Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komposisi Vegetasi Mangrove di Pesisir Pantai Kota Waisai, Kabupaten Raja Ampat T2 422012105 BAB IV

(1)

20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1.

Keragaman Vegetasi Mangrove

Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada 20 plot yang masing-masing petak ukur 5x5 m, 10x10 m dan 20x20 m diketahui bahwa vegetasi mangrove terdiri dari 7 spesies termasuk 4 famili. Nama spesies tersebut dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Jenis Mangrove yang terdapat di Kelurahan Warmasem.

No. Spesies Famili

1. Avicennia lanata Avicenniaceae 2. Bruguiera cylindrica Rhizophoraceae 3. B. gymnorrhiza Rhizophoraceae 4. Rhizophora apiculata Rhizophoraceae 5. R. mucronata Rhizophoraceae 6. Sonneratia alba Lythraceae 7. Xylocarpus granatum Meliaceae

Tabel 2. Jenis tumbuhan epifit yang menempel di pohon S. alba

No. Spesies Famili

1. Anggrek Orchidaceae

2. Paku Polypodiaceae

3. Sarang semut (Hydnophytum

dan Myrmecodia)


(2)

21

Tabel 1. menunjukkan terdapat tujuh spesies mangrove. Terkait dengan habitatnya, umumnya ada yang tumbuh di tanah berkarang dan berpasir adalah spesies A. lanata, S. alba, R. mucronata, di tanah berlumpur spesies R. apiculata, B. gymnorrhiza dan X. granatum, di tanah sedikit berpasir dan berlumpur spesies B. cylindrica.

Dari ke tujuh spesies mangrove yang ditemukan, yang paling menonjol adalah spesies R. apiculata dan R. mucronata kedua penyusun vegetasi ini yang paling dominan di lokasi penelitian memiliki perakaran yang berupa akar tunjang yang keluar dari cabang batang. Spesies B. gymnorrhiza juga merupakan penyusun vegetasi mangrove yang paling terlihat jelas di lokasi penelitian, karena memiliki ukuran 30-50 m, diameter batang 9-80 cm dan kayunya yang berwarna merah.

Tabel 2 menunjukkan terdapat tiga jenis tumbuhan epifit, ditemukan pada cabang S. alba. Jenis tersebut adalah spesies anggrek (Orchidaceae), spesies paku (Polypodiaceae), dan spesies sarang semut (Hydnophytum dan Myrmecodia).

2.

Struktur Vegetasi Mangrove

Hasil analisis dari tingkat kerapatan relatif, frekuensi relatif, dominansi relatif, indeks nilai penting dan indeks keragaman struktur vegetasi mangrove pada


(3)

22

tiap petak ukur (5x8 m, 10x10 m, 20x20 m) dari 20 plot dapat dilihat dilampiran 1, 2 dan 3).

Hasil dari petak ukur 5x5 m digunakan untuk tingkat pancang dengan diameter pohon < 10 cm (tabel 1) terdapat enam spesies diantaranya A. lanata, B. gymnorrhiza, R. apiculata, R. mucronata, S. alba, X. granatum. Petak ukur 10x10 m digunakan untuk tiang dengan diameter pohon 10-20 cm (tabel 2) terdapat lima spesies diantaranya B. cylindrica, B. gymnorrhiza, R. apiculata, R. mucronata, S. alba. Petak ukur ukur 20x20 m digunakan untuk tingkat pohon dengan pohon > 20 cm (tabel 3) terdapat lima spesies B. cylindrica, B. gymnorrhiza, R. apiculata, R. mucronata, S. alba.

1. Nilai Kerapatan Relatif

Gambar 3. Nilai kerapatan relatif dari seluruh plot pengamatan


(4)

23

Dalam penelitian ini hasil analisis data kerapatan relatif ke 3 petak ukur (5x5 m, 10x10 m dan 20x20 m) dari 20 plot (gambar 2) diketahui bahwa tingkat kerapatan relatif tertinggi pada spesies R. apiculata (65 %) ditemukan pada petak ukuran 5x5 m, dan tingkat kerapatan relatif yang paling rendah adalah spesies A. lanata dan X. granatum (2 %).

