebal dan sel-sel khusus pada daun untuk menyimpan garam, dan (3) stabilitas tanah dan kondisi pasang surut dengan mengembangkan struktur perakaran eksentif yang berfungsi memperkokoh, mengambil unsur hara serta menahan sedimen.

2. Struktur Vegetasi Mangrove

Struktur vegetasi mangrove yang terdapat di daerah penelitian dapat dilihat dari nilai kerapatan relatif (Gamber 3).


(8)

20

Gambar 3. Kerapatan relatif (%)

3. Nilai kerapatan relatif

Nilai kerapatan relatif vegetasi mangrove pada tingkat anakan, tiang, dan pohon (Gambar 4). pada histogram tersebut terlihat bahwa kerapatan spesies didominasi oleh R. apiculata dengan kerapatan relatif tingkat anakan (27,258%), tingkat tiang (41,126%), dan tingkat pohon (79,722%), itu berarti R. apiculata

memilikiki nilai kerapatan tinggi dan pola penyesuaian yang besar. Fachrul (2012) mengatakan bahwa nilai kerapatan tinggi dapat menggambarkan jenis mangrove tersebut memiliki pola penyesuaian yang besar, sebab karapatan dapat ditaksir dengan menghitung individu setiap jenis dengan kuadrat yang luasnya ditentukan, kemudian perhitungannya diulang ditempat yang

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00

JUMLAH 5 X 5 M

JUMLAH 20 X 20 M


(9)

21

tersebar secara acak. Dan spesies yang memiliki tingkat kerapatan rendah adalah (Acrosthicum aureum) 0,325%,

(Acanthus ilicifolius) 0,320%, dan (Hibiscus tiliaceus)

0,280%. A.aureum dan A. ilicifolius termasuk mangrove mayor, namun tidak membentuk tegakan murni dan H.

tiliaceus kategori mangrove minor. Tomlinson (1986)

menguraikan jika kategori mangrove mayor (mangrove sejati) mampu membentuk tegakan murni dan mensekresikan air garam sehinga dapat tumbuh pada air tergenang, dan mangrove minor tumbuh pada tepi habitat mangrove dan tidak membentuk tegakan murni.

Struktur vegetasi mangrove yang terdapat di daerah penelitian dapat dilihat pada nilai frekuensi relatif (Gambar 4).

Gambar 4. Nilai frekuensi relatif (%) 0,00

5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00

JUMLAH 5 X 5 M

JUMLAH 20 X 20 M


(10)

22

4. Nilai frekuensi relatif

Nilai frekuensi relatif pada tingkat anakan, tiang, dan pohon (gambar 3.) nilai frekuensi pada tingkat anakan (0,171%), tingkat tiang (0,226%), dan tingkat pohon (0,346%). Nilai frekuensi dapat menunjukkan distribusi jenis dalam ekosistem. Fachrul (2012) mengatakan bahwa nilai yang diperoleh inidapat menggambarkan kapasitas reproduksi dan kemampuan berdaptasi pada ekosistem mangrove.

Dari nilai frekuensi mangrove dalam ketiga plot tersebut, spesies yang paling sering ditemukan adalah

R. apiculata, jenis ini sangat dijumpai di lokasi

pinggiran sungai dan di tanah strukturnya berlumpur. Noor dkk (2006) menguraikan bahwa R. apiculata lebih toleran terhadap substrat yang lebih keras dan pasir, dan umumnya tumbuh dalam kelompok yang dekat atau pada pematang sungai, pasang surut dan di muara sungai, dan jarang sekali tumbuh pada daerah yang jauh dari pasang surut. Lebih lanjut Nontji (1987) mengatakan jenis R. apiculata termasuk jenis unik karena mempunyai akar yang mencuat dari batang, bercabang-cabang mengarah ke bawah dan menggantung kemudian masuk ke tanah. Menurut Polunin (1990) akar yang menggantung atau muncul di permukaan tanah merupakan akar nafas (pneamatofora). Akar-akar ini mempunyai liang-liang


(11)

23

pernapasan dan mengandung banyak sekali ruang-ruang berisi udara yang berfungsi menyalurkan oksigen ke bagian-bagian sistem perakaran yang terdapat di dalam tanah.