2. Nilai Frekuensi Relatif

Gambar 4. Nilai frekuensi relatif dari seluruh plot pengamatan

Adapun Nilai frekuensi relatif ke 3 petak ukur tersebut dari 20 plot (gambar 3) yang digunakan diketahui spesies yang banyak ditemukan disetiap plot adalah spesies R. apiculata dan memiliki nilai frekuensi yan paling tinggi (56 %) ditemukan pada petak ukuran 5x5 m, spesies yang sedikit ditemukan dari 20 plot


(5)

24

adalah spesies A. lanata, X. granatum, dan R. mucronata (4 %), tetapi ada spesies yang tidak di temukan pada petak ukuran 5x5 m adalah spesies B. cylindrica.

3. Nilai Dominansi Relatif

Gambar 5. Nilai dominansi relatif dari seluruh plot pengamatan

Nilai dominansi yang paling tinggi (gambar 4) adalah spesies B. gymnorrhiza (48 %) terdapat pada petak ukur 20x20 m dari 20 plot, kemudian menyusul spesies R. apiculata (46 %). Spesies X. granatum tidak ditemukan dari 20 plot pada petak ukur 5x5 m, 10x10 m, 20x20 m.


(6)

25

4. Indeks Nilai Penting

Gambar 6. Indeks nilai penting dari seluruh plot pengamatan

Indeks nilai penting vegetasi mangrove yang tertinggi (gambar 5) adalah spesies R. apiculata (167 %) pada petak ukuran 5x5 m. Indeks nilai penting yang paling rendah terdapat pada spesies Xylocarpus granatum (6 %) dan R. mucronata (7 %).

5. Indeks Keragaman

Gambar 7. Nilai indeks keragaman dari seluruh plot pengamatan


(7)

26

Nilai Indeks keragaman ketiga petak ukur 5x5 m, 10x10 m, dan 20x20 m dari 20 plot berbeda (gambar 6), spesies yang memiliki indeks keragaman tertinggi B. gymnorrhiza (0,367) disusul oleh R. apiculata (0,345) pada petak ukuran 20x20 m.

B. Pembahasan

1.

Keragaman Vegetasi Mangrove

Pada tiap petak ukur (5x5 m, 10x10 m, 20x20 m) dari 20 plot, ternyata jumlah spesies yang ditemukan pada masing-masing petak ukur berbeda-beda. Petak ukur 5x5 m digunakan untuk tingkat pancang dengan diameter pohon kurang dari 10 cm terdapat pada spesies X. granatum dan R. mucronata, tetapi ada spesies yang ditemukan di ukuran petak ini lebih dari diameter pohon kurang dari 10 cm diantaranya A. lanata, B. gymnorrhiza, R. apiculata, S. alba. Petak ukur 10x10 m digunakan untuk tingkat tiang dengan diameter pohon 10-20 cm terdapat pada spesies R. apiculata dan R. mucronata, tetapi ada juga yang lebih dari 20 cm diamter pohon seperti pada spesies B. cylindrica, B. gymnorrhiza dan S. alba. Pada petak ukur 20x20 m digunakan untuk tingkat pohon dengan diameter pohon lebih dari 20 cm terdapat pada spesies

B. cylindrica, B. gymnorrhiza, R. apiculata dan S. alba,


(8)

27

yang ditemukan spesies R. mucronata. Kemungkinan kondisi tersebut menyebabkan adanya spesies yang berukuran kecil sudah mulai berkurang, dan ada spesies yang bisa beradaptasi dengan lingkungannya yang memiliki diameter pohon lebih besar sehingga bisa mempertahankan regenerasinya.

Penyusun vegetasi mangrove yang ada di lokasi penelitian di Kelurahan Warmasem Kota Waisai Kabupaten Raja Ampat, tabel 1 menunjukkan keragaman vegetasi mangrove ditemukan berjumlah 7 spesies dari 4 famili. Hasil penelitiannya hampir sama yang dilakukan oleh Sadik (2008) bahwa ditemukan 7 jenis Mangrove dari 3 famili jumlah individu yang paling banyak ditemukan adalah R. apiculata, R. mucronata, B. gymnorrhiza dan B. cylindrica. Selanjutnya jenis yang sulit ditemukan adalah A. lanata dan X. granatum, tetapi ada jenis yang tidak ditemukan di lokasi penelitian ini adalah S. caseolaris.

Kondisi daerah tersebut menunjukkan jenis mangrove di Waisai Kota Kabupaten Raja Ampat, kemungkinan sedikit mengalami penurunan jumlah spesies mangrove dapat di lihat di tabel 1. Karena lokasi penelitian yang diteliti hanya satu Kelurahan, sehingga ada spesies mangrove yang tidak ditemukan dilokasi penelitian. Salah satunya spesies S. caseolaris,


(9)

28

lain yang menyebabkan, populasi penduduk dari tahun ke tahun semakin bertambah, sehingga populasi mangrove semakin berkurang karena adanya aktivitas manusia.

Menurut Bengen (2002), spesies mangrove yang ada di Indonesia berjumlah 202 jenis yang terdiri atas 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis herba tanah, 44 jenis epifit dan 1 jenis paku. Dari 202 jenis tersebut, 43 jenis diantaranya mangrove sejati yang terdiri dari jenis pohon dan beberapa jenis perdu, sementara jenis lain ditemukan di sekitar mangrove dan dikenal sebagai jenis mangrove ikutan. Dalam penelitian, ke tujuh spesies yang ditemukan di Kelurahan Warmasem kabupaten Raja Ampat dikategorikan spesies mangrove termasuk jenis pohon, tiga jenis epifit yang hanya menempel di pohon S. alba.

Tiga jenis epifit adalah tumbuhan yang hidup menempel pada S. alba yang berperan sebagai tumbuhan inang. Ketiganya tidak mengambil makanan dari inangnya, atau tidak bersifat parasit. Interaksi epifit pada sampai saat inang ini belum menunjukkan gejala epifitosis (gejala sakit pada tumbuhan inang). Populasi epifit tersebut diatas relatif kecil dan hanya menyukai tumbuh di cabang-cabang besar pohon inang. Disukainya tumbuhan inang oleh tumbuhan epifit untuk menempel, kemungkinan disebabkan


(10)

29

adanya kaitan dengan morfologi kulit pohon maupun kandungan kimia dari kayu dan kulit pohon inang (Gunawan dkk. 2009).

Tumbuhan paku epifit merupakan tumbuhan yang memiliki nilai manfaat bagi kehidupan manusia misalnya bisa dijadikan sebagai tanaman hias dan obat-obatan. Menurut Sastrapradja 1979 & Romaidi dkk. 2012, keberadaan tumbuhan paku epifit memegang peranan penting dalam komunitas dan struktur hutan mangrove dalam pendauran unsur hara ekosistem hutan dan habitat beberapa hewan.

Gambar 6 menunjukkan bahwa nilai Indeks keragaman vegetasi mangrove tertinggi adalah spesies

B. gymnorrhiza (0,367) disusul oleh R. apiculata (0,345). Kemungkinan jenis vegetasi mangrove dari tahun ke tahun semakin berkurang, karena spesies S. caseolaris

tidak di temukan di lokasi penelitian ini. Pendapat tersebut sesuai dengan pendapat Odum (1971), jika nilai Indeks keragaman (H’) < 1 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu sampling area adalah sedikit atau rendah. Faktor yang menyebabkan, kemungkinan spesies mangrove jenis S. caseolaris

banyak ditebang oleh penduduk sehingga spesiesnya sudah mulai berkurang.


(11)

30

2.

Struktur Vegetasi Mangrove

Struktur vegetasi mangrove dapat dilihat dari nilai kerapatan relatif, frekuensi relatif, nilai dominansi relatif, indeks nilai penting.