5. Keberadaan Ekosistem Mangrove

Masyarakat kampung Gamta memanfaatkan mangrove sebagai kayu api/bahan bakar untuk memasak. Jenis yang diambil sebagai bahan bakar bermacam-macam, namun pada umumnya jenis yang disukai masyarakat lokal adalah jenis R. apiculata, sebab memiliki kulit kayu licin/rata, serta juga mudah dibelah bila dibandingkan dengan B. gymnorrhiza. Ukuran yang ditebang untuk kebutuhan bahan bakar adalah tingkat pohondengan diameter berukuran 1-1,5 m.

Selain kebutuhan masyarakat akan bahan bakar, mangrove juga digunakan sebagai tiang rumah.Mangrove yang digunakan adalah jenis Ceriops

decandra, karena persepsi masyarakat lokal bahwa

jenis ini tahan dalam lumpur selamalebih dari 5 tahun. Selain itu, mangrove juga digunakan oleh masyarakat lokal sebagai dinding rumah atau keperluan rumah tangga seperti meja dan kursi, serta dijual dalam bentukbalokdan papan.Jenis mangrove ini adalah


(12)

24

Rhizophora apiculata pada tingkat anakan dan

tiang memiliki generasi yang sangat cepat, sehingga walaupun ditebang masyarakat sebagai bahan bakar, jenis ini tetap mendominasi komposisi flora mangrove di pantai Sungai Gamta.

Menurut Noor dkk (2006),R. apiculata dapat bertahan karena tumbuh pada tanah berlumpur halus, dan tergenang pada saat pasang normal dan tidak menyukai substrat lebih keras yang bercampur dengan pasir. Selain itu, tingkat dominansi dapat mencapai 90% dari vegetasi yang tumbuh di suatu lokasi.Menyukai perairan pasang surut yang memiliki pengaruh masukan air tawar yang kuat secara permanen. Karenagangguan kumbang yang menyerangujungakar, percabangan kayu dapat tumbuh abnormal. Kepiting bakau (Scyllasp) sebagai penghambat pertumbuhan karena merusak kulit akar anakan.

Selain faktor ekologi, beberapa sifat fisik estuaria mempunyai peranan penting terhadap kehidupan ekosistem mangrove. Bengen (2004) mengatakan bahwaada 5 sifat fisik estuaria antara lain:

1. Salinitas: Estuaria memiliki gradien salinitas yang bervariasi, terutama tergantung pada masukan air tawar dari sungai dangerakan air laut melalui pasang surut.


(13)

25

2. Substrat: Sebagian besar estuaria didominasi oleh substrat berlumpur yang berasal dari sedimen yang di bawah melalui air tawar (sungai) dan air laut. Sebagian besar partikel lumpur estuaria bersifat organik, sehingga substrat tersebut kaya akan bahan organik.

3. Sirkulasi air: Selang waktu mengalirnya air dari sungai ke dalam estuaria dan masuknya air laut melalui air pasang surut menciptakan suatu gerakan dan transport air yang bermanfaat bagi biota estuaria, khususnya plankton yang hidup tersuspensi didalam air.

4. Pasang surut: Air pasang surut berperan penting sebagai pengangkut zat hara dan plankton, disamping berperan untuk mengencerkan dan menggelontarkan limbah di estuaria.

5. Penyimpan zat hara: Peran estuaria sebagai penyimpan zat hara sangat besar. Pohon mangrove dan lamun serta gangguan lainnya dapat mengonversi zat hara dan menyimpannya sebagai bahan organik yang akan digunakan kemudian oleh organisme hewani lainnya.

Selain R. apiculata, C. decandra, B. gymnorrhiza,

X. granatum, dan X. moluccensis, terdapat beberapa

spesies yang jumlahnya sangat sedikit dijumpai di lokasi penelitian diantaranya: A. aureum, A.speciosum,


(14)

26

A. ilicifolius, dan H. tiliaceus. Spesies-spesies ini hanya

ditemukan dalam petak ukur tingkat anakan/sapihan. Spesies tersebut hanya dapat ditemukan pada tempat kering yang tidak menyukai air atau lumpur, yaitu pada tempat gundukan tanah liat rumah kepiting bakau (Scylla sp) atau bia kodok (Gelonia sp).

Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (1993 dalam Noor, dkk 2006) menyatakan bahwa mangrove daratan adalah mangrove yang berada pada zona perairan payau atau hampir tawar di belakang jalur hijau mangrove yang sebenarnya. Jenis-jenis yang umum ditemukan pada zona ini termasuk Ficus microcarpus (F. retusa), Instia bijuga, Nypa fruticans,


(1)

21

tersebar secara acak. Dan spesies yang memiliki tingkat kerapatan rendah adalah (Acrosthicum aureum) 0,325%, (Acanthus ilicifolius) 0,320%, dan (Hibiscus tiliaceus) 0,280%. A.aureum dan A. ilicifolius termasuk mangrove mayor, namun tidak membentuk tegakan murni dan H. tiliaceus kategori mangrove minor. Tomlinson (1986) menguraikan jika kategori mangrove mayor (mangrove sejati) mampu membentuk tegakan murni dan mensekresikan air garam sehinga dapat tumbuh pada air tergenang, dan mangrove minor tumbuh pada tepi habitat mangrove dan tidak membentuk tegakan murni.

Struktur vegetasi mangrove yang terdapat di daerah penelitian dapat dilihat pada nilai frekuensi relatif (Gambar 4).

Gambar 4. Nilai frekuensi relatif (%) 0,00

5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00

JUMLAH 5 X 5 M JUMLAH 20 X 20 M JUMLAH 30 X 30


(2)

22

4. Nilai frekuensi relatif

Nilai frekuensi relatif pada tingkat anakan, tiang, dan pohon (gambar 3.) nilai frekuensi pada tingkat anakan (0,171%), tingkat tiang (0,226%), dan tingkat pohon (0,346%). Nilai frekuensi dapat menunjukkan distribusi jenis dalam ekosistem. Fachrul (2012) mengatakan bahwa nilai yang diperoleh inidapat menggambarkan kapasitas reproduksi dan kemampuan berdaptasi pada ekosistem mangrove.

Dari nilai frekuensi mangrove dalam ketiga plot tersebut, spesies yang paling sering ditemukan adalah

R. apiculata, jenis ini sangat dijumpai di lokasi pinggiran sungai dan di tanah strukturnya berlumpur. Noor dkk (2006) menguraikan bahwa R. apiculata lebih toleran terhadap substrat yang lebih keras dan pasir, dan umumnya tumbuh dalam kelompok yang dekat atau pada pematang sungai, pasang surut dan di muara sungai, dan jarang sekali tumbuh pada daerah yang jauh dari pasang surut. Lebih lanjut Nontji (1987) mengatakan jenis R. apiculata termasuk jenis unik karena mempunyai akar yang mencuat dari batang, bercabang-cabang mengarah ke bawah dan menggantung kemudian masuk ke tanah. Menurut Polunin (1990) akar yang menggantung atau muncul di permukaan tanah merupakan akar nafas (pneamatofora). Akar-akar ini mempunyai liang-liang


(3)

23

pernapasan dan mengandung banyak sekali ruang-ruang berisi udara yang berfungsi menyalurkan oksigen ke bagian-bagian sistem perakaran yang terdapat di dalam tanah.

5. Keberadaan Ekosistem Mangrove

Masyarakat kampung Gamta memanfaatkan mangrove sebagai kayu api/bahan bakar untuk memasak. Jenis yang diambil sebagai bahan bakar bermacam-macam, namun pada umumnya jenis yang disukai masyarakat lokal adalah jenis R. apiculata, sebab memiliki kulit kayu licin/rata, serta juga mudah dibelah bila dibandingkan dengan B. gymnorrhiza. Ukuran yang ditebang untuk kebutuhan bahan bakar adalah tingkat pohondengan diameter berukuran 1-1,5 m.

Selain kebutuhan masyarakat akan bahan bakar, mangrove juga digunakan sebagai tiang rumah.Mangrove yang digunakan adalah jenis Ceriops decandra, karena persepsi masyarakat lokal bahwa jenis ini tahan dalam lumpur selamalebih dari 5 tahun. Selain itu, mangrove juga digunakan oleh masyarakat lokal sebagai dinding rumah atau keperluan rumah tangga seperti meja dan kursi, serta dijual dalam bentukbalokdan papan.Jenis mangrove ini adalah


(4)

24

Rhizophora apiculata pada tingkat anakan dan tiang memiliki generasi yang sangat cepat, sehingga walaupun ditebang masyarakat sebagai bahan bakar, jenis ini tetap mendominasi komposisi flora mangrove di pantai Sungai Gamta.