3. Nilai Kerapatan Relatif

Nilai kerapatan relatif adalah kerapatan mutlat jenis ke-i dan jumlah kerapatan mutlak seluruh jenis dalam suatu unit area (Bengen 2001 & Romadhon 2008). Gambar 2 menunjukkan nilai kerapatan relatif tertinggi adalah spesies R. apiculata, dan tingkat kerapatan relatif yang paling rendah adalah spesies A. lanata, X. granatum. Lokasi R. apiculata letaknya lebih kearah darat dan memiliki jenis substrat berupa lumpur, faktor lain yang berpengaruh adalah memiliki akar tunjang yang tumbuh diatas permukaan tanah sehingga R. apiculata ini lebih rapat dibandingkan jenis mangrove lainnya. Spesies A. lanata dan X. granatum

kemungkinan besar tidak mendapatkan sirkulasi unsur hara dan mengalami gangguan akar yang menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan dari ketiga jenis ini terganggu (Firdaus, 2012).

Nilai Frekuensi Relatif

Nilai frekuensi relatif adalah frekuensi mutlak jenis ke-i dan jumlah frekuensi mutlak seluruh jenis


(12)

31

(Bengen 2001 & Romadhon 2008). Gambar 3 menunjukkan bahwa spesies yang banyak ditemukan disetiap plot adalah spesies R. apiculata dan memiliki nilai frekuensi yang paling tinggi, spesies yang sedikit ditemukan dari 20 plot adalah spesies A. lanata, X. granatum, dan R. mucronata, tetapi ada spesies yang tidak di temukan pada petak ukuran 5x5 m adalah spesies B. cylindrica. Kondisi daerah spesies R. apiculata mampu beradaptasi dengan lingkungan yang memungkinkan mangrove untuk tumbuh optimal, sehingga setiap plot spesies R. apiculata selalu ditemukan. Spesies R. mucronata ditemukan di plot 12 dan plot 14 yang subsratnya berpasir dan berkarang tumbuh didekat sungai kecil. Menurut Noor dkk (1999), spesies R. mucronata pada umumnya tumbuh didekat pematang sungai yang substratnya berpasir dan berkarang.

Spesies B. cylindrica tidak ditemukan di petak ukuran 5x5 m dari 20 plot, hal ini disebabkan karena

B. cylindrica memiliki ukuran pohon yang besar sehingga sulit untuk tumbuh di petak yang berukuran kecil misalnya 5x5 m. Menurut Suhono (2010), Marga

Bruguiera merupakan jenis pohon yang tinggi batangnya mencapai 40 m dengan diameter mencapai 90 cm dan tumbuh dibagian dalam hutan mangrove. Selain itu kayu Bruguiera yang berukuran besar


(13)

32

digunakan untuk bahan konstruksi bangunan, bantalan kereta api, furniture, peralatan kerajinan serta kayu bakar.

4.

Nilai Dominansi Relatif

Nilai dominansi relatif adalah dominansi mutlak jenis ke-i dan jumlah dominansi mutlak seluruh jenis. Nilai dominansi yang paling tinggi (gambar 4) adalah spesies B. gymnorrhiza, kemudian menyusul spesies R. apiculata. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa kedua jenis berhasil menguasai daerah dan mempunyai pertumbuhan serta perkembangan yang baik. Jenis ini toleran terhadap daerah terlindung maupun yang mendapat sinar matahari langsung. Mereka juga tumbuh pada tepi daratan dari mangrove yang substratnya terdiri dari lumpur dan sedikit berpasir (Noor dkk. 1999).

Selain itu, buah mangrove jenis B. gymnorrhiza

bisa digunakan sebagai bahan untuk membuat makanan tradisional. Pengolahan buah mangrove ini telah dilakukan oleh ibu-ibu kelompok PKK di Kampung Dorehkar. Buah Bruguiera diolah melalui teknik pengolahan yang khusus sehingga menjadi bahan tepung. Bahan tepung inilah yang digunakan untuk membuat berbagai macam penganan tradisional. Kegiatan pemanfaatan ini masih belum dilakukan dalam skala komersial. Masyarakat pada umumnya


(14)

33

masih memanfaatkan buah mangrove ini terbatas untuk konsumsi rumah tangga, selain itu pohonnya dapat bernilai ekonomi karena digunakan untuk bahan bangunan (DKP-KRA 2006). Jenis R. apiculata dapat dimanfaatkan kayunya sebagai kayu bakar dan arang.

Spesies X. granatum tidak memiliki nilai dominansi dari 3 petak ukur pada 20 plot, karena memiliki diameter batang lebih kecil dibandingkan spesies mangrove lainnya. Untuk mendapatkan nilai dominansi harus mengetahui luas bidang dasar pada setiap pohon mangrove, sehingga X. granatum memiliki nilai dominansi nol. Faktor lain yang menyebabkan X. granatum tidak mampu beradaptasi dengan lingkungannya dan tidak cocok tempat pertumbuhannya. Menurut Noor (1999), bahwa X. granatum tumbuh disepanjang tepi sungai pasang surut dipinggir daratan dari mangrove yang lingkungannya tidak terlalu asin.

5.

Indeks Nilai Penting

Indeks nilai penting dari ke tiga petak ukur tersebut relatif berbeda (gambar 5). Indeks nilai penting vegetasi mangrove yang tertinggi adalah spesies R. apiculata (167 %) dan yang paling rendah terdapat pada spesies X. granatum (6 %). Menurut Setyawan dkk (2005), bahwa Indeks nilai penting yang paling tinggi ditemukan pada R. apiculata disusul Avicennia sp dan


(15)

34

Sonneratia sp. Sundra (2004), dalam penelitiannya tentang Analisis struktur vegetasi hutan mangrove di Kota Dempasar menyatakan bahwa ada dua jenis vegetasi mangrove yang memiliki nilai penting tinggi yaitu R. apiculata dan S. alba. Indeks Nilai Penting hampir sama penelitian yang dilakukan di Pesisir Pantai Kelurahan Warmasem Kota Waisai Kabupaten Raja Ampat. Ini diduga disebabkan oleh kondisi lingkungannya lebih baik bagi pertumbuhan mangrove

R. apiculata yang pertumbuhnya kearah darat dan habitatnya berupa lumpur. Supriharyono juga menyatakan sama (2007), jika substrat hutan mangrove tergolong lumpur maka kualitas jenis tanah ini paling baik karena sangat subur, dapat mengendalikan tata air dalam tanah berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikatan air oleh tanah.

Pada petak ukuran 5x5 m digunakan untuk tingkat pancang dengan diameter pohon < 10 cm dari 20 plot, memiliki nilai penting yang paling tinggi adalah spesies R. apiculata. Tetapi ada spesies mangrove yang tidak ditemukan pada petak ukuran tersebut adalah spesies B. cylindrica. Hal ini disebabkan spesies B. cylindrica memiliki ukuran diameter batang yang lebih besar, sehingga tidak memungkinkan untuk tumbuh dipetak ukuran yang kecil.


(16)

35

Pada petak ukuran 10x10 m digunakan untuk tingkat tiang dengan diameter pohon 10-20 cm dari 20 plot, memiliki nilai penting yang paling tinggi adalah R. apiculata. Spesies yang tidak ditemukan pada petak tersebut adalah spesies A. lanata dan X. granatum. Kedua spesies ini memiliki diameter batang yang lebih kecil, sehingga sulit ditemukan di petak ukuran yang lebih besar. Faktor lain yang menyebabkan kemungkinan kedua spesies ini habis dimakan hama dan tidak cocok zona pertumbuhannya.

Pada petak ukuran 20x20 m digunakan untuk tingkat pohon dengan diameter > 20 cm dari 20 plot, nilai penting yang tertinggi terdapat pada spesies R. apiculata disusul oleh spesies B. gymnorrhiza. Kedua spesies ini mampu beradaptasi dengan lingkunganya, sehingga ditemukan di petak ukuran yang lebih besar. Selain itu, spesies B. gymnorrhiza memiliki ukuran pohon lebih besar. Spesies R. apiculata memiliki akar yang banyak, tiap cabang akan tumbuh akar nafas sehingga mampu menguasai suatu daerah atau lokasi.