Menurut Noor dkk (2006),R. apiculata dapat bertahan karena tumbuh pada tanah berlumpur halus, dan tergenang pada saat pasang normal dan tidak menyukai substrat lebih keras yang bercampur dengan pasir. Selain itu, tingkat dominansi dapat mencapai 90% dari vegetasi yang tumbuh di suatu lokasi.Menyukai perairan pasang surut yang memiliki pengaruh masukan air tawar yang kuat secara permanen. Karenagangguan kumbang yang menyerangujungakar, percabangan kayu dapat tumbuh abnormal. Kepiting bakau (Scyllasp) sebagai penghambat pertumbuhan karena merusak kulit akar anakan.

Selain faktor ekologi, beberapa sifat fisik estuaria mempunyai peranan penting terhadap kehidupan ekosistem mangrove. Bengen (2004) mengatakan bahwaada 5 sifat fisik estuaria antara lain:

1. Salinitas: Estuaria memiliki gradien salinitas yang bervariasi, terutama tergantung pada masukan air tawar dari sungai dangerakan air laut melalui pasang surut.


(5)

25

2. Substrat: Sebagian besar estuaria didominasi oleh substrat berlumpur yang berasal dari sedimen yang di bawah melalui air tawar (sungai) dan air laut. Sebagian besar partikel lumpur estuaria bersifat organik, sehingga substrat tersebut kaya akan bahan organik.

3. Sirkulasi air: Selang waktu mengalirnya air dari sungai ke dalam estuaria dan masuknya air laut melalui air pasang surut menciptakan suatu gerakan dan transport air yang bermanfaat bagi biota estuaria, khususnya plankton yang hidup tersuspensi didalam air.

4. Pasang surut: Air pasang surut berperan penting sebagai pengangkut zat hara dan plankton, disamping berperan untuk mengencerkan dan menggelontarkan limbah di estuaria.

5. Penyimpan zat hara: Peran estuaria sebagai penyimpan zat hara sangat besar. Pohon mangrove dan lamun serta gangguan lainnya dapat mengonversi zat hara dan menyimpannya sebagai bahan organik yang akan digunakan kemudian oleh organisme hewani lainnya.

Selain R. apiculata, C. decandra, B. gymnorrhiza, X. granatum, dan X. moluccensis, terdapat beberapa spesies yang jumlahnya sangat sedikit dijumpai di lokasi penelitian diantaranya: A. aureum, A.speciosum,


(6)

26

A. ilicifolius, dan H. tiliaceus. Spesies-spesies ini hanya ditemukan dalam petak ukur tingkat anakan/sapihan. Spesies tersebut hanya dapat ditemukan pada tempat kering yang tidak menyukai air atau lumpur, yaitu pada tempat gundukan tanah liat rumah kepiting bakau (Scylla sp) atau bia kodok (Gelonia sp).

Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (1993 dalam Noor, dkk 2006) menyatakan bahwa mangrove daratan adalah mangrove yang berada pada zona perairan payau atau hampir tawar di belakang jalur hijau mangrove yang sebenarnya. Jenis-jenis yang umum ditemukan pada zona ini termasuk Ficus microcarpus (F. retusa), Instia bijuga, Nypa fruticans, Lumnitzera racemosa, dan Pandanus sp.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komposisi Flora Mangrove di Pantai Sungai Gamta, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat T2 422012108 BAB I

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komposisi Flora Mangrove di Pantai Sungai Gamta, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat T2 422012108 BAB II

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komposisi Flora Mangrove di Pantai Sungai Gamta, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat T2 422012108 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komposisi Flora Mangrove di Pantai Sungai Gamta, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kelimpahan Bulu Babi Tripneustes gratilla di Daerah Padang Lamun, Distrik Misool Utara, Kabupaten Raja Ampat T2 422012107 BAB I

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kelimpahan Bulu Babi Tripneustes gratilla di Daerah Padang Lamun, Distrik Misool Utara, Kabupaten Raja Ampat T2 422012107 BAB II

1 15 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kelimpahan Bulu Babi Tripneustes gratilla di Daerah Padang Lamun, Distrik Misool Utara, Kabupaten Raja Ampat T2 422012107 BAB IV

0 1 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kelimpahan Bulu Babi Tripneustes gratilla di Daerah Padang Lamun, Distrik Misool Utara, Kabupaten Raja Ampat T2 422012107 BAB V

0 0 1

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komposisi Vegetasi Mangrove di Pesisir Pantai Kota Waisai, Kabupaten Raja Ampat T2 422012105 BAB I

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komposisi Vegetasi Mangrove di Pesisir Pantai Kota Waisai, Kabupaten Raja Ampat T2 422012105 BAB IV

0 0 18