Secara keseluruhan dari berbagai penelitian melaporkan bahwa Indeks nilai penting tertinggi adalah spesies R. apiculata, karena memiliki sistem percabangan yang berkembang secara ekstensif. Dari tiap-tiap cabang akan tumbuh akar nafas (pneumatophoro) yang awalnya berfungsi membantu


(17)

36

mencukupi kebutuhan oksigen bagi tumbuhan. Tetapi pada tahap selanjutnya, akar ini akan berkembang menjadi akar tunjang yang merupakan salah satu ciri khas R. apiculata, yang berfungsi untuk memperkokoh tegaknya batang pada daerah lumpur dan penyerapan unsur hara. Setelah masing-masing cabang memiliki akar tunjang dalam jumlah yang cukup dan kuat, serta mampu memenuhi kebutuhan hara, bagian cabang yang pada awalnya berhubungan dengan pohon induk, tidak lagi berfungsi mensuplai unsur hara dari pohon induk bagian cabang. Akibatnya pertumbuhan terhenti dan mati. Pada tahap akhir sistem perkembangbiakan cabang-cabang yang awalnya berhubungan dengan pohon induk akan terpisah dan tumbuh sebagai individu baru (Jamili dkk. 2009).

Ketujuh spesies yang ditemukan di lokasi penelitian ini, diantaranya adalah A. lanata, B. cylindrica, B. gymnorrhiza, R. apiculata, R. mucronata, S. alba dan X. granatum. Spesies yang perlu dijaga kelestariannya atau mencegah kepunahannya adalah B. gymnorrhiza dan B. cylindrica. Karena spesies ini memiliki nilai ekonomi yang paling tinggi dan buahnya bisa dijadikan bahan panganan dibandingkan oleh spesies lainnya.

Secara umum dapat diartikan bahwa ekosistem mangrove di Kelurahan Warmasem keragaman vegetasi


(18)

37

mangrovenya cenderung menurun, disebabkan oleh aktivitas manusia yang area mangrove ini dekat dengan pemukimam penduduk. Selain itu masyarakat biasa juga menebang pohon yang bisa digunakan untuk bangunan dan dijadikan sebagai kayu bakar untuk pembuatan arang. Tetapi jenis R. apiculata sulit untuk ditebang pohonnya karena memiliki akar yang terlalu tinggi dari permukaan tanah, sehingga sulit untuk ditebang oleh penduduk. Keberadaan daerah ini harus dipertahankan tentunya mengingat fungsi ekosistem mangrove sebagai habitat hidup organisme darat dan laut serta melindungi pantai dari ombak dan gelombang.


(1)

32

digunakan untuk bahan konstruksi bangunan, bantalan kereta api, furniture, peralatan kerajinan serta kayu bakar.

4.

Nilai Dominansi Relatif

Nilai dominansi relatif adalah dominansi mutlak jenis ke-i dan jumlah dominansi mutlak seluruh jenis. Nilai dominansi yang paling tinggi (gambar 4) adalah spesies B. gymnorrhiza, kemudian menyusul spesies R.

apiculata. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa

kedua jenis berhasil menguasai daerah dan mempunyai pertumbuhan serta perkembangan yang baik. Jenis ini toleran terhadap daerah terlindung maupun yang mendapat sinar matahari langsung. Mereka juga tumbuh pada tepi daratan dari mangrove yang substratnya terdiri dari lumpur dan sedikit berpasir (Noor dkk. 1999).

Selain itu, buah mangrove jenis B. gymnorrhiza

bisa digunakan sebagai bahan untuk membuat makanan tradisional. Pengolahan buah mangrove ini telah dilakukan oleh ibu-ibu kelompok PKK di Kampung Dorehkar. Buah Bruguiera diolah melalui teknik pengolahan yang khusus sehingga menjadi bahan tepung. Bahan tepung inilah yang digunakan untuk membuat berbagai macam penganan tradisional. Kegiatan pemanfaatan ini masih belum dilakukan dalam skala komersial. Masyarakat pada umumnya


(2)

33

masih memanfaatkan buah mangrove ini terbatas untuk konsumsi rumah tangga, selain itu pohonnya dapat bernilai ekonomi karena digunakan untuk bahan bangunan (DKP-KRA 2006). Jenis R. apiculata dapat dimanfaatkan kayunya sebagai kayu bakar dan arang.

Spesies X. granatum tidak memiliki nilai dominansi dari 3 petak ukur pada 20 plot, karena memiliki diameter batang lebih kecil dibandingkan spesies mangrove lainnya. Untuk mendapatkan nilai dominansi harus mengetahui luas bidang dasar pada setiap pohon mangrove, sehingga X. granatum memiliki nilai dominansi nol. Faktor lain yang menyebabkan X.

granatum tidak mampu beradaptasi dengan

lingkungannya dan tidak cocok tempat pertumbuhannya. Menurut Noor (1999), bahwa X.

granatum tumbuh disepanjang tepi sungai pasang

surut dipinggir daratan dari mangrove yang lingkungannya tidak terlalu asin.

5.

Indeks Nilai Penting

Indeks nilai penting dari ke tiga petak ukur tersebut relatif berbeda (gambar 5). Indeks nilai penting vegetasi mangrove yang tertinggi adalah spesies R.

apiculata (167 %) dan yang paling rendah terdapat pada

spesies X. granatum (6 %). Menurut Setyawan dkk (2005), bahwa Indeks nilai penting yang paling tinggi ditemukan pada R. apiculata disusul Avicennia sp dan


(3)

34

Sonneratia sp. Sundra (2004), dalam penelitiannya

tentang Analisis struktur vegetasi hutan mangrove di Kota Dempasar menyatakan bahwa ada dua jenis vegetasi mangrove yang memiliki nilai penting tinggi yaitu R. apiculata dan S. alba. Indeks Nilai Penting hampir sama penelitian yang dilakukan di Pesisir Pantai Kelurahan Warmasem Kota Waisai Kabupaten Raja Ampat. Ini diduga disebabkan oleh kondisi lingkungannya lebih baik bagi pertumbuhan mangrove

R. apiculata yang pertumbuhnya kearah darat dan

habitatnya berupa lumpur. Supriharyono juga menyatakan sama (2007), jika substrat hutan mangrove tergolong lumpur maka kualitas jenis tanah ini paling baik karena sangat subur, dapat mengendalikan tata air dalam tanah berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikatan air oleh tanah.

Pada petak ukuran 5x5 m digunakan untuk tingkat pancang dengan diameter pohon < 10 cm dari 20 plot, memiliki nilai penting yang paling tinggi adalah spesies R. apiculata. Tetapi ada spesies mangrove yang tidak ditemukan pada petak ukuran tersebut adalah spesies B. cylindrica. Hal ini disebabkan spesies B.

cylindrica memiliki ukuran diameter batang yang lebih

besar, sehingga tidak memungkinkan untuk tumbuh dipetak ukuran yang kecil.


(4)

35

Pada petak ukuran 10x10 m digunakan untuk tingkat tiang dengan diameter pohon 10-20 cm dari 20 plot, memiliki nilai penting yang paling tinggi adalah R.

apiculata. Spesies yang tidak ditemukan pada petak

tersebut adalah spesies A. lanata dan X. granatum. Kedua spesies ini memiliki diameter batang yang lebih kecil, sehingga sulit ditemukan di petak ukuran yang lebih besar. Faktor lain yang menyebabkan kemungkinan kedua spesies ini habis dimakan hama dan tidak cocok zona pertumbuhannya.

Pada petak ukuran 20x20 m digunakan untuk tingkat pohon dengan diameter > 20 cm dari 20 plot, nilai penting yang tertinggi terdapat pada spesies R.

apiculata disusul oleh spesies B. gymnorrhiza. Kedua

spesies ini mampu beradaptasi dengan lingkunganya, sehingga ditemukan di petak ukuran yang lebih besar. Selain itu, spesies B. gymnorrhiza memiliki ukuran pohon lebih besar. Spesies R. apiculata memiliki akar yang banyak, tiap cabang akan tumbuh akar nafas sehingga mampu menguasai suatu daerah atau lokasi.

Secara keseluruhan dari berbagai penelitian melaporkan bahwa Indeks nilai penting tertinggi adalah spesies R. apiculata, karena memiliki sistem percabangan yang berkembang secara ekstensif. Dari tiap-tiap cabang akan tumbuh akar nafas (pneumatophoro) yang awalnya berfungsi membantu


(5)

36

mencukupi kebutuhan oksigen bagi tumbuhan. Tetapi pada tahap selanjutnya, akar ini akan berkembang menjadi akar tunjang yang merupakan salah satu ciri khas R. apiculata, yang berfungsi untuk memperkokoh tegaknya batang pada daerah lumpur dan penyerapan unsur hara. Setelah masing-masing cabang memiliki akar tunjang dalam jumlah yang cukup dan kuat, serta mampu memenuhi kebutuhan hara, bagian cabang yang pada awalnya berhubungan dengan pohon induk, tidak lagi berfungsi mensuplai unsur hara dari pohon induk bagian cabang. Akibatnya pertumbuhan terhenti dan mati. Pada tahap akhir sistem perkembangbiakan cabang-cabang yang awalnya berhubungan dengan pohon induk akan terpisah dan tumbuh sebagai individu baru (Jamili dkk. 2009).

Ketujuh spesies yang ditemukan di lokasi penelitian ini, diantaranya adalah A. lanata, B. cylindrica, B. gymnorrhiza, R. apiculata, R. mucronata, S.

alba dan X. granatum. Spesies yang perlu dijaga

kelestariannya atau mencegah kepunahannya adalah B.

gymnorrhiza dan B. cylindrica. Karena spesies ini

memiliki nilai ekonomi yang paling tinggi dan buahnya bisa dijadikan bahan panganan dibandingkan oleh spesies lainnya.

Secara umum dapat diartikan bahwa ekosistem mangrove di Kelurahan Warmasem keragaman vegetasi


(6)

37

mangrovenya cenderung menurun, disebabkan oleh aktivitas manusia yang area mangrove ini dekat dengan pemukimam penduduk. Selain itu masyarakat biasa juga menebang pohon yang bisa digunakan untuk bangunan dan dijadikan sebagai kayu bakar untuk pembuatan arang. Tetapi jenis R. apiculata sulit untuk ditebang pohonnya karena memiliki akar yang terlalu tinggi dari permukaan tanah, sehingga sulit untuk ditebang oleh penduduk. Keberadaan daerah ini harus dipertahankan tentunya mengingat fungsi ekosistem mangrove sebagai habitat hidup organisme darat dan laut serta melindungi pantai dari ombak dan gelombang.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Uji Aktivitas Senyawa Antibakteri dan Uji Farmakologi Pada Conus sp. di Pesisir Pantai Waisai, Kabupaten Raja Ampat

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komposisi Flora Mangrove di Pantai Sungai Gamta, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat T2 422012108 BAB I

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komposisi Flora Mangrove di Pantai Sungai Gamta, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat T2 422012108 BAB II

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komposisi Flora Mangrove di Pantai Sungai Gamta, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat T2 422012108 BAB IV

0 1 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komposisi Flora Mangrove di Pantai Sungai Gamta, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat T2 422012108 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komposisi Vegetasi Mangrove di Pesisir Pantai Kota Waisai, Kabupaten Raja Ampat

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komposisi Vegetasi Mangrove di Pesisir Pantai Kota Waisai, Kabupaten Raja Ampat T2 422012105 BAB I

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komposisi Vegetasi Mangrove di Pesisir Pantai Kota Waisai, Kabupaten Raja Ampat T2 422012105 BAB II

0 0 1

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komposisi Vegetasi Mangrove di Pesisir Pantai Kota Waisai, Kabupaten Raja Ampat T2 422012105 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komposisi Vegetasi Mangrove di Pesisir Pantai Kota Waisai, Kabupaten Raja Ampat

0 0 16